50
Laporan Kasus Bayi Cukup Bulan, Sesuai Masa Kehamilan, Berat Badan Lahir Cukup, dengan Respiratory distress e.c Meconium Aspiration Syndrom (MAS) Oleh Abdurrahmanto, S.Ked NIM. I1A005051 Pembimbing dr. Nurul Hidayah, M.Sc, Sp.A

Laporan Kasus ANAK EDIT

Embed Size (px)

DESCRIPTION

aselole

Citation preview

Page 1: Laporan Kasus ANAK EDIT

Laporan Kasus

Bayi Cukup Bulan, Sesuai Masa Kehamilan, Berat Badan Lahir Cukup, dengan Respiratory distress e.c Meconium Aspiration

Syndrom (MAS)

Oleh

Abdurrahmanto, S.KedNIM. I1A005051

Pembimbing

dr. Nurul Hidayah, M.Sc, Sp.A

BAGIAN/ SMF ILMU KESEHATAN ANAKFK UNLAM/ BLUD RSU ULIN

BANJARMASINMei 2013

Page 2: Laporan Kasus ANAK EDIT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007

mendapatkan angka kematian bayi (AKB) di Indonesia, 35 bayi per 1000

kelahiran hidup. Bila dirincikan 157.000 bayi meninggal per tahun atau 430 bayi

per hari. Beberapa penyebab kematian bayi disebabkan berat badan lahir rendah,

respiratory distress syndrom, tetanus, infeksi, dan masalah pemberian minum.1

Respiratory Distress (RD) disebut juga Hyaline Membrane Disease

(HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan

terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Manifestasi dari RD

disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya

menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat

fungsi surfaktan.2

Air ketuban keruh (AKK) terjadi pada 8%–16% dari seluruh persalinan,

terjadi baik secara fisiologis ataupun patologis yang menunjukkan gawat janin.

Keadaan AKK menempati posisi penting sebagai risiko MAS yang merupakan

penyebab signifikan morbiditas dan mortalitas janin.9

Mekonium Aspirasi Sindrom (MAS) adalah sindrom atau kumpulan

berbagai gejala klinis dan radiologis akibat janin atau neonatus menghirup atau

mengaspirasi mekonium. Diagnosis MAS berdasarkan atas penemuan

pemeriksaan radiologis. Penyebab MAS belum jelas mungkin terjadi intra uterin

1

Page 3: Laporan Kasus ANAK EDIT

atau segera sesudah lahir akibat hipoksia janin kronik dan asidosis serta kejadian

kronik intra uterin. Faktor risiko MAS adalah skor Apgar <5 pada menit ke lima,

mekonium kental, denyut jantung yang tidak teratur atau tidak jelas, dan berat

lahir. Kejadian MAS merupakan masalah yang paling sering dihadapi spesialis

anak dan spesialis kebidanan.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan penulisan pada laporan kasus ini yaitu mengetahui dan

memperoleh gambaran dalam melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik,

penunjang, penentuan diagnosis serta penatalaksanaan pada kasus bayi cukup

bulan dengan respiratory distress e.c. mekonium aspiration syndrom.

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan laporan kasus ini yaitu untuk memahami dan

memperoleh gambaran dalam melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik,

penunjang, penentuan diagnosis serta penatalaksanaan pada kasus bayi cukup

bulan dengan respiratory distress e.c. suspek mekonium aspirasi syndrome.

1.4 Manfaat Penulisan

Pada penulisan laporan kasus ini, penulis sangat berharap dapat

memberikan dan menambah pengetahuan pada para pembaca, baik itu mahasiswa

kedokteran maupun yang sedang mengikuti kegiatan koass di bagian Ilmu

2

Page 4: Laporan Kasus ANAK EDIT

Penyakit Anak mengenai respiratory distress dan penyebabnya, Mekonium

Aspirasi Syndrome (MAS), serta permasalahannya secara lebih mendalam.

3

Page 5: Laporan Kasus ANAK EDIT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Epidemiologi

Menurut perkiraan WHO, terjadi sekitar 5 juta kematian neonatus pada

tahun 1995 dan menurun menjadi 4 juta pada tahun 2004, namun tetap 98%

terjadi di negara sedang berkembang. Sedangkan Berdasarkan Survei Demografi

dan Kesehatan Indonesia (SDKI), Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia

yaitu 35 bayi per 1000 kelahiran. Bila dirincikan 157.000 bayi meninggal per

tahun atau 430 bayi per hari. Angka kematian bayi di Indonesia masih sangat

tinggi, diperkirakan setiap jam 18 bayi di Indonesia meninggal dunia.1,2

Angka kematian bayi Indonesia telah mengalami penurunan yang

signifikan dalam upaya penurunan kematian bayi dalam beberapa dekade terakhir.

Pada 1960, Angka Kematian Bayi (AKB) Indonesia adalah 128 per 1.000

kelahiran hidup, angka ini turun menjadi 68 per 1.000 kelahiran hidup pada 1989,

57 pada 1992 dan 46 pada 1995. Pada dekade 1990-an, rata-rata penurunan 5%

per tahun, sedikit lebih tinggi daripada dekade 1980-an sebesar 4% per tahun

(SDKI 1991, 1994 dan 1997 ). Walaupun pencapaian telah begitu

menggembirakan, tingkat kematian bayi di Indonesia masih tergolong tinggi jika

dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN, yaitu 4,6 kali lebih tinggi

dari Malaysia, 1,3 kali lebih tinggi dari Filipina, dan 1,8 kali lebih tinggi dari

Thailand.

4

Page 6: Laporan Kasus ANAK EDIT

Tabel 1. Angka Kematian Bayi di Indonesia

Di Amerika Serikat, Respiratory Distress (RD) diperkirakan terjadi pada

20.000-30.000 bayi baru lahir tiap tahunnya dan merupakan komplikasi dari 1%

kehamilan. Kira-kira 50% kelahiran neonatus yang lahir pada usia kehamilan 26-

28 minggu mengalami RD, dan kurang dari 30 %neonatus premature usia

kehamilan 30-31 minggu mengalami keadaan ini 5.

Air ketuban keruh (AKK) bercampur mekonium dapat menyebabkan

Mekonium Aspiration Syndrome (MAS) yang mengakibatkan asfiksia

neonatorum. Insidens air ketuban keruh terjadi pada 6%-25% kelahiran hidup,

namun tidak semua neonatus yang mengalami AKK berkembang menjadi MAS.

Neonatus dengan AKK 2%-36% menghirup mekonium sewaktu di dalam rahim

atau saat napas pertama, sedangkan neonatus yang mempunyai AKK 11%

berkembang menjadi MAS dengan berbagai derajat.6

II. 2. Respiratory Distress

Respiratory distress terjadi karena gangguan sintesis dan sekresi surfaktan

yang menyebabkan terjadinya atelektasis, ketidakseimbangan ventilasi-perfusi,

5

Page 7: Laporan Kasus ANAK EDIT

dan hipoventilasi yang mengakibatkan hipoksemia dan hiperkarbi. Analisis gas

darah menunjukkan asidosis metabolic dan respiratorik yang mengakibatkan

vasokonstriksi pulmonum, kerusakan endotel dan integritas epithelial dan

terbentuknya eksudat protein dan terbentuknya formasi membrane hialin.3

Factor risiko terjadinya Respiratory Distress 4:

1. Bayi kurang bulan (BKB). Pada bayi kurang bulan, paru bayi secara

biokimiawi masih imatur dengan kekurangan surfaktan yang melapisi

rongga paru.

2. Kegawatan neonatal seperti kehilangan darah dalam periode perinatal,

aspirasi mekonium, pneumotoraks akibat tindakan resusitasi,dan hipertensi

pulmonal dengan pirau kanan ke kiri yang membawa darah keluar dari

paru.

3. Bayi dari ibu diabetes mellitus. Pada bayi dari ibu dengan diabetesterjadi

keterlambatn pematangan paru sehingga terjadi distress respirasi

4. Bayi lahir dengan operasi sesar. Bayi yang lahir dengan operasi

sesar,berapa pun usia gestasinya dapat mengakibatkan terlambatnya

absorpsi cairan paru (Transient Tachypnea of Newborn).

5. Bayi yang lahir dari ibu yang menderita demam, ketuban pecah dini dapat

terjadi pneumonia bakterialis atau sepsis.

6. Bayi dengan kulit berwarna seperti mekonium, mungkin mengalami

aspirasi mekonium.

6

Page 8: Laporan Kasus ANAK EDIT

Faktor yang memudahkan terjadinya RD pada bayi disebabkan oleh

alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurang sempurna

karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna.

Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru

menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya

pengembangan paru (compliance) menurun 25 % dari normal, pernafasan menjadi

berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat,

hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik3.

Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10%

protein, lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga

agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru tampak tidak

berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru

memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang5. Secara

histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal

menyebabkan edem interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga

menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli,

tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan

adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan

toksisitas oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel

jalan napas bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang

berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu

setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai

dibentuk pada 36-72 jam setelah lahir.

7

Page 9: Laporan Kasus ANAK EDIT

Manifestasi dari RD disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan

kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam

alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinis yang timbul yaitu : -

adanya sesak napas pada bayi segera setelah lahir, yang ditandai dengan: takipnea

(> 60 x/menit), pernapasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada,dan

sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir.

Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RD,

yaitu:

Stadium 1. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram

udara,

Stadium 2. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan

gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer

menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.

Stadium 3. Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan

paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram

udara lebih luas.

Stadium 4. Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat

dilihat.6

Gejala klinis yang progresif dari RDS adalah 1,3:

a. Takipnea diatas 60x/menit

b. Grunting ekspiratoar

8

Page 10: Laporan Kasus ANAK EDIT

c. Subcostal dan interkostal retraksi

d. Cyanosis

e. Nasal flaring

Pada bayi extremely premature ( berat badan lahir sangat rendah) mungkin

dapat berlanjut apnea, dan atau hipotermi. Pada RDS yang tanpa komplikasi maka

surfaktan akan tampak kembali dalam paru pada umur 36-48 jam. Gejala dapat

memburuk secara bertahap pada 24-36 jam pertama. Selanjutnya bila kondisi

stabil dalam 24 jam maka akan membaik dalam 60-72 jam. Dan sembuh pada

akhir minggu pertama.5

Derajat beratnya distress nafas dapat dinilai dengan menggunakan skor

Silverman-Anderson dan skor Downes. Skor Silverman-Anderson lebih sesuai

digunakan untuk bayi prematur yang menderita hyaline membrane disease

(HMD), sedangkan skor Downes merupakan sistem skoring yang lebih

komprehensif dan dapat digunakan pada semua usia kehamilan. Penilaian dengan

sistem skoring ini sebaiknya dilakukan tiap setengah jam untuk menilai

progresivitasnya.

Tabel 1. Evaluasi Gawat Napas dengan skor Downes

PemeriksaanSkor

0 1 2

Frekuensi napas < 60 /menit 60-80 /menit > 80/menit

Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat

Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilang dengan 02

Sianosis menetap walaupun diberi O2

Air entry Udara masuk Penurunan ringan udara masuk

Tidak ada udara masuk

Merintih Tidak merintih Dapat didengar dengan stetoskop

Dapat didengar tanpa alat bantu

9

Page 11: Laporan Kasus ANAK EDIT

Skor > 6 : Ancaman gagal nafasSumber: Mathai 8

II.3. Mekonium Aspirasi Syndrom (MAS)

Air ketuban keruh terjadi pada 8%–16% dari seluruh persalinan, terjadi

baik secara fisiologis ataupun patologis yang menunjukkan gawat janin. Faktor

patologis yang berhubungan dengan AKK termasuk hipertensi maternal, penyakit

kardiorespiratori maternal, eklampsia, dan berbagai sebab gawat janin. Keadaan

AKK menempati posisi penting sebagai risiko MAS yang merupakan penyebab

signifikan morbiditas dan mortalitas janin. 9

Definisi MAS adalah sindrom atau kumpulan berbagai gejala klinis dan

radiologis akibat janin atau neonatus menghirup atau mengaspirasi mekonium.

Sindrom aspirasi mekonium dapat terjadi sebelum, selama, dan setelah proses

persalinan. Mekonium yang terhirup dapat menutup sebagian atau seluruh jalan

napas neonatus. Udara dapat melewati mekonium yang terperangkap dalam jalan

napas neonatus saat inspirasi. Mekonium dapat juga terperangkap dalam jalan

napas neonatus saat ekspirasi sehingga mengiritasi jalan napas dan menyebabkan

kesulitan bernapas. Tingkat keparahan MAS tergantung dari jumlah mekonium

yang terhirup, ditambah dengan kondisi lain seperti infeksi intrauterin atau lewat

bulan (usia kehamilan lebih dari 42 minggu). Secara umum, semakin banyak

mekonium yang terhirup, semakin berat kondisi klinis neonatus. Lingkaran

kejadian yang terdiri dari hipoksemia, shunting atau pirau, asidosis, dan hipertensi

pulmonal sering dihubungkan dengan MAS. Tujuan intervensi di kamar bersalin

untuk menurunkan angka insidens dan tingkat keparahan aspirasi mekonium.

10

Page 12: Laporan Kasus ANAK EDIT

Berdasar bukti dari penelitian yang tidak acak, direkomendasikan bahwa semua

neonatus yang lahir dengan mekonium yang kental sebaiknya diintubasi sehingga

dapat dilakukan penghisapan jalan napas dengan sempurna. Pada penelitian yang

sedang berjalan, terjadi perdebatan pertimbangan penghisapan intratrakeal selektif

atau pada semua neonatus dengan pewarnaan mekonium pada air ketuban.10

Kejadian MAS merupakan masalah yang paling sering dihadapi spesialis

anak dan spesialis kebidanan. Di Amerika Serikat diperkirakan 520.000 (12% dari

kelahiran hidup) dipersulit dengan adanya pewarnaan AKK dan 35% diantaranya

akan berkembang menjadi MAS (sekitar 4% dari kelahiran hidup). Sekitar 30%

neonatus dengan MAS akan membutuhkan ventilasi mekanik, 10% berkembang

menjadi pneumotoraks, dan 4% meninggal. Enampuluh enam persen dari seluruh

kasus hipertensi pulmonal persisten berkaitan dengan MAS. 10 Pengeluaran

mekonium ke dalam air ketuban pada umumnya merupakan akibat dari keadaan

hipoksia intrauterin dan atau gawat janin. Apabila mekonium dikeluarkan dalam

waktu empat jam sebelum persalinan, kulit neonatus akan berwarna mekonium.

Neonatus yang lahir dengan letak sungsang atau presentasi bokong sering

mengeluarkan mekonium sebelum persalinan namun tanpa terjadi gawat janin.

Sekitar 1,3% dari seluruh populasi bayi lahir hidup mempunyai komplikasi AKK

dan hanya 5% bayi baru lahir dengan AKK berkembang menjadi MAS. Yoder

dkk yang dikutip oleh Gelfand SL dkk mencatat adanya penurunan insidens MAS

dari 5,8% sampai 1,5% terjadi selama periode 1990 sampai 1997 yang

mendukung penurunan insidens kematian 33% pada bayi dengan umur kehamilan

lebih 41 minggu. Mekonium di dalam AK dapat juga secara sederhana

11

Page 13: Laporan Kasus ANAK EDIT

menunjukkan maturasi fungsi saluran cerna janin. Insidensi pasase mekonium

jarang terjadi sebelum usia gestasi 34 minggu dan akan meningkatkan sampai usia

kehamilan 37 minggu dan lebih meningkat lagi sesudah 37 minggu.11

Kriteria derajat berat MAS dibedakan menjadi, MAS ringan apabila bayi

memerlukan O2 kurang 40% pada umur kurang 48 jam, MAS sedang apabila

memerlukan lebih 40% pada umur lebih 48 jam tanpa kebocoran udara, dan MAS

berat apabila memerlukan ventilator mekanik untuk lebih 48 jam dan sering

dihubungkan dengan hipertensi pulmonal persisten.12

Penyebab aspirasi mekonium mungkin terjadi intrauterin atau segera

sesudah lahir. Hipoksia janin kronik dan asidosis dapat mengakibatkan gasping

janin yang mempunyai konsekuensi aspirasi mekonium intrauterin. Beberapa

bukti dilaporkan bahwa kejadian kronik intrauterin bertanggung jawab untuk

kasus MAS berat yang berbeda dengan kejadian peripartum akut. Berbeda

dengan, bayi yang lahir bugar yang menghirup AKK dari nasofaring pada saat

lahir dapat berkembang menjadi MAS ringan sampai berat.12

Analisis bivariat menunjukkan empat faktor risiko terjadi MAS adalah

skor Apgar <5 pada menit ke lima, mekonium kental, denyut jantung yang tidak

teratur atau tidak jelas, dan berat lahir.15

Mekonium kental merupakan faktor penyebab kematian yang penting,

kurang lebih sepertiga bayi dengan MAS memerlukan ventilator mekanik 13,3%.

Mekonium diduga sangat toksik bagi paru karena berbagai macam cara. Sulit

menentukan mekanisme mana yang paling dominan dalam suatu saat. Mekanisme

12

Page 14: Laporan Kasus ANAK EDIT

terjadinya MAS diduga melalui mekanisme, obstruksi mekanik saluran napas,

pneumonitis kimiawi, vasokonstriksi pembuluh darah vena, dan surfaktan yang

inaktif.12

Obstruksi mekanik

Mekonium yang kental dan liat dapat menyebabkan obstruksi mekanik

total atau parsial. Pada saat bayi mulai bernapas, mekonium bergerak dari saluran

napas sentral ke perifer. Partikel mekonium yang terhirup ke dalam saluran napas

bagian distal menyebabkan obstruksi dan atelektasis sehingga terjadi area yang

tidak terjadi ventilasi dan perfusi menyebabkan hipoksemia. Obstruksi parsial

menghasilkan dampak katup–bola atau ball-valve effect yaitu udara yang dihirup

dapat memasuki alveoli tetapi tidak dapat keluar dari alveoli. Hal ini akan

mengakibatkan air trapping di alveoli dengan gangguan ventilasi dan perfusi yang

dapat mengakibatkan sindrom kebocoran udara dan hiperekspansi. Risiko

terjadinya pneumotoraks sekitar 15%-33%.12

Pneumonitis

Mekonium diduga mempunyai dampak toksik secara langsung yang

diperantarai oleh proses inflamasi. Dalam beberapa jam neutrofil dan makrofag

telah berada di dalam alveoli, saluran napas besar dan parenkim paru. Dari

makrofag akan dikeluarkan sitokin seperti TNF α, TNF-1b, dan interleukin-8 yang

dapat langsung menyebabkan gangguan pada parenkim paru atau menyebabkan

kebocoran vaskular yang mengakibatkan pneumonitis toksik dengan perdarahan

13

Page 15: Laporan Kasus ANAK EDIT

paru dan edema. Mekonium mengandung berbagai zat seperti asam empedu yang

apabila dijumpai dalam air ketuban akan menyebabkan kerusakan langsung

pembuluh darah tali pusat dan kulit ketuban, serta mempunyai dampak langsung

vasokonstriksi pada pembuluh darah umbilical dan plasenta.12

Vasokonstruksi pulmonal

Kejadian SAM berat dapat menyebabkan komplikasi hipertensi pulmonal

persisten. Pelepasan mediator vasoaktif seperti eikosanoids, endotelin-1, dan

prostaglandin E2 (PGE2), sebagai akibat adanya mekonium dalam air ketuban

diduga mempunyai peran dalam terjadinya hipertensi pulmonal persisten.12

Sindrom aspirasi mekonium harus dipertimbangkan terjadi pada setiap

bayi baru lahir dengan AKK yang mengalami gejala gangguan napas atau distres

respirasi.

Gambaran pemeriksaan radiologi klasik menunjukkan sebaran infiltrat

difus dan asimetris. Berhubung berbagai mekanisme yang menyebabkan SAM

maka temuan gambaran radiologikpun bervariasi. Seringkali dijumpai overaerasi

yang dapat menyebabkan sindrom kebocoran udara seperti pneumotoraks,

pneumomediastinum, atau emfisema pulmonum intersisialis. Terdapat hubungan

antara derajat kelainan abnormalitas radiologik dan derajat penyakit SAM dengan

konsolidasi atau atelektasis yang merupakan faktor prognosis yang kurang baik.

Meskipun ada penelitian lain yang tidak mengkonfirmasi hubungan ini.Pasien

dengan gambaran radiologi klasik menunjukkan perbaikan lambat setelah

beberapa hari sampai beberapa minggu. Pemeriksaan ekokardiografi dua dimensi

14

Page 16: Laporan Kasus ANAK EDIT

diperlukan untuk mengevaluasi hipertensi pulmonal dan berguna untuk bayi pada

awal kehidupannya.12

Kejadian AKK merupakan tanda yang serius pada janin yang dihubungkan

dengan kenaikan morbiditas perinatal, maka monitor denyut janin merupakan

indikator penting. Dipertimbangkan keadaan kontroversial yang ada saat ini,

berhubungan dengan sebab pasase mekonium intra uterin. Di dalam rahim

hipoksia mengakibatkan relaksasi otot sfingter ani dipertimbangkan sebagai

penyebab pasase mekonium. Sebaliknya lingkungan intra uterin akan

mempengaruhi kesejahteraan janin dan mengakibatkan AKK misalnya infeksi

intra uterin yang mengakibatkan korioamnionitis, perlu diingat AK merupakan

media kultur yang kurang baik untuk kuman. Air ketuban yang terinfeksi dan

ditelan janin akan memicu terjadinya defekasi dini oleh janin yang juga dapat

diterangkan sebagai penyebab AKK.15

15

Page 17: Laporan Kasus ANAK EDIT

Gambar 1. Mekanisme Patofisiologi MAS

16

Page 18: Laporan Kasus ANAK EDIT

BAB III

LAPORAN KASUS

III. Identitas Pasien

A. Identitas Pasien

Nama : By. Ny. D R

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat & tanggal Lahir : Banjarmasin, 30 April 2013

Umur : 5 hari

Suku : Banjar

Bangsa : Indonesia

Agama : Islam

RMK : 1-04-63-97

B. Pemeriksaan Fisik

Tanggal : 5 April 2013

Umur : 5 hari

Berat Badan : 2700 gram

Panjang Badan : 50 cm

Tanda Vital :

Kesadaran : kompos mentis,

menangis kuat (<), gerak aktif (<)

HR : 170 kali/menit

RR : 35 kali/menit

17

Page 19: Laporan Kasus ANAK EDIT

Temperatur: 36,7oC

SD : 5

CRT : 3”

Kulit : kemerahan, sianosis (-), ikterik (-)

Jaringan subkutis : Ada

Kepala : Bentuk : Mesosefali

Sefal Hematom : (-)

Kaput suksadeneum : (-)

Lain-lain : tidak ada kelainan

Rambut : Hitam, distribusi merata

Mata : Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-),

perdarahan sub konjungtiva (-/-)

Telinga : Simetris, rekoil cepat kembali.

Hidung : Pernafasan cuping hidung (+), septum deviasi (-)

Mulut : Simetris, sianosis (-), mukosa bibir basah, celah

bibir (-), celah palatal (-)

Leher : Tortikolis (-), kaku kuduk (-)

Toraks : Bentuk simetris, retraksi ringan (+)

Payudara : Teraba sedikit

Jantung : S1 dan S2 tunggal, bising (-)

Paru : Suara nafas bronkovesikuler, rhonki (-/-), wheezing

(-/-)

Abdomen : Supel, H/L/M tidak teraba, bising usus (+) normal

18

Page 20: Laporan Kasus ANAK EDIT

Genitalia : Perempuan

Anus : (+), mekonium (-)

Ekstremitas : Atas : akral hangat, edem (-/-), parese (-/-)

Bawah : akral hangat, edem (-/-), parese (-/-)

Denyut arteri femoralis : Kanan dan kiri teraba

Tulang belakang : Deformitas (-), spina bifida (-), skoliosis (-)

Tanda-tanda fraktur : Tidak ada tanda fraktur

Tanda kelainan bawaan : Tidak ada kelainan bawaan

III.2. Dari Rekam Medik Didapatkan

Bayi lahir tanggal 30 April 2013 pukul 21.12 WITA

Anamnesis

Riwayat Penyakit Sekarang :

Bayi lahir tidak menangis, dengan APGAR score: 4 – 5 – 6, dan SCORE

DOWNE: 5. Bayi dilahirkan dengan cara SC atas indikasi PEB + fetal

distress.

Riwayat Persalinan Kehamilan Sebelumnya

Kehamilan

ke

Tanggal/ tahun

kelahi-ran

Jenis Persali

Nan

JK

BBLHidup/Mati

Penyakit Waktu Hamil

Sebab KemaTian

1 (ini)30 Maret/

2013SC P 2700 Hidup hipertensi -

19

Page 21: Laporan Kasus ANAK EDIT

Riwayat Keadaan Kehamilan

HPHT: 03 Agustus 2012 Taksiran partus: 10 Mei 2013

TRIMESTERI II III

Jumlah Konsultasi (di bidan)Berat Badan IbuLingkar Lengan AtasTekanan DarahPenyakit Waktu HamilJumlah tambahan zat besiSuntikan toksin tetanusObat-obatan yang diterimaKebiasaan waktu hamil

- makanan :kwalitatifkwantitatif

- obat- jamu- rokok- lain-lain

1 kaliTidak diukurTidak diukur

110/70 mmHgTidak adaTidak ada Tidak adaTidak adaTidak ada

yang khusus

CukupCukup

(-)(-)(-)(-)

2 kaliTidak diukurTidak diukur

110/70 mmHg Tidak adaTidak adaTidak adaTidak adaTidak ada

yang khusus

CukupCukup

(-)(-)(-)(-)

3 kaliTidak diukurTidak diukur

150/90 mmHg Tidak adaTidak adaTidak adaTidak adaTidak ada

yang khusus

CukupCukup

(-)(-)(-)(-)

Faktor Risiko

Mayor

- KPD > 24 jam- Demam Intrapartum > 380C- Khorioamniotis+ Ketuban Berbau- DJJ > 160 x/menit

Minor

+ KPD > 12 jam- Demam Intrapartum > 37,50C+ Nilai Apgar rendah (menit I < 5 dan menit V < 7)- BBLSR < 1500 gr- Usia gestasi < 37 minggu

20

Page 22: Laporan Kasus ANAK EDIT

- Kehamilan Ganda- Keputihan gatal dan berbau

Laboratorium Ibu:

Hb : tidak diketahui

Ht : tidak diketahui

Trombosit : tidak diketahui

Keadaan Persalinan Sekarang

Diagnosis Ibu : G1P0A0 hamil 40-41 minggu

Jenis persalinan : SC, Dipimpin oleh : dokter residen obgyn

Indikasi : Pre Eklamsia Berat (PEB)

Waktu persalinan : 30 April 2013 jam : 21.12 WITA

Kelahiran : Tunggal

Letak/presentasi bayi : Membujur/ presentasi kepala

Kondisi saat lahir : Hidup

Lama persalinan kala I : tidak diketahui

Lama persalinan kala II : + 2 jam

Lama ketuban pecah : >12 jam

Kondisi air ketuban : hijau pekat berbau

Volume air ketuban : Tak dilakukan pengukuran

Secondary Arrest : -

Arrest of Descent : -

21

Page 23: Laporan Kasus ANAK EDIT

Protective active phase : + (ibu tidak mau mengedan)

Prolonge latent phase : -

Keadaan Bayi Saat Lahir

Penilaian bayi dengan skor Apgar

Tanda 0 1 2Jumlah

nilai4 5 6

Frekuensi Jantung

tidak ada < 100 >1001 1 2

Usaha bernafas

TidakAda

Lambat menangiskuat

1 1 1

Tonus otot

Lumpuh Ekstremitasfleksi sedikit

GerakanAktif

1 1 1

Refleks terhadap rangsangan

TidakBereaksi

GerakanSedikit

ReaksiMelawan 0 1 1

Warna

Biru/Pucat

Tubuhkemerahan,tangan dankaki biru

Kemerah-an

1 1 1

Penilaian 1 menit sesudah lahir lengkap

Penilaian 5 menit sesudah lahir

A. Riwayat Resusitasi

Tindakan/ventilasi :

Perangsangan

Pemberian 02 dengan tekanan tidak langsung

Pemberian 02 dengan tekanan langsung/VTP

Pijat Jantung

22

Page 24: Laporan Kasus ANAK EDIT

Medikasi pada bayi :

Adrenalin (-)

Glukose (-)

Injeksi vit K 1 x 1 mg (IM)

Gentamisin salep OD/OS

Plasenta : berat : - Tali pusat : Panjang : tidak diukur

: Ukuran : - : jumlah : Arteri : 2

Vena : 1

: Kalsifikasi : - : Pewarnaan : -

: lain-lain : - : Lain-lain : -

B. Antropometri

Berat badan lahir : 2700 gram

Panjang badan lahir : 50 cm

Lingkar kepala : 33 cm

Lingkar dada : 31 cm

RESUME

Nama : By. Ny. D.R

Jenis Kelamin : Perempuan

BB/PB/LK : 2700 gram/ 50 cm/ 37

TL/JL/CL : 30 April 2013/ 21.12 WITA/ SC

Faktor Risiko Mayor : Ketuban berbau

Faktor Risiko Minor : KPD >12 jam, nilai Apgar rendah

23

Page 25: Laporan Kasus ANAK EDIT

Pemeriksaan Fisik :

SD : 5

Denyut Jantung : 170 kali/ menit

Frekuensi Napas : 35 kali/ menit

Suhu tubuh : 36,70C

CRT : 3 detik

Kulit : kemerahan (+) sianosis (+), turgor baik

Kepala : sefal hematom (-)

Rambut : distribusi hitam merata

Mata : konj anemis (-/-) sklera ikterik (-/-)

Telinga : simetris, lipatan pinna jelas, recoil cepat kembali

Hidung : pernafasan cuping hidung (+)

Mulut : Sianosis (+)

Leher : tortikolis (-), kaku kuduk (-)

Thoraks : simetris, retraksi ringan (+)

Payudara : Sedikit teraba

Jantung : S1 dan S2 tunggal, bising (-)

Paru : suara nafas bronkovesikuler, ronkhi (-/-),

wheezing (-/-)

Abdomen : supel, Bising Usus (+) normal

Genitalia : perempuan

Anus : ada, mekonium (-)

Ekstremitas : akral hangat, edem (-/-) parese (-/-)

24

Page 26: Laporan Kasus ANAK EDIT

Denyut a.femoralis : teraba

Tulang belakang : tidak ada kelainan

Tanda fraktur : tidak ada

Tanda kelainan bawaan : tidak ada

Masa gestasi : 40-41 minggu

Diagnosis banding

I II III IV V VI

Gawat napas Infeksi neonatal

BCB SMK BBLC

Mekonium Aspiration Syndrom (MAS)

Sepsis neonatal BKB KMK BBLSR

Penyakit Membran Hialin(PMH)

Kelainan kongenital

BLB BMK BBLR

Diagnosis sementara

I. BCB SMK BBLC

II. Infeksi neonatal

III. Gawat nafas e.c. suspek MAS

Terapi

I. Rawat inkubator

II. O2 (+) CPAP 6 cm H2O

III. Kebutuhan cairan

Infus D10% : Ca Gluconas 6,8 cc/jam

25

Page 27: Laporan Kasus ANAK EDIT

AF 1 gr → 2,3 cc/jam

IV. Obat-obatan

Intra Vena : Ampicillin 2 x 135 mg

Gentamicin 13,5 mg/36 jam

V. Monitor : Keadaan umum, tanda vital, capilarry reffil time, SD

VI. Program : Puasa

Cek kultur darah

Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemeriksaan laboratorium darah tgl 30 Maret 2013

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

HematologiHbLekositEritrositHematokritTrombositRDW – CV

15,334,34,0047,727718,5

14,0-18,04 – 10,54,80 – 7,1040-50150 – 45011,5 – 14,7

g/dlribu/uljuta/ulvol %ribu/ul%

MCVMCHMCHC

119,438,233,2

80,0 – 97,027,0 – 32,032,0 – 38,0

Flpg%

Hitung JenisNeutrofil %Limfosit %MID %

38,951,69,5

50 – 7025 – 403,0-9,0

%%%

Kimia DarahGula Darah Sewaktu 127 < 200 mg/dl

Hasil pemeriksaan foto thorax AP tanggal 3 Mei 2013

Aspirasi pneumonia kanan bawah

26

Page 28: Laporan Kasus ANAK EDIT

Follow Up harian :

Tanggal S O A P

1 Mei 2013 Menangis kuat (<) Gerak aktif (<)

HR : 160 x/menitRR : 48 x/menitCRT : 3 detikT : 36,70CSD : 5Thorak retraksi ringanPCH (-)

Neonatal infectionDistress napas ec SAMBCB SMK BBLCSC a/i PEB

I. Rawat inkubatorII. O2 nasal (+) CPAP PEEP 6 cm H2OIII. Kebutuhan cairan

Infus D12,5 % : Ca Gluconas → 6,8 cc/jam

AF 1 gr → 2,3 cc/jamIV. Obat-obatan

Intra Vena : Ampicillin 2 x 135 Gentamicin 13,5 mg/36 jam

V. Monitor: Keadaan umum, tanda vital, capilarry reffil time, SD

VI. Program : cek kultur darah 2-4 Mei 2013

Menangis kuat (<) Gerak aktif (<)

HR:155 x/menitRR:38 x/menitCRT: 3 detikT : 37,10CSD : 4Thorak retraksi ringan (+)

Neonatal infectionDistress napas ec SAMBCB SMK BBLCSC a/i PEB

I. Rawat inkubatorII. O2 (+) CPAP PEEP 6 cm H2OIII. Kebutuhan cairan

Infus D10% : NaCl+KCl + Ca gluconas → 6,7 cc/jam

AF 2 gr → 4,5 cc/jamIV. Obat-obatan

Intra Vena : Ampicilin 2x135 mg

Gentamicin 13,5 mg/ 36 jamV. Monitor : Keadaan

umum, tanda vital, capilarry reffil time, SD

VI. Program : menunggu hasil kultur darah

5 Mei 2013 Pasien pulang atas permintaan keluarga

27

Page 29: Laporan Kasus ANAK EDIT

BAB IV

DISKUSI KASUS

Dilaporkan seorang bayi yang dilahirkan tanggal 30 April 2013 dengan

berat lahir 2700 gram dan panjang badan lahir 50 cm. Kelahiran secara SC atas

indikasi Pre eklamsia berat, ditolong oleh dokter residen obsgin di RSUD Ulin

Banjarmasin. Setelah dilahirkan, bayi dirawat di ruang teratai level III RSUD Ulin

Banjarmasin dengan diagnosis infeksi neonatal serta gawat nafas dengan

kecurigaan sindrom aspirasi mekonium.

Bayi didiagnosis infeksi neonatal karena saat lahir dan dilakukan

pemeriksaan laboratorium darah didapatkan salah satu indikator infeksi yaitu

leukositosis, dimana kadar leukosit darah bayi >12.000/ul yaitu sebesar 34.500/ul.

Bayi ini lahir tidak menangis dan diduga ada campuran mekonium pada air

ketubannya karena berwarna hijau pekat berbau yang menyokong adanya

kecurigaan infeksi neonatal.

Infeksi neonatal dapat terjadi intrapartum dimana infeksi intrapartum

dapat terjadi pada saat melalui jalan lahir atau infeksi asendens bila terjadi partus

lama dan ketuban pecah dini. Kelompok virus yang sering menjadi penyebab

termasuk herpes simplex, HIV, cytomegalovirus (CMV), dan hepatitis B yaitu

virus yang jarang ditularkan secara transplasental. Sedangkan kelompok kuman

termasuk Streptokokus grup B Gram negatif, kuman enterik Gram negatif

(terutama Escheria coli), gonokokus dan klamidia.

28

Page 30: Laporan Kasus ANAK EDIT

Air ketuban keruh bercampur mekonium (AKK) dapat menyebabkan

Syndrom Aspiration Meconium (SAM) yang mengakibatkan asfiksia neonatorum

yang selanjutnya dapat berkembang menjadi infeksi neonatal.

Faktor risiko infeksi neonatal pada bayi ini ditambah dengan adanya

ketuban pecah dini >12 jam, dimana pada kasus ketuban pecah dini bakteri vagina

dapat bergerak naik dan pada beberapa kasus menyebabkan inflamasi pada

membran janin, tali pusat, dan plasenta. Infeksi pada janin dapat disebabkan oleh

aspirasi air ketuban yang terinfeksi, dapat mengakibatkan neonatus lahir mati,

persalinan kurang bulan, atau sepsis neonatal. Organisme yang paling sering

ditemukan dari air ketuban yang terinfeksi adalah bakteri anaerobik, streptokokus

kelompok B, Eschericia coli, dan mikoplasma daerah genital.

Sindrom aspirasi mekonium harus dipertimbangkan terjadi pada setiap

bayi baru lahir dengan AKK yang mengalami gejala gangguan napas atau distres

respirasi. MAS sendiri adalah sindrom atau kumpulan berbagai gejala klinis dan

radiologis akibat janin atau neonatus menghirup atau mengaspirasi mekonium.

Sindrom aspirasi mekonium dapat terjadi sebelum, selama, dan setelah proses

persalinan.

Mekonium yang terhirup dapat menutup sebagian atau seluruh jalan napas

neonatus. Udara dapat melewati mekonium yang terperangkap dalam jalan napas

neonatus saat inspirasi. Mekonium dapat juga terperangkap dalam jalan napas

neonatus saat ekspirasi sehingga mengiritasi jalan napas dan menyebabkan

kesulitan bernapas. Tingkat keparahan SAM tergantung dari jumlah mekonium

yang terhirup, ditambah dengan kondisi lain seperti infeksi intrauterin atau lewat

29

Page 31: Laporan Kasus ANAK EDIT

bulan (usia kehamilan lebih dari 42 minggu). Secara umum, semakin banyak

mekonium yang terhirup, semakin berat kondisi klinis neonatus. Lingkaran

kejadian yang terdiri dari hipoksemia, shunting atau pirau, asidosis, dan hipertensi

pulmonal sering dihubungkan dengan MAS.

Analisa yang menunjukkan empat faktor risiko terjadi MAS adalah

mekonium kental, denyut jantung yang tidak teratur atau tidak jelas, dan berat

lahir. Dimana pada kelahiran bayi ini didapatkan mekonium yang kental.

Mekonium kental merupakan faktor penyebab kematian yang penting,

kurang lebih sepertiga bayi dengan MAS memerlukan ventilator mekanik 13,3%.

Mekonium diduga sangat toksik bagi paru karena berbagai macam cara. Sulit

menentukan mekanisme mana yang paling dominan dalam suatu saat. Mekanisme

terjadinya MAS diduga melalui mekanisme, obstruksi mekanik saluran napas,

pneumonitis kimiawi, vasokonstriksi pembuluh darah vena, dan surfaktan yang

inaktif.

30

Page 32: Laporan Kasus ANAK EDIT

BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus infeksi neonatal dan gawat nafas e.c.

suspek sindroma aspirasi mekonium (MAS) pada seorang bayi yang dirawat di

ruang Teratai level III RSUD Ulin Banjarmasin. Bayi terdiagnosis infeksi

neonatal berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Diagnosis gawat nafas e.c. suspek sindroma aspirasi mekonium juga berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan yang

dilakukan selama perawatan adalah menangani keadaan gawat napas pada bayi,

pemberian antibiotik dan terapi simtomatik untuk infeksi neonatal. Selama

perawatan keadaan pasien belum terlalu mengarah ke arah perubahan kondisi

yang lebih baik, tetapi pasien pulang atas permintaan keluarga pada hari

perawatan ke-5.

31

Page 33: Laporan Kasus ANAK EDIT

DAFTAR PUSTAKA

1. Indonesia on line. Angka kematian bayi masih tinggi. Di akses dari: http://www.indonesiaontime.com/humaniora/kesehatan/19-kesehatan/4100--angka-kematian-bayi-masih-tinggi-.html

2. Djaja S. Penyakit penyebab kematian bayi baru lahir (neonatal) dan sistem pelayanan kesehatan yang berkaitan di Indonesia. Di akses dari: http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2003-sarimawar-881-neonatal&q=survei.

3. Merck Manual Professional. Infections in neonates. Di akses dari: http://www.merck.com/mmpe/sec19/ch279/ch279a.html.

4. Adam D. Infection in neonates and prematures. Phil J Microbiol Infect Dis 1992; 22(3):332-45.

5. Hye Sun Yoon, Youn Jeong Shin, Moran Ki. Risk Factors for neonatal infections in full-term babies in South Korea Yonsei Med J 2008;49:530-6.

6. Homeier BP, Spear ML. Meconium aspiration. Di akses dari: http://kidshealth.org/parent/medical/lungs/meconium.html.

7. Chiesa C, Alessandra PA, Osborn JF, Simonetti AF, Pacifico1 L. Diagnosis of neonatal sepsis: a clinical and laboratory challenge. Clin Chem 20074;50: 279-287.

8. New Newborn Clinical Guideline- Meconium-stained liquor and MAS. Di akses dari: http://www.adhd.govt.nz/newborn/Guidelines/Admission/Meconium

9. David A N, Njokanma OF, Iroha E. Incidence of and factors associated with meconium staining of the amniotic fluid in a Nigerian University teaching hospital. J Obstet Gynaecol 2006;26:518–20.

10. Thakre R. Meconium stained amniotic fluid delivery. to intubate or not ? Di akses dari: http://www.neoclinic.net/Artcl/msaf.htm.

11. Klein JM. Care of the infant with the meconium aspiration syndrome. Dalam: Iowa Neonatology Handbook: pulmonary. Di akses dari: http://www.uihealthcare.com/depts/med/pediatrics/iowaneonatolog

32

Page 34: Laporan Kasus ANAK EDIT

12. Gelfand SL, Jonathan M, Fanaroff JM, Walsh MC. Meconium stained fluid: approach to themother and the baby. Pediatr Clin N Am 2004; 51:655– 67.

13. Chiesa C, Panero A, Rossi N. Stegagno M, De Giusti M, Osborn JF, dkk. Reliability of procalcitonin concentrations for the diagnosis of sepsis in critically Ill neonates. CID 1998;26.

14. Mark H, Shane MT, Kim S, Charles T, Ian AM. Diagnostic markers of infection: comparison of procalcitonin with C reactive protein and leucocyte count. Arch Dis Child 1999;81:417–21.

15. 20. P C Ng. Diagnostic markers of infection in neonates. Arch Dis Child Fetal Neonatal 2004;89:229–35.

16. GOI-UNICEF, Challenges for a New Generation: The Situation of Children and Women in Indonesia, Jakarta; 2000.

33