33
BAB I STATUS PASIEN IDENTITAS Nama : Ny. D Usia : 53 Tahun Status : Menikah Pekerjaan : Ibu rumah tangga Agama : Islam Alamat : Tanggeung Tgl. Masuk RS : 22 Agustus 2015 ANAMNESIS Keluhan Utama : Nyeri pada perut kanan bawah sejak 6 hari SMRS Riwayat Penyakit Sekarang : Os datang dengan keluhan nyeri pada perut kanan bagian bawah sejak 6 hari yang lalu. Nyeri seperti melilit dan dirasakan secara terus menerus. Nyeri dirasakan saat tiduran maupun berdiri. Awalnya terasa nyeri ulu hati pada siang hari namun menyebar ke seluruh bagian perut, nyeri terutama dirasakan di perut kanan bagian bawah sore harinya. Os juga merasa demam, mual dan selalu memuntahkan apapun yang dimakan. Sejak saat itu, os mengeluh nafsu makannya berkurang dan merasa lemas. Os juga mengaku berat badannya menurun. Os mengalami keluar

Laporan Kasus Appendisitis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan Kasus Appendisitis

Citation preview

Page 1: Laporan Kasus Appendisitis

BAB I

STATUS PASIEN

IDENTITAS

Nama : Ny. D

Usia : 53 Tahun

Status : Menikah

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Agama : Islam

Alamat : Tanggeung

Tgl. Masuk RS : 22 Agustus 2015

ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Nyeri pada perut kanan bawah sejak 6 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :

Os datang dengan keluhan nyeri pada perut kanan bagian bawah sejak 6 hari yang lalu.

Nyeri seperti melilit dan dirasakan secara terus menerus. Nyeri dirasakan saat tiduran

maupun berdiri. Awalnya terasa nyeri ulu hati pada siang hari namun menyebar ke seluruh

bagian perut, nyeri terutama dirasakan di perut kanan bagian bawah sore harinya. Os juga

merasa demam, mual dan selalu memuntahkan apapun yang dimakan. Sejak saat itu, os

mengeluh nafsu makannya berkurang dan merasa lemas. Os juga mengaku berat badannya

menurun. Os mengalami keluar darah dari anus terutama setelah BAB, terasa keluar

benjolan yang bisa dimasukkan kembali ± sejak 2 tahun lalu. Sekarang os merasa mual,

merasa pusing, demam (-), sesak (-), mual (-), muntah (-), BAK t.a.k.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien mengaku tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya, riwayat operasi

sebelumnya (-), hipertensi (-), diabetes melitus (-), gastritis (+), hemorroid (+).

Page 2: Laporan Kasus Appendisitis

Riwayat Penyakit Keluarga :

Dikeluarga tidak ada yang sakit seperti ini, riwayat keganasan tidak ada.

Riwayat Pengobatan :

Pasien mengaku belum pernah berobat.

Riwayat Psikososial :

Pasien mengaku tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol. Pasien mengaku punya

kebiasaan malas makan dan sering telat makan. Pasien tidak suka makan sayur dan jarang

minum air putih.

Riwayat Menstruasi :

Pasien sudah menopause sejak ± 2-3 tahun lalu dan tidak mengalami keputihan.

Riwayat Kontrasepsi :

Pasien dulunya memakai kontrasepsi pil KB namun karena dirasa tidak cocok, pasien

memakai kontrasepsi suntik 3 bulan. Sekarang pasien tidak memakai kontrasepsi.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda vital

Tekanan Darah : 140/70 mmHg

Nadi : 84 x/menit

Napas : 40 x/menit

Suhu : 37,4o C

Page 3: Laporan Kasus Appendisitis

Status Generalisata

Kepala : Normocephal, rambut warna hitam, rontok (-)

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Hidung : Tidak tampak adanya deformitas, tidak tampak adanya secret, tidak tampak

adanya perdarahan/epistaksis.

Leher : Pembesaran KGB, pembesaran tiroid (-), pembesaran KGB supraklavikula (-).

Thorax

Paru-paru

Inspeksi : normochest, pergerakan dada simetris, tidak ada luka bekas operasi

Palpasi : tidak ada pergerakan dada yang tertinggal, nyeri tekan (-), vokal fremitus sama

simetris dekstra sinistra.

Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru

Auskultasi : vesikular (+/+) normal, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung

BJ I dan II murni regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : distensi abdomen (-), luka bekas operasi (-)

Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), spleenomegali (-)

Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen

Auskultasi : Bising usus (+) normal.

 

Ekstremitas atas : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)

Page 4: Laporan Kasus Appendisitis

Ekstremitas bawah : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)

Status Lokalis

a/r right lower quadrant abdomen

Inspeksi

abdomen datar, tidak cembung, asites (-), luka bekas jahitan (-)

Auskultasi

Bing usus (+) 8

kali/menit

Perkusi

Timpani di seluruh

lapang abdomen

Palpasi

Supel, nyeri tekan right

lower quadran (+),

massa (-), rovsing sign

(+), psoas sign (+),

obturator sign (+),

dunphy sign (+), nyeri

tekan pada pinggang (-),

nyeri ketok CVA (+).

Pemeriksaan Hasil Nilai

Rujukan

Satuan

HEMATOLOGI

Hematologi Rutin

Hemoglobin 12.0 12-16 g/µL

Hematokrit 35.3 37-47 %

Eritrosit 4.47 4,2-5.4 10 /µL

Leukosit 12.7 4.8-10.8 10 /µL

Trombosit 243 150-450 10 /µL

MCV 79.0 80-94 /L

MCH 29.1 27-31 Pg

MCHC 36.8 33-37 %

RDW-SD 39.8 37-54 fL

PDW 11.5 9-14 fL

MPV 10.8 8-12 fL

Differential

LYM % 7.7 26-36 %

MXD % 7.0 0-11 %

NEU % 84.4 40-70 %

Absolut

LYM # 0.98 1,00-1,43 10 /µL

MXD # 0.89 0-1,2 10 /µL

NEU # 10.74 1,8-7,6 10 /µL

Page 5: Laporan Kasus Appendisitis

KIMIA KLINIK

Glukosa Darah

GDP 73 70-110 Mg%

Fungsi hati

AST(SGOT) 24 15-37 U/L

ALT(SGPT) 25 12-78 U/L

Page 6: Laporan Kasus Appendisitis

Fungsi ginjal

Ureum 93.1 10-50 Mg%

Kreatinin 1.6 0.5-1.0 Mg%

Elektrolit

Natrium (Na) 136.9 135-148 mEq/L

Kalium (K) 3.11 3,50-5,30 mEq/L

Calcium ion 1.15 1,15-1,29 Mmol/L

IMUNOSEROLOGI

Hepatitis marker

HbsAg Reaktif Non reaktif Index

Eritrosit 25/2+ Negatif Negative

Leukosit Negatif Negative Negative

Kimia Urin

Warna Kuning Kuning

Kejernihan Jrnih Jernih

Berat jenis 1.015 1.013 – 1.030

pH 6.0 4.6 – 8

Nitrit Negative Negative mg/dL

Protein urin 75/2+ Negative mg/dL

Glukosa (Reduksi)

Normal Negatif UE

Keton 50/3+ Negative Negative

Urobilinogen Normal Normal Normal

Bilirubin Negatif Negatif Negative

Page 7: Laporan Kasus Appendisitis

Mikroskopis

Lekosit 0 – 1 1 – 4 /LPB

Eritrosit 1 – 3 0 – 1 /LPB

Epitel 0 – 1 Negative

Kristal Negative Negative

Silinder Negative Negative

USG Lower Abdomen (24 Agustus 2015)

Hasil analisis USG lower abdomen didapatkan:

- Menyokong infiltrat apendik pecah dengan perforasi ditandai di daerah McBurney adanya

koleksi cairan dengan apendik yang tak tervisualisasi

- Adanya gambaran ileus lokal

- Ginjal bilateral : normal (besar, bentuk, posisi, parenkim, echocomplek, tidak tampak batu,

sistem pelvocalices, ureter proksimal)

- Vesica urinaria : normal (bentuk, posisi, dinding, tidak tampak batu/massa)

RESUME

Os datang dengan keluhan nyeri pada perut kanan bagian bawah sejak 6 hari yang lalu. Nyeri

seperti melilit dan dirasakan secara terus menerus. Awalnya terasa nyeri ulu hati pada siang hari

namun menyebar ke seluruh bagian perut, nyeri terutama dirasakan di perut kanan bagian bawah

sore harinya. Demam (+), mual muntah (+) nafsu makan berkurang (+) merasa lemas (+). Os

juga mengaku berat badannya menurun. Os mengalami keluar darah dari anus terutama setelah

BAB, terasa keluar benjolan yang bisa dimasukkan kembali ± sejak 2 tahun lalu. BAK t.a.k.

Pemeriksaan fisik

Page 8: Laporan Kasus Appendisitis

Tanda vital

Tekanan Darah : 140/70 mmHg

Nadi : 84 x/menit

Napas : 40 x/menit

Suhu : 37,4o C

Status Lokalis

a/r right lower quadrant abdomen

Inspeksi

abdomen datar, tidak cembung, asites (-), luka bekas jahitan (-)

Auskultasi

Bing usus (+) 8 kali/menit

Perkusi

Timpani di seluruh lapang abdomen

Palpasi

Supel, nyeri tekan right lower quadran (+), massa (-), rovsing sign (+), psoas sign (+), obturator

sign (+), dunphy sign (+), nyeri tekan pada pinggang (-), nyeri ketok CVA (+).

Alvarado Score for the Diagnosis of Appendicitis

Symptoms

Signs

Manifestations

Migration of pain

Anorexia

Nausea and/or vomiting

Right lower quadrant tenderness

Value

1

1

1

2

Page 9: Laporan Kasus Appendisitis

Laboratory values

Rebound tenderness

Elevated temperature

Leukocytosis

Left shift in leukocyte counts

1

1

2

1

Alvarado Score : 10 Kemungkinan besar appendisitis

Diagnosis :

Appendisitis akut et Hemorroid grade II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. EMBRIOLOGI DAN ANATOMI APPENDIKS

Appendiks berasal dari mid gut, bersama dengan ileum dan kolon ascenden. Appendiks

pertama kali muncul pada minggu ke-8 kehamilan sebagai outpouching dari sekum dan

secara bertahap berputar ke lokasi yang lebih medial menuju katup ileocecal mengikuti

perputaran sekum, dan menjadi tetap di kuadran kanan bawah.1

Appendiks menerima pasokan darah arteri cabang apendikular arteri ileokolika dari arteri

mesenterika superior. Arteri ini berasal dari posterior ileum terminal, memasuki

mesoapendiks dekat dengan dasar apendiks. Cabang arteri kecil berjalan pada arteri cecal.

Drainase limfatik apendiks mengalir ke kelenjar getah bening yang terletak di sepanjang

arteri ileokolika. Persarafan apendiks berasal dari saraf simpatik pleksus mesenterika (T10-

L1), parasimpatis aferen dibawa melalui saraf vagus. Struktur appendiks mirip dengan usus

mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa, muskularis eksterna/propria (otot

longitudinal dan sirkuler), dan serosa. Pemeriksaan histologi appendiks menunjukkan

adanya folikel limfoid pada lapisan submukosa.1,2,4

Page 10: Laporan Kasus Appendisitis

Appendiks pada dewasa memiliki panjang 2-22 cm dengan rata-rata 9 cm, diameter luar

antara 3-8 mm dan diameter lumen 1-3 mm. Ujung appendiks memiliki berbagai lokasi.

Secara umum lokasinya berada di retrocecal kavum peritoneum (65%). Lokasi lain berada di

pelvis (30%), retroperitoneal (2%) dan bisa juga ditemukan di preileal atau postileal.1

B. FISIOLOGI APPENDIKS

Selama bertahun-tahun, appendiks dipandang sebagai organ sisa dengan fungsi yang tidak

diketahui. Sekarang telah diakui bahwa appendiks merupakan organ imunologi yang secara

aktif berpartisipasi dalam sekresi imunoglobulin, terutama imunoglobulin A. Imunoglobulin

sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut associated Lymphoid tissue) yang terdapat di

sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif

sebagai pelindung terhadap infeksi. Jaringan limfoid pertama muncul pada appendiks sekitar

2 minggu setelah kelahiran. Jumlah jaringan limfoid meningkat pada usia pubertas, tetap

stabil untuk dekade berikutnya, kemudian mulai menurun dengan bertambahnya usia.

Setelah usia 60 tahun, hampir tidak ada jaringan limfoid yang tersisa dalam appendiks.3,4

C. DEFINISI APPENDISITIS

Appendisitis adalah inflamasi pada appendiks vermiformis dan merupakan penyebab akut

abdomen yang paling sering.

Page 11: Laporan Kasus Appendisitis

D. EPIDEMIOLOGI APPENDISITIS

Appendisitis akut adalah salah satu penyakit bedah terbanyak. Insiden paling sering terjadi

pada usia dekade kedua sampai keempat, dengan usia rata-rata 31,3 tahun dan median 22

tahun. Frekuensi angka kejadian lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan

perempuan. Rasio laki-laki : perempuan sekitar 1,2 - 1,3 : 1. Appendektomi adalah prosedur

bedah yang paling sering dilakukan (84%).3,4

E. ETIOLOGI APPENDISITIS

1. Obstruksi

Penyebab obtruksi lumen adalah hiperplasia limfoid, fecalith, benda asing, striktur

(tumor), dan parasit.1,4

2. Infeksi Bakteri3

Table 30-1 Common Organisms Seen in Patients with Acute

Appendicitis

Aerobic and Facultative Anaerobic

Gram - negative bacilli

Escherichia coli

Pseudomonas aeruginosa

Klebsiella species

Gram - positive cocci

Streptococcus anginosus

Other Streptococcus species

Enterococcus species

Gram - negative bacilli

Bacteroides fragilis

Other Bacteroides species

Fusobacterium species

Gram - positive cocci

Peptostreptococcus species

Gram - positive bacilli

Clostridium species

F. PATOGENESIS APPENDISITIS3,4

- Appendiks obstruksi

Obstruksi appendiks merupakan kejadian awal yang paling sering pada appendisitis.

Hiperplasia dari folikel limfoid submukosa sekitar 60% penyebab obstruksi (paling

Page 12: Laporan Kasus Appendisitis

Obstruksi

Distensi appendiks

Tekanan intraluminal

Obstruksi limfatik Kongesti vena

Edema

Bakterial diapedesisMucosal ulcers

Invasi bakterial Inflamasi serosa yang melekat pada peritoneum parietal

Thrombosis vena

Compromise of arterial b.s.GangrenPerforasi

Bakteri lolos Peritonitis

sering pada remaja). Pada orang dewasa yang lebih tua dan anak-anak, fecalith adalah

penyebab paling sering (35%).

- Tekanan intraluminal

Meningkatnya tekanan intraluminal akibat obstruksi lumen appendiks menyebabkan

sekresi mukosa meningkat, pertumbuhan bakteri yang berlebihan, dinding appendiks

menipis karena terjadi distensi dan terjadi obstruksi limfatik dan vena.

- Nekrosis dan Perforasi

Nekrosis dan perforasi terjadi ketika aliran arteri terganggu.

G. MANIFESTASI KLINIS APPENDISITIS3,4

Page 13: Laporan Kasus Appendisitis

Symptoms

- Nyeri abdomen diffus di epigastrium bawah atau regio umbilicalis kemudian

terlokalisasi di kuadran kanan bawah (RLQ)

- Mual muntah

- Anoreksia

- Konstipasi atau diare

Signs

- Direct rebound tenderness (Mc.Burney’s point)

- Rovsing’s sign

Nyeri di kuadran kanan bawah ketika tekanan palpatory diberikan pada kuadran kiri

bawah dan juga menunjukkan tempat iritasi peritoneal.

- Iliopsoas sign

Iliopsoas sign positif apabila pelvis nyeri ketika paha kanan di ekstensikan.

- Obturator sign

Obturator sign positif jika hipogastrikus nyeri pada peregangan m. obturatorius internus

dan ini menunjukkan iritasi di panggul. Pemeriksaan ini dilakukan dengan gerakan rotasi

internal pasif dari paha kanan tertekuk dengan posisi pasien terlentang.

- Dunphy sign

Dunphy sign positif jika nyeri abdomen bertambah ketika pasien batuk.

Alvarado Scale for the Diagnosis of Appendicitis

Symptoms

Signs

Laboratory values

Manifestations

Migration of pain

Anorexia

Nausea and/or vomiting

Right lower quadrant tenderness

Rebound tenderness

Elevated temperature

Leukocytosis

Left shift in leukocyte counts

Value

1

1

1

2

1

1

2

1

Page 14: Laporan Kasus Appendisitis

- Skor >8 : Berkemungkinan besar menderita appendisitis. Pasien ini dapat langsung

diambil tindakan pembedahan tanpa pemeriksaan lebih lanjut. Kemudian perlu dilakukan

konfirmasi dengan pemeriksaan patologi anatomi.

- Skor 2-8 : Tingkat kemungkinan sedang untuk terjadinya apendisitis. Pasien ini

sebaiknya dikerjakan pemeriksaan penunjang seperti foto polos abdomen ataupun CT

scan.

- Skor <2 : Kecil kemungkinan pasien ini menderita apendisitis. Pasien ini tidak perlu

untuk di evaluasi lebih lanjut dan pasien dapat dipulangkan dengan catatan tetap

dilakukan follow up pada pasien ini.

H. DIAGNOSIS APPENDISITIS

Diagnosis apendisitis ditegakkan dengan evaluasi klinis, meskipun tes laboratorium dan

prosedur pencitraan dapat membantu.1,3

- Manifestasi Klinis

Apendisitis biasanya dimulai dengan progresif, ketidaknyamanan midabdominal

persisten yang disebabkan oleh obstruksi dan distensi appendiks merangsang saraf aferen

visceral otonom (tingkat T8-T10). Kadang terjadi anorexia dan demam ringan

(<38,5°C). Distensi appendiks menyebabkan kongesti vena yang dapat menyebabkan

rangsangan gerak peristaltik usus, menyebabkan sensasi kram yang segera diikuti

dengan mual dan muntah. Gejala termasuk anoreksia (90%), mual dan muntah (70%),

dan diare (10%). Setelah peradangan meluas secara transmural ke peritoneum parietal,

serat-serat nyeri somatik dirangsang dan rasa sakit terlokalisasi di RLQ. Iritasi peritoneal

dikaitkan dengan nyeri pada gerakan, demam ringan, dan takikardi. Timbulnya gejala

biasanya kurang dari 24 jam untuk apendisitis akut.

Bila appendiks retrocecal atau di belakang ileum, maka dapat dipisahkan dari

peritoneum perut anterior dan tanda-tanda lokalisasi perut bisa tidak ada. Iritasi struktur

berdekatan dapat menyebabkan diare, frekuensi kencing, pyuria, atau hematuria

mikroskopis tergantung pada lokasi. Bila appendisitis terletak di panggul, mungkin

mensimulasikan gastroenteritis akut, dengan rasa sakit menyebar, mual, muntah, dan

diare. Diagnosis mungkin dicurigai jika pemeriksaan rektal digital menghasilkan rasa

sakit.

Page 15: Laporan Kasus Appendisitis

- Pemeriksaan Fisik

Assessing the patient's abdomen. Pemeriksaan dimulai dengan memeriksa perut pasien

di daerah lain dari tenderness yang dicurigai. Lokasi appendisitis adalah variabel.

Namun, biasanya ditemukan di tingkat vertebral S1, lateral linea tepat pada titik

McBurney (dua pertiga jarak dari umbilikus ke spina iliaka anterosuperior). Rovsing

sign mengindikasikan iritasi peritoneal. Tenderness kuadran-kanan-bawah langsung

dinilai. Tingkat ketahanan otot untuk palpasi sama dengan beratnya proses inflamasi.

Hyperesthesia cutaneous sering ada di atas regio tenderness maksimal. Iliopsoas

menyiratkan tanda appendisitis retrocecal. Sebuah appendisitis panggul dapat

menghasilkan tanda obturatorius positif.

Rectal Examination dilakukan untuk mengevaluasi keberadaan tenderness lokal atau

massa peradangan di daerah pararectal. Hal ini paling berguna untuk presentasi atipikal

sugestif dari appendisitis panggul atau retrocecal.

Pada wanita, pemeriksaan panggul dilakukan untuk menilai tenderness gerak rahim dan

rasa sakit atau massa pada adnexal. Massa teraba di RLQ menunjukkan abses

periappendiceal atau phlegmon.

I. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS APPENDISITIS

Differensial diagnosis appendisitis akut tergantung pada empat faktor utama yaitu lokasi

anatomi dimana terjadinya peradangan appendiks, tahap proses (sederhana atau perforasi),

umur pasien dan jenis kelamin.3,5

- Gastrointestinal Disease

Gastroenteritis ditandai dengan mual dan emesis sebelum timbulnya sakit perut,

bersama dengan malaise umum, demam tinggi, diare, sakit perut dan nyeri. Meskipun

diare adalah salah satu tanda-tanda kardinal radang lambung, dapat terjadi pada pasien

dengan usus buntu. Selain itu, jumlah WBC seringkali normal pada pasien dengan

gastroenteritis.

Mesenterika Limfadenitis biasanya terjadi pada pasien lebih muda dari 20 tahun dan

nyeri RLQ, sakit perut tapi tanpa tenderness rebound atau kekakuan otot. Nodal histologi

dan biakan yang diperoleh pada operasi dapat mengidentifikasi etiologi, terutama

Page 16: Laporan Kasus Appendisitis

Yersinia dan Shigella spesies dan Mycobacterium tuberculosis. Mesenterika limfadenitis

diketahui terkait dengan infeksi saluran pernapasan atas.

Meckel Diverticulitis hadir dengan gejala dan tanda-tanda tidak bisa dibedakan dari

appendisitis, tapi khas terjadi pada bayi.

Ulkus Peptikum, Diverticulitis, dan Kolesistitis dapat menyajikan gambar klinis yang

mirip dengan appendisistis.

Typhlitis, ditandai dengan peradangan pada dinding sekum atau ileum terminal, dikelola

nonoperatively. Hal ini paling sering terlihat pada pasien imunosupresi menjalani

kemoterapi untuk leukemia dan pada pasien HIV-positif. Sebelum operasi sulit untuk

membedakan antara typhlitis appendisitis.

- Urologic diseases

Pielonefritis menyebabkan demam tinggi, kaku, nyeri costovertebral, dan tenderness.

Diagnosa dikonfirmasi oleh urinalisis dengan cultur.

Kolik saluran kemih. Passage batu ginjal menyebabkan nyeri panggul menjalar ke

selangkangan tapi tenderness lokal sedikit. Hematuria menunjukkan diagnosis yang

dikonfirmasi oleh pyelography intravena atau CT noncontrast. foto polos sering

menunjukkan batu ginjal.

- Gynecologic diseases

Pelvic inflammatory disease dapat hadir dengan gejala dan tanda-tanda tidak bisa

dibedakan dari appendisitis akut, tetapi sering dapat dibedakan berdasarkan beberapa

faktor. Tenderness gerak serviks dan keputihan seperti susu memperkuat diagnosis PID.

Pada pasien dengan PID, rasa sakit biasanya bilateral, dengan intens menjaga pada

pemeriksaan perut dan panggul. USG transvaginal dapat digunakan untuk

memvisualisasikan ovarium dan untuk mengidentifikasi abses Tubo-ovarium.

Kehamilan ektopik. Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien wanita usia

subur dengan keluhan perut. Kista ovarium terbaik terdeteksi oleh USG transvaginal atau

transabdominal.

Torsi ovarium. Peradangan mengelilingi ovarium iskemik sering dapat teraba pada

pemeriksaan panggul bimanual. Pasien-pasien ini dapat mengalami demam, leukositosis,

dan nyeri RLQ konsisten dengan appendisitis. Sebuah viskus twisted, bagaimanapun,

Page 17: Laporan Kasus Appendisitis

berbeda karena memproduksi tiba-tiba, rasa sakit akut dengan emesis sering dan

berlanjut simultan. torsi ovarium dapat dibuktikan dengan Doppler USG.

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG2,3,5

- Evaluasi Laboratorium

Complete blood cell count. Jumlah leukosit yang lebih dari 10.000 sel / uL, dengan

dominasi sel polymorphonuclear (> 75%), membawa sensitivitas 77% dan spesifisitas

63% untuk appendisitis. Jumlah leukosit dan proporsi bentuk mature meningkat jika ada

perforasi appendiks. Pada orang dewasa yang lebih tua, jumlah leukosit dan diferensial

lebih sering normal daripada pada orang dewasa muda. Wanita hamil biasanya memiliki

jumlah WBC yang tinggi dapat mencapai 15.000 hingga 20.000 selama proses

kehamilan.

Complete Blood Count (CBC)

• Leukocytosis (10.000-18.000/mm3) dengan polymorphonuclear (PMN) predominan

• Jika white blood count (WBC) > 18.000/mm3 pikirkan adanya perforasi dengan atau

tanpa abses

Serum elektrolit, nitrogen urea darah, dan kreatinin serum diperoleh untuk

mengidentifikasi dan memperbaiki kelainan elektrolit yang disebabkan oleh dehidrasi

sekunder untuk muntah atau asupan oral yang buruk.

Urinalysis. Urinalysis abnormal pada 25% sampai 40% dari pasien appendisitis. Pyuria,

albuminuria, dan hematuria sering terjadi. Jumlah bakteri yang banyak dapat dipikirkan

ISK sebagai penyebab sakit perut. Urine menunjukkan lebih dari 20 leukosit per bidang

daya tinggi atau lebih dari 30 sel darah merah per bidang daya tinggi menunjukkan ISK.

Hematuria yang signifikan harus dipikirkan pertimbangan urolithiasis.

• WBCs atau RBCs mungkin ditemukan jika adanya iritasi VU atau ureter karena

inflamasi appendiks

• Bakteriuria

Evaluasi Radiologi. Diagnosis appendisitis biasanya dapat dibuat tanpa evaluasi

radiologis pada kasus yang kompleks.

X-ray jarang membantu dalam mendiagnosis appendisitis. Pada sebuah studi

menunjukkan bahwa appendicolith atas hanya 1,14% dari sinar-x dilakukan pada pasien

Page 18: Laporan Kasus Appendisitis

dengan pembedahan terbukti appendisitis. Temuan lain radiologis yang sugestif

termasuk sekum menggelembung dengan tingkat kecil-usus yang berdekatan udara-

cairan, kehilangan bayangan psoas kanan, scoliosis ke kanan, dan gas dalam lumen

apendiks. Sebuah apendiks perforasi jarang menyebabkan pneumoperitoneum.

USG sangat berguna pada wanita usia subur dan pada anak-anak karena penyebab lain

dari keluhan perut dapat didemonstrasikan. Temuan terkait dengan appendisitis akut

termasuk appendiks diameter lebih besar dari 6 mm, kurangnya kompresibilitas luminal,

dan kehadiran sebuah appendicolith. Appendiks diperbesar dilihat pada USG memiliki

sensitivitas 86% dan spesifisitas 81%. appendiks berlubang lebih sulit untuk didiagnosis

dan ditandai oleh hilangnya submucosa echogenic dan kehadiran koleksi cairan loculated

periappendiceal atau panggul. Pada wanita, patologi ovarium mungkin diidentifikasi atau

dikecualikan. Kualitas dan ketepatan sangat bergantung pada operator.

CT scan, awalnya direkomendasikan hanya dalam kasus-kasus klinis yang kompleks

atau diagnosa tidak pasti, merupakan tes yang paling umum digunakan dalam diagnostik

radiografi. Hal CT scan lebih unggul dalam mendiagnosis appendisitis dengan

sensitivitas 94% dan spesifisitas 95%. Pada CT scan dapat ditemukan distensi, appendiks

berdinding tebal dengan lapisan inflamasi sekitar lemak, phlegmon pericecal atau abses,

appendicolith, atau udara RLQ bebas intra-abdomen yang merupakan sinyal perforasi.

CT scan sangat berguna dalam membedakan antara abses periappendiceal dan

phlegmon.

MRI merupakan alternatif ketika satu kebutuhan pencitraan cross-sectional untuk

menghindari radiasi pengion. Hal ini terutama berguna pada pasien hamil yang apendiks

tidak divisualisasikan.

Imaging

Abdominal X Ray (AXR) terlihat Appendicolith/fecalith

CT scan abdominal

(+) Bila ditemukan dilatasi appendix > 6 mm, penebalan appendix

(+) palsu jika terlihat inflamasi periappendix, dilatasi tuba fallopi, insipissated stool,

overlying fat

(-) palsu jika inflamasi terbatas diatas appendix, retrocecal ceacum, appendix besar,

perforasi (appendix compressible).

Page 19: Laporan Kasus Appendisitis

Diagnostik Laparoskopi. Laparoskopi diagnostik sangat berguna untuk mengevaluasi

wanita berovulasi dengan tegas untuk pemeriksaan appendisitis. Pada subkelompok ini,

sepertiga perempuan terbukti memiliki patologi ginekologi primer. appendiks ini juga

bisa dihapus melalui pendekatan laparoskopi. Oleh karena itu, beberapa ahli bedah

menganjurkan pendekatan laparoskopi awal pada semua wanita berovulasi yang diduga

appendisitis.

K. PENATALAKSANAAN1,3,4

- Preoperative

Isotonik pengganti cairan intravena harus dimulai untuk mencapai output kemih cepat

dan untuk memperbaiki kelainan elektrolit. Suction nasogastrik sangat membantu,

terutama pada pasien dengan peritonitis. Suhu yang tinggi ditatalaksana dengan

acetaminophen dan selimut pendingin. Anestesi tidak boleh diinduksi pada pasien

dengan suhu yang lebih tinggi dari 39°C.

- Antibiotik

Antibiotik profilaksis umumnya efektif dalam pencegahan komplikasi infeksi

pascabedah (luka infeksi, abses intra-abdomen). Preoperative inisiasi lebih disukai,

meskipun beberapa menyarankan bahwa hal itu dapat ditunda. Untuk appendisitis akut,

cakupan biasanya terdiri dari sefalosporin generasi kedua. Pada pasien dengan

appendisitis nonperforated akut, dosis tunggal antibiotik cukup. Terapi Antibiotik dalam

apendisitis perforasi atau gangren harus dilanjutkan selama 3 sampai 5 hari.

- Appendectomy

Dengan beberapa pengecualian, pengobatan appendisitis adalah appendektomy. Pasien

dengan peritonitis difus atau diagnosis dipertanyakan harus dieksplorasi melalui insisi

garis tengah. Mortalitas setelah appendektomi tinggi pada pasien usia lanjut. Pada

kebanyakan pasien, irisan melintang memberikan penampilan terbaik kosmetik dan

memungkinkan kemudahan perpanjangan secara medial untuk eksposur yang lebih

besar. Lapisan otot transversus abdominis dan lapisan otot obliqus abdominis eksternal

dan internal dapat dibagi dalam arah seratnya. Setelah masuk ke rongga peritoneal,

didapatkan cairan purulent untuk gram stain dan cultur. Setelah sekum diidentifikasi,

Page 20: Laporan Kasus Appendisitis

taenia anterior dapat diikuti ke dasar appendiks. appendiks dengan lembut dilepaskan

dari luka dan sekitarnya dengan hati-hati pada setiap perlekatan yang mengganggu. Jika

appendiks normal pada inspeksi (5% sampai 20% dari eksplorasi), tersebut akan dihapus

dan diagnosis alternatif yang sesuai akan dipikirkan. Sekum, kolon sigmoid, dan ileum

secara hati-hati diperiksa untuk perubahan indikasi divertikular (termasuk divertikulum

Meckel), infeksi, iskemik, atau penyakit inflamasi usus (misalnya, penyakit Crohn).

Bukti limfadenopati mesenterika dicari. Pada wanita, ovarium dan saluran tuba diperiksa

untuk bukti PID, pecah kista folikel, kehamilan ektopik, atau patologi lainnya. cairan

peritoneal empedu menunjukkan ulkus peptikum atau perforasi kandung empedu.

- Laparoskopi Appendektomi

Laparoskopi appendektomi merupakan alternatif untuk pendekatan terbuka. Hal ini

paling berguna ketika diagnosis tidak pasti atau bila ukuran pasien akan memerlukan

sayatan besar. Walaupun studi terbaru menunjukkan bahwa panjang pasca operasi

mungkin tinggal sedikit singkat sebagian besar pasien yang menjalani appendektomi

rutin dapat dengan aman keluar dari rumah sakit pada hari pertama pasca operasi.

Terlepas dari pilihan pendekatan, perhatian harus dilakukan untuk memastikan ligasi

aman ujung appendiks.

- Drainage of Periappendiceal Abscess

Pengelolaan abses appendiks masih kontroversial. Pasien yang memiliki abses

periappendiceal baik lokal dan pada awalnya terlihat ketika gejala yang mereda dapat

diobati dengan antibiotik sistemik dan dipertimbangkan untuk drainase kateter perkutan,

diikuti oleh appendektomi elektif 6 sampai 12 minggu kemudian. Strategi ini berhasil di

lebih dari 80% pasien. Appendiks harus dibuang karena pasien memiliki risiko 60%

terkena appendisitis kembali dalam waktu 2 tahun. Antibiotik sistemik yang diberikan

selama minimal 5 hari atau sampai pasien menyelesaikan afebrile dan leukositosis.

Sebuah studi baru-baru ini membandingkan appendektomy langsung (antibiotik, operasi)

dengan manajemen hamil (antibiotik, drainase perkutan, dan usus buntu interval) pada

pasien dengan abses appendiks menemukan bahwa kelompok langsung-appendektomi

memiliki tingkat komplikasi yang lebih tinggi dan lebih lama tinggal di rumah sakit.

- Incidental Appendectomy

Page 21: Laporan Kasus Appendisitis

Insidental appendektomi adalah pengangkatan appendiks normal pada laparotomi untuk

kondisi lain. appendiks harus mudah diakses melalui sayatan perut ini, dan pasien harus

secara klinis cukup stabil untuk mentolerir waktu tambahan yang dibutuhkan untuk

menyelesaikan prosedur. Karena sebagian besar kasus appendisitis terjadi awal

kehidupan, manfaat appendektomi insidental berkurang secara substansial sekali orang

yang lebih tua dari 30 tahun. penyakit Crohn yang melibatkan sekum itu, radiasi

pengobatan hingga ke kekebalan, sekum, dan cangkok vaskular atau bioprostheses lain

merupakan kontraindikasi untuk appendektomi insidental karena peningkatan risiko

komplikasi infeksi atau kebocoran tunggul appendiks.

Page 22: Laporan Kasus Appendisitis

L. KOMPLIKASI APENDISITIS AKUT2,4

- Perforasi

Perforasi disertai dengan nyeri hebat dan demam. Hal ini biasa dalam waktu 12 jam

pertama dari appendisitis tetapi hadir dalam 50% pasien apendisitis lebih muda dari 10

tahun dan lebih tua dari 50 tahun. Konsekuensi akut perforasi termasuk demam,

takikardia, peritonitis umum, dan pembentukan abses. Pengobatan appendisitis, irigasi

peritoneal, dan antibiotik spektrum luas intravena selama beberapa hari. Selama

kehamilan, perforasi secara substansial meningkatkan risiko kematian ibu dari diabaikan

sampai 4%. Angka kematian janin naik dari 0% menjadi 1,5% pada appendisitis

uncompicated untuk 20% hingga 35% dalam pengaturan perforasi.

- Risiko Infeksi Luka Pascaoperasi

Resiko infeksi luka pascaoperasi dapat dikurangi dengan antibiotik intravena yang sesuai

diberikan sebelum sayatan kulit. Kejadian luka infeksi meningkat dari 3% pada kasus

apendisitis nonperforated menjadi 4,7% pada pasien dengan usus buntu yang berlubang

atau gangren. penutupan primer tidak dianjurkan dalam pengaturan perforasi (Bedah

2000; 127:136). luka infeksi dikelola dengan membuka, pengeringan, dan pengemasan

luka untuk memungkinkan penyembuha. Antibiotik intravena yang ditunjukkan untuk

selulitis atau sepsis sistemik.

Page 23: Laporan Kasus Appendisitis

- Intra-abdominal dan abses panggul

Abses Intra-abdominal dan panggul terjadi paling sering dengan perforasi apendiks.

Pascaoperasi abses intra-abdomen dan pelvis yang paling baik ditangani dengan drainase

dengan panduan CT-atau USG perkutan. Jika abses tidak bisa diakses atau resisten

terhadap drainase perkutan, drainase operasi diindikasikan. Terapi antibiotik dapat

menutupi tetapi tidak signifikan untuk mengobati atau mencegah abses.

- Komplikasi Lain

Pyelephlebitis adalah thrombosis septik vein portal disebabkan oleh Escherichia coli

dengan gejala klinis demam tinggi, sakit kuning, dan akhirnya abses hati. CT scan

menunjukkan thrombus dan gas di vena portal. perlakuan Prompt (operasi atau

percutaneous) dari infeksi primer sangat penting, bersama dengan antibiotik spektrum

luasintravena.

Fistula Enterocutaneous dari kebocoran pada penutupan ujung appendiks kadang-

kadang memerlukan penutupan bedah, tetapi sering menutup secara spontan.

Small-Bowel Obstruction. Obstruksi usus kecil adalah empat kali lebih umum setelah

pembedahan pada kasus apendisitis perforasi daripada di appendisitis tanpa komplikasi.

Page 24: Laporan Kasus Appendisitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Townsend, Courtney M. 2007. Sabiston Textbook of Surgery, 18th ed. Saunders, An Imprint

of Elsevier.

2. Debas, Haile T. 2003. Gastrointestinal Surgery : Pathofisiology and Management. New

York : Springer. Hal : 311-318

3. Brunicardi, F. Charles. 2010. Schwartz’s Principles of Surgery, ninth edition. The McGraw-

Hill Companies, Inc. United States of America.

4. Stead, G. Latha. 2003. Firts Aid for the Surgery Clerkship. McGraw-Hill Companies, Inc.

United States of America.

5. Klingensmith, Mary E dkk. 2008. Washington Manual of Surgery, 5th Edition. Lippincott

Williams & Wilkins.