32
1 Laporan Kasus ASMA BRONKIAL Oleh : Siska Aryanti 0708120294 Pembimbing : dr. Adrianison Sp.P Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Arifin Achmad Fakultas Kedokteran Universitas Riau Pekanbaru 2012

Laporan Kasus Asma Siska

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan Kasus Asma Siska

1

Laporan Kasus

ASMA BRONKIAL

Oleh :

Siska Aryanti

0708120294

Pembimbing :

dr. Adrianison Sp.P

Kepaniteraan Klinik Senior

Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Arifin Achmad

Fakultas Kedokteran Universitas Riau

Pekanbaru

2012

Page 2: Laporan Kasus Asma Siska

2

ASMA BRONKIAL

1. Difinisi

Asma adalah penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan

dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala pernapasan.1,2

Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan respon saluran nafas yang menimbulkan gejala

episodik berulang, mengi, sesak nafas, rasa berat di dada serta batuk terutama malam hari dan

atau dini hari. Gejala ini umumnya berhubungan dengan pengurangan arus udara yang luas tapi

bervariasi yang biasanya reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan. 3

II. Epidemiologi

Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi masalah kesehatan

baik di negara maju maupun di negara berkembang. Prevalensi dan angka rawat inap penyakit

asma bronkial di negara maju dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Perbedaan prevalensi,

angka kesakitan dan kematian asma bronkial berdasarkan letak geografi telah disebutkan dalam

berbagai penelitian. Selama sepuluh tahun terakhir banyak penelitian epidemiologi tentang asma

bronkial dan penyakit alergi berdasarkan kuisioner telah dilaksanakan di berbagai belahan dunia.

Semua penelitian ini walaupun memakai berbagai metode dan kuisioner namun mendapatkan

hasil yang konsisten untuk prevalensi asma bronkial sebesar 5-15% pada populasi umum

dengan prevalensi lebih banyak pada wanita dibandingkan laki-laki. Di Indonesia belum ada data

epidemiologi yang pasti namun diperkirakan berkisar 3-8%.4

Dua pertiga penderita asma bronkial merupakan asma bronkial alergi (atopi) dan 50%

pasien asma bronkial berat merupakan asma bronkial atopi. Asma bronkial atopi ditandai dengan

timbulnya antibodi terhadap satu atau lebih alergen seperti debu, tungau rumah, bulu binatang

dan jamur. Atopi ditandai oleh peningkatan produksi IgE sebagai respon terhadap alergen.

Prevalensi asma bronkial non atopi tidak melebihi angka 10%. Asma bronkial merupakan

interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan. Data pada penelitian saudara

kembar monozigot dan dizigot, didapatkan kemungkinan kejadian asma bronkial diturunkan

sebesar 60-70%.4

Page 3: Laporan Kasus Asma Siska

3

III. Patofisiologi

Sesuatu yang dapat memicu serangan asma ini sangat bervariasi antara satu individu

dengan individu yang lain. Beberapa hal diantaranya adalah alergen, polusi udara, infeksi saluran

nafas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat atau ekspresi emosi yang berlebihan, rinitis,

sinusitis bakterial, poliposis, menstruasi, refluks gastroesofageal dan kehamilan.1

Alergen akan memicu terjadinya bronkokonstriksi akibat dari pelepasan IgE dependent

dari sel mast saluran pernafasan dari mediator, termasuk diantaranya histamin, prostaglandin,

leukotrin, sehingga akan terjadi kontraksi otot polos. Keterbatasan aliran udara yang bersifat akut

ini kemungkinan juga terjadi oleh karena saluran pernafasan pada pasien asma sangat hiper

responsif terhadap bermacam-macam jenis serangan. Akibatnya keterbatasan aliran udara timbul

oleh karena adanya pembengkakan dinding saluran nafas dengan atau tanpa kontraksi otot polos.

Peningkatan permeabilitas dan kebocoran mikrovaskular berperan terhadap penebalan dan

pembengkakan pada sisi luar otot polos saluran pernafasan.1,6

Gambar 1 bronkiolus normal dan bronkiolus pada asma bronkial6

Penyempitan saluran pernafasan yang bersifat progresif yang disebabkan oleh inflamasi

saluran pernafasan dan atau peningkatan tonos otot polos bronkioler merupakan gejala serangan

asma akut dan berperan terhadap peningkatan resistensi aliran, hiper inflasi pulmoner, dan

ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi. 1

Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka (hipersensitif)

terhadap adanya partikel udara, sebelum sempat partikel tersebut dikeluarkan dari tubuh, maka

Page 4: Laporan Kasus Asma Siska

4

jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat berlebihan (hiperreaktif), maka terjadilah

keadaan dimana6

Otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan

berkontraksi/memendek/mengkerut

Produksi kelenjar lendir yang berlebihan

Bila ada infeksi akan terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam saluran napas

Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas. Akibatnya menjadi

sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk membersihkan diri, keluar dahak yang

kental bersama batuk, terdengar suara napas yang berbunyi yang timbul apabila udara

dipaksakan melalui saluran napas yang sempit. Suara napas tersebut dapat sampai terdengar

keras terutama saat mengeluarkan napas.1,6

Gambar 2 Patofisiologi Asma7

Page 5: Laporan Kasus Asma Siska

5

Obstruksi aliran udara merupakan gangguan fisiologis terpenting pada asma akut.

Gangguan ini akan menghambat aliran udara selama inspirasi dan ekspirasi dan dapat dinilai

dengan tes fungsi paru yang sederhana seperti Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) dan FEV1

(Forced Expiration Volume). Ketika terjadi obstruksi aliran udara saat ekspirasi yang relatif

cukup berat akan menyebabkan pertukaran aliran udara yang kecil untuk mencegah kembalinya

tekanan alveolar terhadap tekanan atmosfer maka akan terjadi hiper inflasi dinamik. Besarnya

hiper inflasi dapat dinilai dengan derajat penurunan kapasitas cadangan fungsional dan volume

cadangan. Fenomena ini dapat pula terlihat pada foto toraks yang memperlihatkan gambaran

volume paru yang membesar dan diafragma yang mendatar.1

Hiperinflasi dinamik terutama berhubungan dengan peningkatan aktivitas otot

pernafasan, mungkin sangat berpengaruh terhadap tampilan kardiovaskular. Hiper inflasi paru

akan meningkatkan after load pada ventrikel kanan oleh karena peningkatan efek kompresi

langsung terhadap pembuluh darah paru.1

Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbatan

mukus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi

karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan

udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi

peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional dan pasien akan bernapas pada volume

yang tinggi mendekati kapasitas paru total. Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas

tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini

diperlukan otot-otot bantu napas.8

Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang besar, sedang,

maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas besar, sedangkan

pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding mengi.8

IV. Klasifikasi

Secara etiologis, asma bronchial terbagi dalam 3 tipe 8

1. Asma bronchial tipe non atopi (intrinsic)

Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari

allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi saluran nafas dan kodisi lingkungan yang buruk

seperti kelembaban, suhu, polusi udara, zat-zat iritan kimia atau obat-obatan serta aktivitas

Page 6: Laporan Kasus Asma Siska

6

olahraga yang berlebihan. Pada golongan ini keluhan ini tidak ada hubungannya dengan paparan

(exposure) terhadap allergen dengan sifat-sifat:

a. Serangan timbul setelah dewasa

b. Pada keluarga tidak ada yang menderita asma

c. Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan

d. Ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik

e. Rangsangan/stimuli psikis mempunyai peran untuk menimbulkan serangan reaksi

asma

f. Perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non-spesifik merupakan keadaan

yang peka bagi penderita.

2. Asma bronchial tipe atopi (ekstrinsic)

Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi alergi

penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat.

Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap allergen

lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini biasanya dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau uji

provokasi bronchial. Pada tipe mempunyai sifat-sifat:

a. Timbul sejak kanak-kanak

b. Keluarga ada yang menderita asma

c. Adanya eksim saat bayi

d. Sering menderita rhinitis

e. Di Inggris jelas penyebabnya House Dust Mite, di USA tepung sari bunga rumput.

3. Asma bronchial tipe campuran (mixed)

Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsic maupun ekstrinsik.

Berdasarkan derajatnya, asma dapat dibagi menjadi:4

1. Intermite

a. Gejala klinis < 1 kali/minggu

b. Gejala malam < 2 kali/bulan

c. Tanpa gejala di luar serangan

d. Serangan berlangsung singkat

Page 7: Laporan Kasus Asma Siska

7

e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) > 80% nilai prediksi atau arus

puncak ekspirasi (APE) > 80% nilai terbaik

f. Variabilitas APE < 20%

2. Persisten ringan

a. Gejala klinis > 1 kali/minggu tetapi < 1 kali/hari

b. Gejala malam > 2 kali/bulan

c. Tanpa gejala di luar serangan

d. Serangan dapat menggangu aktivitas tidur dan tidur

e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) > 80% nilai prediksi atau arus

puncak ekspirasi (APE) > 80% nilai terbaik

f. Variabilitas APE 20%-30%

3. Persisten sedang

a. Gejala setiap hari

b. Gejala malam > 2 kali/minggu

c. Sering dapat menggangu aktivitas dan tidur

d. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) 60%-80% nilai prediksi atau arus

puncak ekspirasi (APE) 60%-80% nilai terbaik

e. Variabilitas APE > 30%

4. Persisten berat

a. Gejala terus menerus

b. Gejala malam sering

c. Sering kambuh

d. Aktivitas fisik terbatas

e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) < 60% nilai prediksi atau arus

puncak ekspirasi (APE) < 60% nilai terbaik

f. Variabilitas APE > 30%

V. Gambaran Klinis

Keluhan dan gejala tergantung dari berat ringannya pada waktu serangan. Pada serangan

asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas.9

Keluhan yang timbul : 6,9,10

Nafas berbunyi

Page 8: Laporan Kasus Asma Siska

8

Sesak nafas

Batuk

Tanda-tanda fisik : 6,9,10

Cemas/gelisah/panik/berkeringat

Tekanan darah meningkat

Nadi meningkat

Pulsus paradoksus : penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu

inspirasi

Frekuensi pernafasan meningkat

Sianosis

Otot-otot bantu pernafasan hipertrofi

Paru :

Didapatkan ekspirium yang memanjang

Wheezing

VI. Diagnosis

Diagnosis dari asma umunya tidak sulit, diagnosis asma didasari oleh gejala yang

episodik, gejala berupa batuk, sesak nafas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang

berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah

dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan faal paru,

akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.11

a. Anamnesis

Riwayat perjalanan penyakit, faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap asma, riwayat

keluarga dan riwayat adanya alergi.12

b. Pemeriksan fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran nafas.

Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernafasan dan denyut nadi juga

meningkat, ekspirasi memanjang disertai ronki kering, mengi (wheezing) dapat dijumpai

pada pasien asma.12

c. Pemeriksaan laboratorium

Page 9: Laporan Kasus Asma Siska

9

Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal Charcot

Leyden).12

d. Pemeriksaan penunjang

1. Spirometri

Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru.

Reversibilitas penyempitan saluran nafas yang merupakan ciri kahs asma dapat dinilai dengan

peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa (FVC)

sebanyak 20%atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.13

2. Uji provokasi bronkus

Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita dengan

gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji

provokais bronkus merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas saluran

nafas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu Uji

provokasi dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti

metakolin dan histamin.10, 11

3. Foto toraks

Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang memberikan

gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas, pneumothoraks,

pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak

memperlihatkan adanya kelainan. 13, 14

VII. Diagnosis Banding

Bronkitis kronis

Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam

setahun untuk sediknya 2 tahun. Gejala utama batuk yang disetai sputum dan perokok

berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan disertai mengi dan menurunkan

kemampuan jasmani.

Emfisema paru

Sesak nafas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang

menyertainya.

Gagal Jantung kiri

Page 10: Laporan Kasus Asma Siska

10

Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada malam hari disebut

paroxysmal noctrunal dispnea. Pasien tiba-tiba terbangun pad malam hari karena sesak,

tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan

kardiomegali dan edema paru.

Emboli paru

Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung. Disamping gejala

sesak nafas, pasien batuk dengan disertai darah (haemoptoe).

VIII. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualitas

hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas

sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan asma: 10

a. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma

b. Mencegah eksaserbasi akut

c. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin

d. Mengupayakan aktivitas normal

e. Menghindari efek samping obat

f. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation)

g. Mencegah kematian karena asma

Penatalaksanan asma bronkial terdiri dari pengobatan non medikamentosa dan

pengobatan medikamentosa :

1. Pengobatan non medikamentosa 9,10

Pengobatan non medikamentosa terdiri dari :

- Penyuluhan

- Menghindari faktor pencetus

- Pengendalian emosi

- Pemakaian oksigen

2. Pengobatan medikamentosa 1,9,10

Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi dua golongan yaitu antiinflamasi

merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta mencegah serangan

Page 11: Laporan Kasus Asma Siska

11

dikenal dengan pengontrol, dan bronkodilator yang merupakan pengobatan saat serangan untuk

mencegah eksaserbasi/serangan dikenal dengan pelega.

1. Antiinflamasi (pengontrol)

- Kortikosteroid

Kortikosteroid adalah agen anti inflamasi yang paling potensial dan merupakan anti

inflamasi yang secara konsisten efektif sampai saat ini. Efeknya secara umum adalah untuk

mengurangi inflamasi akut maupun kronik, menurunkan gejala asma, memperbaiki aliran udara,

mengurangi hiperresponsivitas saluran napas, mencegah eksaserbasi asma, dan mengurangi

remodelling saluran napas. Kortikosteroid terdiri dari kortikosteroid inhalasi dan sistemik.

- Kromolin

Mekanisme yang pasti kromolin belum sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui merupakan

antiinflamasi non steroid, menghambat penglepasan mediator dari sel mast.

- Metilsantin

Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti

antiinflamasi.

- Agonis beta-2 kerja lama

Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan formoterol

yang mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Pada pemberian jangka lama mempunyai efek anti

inflamasi walau pun kecil.

- Leukotriene modifiers

Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral. Selain

bersifat bronkodilator juga mempunyai efek anti inflamasi.

Page 12: Laporan Kasus Asma Siska

12

Tabel 1. Obat-obat antiinflamasi pada asma bronkial 10

Page 13: Laporan Kasus Asma Siska

13

2. Bronkodilator (pelega)

- Agonis beta 2 kerja singkat

Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol yang telah

beredar di Indonesia. Pemberian dapat secara inhalasi atau oral, pemberian secara inhalasi

mempunyai onset yang lebih cepat dan efek samping yang minimal.

- Metilxantin

Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah dibanding

agonis beta 2.

- Antikolinergik

Pemberian secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan asetilkolin

dari saraf kolinergik pada jalan nafas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan tonus

vagal intrinsik, selain itu juga menghambat reflek bronkokonstriksi yang disebabkan iritan.

Page 14: Laporan Kasus Asma Siska

14

Tabel 2. obat-obat bronkodilator pada Asma bronkial10

IX. Komplikasi 9,15

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :

1. Status asmatikus

Page 15: Laporan Kasus Asma Siska

15

2. Atelektasis

3. Hipoksemia

4. Pneumothoraks

5. Emfisema

X. Prognosis

Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan

kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-kira 10 juta.

Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka kematian penderita asma wanita dua kali

lipat penderita asma pria. Juga suatu kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma

dengan usia lebih tua lebih banyak, kalau serangan asma diketahui dan di mulai sejak kanak-

kanak dan mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak

sembuh dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan commond cold 29%

akan mengalami serangan ulangan.4

Pada penderita yang mengalami serangan intermiten (kumat-kumatan) angka

kematiannya 2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus

menerus angka kematiannya 9%. 4

Page 16: Laporan Kasus Asma Siska

16

ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien

Nama : Ny. D

Umur : 44 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Status : Menikah

Alamat : Jl. Siak 2 gg.Satria

Masuk RS : 22 Juni 2012

ANAMNESIS (Auto-anamnesis)

Keluhan Utama

Sesak napas sejak 2 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang

- Sejak 2 hari SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas disertai bunyi ”ngik”. Sesak

nafas tersebut hilang timbul, pasien mengeluhkan sesak tiap hari dan terasa lebih

berat pada dini hari sehingga mengganggu aktivitas dan tidur . Sesak napas timbul

saat cuaca dingin dan hujan serta saat pasien banyak melakukan aktivitas. Pasien juga

mengeluhkan batuk berdahak,dahak campur buih, berwarna putih, berdarah (-).

Pasien lebih nyaman dengan posisi duduk.

- Pasien terakhir kali mengeluhkan sesak tiga bulan yang lalu,

- Pasien pernah beberapa kali berobat jalan di rumah sakit dan didiagnosis asma.

Pasien diberi obat ventolin, metilprednisolon, dan obat batuk ada perbaikan setelah

minum obat tersebut. Jika pasien tidak minum obat atau lupa dalam sehari, pasien

mulai merasakan sesak.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat alergi terhadap cuaca dingin dan hujan yang disertai aktivitas yang

berlebihan.

- Riwayat asma sejak ± 18 tahun yang lalu.

- Hipertensi (-), Diabetes melitus (-).

Page 17: Laporan Kasus Asma Siska

17

Riwayat Penyakit Keluarga

- Nenek menderita asma

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan

- Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga, tidak merokok, dan tidak minum alkohol.

Pemeriksaan Umum

- Kesadaran : Komposmentis

- Keadaan umum : tampak sakit sedang

- Tekanan Darah : 110/70 mmHg

- Nadi : 80x/menit

- Napas : 31x/menit

- Suhu : 36,3 C

Pemeriksaan Fisik

Kepala

- Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor, diameter 3

mm, reflek cahaya +/+.

- Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)

JVP 5-2 cmH20

Toraks

- Paru: Inspeksi : bentuk thorax normal, gerakan dada kanan = kiri

Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama

Perkusi : sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi :ekspirasi memanjang, wheezing (+/+), ronkhi (-/-)

- Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba luas 2 jari lateral LMCS – RIC V

Perkusi : Batas jantung kanan : Linea parasternalis dekstra

Batas jantung kiri : 2 jari lateral LMCS – RIC V sinistra

Auskultasi : Suara jantung normal, bising (-)

Abdomen

Inspeksi : perut datar, venektasi (-)

Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepatosplenomegali (-)

Page 18: Laporan Kasus Asma Siska

18

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Ekstremitas

Akral hangat, edema tungkai (-), clubbing finger (-)

Pemeriksaan Penunjang

Tanggal 22 01 April 2009

- Pemeriksaan BTA sputum : negatif

- Laboratorium darah rutin

Hb : 11,6 gr %

Leukosit : 13.400/mm3

Trombosit : 171.000/mm3

Hematokrit: 32,7 gr %

- Laboratorium kimia darah

Glukosa : 87 mg/dl

AST : 20 IU/L

ALT : 8 IU/L

ALB : 3,6 gr/dl

- Pemeriksaan BTA 1 (23/06/2012) : negatif

- Pemeriksaan BTA 2 (25/06/2012) : negatif

- Pemeriksaan BTA 3 (26/06/2012) : negatif

- Rontgen thorax

Page 19: Laporan Kasus Asma Siska

19

Terdapat gambaran corakan paru yang bertambah

RESUME

Ny. D, 44 tahun datang ke RSUD AA dengan keluhan utama sesak napas sejak 2 hari

SMRS. Dari anamnesis didapatkan, sejak umur 18 tahun pasien sering mengeluhkan sesak napas

dan telah didiagnosis menderita penyakit asma. Sesak nafas tersebut hilang timbul, sesak nafas

muncul tiap hari dan terasa lebih berat pada dini hari. Sesak napas muncul saat cuaca dingin dan

hujan serta saat pasien banyak melakukan aktivitas. Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak,

berwarna putih, darah (-). Pasien berobat ke dokter dan diberi obat ventolin, metilprednisolon,

dan obat batuk. Dengan minum obat tersebut, sesak nafasnya berkurang. Terakhir pasien

mengalami sesak 3 bulan yang lalu. Jika pasien tidak minum obat sesak nya kambuh.Nenek

pasien menderita asma.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan ekspirasi memanjang, suara nafas tambahan yaitu

wheezing, leukositosis. Dari pemeriksaan radiologi didapatkan corakan paru normal.

DAFTAR MASALAH

Asma Bronkial sedang pada asma persisten sedang.

Page 20: Laporan Kasus Asma Siska

20

RENCANA PENATALAKSANAAN

Non Farmakologi : Hindari faktor pencetus

Farmakologi :

- O2 3 L/menit

- Nebulizer ventolin

- IVFD D5 drip aminofilin 1 ampul 16 gtt/menit

- Injeksi Dexametason 2x1 ampul

- Salbutamol 3x1

- Obh sirup 3x cth 1

- Ranitidine 2x1

Follow Up

Senin , 25 April 2009

S : sesak napas sedikit berkurang, batuk masih ada, berdahak, warna putih, dan

tenggorokan terasa gatal.

O : TD 100/70 mmhg, N 81x/menit, RR 32x/menit, T 36.5 C

Wheezing (+/+)

A : Asma bronkial persisten sedang

P : O2 3 L/menit

- Nebulizer ventolin

- IVFD D5 drip aminofilin 1 ampul 16 gtt/menit

- Injeksi Dexametason 2x1 ampul

- Salbutamol 3x1

- Obh sirup 3x cth 1

- Ranitidine 2x1

Selasa , 26 juni 2012

S : sesak napas dan batuk berdahak sudah berkurang.

O : TD 110/70 mmhg, N 85 x/menit, RR 28 x/menit, T 36,2 C

A : Asma bronkial persisten sedang

P : Terapi lanjut

Page 21: Laporan Kasus Asma Siska

21

Rabu , 27 Juni 2012

S : sesak napas dan batuk berdahak sudah berkurang.

O : TD 110/70 mmhg, N 85 x/menit, RR 28 x/menit, T 36,4 C

A : Asma bronkial persisten sedang

P : Terapi lanjut

Page 22: Laporan Kasus Asma Siska

22

PEMBAHASAN

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis asma bronkial dengan derajat persisten

sedang karena adanya keluhan sesak napas yang dipicu oleh adanya perubahan cuaca. Sesak

napas dirasakan setiap hari serta dirasakan pula saat malam. Sesak mengganggu aktivitas dan

tidur pasien. Pasien merasa paling nyaman dalam posisi duduk. Hal ini sesuai dengan kriteria

klasifikasi derajat asma persisten sedang berdasarkan gambaran klinis. Pada pemeriksaan fisik

didapatkan adanya ekspirasi memanjang dan whezing pada kedua lapangan paru. Sementara

pada pemeriksaan penunjang rontgen thoraks didapatkan corakan lapangan paru yang normal.

Asma bronkial dicirikan sebagai suatu penyakit kesulitan bernapas, batuk, dada sesak dan

adanya wheezing episodik. Gejala asma dapat terjadi secara spontan ataupun diperberat dengan

pemicu yang berbeda antar pasien. Frekuensi asma mungkin memburuk di malam hari oleh

karena tonus bronkomotor dan reaktifitas bronkus mencapai titik terendah antara jam 3-4 pagi,

meningkatkan gejala bronkokontriksi.

Terapi pengobatan asma meliputi beberapa hal diantaranya yaitu menjaga saturasi

oksigen arteri tetap adekuat dengan oksigenasi, membebaskan obstruksi jalan napas dengan

pemberian bronkodilator inhalasi kerja cepat (2-agonis dan antikolinergik) dan mengurangi

inflamasi saluran napas serta mencegah kekambuhan dengan pemberian kortikosteroid sistemik

yang lebih awal.

Page 23: Laporan Kasus Asma Siska

23

Daftar pustaka

1. Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit

Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 981

2. Davey P. At a glance medicine. Jakarta : Erlangga. 178-180

3. Surjanto E. Derajat Asma dan Kontrol Asma. Jurnal Respirologi Indonesia 2008;28. 88-95.

4. Marleen FS, Yunus F. Asma pada Usia Lanjut. Jurnal Respirologi Indonesia 2008;28. 165-73.

5. Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian Paru RSUD Arifin

Achmad Pekanbaru Periode Januari-Desember 2005. Pekanbaru: FK UNRI, 2006.

6. Asma bronkial. 2008. http://www.medicastore.com [diakses 22 Maret 2009].

7. Widjaja A. Patogenesis Asma. Makalah Ilmiah Respirologi 2003. Surakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret, 2003.27.

8. Ward JPT. Ward J, Leach RM, Wiener CM. at a glance Sistem Respirasi. Jakarta: Erlangga.

54-57

9. Amin M, Alsagaff H, Saleh T. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University

Press. 1989. 1-11.

10. Manurung P, Yunus F, Wiyono WH, Jusuf A, Murti B. Hubungan Antara Eosinofil

Sputum dengan Hiperreaktivitas Bronkus pada Asma Persisten Sedang. Jurnal Respirologi

Indonesia 2006;1.45

11. Mangunnegoro dkk. Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2004.3-79.

12. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, wardani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta

kedokteran. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2001. 477-82.

13. Sundaru H. Asma Bronkial. Dalam Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI. 2001.21-27.

14. Danususanto H. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates, 2000. 196-224.