Upload
doanh
View
319
Download
23
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN KASUS GINEKOLOGIMOLA HIDATIDOSA
OLEH:
AINUN KARIMAH1A009014
PEMBIMBING :dr. Edi Prasetyo Wibowo, Sp.OG
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYASMF KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM /RSUP NTB MATARAM
2013
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya.
Laporan kasus yang berjudul “Mola Hidatidosa” ini disusun dalam rangka mengikuti
Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum
Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis.
1. dr. Edi Prasetyo Wibowo, Sp.OG, selaku pembimbing laporan kasus ini.
2. dr. A. Rusdhy Hariawan Hamid, Sp.OG, selaku Kepala Bagian/ SMF Kebidanan dan
Kandungan RSUP NTB.
3. dr. H. Doddy Ario Kumboyo, Sp.OG (K), selaku supervisor.
4. dr. Agus Thoriq, Sp.OG, selaku supervisor.
5. dr. I Made Putra Juliawan, Sp.OG, selaku supervisor
6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan
kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan
demi kesempurnaan laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan
khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari.
Terima kasih.
Mataram, 21 Juni 2013
Penulis
2
BAB IPENDAHULUAN
Mola hidatidosa adalah kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak
ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi
hidropik.1
Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin
dibandingkan dengan negara-negara Barat. Di negara-negara Barat dilaporkan 1:2000
kehamilan. Frekuensi mola umumnya pada wanita di Asia lebih tinggi sekitar 1:120
kehamilan.1 Di Amerika Serikat dilaporkan insidensi mola sebesar 1 pada 1000-1200
kehamilan. Pada studi yang dilakukan di korea dilaporkan insiden GTD didapatkan 40 kasus
per 1000 kehamilan, hasil yang serupa juga dilaporkan dari studi yang dilakukan di Jepang
dan Singapore2. Di Indonesia sendiri didapatkan kejadian mola pada 1:85 kehamilan.
Biasanya dijumpai lebih sering pada usia reproduktif (15-45 tahun); dan pada multipara. Jadi
dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola akan lebih besar. Mola
hidatidosa terjadi pada 1-3 dalam setiap 1000 kehamilan. Sekitar 10% dari seluruh kasus akan
cenderung mengalami transformasi ke arah keganasan, yang disebut sebagai gestational
trophoblastic neoplasma.3,4
Di negara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas akibat
mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini dan terapi yang tepat.
Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat mola masih cukup tinggi yaitu berkisar
antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola hidatidosa biasanya disebabkan oleh karena
perdarahan, infeksi, eklamsia, payah jantung dan tirotoksikosis.3
3
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 DefinisiMola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana terjadi
keabnormalan dalam konsepsi plasenta yang disertai dengan perkembangan parsial atau tidak
ditemukan adanya pertumbuhan janin, hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan
berupa degenerasi hidropik. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu
hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur.
Jaringan trofoblast pada vilus berproliferasi dan mengeluarkan hormon human chononic
gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa.1,2,3
Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-
gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, sehingga menyerupai buah anggur,
atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Ukuran gelembung-
gelembung ini bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1-2 cm. Secara mikroskopik terlihat
trias: (1) Proliferasi dari trofoblas; (2) Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban;
(3) Hilangnya pembuluh darah dan stroma. Sel-sel Langhans tampak seperti sel polidral
dengan inti terang dan adanya sel sinsitial giantik (syncytial giant cells). Pada kasus mola
banyak dijumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih (25-60%).
Kista lutein akan berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa
sembuh.1,2,4
2.2 Etiologi dan Faktor Resiko
Mola hidatidosa disebabkan oleh adanya over-production jaringan yang membentuk
plasenta. Dalam keadaan kehamilan normal, plasenta berfungsi memberikan nutrisi untuk
janin. Namun pada kasus mola hidatidosa, jaringan berkembang menjadi suatu massa yang
abnormal sehingga tidak dapat berfungsi secara normal.4
Penyakit trofoblastik gestasional disebabkan oleh gangguan genetik dimana sebuah
spermatozoon memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua sperma memasuki
ovum tersebut. Pada lebih dari 90 persen mola komplit hanya ditemukan gen dari ayah dan 10
persen mola bersifat heterozigot. Sebaliknya, mola parsial biasanya terdiri dari kromosom
triploid yang memberi kesan gangguan sperma sebagai penyebab.5
Pembuluh darah primitif di dalam vilus tidak terbentuk dengan baik sehingga embrio
'kelaparan', mati, dan diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada keadaan tertentu
mengadakan invasi ke jaringan ibu. Peningkatan aktivitas sinsitiotrofoblas menyebabkan
4
peningkatan produksi hCG, tirotrofin korionik dan progestron. Sekresi estrodiol menurun,
karena sintesis hormone ini memerlukan enzim dari janin, yang tidak ada. Peningkatan kadar
hCG dapat menginduksi perkembangan kista teka-lutein di dalam ovarium.6
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya
yang kini telah diakui adalah :
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan.
2. Usia ibu yang terlalu muda atau tua (36-40 tahun) beresiko 50% terkena penyakit ini.
3. Imunoselektif dari sel trofoblast
4. keadaan sosioekonomi yang rendah
5. paritas tinggi
6. defisiensi vitamin A
7. kekurangan protein
8. infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.
2.3 SITOGENETIKAMenurut Sarwono, 2010, patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa yaitu karena
tidak sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel telur patologik yaitu : hasil
pembuahan dimana embrionya mati pada umur kehamilan 3 – 5 minggu dan karena pembuluh
darah villi tidak berfungsi maka terjadi penimbunan cairan di dalam jaringan mesenkim
villi.1,2
Analisis sitogenetik pada jaringan yang diperoleh dari kehamilan mola memberikan
beberapa petunjuk mengenai asal mula dari lesi ini. Kebanyakan mola hidatidosa adalah mola
“lengkap” dan mempunyai 46 kariotipe XX. Penelitian khusus menunjukkan bahwa kedua
kromosom X itu diturunkan dari ayah. Secara genetik, sebagian besar mola hidatidosa komplit
berasal dari pembuahan pada suatu “telur kosong” (yakni, telur tanpa kromosom) oleh satu
sperma haploid (23 X), yang kemudian berduplikasi untuk memulihkan komplemen
kromosom diploid (46 XX). Hanya sejumlah kecil lesi adalah 46.2,6,7
Pada mola yang “tidak lengkap” atau sebagian, kariotipe biasanya suatu triploid,
sering 69 XXY (80%). Kebanyakan lesi yang tersisa adalah 69 XXX atau 69 XYY. Lesi ini,
berbeda dengan mola lengkap, sering disertai dengan janin yang ada secara bersamaan. Janin
itu biasanya triploid dan cacat.2,6,8
5
Gambar 1.1. Susunan sitogenetik dari mola hidatidosa. A. Sumber kromosom dari mola
lengkap. B. Sumber kromosom dari mola sebagian yang triploid.
2.4 PATOGENESIS
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit
trofoblas:2
1. Teori missed abortion.
Teori ini menyatakan bahwa mudigah mati pada usia kehamilan 3-5 minggu (missed
abortion). Hal inilah yang menyebabkan gangguan peredaran darah sehingga terjadi
penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah
gelembung-gelembung. Menurut Reynolds, kematian mudigah itu disebabkan karena
kekurangan gizi berupa asam folik dan histidine pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini
menyebabkan terjadinya gangguan angiogenesis.
2. Teori neoplasma
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Pada penyakit trofoblas, yang abnormal
adalah sel-sel trofoblas dimana fungsinya juga menjadi abnormal. Hal ini menyebabkan
terjadinya reabsorpsi cairan yang berlebihan kedalam villi sehingga menimbulkan
gelembung. Sehingga menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah.
6
2.5 Klasifikasi
Mola hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu bila tidak disertai janin maka
disebut mola hidatidosa atau Complete mole, sedangkan bila disertai janin atau bagian dari
janin disebut mola parsialis atau Parsials mole.2,3,4,8
Tabel 1.2. Perbandingan bentuk mola hidatidosa
Barek and Jonathan , 2007. Novak’s Gynecology 14th Ed
2.6 Gejala Klinis
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan
biasanya terjadi pada minggu ke 12 - 14 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan
biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah
darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam.
1. Terdapat tanda-tanda kehamilan. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan
10% pasien masuk RS
2. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar)
3. Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang
tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab
4. Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai,
peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni)
Dan menurut Cuningham, 1995. Dalam stadium pertumbuhan mola yang dini terdapat
beberapa ciri khas yang membedakan dengan kehamilan normal, trimester pertama dan
selama trimester kedua sering terlihat perubahan sebagai berikut:7
1. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi mulai dari
spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat dimulai sesaat sebelum
7
abortus atau yang lebih sering lagi timbul secara intermiten selama berminggu-minggu
atau setiap bulan. Sebagai akibat perdarahan tersebut gejala anemia ringan sering
dijumpai. Anemia defisiensi besi merupakan gejala yang sering dijumpai.
2. Ukuran uterus
Uterus tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang sebenarnya dan teraba
lunak. Saat palpasi tidak didapatkan balotement dan tidak teraba bagian janin.
3. Aktivitas janin
Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis, secara khas
tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test dengan alat yang
sensitive sekalipun. Demikian pula sangat jarang ditemukan perubahan mola
inkomplit yang luas pada plasenta dengan disertai janin yang hidup.
4. Embolisasi
Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma villus dapat
keluar dari dalam uterus dan masuk aliran darah vena. Jumlah tersebut dapat
sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta tanda emboli pulmoner akut
bahkan kematian. Keadaan fatal ini jarang terjadi. Meskipun jumlah trofoblas dengan
atau tanpa stroma villus yang menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu
kecil untuk menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun lebih lanjut
trofoblas ini dapat menginfasi parenkin paru. Sehingga terjadi metastase yang terbukti
lewat pemeriksaan radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari trofoblas saja
(koriokarsinoma metastasik) atau trofoblas dengan stroma villus (mola hidatidosa
metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut bisa diramalkan dan sebagian terlihat
menghilang spontan yang dapat terjadi segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa
minggu atau bulan kemudian. Sementara sebagian lainnya mengalami proliferasi dan
menimbulkan kematian wanita tersebut tidak mendapatkan pengobatan yang efektif.
5. Ekspulsi Spontan
Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar sebelum mola
tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus lewat tindakan. Ekspulsi
spontan paling besar kemungkinannya pada kehamilan sekitar 16 minggu. Dan jarang
lebih dari 28 minggu.6
8
2.7 Diagnosis
1. Anamnesis
Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang berlebihan,
perdarahan pervaginam berulang cenderung berwarna coklat dan kadang
bergelembung seperti busa.
(1) Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola komplet adalah
perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan
perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah darah yang banyak,
dan cairan gelap bisa mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat dalam 97%
kasus.
(2) Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal ini
merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon β-HCG.
(3) Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi, tremor
dan kulit yang hangat. Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia yang terjadi
pada 27% kasus dengan karakteristik hipertensi ( TD > 140/90 mmHg),
protenuria (>300 mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia
2. Pemeriksaan Fisik
Palpasi :
Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek
Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan janin.
Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
Pemeriksaan dalam :
Memastikan besarnya uterus
Uterus terasa lembek
Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan kadar B-hCG
BetaHCG urin > 100.000 mlU/ml
Beta HCG serum > 40.000 IU/ml
Berikut adalah gambar kurva regresi hCG normal yang menjadi parameter
dalam penatalaksanaan lanjutan mola hidatidosa.
9
Gambar : Nilai rata-rata dari 95 % confidence limit yang menggambarkan kurva
regresi normal gonadotropin korionik subunit β pasca mola.2,8
Pemeriksaan kadar T3 /T4
B-hCG > 300.000 mIU/ml mempengaruhi reseptor thyrotropin, mengakibatkan
aktifitas hormon-hormon tiroid (T3/T4) meningkat. Terjadi gejala-gejala
hipertiroidisme berupa hipertensi, takikardia, tremor, hiperhidrosis, gelisah,
emosi labil, diare, muntah, nafsu makan meningkat tetapi berat badan menurun
dan sebagainya. Dapat terjadi krisis hipertiroid tidak terkontrol yang disertai
hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular, toksemia, penurunan kesadaran
sampai delirium-koma.2
4. Pemeriksaan Imaging
a. Ultrasonografi
Gambaran seperti sarang tawon (Honey comb appearance) tanpadisertai adanya janin
Ditemukan gambaran snow storm atau gambaran seperti badai salju.
b. Plain foto abdomen-pelvis: tidak ditemukan tulang janin
2.7 Penatalaksanaan
1. Evakuasi
a. Perbaiki keadaan umum.
Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap
Bila Kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam
kemudian dilakukan kuret.
10
b. Memberikan obat-obatan Antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan umum
penderita.c. 7-10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan kedua untuk membersihkan
sisa-sisa jaringan.d. Histeriktomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun,
Paritas 4 atau lebih. Akan tetapi pada wanita yang masih menginginkan anak,
maka setelah diagnosis mola dipastikan, dilakukan pengeluaran mola dengan
kerokan isapan (suction curettage) disertai dengan pemberian infus oksitosin
intravena. Sesudah itu dilakukan kerokan dengan kuret tumpul untuk
mengeluarkan sisa-sisa konseptuse. Respiratori distres harus selalu diwaspadai pada saat evakuasi. Hal ini terjadi
karena embolisasi dari trofoblastik, anemia yang menyebabkan CHF, dan
iatrogenik overload. Distres harus segera ditangani dengan ventilator.
Setelah dilakukan evakuasi, dianjurkan uterus beristirahat 4 – 6 minggu dan
penderita disarankan untuk tidak hamil selama 12 bulan. Diperlukan kontrasepsi
yang adekuat selama periode ini 1,2,5,8
2. Pengawasan Lanjutan Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral pil,
sistemik atau barier selama waktu monitoring. Pemberian pil kontrasepsi
berguna dalam 2 hal yaitu mencegah kehamilan dan menekan pembentukan
LH oleh hipofisis yang dapat mempengaruhi pemeriksaan kadar HCG.
Pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim(AKDR) tidak dianjurkan sampai
dengan kadar HCG tidak terdeteksi karena terdapat resiko perforasi rahim jika
masih terdapat mola invasif. Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi dan terapi
sulih hormon dianjurkan setelah kadar hCG kembali normal 1,2,5,8
Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun :
o Setiap minggu pada Triwulan pertama
o Setiap 2 minggu pada Triwulan kedua
o Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya
o Setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.
Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :
a. Gejala Klinis : Keadaan umum, perdarahan
b. Pemeriksaan dalam :
11
o Keadaan Serviks
o Uterus bertambah kecil atau tidak
c. Laboratorium
Reaksi biologis dan imunologis :
o 1x seminggu sampai hasil negatif
o 1x2 minggu selama Triwulan selanjutnya
o 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya
o 1x3 bulan selama tahun berikutnya
o Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai adanya
keganasan
3. Sitostatika Profilaksis
Kemoterapi dapat dilakukan dengan pemberian Methotrexate atau
Dactinomycin, atau kadang-kadang dengan kombinasi 2 obat tersebut. Biasanya cukup
hanya memberi satu seri dari obat yang bersangkutan. Pengamatan lanjutan terus
dilakukan, sampai kadar hCG menjadi negatif selama 6 bulan. 1,4,7
12
Gambar 1. Skema tatalaksana mola hidatidosa
2.9 Prognosis
Dinegara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas akibat mola
hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini dan terapi yang tepat.
Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat mola masih cukup tinggi yaitu berkisar
antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola hodatidosa biasanya disebabkan oleh karena
perdarahan, infeksi, eklamsia, payah jantung dan tirotoksikosis.2,3
Lebih dari 80% kasus mola hidatidosa tidak berlanjut menjadi keganasan trofoblastik
gestasional, akan tetapi walaupun demikian tetap dilakukan pengawasan lanjut yang ketat,
karena hampir 20% dari pasien mola hidatidosa berkembang menjadi tumor trofoblastik
gestasional.2,3
Pada 10-15% kasus mola akan berkembang menjadi mola invasive, dimana akan
masuk kedalam dinding uterus lebih dalam lagi dan menimbulkan perdarahan dan komplikasi
yang lain yang mana pada akhirnya akan memperburuk prognosisnya. Pada 2-3% kasus mola
13
dapat berkembang menjadi korio karsinoma, suatu bentuk keganasan yang cepat menyebar
dan membesar.2,8
2.10 Komplikasi
Perdarahan yang hebat sampai syok
Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia
Infeksi sekunder
Perforasi karena tindakan atau keganasan
BAB IIILAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. HUsia : 36 tahunPekerjaan : IRTAgama : IslamSuku : SasakAlamat : Lingsar, Lombok BaratRM : 082372MRS : 20 Juni 2013 (10.19 Wita)
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : keluar darah dari jalan lahir
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien pertama kali datang datang ke poliklnik RSUP NTB pada tanggal 3 Juni 2013
pkl. 09.30 WITA, dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak 1 bulan yang lalu.
Dari hasil wawancara dan pemeriksaan di poliklinik kemudian pasien menjalani
14
pemeriksaan penunjang USG dan didapatkan hasil hamil anggur dan dijadualkan operasi
tanggal 21 juni 2013. Pasien MRS pada tanggal 20 juni 2013 pkl. 10.19 WITA.
Pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahirnya sejak awal bulan yang lalu. Darah
berwarna merah banyak selama 15 hari, kemudian darah keluar sedikit-sedikit berwarna
kecoklatan, namun awal bulan ini bertambah banyak, disertai gumpalan-gumpalan yang
membuat pasien datang memeriksaan dirinya ke RS. Minggu lalu pun pasien mengaku
keluar darah dalam jumlah yang banyak diikuti darah kecoklatan sedikit-sedikit
Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah yang hebat sejak awal kehamilan (± 4
bulan yang lalu) sampai 3xsehari namun sekarang sudah berkurang dan tidak pernah lagi.
Pasien tidak pernah merasakan gerak janin.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien juga menyangkal adanya riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes
mellitus, dan asma.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Menurut pasien di keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan seperti pasien.
Riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, dan asma disangkal.
Riwayat Alergi :
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan makanan.
Riwayat Kontrasepsi : pil dan suntikan per 3 bulan
Riwayat Obstetri :
- Pasien mengaku sudah kawin: 1x, dengan suami sekarang 1 tahun, kawin pertama kali
usia 17 tahun.- Pasien mengatakan mengalami haid pertama (menarke) pada usia 13 tahun. Pasien
memiliki siklus haid yang teratur (±28hari). HPHT : 13-01-2013- Riwayat ANC : -- Riwayat USG : 1 kali di RSUP NTB (03/6/2013)- Hasil USG : mola hidatidosa- Riwayat KB : pil dan suntikan per 3 bulan- Rencana KB : pil kontrasepsi- Riwayat kehamilan:
1. Ini
III. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : baikKesadaran : compos mentis
15
Tanda Vital
- Tekanan darah : 110/90 mmHg - Frekuensi nadi : 84 x/menit - Frekuensi napas : 19 x/menit - Suhu : 36,7oC
16
Pemeriksaan Fisik Umum
- Mata : anemis (-/-), ikterus (-/-) - Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-) - Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-) - Ekstremitas : edema - - akral teraba hangat + +
- - + +
IV. STATUS GINEKOLOGI
Abdomen :
Inspeksi : abdomen tampak mengalami pembesaran, tidak ada tanda-tanda peradangan, bekas operasi (-).
Palpasi : teraba tinggi fundus uteri 2 jari di bawah umbilikus, balotement (-),
tidak teraba bagian janin, nyeri tekan (-)InspekuloPorsio ukuran normal, livide (+), tampak licin, erosi (-), Ø OUE (+), perdarahan aktif
(-), massa (-), peradangan (-)VT :Dinding vagina normal, massa (-), porsio licin, Ø (+), nyeri goyang porsio (-), Adneksa
Parametrium Cavum Douglass dextra et sinistra dbn, korpus uteri antefleksi 18
minggu, lunak.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Lengkap :
Hb : 14,6 g/dL RBC : 5,07 M/µl WBC : 8,80 K/µl PLT : 178 K/µl HCT : 42,7 % HbSAg : (-) Tes Hamil : (+)
Ultrasonografi (USG) Abdomen : 03/6/2013
Mola Hidatidosa
VI. DIAGNOSIS Mola Hidatidosa
VII. PENATALAKSANAANa. Rencana Terapi
Infus RL 20 tpm Suction Kuretase
b. Rencana Monitoring Observasi keadaan umum dan vital sign
17
Observasi perdarahanc. KIE pasien dan keluarga
VIII. TINDAKAN KURETASE
Tindakan Kuretase : suction curetase
Penemuan Intra Kuretase:
Darah dan jaringan mola
Tidak ditemukan janin
Instruksi Post Kuretase :
Terapi Amoxicilin 3x500 mg dan Asam Mefenamat 3x500 mg
IX. POST KURETASE
KU : baik
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 92 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 36,7oC
X. 1 HARI POST KURETASE
KU : baik
Kes : compos mentis
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,7oC
Kontraksi Uterus : baik, 2 jari diatas simfisis pubis
18
CATATAN PERKEMBANGAN
Waktu Subjektif Objektif Assesment Rencana Terapi20/6/201310.19
Pasien pertama kali datang datangke poliklnik RSUP NTB pada tanggal 3Juni 2013 pkl. 09.30 WITA, dengankeluhan keluar darah dari jalan lahirsejak 1 bulan yang lalu. Dari hasilwawancara dan pemeriksaan dipoliklinik kemudian pasien menjalanipemeriksaan penunjang USG dandidapatkan hasil hamil anggur dandijadualkan operasi tanggal 21 juni2013. Pasien MRS pada tanggal 20 juni2013 pkl. 10.19 WITA.
Pasien mengeluh keluar darah darijalan lahirnya sejak awal bulan yanglalu. Darah berwarna merah banyakselama 15 hari, kemudian darah keluarsedikit-sedikit berwarna kecoklatan,namun awal bulan ini bertambahbanyak, disertai gumpalan-gumpalanyang membuat pasien datangmemeriksaan dirinya ke RS. Minggulalu pun pasien mengaku keluar darahdalam jumlah yang banyak diikutidarah kecoklatan sedikit-sedikit
Pasien juga mengeluhkan mualdan muntah yang hebat sejak awalkehamilan (± 4 bulan yang lalu) sampai3xsehari namun sekarang sudah
Status generalisKU : baikTanda VitalTD : 110/90 mmHg Nadi : 84 x/menit RR : 19 x/menit Suhu : 36,7oC
Status lokalis
Mata : anemis (-/-), ikterus (-/-)
Jantung : S1S2 tunggal reguler,murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler (+/+), rhonki(-/-), wheezing (-/-)
Ekstremitas: edema - -
- -
akral teraba hangat + + + +Status Ginekologi
Abdomen :
Inspeksi : abdomen tampak mengalami pembesaran, tidak adatanda-tanda peradangan, bekas operasi (-).
Palpasi : TFU 2 jari dibawah umbilikus, balotement (-),
Mola hidatidosa Rencana Terapi Infus RL 20 tpm Pro Suction
Kuretase (21/6/2013)
Rencana Monitoring Observasi
keadaan umumdan vital sign
Observasiperdarahan
KIE pasien dan keluarga
berkurang dan tidak pernah lagi. Pasientidak pernah merasakan gerak janin.
Tidak ada riwayat DM,HT, dan asma
HPHT : 13-01-2013HTP : 20-10-2013Riwayat ANC : -Riwayat USG : 1 kali di RSUP NTB(3/6/2013)Hasil USG : mola hidatidosa
Riwayat KB : pil dan suntikan per 3 bulanRencana KB : pil kontrasepsiRiwayat Obstetri :1. Abortus 3 bulan2. Perempuan, aterm, puskesmas, bidan
2600 g, 10 th, hidup3. Perempuan, aterm, puskesmas, bidan,
2700 g, 7 th, hidup4. ini
Kronologis : -
nyeri tekan (-)InspekuloPorsio ukuran normal, livide (+), tampak licin, erosi (-), Ø OUE (+), perdarahan aktif (-), massa (-), peradangan (-)VT :Dinding vagina normal, massa (-),porsio licin, Ø (+), nyeri goyang porsio (-), Adneksa Parametrium Cavum Douglass dextra et sinistradbn, korpus uteri antefleksi 18 minggu, lunak.
Pemeriksaan Lab : Hb : 14,6 g/dL RBC : 5,07 M/µl WBC : 8,80 K/µl PLT : 178 K/µl HCT : 42,7 % HbSAg : (-) Tes Hamil : (+)
USG di RSUP Hasil : Mola hidatidosa
21/6/201307.00
Pasien mengeluh keluar bercak-bercak darah sedikit
KU : baik TD : 110/80 mmHgN : 88 x/menitRR: 20x/menitT: 36,8oC
Idem Pro Suction Kuretase
Observasikeadaan umumdan vital sign
07.30 KU : baik TD : 110/70 mmHg
Idem Pasien ke ruangOK IBS
N : 80 x/menitRR: 20x/menitT: 36,8oC
21/6/201310.05
Suction Kuretase dimulai
IVFD RL + Oxytosin
Tindakan Kuretase :suction curetasePenemuan Intra Kuretase:
Darah dan jaringan mola
Tidak ditemukan janin
Instruksi Post Kuretase :
Terapi Amoxicilin 3x500 mg dan Asam Mefenamat 3x500 mg
10.00 Mengeluh pusing (+) KU : baikTD : 110/70 mmHgN : 92 x/menitRR: 24x/menitT: 36,7oCUC: (+) baik
2 jam post kuretase Observasi kesrapasien
Terapi Amoxicilin3x500 mg dan AsamMefenamat 3x500mg
1/6/2013 - KU : baik 1 hari post kuretase Pasien diperbolehkan
07.00 TD : 110/70 mmHgN : 88x/menitRR: 20x/menitT: 36,7oCUC: (+) baikTFU: 2 jari di atas simfisis pubis
pulang KIE pasien:
- Datang lagi setelah 7 hari untuk melakukan USG
- Rajin memeriksakan diri setiap minggu selama 3 bulan pertama
- Disarankan untuk menggunakan pil kontrasepsi
- Tidak hamil dulu sampai ± 12 bulan
BAB IVPEMBAHASAN
Pada kasus ini diduga adanya kehamilan mola karena dari anamnesis didapatkan
bahwa terdapat adanya kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang berlebihan.
Pada kasus ini, pasien dengan usia kehamilan 15-16 minggu dengan HPHT 13/01/2013,
sering mengalami pusing, mual dan muntah yang berlebihan sejak awal kehamilannya.
Hiperemesis ini disebabkan oleh peningkatan kadar β-HCG pada pasien mola.
Pasien mengeluh keluar darah pervaginam sejak bulan yang lalu, darah yang keluar
awalnya banyak berwaarna merah kemudian sedikit-sedikit, berwarna kecoklatan. Namun
beberapa hari terakhir darah yang keluar semakin banyak seperti darah menstruasi, disertai
gumpalan-gumpalan seperti anggur berwarna putih yang jumlahnya sedikit. Perdarahan
merupakan gejala utama mola. Biasanya keluhan perdarahan inilah yang menyebabkan
mereka datang ke rumah sakit. Gejala perdarahan ini biasanya terjadi antara bulan pertama
sampai ketujuh dengan rata-rata 12-14 minggu. Sifat perdarahan bisa intermitten, sedikit-
sedikit atau sekaligus banyak sehingga dapat menyebabkan syok. Pada kasus ini, faktor
resiko terjadinya kehamilan mola kemungkinan dikarenakan riwayat kehamilan yaang tidak
berhasil sebelumnya juga risiko usia ibu. Kemungkinan penyebab lain masih belum dapat
diidentifikasi.
Hasil pemeriksaan didapatkan status generalis dalam batas normal. Pemeriksaan obstetri,
TFU dua jari di bawah umbilikus, sudah mengalami penurunan karena ekspulsi spontan
jaringan mola, balotement (-), dan tidak teraba bagian janin. Hasil pemeriksaan dengan
Inspekulo : porsio ukuran normal, livide (+), tampak licin, erosi (-), Ø OUE (+), perdarahan
aktif (-), massa (-), peradangan (-). VT : dinding vagina normal, massa (-), porsio licin, Ø (+),
nyeri goyang porsio (-), Adneksa Parametrium Cavum Douglass dextra et sinistra dbn,
korpus uteri antefleksi 18 minggu, lunak.
Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan USG sebagai pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosa. Dari USG di dapatkan hasil adanya mola hidatidosa. Hasil
pemeriksaan ini mendukung diagnose mola pada pasien. Untuk penatalaksanaan, suction
curetase disertai dengan pemberian infus oksitosin intravena dilakukan pada pasien ini,
karena pasien masih muda yang masih menginginkan anak. Pada saat suction curetase
didapatkan darah dan jaringan mola.. Tindakan suction curetage pada pasien ini sudah tepat
dilakukan dan perlu dilakukan pemeriksaan USG untuk memastikan tidak ada jaringan mola
yang tersisa. Sebagai penatalaksanaan lanjutan pasien sebaiknya menunda kehamilan selama
12 bulan dengan menggunakan kontrasepsi, serta periksa kadar beta hCG sampai memastikan
hormon hCG kembali normal.
BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan kasus ini terdiri dari:
1. Diagnosis pada kasus ini adalah Mola Hidatidosa yang didapatkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.
2. Penatalaksanaan di RSUP NTB yang dilakukan pada pasien ini sudah tepat yaitu dengan
melakukan evakuasi uterus dengan teknik suction curetage, karena karena pasien masih
muda yang masih menginginkan anak dan pasien belum tergolong beresiko tinggi.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohadjo S, Wiknjosastro H. 2009. “Mola Hidatidosa”. Ilmu Kandungan. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo: Jakarta
2. Cunninngham. F.G. dkk. 2006. “Mola Hidatidosa” Penyakit Trofoblastik Gestasional
Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2. EGC: Jakarta.Sumapraja S, Martaadisoebrata D.
2005. Penyakit Serta Kelainan Plasenta dan Selaput Janin, dalam: Ilmu Kebidanan,
Edisi ketiga, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo: Jakarta
3. Sumapraja, S & Martaadisoebrata, D. 2005. Pernyakit Serta Kelainan Plasenta dan
Selaput Janin, dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo. Jakarta. Hal: 342-348.
4. Manuaba I.B.G.F, Manuaba, I.D.C. 2007. Penyakit Trofoblas, dalam: Pengantar
Kuliah Obstetri. EGC: Jakarta
5. Sebire & Seckl., Clinical Review : Gestational Trophoblastic Disease ; Current
Management of Hydatiform Mole. Departement of Medical Oncology : London.
2008.
6. John T. 2006. Gestational Throphoblastic Disease. The American College of
Obstetricians and Gynecologists. Lippincott Williams & Wilkins. Diakses dari
http://www.utilis.net/Morning%20Topics/Gynecology/GTN.PDF , pada 28 Mei 2013
7. Mochtar, R. 1998. Penyakit Trofoblast, dalam Sinopsis Obstetri, Jilid I, Edisi kedua.
EGC: Jakarta
8. Berek & Jonathan S. 2007. “Hydatidiform Mole” Gestational Throphoblastic Disease.
Berek & Novak’s Gynecology 14th Ed. Lippincott Williams & Wilkins