32
Identitas Pasien Nama : An. S TTL : Jakarta, 24-5-2005 Usia : 5 th 8 bulan Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Jakarta pusat Tangal masuk RS : 20-2-2011 JAM 16.30 No.rekam medis : 00-72-76-75 Status di Poli 19-2-2011 jam 08.28 KU : Mata, perut, kaki bengkak KT : batuk PF : Edema palpebra, ascites, edema pretibial, Th/ Cefixime syrup 2 x ½ cto Novakal syrup 2 x 1 cto Prednison 3x/hari (pagi 1 tablet, siang dan malam 2 tablet) Lasix 1 x 200 mg Diagnosa : GNA ALLOANAMNESIS 20-2-2011 1

Laporan Kasus Gna

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan Kasus Gna

Identitas Pasien

Nama : An. S

TTL : Jakarta, 24-5-2005

Usia : 5 th 8 bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jakarta pusat

Tangal masuk RS : 20-2-2011 JAM 16.30

No.rekam medis : 00-72-76-75

Status di Poli

19-2-2011 jam 08.28

KU : Mata, perut, kaki bengkak

KT : batuk

PF : Edema palpebra, ascites, edema pretibial,

Th/

Cefixime syrup 2 x ½ cto

Novakal syrup 2 x 1 cto

Prednison 3x/hari (pagi 1 tablet, siang dan malam 2 tablet)

Lasix 1 x 200 mg

Diagnosa : GNA

ALLOANAMNESIS

20-2-2011

Keluhan Utama: mata sedikit bengkak

Keluhan Tambahan: panas, batuk, pilek

RPS :

12 hari SMRS

• Panas terus menerus, tidak turun dengan obat.

• Batuk berdahak & pilek, dahak bisa keluar

1

Page 2: Laporan Kasus Gna

• Muntah isi makanan 3x/hari

• Makan mau, minum air putih (8 gelas)

10 hari SMRS

• Berobat ke puskesmas : panas , batuk, pilek tidak membaik

6 hari SMRS

• Berobat ke puskesmas : panas, batuk, pilek tidak membaik

• Perut mulai membesar, mata mulai bengkak

• BAK 4x/hari tapi sedikit-sedikit

• Muntah isi makanan 5x/hari

• Rujuk ke rumah sakit

1 hari SMRS

• Berobat ke poli RS

• Diberi obat, berobat jalan karena kamar penuh. Bila kamar kosong dirawat di RS

• Batuk, pilek, panas sudah membaik setelah diberi obat dari poli

MRS

• Mata sedikit bengkak

• (tidak panas, batuk, pilek, pusing, nyeri telan, nyeri pinggang, bak tidak sakit,

BAK kuning, sedikit )

• Rawat dengan rencana pemeriksaan urin/24 jam

Riwayat Penyakit Dahulu : tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga : di keluarga tidak ada yang sakit seperti ini

Tidak ada tekanan darah tinggi

Riwayat kelahiran : Spontan, cukup bulan, BL = 3,5 kg, PB = 48 cm. langsung

menangis

Riwayat Pengobatan : tidak sedang dalam pengobatan jangka panjang

2

Page 3: Laporan Kasus Gna

Riwayat Alergi : Alergi obat tidak ada

Alergi makanan : ikan, madu (gatal, bentol-bentol merah)

Riwayat Imunisasi : sudah imunisasi Hepatitis B, BCG, DPT-Polio I, II, III, dan

Campak

Kesan : imunisasi lengkap

Riwayat Tumbuh Kembang : Jalan usia 12 bulan, duduk usia 6 bulan, tengkurap usia 3

bulan.

Kesimpulan riwayat tumbuh kembang sesuai usia

Riwayat Psikososial : Kontak TB (-)

PEMERIKSAAN FISIK

Kesadaran : Compos mentis

Keadaan Umum : Sakit ringan

Tanda vital:

Suhu : 36,3 0C

Nadi : 80 x/menit, reguler, kuat

Pernapasan : 24 x/menit

TD : 130/100 mmHg

Antropometri

BB : 17 kg

TB : 110 cm

LK : 50 cm (Normocephal)

Status Gizi

BB/U : 17/19 x 100 = 89,4 (Gizi baik)

3

Page 4: Laporan Kasus Gna

TB/U : 110/110 x 100 = 100 (Gizi baik)

BB/TB : 17/19 x 100 = 89,4 (Gizi kurang)

Kesan = Gizi kurang

STATUS GENERALIS

Kepala

Bentuk : normocephal

UU : sudah menutup

Rambut : hitam,distribusi merata

Mata : cekung (-), edema (+/+), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)

Hidung : simetris, sekret -/-, napas cuping hidung -

Mulut : mukosa bibir lembab, lidah tidak kotor, faring tidak hiperemis, tonsil T1/T1

Telinga : serumen -/-

Leher : pembesaran KGB-/-, pembesaran tyroid -/-

Paru

Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris

Palpasi : vocal premitus simetris

Auskultasi : vesikuler, wheezing-/-, ronkhi -/-, slam (+/+)

Perkusi : redup pada kedua lapangan paru

Cor :

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba

Auskultasi : Bj 1 dan Bj 2 reguler, gallop -/-, murmur -/

Perkusi : tidak dilakukan

Abdomen

Inspeksi : Datar

Palpasi : Supel, turgor baik

4

Page 5: Laporan Kasus Gna

Nyeri tekan (-)

Hepar, lien dan ginjal tidak teraba

Nyeri ketuk pinggang -

Perkusi : timpani seluruh abdomen

Auskultasi :peristaltik usus + normal

Lingkar Perut : 52cm

Ekstremitas:

Ekstremitas atas

Akral : Hangat

Edema : Negatif (-/-)

Petekie : - /-

RCT : < 2 detik

Sianosis : -

Ekstremitas bawah

Akral : Hangat

Edema : Negatif (-/-)

Petekie : - /-

RCT : < 2 detik

Sianosis : -

Inguinal : pembesaran KGB –

Anus dan rektum : dalam batas normal

Genitalia : fimosis -, edema -

Pemeriksaan Penunjang

H2TL

Urin Lengkap

Kimia Darah

5

Page 6: Laporan Kasus Gna

Laboratorium

Darah perifer (19-2-11 jam 10.00)

Hb : 10, 3 g/dl (N : 10,8-15,6)

Leukosit : 8,80 ribu/µL (N : 5,00-14,50)

Basofil 0 % (N : 0-1)

Eosinofil 1 % (N :2-4)

Neutrofil batang 3 % (N : 3-5)

Neutrofil segmen 55 % (N : 25-60)

Limfosit 36 % (N : 25-50)

Monosit 5% (N : 1-6)

LED 10 mm (N :0-10)

Trombosit 341.000 (N : 181-521)

Hematokrit 32 % (N : 33-45)

Urinalisis

Warna : kuning (Normal : kuning)

Kejernihan : keruh (jernih)

Leukosit 8-10/LPB (N : 0-5)

Eritrosit 3-4/LPB (N : ≤ 3)

Silinder 2-3 granula kasar/LPK

Sel epitel : gepeng 1+ (N : 1+)

Kristal - (N : negatif)

Bakteria - (N : negatif)

6

Page 7: Laporan Kasus Gna

BJ 1,02 (N : 1,005-1,03)

pH 7,0 (N : 5,00-7,00)

Protein 1+ (negatif < 30 mg/dl)

Glukosa negatif (< 100 mg/dl)

Keton – (normal : negatif)

Darah samar /Hb 1+ (normal : negatif)

Bilirubin – (Normal : negatif)

Urobilin ogen 0,2 mg/dl (N : 0,2-1,00)

Nitrit – (Normal : negatif)

Leukosit esterase – (Normal : negatif)

Kimia Darah

Protein total 6,4 g/dl (N : 6,00-8,00)

Albumin 3,6 g/dl (N : 4,00-5,2)

Ureum darah 21 mg/dl (N : 10-50)

Kreatinin darah 0,4 mg/dl (N : < 1,4)

Asam urat 6,3 mg/dl (N : 3,00-7,00)

Kolesterol total 166 mg/dl (N : < 200)

Kolesterol HDL 50 mg/dl (N : 42-67)

Kolesterol HDL direk 74 mg/dl (N < 100)

RESUME

Anamnesis

Anak laki-laki usia 5 tahun datang dengan keluhan bengkak pada kedua mata sejak 6

hari SMRS. Bengkak juga terjadi pada kaki dan perut sejak 6 hari SMRS namun sudah tidak

membengkak saat MRS. BAK 4x/hari, sedikit sejak 6 hari SMRS. Panas, batuk, pilek sejak

12 hari SMRS. Os dirawat dengan rencana pemeriksaan urin/24 jam.

7

Page 8: Laporan Kasus Gna

Pemeriksaan Fisik

Kesadaran composmentis kesan sakit ringan

Suhu 36,3 C, nadi 80x.mnt reguler, kuat, napas 24 x/mnt. Tensi 130/100 mmHg

status gizi kurang

edema palpebra +

ascites, edema pretibial –

ginjal tidak teraba, nyeri ketok CVA -.

Laboratorium

Darah perifer

Hb : 10, 3 g/dl ( N : 10,8-15,6)

Eosinofil 1 % (N : 2-4)

Hematokrit 32 % (N :33-45)

Urinalisa

Kejernihan : keruh (N :jernih)

Protein 1+ (negatif < 30 mg/dl)

Darah samar /Hb 1+ (N : negatif)

Albumin 3,6 g/dl (N : 4,00-5,2)

Working Diagnosis : GNA

Terapi

Terapi di bangsal

8

Page 9: Laporan Kasus Gna

• Cefixime syrup 2 x ½ cto

• Novakal syrup 2 x 1 cto

• Prednison 3x/hari (pagi 1 tablet, siang dan malam 2 tablet)

• Lasix 1 x 200 mg

• Diet nefrotik

Follow Up

TANGGAL

S O A P

21-2-2011

Tidak ada keluhan

T : 36 cRrR: 24 x/menit HR : 80 x/menit TD : 120/80 mmHgNyeri ketuk CVA –Edema palpebra-, ascites -, edema pretibial –LP : 52 CMBAK 400 cc

GNA Cefixime syrup 2 x ½ cto Novakal syrup 2 x 1 cto Prednison 3x/hari (pagi 1 tablet, siang dan malam 2 tablet)Diet nefrotik

22-2-2011

Tidak ada keluhan

T : 36,5RR : 24 x/menit HR : 80 x/menit TD : 120/70 mmHgEdema pretibial -, ascites -, edema pretibial –LP : 51 cmBAK 800 cc

GNA Cefixime syrup 2 x ½ cto Novakal syrup 2 x 1 cto Prednison 3x/hari (pagi 1 tablet, siang dan malam 2 tablet)Diet nefrotik

TANGGA S O A P

9

Page 10: Laporan Kasus Gna

23-2-2011 Tidak

Ada

keluha

T : 37 c

RR: 20 x/menit

HR : 80 x/menit

TD : 110/70 mmHg

Nyeri ketuk CVA –

Edema palpebra-

LP : 50 CM

BAK 900 cc

GNA Rencana

pulang

TINJAUAN PUSTAKA

10

Page 11: Laporan Kasus Gna

A. Definisi

Glomerulunefritis akut adalah kumpulan manifestasi klinis akibat perubahan struktur dan

faal dari peradangan akut glomerulus. Sindrom ini ditandai dengan timbulnya edema yang

timbul mendadak, hipertensi, hematuri,oliguri, GFR menurun,insuffisiensi ginjal (Enday,

1997)

Glomerulonefritis sebenarnya merupakan istilah umum kelainan ginjal berupa proliferaasi

dan inflamasi glomeruli yang disebabkan sekunder oleh mekanisme imunologis terhadap

antigen tertentu seperti bakteri, virus, parasit tertentu dan zat lain.

Gambaran klinis yang menonjol terutama kelainan dari urin (proteinuria, hematuria,

silinder, eritrosit), penurunan LFG disertai oligouri, bendungan sirkulasi, hipertensi, dan

sembab. Kumpulan semua penyakit glomerulus (parenkhim) baik primer maupun

sekunder dikenal dengan sindrom nefritik akut (SNA)

B. Epidemiologi

Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit

pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian

disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%).

Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8

tahun (40,6%).3

C. Etilogi

Biasanya didahului oleh suatu penyakit infeksi pada saluran pernapasan bagian atas,

misalnya pharyngitis atau tonsillitis dan penyakit kulit.

Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi

saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta

hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60

menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala

klinis. Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya

glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%..3,7

11

Page 12: Laporan Kasus Gna

Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan

bahwa :

1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina

2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A

3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.4

Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi

terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab

glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi

dari streptokokus, penyebab lain diantaranya:

1. Bakteri  :    streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans,

Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella

typhi dll

2. Virus    :    hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis

epidemika dl

3.   Parasit      : malaria dan toksoplasma 1,8

Streptokokus

Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk

pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri yang

heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan oleh

Streptococcus hemolisis β kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies nama S. pyogenes 9,10

S. pyogenes β-hemolitik golongan A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu:

a. Sterptolisin O

12

Page 13: Laporan Kasus Gna

Sterptolisin O adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam

keadaan tereduksi (mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada

oksigen. Sterptolisin O bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang terlihat

ketika pertumbuhan dipotong cukup dalam dan dimasukkan dalam biakan pada

lempeng agar darah. Sterptolisisn O bergabung dengan antisterptolisin O, suatu

antibody yang timbul pada manusia setelah infeksi oleh setiap sterptokokus yang

menghasilkan sterptolisin O. antibody ini  menghambat hemolisis oleh sterptolisin O.

fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibody. Titer serum

antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan

menunjukkan adanya infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar

antibodi yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada orang yang hipersensitifitas.9

b. Sterptolisin S

Sterptolisin S Adalah zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar koloni

sterptokokus yang tumbuh pada permukaan lempeng agar darah. Sterptolisin S bukan

antigen, tetapi zat ini dapat dihambat oleh penghambat non spesifik yang sering ada

dalam serum manusia dan hewan dan tidak bergantung pada pengalaman masa lalu

dengan sterptokokus.9

Bakteri Sterptokokus hidup pada manusia di tenggorokan dan juga kulit. Penyakit

yang sering disebabkan diantaranya adalah faringitis, demam rematik dan

glomerulonefritis.9

D. Patomekanisme

Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga

terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang merupakan

unsur membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi

didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara

mekanis terperangkap dalam membran basalis. Selanjutnya komplomen akan terfiksasi

mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan

13

Page 14: Laporan Kasus Gna

trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak

endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang

terjadi timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya

sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan

protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh

ginjal mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen

antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop

elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop

imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan

hiperseluler disertai invasi PMN.2

Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi

hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi)

mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi komplomen yang menyebabkan

destruksi pada membran basalis glomerulus.11

Kompleks-kompleks ini mengakibatkan komplemen yang dianggap merupakan mediator

utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat

tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus

sendiri, atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen

atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan

komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun,

ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik paa mesangium,

subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola

nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta

komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi

dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini

terkadang dapat diidentifikasi.12,13

Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh

Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi

terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam

sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.7

14

Page 15: Laporan Kasus Gna

Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya

GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plasminogen menjadi plasmin.

Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari

sistem komplemen.7

Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang

dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi

perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapat

meluas diantara sel-sel endotel dan membran basalis, serta menghambat fungsi filtrasi

simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon

cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel.

Pada kasus penimbunan kronik kompleks imun subepitel, maka respon peradangan dan

proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur- angsur

menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang

dibentuk pada sisi epitel.12,13

Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks

imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari

kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks

kecil cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi

sepanjang dinding kapiler di bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran

sedang tidak sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium.

Kompleks juga dapat berlokalisasi pada tempat-tempat lain.

Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen

bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi

spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus

terbatas dan kerusakan dapat ringan dan berlangsung singkat, seperti pada

glomerulonefritis akut post steroptokokus.1,2

Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan

adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik

mengajukan hipotesis sebagai berikut :

15

Page 16: Laporan Kasus Gna

1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis

glomerulus dan kemudian merusaknya.

2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan

badan autoimun yang merusak glomerulus.

3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen

antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana

basalis ginjal.4

16

Ag steptokokus B hemolitik grup A

Streptokinase protein M

Menempel pada glomerulus mekanisme patogenik

Plasminogen plasmin bentuk kompleks Ag-Ab

Aktivasi komplemen

Aktivasi C3

C3 dalam plasma turun deposit pada MBG

Page 17: Laporan Kasus Gna

E. Gejala Klinis

Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi tidak

jarang anak datang dengan gejala berat.. Kerusakan pada rumbai kapiler gromelurus

mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria, seperti yang

telah dikemukakan sebelumnya. Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti

kopi. Kadang-kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh

tubuh. Umumnya edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung. Edema

yang terjadi berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang

mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi

edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan

natrium. Di pagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun

edema paling nyata dibagian anggota bawah tubuh ketika menjelang siang. Derajat edema

biasanya tergantung pada berat peradangan gelmurulus, apakah disertai dengan payah

jantung kongestif, dan seberapa cepat dilakukan pembatasan garam.1,2,7,8

Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian pada

akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal,

17

aktivasi monosit dan neutrofil

respon imun

destruksi MBG

kebocoran protein RBC lewati MBG hiperseluler glomerulus

Proteinuria menurunnya aliran darah glomerulus

hematuria aktivasi RAA

retensi air & elektrolit

hipertensi oliguri edema

Page 18: Laporan Kasus Gna

maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila

keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak seberapa tinggi, tetapi dapat tinggi

sekali pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada

gejala infeksi lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu

makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.1,4,7

Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya sedang.

Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat vasospasme

masih belum diketahui dengan jelas. 1,2

Oliguria tidak sering dijumpai, terdapat pada 5-10% kasus GNAPS dengan produksi urin

kurang dari 350 ml/m2/hari. Oliguria terjadi bila fungsi ginjal menurun atau timbul

kegagalan ginjal akut. Seperti gejala edema, hematuria, hipertensi, oliguria umumnya

timbul dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan timbulknya diuresis

pada akhir minggu pertama. Oliguria bisa pula menjadi anuria yang menunjukkan adanya

kerusakan glomerulus yang berat dengan prognosis yang jelek.

Gejala sistem kardiovaskuler antara lain kongesti sirkulasi yang terjadi pada 20-70% kasus

GNAPS. Dahulu diduga kongesti sirkulasi terjadi akibat hipertensi atau miokarditis, tetapi

ternyata dalam klinik kongesti tetap terjadi walaupun tidak ada hipertensi atau gejala

miokarditis. Ini berarti bahwa kongesti terjadi bukan karena hipertensi atau miokarditis

tetapi diduga akibat retensi Na dan air sehingga terjadi hipervolemia.

Edema paru merupakan gejala yang paling sering terjadi akibat kongesti sirkulasi.

Kelainan ini bisa bersifat asimptomatik, artinya hanya terlihat secara radiologis. Gejala

klinik adalah batuk dan sesak napas. Pada pemeriksaan fisik terdengar ronki.

H. Pemeriksaan penunjang

Urinalisis

Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4). Secara kuantitatif

proteinuria biasanya kurang dari 2 gram/m2/24 jam, tetapi pada keadaan tertenu

dapat melebihi jumlah tersebut.

18

Page 19: Laporan Kasus Gna

Hematuria mikroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita. Adanya eritrosit

dalam urin merupakan tanda penting untuk melacak lebih lanjut kemungkinan

suatu glomerulonefritis. Begitu pula dengan torak eritrosit yang ditemukan pada

60-85% kasus GNAPS. Adanyatorak eritrosit ini menunjukkan adanya suatu

peradangan glomerulus. Walaupun begitu bentuk torak ini bisa pula dijumpai pada

penyakit ginjal lain seperti Acute tubular Necrosis.

Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan

kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji

serologis terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya

infeksi, antara lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase (AH ase), dan anti

Dnase B (AD Nase-B). Skrining antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena

mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen sterptokokus. Titer anti

sterptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan

faringitis, meskipun beberapa starin sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin

O. Sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila

semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi

sterptokokus. Titer ASTO meningkat (> 200) pada hanya 50% kasus, tetapi

antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus biasanya

positif. Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum meningkat, hingga

sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya

infeksi. 1,3,7

Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut

pascastreptokokus dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl).

Penurunan C3 tidak berhubungan dengann parahnya penyakit dan kesembuhan.

Kadar komplomen akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8

minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada glomerulonefritis

yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung

lebih lama.2,12

Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3.

kompleks imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai

nilai diagnostik dan tidak perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.1

19

Page 20: Laporan Kasus Gna

I. Penatalaksanaan

Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di

glomerulus.

1. Istirahat

Istirahat di tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang biasanya timbul

dalam minggu pertama perjalanan penyakit GNAPS. Sesudah fase akut, tidak

dianjurkan lagi istirahat di tempat tidur tetapi tidak diizinkan kegiatan seperti sebelum

sakit. kini penderita dipulangkan sesudah 10-14 hari perawatan dengan syarat tidak

ada komplikasi dan kelainanlaboratorium urin yang masih ada dilakukan pengamatan

lanjut pada waktu berobat jalan.

2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi

beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi

Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya

untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya

sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang

menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen

lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat

dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika

alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari

dibagi 3 \dosis.

Cefixim pada anak 1-4 tahun 100mg/hari dibagi dalam 2 dosis,usia 5-10 tahun

200mg/hari dibagi dalam 2 dosis,1 tablet mengandung 200mg.

Furosemide inj. 0,5-6mg/kg,oral 1-2mg/kg(6-8 jam bila perlu)

Prednison 1-2 mg/kg/hari.

3. Makanan.

Pemberian garam perlu diperhatikan. Bila edema berat, diberikan makanan tanpa

garam dan bila edema ringan, pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1 gram/hari.

20

Page 21: Laporan Kasus Gna

Protein dibatasi bila kadar ureum meninggi yaitu sebanyak 0,5-1 gram/kg/hari.

Asupan cairan harus diperhitungkan dengan baik terutama penderita dengan oliguria

atau anuria, yaitu jumlah cairan yang masuk harus seimbang dengan pengeluaran,

berarti asupan cairan = jumlah urin + insensible water loss (20-25 mg/kg/hari) +

jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan suhu dari normal (10 ml/kg/hari)

Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1

g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan

biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan

IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian

cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal

jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus

dibatasi.

Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa

untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi

dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan

reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam

kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03

mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek

toksis.

Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam

darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan

lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas

tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun

dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.

Diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini

pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit

tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (Repetto dkk,

1972).

Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.1,4,11

21

Page 22: Laporan Kasus Gna

J. Komplikasi

1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat

berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan

uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang

lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum

kadang-kadang di perlukan.

2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat

gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini

disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.

3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran

jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme

pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma.

Jantung dapat memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan

kelainan di miokardium.

4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik

yang menurun.1,3,4,7

K. Prognosis

Glomerulonefritis akut pasca streptokok pada anak-anak mempunyai prognosis baik,

penyembuhan sempurna dapat mencapai 99% dan kematian kurang dari 1%.

22

Page 23: Laporan Kasus Gna

DAFTAR PUSTAKA

1. Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta.

2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Glomerulonefritis akut, 835-839, Infomedika, Jakarta.

3. Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.

4. http://www/.5mcc.com/ Assets/ SUMMARY/TP0373.html. Accessed April 8th, 2009.5. http://www .Findarticles.com/cf0/g2601/0005/2601000596/pi/article.jhtmterm=g

lomerunopritis+salt+dialysis. Accessed April 8th, 2009.6. markum. M.S, Wiguno .P, Siregar.P,1990, Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit Dalam

II, 274-281, Balai Penerbit FKUI,Jakarta.7. Donna J. Lager, M.D.http;//www.vh.org/adult/provider/pathologi/GN/GNHP.html.

Accessed April 8th, 2009.8. http;//www.enh.org/encyclopedia/ency/article/000475.asp. Accessed April 8th, 2009.9. http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/

08_KlarifikasiHistopatologik.html. Accessed April 8th, 2009.10. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/

11_HematuriPadaAnak.html. Accessed April 8th, 2009.11. http://pkukmweb.ukm.my/~danial/Streptococcus.html . Accessed April 8th, 2009.12. http://medlinux.blogspot.com/2007/09/glomerulonephritis-akut.html . Accessed April

8th, 2009.13. http://www.uam.es/departamentos/medicina/patologia/19-20x.JPG . Accessed April

8th, 200914. Rauf, Syarifuddin. Nefrologi Anak.Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-UH. Makasar,

2009

23