37
PRESENTASI KASUS SEORANG ANAK LAKI-LAKI 17 BULAN DENGAN KEJANG DEMAM SEDERHANA DAN FARINGITIS AKUT Oleh : Yessi Perlitasari G0007173/K-13-12 Deni Tri Hananto G0007190/K-14-12 Pembimbing : Fadillah ,dr, SpA, M.Kes

LAPORAN KASUS KEJANG DEMAM

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN KASUS KEJANG DEMAM

PRESENTASI KASUS

SEORANG ANAK LAKI-LAKI 17 BULAN DENGAN KEJANG DEMAM SEDERHANA DAN

FARINGITIS AKUT

Oleh :

Yessi Perlitasari G0007173/K-13-12

Deni Tri Hananto G0007190/K-14-12

Pembimbing :

Fadillah ,dr, SpA, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK LAB / UPF ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2012

Page 2: LAPORAN KASUS KEJANG DEMAM

BAB I

PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. R.J

Umur : 17 bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal Lahir : 20 Mei 2011

Agama : Islam

Nama Ayah : Tn. T

Pekerjaan Ayah : Wiraswasta

Nama Ibu : Ny. W

Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Karangdowo Klaten

Tanggal masuk : 6 Oktober 2012

No. CM : 01153910

II. ANAMNESIS

Anamnesis diperoleh melalui aloanamnesis terhadap ibu pasien.

A. Keluhan Utama

Kejang

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Kurang lebih 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien panas, panas

mendadak tinggi. Panas disertai batuk, tidak ada pilek, tidak disertai muntah

dan sesak napas.

Kurang lebih 1 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien kejang, kejang

terjadi seluruh tubuh. Tangan dan kaki pasien kaku, mata melirik ke atas.

Kejang berlangsung 1 kali selama 4 menit. Setelah kejang berhenti, pasien

menangis. Kemudian oleh keluarga, pasien dibawa ke rumah sakit Dr.

Moewardi. Di IGD pasien tidak kejang tetapi masih panas. Buang air besar

1

Page 3: LAPORAN KASUS KEJANG DEMAM

1 kali/hari, lembek, berwarna kuning. Buang air kecil warna kuning jernih

terakhir 4 jam SMRS.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat kejang sebelumnya karena panas : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat kejang karena panas pada keluarga : (+) ayah

Riwayat epilepsi : (-)

E. Riwayat Kesehatan Keluarga

Ayah : sehat

Ibu : sehat

F. Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal

Pemeriksaan di : Bidan

Frekuensi : Trimester I : 1x/ 1 bulan

Trimester II : 2x/ 1 bulan

Trimester III : 2x/ 1 minggu

Keluhan selama kehamilan: tidak ada

Obat-obatan yang diminum selama kehamilan : vitamin dan tablet penambah

darah.

G. Riwayat Kelahiran :

Pasien lahir di bidan dengan berat badan lahir 3500 gram dan panjang 47

cm, lahir spontan, langsung menangis kuat segera setelah lahir, usia

kehamilan 38 minggu.

H. Riwayat Postnatal

Rutin ke puskesmas setiap bulan untuk menimbang badan dan mendapat

imunisasi.

2

Page 4: LAPORAN KASUS KEJANG DEMAM

I. Imunisasi

Jenis I II III IV

1. BCG

2. DPT

3. Polio

4. Campak

5. Hepatitis B

1 bulan

2 bulan

2 hari

9 bulan

Lahir

-

3 bulan

2 bulan

-

2 bulan

-

4 bulan

3 bulan

-

3 bulan

-

-

4 bulan

-

-

Kesimpulan : imunisasi dasar lengkap sesuai Depkes, tidak sesuai IDAI 2010

J. Riwayat Petumbuhan dan Perkembangan

Motorik Kasar

Mengangkat kepala : 3 bulan

Tengkurap kepala tegak : 4 bulan

Duduk sendiri : 6 bulan

Berdiri sendiri : 11 bulan

Berjalan : 13 bulan

Bahasa

Bersuara “aah/ooh” : 2,5 bulan

Berkata (tidak spesifik) : 8,5 bulan

Motorik halus

Memegang benda : 3,5 bulan

Personal sosial

Tersenyum : 2 bulan

Mulai makan : 6 bulan

Tepuk tangan : 9 bulan

Kesan : pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia

L. Riwayat Makan Minum Anak

1. Usia 0-6 bulan : ASI diselingi dengan ASB, frekuensi minum ASI dan

ASB tiap kali bayi menangis dan tampak kehausan, sehari biasanya lebih

dari 8 kali dan lama menyusui 10 menit, bergantian kiri kanan.

3

Page 5: LAPORAN KASUS KEJANG DEMAM

An. R. J, ♂,17 bulan, 10 kg, 76 cm

2. Usia 6-8 bulan : bubur susu 2-3 kali sehari satu mangkok kecil, dengan

diselingi dengan ASI jika bayi lapar. Buah pisang/pepaya sekali sehari satu

potong (siang hari).

3. Usia 8-12 bulan : nasi tim 3 kali sehari satu mangkok kecil dengan sayur

hijau/wortel, lauk ikan /tempe, dengan diselingi dengan ASI jika bayi

masih lapar. Buah pepaya/pisang sehari 2 potong.

4. Usia 1 tahun - sekarang : diperkenalkan dengan makanan dewasa dengan

sayur bervariasi dan lauk ikan, ayam /tempe, porsi menyesuaikan, 3 kali

sehari. ASI masih tapi hanya kadang-kadang. Buah pepaya/pisang/jeruk

jumlah menyesuaikan.

Kesan : kualitas dan kuantitas cukup

M. Riwayat Keluarga Berencana :

Ibu penderita tidak mengikuti program KB.

N. Pohon Keluarga

Pasien merupakan anak pertama. Ayah dan ibu menikah satu kali. Riwayat

keluarga dengan riwayat kejang demam (+) pada ayah pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

Keadaan umum : sedang

Derajat kesadaran : kompos mentis

Status gizi : kesan gizi baik

4

II

III

I

Page 6: LAPORAN KASUS KEJANG DEMAM

Tanda vital

BB : 10 kg

TB : 76 cm

Nadi : 120 x/menit, reguler, isi tegangan cukup

Pernafasan : 32x/menit, tipe thorakoabdominal

Suhu : 38,2º C (per axiler)

Kulit : Warna sawo matang, kelembaban cukup, ujud kelainan kulit (-)

Kepala : Bentuk mesocephal, rambut hitam sukar dicabut, distribusi

merata, UUB sudah menutup, LK= 49 cm (-2 SD < LK < 0 SD)

Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-),sklera ikterik (-/-),

pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+)

Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)

Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa basah (+)

Telinga : Bentuk normal, sekret(-).

Tenggorok : Uvula ditengah, tonsil hiperemis (-), T1-T1 , faring hiperemis (+)

Leher : Trakea di tengah, kelenjar getah bening tidak membesar

Lymphonodi : Retroaurikuler : tidak membesar

Submandibuler : tidak membesar

Thorax : normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri

Cor

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat

Perkusi : Batas jantung kesan tidak membesar

Kanan atas : SIC II LPSD

Kanan bawah: SIC IV LPSD

Kiri bawah : SIC IV LMCS

Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Pulmo

Inspeksi : Pengembangan dada kanan =kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan =kiri

Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru

5

Page 7: LAPORAN KASUS KEJANG DEMAM

- ---

- ---

- ---

- ---

+4 +4+4+4

Batas paru-hepar : SIC V kanan

Batas paru-lambung : SIC VI kiri

Redup relatif di : SIC V kanan

Redup absolut : SIC VI kanan (hepar)

Auskultasi : SD vesikuler (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-)

Abdomen

Inspeksi : dinding dada setinggi dinding perut

Auskultasi : peristaltik (+) meningkat

Perkusi : tympani

Palpasi : nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor

kembali cepat.

Urogenital : dalam batas normal

Ekstremitas :

Akral dingin Sianosis

Oedem Wasting

ADP teraba kuat

CRT <2”

Pemeriksaan Neurologis

Motorik : Koordinasi baik, kekuatan

Sensorik : Belum dapat dinilai

Reflek Fisiologis : R. Biseps : (+2/+2)

R. Triseps : (+2/+2)

R. Patella : (+2/+2)

R. Archilles : (+2/+2)

Reflek Patologis : R. Babinsky : ( - / - )

R. Chaddock : ( - / - )

R. Oppeinheim : ( - / - )

6

Page 8: LAPORAN KASUS KEJANG DEMAM

Meningeal Sign : Kaku kuduk : ( - )

Brudzinsky I : ( - )

Brudzinsky II : ( - )

Kernig sign : ( - )

Perhitungan Status Gizi (secara antropometris)

BB : 10 kg

TB : 76 cm

Status gizi :

BB/U : 10/10,7 x 100 % = 93,45 % (-2 < BB/U < 0 SD)

TB/U : 76/81 x 100 % = 93,82 % (TB/U=-2SD)

BB/TB: 10/9,5 x 100 % = 105,2 % (0SD< BB/TB <1SD)

Kesan : Gizi baik secara antropometri (WHO, 2010)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium darah tanggal 6 Oktober 2012

Hematologi Rutin

Hb : 11,1 g/dL

Hct : 34 %

AE : 4,27.106/μL

AL : 10,2.103 /μL

AT : 300.103 /μL

Golongan Darah : O

GDS : 172 mg/dl

N : 136 mmol/L

K : 4,0 mmol/L

Cl : 102 mmol/L

7

Indeks Eritrosit Hitung Jenis

MCV : 79,0 /um Eosinofil : 1,00 %

MCH : 26,0 Pg Basofil : 0,10%

MCHC : 32,9 g/dl Netrofil : 64.80 %

RDW : 11,7 % Limfosit : 28,10 %

MPV : 7,1 Fl Monosit : 6,00 %

PDW : 16 %

Page 9: LAPORAN KASUS KEJANG DEMAM

V. RESUME

Kurang lebih 1 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien panas, panas

mendadak tinggi. Panas disertai batuk, tidak ada pilek, dan tidak disertai muntah

Kurang lebih 1 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien kejang, kejang terjadi

seluruh tubuh. Tangan dan kaki pasien kaku, mata melirik ke atas. Kejang

berlangsung 1 kali selama 4 menit. Setelah kejang berhenti, pasien menangis.

Kemudian, oleh keluarga, pasien dibawa ke rumah sakit Dr. Moewardi.

Riwayat imunisasi dasar lengkap sesuai umur dan sesuai Depkes. Riwayat

perkembangan dan pertumbuhan baik. Riwayat pemeliharaan prenatal baik.

Riwayat kelahiran, lahir spontan dengan usia kehamilan 38 minggu,

pemeliharaan postnatal baik.

Pada pemeriksaan fisik diperoleh keadaan umum sedang, komposmentis dan

gizi kesan baik. Pemeriksaan tenggorok didapat faring hiperemis. Tanda vital:

N: 120x/menit, RR: 32x/menit, t= 38,2 oC, pemeriksaan neurologi dalam batas

normal. Status gizi secara antropometris (WHO, 2000) : gizi baik. Pemeriksaan

laboratorium tanggal 10 Oktober 2012 didapatkan, Hb: 11,1 g/dL, Hct: 34 %,

AE: 4,27.106/μL, AL: 10,2.103/μL, AT: 300.102/μL, GDS: 172 mg/dl, Na: 136

mmol/L, K: 4,0 mmol/L, Cl: 102 mmol/L.

VI. DAFTAR MASALAH

1. Demam

2. Kejang (1 kali, kejang 4 menit, setelah kejang, pasien menangis)

3. Faring hiperemis

VII.DIAGNOSIS BANDING

1. Kejang Demam Sederhana

dd : Infeksi Intrakranial

Gangguan Elektrolit

2. Faringitis Akut

8

Page 10: LAPORAN KASUS KEJANG DEMAM

VIII. DIAGNOSIS KERJA

1.) Kejang Demam Sederhana

2.) Faringitis Akut

IX. PENATALAKSANAAN

Terapi

1. O2 nasal 2 lpm

2. IVFD D1/4S 10 tpm

3. Inj. Diazepam 4 mg IV / jika kejang

4. Paracetamol 100 mg per oral jika demam

Monitoring

1. KU dan VS per 4 jam

2. Balance cairan per 8 jam

3. Awasi timbulnya kejang

Planning

1. Pemeriksaan urine feses rutin

2. Cek Kalsium

3. Lumbal Pungsi Pemeriksaan LCS

Edukasi

Kompres hangat jika panas dan menerangkan kondisi pasien terhadap orang tua

pasien

X. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia

Ad sanam : dubia

Ad fungsionam : dubia

9

Page 11: LAPORAN KASUS KEJANG DEMAM

LEMBAR MONITORING

Tanggal Jam Pemeriksaan Terapi6/10/2012

14.00 S : Tidak kejang, panas berkurangO : CM, gizi baikTV : HR = 120 x/1’ RR = 32 x/1’ S = 38,2oC (per axiler)

Paracetamol 100mg/4 jam p.oKompres hangat

22.00 S : Tidak kejang, panas berkurangO : CM, gizi baikTV : HR = 114 x/1’ RR = 36 x/1’ S = 37,6oC (per axiler)

7/10/2012

02.00 S : Tidak kejang, tidak panasO : CM, gizi baikTV : HR = 104 x/1’ RR = 32 x/1’ S = 36,9oC (per axiler)

06.00 S : Tidak kejang, tidak panas O : CM, gizi baikTV : HR = 124 x/1’ RR = 38 x/1’ S = 36,7 oC (per axiler)

BALANCE CAIRAN

INPUT 14.00 22.00 06.00MakanMinumInfus

50 100 10050 - 50255 255 255

OUTPUTBABBAK

MuntahIWL

- 100 -100 200 200

- - -120 120 120

Total +135 -65 +85

10

Page 12: LAPORAN KASUS KEJANG DEMAM

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KEJANG DEMAM

1.) DEFINISI

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses

ekstrakranium.1 Kejang demam adalah kejang yang berhubungan dengan

demam (suhu diatas 39oC per rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat

atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia 1 bulan dan tidak ada

riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.2

Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam

adalah suatu kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan

dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya

infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.3 Anak yang pernah kejang tanpa

demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang

demam.1,3 Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 4 minggu (1

bulan) tidak termasuk kejang demam.1,3 Kejang demam harus dibedakan dengan

epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.2 Definisi ini

menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis,

ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis

yang berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya

mengenai susunan saraf pusat.3 Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih

dari 5 tahun menaglami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain

misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. 2

2. EPIDEMIOLOGI

Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika

Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20%

kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul

11

Page 13: LAPORAN KASUS KEJANG DEMAM

pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit lebih

sering pada laki-laki.3 Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan

samapi 5 tahun.1Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia 6

bulan sampai 5 tahun hampir 2 - 5%.2,10

3. KLASIFIKASI

Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :

a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)

Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan

umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau

klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam 24 jam. Kejang

demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh kejang demam.

b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)

Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :

1.) Kejang lama > 15 menit

2.) Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului

kejang parsial

3.) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.5

4. FAKTOR RESIKO

Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain

itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara

kandung, perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak dalam

perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama,

kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih dan kira-

kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi

meningkat dengan usia dini, usia dibawah 18 bulan, cepatnya anak mendapat

kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat

keluarga kejang demam dan riwayat keluarga epilepsi. 5,6

Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya gangguan

neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam

12

Page 14: LAPORAN KASUS KEJANG DEMAM

keluarga, lamanya demam saat awitan kejang dan lebih dari satu kali kejang

demam kompleks. 5,6

5. PATOFISIOLOGI

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak

diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk

metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah

oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan

diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak

adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel

dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah

lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel

neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit

dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida

(Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+

rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena

perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat

perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel dari sel neuron.

Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan

bantuan enzim Na-KATPase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :

a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau

aliran listrik dari sekitarnya.

c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau

keturunan.9

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.

Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh

tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada

13

Page 15: LAPORAN KASUS KEJANG DEMAM

kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari

membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium

maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas

muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat

meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan

bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak

mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi

rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan

suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah

terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang

tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini

dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi

pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu

diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang

berlangsung singkat biasanya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala

sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)

biasanya disertai gejala apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi

untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea,

asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial

disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat

disebkan oleh meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan

metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor

penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya

kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang

mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan

timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.

Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan

kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” dikemudian hari,

sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang

berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga

terjadi epilepsi.9

14

Page 16: LAPORAN KASUS KEJANG DEMAM

6. MANIFESTASI KLINIS

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan

dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh

infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut,

bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam

24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan

dapat berbentuk tonik – klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik

(kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama

10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan

berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit,

gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih

atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas),

dan kulitnya kebiruan.1,9,10

Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak

memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian

anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam

yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan

gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat

berbahaya dan dapat menimbulkan kerusakan permanen dari otak.4

7. DIAGNOSIS

a. Anamnesis

1.) Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu

sebelum/saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab

demam diluar susunan saraf pusat.

2.) Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi

dalam keluarga.

3.) Singkirkan penyebab kejang lainnya.

b. Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal, tanda

peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.6

c. Pemeriksaan Penunjang

1.) Pemeriksaan laboratorium

15

Page 17: LAPORAN KASUS KEJANG DEMAM

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada

kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber

infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis

dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat

dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.5

2.) Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau

menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis

bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk

menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena

manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal

dianjurkan pada ; bayi kurng dari 12 bulan sangat dianjurkan

dilakukan, bayi antara 12-18 bulan dianjurkan, bayi > 19 bulan tidak

rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan

pungsi lumbal. 5

3.) Elektroensefalografi (EEG)

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi

berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian

epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak

direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada

keadaan kejang demam tidak khas misalnya kejang demam kompleks

pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.5

4.) Pencitraan

Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography

scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali

dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti ; kelainan

neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI, papil

edema.5

8. DIAGNOSIS BANDING

Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya

meningitis atau ensefalitis. Pungsi Lumbal teriondikasi bila ada kecurigaan

16

Page 18: LAPORAN KASUS KEJANG DEMAM

klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti ototis media tidak

menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapatkan antibiotika

maka perlu pertimbangan pungsi lumbal. 2

9. PENATALAKSANAAN

a. Penatalaksanaan saat kejang

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien

datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat

yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena

adalah 0,3 -0,5 mg/kg perlahan –lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit

atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang

praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam

rektal. Diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg

untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat

badan lebih dari 10 kg. Atau Diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk

anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3

tahun.5

Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti,

dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval

waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian Diazepam rektal masih

tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan

Diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum

berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20

mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50

mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari,

dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum

berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang

berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam

apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.5

b. Pemberian obat pada saat demam

17

Page 19: LAPORAN KASUS KEJANG DEMAM

1. Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik

mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di

Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis

Paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan 4

kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10

mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat

dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari

18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak

dianjurkan.2,3,5

2. Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat

demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% -60%

kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8

jam pada suhu > 38,5oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan

menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-

39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat

demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.

c. Pemberian Obat Rumat

1. Indikasi Pemberian obat Rumat

Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan

ciri sebagai berikut (salah satu) ;

- Kejang lama > 15 menit

- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah

kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy,

retardasi mental, hidrocephalus.

- Kejang fokal

Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua kali

atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari

12 bulan, kejang demam ≥ 4 kali per tahun.5

18

Page 20: LAPORAN KASUS KEJANG DEMAM

2. Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari

efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan

bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan

obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat

hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek.

Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan

perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat

ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang

berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan

gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam

2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis.

Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian

dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.5

10. EDUKASI PADA ORANG TUA

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada

saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah

meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :

a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis

baik

b. Memberitahukan cara penanganan kejang

c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus

diingat adanya efek samping obat.4,5

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang

a. Tetap tenang dan tidak panik.

b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.

c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.

Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun

kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam

mulut.

19

Page 21: LAPORAN KASUS KEJANG DEMAM

a. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.

b. Tetap bersama pasien selama kejang.

c. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah

berhenti.

d. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau

lebih .5

11. VAKSINASI

Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap

anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena

vaksinasi jarang. Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki

kecenderungan berulang yang lebih besar daripada kejang demam pada

umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi kemungkinan besar tidak akan

berulang pada imunisasi berikutnya. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT

adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi, Risiko ini tinggi pada

hari imunisasi, dan menurun setelahnya.5,7 Sedangkan setelah vaksinasi MMR

25-34 per 100.000, resiko meningkat pada hari 8-14 setelah imunisasi.7

Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak demam,

terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak

merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.5

12. PROGNOSIS

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah

dilaporkan.8 Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal

pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif

melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini

biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik

umum atau fokal. Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.5,9

BAGAN PENGHENTIAN KEJANG DEMAM

20

KEJANG

Page 22: LAPORAN KASUS KEJANG DEMAM

KEJANGDiazepam rektal

( 5 menit )

Di Rumah Sakit

KEJANGDiazepam IV, Kecepatan 0,5-1 mg/menit (3-5 menit)(depresi pernapasan dapat terjadi)

KEJANGFenitoin bolus IV 10-20 mg/kgBBKecepatan 0,5 -1 mg/kgBB/menit

KEJANGTransfer ke Ruang Rawat Intensif

KETERANGAN :

1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermitten atau rumatan diberikan

berdasarkan kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.

2. Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur dengan cairan

NaCl fisiologis, untuk mengurangi sfek samping aritmia dan hipotensi.6

BAB III

ANALISIS KASUS

Diagnosis kejang demam kompleks pada kasus ini berdasarkan :

21

1. Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB atau BB < 10 kg = 5 mg, BB > 10 kg = 10 mg2. Diazepam IV 0,3-0,5 mg/kgBB

Page 23: LAPORAN KASUS KEJANG DEMAM

a. Anamnesis

- kejang (1 kali, tidak berulang kurang dari 24 jam, lama kejang 4 menit,

setelah kejang pasien menangis)

- panas yang mendadak tinggi

b. Pemeriksaan fisik

Kami dapatkan suhu 38,2oC per axiler, faring hiperemis. Tidak

didapatkan reflek patologis maupun meningeal sign.

c. Pemeriksaan Penunjang

Penyebab dari kejang demam pada pasien kemungkinan berasal dari

infeksi faringitis akut.

Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu diberikan parasetamol 100 mg untuk

mengatasi demam, kemudian diberikan juga injeksi diazepam 3 mg secara intravena

jika terjadi kejang. Pemberian diazepam ini digunakan sebagai obat potong kejang.

Edukasi yang diberikan kepada keluarga mengenai penyakit ini adalah bahwa

kejang dapat timbul kembali jika pasien panas. Oleh karena itu, keluarga pasien

harus sedia obat penurun panas, termometer, dan kompres hangat jika pasien panas.

Dan perlu dijelaskan alasan pemberian obat rumatan adalah untuk menurunkan

resiko berulangnya kejang. Lama pengobatan rumatan adalah 1 tahun bebas kejang,

kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 sampai 2 bulan.

22

Page 24: LAPORAN KASUS KEJANG DEMAM

DAFTAR PUSTAKA

1. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran. Media

Aesculapius FKUI. Jakarta.

2. Behrem RE, Kliegman RM,. 1992. Nelson Texbook of Pediatrics. WB

Sauders.Philadelpia.

3. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006. Konsensus

Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI. Jakarta

4. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar Pelayanan Medis

Kesehatan Anak. Badan penerbit IDAI. Jakarta

5. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2. FKUI.

Jakarta.

23