Upload
galuh-ajeng-laraswati
View
223
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/10/2019 Laporan Kasus Pis
1/24
1
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 64 tahun
Alamat : Cigasong Desa Mekamulya
Status : Menikah
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 17 Agustus 2014
ANAMNESIS : Allowanamnesa(19 Agustus 2014)
Keluhan Utama : Tangan dan kaki sebelah kanan tidak bisa digerakkan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Os datang dengan keluhan sejak 3 jam SMRS jatuh dari tempat tidur saat mau ke kamar
mandi. Setelah jatuh os tidak mengalami penurunan kesadaran, os mengeluhkan tangan dan kakisebelah kanan tidk bisa digerakkan, bicara pelo, mual dan nyeri kepala. Riwayat muntah tidak
dirasakan pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit seperti ini sebelumnya disangkal.Riwayat tekanan darah tinggi (+),
penyakit kencing manis tidak ada, penyakit ginjal tidak tahu, penyakit jantung tidak tahu, riwayat
jatuh disangkal, riwayat operasi disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada yang mengalami gejala yang sama dengan Os.
8/10/2019 Laporan Kasus Pis
2/24
2
Riwayat Psikososial :
Pasien memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan yg berlemak,dan kurang olahraga, Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga dan tidak pernah memeriksakan diri ke dokter.
Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat
PEMERIKSAAN FISIK
Saat di IGD ( 17 Agustus 2014)
Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Composmentis Tanda-tanda Vital :
- Nadi : 96 x/menit
- Pernapasan : 22 x/menit
- Suhu : 36 0C
- TD : 221/111 mmHg
PEMERIKSAAN FISIK (Bangsal Flamboyan, 19 Agustus 2014) Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Composmentis Tanda-tanda Vital :
- Nadi : 80 x/menit, reguler.
- Pernapasan : 20 x/menit
- Suhu : 35,9 0C
- TD : 140/90 mmHg
8/10/2019 Laporan Kasus Pis
3/24
3
STATUS GENERALIS
Status Generalis
Kepala dan leher
- Kepala : Normochepal
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik(-/-)
- Hidung : Normonasi, sekret (-/-), epistaksis (-/-).
- Telinga : Normotia, serumen (-/-), sekret (-/-), darah (-/-).
- Mulut : bibir kering (+), bibir simetris, sianosis (-)
- Leher : Pembesaran KGB (-), tiroid (-).
Thoraks
Paru
Inspeksi : simetris, retraksi dinding dada (-/-) Palpasi : tidak dapat dilakukan Perkusi : sonor pada kedua lapang paru Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis terlihat pada ICS 5 midclavikula sinistra Palpasi : iktus kordis teraba pada ICS 5 midclavikula sinistra
Perkusi : Batas kanan jantung ICS 4, linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung ICS 4, linea midclavikularis sinistra
Auskultasi : BJ I-II ireguler, murmur (-), gallop(-)
Abdomen Inspeksi : bentuk datar Auskultasi : BU (+) normal pada 4 kuadran Perkusi : timpani pada seluruh abdomen, asites (-) Palpasi : nyeri tekan (-), nyeri epigastrium (-), hepar, lien,
tidak teraba.
8/10/2019 Laporan Kasus Pis
4/24
4
Ekstremitas
Atas : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-) Bawah : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-),sianosis (-/-)
STATUS NEUROLOGIK
Kesadaran : Compos Mentis
Rangsang Meningeal
- Kaku Kuduk : (-)
- Lasegue sign : Negatif
- Kernig sign : Negatif
- Brudzinski I : Negatif
- Brudzinski II : Negatif
- Brudzinski III : Negatif
SARAF KRANIAL
N.I (Olfaktorius) : KANAN KIRI
Daya pembau tidakdilakukan tidak dilakukan
N.II (Optikus) KANAN KIRI
Visus : Normal Normal
Lapang pandang : Normal Normal
Funduskopi : tidak dilakukan tidak dilakukan
N.III(Okulomotorius) KANAN KIRI
Ptosis : - -
8/10/2019 Laporan Kasus Pis
5/24
5
Ukuran pupil : 3 mm 3 mm
Bentuk pupil : bulat(isokor) bulat(isokor)
Gerakan bola mata :
- Atas : Normal Normal
- Bawah : Normal Normal
- Medial : Normal Normal
Dolls eye : + +
Refleks cahaya :
- Refleks cahaya direk + +
- Reflek cahaya indirek + +
N.IV (Trokhlearis) KANAN KIRI
Gerakan mata ke medial bawah normal normal
N.V(Trigeminus) KANAN KIRI
Menggigit (+) (+)
Membuka mulut Baik Baik
Sensibilitas Baik Baik
Refleks kornea Baik Baik
N.VI(Abdusens) KANAN KIRI
Gerak mata ke lateral Normal Normal
N.VII(Fasialis) KANAN KIRI
Kerutan kulit dahi Normal Normal
Lipatan nasolabialis Normal Normal
8/10/2019 Laporan Kasus Pis
6/24
6
Menutup mata Normal Normal
Mengangkat alis Normal Normal
Menyeringai Faso labialis tidak simetris Normal
Daya kecap lidah 2/3 depan tidakdilakukan
N.VIII(Vestibulokokhlearis) KANAN KIRI
Tes bisik tidak dilakukan
Tes rinne Tidak dilakukan
Tes weber Tidak dilakukan
Tes schwabach Tidak dilakukan
N.IX&X KANAN KIRI
Daya kecap lidah 1/3 belakang Tidak dilakukan
Uvula secara pasif Normal Normal
Menelan Normal Normal
Refleks muntah tidak dilakukan tidak dilakukan
N.XI(Aksesorius) KANAN KIRI
Memalingkan kepala Normal Normal
Mengangkat bahu Normal Normal
N.XII(Hipoglosus)
Sikap lidah : Normal Normal
Atrofi otot lidah : (-) (-)
8/10/2019 Laporan Kasus Pis
7/24
8/10/2019 Laporan Kasus Pis
8/24
8
Oppenheim : (-/-)
Gordon : (-/-)
Dolls Eyes (-/-) Refleks Pupil (+/+) Nistagmus (tidak dilakukan)
PEMERIKSAAN PENUNJANG Elektrolit (K,Na,Cl)
- Natrium : 139,9 mmol/l
- Kalium: 4,93 mmol/l
- Klorida : 103,5 mmol/l Hematologi Analizer
- Hb : 11,4 gr/dl
- Trombosit : 239 ribu/mm
- Ht : 31,9 %
- Leukosit : 10,9 ribu/mm
- Eritrosit : 3,86 juta/uL Klinik
- Kreatinin : 2,04 mg/dl
- Ureum : 84,3 mg/dl
- GDS : 121 mg/dl
CT Scan
8/10/2019 Laporan Kasus Pis
9/24
9
Keterangan :
Dilakukan CT scan kepala potongan axial tanpa dan dengan kontras,
HASIL :
- Tampak lesi hiperdens pada ventrikel lateral sinistra- Tidak tampak midline shift- Ventrikel kanan tidak melebar
KESAN :
Lesi hiperdens pada ventrikel sinistra, ec perdarahan intraventrikuler
sinistra
RESUMEPerempuan umur 64 tahun jatuh dari tempat tidur saat mau ke kamar
mandi. Os tidak mengalami penurunan kesadaran, os mengeluhkan tangan dan kaki
kanan tidak bisa digerakkan, bicara pelo, mual dan nyeri kepala. Riwayat kejang
dan muntah disangkal.
Berdasarkan pemeriksaan fisik(Bangsal Flamboyan, 19 Agustus 2014)
Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Composmentis Tanda-tanda Vital :
- Nadi : 80 x/menit, reguler.
- Pernapasan : 20 x/menit
- Suhu : 35,9 0C
- TD : 140/90 mmHg
Hasil Ct scan
KESAN :
Lesi hiperdens pada ventrikel sinistra
DIAGNOSA
Stroke Perdarahan Intracerebral system arteri carotis dextra faktor risiko hipertensi
8/10/2019 Laporan Kasus Pis
10/24
10
PENATALAKSANAAN
- Drip Manitol 200-150-200 dalam 24 jam selama 5 hari- citicoline 250 2x1- Ranitidin 2X1- Nimotop 4x1- Rencana VP shunt
8/10/2019 Laporan Kasus Pis
11/24
11
TINJAUAN TEORI
1. Stroke Hemoragik
I. Definisi Stroke
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih
dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak (WHO 1986)
Stroke adalah gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan gangguan
peredaran darah otak dimana secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara
cepat (dalam beberappa jam) timbul gejala dan tanda sesuai dengan daerah fokal di
otak yang terganggu (Chandra,1986).
II. Stroke Hemoragik 1) Klasifikasi Stroke Hemoragik
Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases
and Related Health Problem 10 th Revision, stroke hemoragik dibagi atas:
a. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari
pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma.Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor
penyebab lainnya adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah, penyakit
darah seperti hemofilia, leukemia, trombositopenia, pemakaian antikoagulan
angiomatosa dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat, amiloidosis
serebrovaskular.
b. Perdarahan Subarakhnoidal (PSA)
Perdarahan Subarakhnoidal (PSA) adalah keadaan terdapatnya/masuknya
darah ke dalam ruangan subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi karena
pecahnya aneurisma (50%), pecahnya malformasi arteriovena atau MAV
(5%), berasal dari PIS (20%) dan 25% kausanya tidak diketahui.
8/10/2019 Laporan Kasus Pis
12/24
12
c. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi akibat robeknya vena
jembatan ( bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak
dan sinus venosus di dalam durameter atau karena robeknya araknoidea.
2) Gejala Stroke Hemoragik
a. Gejala Perdarahan Intraserebral (PIS)
Gejala yang sering djumpai pada perdarahan intraserebral adalah: nyeri
kepala berat, mual, muntah dan adanya darah di rongga subarakhnoid pada
pemeriksaan pungsi lumbal merupakan gejala penyerta yang khas. Serangan
sering kali di siang hari, waktu beraktivitas dan saat emosi/marah.
Kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang
dari setengah jam, 23% antara 1/2-2 jam, dan 12% terjadi setelah 3 jam).
b. Gejala Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Pada penderita PSA dijumpai gejala: nyeri kepala yang hebat, nyeri di leher
dan punggung, mual, muntah, fotofobia . Pada pemeriksaan fisik dapat
dilakukan dengan pemeriksaan kaku kuduk, Lasegue dan Kernig untuk
mengetahui kondisi rangsangan selaput otak, jika terasa nyeri maka telah
terjadi gangguan pada fungsi saraf. Pada gangguan fungsi saraf otonom
terjadi demam setelah 24 jam. Bila berat, maka terjadi ulkus pepticum
karena pemberian obat antimuntah disertai peningkatan kadar gula darah,
glukosuria, albuminuria, dan perubahan pada EKG.
c. Gejala Perdarahan SubduralPada penderita perdarahan subdural akan dijumpai gejala: nyeri kepala,
tajam penglihatan mundur akibat edema papil yang terjadi, tanda-tanda
defisit neurologik daerah otak yang tertekan. Gejala ini timbul berminggu-
minggu hingga berbulan-bulan setelah terjadinya trauma kepala.
8/10/2019 Laporan Kasus Pis
13/24
13
3) Diagnosis Stroke Hemoragik
a. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda-tanda klinis dari hasil
pemeriksaan. Untuk pemeriksaan tambahan dapat dilakukan dengan
Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), Magnetic Resonance
Imaging (MRI), Elektrokardiografi (EKG), Elektroensefalografi (EEG),
Ultrasonografi (USG), dan Angiografi cerebral .
b. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Diagnosis didasarkan atas gejala-gejala dan tanda klinis. Pemeriksaan
tambahan dapat dilakukan dengan Multislices CT-Angiografi , MR
Angiografi atau Digital Substraction Angiography (DSA).
c. Perdarahan Subdural
Diagnosis didasarkan atas pemeriksaan yaitu dilakukan foto tengkorak
antero-posterior dengan sisi daerah trauma. Selain itu, dapat juga dilakukan
dengan CT-Scan dan EEG.
Oleh karena tidak seluruh Rumah Sakit memiliki alat-alat di atas, maka
untuk memudahkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem lain, misalnya
sistem skoring yaitu sistem yang berdasarkan gejala klinis yang ada pada saat
pasien masuk Rumah Sakit. Sistem skoring yang sering digunakan antara lain:
8/10/2019 Laporan Kasus Pis
14/24
14
1. Score Gajah Mada
Dasar 3 gejala :
Penurunan kesadaran
Nyeri kepala
Refleks Babinski
Interpretasi :
Perdarahan :Kombinasi +++, ++-, +-+, -++, +--, -+-
Iskemik Akut / Infark : Kombinasi --+, ---
2. Siriraj Hospital Score (Poungvarin, 1991)
= (2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x tekanan darahdiastolik) (3 x atheroma) 12.
Kesadaran:Sadar = 0; mengantuk,stupor = 1; semikoma,koma = 2Muntah : tidak =0 ; ya = 1Sakit kepala : tidak = 0 ; ya =1Tanda tanda ateroma : tidak ada = 0 atau lebih tanda ateroma = 1 (anamnesisdiabetes, angina, klaudikasio intermitten)
Pembacaan:Skor > 1 : perdarahan otakSkor < -1 : infark otak
1) Epidemiologi Stroke
Distribusi Frekuensi Stroke
a. Menurut Orang Berdasarkan data penderita stroke yang dirawat oleh Pusat Pengembangan
dan Penanggulangan Stroke Nasional (P3SN) RSUP Bukittinggi pada tahun 2002,
terdapat 501 pasien, yang terdiri dari usia 20-30 tahun sebesar 3,59%, usia 30-50
tahun sebesar 20,76%, usia 51-70 tahun sebesar 52,69% dan usia 71-90 tahun
sebesar 22,95%.
Hasil penelitian Syarif. R di Rumah Sakit PTP Nusantara II Medan tahun
1999-2003 menunjukkan bahwa dari 220 sampel yang diteliti, berdasarkan suku penderita stroke yang dirawat inap sebagian besar bersuku Jawa sebanyak 120
8/10/2019 Laporan Kasus Pis
15/24
15
orang (54,5%) dan yang terendah suku Minang sebanyak 3 orang (1,4%),
berdasarkan status perkawinan penderita stroke yang dirawat inap sebagian besar
berstatus kawin sebanyak 217 orang (98,6%) dan yang berstatus tidak kawin
sebanyak 3 orang (1,4%).
b. Menurut Tempat
Menurut American Heart Association , diperkirakan terjadi 3 juta penderita
stroke pertahun, dan 500.000 penderita stroke yang baru terjadi pertahun. Angka
kematian penderita stroke di Amerika adalah 50-100/100.000 penderita pertahun.
Di Indonesia diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 orang terkena serangan
stroke, 125.000 orang meninggal dunia dengan CFR 25% dan yang mengalami
cacat ringan atau berat dengan proporsi 75% (375.000 orang).
8/10/2019 Laporan Kasus Pis
16/24
8/10/2019 Laporan Kasus Pis
17/24
17
iii. Ras/bangsa
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada orang kulit putih. Hal
ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan gaya hidup. Pada tahun 2004 di
Amerika terdapat penderita stroke pada laki-laki yang berkulit putih sebesar
37,1% dan yang berkulit hitam sebesar 62,9% sedangkan pada wanita yang
berkulit putih sebesar 41,3% dan yang berkulit hitam sebesar 58,7%.
iv. Hereditas
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi,
jantung, diabetes dan kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam keluarga,
terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia
kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko terkena stroke. Menurut penelitian
Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun
1997-2001 riwayat stroke pada keluarga meningkatkan risiko terkena stroke sebesar
29,3%.
b. Faktor risiko yang dapat dirubah:
i. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke. Hipertensi
meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 4 sampai 6 kali. Makin tinggi
tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena terjadinya kerusakan
pada dinding pembuluh darah sehingga memudahkan terjadinya
penyumbatan/perdarahan otak. Sebanyak 70% dari orang yang terserang stroke
mempunyai tekanan darah tinggi.
ii. Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat
hipertensi. Diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis
(pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh terhadap
terjadinya stroke. Menurut penelitian Siregar F (2002) di RSUP Haji Adam
Malik Medan dengan desain case control , penderita diabetes melitus
mempunyai risiko terkena stroke dengan OR: 3,39. Artinya risiko terjadinya
stroke pada penderita diabetes mellitus 3,39 kali dibandingkan dengan yang
tidak menderita diabetes mellitus.
8/10/2019 Laporan Kasus Pis
18/24
18
iii. Penyakit Jantung
Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi
atrium/ atrial fibrillation (AF), karena memudahkan terjadinya penggumpalan
darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh darah di otak. Di
samping itu juga penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot
jantung, pasca operasi jantung juga memperbesar risiko stroke. Fibrilasi atrium
yang tidak diobati meningkatkan risiko stroke 4-7 kali.
iv. Transient Ischemic Attack (TIA)
Sekitar 1 dari seratus orang dewasa akan mengalami paling sedikit 1 kali
serangan iskemik sesaat (TIA) seumur hidup mereka. Jika diobati dengan benar,
sekitar 1/10 dari para pasien ini kemudian akan mengalami stroke dalam 3,5
bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima
tahun setelah serangan pertama. Risiko TIA untuk terkena stroke 35-60% dalam
waktu lima tahun.
v. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes
melitus. Obesitas meningkatkan risiko stroke sebesar 15%. Obesitas dapat
meningkatkan hipertensi, jantung, diabetes dan aterosklerosis yang semuanya
akan meningkatkan kemungkinan terkena serangan stroke.
vi. Hiperkolesterolemia
Kondisi ini secara langsung dan tidak langsung meningkatkan faktor risiko,
tingginya kolesterol dapat merusak dinding pembuluh darah dan
juga menyebabkan penyakit jantung koroner. Kolesterol yang tinggi terutama
Low Density Lipoprotein (LDL) akan membentuk plak di dalam pembuluh
darah dan dapat menyumbat pembuluh darah baik di jantung maupun di otak.
Kadar kolesterol total > 200 mg/dl meningkatkan risiko stroke 1,31-2,9 kali.
8/10/2019 Laporan Kasus Pis
19/24
19
vii. Merokok
Berdasarkan penelitian Siregar F (2002) di RSUP Haji Adam Malik Medan
dengan desain case control , kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena
stroke sebesar 4 kali. Merokok menyebabkan penyempitan dan pengerasan
arteri di seluruh tubuh (termasuk yang ada di otak dan jantung), sehingga
merokok mendorong terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran darah, dan
menyebabkan darah mudah menggumpal.
viii. Alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu metabolisme tubuh,
sehingga terjadi dislipidemia, diabetes melitus, mempengaruhi berat badan dan
tekanan darah, dapat merusak sel-sel saraf tepi, saraf otak dan lain-lain. Semua
ini mempermudah terjadinya stroke. Konsumsi alkohol berlebihan
meningkatkan risiko terkena stroke 2-3 kali.
ix. Stres
Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres psiokososial dapat
menyebabkan depresi. Jika depresi berkombinasi dengan faktor risiko lain
(misalnya, aterosklerosis berat, penyakit jantung atau hipertensi) dapat memicu
terjadinya stroke. Depresi meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 2 kali.
x. Penyalahgunaan Obat
3) Pada orang-orang yang menggunakan narkoba terutama jenis suntikan
akan mempermudah terjadinya stroke, akibat dari infeksi dan kerusakan
dinding pembuluh darah otak. Di samping itu, zat narkoba itu sendiri
akan mempengaruhi metabolisme tubuh, sehingga mudah terserang
stroke. Hasil pengumpulan data dari rumah sakit Jakarta tahun 2001
yang menangani narkoba, didapatkan bahwa lebih dari 50% pengguna
narkoba dengan suntikan berisiko terkena stroke.
2. Patofisiologi
Kebanyakan kasus PIS terjadi pada pasien dengan hipertensi
kronik. Keadaan ini menyebabkan perubahan arteriosklerotik pembuluh darah kecil, terutama pada cabang-cabang arteri serebri
8/10/2019 Laporan Kasus Pis
20/24
20
media, yang mensuplai ke dalam basal ganglia dan kapsula interna.
Pembuluh-pembuluh darah ini menjadi lemah, sehingga terjadi
robekan dan reduplikasi pada lamina interna, hialinisasi lapisan
media dan akhirnya terbentuk aneurisma kecil yang dikenal dengananeurisma Charcot-Bouchard. Hal yang sama dapat terjadi
pembuluh darah yang mensuplai pons dan serebelum. Rupturnya
satu dari pembuluh darah yang lemah menyebabkan perdarahan ke
dalam substansi otak (Gilroy,2000; Ropper, 2005). Pada pasien
dengan tekanan darah normal dan pasien usia tua, PIS dapat
disebabkan adanya cerebral amyloid angiopathy (CAA). Keadaan
ini disebabkan adanya akumulasi protein -amyloid didalam dinding
arteri leptomeningen dan kortikal yang berukuran kecil dan sedang.
Penumpukan protein -amyloid ini menggantikan kolagen dan
elemen-elemen kontraktil, menyebabkan arteri menjadi rapuh dan
lemah, yang memudahkan terjadinya resiko ruptur spontan.
Berkurangnya elemen-elemen kontraktil disertai vasokonstriksi
dapat menimbulkan perdarahan masif, dan dapat meluas ke dalam
ventrikel atau ruang subdural. Selanjutnya, berkurangnya
kontraktilitas menimbulkan kecenderungan perdarahan di
kemudian hari. Hal ini memiliki hubungan yang signifikan antara
apolipoprotein E4 dengan perdarahan serebral yang berhubungan
dengan amyloid angiopathy (Gilroy, 2000; Ropper, 2005;
O'Donnel, 2000).
Suatu malformasi angiomatous (arteriovenous malformation/AVM) pada otak dapat ruptur dan menimbulkan perdarahan intraserebral
tipe lobular. Gangguan aliran venous karena stenosis atau oklusi
dari aliran vena akan meningkatkan terjadinya perdarahan dari
suatu AVM (Caplan,2000;Gilroy,2000; Ropper, 2005).
Terapi antikoagulan juga dapat meningkatkan resiko terjadinya
perdarahan intraserebral, terutama pada pasien-pasien dengan
trombosis vena, emboli paru, penyakit serebrovaskular dengan
8/10/2019 Laporan Kasus Pis
21/24
21
transient ischemic attack (TIA) atau katub jantung prostetik. Nilai
internationa! normalized ratio (INR) 2,0 - 3,0 merupakan batas
adekuat antikoagulasi pada semua kasus kecuali untuk pencegahan
emboli pada katub jantung prostetik, dimana nilai yangdirekomendasikan berkisar 2,5 - 3,5. Antikoagulan lain seperti
heparin, trombolitik dan aspirin meningkatkan resiko PIS.
Penggunaan trornbolitik setelah infark miokard sering diikuti
terjadinya PIS pada beberapa ribu pasien tiap tahunnya
(Caplan,2000; Gilroy,2000;Ropper,2005).
3. Penatalaksanaan
a. Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di instalasi gawat darurat
dan merupakan tindakan resusitasi cerebro-cardio-pulmonal
bertujuan agar kerusakan jaringan di otak tidak meluas. Pada
stadium ini , pasien diberi Oksigen 2L/menit dan cairan
kristaloid/koloid: hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin
dalam H2O.
Dilakukan pemeriksaan CT-scan otak, elektrokardiografi, foto
toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin
time/INR, APTT,glukosa darah,kimia darah , jika hipoksia
lakukan analisis gas darah.
b. Stadium Akut
pada stadium ini dilakukan penanganan faktor risiko etiologicmaupun penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik,
okupasi,wicara dan psikologis serta telaah social untuk
membantu pemulihan pasien.
Terapi umum :
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume
hematoma > 30mL, perdarahan intraventrikuler dengan
hidrosefalus, dan keaadaan klinis cenderung memburuk .
8/10/2019 Laporan Kasus Pis
22/24
22
Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah
premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg,
diastolic >120 mmHg, MAP > 130 mmHg dan volume
hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanandarah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg
(pemberian dalam 2 menit) maksimum 300mg; enalapril iv
0,625-1,25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.
Jika didapatkan tanda tekanan intracranial meningkat, posisi
kepala dinaikkan 30, posisi kepala dan dada di satu bidang,
pemberian manitol bolus iv 0,25-1 g/kgBB per 30 menit . Jika
kejang diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3
menit, maksimal 100mg/hari; dilanjutkan pemberian
antikonvulsan per oral (Fenitoin,karbamazepin). Jika kejang
muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral
jangka panjang. Tukak lambung diatasi dengan antagonis H2
parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton: komplikasi
saluran nafas decegah dengan fisioterapi dan antibiotic
spectrum luas.
Terapi khusus :
Pemberian neuroprotektor kecuali yang bersifat vasodilator.
Tindakan bedah perlu dipertimbangkan dengan usia dan letak
perdarahan bila pasien kondisinya memburuk dengan
perdarahan serebelum berdiameter >3cm 3, hidrocefalus akut
akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan tanda
peningkatan tekanan intracranial akut dan ancaman herniasi.
Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis
kalsium (nimodipin) atau tindakan bedah
(ligasi,embilisasi,ekstirpasi maupun gamma knife) jika
penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena
(AVM).
8/10/2019 Laporan Kasus Pis
23/24
23
c. Stadium Sub Akut
tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku,
menelan, t erapi wicara, dan bladder training. Penatalaksanaan
komplikasi, prevensi sekunder, edukasi keluarga dan Discharge Planning.
4. Komplikasi :
a. Neurologis :
a) Hipoksia serebral
b) Udem otak
c) Hidrocefalus d) Infark berdarah
e) Vasospasme
f) Higroma
b. Nonneurologis :
a) Dekubitus
b) Bronkopneumonia c) Hipertensi reaktif
d) Hiperglikemi reaktif
e) Udem paru
f) Kelainan jantung
g) Tromboplebitis
h) Sistitis
i) Kontraktur
8/10/2019 Laporan Kasus Pis
24/24
DAFTAR PUSTAKA
1. Hinson ,E, Holly; Hanley ,F, Daniel; Ziai , C ,Wendy. Management of
Intraventricular Hemorrhage: Curr Neurol Neurosci Rep. 2010 March
2. Jauch, C,Edward . Acute Management of Stroke . Medscape 2014
3. Liebeskind,S,David . Hemorrhagic Stroke. Medscape 2014
4. Octaviani,Donna .et.al. Perdarahan Intraventrikuler Primer. Indonesian
Medical association Journal Volume 61,Nomor :5, Mei 2011.
5. PERDOSSI. Pedoman penatalaksanaan stroke. Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia , 2007
6. Perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia. Hidrosefalus . Dalam :Harsono, Editor. Buku Ajar Neurologi Klinik. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press; 2005. Hal. 209-16
7. Setyopranoto,Ismail . Stroke : Gejala dan Penatalaksanaan. CDK 185
Vol.38 no.4 Mei-Juni 2011.
8. Sidharta ,Priguna : Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Jakarta (2008)
9. Sjair Z. Tomografi Komputer Kepala. In : Ekayuda I, Editor. Radiologi
Diagnostik FKUI. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. p 387-91.