Laporan Kasus Sepsis Neonatorum

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ss

Citation preview

Laporan Kasus

SEPSIS NEONATORUM

Oleh: dr. Heru Sigit Pramono

RSUD DEMANG SEPULAU RAYALAMPUNG TENGAH

MARET 20151

2

BAB IPENDAHULUAN

Sepsis pada bayi baru lahir (BBL) atau yang biasa disebut sepsis neonatal merupakan masalah yang belum dapat terpecahkan. Hampir sebagian BBL yang dirawat di negara berkembang memiliki keterkaitan dengan sepsis. Angka mortalitas BBL yang cukup tinggi, yaitu 42%, dapat disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan, tetanus neonatorum, sepsis, dan infeksi gastrointestinal. Sepsis neonatal memiliki case fatality rate yang cukup tinggi terkait faktor risiko infeksi pada masa perinatal yang belum dapat dicegah secara optimal.1Angka kejadian sepsis neonatal di negara berkembang mencapai 1,8-18/1000 kelahiran.2 Bayi laki-laki lebih berisiko mengalami sepsis dibandingkan bayi perempuan, insidensinya pun meningkat pada bayi kurang bulan (BKB) dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).3 Belum ada data mengenai insidensi sepsis neonatal di Indonesia. Laporan angka kejadian di rumah sakit menunjukkan angka yang lebih tinggi pada rumah sakit rujukan. Data di RSCM menyatakan bahwa angka kejadian sepsis neonatal mencapai 13,7% dengan angka kematian 14%.4Salah satu indikator penting adanya stres dan penyakit pada bayi adalah hipoglikemia. Hipoglikemia pada neonatus biasanya didefinisikan sebagai nilai glukosa serum 12 jam, ibu dengan demam intrapartum > 37,5C, apgar skor rendah berat badan lahir sangat rendah (BBLR < 1500 gram), usia gravida < 37 minggu, kehamilan ganda, keputihan pada ibu yang tidak diobati, dan ibu ISK atau tersangka ISK yang tidak diobati.13Faktor risiko dari neonatal antara lain prematuritas, berat lahir rendah, asfiksia, resusitasi setelah persalinan, prosedur invasif, anomali kongenital, nutrisi parenteral, dan rawat inap yang cukup lama di neonatal intensive care unit (NICU). Sedangkan faktor lainnya meliputi jenis kelamin laki-laki, neonatus berkulit hitam, dan berasal dari tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah.12 3.1.4KlasifikasiSepsis neonatal biasanya dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu sepsis awitan dini (SAD) dan sepsis awitan lambat (SAL). Pada awitan dini, ditemukan kelainan pada usia < 3 hari dan infeksi terjadi secara vertikal karena penyakit ibu atau infeksi yang diderita ibu selama persalinan atau kelahiran. Sedangkan pada awitan lambat terjadi infeksi dari kuman yag berasal dari lingkungan sekitar Bayi Tetelah hari ke-3 kelahiran, disebut pula infeksi transmisi horisontal, termasuk infeksi nosokomial.3Di negara maju, kuman tersering yang ditemukan pada kasus SAD adalah Streptokokus Grup B (>40% kasus), Escherichia coli, Haemophilus influenza, dan Listeria monocytogenes, sedangkan di negara berkembang termasuk Indonesia, mikroorganisme penyebabnya adalah batang gram negatif.14 Angka kejadian SAD berkisar 3,5 kasus per 1000 kelahiran hidup dengan angka mortalitas sebesar 15-50%.15Sepsis awitan lambat (SAL) merupakan infeksi postnatal (lebih dari 72 jam) yang diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nosokomial). Angka mortalitas SAL lebih rendah daripada SAD yaitu kira-kira 10-20%. Di negara maju, Coagulase-negatif Staphilococci (CONS) dan Candida albicans merupakan penyebab utama SAL, sedangkan di negara berkembang didominasi oleh mikroorganisme batang Gram negatif (E. coli, Klebsiella, dan Pseudomonas aeruginosa).16

3.1.5PatofisiologiSejak masa kehamilan sampai ketuban pecah, janin relatif terlindungi dari flora normal ibu oleh membran/dinding korioamniotik, plasenta, dan faktor antibakteria dalam air ketuban. Beberapa tindakan medis yang mengganggu integritas isi rahim seperti amniosintesis, cervical cerclage, pengambilan contoh vili korialis transservikal, atau pengambilan contoh darah perkutaneus, dapat memudahkan organisme normal kulit atau vagina masuk sehingga menyebabkan amnionitis dan infeksi sekunder pada janin. Bila ketuban pecah lebih dari 24 jam, bakteri vagina dapat bergerak naik dan pada beberapa kasus menyebabkan infamasi pada membran janin, tali pusat, dan plasenta.17Infeksi pada janin dapat disebabkan oleh aspirasi air ketuban yang terinfeksi yang mengakibatkan neonatus lahir mati, persalinan kurang bulan, atau sepsis neonatal. Infeksi pada ibu saat proses kelahiran terutama infeksi genital adalah jalur utama transmisi maternal dan dapat berperan penting pada kejadian infeksi neonatal. Infeksi hematogen transplasental selama atau segera sebelum persalinan (termasuk saat pelepasan plasenta) dapat terjadi walaupun infeksi lebih mungkin terjadi saat neonatus melewati jalan lahir. Saat bakteri mencapai aliran darah, sistem monosit-makrofag dapat menyingkirkan organisme tersebut secara efisien dengan opsonisasi oleh antibodi dan komplemen sehingga bakteriemi hanya terjadi singkat. Bakteremia tergantung dari usia pasien, virulensi dan jumlah bakteri dalam darah, status nutrisi dan imunologis, waktu dan asal intervensi terapi.17Perjalanan penyakit yang terjadi pada sepsis neonatus dapat dilihat di Tabel 1.Tabel 1. Manifestasi Klinis dan Tahapan Sepsis pada NeonatusBila ditemukan dua atau lebih keadaan: Laju nafas >60x/m dengan/tanpa retraksi dan desaturasi O2 Suhu tubuh tidak stabil (37.5C) Waktu pengisian kapiler > 3 detik Hitung leukosit 34000x109/L CRP >10mg/dl IL-6 atau IL-8 >70pg/ml 16 S rRNA gene PCR : PositifFetal Inflammatory Response Syndrome (FIRS)AtauSystemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)

Terdapat satu atau lebih kriteria FIRS/SIRS disertai dengan gejala klinis infeksi seperti terlihat dalam Tabel 2.SEPSIS

Sepsis disertai hipotensi dan disfungsi organ tunggalSEPSIS BERAT

Sepsis berat disertai hipotensi dan kebutuhan resusitasi cairan dan obat-obat inotropikSYOKSEPTIK

Terdapat disfungsi multi organ meskipun telah mendapatkan pengobatan optimalSINDROM DISFUNGSIMULTIORGAN

Sumber : Haque KN.Pediatr Crit Care Med 2005; 6(3): 45-9

Tabel 2. Kriteria SIRSUsia NeonatusSuhuLaju nadi per menitLaju napas per menitJumlah leukosit X 103/mm3

0-7 hari>38,5oC atau 180 atau 50>34

7-30 hari>38,5oC atau 180 atau 40>19,5 atau 60x/menit dengan/tanpa retraksi dan desaturasi O2, suhu tubuh tidak stabil (37.5C), waktu pengisian kapiler > 3 detik, hitung leukosit 34000x109/L, CRP >10mg/dl, IL-6 atau IL-8 >70pg/ml, dan 16 S rRNA gene PCR ditemukan positif.25 Definisi sepsis neonatal ditegakkan apabila terdapat keadaan SIRS/FIRS yang dipicu infeksi baik berbentuk tersangka (suspected) infeksi maupun terbukti (proven) infeksi. Selanjutnya dikemukakan, sepsis neonatus ditegakkan apabila ditemukan satu atau lebih kriteria FIRS/SIRS yang disertai dengan gambaran klinis sepsis.3Sepsis neonatal diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu sepsis awitan dini dan awitan lambat. Pada sepsis awitan dini, kelainan ditemukan pada hari-hari pertama kehidupan (di bawah usia 3 hari). Infeksi terjadi secara vertikal karena penyakit ibu atau infeksi yang diderita ibu selama persalinan atau kelahiran. Sedangkan sepsis awitan lambat biasanya disebabkan kuman yang berasal dari lingkungan sekitar bayi setelah hari ketiga kelahiran, dapat disebut juga transmisi horizontal dan termasuk di dalamnya infeksi nosokomial. Sehingga klasifikasi sepsis ini ditentukan berdasarkan waktu paparan kuman dan macam kuman penyebab infeksi, sedangkan patogenesis dan gambaran klinisnya tidak berbeda.3Manifestasi klinis dari sepsis antara lain takikardi, asfiksia, lemah, hipotermia/hipertermia, hipoglikemia/terkadang hiperglikemia, hingga mengarah kepada kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh. Gangguan fungsi organ tubuh meliputi kelainan susunan saraf pusat yaitu letargis, refleks hisap buruk, menangis lemah, kadang-kadang high pitch cry, dan rewel, bahkan disertai kejang. Kelainan kardiovaskular seperti hipotensi, pucat, sianosis, dingin, dan clummy skin. Bayi dapat pula memperlihatkan kelainan hematologik, gastrointestinal, ataupun perdarahan, ikterus, muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi minum, waktu pengosongan lambung yang memanjang, takipnea, apnea, merintih, dan retraksi.8,16Jika dibandingkan dengan kasus Bayi I, terdapat beberapa gambaran klinis yang mengarah kepada sepsis neonatal. Pada perjalanan awal penyakit, Bayi I mengalami demam pada usia 2 hari, sehingga termasuk dalam kategori sepsis awitan dini. Instabilitas suhu yang terjadi pada Bayi Idapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanya infeksi, kenaikan suhu lingkungan yag berlebihan, dehidrasi, atau perubahan mekanisme pengaturan panas sentral yang berhubungan dengan trauma lahir pada otak, malformasi, dan obat-obatan.3 Berdasarkan pengakuan ibu, tidak ada peningkatan suhu lingkungan sebelum Bayi I demam, bayi menyusu ASI cukup banyak, dan tidak ada riwayat trauma lahir pada otak, malformasi, ataupun penggunaan obat-obatan. Sehingga dugaan hipertemia mengarah kepada proses infeksi.Selain itu, Bayi I juga mengalami kejang pada hari ke-3. Tipe kejang yang terjadi yaitu subtle. Manifestasi klinis kejang sangat bervariasi bahkan sering sulit membedakan dengan gerakan normal bayi itu sendiri. Mekanisme terjadinya kejang akibat loncatan muatan listrik yang berlebihan dan sinkron pada otak atau depolarisasi otak yang mengakibatkan gerakan berulang. Kejang dapat terjadi pada neonatus yang memiliki kelainan susunan saraf purat (meningitis, perdarahan intrakranial, tumor)) atau karena masalah sistemik maupun metabolik seperti hipoglikemia, hipokalsemia, proses infeksi, dan lain sebagainya.3 Bayi Imendapatkani injeksi fenobarbital 52 mg bolus untuk loading dose dan fenobarbital 2 x 7,5 mg untuk maintenance. Hal ini sesuai dengan tatalaksana kejang pada neonatus yaitu pemberian fenobarbital 20 mg/kgBB intravena dalam waktu 5 menit, jika kejang tidak berhenti dapat diulang dengan dosis 10 mg/kgBB sebanyak 2 kali dengan selang waktu 30 menit. Jika tidak tersedia jalur intravena atau tidak terdapat sediaan obat intravena, maka dapat diberikan intramuskular. Bila kejang berlanjut diberikan fenitoin 20 mg/kgBB intravena dalam larutan faram fisiologis dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit. Untuk terapi rumatan diberikan fenobarbital dengan dosis 3-5 mg/kgBB/hari dosis tunggal atau terbagi setiap 12 jam secara intravena atau per oral, hingga bebas kejang 7 hari. Dapat pula menggunakan fenitoin 4-8 mg/kgBB/hari intravena atau per oral dengan dosis terbagi 2 atau 3.3, 9, 18Pada Bayi I, tidak ditemukan adanya tanda kelainan susunan saraf pusat berupa peningkatan tekanan intrakranial maupun penurunan tingkat kesadaran, sehingga kejang yang terjadi pada Bayi S lebih mengarah pada masalah sistemik dan metabolik yang terjadi, kedua keadaan tersebut merupakan faktor pencetus kejang pada neonatus.Gambaran klinis lain yang terdapat pada Bayi I yang terkait dengan gejalan non spesifik sepsis adalah manifestasi gangguan pernafasan yang ditunjukkan dengan adanya retraksi bahkan sempat dihari kedua perawatan terjadi kondisi gagal napas dan apneu.3Penegakkan diagnosis dini sepsis neonatal berdasarkan gejala dan tanda klinis sangat sulit dilakukan karena tidak spesifik. Gejala dan tanda sepsis neonatal tidak berbeda dengan gejala penyakit non infeksi berat lainnya pada BBL. Sehingga dalam menentukan diagnosis diperlukan berbagai informasi antara lain faktor risiko, gambaran klinik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan laboratorium termasuk pemeriksaan biakan darah. Hasil biakan sampai saat ini masih menjadi baku emas dalam menentukan diagnosis, tetapi hasil pemeriksaan membutuhkan waktu minimal 2-5 hari.26Kultur darah seharusnya dilakukan pada Bayi I untuk memastikan adanya infeksi sistemik oleh mikroorganisme. Jika hasil pemeriksaan menunjukkan adanya bakteri pada darah. Hal ini menjadi dasar ditetapkannya diagnosis sepsis neonatus. Hasil kultur darah yang tidak ada, sehingga Bayi I mendapatkan terapi antibiotik empirik berupa cefotaxime. Pemilihan antibiotik untuk sepsis neonatus dapat dilihat pada tabel berikut.Tabel 3. Regimen Antibiotik untuk Sepsis Neonatal

Selain antibiotik, Bayi I juga mendapatkan terapi perawatan inkubator untuk menjaga stabilisasi suhu. Selain iyu, Bayi Ijuga mendapatkan terapi oksigen dengan Continous Positive Airway Pressure (CPAP) yang berguna untuk mempertahankan tekanan positif pada saluran napas neonatus selama pernapasan spontan. Bayi I juga mendapatkan infus D5 NS untuk memenuhi kebutuhan cairan sekaligus koreksi kadar glukosa yang rendah. Menurut teori, pemantauan glukosa harus selalu dilakukan hingga bayi dapat menerima asupan dengan penuh atau mendapatkan infus glukosa terus-menerus secara teratur dan 3 kali pemeriksaan yang dilakukan setiap jam hasilnya normal.5Bayi I juga mendapatkan nutrisi parenteral protein dan lipid dalam bentuk aminofusin dan ivelip. Nutrisi parenteral diberikan sebagai dukungan nutrisi bagi pasien yang tidak dapat mengkonsumsi atau menyerap sejumlah makanan secara adekuat melalui traktus gastrointestinal. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah pasien yang karena sesuatu sebab atau keadaan tidak dapat, tidak boleh atau tidak mau makan.29 Besarnya kebutuhan protein mulai dari 2 gram/kgBB/hari dan ditingkatkan 0,5-1,0 gram/kgBB/hari hingga maksimal 3,0-3,5 gram/kgBB/hari. Sedangkan kebutuhan lipid dimulai dari 0,5-1,0 gram/kgBB/hari dan ditingkatkan 0,5 gram/kgBB/hari hingga maksimal 3,0-4,0 gram/kgBB/hari.5Sebelum dilakukannya pemeriksaan kultur darah pada Bayi I, diagnosis untuk kasus ini antara lain sepsis neonatal, infeksi neonatal, dan meningitis serta ensafalitis. Pada kasus infeksi neonatal terjadi proses infeksi tanpa diiringi adanya SIRS. Infeksi adalah invasi dan multiplikasi mikroorganisme seperti bakteri, virus, dan parasit, yang secara tidak normal berada dalam tubuh. Sebuah infeksi bisa tidak menimbulkan gejala dan bermanifestasi subklinis, maupun bisa menimbulkan gejala dan menjadi jelas secara klinis. Sedangkan pada tetanus neonatorum biasanya dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis meliputi gejala progresif adanya kesulitan minum (menghisap dan menelan), peka rangsang dan bayi menangis terus menerus. Gejala khas yang lain adalah adanya kekakuan dan spasme otot. Kekakuan otot melibatkan otot masseter, otot-otot perut dan tulang belakang. Spasme otot bersifat intermiten dengan interval waktu yang berbeda-beda tergantung dari tingkat keparahan penyakit.30 Setelah dilakukan pemeriksaan kultur darah, maka diagnosis sepsis neonatal dapat ditegakkan.Prognosis pada kasus sepsis neonatal tergantung dari banyak faktor. Dengan diagnosis dini dan terapi yang tepat, prognosis pasien baik. Tetapi apabila ada tanda dan gejala yang mengarah pada sepsis berat hingga disfungsi multiorgan, akan meningkatkan angka kematian. Rasio kematian pada sepsis neonatal 24 kali lebih tinggi pada bayi kurang bulan dibandingkan bayi cukup bulan. Rasio kematian pada sepsis awitan dini adalah 15-40% dan pada sepsis awitan lambat adalah 10-20%.28

DAFTAR PUSTAKA

1. Child Health Research Project Special Report : Reducing perinatal and neonatal mortality, report of a meeting. Baltimore, 1999; 3(1): 6-12.

2. Gerdes JS. Diagnosis and management of bacterial infections in the neonate. Pediat Clin N Am 2004; 51: 939-59.

3. IDAI: Aminullah A. Sepsis pada bayi baru lahir. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, dkk. Dalam: Buku ajar neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI 2009, 170-187.

4. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. Rohsiswatmo R. Kontroversi diagnosis sepsis nenatorum. Dalam: Update in neonatal infection. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM 2005, 32-43.

5. Yunanto A. Hipoglikemia pada neonatus. Dalam: Panduan praktik klinik neonatologi. Danar Wijaya 2013, 189-192.

6. Gomella TC. Seizure activity in neonatology. Dalam: Gomella TC, Cunningham MD, Eyal FG. Management, procedure, on-call problems and drugs. Edisi ke-5. New York: Lange medical publ 2004, 310-3.

7. Scher MS. Neonatal Seizures. Dalam: Taeusch HW, Ballard RA, Gleason CA. Averys disease of the newborn. Edisi ke-8. Philadelphia: Elsevier Saunders 2005, 1005-25.

8. Haque KN. Definitions of bloodstream infection in the newborn. Pediatr Crit Care Med 2005; 6: 45-9.

9. Pusponegoro TS. Sepsis pada neonatus (sepsis neonatal). Sari Pediatri 2000; 2: 96-102.

10. Kosim MS. Infeksi neonatal akibat air ketuban keruh. Sari Pediatri 2009; 11: 212-8.

11. Osrin D, Vergnano S, Costello A. Serious bacterial infections in newborn infants in developing countries. Curr Opin Infect Dis 2004;17: 217-24.

12. Utomo MT. Risk factors of neonatal sepsis: a preliminary study in dr. soetomo hospital. Indonesian Journal of Tropical and Infectious Disease 2010; 1: 23-6.

13. Sankar MJ, Agarwal R, Deorari AK, Paul VK. Sepsis in The Newborn. Devision of Neonatology. Departement of Pediatrics. All India Institute Sciences.New Delhi; 2008.

14. Yurdakok M. Antibiotic use in neonatal sepsis. Turk J Pediatr 1994; 40(1): 17-33.

15. Schuchat A, Zywicki SS, Dinsmoor MJ, Mercer B, Romaguera J, OSullivan MJ, et al. Risk factors and opportunities for prevention of early-onset neonatal sepsis: A multicenter case-Control Study. Pediatrics 2000; 105: 21-6.

16. Rodrigo I. Changing patterns of neonatal sepsis. Sri Lanka J Child Health 2002; 31: 3-8.

17. Chiesa C, Alessandra PA, Osborn JF, Simonetti AF, Pacifco1 L. Diagnosis of neonatal sepsis: a clinical and laboratory challenge. Clin Chem 20074; 50: 279-87.

18. Departemen Kesehatan RI IDAI (UKK Perinatologi) - MNH. Pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal esensial dasar (buku acuan). Kosim MS, Indarso F, Sarosa GI, Hendrarto TW. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2005.

19. Nurdin B, Satriono. Hipoglikemia pada anak. Cermin Dunia Kedokteran 1992; 75: 27-32.

20. Narayan S, Aggarwal R, Deorari AK, Paul VK. Hypoglycemia in the newborn. Division of Neonatology, Department of Pediatrics. All India Institute of Medical Sciences.

21. Adcock LM, Papile LA. Perinatal asphyxia. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincott Williams Wilkins; 2008.h.518-28.

22. Merrill JD, Ballard RA. Resuscitation in the delivery room. Dalam: Ballard RA, Taeusch HW, Gleason CA, penyunting. Averys diseases of the newborn: Care of the high risk infant. Edisi ke-8. Philadelphia: WB Saunders;2005.h.349-63.

23. Azlin E. Hubungan antara skor apgar dengan kadar glukosa darah pada bayi baru lahir. Sari Pediatri 2011; 13(3): 174-8

24. Indarso F. Hipoglikemia pada bayi baru lahir. Diunduh dari http://old.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-ztvf267.htm (15 Maret 2015)

25. Haque KH. Definitions of bloodstream infection in the newborn. Pediatr Crit Care Med 2005; 6(3): S45-9.

26. Kumar Y, Qunibi M, Neal TJ, Yoxall CW. Time to positivity of neonatal blood cultures. Arch Dis Child Fetal Neonatal 2001; 85: 182-6.

27. Venkatesh MP, Placencia F, Weisman LE. Coagulase-negatif staphylococcal infections in the neonate and child: an update. Elsevier Inc 2006, 120-127

28. Health Technology Assessment Indonesia Departemen Kesehatan RI. Penatalaksanaan sepsis neonatorum. Aminullah A, Gatot D, Kosim S. Jakarta: HTA Indonesia-Depkes RI, 2007.

29. Hendarto A, Nasar SS. Aspek praktis nutrisi parenteral pada anak. Sari Pediatri 2002; 3(4): 227 234

30