13
Cutaneus Larva Migrans yang diterapi dengan Albendazol krim 10% Nur Rachma Jumiaty, Khairuddin Djawad , Siswanto Wahab, Nurelly N. Waspodo Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin/RS. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Indonesia Abstrak Latar belakang. Cutaneus Larva Migrans (CLM) adalah suatu kondisi dermatologi yang disebabkan migrasi larva nematoda, paling sering Ancylostoma braziliense pada anjing dan kucing.Predileksi yang paling sering adalah kaki (interdigital, dorsum pedis, dan telapak kaki), bokong, dan tangan. Kasus. Dilaporkan satu kasus CLM pada seorang laki-laki umur 13 tahun . Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis adanya riwayat kontak dengan tanah tanpa alas kaki, pemeriksaan fisik berupa lesi kulit berkelok-kelok dan serpiginosa. Terapi diberikan berupa topikal albendazol 10% yang dioles dua kali sehari, dan oral cetirizine sekali sehari. Diskusi. Gambaran lesi CLM mengalami perbaikan dan gejala pruritus menghilang setelah terapi topikal albendazol 10% selama sepuluh hari, dan terapi oral berupa cetirizine sekali sehari. Kata kunci : Cutaneus larva migrans, terapi albendazol. Abstract Background: Cutaneous Larva Migrans (CLM) is a dermatologic condition caused migration nematode larvae, most commonly Ancylostoma braziliense in dogs and is the most frequent cat .Predilection in foot (interdigital, dorsum pedis, and soles of the feet), buttocks, and arms. Case: Reported one case of CLM in a man aged 13years. The diagnosis is based on history a history of contact with the ground, a physical examination of skin lesions and serpiginosa winding. Therapy is given in the form of albendazole 10% twice a day, and once-daily cetirizine Discussion: CLM lesions improved picture and pruritus symptoms decreased after therapy topical albendazole 10% for ten days, and once daily cetirizine. 1

LAPORAN KASUS Zoonosis Arda

  • Upload
    nunungs

  • View
    237

  • Download
    6

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan kasus

Citation preview

Cutaneus Larva Migrans yang diterapi dengan Albendazol krim 10%Nur Rachma Jumiaty, Khairuddin Djawad , Siswanto Wahab, Nurelly N. WaspodoDepartemen Ilmu Kesehatan Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin/RS. Wahidin SudirohusodoMakassar, Indonesia

AbstrakLatar belakang. Cutaneus Larva Migrans (CLM) adalah suatu kondisi dermatologi yang disebabkan migrasi larva nematoda, paling sering Ancylostoma braziliense pada anjing dan kucing.Predileksi yang paling sering adalah kaki (interdigital, dorsum pedis, dan telapak kaki), bokong, dan tangan.Kasus. Dilaporkan satu kasus CLM pada seorang laki-laki umur 13 tahun . Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis adanya riwayat kontak dengan tanah tanpa alas kaki, pemeriksaan fisik berupa lesi kulit berkelok-kelok dan serpiginosa. Terapi diberikan berupa topikal albendazol 10% yang dioles dua kali sehari, dan oral cetirizine sekali sehari.Diskusi. Gambaran lesi CLM mengalami perbaikan dan gejala pruritus menghilang setelah terapi topikal albendazol 10% selama sepuluh hari, dan terapi oral berupa cetirizine sekali sehari.Kata kunci : Cutaneus larva migrans, terapi albendazol.

AbstractBackground: Cutaneous Larva Migrans (CLM) is a dermatologic condition caused migration nematode larvae, most commonly Ancylostoma braziliense in dogs and is the most frequent cat .Predilection in foot (interdigital, dorsum pedis, and soles of the feet), buttocks, and arms.Case: Reported one case of CLM in a man aged 13years. The diagnosis is based on history a history of contact with the ground, a physical examination of skin lesions and serpiginosa winding. Therapy is given in the form of albendazole 10% twice a day, and once-daily cetirizine Discussion: CLM lesions improved picture and pruritus symptoms decreased after therapy topical albendazole 10% for ten days, and once daily cetirizine. Keywords: Cutaneous Larva Migrans, albendazol treatment

PENDAHULUANCutaneous Larva Migrans (CLM) disebut juga creeping eruption, creeping verminous dermatitis, sandworm eruption, plumbers itch, atau duck hunters itch merupakan suatu kelainan kulit yang disebabkan migrasi larva nematoda pada subkutan, terutama oleh spesies Ancylostoma braziliense. 1,2 Anjing dan kucing merupakan host dari cacing tambang yang menyebabkan CLM yang lain adalah A. caninum (anjing), A.ceylanicum , Uncinaria stenocephala (anjing), Bunostomum phlebotomum (hewan ternak), dan penyebab yang jarang lainnya termasuk Necator americanus (manusiua), Ancylostoma duodenale dan Ancylostoma tubaeforme.(3-4) Manifestasi klinis CLM pertama kali dilaporkan terkait dengan larva A. braziliense oleh Kirby-Smith et al pada tahun 1926.(5)Cacing tambang pada kucing dan anjing terjadi di seluruh dunia, meskipun spesies cacing tambang terjadi pada daerah geografis, berbeda dengan A. braziliense ditemukan pada iklim tropis dan subtropis. Di antara wisatawan, frekuensi CLM dilaporkan dikaitkan dengan alasan untuk perjalanan, misalnya turis atau bisnis, wilayah geografis dikunjungi, dan usia. Infeksi dikaitkan dengan kemungkinan peningkatan paparan kulit yang tidak terlindung di antara berlibur wisatawan dan kelompok usia muda (5,6,7)Siklus hidup cacing tambang dimulai saat telur cacing pada feses binatang, dan saat defekasi telur-telur tersebut dikeluarkan melalui feses dan menetap di tanah yang hangat dan suhu yang lembab. Dalam 2 hari telur akan menetas pada tanah yang hangat dan suhu yang lembab, dan hidup dalam bentuk larva selama 30 hari. Penularan terjadi saat manusia kontak dengan tanah yang terkontaminasi. Larva kemudian mengadakan penetrasi ke kulit manusia dan memulai migrasinya pada epidermis bagian bawah, bermigrasi beberapa sentimeter setiap harinya, larva ini berada di stratum korneum dan stratum germinativum. Manusia merupakan hospes yang tidak tepat bagi larva tersebut, sehingga tidak dapat melakukan penetrasi lebih dalam ke dermis, maka tidak dapat terjadi siklus hidup yang normal dan akhirnya akan mati dalam waktu beberapa hari sampai dengan beberapa bulan dan terabsorbsi oleh tubuh. Tetapi selama proses invasi dan migrasi larva, dapat terjadi migrasi ke paru-paru melalui pembuluh darah, yang menyebabkan terjadinya infiltrasi eosinofilia pulmoner. (4,8,9)Tanda dan gejala muncul segera setelah larva menembus kulit, biasanya dalam beberapa hari infeksi meskipun penundaan onset sampai beberapa bulan telah dilaporkan. Dalam wabah dilaporkan CLM, waktu median untuk onset berkisar antara 10 sampai 15 hari. Onset terjadinya gejala klinik berkisar antara 1-6 hari, jarang melebihi 1 bulan ,(3,9,1) namun larva dapat dorman sampai 4-7 bulan. (3,10) Karakteristik lesi kulit CLM berupa lesi yang eritem, meninggi, linear, bentuknya khas dengan pola yang berkelok-kelok sehingga penyakit ini disebut juga dengan creeping eruption. Lesi dapat tunggal atau banyak, ukuran sekitar lebar 3 mm dan panjang 15-20 cm, dengan gejala subjektif gatal yang sangat hebat dan dapat terasa nyeri. (6,9,1) Penatalaksanaan CLM bertujuan mematikan larva, berupa pemberian agen topikal dan sistemik. Terapi topikal yang dapat digunakan yaitu tiabendazol topical, albendazol krim 10% atau melalui mekanik (ethyl chloride dan cryotherapy) sedangkan terapi sistemik berupa tiabendazol, albendazol atau ivermectin. (1,10,11)

LAPORAN KASUSSeorang laki-laki umur 13 tahun datang berobat ke poliklinik kulit dan kelamin Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo (No.RM : 712653) dengan keluhan gatal dan kemerahan pada kaki kiri yang dialami sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu. Awalnya pasien bermain bola selama 4 hari berturut-turut tanpa alas kaki, 2 hari kemudian muncul bintil-bintil kemerahan yang disertai rasa gatal pada kaki kiri, yang kemudian semakin memanjang dan berkelok-kelok. Riwayat pengobatan sebelumnya dipuskesmas diberikan obat minum dan oles (tidak diketahui namanya) untuk 3 hari pengobatan, namun belum ada perbaikan dan bercak kemerahan semakin memanjang. Riwayat alergi disangkal. Riwayat sering kontak dengan tanah tanpa alas kaki (+). Riwayat alergi disangkal.Pemeriksaan fisik pada status dermatologis di regio ekstremitas inferior sinistra terdapat erosi, krusta, erupsi kulit serpingiosa, serta lesi berkelok-kelok eritem.Diagnosis kerja berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis yaitu cutaneus larva migrans, yang didiagnosis banding dengan skabies.

1

Keterangan: Gambar 1. Tampak erosi, krusta, erupsi kulit serpingiosa, serta lesi berkelok-kelok eritem.

Pemeriksaan penunjang dilakukan berupa pemeriksaan darah lengkap, dan didapatkan hasil dalam batas normal. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan penunjang ditegakkan diagnosis cutaneus larva migrans. Pasien diterapi dengan albendazol 10% topikal yang dioles dua kali sehari selama sepuluh hari, dan cetirizine oral satu kali sehari. Setelah sepuluh hari terapi pasien datang kontrol di poliklinik dengan keluhan gatal dan kemerahan sudah tidak ada dan ukuran lesi sudah tidak memanjang lagi. Pada status dermatologis di regio ekstremitas inferior sinistra terdapat erupsi kulit berkelok-kelok hiperpigmentasi, dan skuama.

Keterangan : Gambar 2. Tampak lesi kulit berkelok-kelok hiperpigmentasi, dan skuama

DISKUSICutaneus Larva Migrans (CLM) adalah suatu kondisi dermatologi yang disebabkan migrasi larva nematoda, paling sering Ancylostoma braziliense pada anjing dan kucing.(5) Predileksi yang paling sering adalah kaki (interdigital, dorsum pedis, dan telapak kaki), bokong, dan tangan.(9) Pada laporan kasus ini predileksi pada kaki kiri.Diagnosis CLM ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan. Pada anamnesis diperoleh adanya riwayat kontak dengan tanah tanpa alas kaki selama 4 hari berturut-turut. Cacing tambang CLM diperoleh dari kontak langsung kulit terbuka yang mengalami kontak dengan tanah.(12) CLM merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan berbagai kondisi dimana ditemukan suatu eritema dengan pola linear atau serpingiosa yang tepinya sedikit meninggi dan mengalami progresi harian dengan beberapa sentimeter.(12) Pemeriksaan fisik pasien ini pada status dermatologis di regio ekstremitas sinistra terdapat erosi, krusta, erupsi kulit serpingiosa, serta terdapat lesi berkelok-kelok eritem. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil dalam batas normal. Pemeriksaan laboratorium dan biopsi kulit kurang bermanfaat.(12)Penyakit ini bersifat self limiting yang biasanya dalam waktu 4-8 minggu, tetapi tetap diperlukan penatalaksaan untuk mengatasi gejala yang dapat ditimbulkan diantaranya adalah pruritus yang intermiten. Pengobatan yang diberikan meliputi pengobatan topikal dan sistemik. (1,13) Prinsip penatalaksanaan CLM adalah untuk mematikan larva, dimana terapi berupa agen anti helmentik direkomendasikan untuk mempersingkat perjalanan/durasi penyakit. (10,14) Dengan farmakoterapi, gatal berkurang dalam 24-48 jam mulai pengobatan dan lesi kulit teratasidalam waktu tujuh hari sejak awal pengobatan. (4) Pilihan terapi yang dapat digunakan antara lain melalui mekanik seperti ethyl chloride dan cryotherapy, albendazol krim 10%, preparat tiabendazole topikal, tiabendazol sistemik, albendazol atau ivermectin.(1,3,15)Albendazol merupakan antihelmintik spektrum luas, golongan benzimidazole carbamate, yang efektif untuk infestasi nematoda, cestoda, dan trematoda serta bersifat larvasidal, dan ovisidal.(16) Albendazol menunjukkan angka kesembuhan 92-100%.(12) Mekanisme kerja albendazol melalui inhibisi mikrotubulus sitoplasma cacing dengan pelepasan enzim proteolitik dan hidrolitik pada sitoplasma sehingga menyebabkan sitolisis. Regimen yang digunakan bervariasi antara 400-800 mg sehari pada orang dewasa dan 10-15mg/kgBB/hari pada anak-anak selama 1-7 hari. Walaupun dengan dosis rendah, albendazol dapat aktif dalam waktu singkat setelah 24-48 jam. (3,9,15) Aplikasi topikal 10-15% thiabendazole oinment pada daerah lesi memperlihatkan hasil yang memuaskan. Krim thiabendazole dibuat dari penghancuran 500mg tablet thiabendazole yang dilarutkan dalam air. Pada kebanyakan penderita, lesi dari traktur migrasi larva membaik dalam waktu 48 jam pengobatan. Tujuan utama dari pengobatan topikal adalah untuk mencegah terjadinya efek samping sistemik.(17) Aplikasi topikal albendazol krim 10% dapat diberikan dua kali sehari selama 10 hari.(1) Terapi anti parasit lainnya yang dapat diberikan yakni ivermectin yang merupakan suatu lakton makrolitik semisintetik dengan anti nematoda berspektrum luas.(4) Dosis ivermectin oral yang diberikan yakni 200 g/kg dosis tunggal.(18) Pengobatan pada kasus ini menggunakan albendazol krim 10% yang dioleskan dua kali sehari selama 10 hari, memberikan hasil berupa hilangnya rasa gatal dan penyembuhan dari lesi kulit.Prognosis CLM umumnya baik karena bersifat self limiting, dimana manusia merupakan host terakhir sebelum larvanya mati (dead-end host), dimana setelah larva mati dan lesi akan menyembuh dalam waktu 4 hingga 8 minggu, dimana pada beberapa kasus hingga 1 tahun. (13) Pencegahan terhadap kejadian CLM yakni ketika mengunjungi daerah tropis, terutama ketika berada di daerah pantai atau berpasir, hendaknya menggunakan sepatu tertutup, juga menghindari berbaring atau duduk di pantai.(13) Pada pasien disarankan agar menggunakan sepatu saat bermain bola.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wilson ME, Caumes E. Helminthic Infections. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Lefell DJ, editors. Fitzpatrick`s Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York: Mc Graw Hill; 2008. p. 2011-29.2. Bava J, Gonzales LG, Seley CM, Lopez GP, Troncoso A. A case report of cutaneous larva migrans in Argentina. Asian Pacific J of Trop Biomed 2011; 11: 81-2.3. Hochedez P, Caumes E. Hookworm-Related Cutaneous Larva Migrans. J Travel Med 2007; 14(5): 326334. Robson NZ, Othman S. A case of cutaneous larva migrans acquired from soiled toilet floors in urban Kuala lumpur. Med J Malaysia 2008; 63(4): 331-25. JURNALLLL6. Monsel G, Caumes E. Recent developments in dermatological syndromes in returning travelers. Curr Opin Infect Dis 2008;21:495-9 7. Tamminga N, Bierman WF, de Vries PJ. Cutaneous larva migrans acquired in Brittany, France. Emerging Infect Disease 2009; 15(11): 1856-78. Yavuzer K, Ak M, Karadag AS. A case report of cutaneous larva migrans. EAJM 2010; 42: 40-19. Rao R, Prabhu S, Sripathi H. Cutaneous larva migrans of the genitalia. Indian J Dermatol Venereol Leprol 2007; 73(4): 270-110. Archer M. Late Presentation of Cutaneous Larva Migrans: A Case Report. Cases J 2009; 2: 7553-411. Morrone A, Franco G, Fazio R, Valenzano M, Calcaterra R. Bullous cutaneous larva migrans. Acta Dermatovenerol Croat 2011; 19(2): 120-112. Vano-galvan S, Gil-mosquera M, Truchuelo M, Jaen P. Cutaneopus larva migrans: a case report. Cases J 2009;2:11213. Ang CC. Cutaneous larva migrans. NEJM 2010; 4: 36214. Patel S, Aisha S. Imported Tropical Disease. Dermatol Therapy 2009; 22: 538-4915. Tomich EB, Knutson T, Welsh L. Hookmorm-related cutaneous larva migrans. CJEM 2010; 12(5): 44616. Izumikawa K, Kohno Y, Hara K, Hayashi H, Maruyama H. Eosinophilic pneumonia due to visceral larva migrans caused by Ascaris: a case report and review of recent literatures. Jpn J Infect Dis 2011; 64: 428-3217. Caumes E. Treatment of Cutaneous Larva Migrans. CID 2000;30:811-4.18. Gutte R, Khopkar U. Cutaneous larva migrans (creeping eruption). Indian Dermatol Online J 2011; 2(1): 48

LAPORAN KASUSSUBDIVISI INFEKSI DAN ZOONOSIS JUNI, 2015 Cutaneus Larva Migrans yang diterapi dengan Albendazol krim 10%

OLEHNur Rachma Jumiaty

PEMBIMBING:Dr. dr. Khairuddin Djawad, Sp.KK(K)Dr. dr. Siswanto Wahab, Sp.KK. FINSDV.Dr .dr. Nurelly N. Waspodo, Sp.KK

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS PPDS IDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMINFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR2015

7