63
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN i FORMULIR PENILAIAN PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK iii KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI vii DAFTAR GAMBAR............................................... ix DAFTAR TABEL................................................ ix BAB I PENDAHULUAN............................................1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Perumusan Masalah 2 1.3. Tujuan Penelitian 2 1.4. Manfaat Penelitian 2 1.5. Batasan dan Asumsi Masalah 3 1.6. Sistematika Pembahasan 3 BAB II DATA UMUM PERUSAHAAN..................................5 2.1. Jadwal Kerja Praktek 5 2.2. Lingkup Pekerjaan Perusahaan 5 2.2.1. Profil Perusahaan5 2.2.2. Sejarah Perusahaan 6 2.2.3. Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan 7 2.2.3.1. Visi Perusahaan 7 2.2.3.2. Misi Perusahaan 7 2.2.3.3. Tujuan Perusahaan 7 2.2.4. Struktur Organisasi dan Jumlah Karyawan 7 2.2.4.1 Struktur Organisasi 7 2.2.4.2. Jumlah Karyawan 8 2.2.5. Proses Bisnis 8 2.3. Ruang Lingkup Pekerjaan yang Dilakukan Penulis 9 1

Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Penerapan Metode Line Balancing pada Lintas Penjahitan Upper Sepatu Levi's Horse Kid PT Prima Inreksa Industries

Citation preview

Page 1: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN i

FORMULIR PENILAIAN PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK iii

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI vii

DAFTAR GAMBAR.................................................................................................................ix

DAFTAR TABEL......................................................................................................................ix

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 2

1.3. Tujuan Penelitian 2

1.4. Manfaat Penelitian 2

1.5. Batasan dan Asumsi Masalah 3

1.6. Sistematika Pembahasan 3

BAB II DATA UMUM PERUSAHAAN...................................................................................5

2.1. Jadwal Kerja Praktek 5

2.2. Lingkup Pekerjaan Perusahaan 5

2.2.1. Profil Perusahaan 5

2.2.2. Sejarah Perusahaan 6

2.2.3. Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan 7

2.2.3.1. Visi Perusahaan 7

2.2.3.2. Misi Perusahaan 7

2.2.3.3. Tujuan Perusahaan 7

2.2.4. Struktur Organisasi dan Jumlah Karyawan 7

2.2.4.1 Struktur Organisasi 7

2.2.4.2. Jumlah Karyawan 8

2.2.5. Proses Bisnis 8

2.3. Ruang Lingkup Pekerjaan yang Dilakukan Penulis 9

BAB III METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 11

3.1. Dasar Teori 11

3.1.1. Definisi dan Tujuan Line Balancing 11

3.1.2. Terminologi 12

1

Page 2: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

3.1.3. Metode Line Balancing 13

3.2. Metodologi Pemecahan Masalah 16

3.2.1. Langkah Pemecahan Masalah 16

3.2.2. Flowchart17

BAB IV PEMECAHAN MASALAH 19

4.1. Pengolahan Data 19

4.1.1. Kondisi Existing Penjahitan Upper Sepatu 19

4.1.2. Pengukuran Waktu Elemen dan Pehitungan Waktu Aktual 20

4.1.3. Perhitungan Waktu Siklus 22

4.1.4. Perhitungan Jumlah Stasiun Kerja Minimum 22

4.1.5. Perhitungan Terhadap Kondisi Existing Penjahitan Upper Sepatu 23

4.1.6. Line Balancing Metode Helgeson-Birnie 24

4.1.7. Line Balancing Metode Largest Candidate Rule 28

4.1.8. Line Balancing Metode Region Approach 32

4.2. Analisis 36

4.2.1. Analisis Kondisi Existing 36

4.2.1.1. Analisis Penyebab Ketidakseimbangan Lintas Produksi 38

4.2.1.2. Analisis Penanggulangan Ketidakseimbangan Lintas Produksi 38

4.2.2. Analisis Hasil Perhitungan (Pemilihan Lintas Terbaik) 39

4.2.3. Analisis Perbandingan Kondisi Existing dan Hasil Perhitungan39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 41

5.1. Kesimpulan 41

5.2. Saran 41

DAFTAR PUSTAKA 43

LAMPIRAN 45

2

Page 3: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gantt Chart Kegiatan Selama Kerja Praktek II-1Gambar 3.1 Flowchart Pemecahan Masalah III-8Gambar 4.1 Precedence Diagram Penjahitan Upper Sepatu IV-1Gambar 4.2 Hasil Pembentukan Kolom-Kolom Region pada IV-14

Precedence Diagram

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jadwal Kerja Praktek II-1Tabel 2.2 Profil Perusahaan II-2Tabel 4.1 Nomor dan Nama Proses Penjahitan Upper IV-1Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Waktu Elemen IV-2Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Waktu Aktual IV-3Tabel 4.4 Perhitungan Kriteria Performansi Existing Penjahitan Upper Sepatu IV-5Tabel 4.5 Hasil Pembobotan Posisi IV-6Tabel 4.6 Hasil Sorting Bobot Posisi IV-6Tabel 4.7 Iterasi I Metode Helgeson-Birnie IV-7Tabel 4.8 Iterasi II Metode Helgeson-Birnie IV-7Tabel 4.9 Iterasi III Metode Helgeson-Birnie IV-8Tabel 4.10 Iterasi IV Metode Helgeson-Birnie IV-9Tabel 4.11 Hasil Identifikasi Jumlah Predecessor Tiap Elemen Kerja IV-10 Tabel 4.12 Hasil Sorting Berdasarkan Waktu Elemen dan Jumlah Predecessor IV-11Tabel 4.13 Iterasi I Metode Largest Candidate Rule IV-11Tabel 4.14 Iterasi II Metode Largest Candidate Rule IV-12Tabel 4.15 Iterasi III Metode Largest Candidate Rule IV-13Tabel 4.16 Iterasi IV Metode Largest Candidate Rule IV-13Tabel 4.17 Hasil Pengurutan Elemen Pada Tiap Region Berdasarkan Waktu Terbesar IV-15Tabel 4.18 Iterasi I Metode Region Approach IV-15Tabel 4.19 Iterasi II Metode Region Approach IV-16Tabel 4.20 Iterasi III Metode Region Approach IV-17Tabel 4.21 Iterasi IV Metode Region Approach IV-17Tabel 4.22 Hasil Perhitungan Kriteria Performansi Kondisi Existing Penjahitan UpperIV-18

SepatuTabel 4.23 Ringkasan Kriteria Performansi Lintasan Hasil Perhitungan IV-21Tabel 4.24 Perbandingan Kriteria Performansi Existing dan Hasil Perhitungan IV-21Tabel 5.1 Usulan Rancangan Lintas Penjahitan Upper Sepatu Levi’s Horse Kid V-2

3

Page 4: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang MasalahDalam satu tahun terakhir, industri sepatu di tanah air mulai mengalami kebangkitan setelah sempat turun dalam kurun waktu antara tahun 2004 sampai 2008. Hal ini ditandai dengan meningkatnya permintaan ekspor sepatu di pasar dunia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik diketahui bahwa nilai ekspor sepatu nasional pada bulan Oktober 2009 naik 49% menjadi US$ 133 juta dibandingkan dengan bulan September 2009. Peningkatan permintaan ekspor ini disinyalir akibat adanya peralihan atau relokasi permintaan produk sepatu oleh pembeli Amerika Serikat dan Eropa dari Cina ke Indonesia karena faktor ketersediaan bahan baku serta murahnya biaya buruh dan bahan baku. Dengan meningkatnya permintaan ekspor sepatu ini maka Indonesia menempatkan dirinya pada posisi ke-5 sebagai pemasok sepatu terbesar ke Amerika Serikat setelah Brazil, Italia, Vietnam, dan Cina serta menyerap tambahan tenaga kerja sebanyak 15.000 orang sehingga total tenaga kerja yang terserap oleh industri sepatu mencapai jumlah 450.000 orang.

PT Prima Inreksa Industries merupakan salah satu perusahaan produsen sepatu yang turut serta berperan dalam naik turunnya kondisi industri sepatu di Indonesia. Perusahaan yang berlokasi di kawasan Tangerang ini terkenal sebagai produsen sepatu bagi perusahaan asal Jerman, Adidas, sejak tahun 1997. Dengan jumlah buruh yang sempat mencapai jumlah 7.000 orang perusahaan ini mampu memproduksi 500.000 pasang sepatu tiap bulannya. Namun pada pertengahan tahun 2008 PT Prima Inreksa Industries mengalami permasalahan manajemen yang berakibat pada pemutusan kontrak kerja dengan Adidas pada Desember 2008. Hal ini menyebabkan pemberhentian hubungan kerja dengan sekitar 6.000 orang tenaga kerjanya.

Dalam mengatasi permasalahan dalam perusahaan, PT Prima Inreksa Industries perlahan-lahann membenahi manajemen perusahaannya dan kembali mencari pesanan produksi kepada perusahaan-perusahaan sepatu dari Inggris, Perancis, Jerman, dan Amerika Serikat. Pada awal tahun 2009, pemegang merk pakaian terkemuka asal Amerika Serikat, Levi’s, akhirnya menunjuk PT Prima Inreksa Industries untuk memproduksi sepatu dengan merk yang sama. Pada kontrak kerja yang disepakati antara kedua perusahaan, pesanan yang diterima PT Prima Inreksa Industries adalah sebesar 200.000 pasang sepatu per bulan dalam tiga bulan pertama. Evaluasi akan dilakukan terhadap kemampuan perusahaan dalam memenuhi target dan kualitas sepatu yang dihasilkan untuk menentukan apakah akan dilakukan perpanjangan kontrak atau tidak.

Dengan jumlah target produksi yang sangat besar ini kelancaran produksi merupakan suatu hal yang perlu dipertahankan dan ditingkatkan agar perusahaan dapat memenuhi target produksi dengan tetap memberikan kualitas terbaik bagi buyer nya, dan salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap kelancaran produksi tersebut adalah keseimbangan lintas produksi. Keseimbangan lintas produksi memiliki pengaruh yang besar terhadap kelancaran produksi

4

Page 5: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

karena berpotensi untuk menimbulkan delay bagi waktu produksi jika mengalami ketidak seimbangan atau fenomena bottleneck.

Pada pengamatan yang dilakukan terhadap salah satu lintas penjahitan upper sepatu Levi’s Horse Kid pada PT Prima Inreksa Industries, Small Group (SG) 5 Cell 9, didapati bahwa pada beberapa stasiun kerja dalam SG5-C9 terjadi fenomena-fenomena bottleneck yang disebabkan terdapatnya perbedaan waktu pengerjaan yang sangat besar antar stasiun kerja. Hal ini mengakibatkan terjadinya penumpukan barang setengah jadi (work-in-process) pada suatu stasiun kerja sementara stasiun kerja lainnya menganggur.

Untuk memecahkan permasalahan bottleneck ini, penulis menggunakan bantuan dari para pekerja pada SG5-C9 dan pembimbing dari divisi Industrial Engineering pada PT Prima Inreksa Industries serta ilmu Line Balancing yang diterima dalam perkuliahan. Dengan dilakukannya proses Line Balancing pada lintas penjahitan upper sepatu Levi’s Horse Kid di SG5-C9 diharapkan perusahaan mendapatkan sebuah rancangan lintasan yang lebih baik daripada kondisi aktual (existing) sehingga dapat mendukung kelancaran produksi demi memenuhi target produksi dari buyer.

1.2. Perumusan MasalahBerdasarkan uraian yang telah disampaikan pada Subbab 1.1. Latar Belakang, maka pertanyaan utama yang ingin dijawab pada pengamatan ini adalah:

1. Apakah yang diperlukan oleh Small Group 5 Cell 9 pada PT Prima Inreksa Industries untuk mendapatkan sebuah lintas produksi penjahitan upper sepatu Levi’s Horse Kid yang baik dan seimbang dalam upaya memenuhi target produksi yang telah ditetapkan buyer?

1.3. Tujuan PengamatanTujuan yang ingin dicapai dalam pengamatan ini adalah:

1. Merancang sebuah lintas produksi penjahitan upper sepatu Levi’s Horse Kid pada Small Group 5 Cell 9 bagi PT Prima Inreksa Industries sehingga perusahaan dapat memenuhi target produksi yang telah ditetapkan oleh buyer yaitu Levi’s.

1.4. Manfaat PengamatanManfaat dilakukannya pengamatan ini bagi penulis adalah:1. Memperluas pengetahuan penulis mengenai kondisi nyata perusahaan dalam bidang

manufaktur.2. Melatih dan meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengidentifikasi permalasahan

dalam suatu sistem, melakukan analisa terhadap permasalahan tersebut, dan mencari solusi yang tepat.

3. Meningkatkan keyakian mahasiswa terhadap materi-materi perkuliahan yang selama ini telah diterima pada kegiatan perkuliahan di kampus.

5

Page 6: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

Manfaatnya dilakukan pengamatan ini bagi perusahaan adalah:1. Mendapatkan masukan-masukan untuk perbaikan yang bermanfaat untuk meningkatkan

produktivitas perusahaan sesuai dengan hasil pengamatan yang dilakukan oleh penulis selama pelaksanaan Kerja Praktek.

2. Sebagai salah satu sarana pertimbangan bagi perusahaan dalam hal penilaian kualitas mahasiswa yang pada akhirnya berhubungan pada penerimaan tenaga kerja fresh graduate.

3. Sebagai salah satu bentuk kewajiban sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility).

1.5. Batasan dan Asumsi MasalahPada pelaksanaan dan penulisan laporan pengamatan yang dilakukan, ditetapkan beberapa batasan dan asumsi masalah dengan tujuan untuk memfokuskan masalah yang dikaji serta agar masalah tidak teralalu kompleks. Batasan-batasan yang digunakan adalah:1. Pengamatan dilakukan pada pabrik PT Prima Inreksa Industries, Jl. Industri Raya IV blok

AG no.8 KM 8, Desa Bunder, Kecamatan Cikupa, Tangerang.2. Pengamatan hanya dilakukan pada Small Group 5 Cell 9 saat memproduksi upper sepatu

Levi’s Horse Kid.3. Pengamatan dilakukan selama waktu kerja praktek penulis berlangsung.4. Rancangan yang diajukan penulis hanya berupa usulan dan belum diaplikasikan pada

perusahaan.

Asumsi yang digunakan pada pengamatan ini adalah:1. Jumlah operator yang bekerja pada Small Group 5 Cell 9 selalu sama setiap harinya yaitu

sebanyak 39 orang.2. Small Group 5 Cell 9 hanya memproduksi upper sepatu Levi’s Horse Kid.3. Kinerja operator pada Small Group 5 Cell 9 adalah sama untuk seluruh kondisi kerja.4. Tidak terdapat produk yang harus diperbaiki (repair) atau dikerjakan ulang (rework).5. Tidak terdapat batasan bagi pekerja untuk hanya bekerja menggunakan satu mesin jahit.6. Tidak perlu dilakukan Uji Kecukupan Data dengan asumsi bahwa data yang diperoleh penulis

adalah cukup.

1.6. Sistematika PembahasanBab I PendahuluanPendahuluan merupakan bagian pertama dari laporan ini yang menjabarkan tentang latar belakang permasalahan yang mendorong penulis untuk melakukan pengamatan pada perusahaan, perumusan masalah, tujuan dari pengamatan yang dilakukan, manfaat pengamatan baik bagi penulis maupun bagi perusahaan, batasan serta asumsi yang digunakan dalam pengamatan, dan sistematika pembahasan pengamatan.

Bab II Data Umum PerusahaanBab ini menjabarkan tentang data perusahaan tempat dilakukannya perusahaan secara garis besar mulai dari profil perusahaan, sejarah singkat perusahaan, visi perusahaan, misi perusahaan, tujuan perusahaan, struktur organisasi perusahaan, serta proses bisnis perusahaan. Selain itu pada bab ini juga diberikan jadwal pelaksanaan kerja praktek serta ruang lingkup kerja praktek yang dilakukan penulis.

6

Page 7: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

Bab III Dasar TeoriBab ini menjelaskan tentang dasar teori yang digunakan penulis dalam melakukan pemecahan masalah yang ditemukan dalam perusahaan serta tahapan-tahapan yang dilakukan penulis dalam memecahkan masalah tersebut.

Bab IV Pemecahan MasalahBab ini menunjukkan tentang proses pemecahan masalah yang dilakukan penulis mulai dari pengumpulan data terhadap kondisi aktual (existing), pengolahan data dengan menggunakan metode-metode yang dimiliki berdasarkan dasar teori, serta analisis terhadap hasil pengolahan data.

Bab V Kesimpulan dan SaranBab ini memberikan kesimpulan dari pengamatan dan proses pemecahan masalah yang dilakukan penulis di dalam perusahaan serta saran-saran bagi perusahaan mengenai permasalahan yang ditemukan penulis dalam pelaksanaan kerja praktek.

7

Page 8: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

BAB II

DATA UMUM PERUSAHAAN

2.1. Jadwal Kerja PraktekJadwal kerja praktek yang dilaksanakan penulis pada PT Prima Inreksa Industries adalah sebagai berikut:

Tanggal 14 Juli 2010 – 8 Agustus 2010

Hari Senin – Jumat

Waktu (Senin – Jumat)

08.00 – 15.00 WIB (istirahat 12.00 – 13.00 WIB)

Tabel 2.1 – Jadwal Kerja PraktekDalam pelaksanaan kerja praktek waktu yang tersedia dalam melakukan kerja praktek, kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh penulis dapat ditunjukkan melalui gantt chart di bawah ini:

Gambar 2.1 – Gantt Chart Kegiatan Selama Kerja Praktek

Dengan rentang waktu yang cukup singkat untuk melakukan kerja praktek serta adanya keperluan-keperluan mendadak yang mengharuskan penulis untuk kembali ke Bandung, penulis berusaha sedapat mungkin untuk memadatkan kegiatan pengumpulan data pada perusahaan PT Prima Inreksa Industries. Dalam waktu pelaksanaan kerja praktek, khususnya pada masa pelaksanaan pengolahan data, analisis, penarikan kesimpulan dan saran, serta penulisan laporan penelitian, penulis juga meminta agar diberikan izin untuk melakukan kegiatan-kegiatan tersebut di rumah dengan catatan akan datang ke perusahaan bila dinilai perlu.

2.2. Lingkup Pekerjaan Perusahaan2.2.1. Profil PerusahaanPT Prima Inreksa Industries merupakan sebuah perusahaan kontraktor sepatu yang melakukan kegiatan produksinya berdasarkan pesanan dari perusahaan-perusahaan sepatu khususnya yang berasal luar negeri. Profil singkat PT Prima Inreksa Industries adalah sebagai berikut:

8

Page 9: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

Nama Perusahaan PT PRIMA INREKSA INDUSTRIES

Logo Perusahaan

Alamat Kantor Pusat

Jl. Tanah Abang II no.98, Jakarta

Alamat PabrikJl. Industri Raya IV blok AG no.8 KM8,Desa Bunder, Kecamatan CikupaTangerang - Banten

Telepon/Fax 021-5901939 / 021-5901945Tabel 2.2 – Profil Perusahaan

2.2.2. Sejarah PerusahaanPT Prima Inreksa Industries didirikan atas akte notaris Kartini Muladi, SH. pada tanggal 14 Desember 1988 dengan nomor akte 070. Pembangunan parbik dimulai pada bulan yang sama dan dilakukan di atas tanah seluas sepuluh hektar di kabupaten Tangerang, Banten. Proses pembangunan pabrik diselesaikan dalam jangka waktu 11 bulan yaitu pada bulan November 1989 dan pabrik mulai beroperasi pada bulan Januari 1990.

Dalam penentuan kawasan kabupaten Tangerang sebagai lokasi pendirian pabrik, perusahaan memiliki beberapa faktor yang menjadi dasar pertimbangan yaitu: Berdasarkan pengamatan yang dilakukan perusahaan pada masa studi kelayakan investasi,

diketahui bahwa pada tahun 1980an kabupaten Tangerang sedang dalam proses pembangunan menjadi kawasan industri sehingga harga tanah relatif lebih murah bagi perusahaan-perusahaan manufaktur.

Lokasi kawasan industri Tangerang memiliki letak yang strategis karena memiliki akses yang sangat mudah ke Jalan Tol Jakarta – Merak.

Dengan pemukiman penduduk yang cukup padat di sekitar kawasan industri maka perusahaan cenderung mudah dalam memperoleh tenaga kerja yang dibutuhkan baik untuk proses manufaktur di dalam pabrik maupun untuk pegawai kantor.

Dengan banyaknya perusahaan-perusahaan lainnya di sekitar PT Prima Inreksa Industries maka perusahaan memiliki kemudahan dalam memperoleh bahan baku yang dibutuhkan dalam kegiatan produksinya.

Perusahaan yang sedang memasuki usia ke-22 sejak pendirian pabriknya dilakukan ini telah melakukan kerjasama dengan berbagai perusahaan sepatu antara lain: LA GEAR, produksi dimulai pada tahun 1991. FILA, produksi dimulai pada tahun 1993. NIKE, produksi dimulai pada tahun 1996. ADIDAS, produksi dimulai tahun 1997. LEVI’S, produksi dimulai tahun 2009.

9

Page 10: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

2.2.3. Visi, Misi, dan Tujuan PerusahaanSebagai sebuah perusahaan dan organisasi, PT Prima Inreksa Industries memiliki visi, misi, dan tujuan yang menjadi landasan berdiri dan beroperasinya perusahaan/organisasi sebagaimana perusahaan-perusahaan dan organisasi-organisasi lainnya. Adapun visi, misi, dan tujuan dari PT Prima Inreksa Industries adalah sebagai berikut:

2.2.3.1. Visi PerusahaanVisi PT Prima Inreksa Industries adalah:Menjadi yang paling kompetitif dan terpercaya dalam memanufaktur sepatu olahraga dengah harga menengah kebawah.

2.2.3.2. Misi PerusahaanMisi PT Prima Inreksa Industries adalah memberikan pelayanan kualitas dan harga terbaik pada pelanggannya dengan selalu: Mencari dan menerima, mempertahankan, melatih, dan menghargai karyawan yang terbaik

dalam bidangnya. Menerapkan sistem perburuhan yang terbaik. Peduli pada masyarakan dan lingkungan sekitar. Menciptakan produk bermutu tinggi dengan inovasi dan kreatifitas. Memperbaiki biaya, mutu dan proses pada tahap pengembangan (development). Menerapkan perbaikan berlanjut pada proses produksi. Fokus pada efisiensi dan mutu.

2.2.3.3. Tujuan PerusahaanTujuan PT Prima Inreksa Industries adalah: Mendapatkan keutungan bagi perusahaan sebagai sumber pengembangan perusahaan dan

kelangsungan hidup tenaga kerjanya. Memberikan kesempatan kerja dan keterampilan kerja pada bidang industri bagi masyarakat

sekitar untuk membantu pemerintah dalam mengatasi masalah pengangguran. Membantu pemerintah dalam menghidupi industri lainnya melalui aktivitas jual beli yang

dilakukan PT Prima Inreksa Industries dengan perusahaan pendukungnya seperti perusahaan penyedia bahan baku dan sebagainya.

Membantu peningkatan devisa negara dalam sektor ekspor non-migas karena orientasi perusahaan adalah pasar luar negeri.

2.2.4. Struktur Organisasi dan Jumlah Karyawan2.2.4.1. Struktur OrganisasiStruktur organisasi pada PT Prima Inreksa Industries pada umumnya terbagi atas 3 bagian yaitu Top Management, Management, dan Departement. Bagian pertama, yaitu Top Management, mencakup jabatan tertinggi di perusahaan President Director serta beberapa jabatan yang berada di bawahnya antara lain Business Managing Director, Vice President Operation, dan Finance Director. Bagian kedua, yaitu Management, mencakup jabatan Factory Manager yang berada di bawah Vice President Director dan Cost Control yang berada di bawah Finance Director.

Bagian ketiga, yaitu Departement, terbagi untuk Business Managing Director, Vice President Operation, dan Finance Director. Departemen yang berada di bawah Business Managing Director adalah Development, Marketing, Costing Material Control, dan Purchasing.

10

Page 11: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

Departemen yang berada di bawah Vice President Operation adalah Planning, Cell, Sabina, Subcon, Maintenance, Support, Bottom, General Affaris, Human Resources Development (HRD), Management Information System (MIS), Industrial Engineering (IE), QC, Lab, dan Bonding. Sedangkan departemen yang berada di bawah Finance Director adalah Finance dan Accounting.

Berikut adalah organigram dari struktur organisasi PT Prima Inreksa Industries:(Terlampir: Gambar A)

2.2.4.2. Jumlah KaryawanKaryawan yang bekerja pada PT Prima Inreksa Industries merupakan karyawan yang direkrut melalui proses pelatihan dan penyeleksian terlebih dahulu. Proses pelatihan dan penyeleksian ini dilakukan terutama bagi pekerja yang berhubungan langsung dengan mesin-mesin produksi untuk menjaga agar tidak terjadi kesalahan-kesalahan dalam bekerja yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan maupun pekerja.

Jumlah karyawan yang dimiliki PT Prima Inreksa Industries saat ini adalah sebanyak 2.785 orang. Sebanyak 2.423 orang merupakan karyawan non-staff yang terdiri dari 616 orang laki-laki dan 1.807 orang perempuan dan sebanyak 352 orang karyawan staff yang terdiri dari 228 orang laki-laki dan 124 orang perempuan. Jumlah ini telah mengalami penurunan yang drastis sejak bulan Januari 2009 dimana sebelumnya terdapat 6.076 orang keryawan yang terdiri dari 5.561 orang karyawan non-staff dan 515 orang karyawan staff. Penyebab utama penurunan jumlah pekerja ini adalah hengkangnya Adidas sebagai kontraktor sepatu paling besar yang pernah bekerja sama dengan perusahaan ini dalam kurun waktu tahun 1997 sampai 2009.

2.2.5. Proses BisnisProses bisnis PT Prima Inreksa Industries mencakup seluruh proses yang dilakukan perusahaan mulai dari penerimaan pesanan dari perusahaan yang memberikan order (buyer), penerimaan bahan baku dari pemasok (supplier) sampai pada pengiriman produk jadi kepada buyer.

Proses bisnis diawali dengan penerimaan pesanan dari buyer. Perusahaan kemudian akan melakukan perhitungan-perhitungan finansial untuk menentukan harga yang akan dikenakan kepada buyer atas pesanannya tersebut. Jika buyer menyetujui harga maka pesanan akan dilanjutkan kepada departemen development yang akan mencari dan menentukan bahan baku yang akan digunakan sesuai dengan spesifikasi yang diberikan oleh buyer. Perusahaan kemudian akan melakukan produksi sampel sebagai bahan pertimbangan bagi buyer akan kualitas sepatu yang dapat dihasilkan oleh PT Prima Inreksa Industries. Setelah buyer menyetujui sampel maka produksi massal sepatu dimulai pada lantai produksi.

Bahan baku yang dikirimkan pemasok (supplier) diterima di area receiving untuk dilakukan inspeksi dan input data ke dalam komputer. Setelah inspeksi dan input data kemudian bahan baku akan disimpan dalam gudang bahan baku sampai ada permintaan dari administrasi logistik untuk mengeluarkan bahan baku untuk keperluan produksi. Ketika administrasi logistik mengeluarkan permintaan bahan baku, maka bahan baku ditransfer ke dalam gudang transit untuk dikelompokkan sesuai dengan tujuannya (upper atau bottom).

11

Page 12: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

Bahan baku untuk bagian bottom pada umumnya adalah bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan karet sepatu dan proses produksinya dimulai pada proses penimbangan bahan baku dan rolling baik rolling rubber (vulcanize dan cold cement) maupun rolling EVA Sponge. Proses rolling akan dilanjutkan dengan proses extruder, cutting, pressing, dan stockfit yang disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis sepatu yang akan dihasilkan sebelum akhirnya ditransfer menuju area assembly.

Bahan baku bagian upper pada umumnya adalah bahan sintetik (synthetic) dan kulit (leather). Proses produksi upper diawali dengan penentuan target produksi per jam oleh departemen Industrial Engineering (IE) yang disesuaikan dengan jumlah pesanan yang diberikan oleh buyer dan jumlah tenaga kerja yang ada kepada tiap cell. Dalam tiap cell produksi terdapat 4 small group (SG) yang akan memasok upper sepatu pada satu assembly line. Kegiatan produksi pada tiap SG dimulai pada proses cutting bahan baku. Bahan-bahan yang telah keluar dari proses cutting kemudian akan diteruskan pada proses penjahitan (sewing) yang terdiri dari berbagai macam proses yang disesuaikan dengan jenis sepatu yang akan dihasilkan. Bagian upper sepatu yang telah melalui seluruh proses penjahitan kemudian ditransfer ke rak-rak sepatu sebelum akhirnya ditransfer ke area assembly.

Seperti telah dinyatakan sebelumnya, tiap assembly line menerima pasokan dari satu cell (4 small group) upper yang kemudian akan dirakit dengan bagian bottom yang berasal dari stockfit. Sepatu yang telah selesai dirakit lalu dimasukkan ke dalam box sepatu yang kemudian akan dikelompokkan dan dimasukkan ke dalam kardus-kardus yang lebih besar untuk kemudian dilakukan inspeksi final (final inspection) sebelum dimasukkan ke gudang (warehouse) dan dikirim ke negara tujuan.

2.3. Lingkup Pekerjaan yang Dilakukan PenulisLingkup pekerjaan yang dilakukan penulis dalam kegiatan Kerja Praktek pada PT Prima Inreksa Industries marupakan bagian dari kegiatan pemecahan masalah. Pemecahan masalah yang dilakukan dimulai dari kegiatan identifikasi permasalahan yang terjadi di dalam perusahaan untuk kemudian dianalisis guna mencari solusi terbaik dengan menggunakan metode-metode yang pernah diperoleh penulis melalui kegiatan perkuliahan, studi literatur, maupun wawancara.

Berdasarkan kegiatan studi pendahuluan yang dilakukan terhadap kegiatan produksi pada pabrik PT Prima Inreksa Industries, penulis memilih untuk berfokus pada kegiatan penjahitan (sewing) upper sepatu Levi’s Horse Kid. Penentuan fokus penelitian ini adalah berdasarkan pengamatan dan wawancara mengenai salah satu small group penjahitan yang menunjukkan tingkat produktivitas yang tidak cukup dalam memenuhi target produksi yang telah diberikan. Masalah utama yang teridentifikasi adalah keseimbangan lintasan pada proses penjahitan yang rendah pada small group tersebut. Oleh karena itu penulis memutuskan untuk melakukan proses line balancing dengan harapan dapat meningkatkan produktivitas small group dengan sedapat mungkin menjaga jumlah tenaga kerja (operator) yang terlibat dalam proses seminimal mungkin.

12

Page 13: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

13

Page 14: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

BAB III

METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

3.1. Dasar TeoriDalam mencari solusi terhadap permasalahan kebutuhan akan kesimbangan lintasan produksi serta peningkatan produktivitas yang ditemukan penulis pada pelaksanakan Kerja Praktek pada PT Prima Inreksa Industries, penulis menggunakan dasar teori Line Balancing pada lintas penjahitan (sewing) upper sepatu Levi’s Horse Kid pada Small Group 5 Cell 9 (SG5-C9).

3.1.1. Definisi dan Tujuan Line BalancingLine Balancing pada dasarnya merupakan suatu usaha penyeimbangan lintasan produksi terutama dalam proses produksi perakitan dengan cara memindahkan suatu kegiatan yang terdapat pada sebuah stasiun kerja menuju stasiun kerja lainnya sehingga waktu yang dihabiskan pada stasiun kerja tersebut sama dengan waktu yang akan dihabiskan pada stasiun kerja lainnya. Walaupun dinyatakan bahwa proses line balancing lebih diutamakan kepada proses produksi perakitan, namun hal ini tidak menutup kemungkinan bagi proses line balancing untuk dilakukan terhadap proses produksi permesinan. Proses line balancing tetap dapat dilaksanakan namun harus diikuti dengan perubahan-perubahan secara mekanikal dan teknikal karena proses produksi permesinan memiliki ketergantungan yang kuat terhadap urutan mesin yang digunakan.

Seperti telah dinyatakan sebelumnya tujuan proses line balancing adalah untuk menghasilkan waktu antar stasiun yang sama. Hal ini penting untuk dilakukan karena lintasan produksi yang tidak seimbang akan menyebabkan terjadinya penumpukan barang setengah jadi (Work In Process/WIP) pada stasiun kerja tertentu sementara pada saat yang sama stasiun kerja lain menganggur atau dengan kata lain akan terjadi fenomena bottleneck pada stasiun-stasiun kerja tertentu. Fenomena ini dapat menimbulkan dampak psikologis bagi para pekerja, lingkungan kerja yang menjadi tidak kondusif, dan dapat menyebabkan ongkos produksi yang lebih tinggi.

Terdapat dua tipe permasalahan dalam penyeimbangan lintasan perakitan (Simple Assemlby Line Balancing/SALB) yaitu:1. SALB-I

Simple Assembly Line Balancing I (SALB-I) bertujuan untuk menentukan jumlah stasiun kerja minimal yang diperlukan untuk menjaga laju produksi yang diinginkan dengan memperhatikan precedence constraint.

2. SALB-IISimple Assembly Line Balancing II (SALB-II) bertujuan untuk menetapkan pekerjaan ke dalam stasiun kerja yang jumlahnya telah ditetapkan untuk memaksimalkan laju produksi dengan memperhatikan precendence constraint.

Tipe permasalahan SALB-I merupakan tipe yang lebih umum ditemukan dibandingkan dengan tipe SALB-II.

14

Page 15: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

3.1.2. TerminologiDalam proses line balancing terdapat beberapa istilah-istilah yang penting untuk dipahami demi tercapainya tujuan pelaksanaan line balancing. Istilah-istilah tersebut adalah sebagai berikut:

Elemen KerjaElemen Kerja adalah sebuah bagian dari keseluruhan pekerjaan/proses yang dilakukan pada lintas produksi.

Stasiun KerjaStasiun Kerja adalah sebuah lokasi pada lintas produksi dimana elemen-elemen kerja dilakukan pada produk.

Waktu SiklusWaktu Siklus (Cycle Time/CT) adalah waktu antara penyelesaian dua proses produksi yang diasumsikan bernilai sama untuk seluruh proses.Rumus yang digunakan dalam menghitung waktu siklus adalah:

Waktu siklus=Totalwaktu kerja yang tersediaDemand

Waktu StasiunWaktu Stasiun (Station Time/ST) adalah jumlah dari seluruh waktu elemen kerja yang dilakukan dalam sebuah stasiun kerja yang sama. ST ≤ CT.

Waktu ElemenWaktu Elemen (Element Time/ET) adalah waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan sebuah elemen pekerjaan. ET ≤ ST.

Waktu AktualWaktu Aktual adalah ukuran waktu yang menunjukkan besarnya waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan sebuah elemen pekerjaan dengan memperhitungkan efisiensi stasiun kerja serta faktor penyesuaian dan kelonggaran yang diberikan kepada operator/pekerja.Rumus yang digunakan dalam menghitung waktu aktual adalah sebagai berikut:

Waktu aktual=waktuelemen x efisiensi x penyesuaian x allowance

Efisiensi Stasiun KerjaEfisiensi stasiun kerja menunjukkan tingkatan produktivitas sebuah stasiun kerja dalam menyelesaikann pekerjaannya.

Faktor PenyesuaianFaktor penyesuaian merupakan sebuah faktor yang diperhitungkan jika pengamat berpendapat bahwa operator bekerja dalam keadaan tidak wajar sehingga hasil pengukuran perlu disesuaikan atau dinormalkan agar diperoleh rata-rata waktu yang wajar.

KelonggaranKelonggaran (allowance) merupakan suatu faktor yang diperhitungkan sebagai waktu yang diberikan kepada operator untuk melakukan kebutuhan pribadi seperti menghilangkan lelah (fatigue) dan gangguan-gangguan lain yang tidak dapat dihindari oleh operator.

Precedence Diagram (PD)Precedence Diagram (PD) adalah sebuah diagram yang mendeskripsikan urutan pelaksanaan elemen pekerjaan pada sebuah lintas produksi. Diagram ini menunjukkan bahwa beberapa elemen tidak dapat dilaksanakan sebelum elemen pendahulunya (predecessor) selesai dilaksanakan.

15

Page 16: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

3.1.3. Metode Line BalancingSecara umum tedapat dua metode dasar yang dapat digunakan untuk menyeimbangkan lintas produksi, yaitu:1. Metode Analitik

Metode analitik merupakan metode yang dapat menghasilkan solusi optimal. Contoh dari metode ini adalah metode Branch & Bound dan metode Pemrograman Linear (Linear Programming).

2. Metode HerusitikMetode heuristik merupakan metode yang dapat menghasilkan solusi terbaik namun belum tentu optimal. Beberapa metode heuristik yang umum digunakan beserta langkah pengerjaannya antara lain:

Largest Candidate RuleLargest Candidate Rule merupakan metode heuristik yang paling sederhana. Pengelompokan elemen kerja pada stasiun kerja hanya berdasarkan waktu elemen.Langkah-langkah yang dilakukan pada metode Largest Candidate Rule adalah sebagai berikut :1. Urutkan seluruh elemen pekerjaan berdasarkan waktu elemen mulai dari waktu elemen

terbesar.2. Untuk menempatkan elemen kerja pada stasiun kerja pertama dimulai dari elemen

dengan waktu terbesar (elemen teratas pada daftar). Kemudian masukkan elemen kerja yang berada pada urutan di bawahnya. Elemen kerja yang dimasukkan tidak boleh melanggar presedence constraint dan jumlah waktu elemen-elemen tersebut tidak boleh melebihi waktu siklus.

3. Lanjutkan proses pengelompokan seperti pada langkah ke – 2. 4. Ulangi langkah 2 dan 3 untuk stasiun kerja lainnya hingga seluruh elemen

dikelompokkan.

Region ApproachRegion Approach merupakan metode heuristik yang menempatkan elemen pekerjaan pada stasiun kerja berdasarkan posisi pada Precedence Diagram. Elemen yang terletak lebih awal pada diagram ditempatkan lebih dulu pada stasiun kerja pertama. Hal ini mengatasi kelemahan pada metode Largest Candidate Rule dimana elemen yang terletak di ujung precedence diagram dapat menjadi kandidat pada stasiun pertama akibat nilai waktu elemen yang besar.

Langkah-langkah yang dilakukan pada metode Region Approach adalah sebagai berikut:1. Membuat kolom-kolom atau region pada precedence diagram. Kolom 1 memuat

elemen-elemen pekerjaan yang tidak memiliki predecessor. Kolom 2 memuat elemen pekerjaan dengan predecessor kolom 1 dan seterusnya. Untuk elemen kerja yang memiliki precedence yang identik ditempatkan dalam 1 kolom.

2. Untuk mengelompokkan elemen pada stasiun kerja dimulai dengan elemen pada region 1. Kemudian jumlahkan waktu elemen-elemen tersebut. Apabila jumlah waktu tersebut masih lebih kecil dari waktu siklus, lihat waktu elemen-elemen kerja pada region 2. Masukkan elemen kerja pada region 2 yang waktu elemennya memungkinkan untuk ditambahkan pada stasiun kerja pertama.

16

Page 17: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

3. Lakukan evaluasi dan pertukaran elemen kerja antar stasiun kerja bila perlu.

Berbeda dengan metode Largest Candidate Rule, pada metode ini kita tidak perlu mengelompokkan elemen kerja dengan mempertimbangkan precedence diagram karena telah diatur dengan adanya pembagian region.

Metoda Helgeson – Birnie / Ranked Positional Weight ( RPW )Metode ini lebih menitikberatkan pada pembatasan daerah berdasarkan precedence diagram. Setiap stasiun kerja dikelompokkan masing-masing sesuai dengan ada tidaknya predecesor dan kesamaan urutan.

Setiap proses iterasi dilakukan berdasarkan precedence diagram dimana hanya setiap stasiun kerja yang berdekatan dan yang memungkinkan dari segi urutan dan waktu siklus yang akan digabungkan. Jadi titik beratnya adalah kedekatan dan jangkauan daerah antar stasiun kerja.Langkah-langkah untuk menyusun lintas perakitan menggunakan metoda ini adalah sebgai berikut:1. Lakukan pembobotan posisi untuk tiap elemen pekerjaan. Bobot posisi merupakan

jumlah waktu elemen-elemen pada rantai terpanjang mulai dari elemen tersebut sampai elemen terakhir.

2. Urutkan elemen pekerjaan mulai dari bobot tertinggi hingga bobot terendah (decreasing).

3. Lakukan pengelompokan elemen pekerjaan menjadi stasiun kerja sesuai dengan urutan bobot posisinya dengan tetap memperhatikan precedence constraints dan waktu siklus.

Kriteria performansi yang digunakan dalam Line Balancing adalah :

Waktu menganggurBesar waktu menganggur menunjukkan total waktu menunggu dari setiap stasiun akibat selisih waktu stasiun terbesar dengan waktu setiap stasiun. Lintas produksi yang sempurna tidak memiliki waktu menganggur yang berarti waktu setiap stasiun kerja sama. Semakin besar waktu menganggur menunjukkan bahwa lintas produksi kurang efisien karena banyak waktu yang terbuang untuk menunggu stasiun kerja yang memiliki waktu stasiun terbesar menyelesaikan elemen pekerjaannya.

Rumus yang digunakan dalam menghitung waktu menganggur adalah:

Waktu Menganggur=n . CT−∑i=1

n

ST i

Keterangan:n = Jumlah stasiun kerjaCT = Waktu siklus (Cycle Time)STi = Waktu statiun kerja ii = 1, 2, 3, …, n.

17

Page 18: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

Keseimbangan waktu senggangWaktu senggang adalah ukuran ketidakefisienan lintas produksi yang dihasilkan oleh pekerjaan yang tidak sempurna di antara seluruh stasiun kerja. Besar keseimbangan waktu senggang menunjukkan persentase waktu menganggur terhadap waktu produksi komponen sejak memasuki stasiun kerja pertama sampai stasiun kerja terakhir. Lintas produksi yang sempurna memiliki keseimbangan waktu senggang sebesar nol yang berarti tidak ada waktu menganggur pada seluruh stasiun kerja. Hal ini terjadi bila waktu semua stasiun bernilai sama. Adanya precedence constraint tidak memungkinkan kita untuk mendapatkan waktu yang sama untuk seluruh stasiun. Namun, kita harus berusaha merancang lintas produksi dengan keseimbangan waktu senggang yang rendah dengan mengatur kombinasi elemen pekerjaan antar stasiun kerja tanpa melanggar precedence constraint.

Rumus yang digunakan dalam menghitung keseimbangan waktu senggang adalah:

Keseimbangan Waktu Senggang=Waktu Menganggurn .CT

x100 %

Keterangan:n = Jumlah stasiun kerjaCT = Waktu siklus (Cycle Time)

Line EfficiencyLine Efficiency merupakan sebuah perbandingan antara jumlah seluruh waktu stasiun kerja dengan perkalian antara waktu siklus dengan jumlah stasiun kerja. Lintas produksi yang baik adalah yang memiliki nilai line efficiency yang tinggi yang menunjukkan bahwa seluruh stasiun kerja memiliki waktu yang sama dengan waktu siklus yang telah ditetapkan.

Rumus yang digunakan dalam menghitung line efficiency adalah sebagai berikut:

Line Efficiency=∑i=1

n

ST i

n.CTx100%

Keterangan:n = Jumlah stasiun kejraCT = Waktu siklus (Cycle Time)STi = Waktu statiun kerja ii = 1, 2, 3, …, n.

Smoothness IndexSmoothness Index menunjukkan tingkat kelancaran (smoothness) dari keseimbangan lintas produksi yang dibentuk. Lintas produksi yang baik adalah yang memiliki nilai smoothness index yang mendekati angka 0.

Rumus yang digunakan dalam menghitung smoothness index adalah sebagai berikut:

18

Page 19: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

Smoothness Index=√∑i=1

n

(STmax−STi)2

Keterangan:n = Jumlah stasiun kerjaSTmax = Waktu stasiun kerja terbesarSTi = Waktu statiun kerja ii = 1, 2, 3, …, n.

ProduktivitasProduktivitas menunjukkan tingkat kemampuan lintas produksi dalam memenuhi demand yang telah ditetapkan untuk setiap jam kerjanya.

Rumus yang digunakan dalam menghitung tingkat produktivitas adalah sebagai berikut:

Produktivitas= DemandJumlah stasiunkerja

3.2. Metodologi Pemecahan Masalah3.2.1. Langkah Pemecahan MasalahLangkah-langkah pemecahan masalah yang dilakukan adalah sebagai berikut:1. Studi Lapangan

Langkah pertama ini merupakan tahapan dimana penulis melakukan pengamatan ke lantai produksi penjahitan upper sepatu Levi’s Horse Kid untuk mengetahui kondisi aktual (existing) dari sistem yang akan diteliti serta mengidentifikasi permasalahan yang terdapat dalam sistem yang akan diteliti.

2. Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, dan Pembatasan Masalah Langkah ini merupakan tahapan dimana penulis melakukan perumusahn terhadap permasalahan yang dipilih untuk dipecahkan, menetapkan tujuan penelitian, serta melakukan pembatasan terhadap permasalahan sehingga pengamatan yang dilakukan dapat terfokus.

3. Studi Literatur Langkah ketiga ini merupakan tahapan dimana penulis mencari informasi mengenai metode yang sesuai untuk digunakan dalam memecahkan permasalahan yang ditemukan.

4. Perumusan Elemen Kerja Langkah ini merupakan tahapan dimana penulis mengidentifikasi dan merumuskan elemen-elemen kerja pada tiap stasiun kerja pada lintas penjahitan upper sepatu serta melakukan pengukuran waktu tiap elemen.

5. Perhitungan Waktu Aktual, Waktu Siklus, dan Jumlah Stasiun Kerja Minimum Langkah ini merupakan tahapan dimana penulis waktu aktual dari tiap elemen kerja, menghitung waktu siklus maksimum untuk setiap stasiun kerja, serta menghitung jumlah stasiun kerja minimum yang dibutuhkan dalam lintas penjahitan upper sepatu.

6. Perhitungan Line Balancing dengan Metode Heuristik Langkah ini merupakan tahapan dimana penulis melakukan perhitungan-perhitungan dengan metode Helgeson-Birnie, Largest Candidate Rule, dan Region Approach sehingga diperoleh jumlah stasiun kerja yang dibutuhkan, elemen kerja pada tiap stasiun, serta kriteria performansi dari lintasan tersebut.

19

Page 20: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

7. Analisis Langkah ini merupakan tahapan dimana penulis memilih lintasan terbaik dari berbagai metode yang digunakan serta membandingkan kriteria performansi lintasan terbaik tersebut dengan kriteria performansi yang dimiliki kondisi aktual.

8. Kesimpulan dan Saran Langkah ini merupakan tahapan terakhir dimana penulis menarik kesimpulan terhadap hasil pengamatan dan pemecahan masalah yang telah dilakukannya serta memberikan saran perbaikan bagi perusahaan dalam menghadapi permasalahan yang didapati oleh penulis.

3.2.2. FlowchartBerikut adalah flowchart dari pengamatan serta proses pemecahan masalah yang dilakukan penulis dalam melakukan kerja praktek pada PT Prima Inreksa Industries.

20

Page 21: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

21

Page 22: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

Gambar 3.1 – Flowchart Pemecahan Masalah

22

Page 23: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

BAB IV

PEMECAHAN MASALAH

4.1. Pengolahan Data4.1.1. Kondisi Existing Penjahitan Upper SepatuDalam melakukan penelitian terhadap keseimbangan lintasan pada proses penjahitan (sewing) upper sepatu yang terjadi pada Small Group 5 Cell 9 (SG5-C9), terlebih dahulu diperlukan gambaran mengenai tahapan-tahapan proses penjahitan yang terjadi di dalam SG5-C9 tersebut pada waktu pengamatan dilakukan (exsting). Gambaran mengenai urutan proses penjahitan upper sepatu dapat dilihat pada Precedence Diagram (PD) berikut,

Gambar 4.1 – Precedence Diagram Penjahitan Upper Sepatu

Keterangan mengenai nomor dan nama proses yang digambarkan pada precedence diagram dapat dilihat pada tabel berikut,

23

Page 24: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

Tabel 4.1 – Nomor dan Nama Proses Penjahitan Upper

4.1.2. Pengukuran Waktu Elemen dan Perhitungan Waktu AktualSelain gambaran mengenai tahapan-tahapan proses penjahitan yang terjadi pada SG5-C9, agar dapat dilakukan penyeimbangan lintasan penjahitan, juga diperlukan data mengenai waktu elemen dan waktu aktual dari tiap proses pada lintasan tersebut. Pengukuran waktu elemen dilakukan sebanyak lima kali untuk tiap proses dan waktu yang ditetapkan menjadi waktu elemen suatu proses adalah rata-rata dari kelima pengukuran terhadap proses tersebut. Hasil pengukuran waktu elemen tiap proses dapat dilihat pada tabel berikut,

24

Page 25: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

Tabel 4.2 – Hasil Pengukuran Waktu Elemen

Setelah dilakukan pengukuran waktu elemen, dilakukan perhitungan waktu aktual dari tiap proses yang terjadi pada SG5-C9 dengan menggunakan rumus:

Waktu aktual=waktuelemen x efisiensi x penyesuaian x allowance

Dengan menetapkan efisiensi sebesar 85%, penyesuaian sebesar 1.2 dan allowance sebesar 1.1 diperoleh data waktu aktual untuk tiap proses dalam penjahitan upper sepatu Levi’s Horse Kid sebagai berikut:

25

Page 26: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

Tabel 4.3 – Hasil Perhitungan Waktu Aktual

4.1.3. Perhitungan Waktu SiklusPerhitungan waktu siklus maksimum dilakukan dengan menggunakan rumus

Waktu siklus=Totalwaktu kerja yang tersediaDemand

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari perusahaan, diketahui bahwa perusahaan memiliki 22 hari kerja/bulan, 8 jam/hari dan 1 shift/hari. Selain itu juga diketahui bahwa perusahaan memiliki demand penjahitan sepatu yang ingin dipenuhi sebesar 60 pasang/jam. Berdasarkan data-data tersebut serta rumus yang telah dinyatakan di atas, maka dapat dilakukan perhitungan waktu siklus maksimum sebagai berikut:

Waktu siklus¿ 22 x 8 x1 x360060 x8 x22

=60 detik / pasang

Jadi waktu siklus maksimum adalah 60 detik.

4.1.4. Perhitungan Jumlah Stasiun Kerja MinimumPerhitungan jumlah stasiun kerja maksimum dilakukan dengan menggunakan rumus:

Jumlah min¿ total waktuelemenwaktusiklus max

Berdasarkan perhitungan-perhitungan yang telah dilakukan sebelumnya, maka diperoleh jumlah stasiun minimum sebagai berikut

Jumlah min¿ 1409.6860

=23.49 ≈ 24 stasiun

Jadi, jumlah stasiun kerja minimum pada SG5-C9 adalah sebanyak 23.49 stasiun ≈ 24 stasiun.

26

Page 27: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

4.1.5. Perhitungan Terhadap Kondisi Existing Penjahitan Upper SepatuBerdasarkan pembentukan precedence diagram dan hasil perhitungan waktu aktual yang telah dilakukan maka dapat dilakukan perhitungan kriteria performansi yang terdiri dari efisiensi lintasan, waktu menganggur, keseimbangan waktu senggang, smoothness index, dan tingkat produktivitas terhadap kondisi lintasan pada saat dilaksanakan pengamatan (existing) dengan hasil dari perhitungan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4 – Perhitungan Kriteria Performansi Existing Penjahitan Upper Sepatu

27

Page 28: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa lintas penjahitan upper sepatu memiliki efisiensi lintasan sebesar 60% dengan waktu menganggur sebesar 930.32 detik, keseimbangan waktu senggang sebesar 40%, smoothness index sebesar 168.84, dan tingkat produktivitas sebesar 1.54 pasang/manhour.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada saat pelaksanaan Kerja Praktek didapati bahwa dengan kondisi lintasan penjahitan upper sepatu Levi’s Horse Kid seperti ini, SG5-C9 tidak dapat memenuhi target produksi yang telah ditetapkan oleh perusahaan yaitu sebesar 60 pasang sepatu untuk setiap jamnya.

4.1.6. Line Balancing Metode Helgeson-BirniePerhitungan metode Helgeson-Birnie dilakukan dengan memberikan bobot posisi pada tiap elemen kerja berdasarkan Precendence Diagram, melakukan sorting mulai dari elemen yang memiliki bobot paling besar ke paling kecil, kemudian mengelompokkan elemen kerja menjadi stasiun kerja sesuai urutannya dengan tetap memperhatikan Precedence Constraints dan waktu siklus. Hasil pembobotan posisi terhadap tiap elemen kerja adalah sebagai berikut:

Tabel 4.5 – Hasil Pembobotan PosisiHasil sorting bobot posisi elemen kerja adalah sebagai berikut:

Tabel 4.6 – Hasil Sorting Bobot Posisi

Pengelompokan elemen kerja ke dalam stasiun-stasiun kerja dilakukan berdasarkan 4 iterasi untuk memperoleh kemungkinan pengelompokan dengan tingkat efisiensi lintasan, waktu

28

Page 29: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

menganggur, keseimbangan waktu senggang, smoothness index, dan tingkat produktivitas yang terbaik. Keempat iterasi pengelompokan yang dilakukan dapat dilihat pada tabel-tabel berikut:

Tabel 4.7 – Iterasi I Metode Helgeson- Birnie

29

Page 30: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

Tabel 4.8 – Iterasi II Metode Helgeson-Birnie

30

Page 31: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

Tabel 4.9 – Iterasi III Metode Helgeson-Birnie

31

Page 32: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

Tabel 4.10 – Iterasi IV Metode Helgeson-Birnie

4.1.7. Line Balancing Metode Largest Candidate RulePerhitungan metode Largest Candudate Rule dilakukan dengan cara mengurutkan elemen kerja berdasarkan waktu elemen tertinggi dan jumlah elemen kerja predecessor-nya. Kemudian dilakukan pengelompokan elemen kerja menjadi stasiun kerja berdasarkan waktu elemen paling tinggi dan jumlah predecessor paling sedikit dengan memperhatikan precedence constraints dan waktu siklus.

Tabel 4.11 – Hasil Identifikasi Jumlah Predecessor Tiap Elemen Kerja

32

Page 33: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

Hasil sorting elemen kerja dengan waktu elemen terbesar dan jumlah predecessor terendah adalah sebagai berikut:

Tabel 4.12 – Hasil Sorting Berdasarkan Waktu Elemen dan Jumlah Predecessor

Sama halnya dengan metode Helgeson-Birnie, pada line balancing dengan menggunakan metode Largest Candidate Rule dilakukan iterasi pengelompokan elemen ke dalam stasiun kerja sebanyak 4 kali memperoleh kemungkinan pengelompokan dengan tingkat efisiensi lintasan, waktu menganggur, keseimbangan waktu senggang, smoothness index, dan tingkat produktivitas yang terbaik. Keempat iterasi pengelompokan yang dilakukan dapat dilihat pada tabel-tabel berikut:

33

Page 34: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

Tabel 4.13 – Iterasi I Metode Largest Candidate Rule

Tabel 4.14 – Iterasi II Metode Largest Candidate Rule

34

Page 35: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

Tabel 4.15 – Iterasi III Metode Largest Candidate Rule

35

Page 36: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

Tabel 4.16 – Iterasi IV Metode Largest Candidate Rule

4.1.8. Line Balancing Metode Region ApproachMetode Region Approach dilakukan dengan cara membuat kolom-kolom region pada Precedence Diagram, mengurutkan tiap elemen kerja pada satu region berdasarkan waktu elemen tertinggi dan kemudian mengelompokkan elemen kerja menjadi stasiun kerja sesuai urutan dengan memperhatikan precedence constraints dan waktu siklus.

Berdasarkan penerapan langkah-langkah tersebut, maka diperoleh data dan hasil perhitungan sebagai berikut:

Gambar 4.2 – Hasil Pembentukan Kolom-Kolom Region pada Precedence Diagram

36

Page 37: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

Tabel 4.17 – Hasil Pengurutan Elemen Pada Tiap Region Berdasarkan Waktu Terbesar

Sama halnya dengan metode Helgeson-Birnie serta metode Largest Candidate Rule, pada line balancing dengan menggunakan metode Region Approach dilakukan iterasi pengelompokan elemen ke dalam stasiun kerja sebanyak 4 kali memperoleh kemungkinan pengelompokan dengan tingkat efisiensi lintasan, waktu menganggur, keseimbangan waktu senggang, smoothness index, dan tingkat produktivitas yang terbaik. Keempat iterasi pengelompokan yang dilakukan dapat dilihat pada tabel-tabel berikut:

37

Page 38: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

Tabel 4.18 – Iterasi I Metode Region Approach

Tabel 4.19 – Iterasi II Metode Region Approach

38

Page 39: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

Tabel 4.20 – Iterasi III Metode Region Approach

39

Page 40: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

Tabel 4.21 – Iterasi IV Metode Region Approach

4.2. Analisis4.2.1. Analisis Kondisi ExistingBerdasarkan hasil pengukuran waktu dan perhitungan waktu aktual maka dapat dilakukan perhitungan kriteria performansi yang terdiri dari efisiensi lintasan, waktu menganggur, keseimbangan waktu senggang, smoothness index, serta tingkat produktivitas SG5-C9 dalam rangkaian proses penjahitan upper sepatu Levi’s Horse Kid pada saat pengamatan dilakukan (existing). Hasil perhitungan ditunjukkan pada tabel berikut:

40

Page 41: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

Tabel 4.22 – Hasil Perhitungan Kriteria Performansi Kondisi Existing Penjahitan Upper Sepatu

Tabel yang menampilkan hasil perhitungan terhadap kondisi existing di atas dengan jelas menunjukkan bahwa lintasan penjahitan upper sepatu Levi’s Horse Kid pada saat dilakukan pengamatan memiliki kondisi yang kurang baik (tidak seimbang). Sebagaimana yang telah diketahui bahwa lintas produksi yang baik memiliki efisiensi lintasan yang tinggi serta waktu menganggur, keseimbangan waktu senggang, dan smoothness index yang mendekati angka 0. Sementara itu hasil perhitungan terhadap kondisi existing menunjukkan bahwa lintasan memiliki nilai efisiensi lintasan yang rendah serta waktu menganggur, keseimbangan waktu senggang, dan smoothness index yang cukup tinggi.

Kondisi lintasan produksi seperti ini dapat menimbulkan dampak yang buruk baik bagi para pekerja maupun pada pemenuhan target produksi yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Dampak buruk bagi para pekerja dapat berupa: Beban mental dan fisik yang besar bagi para pekerja pada stasiun kerja yang mengalami

kondisi bottleneck, dimana mereka dituntut untuk meningkatkan performansi kerjanya demi tercapainya target produksi SG5-C9.

Turunnya motivasi kerja para pekerja pada stasiun kerja yang sering menganggur.

Sedangkan dampak buruk bagi pemenuhan target produksi pada dasarnya timbul akibat terjadinya fenomena bottleneck pada stasiun-stasiun tertentu sehingga terjadi delay pada waktu penyelesaian tiap pasang sepatu yang dijahit pada SG5-C9. Dengan meningkatnya waktu

41

Page 42: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

penyelesaian penjahitan tiap pasang sepatu maka kemungkinan terpenuhinya target produksi sebesar 60 pasang/jam akan semakin sulit untuk dipenuhi.

4.2.1.1. Analisis Penyebab Ketidakseimbangan Lintas ProduksiBerdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap SG5-C9 didapati bahwa penyebab utama terjadinya ketidakseimbangan pada lintas produksi penjahitan upper sepatu Levi’s Horse Kid adalah terjadinya fenomena-fenomena bottleneck atau penumpukan work-in-process pada beberapa stasiun kerja. Hal-hal yang menyebabkan terjadinya fenomena ini antara lain: Tidak seimbangnya waktu antar stasiun kerja.

Fenomena bottleneck pada dasarnya terjadi ketika aliran work-in-process keluar dari satu stasiun kerja dengan waktu stasiun yang rendah menuju stasiun kerja dengan waktu stasiun yang lebih besar dan kemudian menuju stasiun kerja dengan waktu stasiun yang lebih rendah. Hal ini menyebabkan penyumbatan atau penumpukan work-in-process pada bagian input stasiun kerja yang memiliki waktu stasiun yang lebih besar dan menganggurnya stasiun kerja berikutnya yang memiliki waktu stasiun lebih kecil.

Perbedaan kemampuan pekerja.Masing-masing pekerja pada SG5-C9 memiliki tingkat kemampuan tersendiri dalam menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu pada umumnya berasal dari pengalaman dalam melakukan pekerjaan tersebut. Penempatan pekerja dengan kemampuan yang kurang pada suatu stasiun kerja yang berpotensi untuk menimbulkan bottleneck akan memberikan dampak yang buruk bagi keseimbangan proses penjahitan sepatu.

4.2.1.2. Analisis Penanggulangan Ketidakseimbangan Lintas ProduksiDalam menciptakan suatu lintas produksi yang seimbang maka fenomena bottleneck harus dihindari karena dapat menghambat kelancaran aliran work-in-process pada penjahitan upper sepatu serta menimbulkan delay pada penyelesaian tiap pasang sepatu. Hal-hal yang dapat dilakukan dalam menanggulangi terjadinya bottleneck adalah sebagai berikut: Menyeimbangkan waktu antar stasiun kerja.

Penyeimbangan waktu antar stasiun kerja dapat dilakukan dengan pelaksanaan berbagai metode line balancing pada lintas produksi serta menerapkan hasil line balancing yang terbaik dari seluruh metode yang telah dilakukan. Dengan diterapkannya hasil line balancing, walaupun tidak diperoleh hasil yang benar-benar seimbang, diharapkan lintas produksi dapat lebih baik daripada sebelumnya dan dapat mendukung pemenuhan target produksi yang telah ditetapkan perusahaan dengan lebih baik.

Penempatan pekerja pada stasiun kerja dengan tepat.Stasiun-stasiun kerja yang berpotensi untuk menimbulkan fenomena bottleneck sebaiknya ditangani oleh pekerja yang memiliki kemampuan yang sangat baik dalam bidangnya sehingga kemungkinan timbulnya fenomena bottleneck dapat diminimalisir dan kalaupun fenomena tersebut terjadi, pekerja tersebut dengan secepat mungkin dapat meningkatkan performansinya.

Pelatihan pekerja.Pelatihan terhadap pekerja sebaiknya tetap dilakukan khususnya bagi pekerja yang baru bergabung pada perusahaan sehingga kemampuan bekerjanya dapat seimbang dengan pekerja-pekerja yang telah lebih berpengalaman dalam melakukan proses penjahitan sepatu.

4.2.2. Analisis Hasil Perhitungan (Pemilihan Lintas Terbaik)

42

Page 43: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

Setelah dilakukan proses line balancing terhadap lintas penjahitan upper sepatu Levi’s Horse Kid dengan berbagai metode heuristik maka dilakukan pemilihan hasil line balancing yang menunjukkan solusi terbaik. Pemilihan solusi terbaik didasarkan atas berbagai kriteria performansi seperti efisensi lintasan, waktu menganggur, keseimbangan waktu senggang, smoothness index, dan tingkat produktivitas lintasan. Ringkasan kriteria performansi lintasan berdasarkan berbagai metode adalah sebagai berikut:

Tabel 4.23 – Ringkasan Kriteria Performansi Lintasan Hasil Perhitungan

Berdasarkan perbandingan terhadap kriteria performansi lintasan dengan berbagai iterasi dan metode line balancing yang dilakukan pada lintas produksi maka dapat dinyatakan bahwa iterasi 4 pada metode Helgeson-Birnie merupakan lintasan yang terbaik.

4.2.3. Analisis Perbandingan Kondisi Existing dan Hasil PerhitunganPerbandingan kondisi existing lintas penjahitan upper sepatu Levi’s Horse Kid dengan hasil perhitungan dapat dilakukan dengan membandingkan kriteria performansi antara kedua lintasan tersebut seperti yang ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 4.24 – Perbandingan Kriteria Performansi Existing dan Hasil Perhitungan

Berdasarkan perbandingan tabel di atas dapat dilihat bahwa lintasan hasil perhitungan lebih baik daripada lintasan kondisi aktual. Analisis terhadap tiap masing-masing kriteria performansi adalah sebagai berikut:

43

Page 44: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

Efisiensi LintasanEfisiensi lintasan merupakan perbandingan antara jumlah seluruh waktu stasiun kerja dengan perkalian antara waktu siklus dengan jumlah stasiun kerja. Lintas produksi yang baik adalah yang memiliki nilai efisiensi lintasan yang tinggi yang menunjukkan bahwa seluruh stasiun kerja memiliki waktu yang sama dengan waktu siklus yang telah ditetapkan. Sehingga dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi efisiensi lintasan maka performansi lintasan tersebut semakin baik. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh peningkatan efisiensi lintasan sebsar 18% yaitu dari 60% menjadi sebesar 78%.

Waktu MenganggurNilai waktu menganggur menunjukkan total waktu menunggu dari setiap stasiun akibat selisih waktu stasiun terbesar dengan waktu setiap stasiun. Lintas produksi yang sempurna tidak memiliki waktu menganggur yang berarti waktu setiap stasiun kerja sama. Semakin besar waktu menganggur menunjukkan bahwa lintas produksi kurang efisien karena banyak waktu yang terbuang untuk menunggu stasiun kerja yang memiliki waktu stasiun terbesar menyelesaikan elemen pekerjaannya. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh penurunan nilai waktu menganggur sebesar 540 detik dari 930.32 detik menjadi 390.32 detik.

Keseimbangan Waktu SenggangWaktu senggang adalah ukuran ketidakefisienan lintas produksi yang dihasilkan oleh pekerjaan yang tidak sempurna di antara seluruh stasiun kerja. Besar keseimbangan waktu senggang menunjukkan persentase waktu menganggur terhadap waktu produksi komponen sejak memasuki stasiun kerja pertama sampai stasiun kerja terakhir. Lintas produksi yang sempurna memiliki keseimbangan waktu senggang sebesar nol yang berarti tidak ada waktu menganggur pada seluruh stasiun kerja. Dengan kata lain semakin kecil nilai keseimbangan waktu senggang maka performansi lintasan semakin baik. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh penurunan nilai keseimbangan waktu senggang sebesar 18% dari 40% menjadi 22%.

Smoothness IndexSmoothness Index menunjukkan tingkat kelancaran (smoothness) dari keseimbangan lintas produksi yang dibentuk. Lintas produksi yang baik adalah yang memiliki nilai smoothness index yang mendekati angka 0. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa semakin kecil nilai smoothness index maka performansi lintasan semakin baik. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh penurunan nilai smoothness index sebesar 86.94 dari 168.84 menjadi 81.91.

ProduktivitasProduktivitas menunjukkan tingkat kemampuan lintas produksi dalam memenuhi demand yang telah ditetapkan untuk setiap jam kerjanya. Semakin besar nilai produktivitas dari lintasan menunjukkan lintasan yang semakin baik. Berdasarkan perhitungan diperoleh peningkatan produktivitas sebesar 0.46 pasang/manhour dari 1.54 pasang/manhour menjadi 2.00 pasang/manhour.

44

Page 45: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KesimpulanProses Line Balancing merupakan suatu proses yang sangat perlu untuk dilakukan untuk mencapai terbentuknya suatu lintasan produksi yang seimbang dan terhindar dari terjadinya fenomena bottleneck yang dapat memberikan dampak negatif bagi kelangsungan proses produksi seperti peningkatan biaya produksi serta dampak-dampak lain yang dapat ditimbulkan terhadap pekerja seperti beban mental dan fisik bagi para pekerja.

Proses Line Balancing dapat dilakukan dengan berbagai metode baik metode analitik maupun heuristik. Metode heuristik yang umum digunakan adalah metode Helgeson-Birnie, Largest Candidate Rule, dan Region Approach. Masing-masing metode memiliki langkah pengerjaan yang berbeda-beda namun memiliki kriteria pengukuran performansi yang sama. Pada akhirnya, metode yang terbaik ditentukan berdasarkan perbandingan kriteria-kriteria performansi yang dihasilkan oleh metode-metode tersebut.

Dalam lintas penjahitan upper sepatu Levi’s Horse Kid pada PT Prima Inreksa Industries, metode Line Balancing yang menunjukkan kriteria performansi terbaik adalah metode Helgeson-Birnie dengan kriteria performansi sebagai berikut:

1. Efisiensi lintasan terbesar yaitu 78%.2. Waktu menganggur terendah yaitu 390.32 detik.3. Keseimbangan waktu senggang terendah yaitu 22%.4. Smoothness Index terendah yaitu 80.01 detik.5. Produktivitas tertinggi yaitu 2 pasang/manhour.

5.2. SaranSaran yang dapat diberikan penulis kepada PT Prima Inreksa Industries terkait dengan keseimbangan lintasan pada proses penjahitan upper sepatu Levi’s Horse Kid di Small Group 5 Cell 9 (SG5-C9) adalah sebagai berikut: Untuk meningkatkan keseimbangan lintas penjahitan upper sepatu Levi’s Horse Kid di SG5-

C9 ada baiknya bila perusahaan menetapkan rancangan lintasan sebagai berikut:

45

Page 46: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

Tabel 5.1 – Usulan Rancangan Lintas Penjahitan Upper Sepatu Levi’s Horse Kid

Karena terdapat pengurangan sebanyak 9 stasiun kerja jika dibandingkan dengan kondisi awal sebelum dilakukan line balancing maka diperlukan penyesuaian terhadap tata letak stasiun kerja pada lintas penjahitan upper sepatu. Berikut adalah usulan tata letak lintasan setelah dilakukan line balancing:(Terlampir: Gambar B)

Agar tingkat performansi lintasan dapat ditingkatkan menjadi lebih baik lagi, sebaiknya perusahaan senantiasa memberikan pelatihan kepada pekerja yang dinilai memiliki performansi yang kurang sehingga dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan lebih cepat lagi.

Pada saat pelaksanaan kerja praktek, penulis terkadang mendapati pimpinan SG5-C9 bersifat emosional terhadap para pekerja pada lintasan akibat tekanan target produksi yang tidak dapat terpenuhi. Hal ini menyebabkan pekerja yang mendapatkan tekanan dari pimpinan SG5-C9 menjadi kaku dalam bekerja dan cenderung melakukan kesalahan. Ada baiknya bila pimpinan SG5-C9 dapat meredam emosinya dan lebih memilih untuk memberikan dorongan positif bagi para pekerja di lintasan sehingga kemungkinan terjadinya kesalahan kerja dapat dikurangi.

46

Page 47: Laporan Kerja Praktek Teknik Industri ITB

DAFTAR PUSTAKA

Bedworth, David D. & Bailey, James A. 1987. Integrated Producion Control System. Canada: John Wiley & Sons.

Groover, Mikell P. 2001. Automation, Production System, and Computer-Integrated Manufacturing 2nd edition. New Jersey: Prentice-Hall.

Handout Kuliah TI-3122 Perancangan dan Pengendalian Produksi.

Http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2009/03/16/09243578/Levis.Pesan.Sepatu.Pada.Pabrik.Indonesia.

Http://www.apakabar.ws/forums/viewtopic.php?f=2&t=49500

Http://mobile.kontan.co.id/keuangan/news/2278/Industri-Alas-Kaki-Akan-Dapat-Dana-Restrukturisasi

Http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/01/28/08584478/Industri.Sepatu.Mulai.Bangkit

Modul 7 Praktikum TI 3104 Perancangan Teknik Industri 1, Perancangan Sistem Produksi Perakitan.

Sutalaksana, I.Z. et, al. 2006. Teknik Perancangan Sistem Kerja. Bandung: Penerbit ITB.

47