Upload
ptingg
View
1.819
Download
71
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN KERJA PRAKTEK
PT. MEDCO E&P INDONESIA
“PENINJAUAN LAPANGAN MINYAK DAN GAS
PT MEDCO E & P INDONESIA, BLOK RIMAU, SUMATERA SELATAN
BERDASARKAN ASPEK WELL COMPLETION,
WELL PROBLEM & TREATMENT PROBLEM”
OLEH
RETNO APRIYANTI PUTRI
PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN
FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2011
PENINJAUAN LAPANGAN MINYAK DAN GAS
PT MEDCO E & P INDONESIA, BLOK RIMAU, SUMATERA SELATAN
BERDASARKAN ASPEK WELL COMPLETION, WELL PROBLEM, &
TREATMENT PROBLEM
LAPORAN KERJA PRAKTEK
Dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mendapatkan Nilai Mata Kuliah Kerja
Praktek Pada Program Studi Teknik Perminyakan Fakultas Teknologi Kebumian
dan Energi Universitas Trisakti
OLEH
RETNO APRIYANTI PUTRI
07108142
PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN
FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2011
ii
iii
Kata Pengantar
Puji dan Syukur bagi ALLAH SWT atas rahmat dan Kasih-Nya yang tiada
batas dan telah memberikan nikmat berupa pikiran, kesehatan lahirian dan
jasmaniah sehingga penulisan laporan kerja praktek ini dapat diselesaikan di PT.
MEDCO E&P INDONESIA jakarta pada tanggal 4 Juli 2011 sampai dengan 3
Agustus 2011. Adapun kerja praktek ini berjudul “Peninjauan Lapangan Minyak
dan gas PT Medco E & P Indonesia, Blok Rimau, Sumatera Selatan, Berdasarkan
Aspek Well Completion, Well Problem & Treatment Problem” dibuat sebagai
salah satu syarat untuk mendapatkan nilai kerja prakterk di Program Studi Jurusan
Teknik Perminyakan Universitas Trisakti. Tidak ada kata yang dapat penulis
ungkapkan selain rasa syukur.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih sedalam-
dalamnya kepada seluruh pihak yang telah membantu secara langsung maupin
tidak langsung dalam menyelesaikan kerja praktek ini, antara lain :
1. Ayah dan Mama atas segala kasih sayang, perhatian dan kesabarannya
serta kakak dan saudara-saudara saya tercinta atas bantuan doa,
motivasi dan bantuan moril dan materiil.
2. Bapak Ir. Moh. Thamrin selaku Dekan Fakultas Teknologi Kebumian
dan Energi Universitas Trisakti, Jakarta.
3. Bapak Ir. Sugiatmo Kasmungin, MT. Phd selaku Kepala Program
Studi Teknik Perminyakan Universitas Triakti, Jakarta.
4. Bapak Ir. Suryo Prakoso, selaku Pembimbing Akademik
iv
5. Bapak Noviadi Istono selaku Manager of Production Department PT
Medco E & P Indonesia
6. Bapak Danar Wijayanto, selaku pembimbing kerja praktek di PT
Medco E & P Indonesia
7. Bapak Sony Andrianto selaku Area Engineering Department Lead PT
Medco E & P Indonesia, Lapangan Kaji – Semoga, Blok Rimau
8. Mas Zennis Arrochman selaku pembimbing kami dan Mas Poltak
serta Mas Yaser selaku WOWS Engineer selama Kerja Praktek di PT
Medco E & P Indonesia pada Lapangan Kaji – Semoga, Blok Rimau.
9. Mas Adam Fatchur selaku pembimbing kami dan Mas Geraldus
Yudahanto, Mas Prasetya selaku Production Engineer selama Kerja
Praktek di PT Medco E & P Indonesia pada Lapangan Kaji – Semoga,
Blok Rimau.
10. Mas Bramantika selaku Surface Facilities Engineer selama Kerja
Praktek di PT Medco E & P Indonesia pada Lapangan Kaji – Semoga,
Blom Rimau.
11. Bapak Yusuf Siregar, Mas Mirza, Mas Amru, Mba Elisa, selaku
Production Engineer di PT Medco E & P Indonesia
12. Semua pihak PT Medco E & P Indonesia yang tidak bisa disebutkan
satu persatu yang telah membantu baik moral maupun spiritual
13. Dan semua teman – teman angkatan 2008 teknik perminyakan yang
saya cintai.
v
Akhir kata penulis mohon maaf yang sebesar – besarnya jika dalam
penulisan laporan kerja praktek ini masih banyak kekurangan dan kesalahannya.
Penulis sadar laporan kerja praktek ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga
penyelesaian laporan kerja praktek ini bukan semata-mata hanya sebagai
persyaratan mendapatkan nilai kerja praktek, tetapi dapat mempunyai arti dan
manfaat di kemudian hari.
Jakarta, 3 Agustus 2011
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. viii
DAFTAR TABEL ................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................... 1
1.2 Tujuan Kerja Praktek ........................................................... 1
1.3 Ruang Lingkup .................................................................... 2
1.4 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ...................................... 2
BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN ................................... 3
2.1 Sejarah Perusahaan .............................................................. 3
2.2 Visi, Misi dan Tata Nilai Perusahaan .................................. 12
BAB III TINJUAUAN UMUM LAPANGAN .................................... 15
3.1 Sejarah Singkat PT Medco E & P Indonesia di Blok Rimau 15
3.2 Keadaan Geologi Lapangan ................................................ 16
3.2.1 Reservoir Pada Blok Rimau ..................................... ......17
3.3 Produksi di Blok Rimau ...................................................... 18
vii
DAFTAR ISI
(lanjutan)
Halaman
BAB IV Well Completion, Well Problem & Treatment Problem .... 20
4.1 Well Completion................................................................ 21
4.1.1 Bottom Hole Completion .................................... 26
4.1.2 Tubing Completion .............................................. 28
4.1.3 Liner Completion ................................................. 32
4.1.4 Gravel Pack Completion .................................... 34
4.1.5 Sand Consolidation ............................................ 35
4.2 Well Problem .................................................................. 36
4.2.1 Formation Damage ............................................ 36
4.2.2 Corrosion, Scale and Parrafin Removal .......... 37
4.3 Treatment Problem ......................................................... 41
4.3.1 Work Over .......................................................... 41
BAB V PEMBAHASAN ....................................................................... 54
5.1 Perforasi di Sumur A ....................................................... 54
5.2 Acidizing di Sumur A ....................................................... 47
BAB VI KESIMPULAN ...................................................................... 61
6.1 Kesimpulan ..................................................................... 61
6.2 Rekomendasi ................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 62
LAMPIRAN .......................................................................................... 63
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
3.1 Rimau Block Working Area ..................................................... 16
4.1 Open hole Completion ............................................................... 27
4.2 Perforated Completion .............................................................. 28
4.3 Single Layer Tubing Completion .............................................. 29
4.4 Double Layer Single Tubing Completion ................................. 30
4.5 Double Layer Dual Tubing Completion ................................... 31
4.6 Wire Screen and Liner Completion ........................................... 33
4.7 Gravel Pack Completion ........................................................... 35
ix
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Thru Tubing Perforator by OWEN ........................................... 23
4.2 Casing Gun by OWEN .............................................................. 24
4.3 Tubing Conveyed Perforation by OWEN ................................. 25
5.1 Hasil Swabbing .......................................................................... 56
5.2 Formula Acidizing di Sumur A ................................................. 58
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jurusan Teknik Perminyakan, Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi,
Universitas Trisakti Jakarta menetapkan program yang merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata-1, yaitu Kerja Praktek dengan bobot
akademik 1 SKS. Kerja Praktek (KP) ini meeupakan salah satu mata kuliah
prasyarat di Universitas Trisakti untuk mengambil mata kuliah Tugas Akhir (TA).
Pengadaan kegiatan kerja praktek yng merupakan sarana yang sangat baik dan
bermanfaat untuk memberikan kesempatan dan pengalaman kepada mahasiswa
yang nantinya akan terjun ke dunni perminyakan. Dengan kerja praktek ini
diharapkan juga akan terjadi integrasi antara ilmu yang diperoleh di kelas dan di
lapangan sehingga mahasiswa akan memiliki cukup bekal saat memasuki dunia
perminyakan. Selain itu mahasiswa juga dituntut untuk memiliki pengetahuan
dalam lingkungan kerja yang akan ditekuninya. Oleh karena itu, kerja sama antara
perguruan tinggi dengan perusahaan menjadi sangat penting dan harus tetap dijaga
karena akan menguntungkan bagi kedua belah pihak.
2
1.2 Tujuan Kerja Praktek
Maksud dan tujuan dari kerja praktek ini adalah untuk menerapkan ilmu yang
dipeoleh di kelas ke dalam industri migas yang sebenarnya. Adapun metode
pelaksanaan kerja praktek meliputi :
1. Pengamatan langsung ke lapangan sumur minyak yang sedang
berproduksi.
2. Mendapatkan bimbingan dan pengarahan dari pembimbing maupun
teknisi yang berada di lokasi yang dikunjungi.
3. Membuat laporan kerja praktek.
1.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelaksanaan kerja praktek yang dibatasi pada kegiatan dan
operasi lapangan PT. MEDCO E&P Indonesia yang berkaitan dengan ilmu teknik
perminyakan yang meliputi, pemboran, produksi dan reservoir.
1.4 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Pelaksanaan kerja praktek yang di lakukan di kantor PT. MEDCO E&P
Indonesia, The Energy Building, Lt. 35.
3
BAB II
TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
2.1 Sejarah Perusahaan
Perusahaan induk dari PT. Stanvac Indonesia adalah Esso Easter Inc.
(EES), yang berlokasi di Boston, Texas, Amerika Serikat. Esso Easter Inc. (EES)
merupakan anak perusahaan dari Exxon Corporation. EES melaksanakan
usahanya dalam bidang eksplorasi, produksi minyak, gas bumi, penyulingan,
pengangkutan dan pemasaran minyak mentah, hasil-hasil minyak, gas alam di
Asia dan Australia.
1921 Standard Oil of New Jersey memulai usaha pencarian minyak bumi
di Indonesia melalui Netherlandse Koloniale Petroleum
Maatschappy (NKPM). NKPM kemudian berubah nama menjadi
Standard Vacuum Petroluem Maatscappy.
1921 Tanggal 26 Desember di Talang akar, Sumatra Selatan ditemukan
sumur produksi pertama dari formasi Talang Akar, yang
merupakan penemuan lapangan minyak terbesar di belahan bumi
timur (timur jauh) sebelum perang dunia kedua. Sejak saat itu
perusahaan mengalami perkembangan pesat, bahkan beberapa
sumber minyak di Talang Akar dapat menghasilkan minyak an
kecil di Kapuan Jhingga 10.000 s/d 12.000 BBL/day.
4
1922 Pendirian kilang minyak dekat Palembang dan pemasangan pipa
yang menghubungkan pabrik dengan ladang minyak, kira-kira 130
km ke arah barat daya.
1925 Pembangunan kilang pengolahan (refinery) di sungai Gerong,
Palembang dengan kapasitas 3.500 BBL/day dan pemasangan pipa
6 inch yang menghubungkan pabrik tersebut dengan ladang
minyak.
1931 Kilang minyak sungai Gerong diperbesar kapasitasnya menjadi
25.000 BBL/day ditambah dengan pabrik Lilin serta jalur pipa 8
inch menuju ke kilang. Terminal minyak Tanjung Uban Riau
didirikan pada tahun yang sama. Dalam Perang Dunia II, kilang
minyak sungai Gerong sebgaian hancur.
1932 NKPM bergabung dengan Soccony menjadi Stanvac. Ketika itu
Exxon dan Mobil (saat itu bernama Soccony Cacuum)
menggabungkan operasi hulu dan hilir mereka di timur jauh.
Stanvac berangsur-angsur mempunyai daerah operasi yang
membentang dari Afrika Timur sampai Selandia Baru, dan meliputi
wilayah Asia Tengah dan Asia Tenggara, serta penumuak lapangan
Lirik dan Sago di Riau.
5
Sejarah PT. Stanvac Indonesia setelah proklamasi sejak kemerdekaan
RI hingga menjadi PT. Exspan Nusantara
1947 Lapangan minyak Sumatra Selatan dibuka dan kilag minyak sungai
Gerong diperbaiki.
1956 SPVM membuat CLA (Collective Labour Agreement) pertama dan
proses perundingan memakan waktu hampir 2 tahun.
1957 Membangun Catalyst Cracker Unit yang pertama di Indonesia.
Stanvac meneyelesaikan pembangunan pipa penyaluran minyak
berukuran 10 inch sepanjang 150 km serta menghubungkan
lapangan minyak di Riau. Penghubungan lapangan minyak di Riau
mengawali pengiriman minyak melalui sungai dan laut sejauh 60
km ke kilang minyak sungai Gerong dengan pembangunan unit-
unit Hydrocracking dan Polymerisasi yang pertama di Indonesia
untuk meningkatkan kapasitas pengilangan menjadi 71.000 BOPD.
1958 Stanvac menandatangani kerja sama CLA dengan serikat buruh.
1959 Stanvac menandatangani kontrak untuk memasok gas sebagai
bahan baku pembuatan pupuk oleh PT. PUSRI, pabrik pupuk
pertama yang akan dilaksanakan mulai tahun 1963. Standard
Vacuum Sales Company diubah namanya menjadi PT. Stanvac
Indonesia (PTSI) yang kantor pusatnya di Indonesia.
6
1961 Stanvac Vacuum Petroleum Maatschappy (SCVM), Refinery, dan
Production meleburkan diri ke dalam PTSI dan Esso Standard
Eastern Inc. menjadi operatornya.
1962 Organisasi Stanvac di mancanegara dilebur dan asetnya dibagi
menjadi dua antar Exxon dan Mobil. PT. Stanvac merupakan satu
diantara sebagian kecil perusahaan yang berada di bawah
kepemilikan bersama.
1963 PTSI dan pemerintah (Pertamina) menandatangani perjanjian
kontrak karya. Pada waktu itu PTSI mendapat izin mengadakan
eksplorasi di Kampar Block, Riau.
1964 SVSC (pemasaran) dihapuskan dan terminal-terminalnya di
Medan, Palembang, Tanjung Karang, Ujung Pandang dan Surabaya
dijual kepada Pertamina.
1968 PTSI mengembalikan 25% dari Blok Kampar kepada pemerintah.
1969 PTSI menjadi perusahaan yang hanya melakukan eksplorasi dan
produksi minyak.
1970 Pada bulan Januari PTSI menjual kilang minyak di sungai Gerong
kepada Pertamina dan pada waktu itu PT.Stanvac mendapatdaerah
kontrak karya tambahan di Sumatra Selatan.
1971 PTSI mengambil alih blok koridor di Sumatra Selatan dari
perusahaan Retco. Daerah ini dilepas tahun 1977. PTSI mendapat
daerah baru atas dasar Production Sharing di daerah Bukit Barisan,
Riau, dan Blok Rimau, Sumatera Selatan.
7
1973 Penandatangan KBH Blok Rimau.
1978 PTSI ditunjuk oleh Esso Sumatera Inc/Mobil Oil Andalas Inc
sebagai operator daerah Bagi hasil “Pamai Taluk Blok A” di tiga
provinsi : Riau, Jambi dan Sumatera Barat, dengan luas daerah
19.000 km.
1983 Penyerahan sebagian daerah Kontrak Karya di Pendopo dan Lirik
kepada Pertamina.
1985 Pengembangan lapangan Tabuan Sumatera Selatan, yang
merupakan lapangan Produksi PSC pertama yang dikelola Stanvac.
Penemuan lapangan Jene di wilayah Exstension Area yang
merupakan sukses terbesar setelah Talang Akar.
1986 Empat lapangan minyak baru: Tabuan, Jene, Lagan, dan Tanjung
Laban mulai berproduksi. Dua lapangan minyak lainnya di
Sumatera Selatan, Pian, dan Panglero ditemukan.
1987 Lapangan minyak Kerang di Blok Rimau Sumatera Selatan mulai
berproduksi, Stanvac kembali menemukan lapangan-lapangan baru,
masing-masing Serdang dan Langkap di Sumatera Selatan dan
Paya Rumbai di Riau.
1988 Dua buah Production Sharing Contract/Joint Operation Agreement
ditandatangani bersama Pertamina untuk wilayah Blok Musi
Kelingi di Sumatera Selatan dan Blok Gundih di Jawa Tengah dan
Jawa Timur.
8
1989 Penandatanganan perjanjian bagi daerah Kontrak Karya (COW)
dalam bentuk Production Sharing Contract untuk masa 20 tahun
dengan luas wilayah operasi seluruhnya 12770 km2.
1990 Survei minyak seismik yang terbesar di blok Rimau, Musi Kelingi,
dan Gundih.
1991 Pengeboran 8 sumur eksplorasi, yaitu 4 sumur eksplorasi di Blok
Rimau, 1 di Join Operational Body Musi Kelingi, 1 di Blok
Kampar Riau dan 2 di Blok Gundih Jawa Tengh, serta 31 sumur
pengembangan, yaitu 6 Blok Kampar Riau, 10 Blok Rimau
Sumatera Selatan dan 5 Extension Block Area.
1992 PT. Meta Epsi Drilling yang kemudian menjadi PT. Medco Energy
Corporation Tbk. (MEC Tbk.) MEC Tbk melakukan ekspansi
usaha pada bidang eksplorasi dan produkasi minyk dan gas bumi.
Hal itu dilakukan dengan mangambil alih wilayah kerja Tesoro
(TIPCO dan TTPC) di Sanga-sanga, Samboja dan Tarakan,
Kalimantan Timur. Dua perusahaan didirikan : PT. Eksita
Pantranagari untuk mengelola wilayah kerja PSC. Kedua
perusahaan ini kemudian dikenal sebagai PT. Exspan Kalimantan.
1994 Tanggal 3 Desember dilakukan pembelian seluruh saham PT.
Exxon dan Mobil yang berada di PT. Stanvac Indonesia oleh
Medco Energy Corporation di Jakara dengan wilayah resmi
meliputi : Blok Kampar Riau, Blok Ekstensi, Rimau dan Pasimah
9
yang berada di wilayah Sumatera Selatan. Kemudian PT. Stanvac
berubah nama menjadi PT. Exspan Sumatera.
1996 PT. Exspan Sumatera menemukan cadangan minyak besar di
Lapangan Kaji Semoga, yang terletak di kabupaten Musi
Banyuasin, Sumatera Selatan.
1997 PT. Exspan Sumatera mengadakan kerjasama dengan perusahaan
minyak dan gas milik Pemerintah Republik Myanmar, Myanmar
Oil and Gas Enterprise untuk mengelola lapngan migas RSF-5 dan
MOGE-3 di Myanmar. Produksi minyak perdana sebesar 3.000
BOPD dihasilkan dari Lapngan Kaji di Rimau Block Sumatera
Selatan. Produksi ini terus ditingkatkan sampai rata-rata 35.700
BOPD pada tahun 1999. PT Exspan Kalimantan bekerjasama
dengan Lasmo& Premier Oil melakukan eksplorasi migas di block
Cumi-cumi, Kepulauan Natuna. Pemasangan pipa gas berdiameter
8 inch sepanjang 35 km dari Lapangan Kutai Lama Utara (KLU) ke
Pembangkit Listrik Tenaga dan Uap (PLTGU) milik PLN di
Tanjung Batu, Kabupaten Kutai.
1998 Peresmian stasiun pengumpul minyak Kaji Semoga.
1999 Pembangunan stasiun booster di Tempirai, Pengabuan, dan
Serdang, Sumatera Selatan selesai. Peningkatan pengiriman minyak
ke kilang Plaju. Exspan Myanmar berhasil melakukan survey
seismic sepanjqang 250 km selama tahun 1999. Dari seluruh data
seismic yang terkumpul 3.000 km diproses kembali.
10
Pada tahun 2000, Exspan Myanmar akan membeli 2 sumur
eksplorasi.
2000 PT. ExspanSumatera dan PT. Exspan Kalimantan digabung
menjadi PT. Exspan Nusantara, sejak saat itu pula orientasi
perusahaan berubah dari nasional menjadi internasional.
2002 Penghentian pengeboran d Pasemah Block, karena tidak ditemukan
hidrokarbon pada pemboran Sekunyir 1 dan Kerah 2. Pengeboran 8
sumur penghasil minyak di Lapangan Soka di Kabupaten Musi
Rawas. Perkiraan produksi dapat mencapai 5.000 BOPD.
Pengaktifan kembali lapanagan minyak yang ada di Lapangan
Tabuan,Langkap dan Kerang di Kabupaten Banyuasin. Digunakan
sebagai stasiun pengumpul minyak yang berasal dari Kaji Semoga
untuk dialirkan menuju titik penjualan KM 77.
2004 PT. Medco Energy International mengubah nama PT. Exsan
Nusantara menjadi PT. Medco E&P Indonesia berbasis Asset
Based Organization (mandiri untuk setiap block).
2005 Mengakuisisi Area 47 di Libya dan blok Langsa dan blok
Sembakung di Indonesia. Penandatanganan perjanjian kerja sama
tenaga listrik Tanjung Jatu O&M dengan PLN.
2006 Diberikan 45% dari hasil bekerja di Blok 82 dan 83 di Yemen.
Komisi panaran II Gas-fired pembangkit tenaga listrik 2x27,5 MW.
Diberikan kepada pengembang dari proyek geothermal (panas
bumi) dalam kapasitas 300 MW di Sarulla, Sumatera Utara.
11
2007 Meluncurkan eksplorasi dari area 47 di libya dengan 6 penemuan
sumur. Meluncurkan pilot project untuk Enchanced Oil Recovery
(EOR) di Block Rimau. Mendirikan PT Donggi-Senoro LNG
(DSLNG)
2008 Penandatanganan Production Sharing Agreement dengan
Kementrian Minyak dan Mineral negara Yemen untuk Block 82
dan 83. Menyelesaikan penjualan PT Apexindo Pratama Duta Tbk,
anak perusahaan dari jasa rig pengeboran. Menandatangani CBM
Production Sharing Contract (PSC) untuk melaksanakan kegiatan
dalam pengembangan CBM pertama di Indonesia di Kabupaten
Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
2009 Menandatangani aset perjanjian dengan Energy Resource
Technology GOM, Inc. untuk akuisisi dari block 316, area timur
cameron, serta selatan, OCS-G 23803, Teluk Meksiko, USA. Head
of agreement antara PT Medco Energy dan Arrow energi
(Indonesia) Holdings Pte Ltd. memasuki gas dan bisnis
pertambangan di bawah unit “Incubator Business”.
12
2.2 Visi, Misi, dan Tata Nilai Perusahaan
Visi :
Perusahaan Energi pilihan.
Misi :
Mencari dan mengembangkan secara inovatif sumber daya energi untuk
meningkatkan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholder)
sejalan dengan standar etika dan standar lingkungan tertinggi.
Tata Nilai :
Professional
Kompeten dalam bidangnya, memiliki semangat juara, meningkatkan
kemapuan diri setiap saat, mengetahui batas kemampuan.
Etis
Menjalankan bisnis dengan adil dan dengan integritas, menerapkan standar
etika tertinggi setiap saat, mengerti dan menaati kebjaksanaan perusahaan
mengenai Good Coporate Governance (pengelolaan perusahaan yang
baik.
Terbuka
Mendorong informalitas dan keterbukaan dalam berkomunikasi,
membangun rasa saling percaya.
13
Inovatif
Mmebangun budaya untuk selalu ingin maju, senantiasa mencari
terobosan demi tercapainya hasil atau proses yang lebih baik, lebih aman,
lebih cepat dan lebih murah.
14
Upaya merevitalisasi diri melalui penajaman visi dan penguatan nialai dan
budaya perusahaan, Medco Energy di tahun 2003 meluncurkan logo barunya
yakni berupa lingkaran biru (menggambarkan planet biru sebagai ungkapan
“Mengelola eenergi dari alam untuk alam”) dengan latar belakang warna putih
(mencerminkan nilai moral perusahaan yang telah direvitalisasi, meliputi
proffesionalisme, etis, terbuka dan inovatif).
Inisial perusahaan digambarkan dengan huruf M, sementara huruf E yang
berasal dari huruf M dengan rotasi 90º tidak hanya dimaksudkan dengan “energi”
tapi juga sebagai lambang “sigma”, yang mengilustrasikan tekad Medco Enegy
untuk mewujudkan akumulasi dan penggunaan energi yang bertanggungjawab
dalam rangkai mencapai keseimbangan antara kemakmuran dan pelestarian alam.
15
BAB III
TINJAUAN UMUM LAPANGAN
3.1 Sejarah Singkat PT Medco E & P Indonesia di Blok Rimau
PT Medco E & P Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang beroperasi di
lapangan Kaji – Semoga, Blok Rimau, Sumatera Selatan. Pada tahun 1912, PT Stanvac
Indonesia didirikan oleh Exxon Corp mulai melakukan kegiatan eksplorasi dan produksi pada
Rimau Blok, Sumetera Selatan tetapi tidak menemukan minyak. Pada Tahun 1995 PT
Stanvac Indonesia dibeli oleh PT Medco Energi Internasional dan diberi nama PT Exspan
Sumatera.
Pada tahun 1996, PT Exspan Sumatera menemukan cadangan minyak dan gas pada
Lapangan Kaji – Semoga yang berlokasi di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Kaji –
Semoga mulai di produksikan pada bulan April 1997. Pada tahun 1998 Stasiun Langkap Kaji
dan segala fasilitas pendukungnya mulai di operasikan secara penuh.
Pada tahun 2000, PT Exspan Sumatera dan PT Exspan Kalimantan bergabung dan
berganti nama menjadi PT Exspan Nusantara.
Pada tahun 2001 – 2002, produksi perusahaan mencapai rata – rata harian sebesar 84
ribu barrel minyak dtambah dengan 70 juta kaki kubik gas sehingga menempatkan Exspan
sebagai penghasil migas nomor 3 terbesar di Indonesia.
Pada tahun 2003, didapatkan tender untuk Merangin-I dan dilakukan penandatanganan
beberapa perjanjian suplai gas dengan PLN.
Dengan berbagai pertimbangan, pada tanggal 19 April 2004, PT Exspan Nusantara
berubah nama menjadi PT Medco E & P Indonesia.
16
Gambar 3.1
Rimau Block Working Area
3.2 Keadaan Geologi Lapangan
Stratigrafi daerah cekungan ini pada umumnya dapat dikenal satu daur besar
(mengacycle) yang terdiri dari suatu transgresi yang diikuti regresi. Formasi yang terbentuk
dalam fasa transgresi dikelompokkan menjadi Kelompok Talisa (Formasi Talang Akar,
Formasi Baturaja, dan Formasi Gumai). Sedang yang terbentuk dalam fase regresi
dikelompokkan menjadi Kelompok Palembang (Formasi Air Benakat, Formasi Muara Enim,
dan Formasi Kasai)
Pada Blok Rimau terdiri dari tiga lapisan formasi, yaitu Formasi Telisa, Baturaja dan
Talang Akar. Ketiga formasi ini memproduksikan minyak, gas dan air.
Formasi Telisa merupakan endapan Lowstand system track dan di lapangan Kaji –
Semoga sebagai reservoir yang baik untuk minyak dan gas. Satuan batupasir Telisa ini
sebagai Barier Sand pada lapangan Kaji, dan di lapangan Semoga sebagai Tidal Sand Flat,
dengan demikian satuan batupasir Telisa ini mempunyai potensi sebagai Stratigraphic trap
(perangkap stratigrafi) atau kombinasi antara perangkap struktur dan perangkap stratigrafi.
17
Distribusi batupasir endapan Tidal (pasang surut) sangat bervariasi yang berpengaruh
terhadap keragaman reservoir heterogeneity dan reservoir quality, sehingga faktor
permeability barrier memegang peranan penting dalam proses stimulasi.
Formasi Baturaja terdiri dari gamping yang sering merupakan terumbu yang terbesar
disana – sini. Formasi ini terbentuk dalam cekungan Jambi, begitu pula dalam bagian tertentu
dari cekungan Palembang, seperti depresi Lematang. Lithologi batuan pada formasi ini
adalah limestone, dolomite, minorcoal, coal present.
Formasi Talang Akar merupakan transgresi marin yang sebenarnya dan rupa – rupanya
dapat dipisahkan dari Formasi Lahat oleh suatu ketidakselarasan yang mewakili
pengangkatan regional dalam Oligosen Tua Atas dan Oligosen Tengah, juga sebagian dari
formasi ini adalah fluviatil sampai delta (Gritsand Member) dan Marin Dangkal (Transition
Member). Dead oil biasanya terletak di dalam sands, Depo-environment pada formasi ini
adalah pada delta, danau sepanjang pantai atau lagoon dan nears-hore marine.
3.2.1 Reservoir Pada Blok Rimau
Minyak bumi terdapat terutama dalam lapisan pasir dormasi Talang Akar yang
transgresif dan juga dalam lapisan pasir formasi Air Benakat dan secara terbatas juga
dalam formasi Muara Enim.
Blok Rimau reservoirnya terbagi menjadi dua, yaitu Rimau yang terdiri dari
Lapangan Kaji dan Semoga yang merupakan reservoir terbesar pad Blok Rimau dan
Old Rimau yang terdiri dari Lapangan Langkap, Kerang, Tabuan, Rimbabat dan Rumbi
yang merupakan reservoir kecil. Karena Rimau merupakan reservoir yang besar maka
sistem sumurnya menggunakan sistem cluster.
18
Dufour (1957) menunjukkan bahwa jarang sekali minyak terdapat dalam
kedua formasi ini pada struktur yang sama. Minyak di Formasi Talang Akar pada
umumnya terdapat di tepi Paparan Sunda dan daerah peninggian batuan dasar,
sedangkan dalam formasi Air Benakat pada bagian – bagian dalam air cekungan,
seperti Jambi.
Minyak yang didapatkan dari Formasi Talang Akar pada umumnya bersifat
parafin berat (35-37API), tetapi dapat pula bervariasi antara 21-25API (lapangan
Raja). Minyak dari Formasi Air Benakat bersifat parafin ringan – sedang (45-54API).
Minyak yang bersifat aspal (22-25API) juga didapat dalam formasi Air Benakat di
Jambi dan juga dalam Formasi Muara Enim, di utara sungai Musi.
3.3 Produksi di Blok Rimau
Pada lapangan Kaji – Semoga dan Old Rimau, total sumur adalah 378 sumur yang
terdiri atas sumur yang sedang berproduksi sebanyak 176 sumur, sumur dengan injeksi air
sebanyak 74 sumur, sumur yang sedang shut-in 124 sumur, dan sumur plug & abandon
sebanyak 4 sumur.
Metode produksi pada Blok Rimau memakai dengan natural flow dan aritifial lift, yaitu
gas lift, ESP, SRP, dan HPU. Pada Kaji – Semoga artificial lift yang digunakan adalah ESP
dan gas lift, sedangkan pada Old Rimau artificial lift yang digunakan adalah SRP dan HPU,
karena kebanyakan sumur di Old Rimau produksi indeksnya rendah.
Stasiun produksi yang terdapat di blok Rimau terbagi menjadi dua, yaitu Old Rimau
berupa Tabuan, Langkap dan Kerang. Sedangkan pada Rimau adalah Kaji, Kaji-Semoga dan
Kaji-Satelite.
19
Di Blok Rimau minyak di jual melalu 2 sales point yaitu Tengguleng dan KM. 3 Plaju.
Minyak di Tengguleng ditampung di storage tank yang berjumlah 4 storage tank. Minyak
selanjutnya diekspor melalui kapal FSO Laksmiati. Pada salaes point KM.3 terdapat matering
penjualan yang diawasi bersama PT. Medco E & P Indonesia dengan PT. Pertamina.
20
BAB IV
Well Completion, Well Problem and Treatment Problem
Proses pengerjaan suatu sumur dapat dibagi menjadi beberapa tahap mulai dari
drilling (pengeboran), completion (penyelesaian sumur), workover (kerja ulang), well service
(perawatan sumur) dan plug and abandon. Tahap – tahapnya akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Drilling (Pengeboran)
a) Membuat lubang sampai menembus target formasi
b) Memasang pipa – pipa selubung (casing) beserta penyemenannya
2. Completion (Penyelesaian Sumur)
a) Memasang peralatan bawah tanah agar sumur bisa di produksi
b) Melubangi (perforasi) casing agar fluida formasi masuk ke lubang sumur
c) Mengalirkan fluida ke permukaan baik dengan cara mengalir sendiri (natural
flow) maupun dengan pengagkatan buatan (artificial lif)
3. Work Over (Kerja Ulang)
a) Pindah lapisan, menutup lapisan yang lama, membuka yang baru
b) Perangsangan sumur (stimulasi), membuat sumur upaya lebih productive dengan
cara Acidizing atau Hydraulic Fracturing
c) Segala macam pekerjaan yang menyangkut treatment terhadap reservoirnya
4. Well Service (Perawatan Sumur)
a) Perawatan sumur dari kerusakan – kerusakan mekanikal peralatan sumur
b) Memasang baru peralatan articial lift
c) Mengganti peralatan artificial lift dalam rangka optimasasi produksi
5. Plug and Abandon
22
Meninggalkan sumur karena sudah tidak produktif lagi, dengan cara membuat
sumbatan – sumbatan dalam sumur agar aman pada saat ditinggalkan
4.1 Well Completion
Well completion atau penyelesaian sumur adalah pekerjaan setelah pemboran, logging
dan pemasangan casing dan flanged sudah dilakukan. Penyempurnaan sumur
(komplesi) dilakukan agar fluida dari dasar sumur dapat mengalir ke permukaan.
Komplesi dapat dilakuka dengan rig yang sama atau diganti dengan snubbing unit atau
unit yang lebih murah. Jenis komplesi sumur ini bermacam – macam pilihannya
tergantung pada beberapa faktor, diantaranya adalah :
Biaya
Diperlukannya well stimulation
Beberapa masalah produksi khusus, seperti sand control atau artificial lift
Jenis pendorong reservoir
Lokasi batas gas – minyak dan air – minyak
Kemungkinan dilaksanakannya secondary recovery dimasa yang akan datang
Metode well completion merupakan hal yang terpenting pada bagian perminyakan yaitu
untuk memulai produksi fluida dari bagian formasi dan untuk menentukan cara apa
yang akan digunakan untuk metode pengangkatan fluidanya. Pada metode well
completion terdapat cara untuk melubangi casing, cement dan formasi untuk maksud
mengalirkan fluida dari formasi ke lubang sumur dan sampai pada pernukaan, cara ini
sering disebut dengan perforasi.
23
Parameter dari perforasi antara lain :
1. Ukuran gun : makin besar ukuran makin banyak charge (bahan peledak) yang
terkandung, makin kuat daya ledaknya yang bisa menghasilkan penetration
depth yang dalam atau ukuran lubang yang lebih besar
2. Shoot density (SPF – shoots per foot) : Jumlah gun per foot, artinya juga
jumlah lubang per foot yang dihasilkan. Karena formasi kebanyakan tidak
homogen, dengan SPF yang tinggi semua bagian dari formasi dapat terlubangi
sehingga makin besar juga kemungkinan perlubangan pada bagian formasi
yang permeable
3. Phasing : arah lubang perforasi. Semakin banyak arah, semakin besar pula
kemungkinan perlubangan pada bagian formasi yang permeable
4. Stand off : jarak tembak gun, artinya jarak gun terhadap dinding casing. Makin
dekat jarak tembak makin dalam penetration depth-nya
Jenis – jenis perforation gun antara lain :
1. Thru tubing perforator : gun diturunkan melalui inside diameter tubing dengan
wireline, kemudian wireline dialiri arus listrik untuk mengaktifkan detonator
pada gun. Ciri – ciri dari thru tubing perforator adalah sebagai berikut :
a. Diameter gun lebih kecil dari inside diameter tubing, kemampuan
penetrasi lubang terbatas
b. Dapat dilakukan underbalance perforating
c. Sumur dapat langsung di produksi setelah perforating
24
Tabel 4.1
Thru Tubing Perforator by OWEN
2. Casing gun : gun diturunkan dengan wireline di dalam casing (tanpa tubing),
kemudian wireline dialiri arus listrik untuk mengaktifkan detonator pada gun.
Ciri – ciri dari casing gun adalah sebagai berikut :
a. Diameter gun lebih besar, kemampuan penetrasi yang lebih dalam
b. SPF dan phasing bisa lebih banyak
c. Stand off bisa lebih pendek, kemampuan penetrasi gun lebih dalam
d. Sulit dilakukan underbalance perforating
e. Debris gun (sisa perforating gun) tidak mengotori lubang sumur karena
debris tertampung dalam silinder pembawa gun
25
Tabel 4.2
Casing Gun by OWEN
3. TCP (tubing Conveyed perfotation) : gun diturunkan dengan tubing dimana
gun cariernya berbentuk silinder sama seperti casing gun. Untuk mengaktifkan
detonator pada tubing conveyed perforation dapat menggunakan dua cara,
yaitu dengan cara hydraulic atau pun dengan cara mekanikal. Ciri – ciri dari
tubing conveyed perforation adalah sebagai berikut :
a. Mempunyai keuntungan seperti casing gun seperti diameter gun lebih
besar, spsf dan phasing bisa lebih banyak, stand off lebih pendek, debris
tidak jatuh ke lubang sumur
b. Bisa di lakukan underbalanced perforating
c. Sumur dapat langsung di produksi setelah perforating
26
Tabel 4.3
Tubing Conveyed Perforation by OWEN
System firing perforating gun secara prinsip dibagi menjadi 3 macam, yaitu eletrical,
mechanical dan hydraulic.
Electrical : pada semua sistem wire gun : thru tubing dan casing gun. Arus
listrik dialirkan melalui wireline (conductor line) untuk mengaktifkan detonator
yang akan meledakkan gun melalui prima cord.
Mechanical : pada sistem TCP gun. Detenator diaktifkan dengan pukulan bar
yang dijatuhkan dari permukaan, membakar prima cord dan seterusnya
meledakkan gun. Sistem drop bar ini hanya digunakan untuk sumur vertikal
atau sumur dengan kemiringan kecil yang memungkinkan bar bisa sampai ke
perforating gun.
Hydraulic : pada sistem TCP gun. Detenator diaktifkan dengan tekanan tubing.
Dilakukan untuk sumur dengan kemiringan besar sehingga drop bar akan sulit
mencapai top of gun. Selalu dilengkapi dengan TDF (time delay firing), artinya
ada tenggang waktu antara pemberian tekanan di tubing sampai detonator aktif.
27
Tenggang waktu ini gunanya untuk memberi kesempatan tekanan tubing di
bleed off sampai tekanan hydrostatic diatas gun menjadi under balance. Dalam
hal ini media untuk pressure up tubing adalah fluida yang ringan (Nitrogen,
diesel oil atau low density formasi. Perlu diketahui juga sistem Hydrauling
Firing ini juga digunakan untuk back up mechanical firing manakala drop bar
gagal mengaktifkan detonator.
Metode well completion terbagi atas dua bagian utama yaitu bottom hole
completion dan tubing completion. Bottom hole completion dapat dilakukan secara
uncased hole completion (tanpa penahan) atau secara cased hole completion
(dengan penahan) yang di perforasi. Pada tubing completion diusahakan agar
mampu mengangkat fluida yang telah berada dalam lubang sumur ke permukaan
dengan semaksimal mungkin.
4.1.1. Bottom Hole Completion
Pada metoda ini terbagi atas dua macam yaitu open hole completion dan perforated
casing completion. Open hole completion merupakan metoda yang paling
sederhana, dimana casing hanya dipasang sampai puncak formasi produktif,
sehingga formasi yang kompak (tidak mudah gugur) dapat terproduksi, dapat
dilihat pada gambar 4.1.
Keuntungan dari metode open hole completion adalah:
1. Murah
2. Tidak ada halangan untuk aliran ke sumur sehingga pressure loss di
perforasi bisa mendekati nol.
28
Kerugian dari open hole completion adalah:
1. Untuk formasi yang banyak layer semua lapisan produksi akan terproduksi
tanpa adanya pengontrolan
2. Tidak mungkin dilakukan test sumur satu per satu untuk sistem formasi
banyak lapisan
3. Tidak bisa menutup salah satu zone bila berproduksi air atau gas
4. Tidak mudah untuk dilakukan penambahan peralatan bawah
5. Lebih besar memungkinan terjadinya fines dan partikel pengendapan
Pada sumur demikian sumur dibor sampai target formasi dan disemen disitu. Lalu
formasi produktif di bor dan lumpur disirkulasikan. Aliran masuk ke sumur tanpa
halangan, tetapi tanpa penguatan di dinding formasinya.
Gambar 4.1
Openhole Completion
29
Pada metoda perforated casing completion, casing produksi dipasang menebus
formasi produktif dan disemen yang selanjutnya diperforasi pada interval – interval
yang diinginkan. Dengan adanya casing produksi tersebut maka formasi yang
mudah gugur dapat ditahan. Cara ini paling umum dilakukan dimana – mana
karena lebih bisa melakukan profil kontrol, biaya relatif kecil kalau interval
perforasinya pendek dan laju produksi yang lebih besar bisa diharapkan karena
hampir tidak adanya bahaya formasi runtuh.
Gambar 4.2
Perforated Completion
4.1.2. Tubing Completion
Tubing completion berdasarkan jumlah production string yang digunakan dalam
satu sumur, dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu single completion, commingle
completion dan multiple completion.
30
1. Single Completion
Dalam metoda ini digunakan satu production string, dimana sumur hanya
memiliki satu lapisan atau zona produktif atau banyak lapisan tetapi di
produksi secara bergantian masing – masing zona. Single completion dapat
dilakukan secara open hole bila formasinya cukup kompak dan dilakukan
secara perforated jika formasinya kurang kompak dan diselingi lapisan –
lapisan tipis dari air atau gas, Gambar 4.3.
Gambar 4.3
Single Layer Single Tubing Completion
2. Commingle Completion
Dengan menggunakan metoda commingle (gambar 4.4) maka sumur yang
mempunya lebih dari satu lapisan atau zona produktif dapat diproduksikan
melalui satu production string.
31
Metoda commingle ini terdiri dari beberapa jenis, yaitu:
a. Tanpa menggunakan production tubing, jenis ini biasanya digunakan
untuk sumur dengan productivitas yang sangat besar dan fluida
produksi tidak korosif
b. Menggunakan tubing tanpa packer, jenis ini biasanya digunakan untuk
sumur dengan fluida produksi bersifat korosif atau mengandung bahan
– bahan pembentuk scale. Tubing yang di pasang tersebut digunakan
untuk menginjeksi corrosion inhibitor atau paraffin solvent
c. Single tubing single packer
d. Single tubing, single packer dengan ekstra tubing, ekstra tubing
tersebut digunakan untuk menginjeksi zat kimia
e. Single tubing single (dual) packer
Gambar 4.4
Double Layer Single Tubing Completion
32
3. Multiple Completion
Dilakukan untuk sumur yang memiliki lebih dari satu lapisan atau zone
produktif. Tiap – tiap zona produktif diproduksikan sendiri – sendiri secara
terpisah sesuai dengan produktivitasnya masing – masing, sehingga dapat
memaksimalkan recoverable oil. Pada metoda ini pengontrolan masing –
masing zona produksi dan kerusakan alat atau formasinya dapat dilakukan
secara mudah tetapi biaya yang harus dikeluarkan lebih besar dibandingkan
dengan metoda lainnya. Jenis multiple completion adalah, gambar 4.5
Gambar 4.5
Double Layer Dual Tubing Completion
a. Multiple-packer completion, packer pada jenis completion ini
digunakan sebagai pemisah fluida antar zone produktif. Multiple
packer yang biasa digunakan ada dua macam, yaitu :
Pararel tubing string
33
Pararel concentric tubing string
b. Multiple-tubingless completion,dalam metoda ini tidak digunakan
production tubing tetapi digunakan casing yang berukuran kecil
(biasanya 2 7/8 inch). Jenis ini cocok untuk sumur - sumur yang
berumur panjang dan mempunyai banyak masalah seperti sand control,
pada saat fracturing, saat acidizing dan masalah – masalah lain yang
memerlukan stimulasi atau treatment. Metoda ini kurang cocok untuk
sumur dengan fluida produksi yang bersifat korosi karena casing di
pasang dan di semen secara permanen.
4.1.3. Liner Completion
Metoda ini biasanya digunakan untik formasi produktif yang faktor sementasinya
berharga 1,4 – 1,7. Linear completion terdiri dari dua jenis, Gambar 4.6, yaitu :
1. Screen Liner Completion
Dalam metoda ini menggunakan cara casing produksi dipasang sampai
puncak dari formasi atau zone produktif kemudian liner dipasang pada zone
produktif yang dikombinasikan dengan screen sehingga pasir yang
terproduksi tertahan oleh screen. Pada pengunaan screen liner ada beberapa
macam type yang biasa digunakan, terdiri dari :
a. Slotted screen liner, yaitu screen line dengan lubang berupa celah
vertikal atau horizontal
b. Wire Wrapped screen liner, yaitu merupakan pipa saringan
berbentuk anyaman
c. Prepacked sand screen liner, yaitu berupa saringan dengan dua pipa
yang diantaranya diisi gravel pack
34
Gambar 4.6
Wire Screen and Liner Completion
Keuntungan :
Formation damage selama pemboran yang melewati zone produktif
dapat dikurangi karena tidak dilakukan penyemenan
Intepretasi log tidak kritis
Pembersihan lubang dapat dihindari
Pengurangan biaya karena tidak dilakuakn perforasi
Kelemahan :
Sukar mengontol terproduksinya air dan gas
Fluida mengalir ke lubang bor tidak dengan diameter penuh
Stimulasi atau treatment tidak dapat dilakukan secara efektif
Rig time bertambah dengan digunakannya cable tools
35
Tidak mudah menambah kedalaman
2. Perforated Liner Completion
Casing dipasang sampai diatas zone produktif, kemudian disambung
dengan casing liner yang disemen dan diperforasi. Formasi yang mudah
gugur akan ditahan oleh casng. Casing yang telah disemen kemudian
dilubangi dengan gun atau bullet perforator atapun jet perforator.
Keuntungan :
Produksi gas atau air dapat dikontrol
Stimulasi dapat dilakukan secara selektif
Kelemahan :
Fluida mengalir ke lubang tidak dengan diameter penuh
Interpretasi log kritis
Penyemenan sulit dilakukan
Ada tambahan biaya perforasi, penyemenan dan rig time
4.1.4. Gravel Pack Completion
Metoda ini dilakukan bila screen liner masih tidak mampu menahan terproduksinya
pasir. Caranya dalah dengan menginjeksikan sejumlah gravel pada formasi
produktif di sekeliling casing, sehingga fluida akan tertahan oleh pasir yang
membentuk barrier di belakang gravel, dan gravel ditahan oleh screen. Adapun
pemasangan gravel pack sebagai berikut :
Formasi produktif yang akan dipasang gravel diperforasi terlebih dahulu,
kemudian lubang sumur dibersihkan dari kotoran pasir formasi
Rangkaian pipa diturunkan dan selanjutnya gravel diinjeksikan dengan
tekanan tertentu
36
Screen liner dengan packer diturunkan dengan disertai pipa pembersih
(wash pipe) untuk membersihkan pasir yang ada di dalam lubang sumur
Setelah selesai penempatan screen liner pada kedalaman yang diinginkan,
wash pipe diangkat dari lubang sumur
Gambar 4.7
Gravel Pack Completion
4.1.5. Sand Consolidation
Metoda ini dilakukan pada lapisan yang tipis dengan butiran pasir relatif besar,
permeabilitas seragam (uniform) dan pasirnya bersih (clean stand). Prinsip metoda
ini adalah injeksi bahan kimia ke dalam lapisan pasir sehingga pasir yang terlepas
menjadi tersemen. Bahan kimia yang sering digunakan adalah epoxy resin,
phenolic resin atau furan resin.
Metode lain merupakan kombinasi antara gravel packing dengan konsolidasi
adalah gravel packing tersemen. Dalam hal ini gravel dicampur dengan material
plastik kemudian diinjeksi ke dalam lubang perforasi di depan formasi.
37
4.2 Well Problem
4.2.1. Formation damage
Permasalahan sumur di lapangan dapat di karenakan dari faktor mekanikal seperti
kerusakan valve, tubing, masalah kelistrikan dan juga ada faktor dari sumurnya itu
sendiri seperti korosi, partikel plugging atau bisa juga disebut formation damage.
Formation damage bisa terjadi bila konduktivitas fluida disekitar formasi
berkurang akibat turunnya permeabilias disekitar sumur dari harga mula- mula di
formasinya. Type penyebab dari formation damage antara lain :
a. Clay swelling : disebabkan oleh fresh water atau filtrat lumpur pemboran
merembes ke formasi yang mengandung shale seperti montmorillonite misalnya
yang berlapis – lapis. Sekali swelling terjadi sukar sekali untuk menaikkan
kembali permeabilitas dengan mengganti sistem lumpur ke lumpur asin (salt
warer mud) dan kalai naik kembali, tidak akan kembali ke harga permebilitas
semula.
b. Particle plugging : partikel di lumpur pemboran atau semen dapat menyebabkan
tertutupnya pori – pori batuan disekitar lubang bor. Selain itu terdapat group
clay illite (seperti rambut) dan kaolinite (juga berlapis) yang akan bergerak
partikelnya (migrasi) dan menutup lubang pori – pori kalau clay tsb tersentuh
oleh flitrat fresh water mud, baik silika maupun claynya sendiri. Jenis clay lain
seperti chlorite akan bereaksi dengan HCl dan membentuk silica gel yang akan
menutup pori – pori. Selain itu pengendapan scale oleh calcium carbonate,
calcium sulfate, barium sulfate juga dapat terjadi di formasi selain di lubang
sumurnya sendiri. Pengendapan asphaltene dan parafin dapat terjadi akibat
38
penurunan temperatur atau tekanan yang mana dapat menyebabka penurunan
konduktivitas akibat buntunya pori dan perubahan wettability.
c. Emulsion blocking
Dalam hal ini pori – pori tetap terbuka tetapi buntu akibat emuls yang sukar
bergerak. Jarang terjadi bahawa fasa minyak atau air di keduanya berasal dari
fomrasi. Umumnya akibat minyak diinjeksikan, lumpur bor/filtrate atau injeksi
air ke formasi, emulsi dengan viskositas sampai 15000 cp dapat terjadi sehigga
sangat menghambat produksi. Emulsi blocking dapat dilihat dari injeksi ke
formasi dimana injeksi makin lama makin mudah selama emulsi bergerak
menjauhi sumur. Kalau produksi dilakukan kembali maka emulsi mungkin akan
bergerak ke sumur kembali dan membantu produksi tsb. Jadi efeknya seperti
check valve (katup hambat balik).
d. Coning atau fingering. Coning adalah akibat naiknya batas air minyak disekitar
lubang bor membentuk semacam cone (kerucut) karena permeabilitas vertikal
besar. Sedangkan kalau fingering, airnya datang dari samping (horisontal).
Dalam hal ini produksi air akan meningkat terus dan produksi air sensitif
terhadap laju total produksi, hal mana tidak tejadi pada water blocking dimana
WOR tidak sensitif terhadap laju produksi.
4.2.2. Corrosion, Scale and Parrafin Removal
Formation damage harus diatasi untuk meningkatkan produkvitas sumur.
Formation damage yang sering ditemukan seperti korosi, scale dan paraffin.
Beberapa cara untuk menghilangkan formation damage tersebut antara lain :
39
1. Corrosion Removal
Material yang terbuat dari logam karena kondisi lingkungan yang tidak sesuai
akan mengalami suatu proses yang disebut dengan korosi. Bijih logam pada
umumnya merupakan senyawa oxida yang lebih stabil dari logamnya sendiri.
Logam mempunyai kecendrungan untuk bereaksi dengan oksigen, sulfat dan
elemen – elemen lain membentuk persenyawaan yang lebih stabil, sehingga
terbentuklah korosi.
Hadirnya air dalam proses korosi merupakan elektrolit, karena mengandung
garam – garam seperti chlorida, sulfida, atau gas terlarut seperti H2S, CO2,
oksigen atau SO2, sehingga arus listrik dari anoda ke katoda dapat mengalir.
Untuk mencegah korosi maka arus listrik ini harus dihentikan atau logam
dalam keadaan netral. Untuk menghentikan arus ini dapat dilakukan dengan
melawan arus tersebut (chatodic protection) atau dengan menggunakan
inhibitor atau coating, kedua material ini tahan terhadap arus listrik.
2. Scale Removal
Air formasi mengandung bermacam – macam bahan kimia dalam bentuk ion –
ion yang larut. Ion – ion tersebut bergabung satu sama lainnya membentuk
senyawa yang tidak dapat larut dalam air. Apabila jumlah senyawa tersebut
cukup banyak sehingga melampai batas kelarutannya pada suatu kondisi, maka
senyawa tersebut mengendap dalam bentuk padat yang sering disebut scale.
Batas kelarutan suatu senyawa dalam air tergantung pada beberapa faktor,
yaitu :
a. Tekanan
b. Temperatur
40
c. Tekanan Parsial CO2
d. TDS ( Total Dissoleved Salt)
Perubahan keempat faktor tersebut dapat terjadi di dalam sumur, mulai dari
dasar sumur sampai ke permukaan, ataupun sepanjang pipa salur yang dapat
menyumbat aliran fluida sehingga akan menurunkan produktivitas sumur.
Jenis scale yang sering ditemui adalah : kalsium karbonat, kalsium sulfat,
barium sulfat, stronsium sulfat, dan senyawa – senyawa besi.
Pencegahan scale dapat dilakukan dengan memasukkan bahan kimia tertentu
(scale inhibitor) ke dalam sistem aliran. Pencegahan scale tersebut adalah
sebagai berikut:
Pada awalnya pembentukan scale, yaitu merupakan kristal yang
sangat kecil. Scale inhibitor tersebut akan melapisi kristal dan
mencegah pertumbuhan kristal lebih lanjut
Scale inhibitor mencegah kristal scale mengendap di dinding tubing,
pipa salur, perforasi dan sebagainya.
Berdasarkan mekanisme pencegahan scale tersebut, maka dua hal pokok yang
harus dilakukan, yaitu :
1. Scale inhibitor harus ditempatkan di daerah “up-stream” dari sitem
aliran
2. Scale inhibitor harus berada di dalam fluida sumur secara terus
menerus. Hal ini dapat dilakukan dengan menginjeksikan secara
kontinyu atau ditempatkan di dalam fluida produksi sumur.
41
3. Paraffin Removal
Secara umum metoda untuk membersihkan endapan paraffin dapat
dikategorikan sebagai berikut :
a. Secara Mekanik
Metoda mekanik seperti scrapper, pisau, hook: yang dikombinasikan
dengan peralatan lain yang digunakan untuk membersihkan endapan
paraffin, menunjukkan hasil yang cukup memuaskan dalam pembersih
paraffin disekitar lubang bor.
b. Secara Kimia (Pelarutan Paraffin)
Penggunaan larutan kimia untuk membersihkan paraffin menjadi
sangat terkenal. Tetapi beberapa larutan tidak dapat digunakan di
Indonesia.
Carbon Disulfides (CS2) adalah pelarut paraffin yang baik, akan tetapi
mempunyai titik nyala yang sangat rendah dan uapnya sangat beracun,
sehingga sangat berbahaya dilakukan di lapangan.
Carbon Tetraclorida (CCl4) adalah salah satu pelarut paraffin yang
baik, namun adanya organik – klorida dalam larutan dalam ppm (part
permillion) sangat merusak refinery catalist. Biasanya minyak mentah
akan ditolak jika terdeteksi mengandung organic klorida.
c. Secara Pemanasan ( Pelelehan Paraffin)
Salah satu teknik pembersihan endapan paraffin yang terkenal adalah
dengan melelehkan paraffin dengan minyak panas (hot oil). Metoda ini
sangat sederhana yaitu dengan mengalirkan minyak mentah melalui
alat penukar panas dan memompakannya ke dalam sumur dengan
42
temperatur lebih dari 150C (300F). Biasanya sudah cukup untuk
melelehkan paraffin di dalam tubing, yang kemudian di produksikan
kembali dengan minyak.
Kelemahannya adalah selama minyak panas disirkulasikan, fluida
tersebut mengandung kandungan paraffin dengan konsentrasi yang
tinggi, mungkin ada yang bocor dan masuk ke zona produktif dan
mendingin membentuk endapan paraffin di formasi.
Apabila kejadian tersebut terjadi, hal ini memerlukan proses
peredaman menggunakan pelarut paraffin yang baik untuk
membersihkan paraffin dan mendorong keluar dari batuan formasi.
Penggunaan uang sangat sukses dalam menghadapi masalah paraffin di
sejumlah lapangan. Berbagai metode telah dikembangkan untuk
menghadapi beberapa kondisi yang ditemui di lapangan. Semua
metoda pada dasarnya mentrasmisikan panas ke minyak dan paraffin di
dalam tubing sehingga melelehkan paraffin yang kemudian di alirkan
bersama minyak.
Pemanasan dengan uap digunakan untuk memanaskan formasi dan
membersihkan paraffin dari muka formasi (sand face). Tetapi
kegagalannya, dapat menutup zone produksi sama seperti yang dialami
jika menggunakan minyak panas.
4.3 Treatment Problem
Masalah – masalah yang terdapat pada sumur harus mempunyai solusi agar sumur
dapat tetap berproduksi dan menghasilkan crude oil yang bagus. Salah satu cara untuk
merawat sumur adalah workover atau kerja ulang sumur.
43
4.3.1. Work Over
Workover merupakan kerja ulang sumur yang dilakukan untuk meningkatkan
produktivitas dari sebuah formasi serta memperpanjang umur dari sumur agar tetap
berproduksi. Macam – macam dari workover, antara lain :
1. Perawatan Perbaikan Produksi Sumur
Terdapat beberapa perbaikan sumur yang mendasar, yang biasanya di lakukan
oleh service company, yang bertujuan untuk memperbaiki atau memperbaharui
serta memperpanjang sumur berproduksi, dapat dibedakan menjadi :
Operasi Swabbing
Sand Control dan Sand Clean Out
Corrosion, Scale dan Paraffin Removal
Penggantian Zone Produktif
Pendeteksian Kebocoran dan Isolasi
2. Swabbing
Swabbing adalah proses pengeluaran fluida yang terakumulasi di dasar sumur
yang disebabkan oleh sumur berhenti mengalir secara alami. Kejadian ini
terjadi disebabkan bila tekanan formasi tidak cukup untuk mengangkat kolom
fluida yang terakumulasi di dasar sumur ke permukaan.
Swabbing dilaksanakan dengan menurunkan peralatan khusus ke lubang
sumur menggunakan wireline. Peralatan swabbing dilengkapi dengan
“swabbing cup” yang berfungsi mengangkat fluida ke permukaan, yang
selanjutnya dialirkan melalui flowline yang berhubungan dengan wellhead ke
tanki atau kolam penampung. Pada saat itu fluida dikeluarkan, tekanan
44
hidrostatik di lubang bor menjadi rendah. Pada saat tekanan turun dibawah
tekanan formasi, sumur akan mengalir secara alami kembali.
Ada beberapa sumur di-swab melalui casing, tetapi sebagian besar sumur di-
swab melalui tubing. Operasi swabbing dapat dikerjakan dengan menggunakan
unit peralatan seperti berikut ini.
Truck Mounted Swabbing Unit
Sejumlah sumur di swabbing dengan menggunakan “pole mast
production rig. Telescopic pole mast dapat diperpanjang di atas well
head sehingga tersedia ruang yang cukup untuk mengatur dan
mempersiapkan peralatan
Well Service Unit
Swabbing juga dapat dikerjakan dengan reguler production rig. Pada
kasus ini wireline unit sering disebut dengan “sand line” dihubungkan
dengan peralatan pengangkatan (hoisting drum). Pemilihan
penggunaan unit peralatan ini disebabkan sumur yang akan diswabbing
biasanya cukup dalam.
Peralatan Swabbing
Telescopic Portable Mast, dapat diangkat dengan posisi vertikal dengan
bantuan wireline, tetapi umumnya dengan hidrolik ram, serta dapat
dipertinggi sampai batas maksimum dalam beberapa menit. Biasanya,
operasi swabbing tidak menggunakan unit yang didukung wireline
untuk menegakkannya, tetapi dengan jenis screwtype atau
hydraulicjack untuk memperoleh kestabilan diatas wellhead.
45
Swabbing line, terbuat dari fiber core dan anyaman kawat baja
berkwalitas. Kekuatannya bervariasi tergantung dari diameternya. Jenis
yang digunakan tergantung dari type fluida yang akan diswab serta
beban gesekan yang akan diderita oleh line tersebut.
Hoisting Drum, tempat penyimpanan, penarikan serta menahan beban
yang diderita oleh wireline. Hoisting drum mempunyai kapasitas dari
10.000 sampai 15.000 wireline.
Oil Saver, adalah peralatan hidrolik yang terletak diatas lubricator. Oil
saver memperkecil bocornya fluida di sekitar wireline, memperkecil
kemungkinan tersemburnya fluida ke sekitar lingkungan sumur.
Lubricator, tabung kontainer yang ditempatkan di atas master valve,
atau shut-off valve pada wellhead. Peralatan ini juga berfungsi sebagai
pengatur tekanan pada saat operasi swabbing berlangsung
Level Winder,alat untuk mengatur gulungan kawat (wireline), guna
mencegah kemungkinan gulungan kawat menjadi kusut
Swabbing Assembly, peralatan swabbing yang diturukan ke dasar
sumur yang terdiri dari empat komponen, yaitu :
o Wire Rope Socket, alat yang digunakan untuk menyambung
antara peralatan swabbing dengan wireline
o Sinker Bar, biasanya 1 ½” diameter heavy metal bar dengan
panjang sekitar 20’. Peralatan ini diletakkan di atas unit
swabbing sebagai pemberat, sehingga wireline mudah
diturunkan dan tidak akan kusut selama berada di dalam sumur
46
o Set of Jar, tabung kosong yang bekerja secara hidrolis guna
menghadapi bahaya stuck
o Swabbing Unit, piston – like object yang terdiri dari cup dan
valve yang tersusun dalam mandrel. Pada saat diturunkan ke
dalam fluid valve akan terbuka, sehingga swabbing unit dapat
mencapai dasar sumur. Pada saat ditarik valve akan tertutup,
sehingga fluida yang terdapat pada cup akan terperangkap dan
terangkat ke permukaan.
3. Sand Control
Penurunan produktivitas sumur dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
Kondisi reservoir
Kondisi produksi
Proses penyumbatan pada tubing
Lubang bor dan perforasinya
Kerusakan mekanis
Plugging/penyumbatan pada tubing, lubang bor dan perforasinya dapat
disebabkan oleh :
Pasir
Partikel – partikel formasi termasuk batuannya
Partikel – partikel lumpur
Endapan parafin
Aspalt scale
Collapse pada tubing/casing
47
Terproduksinya pasir dalam sumur dapat menimbulkan bermacam – macam
masalah, diantaranya yaitu :
Kerusakan peralatan dan fasilitas produksi
Penyumbatan aliran fluida produksi dalam pipa alir
Masalah – masalah lain yang sangat mengganggu produktivitas sumur
Hal – hal yang perlu dipertimbangkan sebelum melakukan kerja ulang
(workover) karena adanya masalah kepasiran, adalah :
1. Gravel Pack
Gravel pack merupakan workoveryang terbaik untuk single completion
dengan zone produksi yang panjang. Pelaksanannya adalah sebagai berikut
:
a. Pembersihan perforasi dengan clean fluid sebelum gravel pack
dipasang
b. Penentuan ukuran gravel pack sesuai dengan ukuran butiran formasi
c. Squeeze gravel pack ke dalam lubang perforasi, digunakan water
wet gravel jika digunakan oil placement fluid
d. Produksikan sumur dengan segera setelah packing, aliran produksi
dimlai dengan laju produksi rendah kemudian dilanjutkan dengan
kenaikan laju produksi sedikit demi sedikit.
Metoda ini merupakan pengontrolan pasir yang paling sederhana
dan paling tua umurnya. Pada prinsipnya adalah gravel yang
ditempatkan pada annulus antara screen/sloted dengan
casing/lubang bor, dimaksudkan agar dapat menahan pasir formasi.
48
2. Sand Consolidation
Sand consolidation dengan menggunakan material plastik. Pemilihan
metoda ini cocok untuk zone produksi yang pendek. Cara pelaksanaanya
adalah sebagai berikut :
a. Clean fluid secara uniform
b. Menginjeksikan material plastik ke zone produktif
c. Membersihkan pasir yang kotor denganHF acid-mutual solvent.
Merupakan teknik dengan menginjeksikan resin ke dalam formasi,
dimana resin tersebut diharapkan mengikat butir pasir, sehingga
berfungsi sebagai material penyemen.
3. Resin Coated Gravelpack
Injeksi dengan menggunakan plastic coated sand dan viscous placemet
fluid, biasanya metoda ini dipakai pada zona yang panjangnya medium,
dimana pasir telah diproduksikan dan memperlihatkan gejala caving.
Metoda yang digunakan adalah “sand lock”, yaitu dengan memasukkan
resin pembungkus gravel ke dalam formasi. Resin disini akan membentuk
jaringan batu pasir sintetis yang sangat permeabel.
4. Squeeze Cementing
Squeeze cementing adalah suatu operasi dimana suatu bubur semen ditekan
sampai tekanan tertentu pada suatu minyak atau gas.
Squeeze cementing bertujuan untuk :
Mengurangi water-oil ratio, water gas ratio atau gas oil ratio
Menutup formasi yang sudah tidak lagi produktif
Menutup zona lost circulation
49
Memperbaiki kebocoran yang terjadi di casing
Memperbaiki primary cementing yang kurang memuaskan
Operasi squeeze dilakukan selama operasi pemboran berlangsung, komplesi
maupun pada saat workover. Squeeze cementing pada workover merupakan
cara untuk menyumbat perforasi yang sudah tidak diperlukan lagi atau bagian
lubang yang terbuka sehingga suatu reservoir bisa diisolasi dan casing bisa
kukuh atau kuat terhadap tekanan.
5. Stimulation Reservoir
Stimulas adalah proses perbaikan formasi disekitar lubang sumur untuk
meningkatkan kemampuan produksi suatu sumur. Stimulasi dapat berupa
acidizing, acidizing – fracturing, dan hydraulic – fracturing.
Tujuan dari stimulasi adalah untuk meningkatkan productivity dengan
meningkatkkan permeabilitas sumur baik dengan menghilangkan scale
disekitar rekah – rekahan atau memperpanjang rekahan disekitar lubang bor.
a) Acidizing
Acidizing adalah suatu pekerjaan yang dilakukan dengan cara melarutkan
asam dengan batuan formasi yang bertujuan untuk mengecilkan batuan
formasi yang diakibatkan oleh adanya clay yang mengembang sehingga
menutup pori – pori batuan formasi. Proses acidizing dibagi menjadi dua,
yaitu Soak Acidizing (merendam sumur dengan asam) dan Matrix
Acidizing (memaksakan asam ke dalam lubang perforasi). Acidizing dapat
digunakan untuk mengurangi kerusakan formasi disekeliling lubang bor
pada semua type reservoir.
50
Ada tiga syarat agar asam bisa digunakan untuk stimulasi :
1. Harus bisa bereaksi dengan karbonat dan mineral lain untuk
menghasilkan produk yang bisa melarut
2. Ia harus bisa menghambat karat di peralatan sumur
3. Hal lain seperti aman, biaya, pengadaan, penyimpanan, dll.
Asam yang sering digunakan dalam proses acidizing adalah :
1. HCl
Terutama untuk formasi karbonat, konsentrasi asam yang
digunakan biasanya adalah 15% berat larutan HCl dalam air.
Keburukan HCl adalah sangat korosif. Korosi yang tinggi dan sulit
untuk di kontrol pada temperatur 250F. Juga lempengan
alumunium atau chromium sering ditemukan dan merusak pompa
2. HCl – HF
Campuran asam ini digunakan untuk formasi sand stone. Dalam
industri kimia, HF merupakan bahan murni dalam bentuk anhyrrat
dengan konsentrasi 40 – 70 % larutan. Karakteristik korosi dari
campuran asam ini dapat dibandingkan dengan asam yang hanya
terdiri dari asam HCl, tetapi pada campuran asam ditemukan
penghambat korosi yang lebih baik.
3. Asam Acetic
Kebaikan dari asam organik secara umum adalah korosi yang lebih
rendah dan lebih sedikit hambatan pada temperatur tinggi.
Umumnya asam acetic digunakan pada konsentrasi 10% berat
larutan dalam air.
51
4. Asam Formic
Asam formic lebih kecil berat molekulnya, lebih mudah daya larut
batuannya dan lebih kuat asamnya dibandingkan dengan asam
acetic. Dapat digunakan pada temperatur tinggi sekitar 400F.
Keburukan dari asam ini, yaitu sulit mencegah korosinya.
Walaupun lebih korosif dari asam acetic, tetapi lebih rendah
derajat korosinya dibandingkan dengan HCl.
5. Acetic – HCl dan Formic – HCl
Digunakan untuk formasi karbonat, dirancang untuk menghasilkan
“dissolving power” yang ekonomis dari HCl pada saat mencapai
korosi yang paling rendah (terutama pada temperatur tinggi) dari
asam organik. Oleh karena itu, aplikasinya pada temperatur
formasi yang tinggi, dimana biaya pencegahan korosi cenderung
melebihi biaya seluruh treatment.
Acid Additive diperlukan untuk mencegah kerusakan alat produksi, antara
lain corrosion inhibitor, surfactant untuk bermacam keperluan dan zat lain
untuk diverting agent.
a. Surfactant, selalu dipakai pada pengasaman untuk non emulsifyer,
emulsion breakers, antisludging agent, wetting agents, foaming
agents, surface tension reducers, clay stabilizer, dll. Biasanya
surfactant ditambah <0,5%. Waktu memilih surfactant harus di
perhatikan kompatibilitasnya dengan zat kimiawi yang lain.
Surfactant ada beberapa jenis, yang kationic untuk limestone dan
anionic untuk sandstones kecuali kalau nonionics.
52
b. Corrosin inhibitors
Pada acidizing biasanya tubing harus di “pickle” yaitu dialiri asam
HCL 15% + corrosion inhibitor untuk 2-3/8” tubing 85 gal/1000ft,
2 7/8” tubing 110 gal/1000ft dan 3 ½” tubing 140 gal/1000 ft.
Asam ini harus balik ke permukaan baik karena produksi
membawa kembali atau dengan sirkualasi coiled tubing atau
macaroni tubing atau lewat annulus. Inhibitor besi yang biasa
dipakai adalah citrci acid, karena citric acid yang kebanyakan akan
mengahsilkan endapan, karena itu dikombinasikan dengan EDTA
agar kelebihan citric dapat dihindarkan sedangkan kalau masih ada
fe bisa ditanggulangi dengan EDTA tsb.
b) Acidizing Fracturing
Acidizing fracturing hampir sama dengan acidizing tetapi diinjeksikan di
bawah kondisi bertekanan sehingga dapat meretakkan formasi yang akan
diacidizing
c) Hydraulic Fracturing
Proses peretakan formasi dengan menginjeksikan fluida (Cair) ke formasi
dibawah kondisi bertekanan sehingga dapat meretakan formasi disekitar
lubang bor. Biasanya dalam fluida dicampur dengan material pengganjal,
sehingga pada tekanan peretakan diturunkan maka formasi yang sudah
retak tidak tertutup lagi. Merupakan fludia peretak yang dapat membawa
pengganjal masuk ke rekahan, tetapi tidak membawanya lagi ke luar,
disebut breaker.
Tahap dari perekahan bisa dimulai dengan
53
1. Pre-pad, berviskositas rendah seperti air, minyak atau foam, ditambah
sedikit gel, friction reducer, surfactant atau KCl pencegah damage.
Prepad digunakan untuk memudahkan terjadinya rekahan dan
meninginkan formasi. Prepad tidak perlu untuk temperatur formasi
cukup rendah. (dalam industri kadang – kadang istilah prepad berarti
minifract sebelum perekahan sebelumnya, dimana prepad ini
diinjeksikan kemudian sumur ditutup untuk evaluasi baru perekahan
sebenernya dengan pad dipompakan)
2. Pad adalah fluida kental tanpa proppant yang dipompakan untuk
melebarkan dan mempertinggi rekahan, dan mempersiapkan jalannya
slurry dengan proppant. Volume pad juga akan mengurang leak – off
(kebocoran) pada slurry nanti karena telah mulai terbentuk filter cake
pada pad. Kemungkinan terjadinya screen – out premature dapat
dihindarkan dengan menaikkan laju injeksi, volume pad atau
meningkatkan effisiensi sistim fluidanya. Volume pad dilaporkan
sebagai presentasi dari total viscous fludi (pad + slurry) dan biasanya
25 – 45 % yang makin besar kalau ada rekahan alamiah di formasinya.
Kenaikan volume pad menaikkan resiko biaya dan formation damage.
3. Slurry dengan proppant
Slurry (bubur) dengan proppant akan mengembangkan rekahan
menjauhi sumur menambah lebar panjang rekahan serta membawa
proppant untuk mengisi rekahan. Harga maksimum konsentrasi
proppant tergantung dari formasinya, sistem fluida dan konsentrasi
gelnya. Perekahan yang effisien adalah menaruh proppant sebanyak –
54
banyaknya dengan minimum fluida, sehimhha biayanya minimum.
Umumnya dilakukan dengan ramp system, dimana mula-mula proppant
dimasukkan dengan kadar rendah dan naik lambat – lambat sampai ke
harga maksimum, lalu konstant.
4. Flush.
Dipompakan cairan dasar dibelakang slurry dengan proppant agar
mendorong slurry tersebut masuk ke formasi, tetapi harus dijaga jangan
sampai smeua proppant masuk ke formasi dan menyebabkan di dekat
sumur terjadi penutupan kembali rekahannya (choke fracture). Dalam
praktek selalu ditinggalkan slurry sedikit di sumur. Perekahan hidraulik
terbaik dilakukan untuk permeabilitas yang relatif kecil (<10 md) atau
dimana damagenya agak dalam. Pada masa – masa akhir ini sering
dipakai juga untuk permeabilitas besar (>10 md, bahkan diatas 100 md)
karena pertama untuk menghilangkan damage, kedua kalau
mengunakan asam, terjadinya reaksi komplikasi lebih mungkin.
Keuntungan ketiga adalah kalau ada fines atau butiran kecil bergerak
ke sumur maka akan ditahan jauh dari sumurnya dan karena kecepatan
distitu relatif kecil maka fines terserbut tidak terangkut oleh arus, jadi
mencegah damage dari dalam reservoirnya sendiri. Istilah tip screen
out (TSO) sering dipakai pada akhir – akhir ini untuk rekahan pada
permeabilitas cukup besar dan tidak jauh penetrasinya (sekitar 40 – 150
ft), rekahan ini bisa membuat proppant mencapai ujung rekahan (tip)
karena memang relatif tidak terlalu panjang, dimana dalam hal rekahan
panjang tsb proppant sering tidak mencapai ujungnya.
55
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Perforasi di Sumur A
Pada laporan Kerja Praktek kali ini saya akan membahas tentang kegiatan yang
dilakukan secara spesifik menyerupai studi kasus. Dalam kesempatan kali ini, saya akan
membahas tentang perkerjaan perforasi pada sumur A. Perforasi merupakan bagian dari
optimasi sumur. Optimasi sumur adalah kegiatan untuk menaikkan laju produksi atau
mempertahankan laju produksi yang ada, serta mengoptimalkan pengambilan cadangan yang
ada di reservoir agar bisa naik ke permukaan secra baik dan sesuai atau bahkan melebihi
target produksi.
Langkah – langkah untuk memproduksikan suatu sumur yang baru akan diproduksi
yaitu, seorang Workover Well Service Engineer (WOWS Engineer) akan membuat program
yang bisa membuat pekerjaan dari sumur ini dapat berjalan dengan baik, dan dapat
dimengerti oleh service company yang mengerjakan pekerjaan ini, dalam pengerjaannya
waktu juga harus diperhatikan, maka dari itu waktu menjadi hal yang sangat penting bagi
engineer untuk membuat program. Program tersebut berisikan tahap – tahap yang akan
dilakukan, seperti kedalaman yang akan di perforasi, alat yang digunakan, phasing dan
berapa spf dari alat tersebut.
Sumur A merupakan sumur yang baru akan di produksikan, setelah WOWS engineer
membuat programnya, maka kita akan melakukan test running hole sebelum dilakukan
perforasi, perforasi pada sumur A ini menggunakan salah satu macam dari thru tubing gun,
yaitu link shougun dengan ukuran 1-11/16” SDP (shot deep penetration) dengan 6 SPF dan
60 deg phasing. Alat ini diturunkan menggunakan wireline yang masuk melewati tubing.
Setelah menurunkan peralatan perforasi, maka kita akan melukukan rekam formasi, dengan
56
cara menggunakan alat logging untuk memastikan kedalaman yang ada dan juga mengetahui
keberadaan dari casing, alat logging yang digunakan adalah CCL (casing Collar Log).
Service company yang membantu untuk perforasi ini adalah EPI Logging. Setelah itu,
cocokkan data yang didapat dari CCL dengan data yang sudah di peroleh sebelumnya. Jika
sudah cocok langkah perforasi bisa langsung di lakukan di kedalaman yang dituju, seluruh
kegiatan perforasi ini menggunakan wireline yang dikendalikan oleh unit. Wireline akan di
aliri arus listrik untuk mengaktifkan detonator yang terdapat di link shogun. Kedalaman yang
dituju pada perforasi kali ini adalah 2780-2784 ft KBMD dan 2786 – 2792 ft KBMD.
Setelah perforasi dilakukan ada 3 tanda yang harus diperhatikan, yaitu bergetarnya
wireline, jatuhnya plat tembaga, dan turunnya tension secara drastis. Standy by kan alat
perforasi selama 10 menit untuk memastikan perforasi berjalan dengan baik, setelah itu
rekam kembali log sesudah perforasi, kemudian check apakah kedalaman yang di perforasi
benar atau tidak. Setelah itu rekam juga shut-in tubing pressure dan shut in casing pressure
dengan menggunakan Electromagnetic Radiation (EMR).
Swabbing dilakukan setelah perforasi, pada sumur ini di lakukan test swabbing sumur
sebanyak 5 kali, level fluid pertama sedalam 1560 ft KBMD, swab yang pertama dilakukan
pada kedalaman 2000 ft KBMD dan swab selanjutanya dilakukan di kedalaman 2200 ft
KBMD. Hasil recovery yang didapat sebanyak 1,8 bbls dan total dari recovery 10,6 bbls
dengan water cut 100 % dan ditemukan juga aliran fluida.
Aliran fluida yang mengalir di alirkan ke arah tank yang melewati poorboy separator
terlebih dahulu dan gas yang terproduksi di bakar di flaring. Swabbing juga di test dengan
mengatur bukaan choke, hasil test dapat dilihat pada table 5.1
57
Tabel 5.1
Hasil Swabbing
Choke WHP REC Total Liq Rec
Open 0-psi Dry gas 0
Open 0-psi Dry gas 0
½” 20-psi Dry gas 0
½” 20-psi Dry gas 0
½” 20-psi Dry gas 0
Setelah di lakukan swabbing, lalu dilakukan SBHP (Static Bottom Hole Pressure),
pertama yang dilakukan adalah menurunkan gauge cutter untuk mengecheck kondisi dari
tubing, setelah kondisi tubing baik – baik saja kemudian cabut gauge cutter ke permukaan.
Kemudian turunkan Electromagnetic Radiation (EMR) ke kedalaman 2780 – 2784 ft KBMD
dan 2786 – 2792 ft KBMD untuk mengecek tekanan di bawah permukaan. Seteleh
pengecekan tekanan di tubing, didapatkan hasil tekanan dari thru tubing ke influx tank dan
gas ke flaring thru poorboy separator, tekanan stabil pada 35 psi, dan recovery hanya gas.
Setelah itu kita menutup safety valve dan meng-unset 1 ft tubing string lalu
memompakan ke dalam sumur air formasi dengan 110 bbls, 8,4 ppg sampai annulus.
Kemudian diamkan sumur selama 30 menit. Hasil yang didapat ternyata tidak ada, tidak ada
aliran dan tidak ada fluida yang naik. Kemudian pasang string yang lebih rendah sampai
EOTP (End Of Tubing Pressure) di kedalaman 2790 ft KBMD dengan 7 joints masing –
masing memakai 2 7/8” tubing, kemudian sirkulasi sumur untuk dibersihkan dari gas dengan
memompakan air formasi sebanyak 120 bbls dan 8,4 ppg. Kemudian diamkan sumur selama
30 menit.
58
Kemudian cabut 84 joints tubing ukuran 2 7/8” tubing, packer dengan ukuran 7” R-3,
dan 3 joints tubing ukuran 2 7/8” sebagai tubing produksi sampai ke atas permukaan.
Penuhkan sumur dengan air formasi, yang diambil dari trip tank. Setelah itu, pasang lagi 1
joint tubing ukuran 2 7/8” sebagai tubing produksi, packer ukuran 7” R-3, 1 joint tubing
ukuran 2 7/8”, SPM dengan ukuran 2 3/8” sebagai Gas Lift Valve-3, 19 joints tubing ukuran
2 7/8”, SPM dengan ukuran 2 3/8” sebagai Gas Lift Valve-2, 32 joints tubing ukuran 2 7/8”,
SPM dengan ukuran 2 3/8” sebagai Gas Lift Valve-1, 33 joint tubing ukuran 2 7/8 sebagai
tubing hanger dan EOTP pada 2702 ft KBMD. Pasang packer ukuran 7” R-3 pada kedalaman
2671 ft KBMD dengan menurunkan 7000 lbs dan EOTP pada kedalaman 2702 ft KBMD.
Kemudian memasang BPV dengan ukuran 7 1/16” pada tekanan 3000 psi dimana
BOP stack sudah selesai juga dipasang. X-mastree dan test X-Mastree di set pada tekanan
200 – 1500 psi, tahan 10 menit.
5.2 Acidizing Pada Sumur A
Acidizing pada sumur tidak langsung di lakukan, perlu di perhatikan beberapa hal,
salah satunya adalah hasil swab dari sumur tersebut. Seperti halnya tersebut, acidizing pada
sumur A juga dilihat hasil test swabbingnya, hasil test swabbing pada sumur A
memperlihatkan hasilnya bahwa yang didapat hanya gas saja tidak ada liquid, dengan hasil
tersebut maka akan diputuskan metido acidizing apa yang akan digunakan.
Acidizing pada A akan dilakukan apabila :
1. Laju produksi > 75 BOPD maka sumur akan langsung di produksikan
sampai 100 BOPD, WC 90%, 1500 BLFD
59
2. Laju produksi 50 – 75 BOPD dan WC 80% - 90% maka akan dilakukan
soak acidizing, lalu akan langsung di produksikan sampai 100 BOPD, WC
90%, 1500 BLFD
3. Laju produksi 25 – 50 BOPD dan WC 75% - 80 %, maka akan dlakukan
matrix acidizing, lalu akan langsung di produksikan sampai 100 BOPD,
WC 90%, 1500 BLFD
4. Laju produksi 0 – 25 BOPD atau WC 90% - 100 % akan dilakukan
konsultasi ke Jakarta.
Untuk melakukan acidizing pada sebuah sumur, acidizing mempunyai formula acid
masing – masing, sesuai dengan keadaan sumur tersebut. Untuk sumur A mempunyai
formula acid sebagai berikut :
Perf length 10 ft
Treatment 40 gof
Excess 10%
Tabel 5.2
Formula Acidizing di Sumur A
15% Acid Desired 622 gal 14,8 bbl
Fresh water 307 gal 7,3 bbl
Hal-404 3,11 gal 0,62 can
32% HCl 275 gal 5 drum
60
AS-7 3.11 gal 0.62 can
Losurf – 259 3.11 gal 0.62 can
Musol – E 31.1 gal 0.57 drum
Langkah – langkah untuk melakukan acidizing, sebagai berikut :
1. Siapkan bebrapa barrel dari HCL 15% yang sudah dicampur (40 GPF) untuk FU yang
mana ingin untuk di stimulasi. Pencampuran prosedur ditentukan oleh service
company.
Material Kualitas
Fresh Water
Lihat perhitungan untuk formasi
unit yang diinginkan
Hal-404
Lihat perhitungan untuk formasi
unit yang diinginkan
32% HCl
Lihat perhitungan untuk formasi
unit yang diinginkan
AS-7
Lihat perhitungan untuk formasi
unit yang diinginkan
Losurf – 259
Lihat perhitungan untuk formasi
unit yang diinginkan
Musol – E
Lihat perhitungan untuk formasi
unit yang diinginkan
61
2. Pompakan 15% asam HCL yang sudah di campur, sebagai berikut :
a. Pompakan seluruh 15% asam HCl yang sudah di campur kedalam formasi unit
yang ingin di stimulasi melalui tubing
b. Casing valve masih ditutup. Pindahkan semua asam ke dalam formasi dengan
menggunakan air formasi dengan tekanan maksimum pompa 800 psi (tekanan
injeksi). Jangan lupa untuk memonitor tekanan casing.
c. Tekanan diharapkan sampai dengan 0psi. Kemudian diputuskan aliran melalui
crown valve.
d. Kemudian service unit membersihkan seluruh peralatan acidizing. Penetralan
semua asam yang tersisa di permukaan menggunakan soda kaustik.
62
BAB VI
KESIMPULAN & REKOMENDASI
6.1 Kesimpulan
1. Well completion pada sumur A dilakukan perforasi dengan menggunakan link
shogun dengan ukuran 1 11/16” dengan 6 SPF dan 60 deg phasing. Perforasi akan di
lakukan pada kedalaman 2780-2784 ft KBMD dan 2786 – 2792 ft KBMD.
2. Pada formasi baturaja apabila setelah di perforasi tetapi fluidanya belum naik ke
permukaan karena kurangnya tekanan dari reservoir, maka perlu dilakukan acidizing
baik soak acidizing ataupun matriks acidizing tergantung dari laju alir yang didapat.
3. Setelah di swabbing, ternyata yang didapat hanya dry gas saja, untuk membuktikan
ada atau tidaknya fluida setelah di perforasi, maka di perlukan metode matrix
acidizing dengan formula acidizing yang ada.
6.2 Rekomendasi
1. Apabila menggunakan tubing dengan ukuran 2 7/8” dan SPM 2 3/8” lebih baik
menggunakan ukuran gun yang lebih kecil yaitu 1 11/16” dengan 6 SPF dan 60 deg
phasing. Supaya gun tidak stuck di tubing.
2. Apabila ingin tetep memakai gun 2 1/8”, ukuran SPM pada tubing harus diperbesar
menjadi 2 7/8” sama seperti ukuran tubing, agar gun tidak stuck di tubing.
3. Apabila hasil swabbing yang didapat hanya dry gas dan tidak ada keterangan zona
water maka metode acidizing yang dipakai adalah matrix acidizing.
63
Daftar Pustaka
1. “Basic Completion, Workover and Well Service”., Kaji, South Sumatra, PT Medco
E&P, 2005
2. Bellarby, Jonathan. “Well Completion Design”. Developments in petroleum science,
volume 56, 2009
3. Halim, Andri. “Komplesi dan Kerja Ulang Sumur”, Jakarta, Universitas Trisakti,
2011
4. “Halliburton Cementing Tables”. Kaji, South Sumatera. 2007
5. “Owen Oil Tools”, Techinal product Catalog, 2003
6. “Reference Acidizing”., Kaji, South Sumatra, 2006
7. Rudiandini, Rudi., “Well Engineering”. In-house training, PT EOR Teknologi,
Jakarta, 2005
8. Tjondro, Bambang., “Stimulation : Acidizing & Hydraulic Fracturing”. Bandung,
2007
9. Tjondro, Bambang., “Well Stimulation”. In-house training, PT EOR Teknologi,
Jakarta, 2005
LAMPIRAN
63
ACTIVITY REPORT FROM (11th
– 18th
JULY 2011)
PT MEDCO E & P INDONESIA, KAJI – SEMOGA FIELD,
RIMAU ASSETS BLOCK, PALEMBANG,
SOUTH SUMATERA, INDONESIA
Hari ke – 1 (Senin, 11 Juli 2011)
1. Perjalanan menuju Palembang dari Jakarta.
2. Pengenalan Area Engineering Department (AED), Lapangan Kaji – Semoga, Blok
Rimau, Palembang, Sumatera Selatan.
Hari ke – 2 (Selasa, 12 Juli 2011)
1. Safety Briefing – Safety, Health & Environment (SHE) Department, Lapangan
Kaji – Semoga, Blok Rimau, Palembang, Sumatera Selatan.
2. Kegiatan Well Service : KS – 34, convert ESP to Gas Lift. Pull out of hole ESP
string production.
Hari ke – 3 (Rabu, 13 Juli 2011)
1. Pengecekan struktur barge, Sungai Batang Hari Leko.
2. Blok Old Rimau : LKP 4 – LKP 14 – LKP 20 – TBN 3 – TBN 4 – TBN 10 –
KRG 2.
Job : Pengecekan surface facilities untuk reaktifasi.
Hari ke – 4 (Kamis, 14 Juli 2011)
Kamis, 14 Juli 2011
1. Kaji Station
Job : Pigging, launcher pig to Pengabuan.
2. Tengguleng Booster
Job : Pipeline transportation, pengecekan pipeline sepanjang jalur Kaji sampai ke
tengguleng.
Hari ke – 5 (Jum’at, 15 Juli 2011)
1. Kaji Station
Job : Pengenalan surface facilities untuk memproduksikan minyak dari sumur
sampai sales point.
Hari ke – 6 (Sabtu, 16 Juli 2011)
1. KS – 376
Job : Witness perforation @ depth 2786-2792 ft
2. Rumbi – 2
Job : Coordination completion after drilling.
3. Inspeksi rig TA – 4
Hari ke – 7 (Minggu, 17 Juli 2011)
1. Rumbi – 2
Job : - Witness perforation @ depth 2499 – 2505 ft
- Pengambilan sample fluida untuk mengetahui kandungan salinitas.
Hari ke – 8 (Senin, 18 Juli 2011)
1. Perjalanan pulang menuju Jakarta dari Palembang.