55
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prinsip stoikiometri memungkinkan kita untuk menghitung jumlah zat yang dapat dihasilkan oleh suatu reaksi kimia. Tetapi tidak dapat menggambarkan berapa lama suatu reaksi terjadi. Dalam proses industri, mungkin akan dipilih reaksi yang memberikan sedikit hasil tetapi berlangsung cepat dari pada reaksi alternatif lain yang menghasilkan senyawa yang sama. Di pihak lain, reaksi tertentu yang berlangsung sangat cepat mungkin tidak diinginkan karena mungkin akan menimbulkan ledakan. Ada pula saat-saat di mana reaksi kimia tidak diinginkan. Dalam keadaan ini, reaksi apapun diusahakan berlangsung selambat mungkin. Contohnya, pemberian anti karat pada pendingin dalam radiator mobil, dan penyimpanan susu dalam lemari es. Reaksi yang menyangkut proses geologi juga berlangsung sangat lambat , misalnya peristiwa pelapukan kimia pada batu karang yang disebabkan oleh pengaruh air dan gas-gas yang terdapat di atmosfir.

LAPORAN LAJU REAKSI

  • Upload
    fhera-tj

  • View
    1.483

  • Download
    128

Embed Size (px)

DESCRIPTION

biokimia

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Prinsip stoikiometri memungkinkan kita untuk menghitung jumlah zat yang

dapat dihasilkan oleh suatu reaksi kimia. Tetapi tidak dapat menggambarkan berapa

lama suatu reaksi terjadi. Dalam proses industri, mungkin akan dipilih reaksi yang

memberikan sedikit hasil tetapi berlangsung cepat dari pada reaksi alternatif lain

yang menghasilkan senyawa yang sama. Di pihak lain, reaksi tertentu yang

berlangsung sangat cepat mungkin tidak diinginkan karena mungkin akan

menimbulkan ledakan. Ada pula saat-saat di mana reaksi kimia tidak diinginkan.

Dalam keadaan ini, reaksi apapun diusahakan berlangsung selambat mungkin.

Contohnya, pemberian anti karat pada pendingin dalam radiator mobil, dan

penyimpanan susu dalam lemari es. Reaksi yang menyangkut proses geologi juga

berlangsung sangat lambat , misalnya peristiwa pelapukan kimia pada batu karang

yang disebabkan oleh pengaruh air dan gas-gas yang terdapat di atmosfir.

Kasus-kasus yang dikemukakan tersebut menyebabkan adanya kebutuhan

untuk mampu mengukur, mengendalikan, dan bila mungkin meramalkan laju reaksi-

reaksi kimia. Bahasan tersebut merupakan bagian dari kinetika kimia. Kinetika kimia

juga terkadang membantu kita untuk mengambil kesimpulan mengenai mekanisme

suatu reaksi, atau deskripsi yang mendetail, yaitu bagaimana pereaksi-pereaksi awal

berubah menjadi hasil secara tahap demi tahap.

Berdasarkan teori di atas, untuk lebih mengetahui metode penentuan hukum

laju reaksi dengan metode kinetika kimia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya,

maka dilakukanlah percobaan ini.

1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

1.2.1 Maksud Percobaan

Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari metode

penentuan hukum laju reaksi dengan metode kinetika kimia dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya.

1.2.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini yaitu :

1. Menentukan hukum laju reaksi iodinasi aseton dalam larutan air yang terkatalisis

asam.

2. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi iodinasi aseton dalam

larutan air yang terkatalisis asam.

1.3 Prinsip Percobaan

Prinsip percobaan ini yaitu penitaran larutan iod dalam larutan asam dengan

larutan Na2S2O3 hingga larutan berubah warna dari biru menjadi tidak berwarna

dengan pengambilan cuplikan dalam selang waktu tertentu sehingga dapat ditentukan

berapa jumlah iod yang tidak terikat oleh aseton yang akan bereaksi dengan larutan

Na2S2O3 dengan menggunakan indikator amilum. Selanjutnya, penentuan konsentrasi

zat penyusun cuplikan berdasarkan volume larutan Na2S2O3 yang digunakan untuk

menentukan konstanta laju reaksi dan orde reaksi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kinetika Kimia

Bidang kimia yang mengkaji kecepatan atau laju terjadinya reaksi kimia

dinamakan kinetika kimia (Chemical Kinetics. Kaya “kinetik” menyiratkan gerakan

atau perubahan. Telah diketahui bahwa energi sebagai energi yang tersedia karena

gerakan suatu benda. Disini kinetika merujuk pada laju reaksi (reaction rate), yaitu

perubahan konsentrasi reaktan atau produk terhadap waktu (Chang, 2005).

Kinetika adalah bagian dari kimia fisika yang mempelajari tentang kecepatan

reaksi-reaksi kimia dan mekanisme reaksi-reaksi tersebut (Sukardjo, 1989).

Kinetika kimia merupakan cabang ilmu kimia yang mempelajari tentang

proses yang berhubungan dengan kecepatan atau laju reaksi dan faktor-faktor yang

mempengaruhi laju reaksi. Dalam praktek, suatu reaksi kimia dapat berlangsung

dengan laju atau kecepatan yang berbeda-beda. Reaksi yang berlangsung sangat

cepat misalnya adalah reaksi terbentuknya endapan klorida dari larutan perak nitrat

dengan larutan natrium klorida. Namun, dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai

reaksi yang berlangsung lambat, misalnya peristiwa perkaratan atau korosi (Tim

Dosen Kimia, 2010).

Tiap-tiap reaksi kimia berlangsung dengan kecepatan tertentu. Ada reaksi

yang berlangsung sangat cepat dan ada pula berlangsung sangat lambat sehinggga

sukar diamati. Bagian dari ilmu kimia yang membahas laju reaksi dinamakan

kinetika kimia. Secara umum reaksi kimia dapat dinyatakan dengan cara berikut

(Pikir, ) :

reaktan produk

Pembagian dari reaksi kimia berdasarkan jumlah molekul yang ikut ambil

bagian dalam suatu reaksi menurut persamaan reaksinya, yaitu (Respati, 1986) :

1. Reaksi uni molekuler yaitu bila hanya ada satu reaktan dalam mol reaksi,

misalnya :

N2O5 N2O4 + 1/2O2

2. Reaksi bimolekuler yaitu bila dalam reaksi ada 2 molekul reaktan, misalnya :

2HI H2 + I2

CH3COOC2H5 + H2O CH3COOH + C2H5OH

3. Reaksi ter-molekuler yaitu bila dalam reaksi ada 3 molekul reaktan, misalnya :

2NO + O2 2NO2

2NO + Br2 2NOBr

2.2 Laju Reaksi

Laju reaksi dalam suatu reaksi kimia dibahas dalam pokok bahasan kinetika

kimia. Dalam eksperimen, diketahui bahwa laju reaksi bergantung pada temperatur,

tekanan, dan konsentrasi dari suatu larutan. Penambahan suatu katalisator juga dapat

memperbesar laju reaksi (Castellan, 1983).

Laju didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi per satuan waktu. Satuan

yang umum adalah mol dm-3 det-1. Umumnya laju reaksi meningkat dengan

meningkatnya konsentrasi

Laju = k f (C1, C2, ......Ci)

Konstanta laju adalah k, juga disebut konstanta laju spesifik atau konstanta

kecepatan, C1, C2, ...... adalah konsentrasi dari reaktan-reaktan dan produk-produk.

Sebagai contoh dalam hal reaksi umum (Dogra dan Dogra, 1990) :

aA + bB + ...... pP + qQ + .....

Laju reaksi dapat dinyatakan dalam batasan tiap reaktan atau produk, dapat

dilihat dari persaman dibawah ini

1 [A] 1 [B] 1 d[P] 1 d[Q] - = - = ....... = = = k [A]l[B]m

a dt b dt p dt q dt

di mana a, b, …, p, q, … adalah koefisien-koefisien stokiometris dari reaktan dan

produk, l, m, … adalah orde dari reaksi terhadap A, B, …. Dari pernyataan di atas

dianggap bahwa volume tidak berubah selama berlangsungnya reaksi. Jika volume

berubah, persamaan di atas dimodifikasi. Konstanta laju didefinisikan sebagai laju

reaksi bila bila konsentrasi dari masing-masing jenis adalah satu. Satuannya

tergantung pada orde reaksi. Tiap reaksi yang merupakan proses satu tahap disebut

reaksi dasar (Dogra dan Dogra, 1990).

Laju reaksi adalah perubahan jumlah pereaksi dan hasil reaksi per satuan

waktu. Karena reaksi berlangsung ke arah pembentukan hasil, maka laju reaksi

adalah pengurangan jumlah pereaksi per satuan waktu, atau penambahan jumlah hasil

reaksi per satuan waktu. Dapat dilihat dari reaksi sederhana berikut

A + B → C

Dari reaksi diatas menunjukkan bahwa laju reaksi dinyatakan sebagai berkurangnya

konsentrasi molar zat A, sehingga dimensi laju reaksi yang umum adalah mol.L-

1.detik-1 (Molar/detik). Laju reaksi dapat juga diterangkan melalui pengurangan zat B

atau bartambahnya zat C. Selain itu, yang perlu diperhatikan adalah tanda negatif

diberikan untuk laju pengurangan pereaksi dan positif untuk laju pembentukan hasil

reaksi, sehingga pernyataan laju reaksi dapat dituliskan sebagai (Tim Dosen Kimia

Dasar, 2010) :

Laju Reaksi = - laju pengurangan zat A

= - laju pengurangan zat B

= + laju pembentukan zat C

Selama reaksi berlangsung konsentrasi reaktan berkurang, sedang konsentrasi

produk bertambah. Dengan demikian laju reaksi dapat didefenisikan sebagai:

kecepatan berkurangnya konsentrasi reaktan tiap satuan waktu, atau kecepatan

bertambah konsentrasi produktiap satuan waktu. Laju reaksi dipengaruhi oleh

beberapa faktor, itulah sebabnya tiap reaksi kimia berlangsung denganlaju tertentu.

Ada 6 faktor yang mempengaruhi laju reaksi, yaitu jenis reaktan, jenis produk, jenis

pelarut, konsentrasi pelarut, suhu, dan katalis (Pikir, ).

A B

(reaktan) (produk)

Sesuai dengan definisi maka laju reaksi dapat dinyatakan dengan persamaan

dan

tanda negatif menunjukkan bahwa bertambahnya waktu berakibat berkurangnya

konsentrasi reaktan, sementara tanda positif menunjukkan bahwa bertambahnya

waktu berakibat bertambanhya konsentrasi produk (Pikir, )

Kecepatan reaksi adalah kecepatan perubahan konsentrasipereaksi terhadap

waktu, jadi (Sukardjo, 1989).

Laju reaksi kimia yang dinyatakan dalam perubahan kuantitas reaktan atau

produk yang berlangsung dalam periode waktu. Reaksi terjadi dalam volume konstan

dalam fasa gas atau dalam larutan, reaksi ini yang paling banyak dilakukan di

laboratorium, laju biasanya dinyatakan dalam perubahan konsentrasi dengan waktu

(Umland, 1993).

Untuk mempelajari laju reaksi. Pertama yang harus diketahui adalah

mengidentifikasi reaktan dan produk, kemudian melakukan reaksi dan mengukur

jumlah atau konsentrasi dari suatu reaktan atau produk pada interval sebagai reaksi

berlangsung (Umland, 1993).

2.3 Reaksi Iodinasi Aseton

Reaksi antara aseton dan iod dalam larutan air sebagai berikut

CH3-CO-CH3 + I2 CH3-CO-CH2I

Berjalan lambat tanpa katalis. Dalam suasana asam reaksi ini berlangsung dengan

cepat dan hukum laju reaksinya dapat dinyatakan sebagai berikut

dengan menggunakan aseton dalam asam dalam jumlah berlebih, persamaan di atas

dapat diubah menjadi

dengan k’ = k [aseton]a[H+]c. Reaksi ini dapat dimonitor dengan cara menentukan

konsentrasi I2 sebagai fungsi waktu. Dari data ini, ditentukan nilai b, yaitu orde reaksi

terhadap iod. Orde reaksi terhadap aseton dan terhadap asam dapat ditentukan

dengan cara mengubah konsentrasi awal kedua zat tersebut (Taba, dkk., 2012).

Etanol adalah pembawa energi yang sangat penting yang dapat dihasilkan

dari sumber energi yang baru. Etanol juga memiliki potensi sebagai pembawa

hidrogen untuk sel (Li, dkk., 2007)

2.4 Titrasi Iodometri

Dalam proses analitis, iodin dipergunakan sebagai sebuah agen pengoksidasi

(iodimetri), dan ion iodida dipergunakan sebagai sebuah agen pengoksidasi

(iodometri). Dapat dikatakan bahwa hanya sedikit saja substansi yang cukup kuat

sebagai unsur reduksi untuk dititrasi langsung dengan iodin. Karena itu jumlah dari

penentuan-penentuan iodimetrik adalah sedikit. Namun demikian, banyak agen

pengoksidasi yang cukup kuat untuk bereaksi secara lengkap dengan ion iodida, dan

aplikasi dari proses iodometrik cukup banyak. Kelebihan dari ion iodida ditambahkan

kedalam agaen pengoksidasi yang sedang ditentukan, membebaskan iodin, yang

kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara iodin dengan

tiosulfat berlangsung sempurna (Day dan Underwood, 2002).

Penentuan yang dapat dilakukan melalui titrasi langsung dengan sebuah

larutan iodin standar, lalu titrasi dilakukan dalam sebuah penyangga bikarbonat

dengan pH sekitar 8. Dalan penentian timah dan sulfit, larutan yang sedang dititrasi

harus dilindungi dari oksidasi oleh udara (Day dan Underwood, 2002).

Pada titrasi tidak langsung, Natrium tiosulfat biasa digunakan sebagai titran.

Natrium tiosulfat umumnya dibeli sebagai pentahidrat, Na2S2O3.5H2O dan larutan-

larutannya distandardisasi terhadap sebuah standar primer. Larutan-larutan tersebut

tidak stabil pada jangka waktu yang lama. Iodin mengoksidasi tiosulfat menjadi ion

tetrationat. Reaksinya berjalan cepat, sampai selesai, dan tidak ada reaksi sampingan.

Reaksinya sebagai berikut (Day dan Underwood, 2002) :

I2 + 2S2O3-2 2I- + S4O6

Harga E0 dari iodium berada pada daerah pertengahan maka sistem iodium

dapat digunakan untuk oksidator maupun reduktor, yaitu 0,535 V. I2 oksidator lemah

sedangkan iodida secara relatif merupakan reduktor lemah. Kelarutannya sangat baik

dalam air dan membentuk KI3. Iodium dapat dimurnikan dengan sublimasi. Ia larut

dalam larutan KI dan disimpan dalam tempat yang dingin dan gelap. Berkurangnya

iodium akibat penguapan menyebabkan kesalahan analisi (Khopkar, 1990).

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Bahan Percobaan

Bahan yang digunakan dalam percobaan yaitu aseton, larutan asam sulfat 1

M, larutan iod 0,05 M, larutan natrium tiosulfat 0,1 M, larutan natrium asetat 10%,

larutan amilum 1%, aluminium foil, kertas saring, akuades, tissue roll, dan sabun.

3.2 Alat Percobaan

Alat yang digunakan dalam percobaan yaitu labu ukur 250 mL, erlenmeyer

500 mL, erlenmeyer 100 mL, pipet volume 5 mL, pipet volume 10 mL, pipet volume

25 mL, gelas kimia 250 mL, gelas kimia 500 mL, stopwatch, botol semprot,

magnetik stirrer, bar, bulb, pipet tetes, statif, klem, buret 50 mL, dan sikat tabung.

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Percobaan A

Dimasukkan 20 mL aseton dan 10 mL larutan asam sulfat 1 M ke dalam labu

ukur dan diencerkan dengan akuades hingga 250 mL. Larutan tersebut dipindahkan

ke dalam erlenmeyer 500 mL dan dihomogenkan dengan magnetik stirrer. Sementara

itu, dimasukkan 10 mL larutan natrium asetat 10 % dan 1 mL larutan amilum 1 % ke

dalam erlenmeyer 100 mL. Kemudian, 25 mL larutan iod 0,1 M dipipet ke dalam

larutan yang sedang dihomogenkan dan bersamaan dengan itu stopwatch dijalankan.

Kemudian dipipet kembali 25 mL larutan tersebut dan dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 100 mL yang berisi 10 mL larutan natrium asetat 10 % dan 1 mL larutan

amilum 1 %. Campuran itu selanjutnya dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 M

hingga larutan tidak berwarna. Dihitung volume Na2S2O3 yang digunakan. Cuplikan-

cuplikan berikutnya diambil tiap selang waktu 4 menit sampai 6 kali.

3.3.2 Percobaan B

Diulangi prosedur percobaan A dengan mengambil 10 mL aseton dan 5 mL

asam sulfat 1 M serta dengan menggunakan penitrasi Na2S2O3 0,1 M. Cuplikan-

cuplikan diambil tiap selang waktu 4 menit sampai 6 kali.

3.3.3 Percobaan C

Diulangi prosedur percobaan A dengan mengambil 20 mL aseton dan 5 mL

asam sulfat 1 M serta dengan menggunakan penitrasi Na2S2O3 0,1 M. Cuplikan-

cuplikan diambil tiap selang waktu 4 menit sampai 6 kali.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Tabel 1. Titrasi Iodin terhadap Natrium Tiosulfat

PercobaanTitrasi

Iodin

Waktu

(s)

Volume Na2S2O3

yang digunakan (mL)

A

0 0 25,8

1 240 21,7

2 480 19,3

3 720 16,1

4 960 14,3

5 1200 13,7

B 0 0 24,3

1 240 21,3

2 480 20,1

3 720 19,4

4 960 18,6

5 1200 17,8

C

0 0 55

1 240 21

2 480 20

3 720 13,5

4 960 10,5

5 1200 10

Keterangan :

M Na2S2O3 = 0,1 M

4.2 Reaksi

4.2.1 Reaksi Iodinasi Aseton dalam Suasana Asam

H+ CH3-CO-CH3 + I2 CH3-CO-CH2I + HI

4.2.3 Reaksi Titrasi I2 oleh Na2S2O3

2Na2S2O3 + I2 → Na2S4O6 + 2NaI

4.3 Perhitungan

4.3.1 Perhitungan Mol I2

1 mol I2 2 mol Na2S2O3

n Na2S2O3 = M Na2S2O3 x V Na2S2O3

n I2 = n Na2S2O3 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

a. Percobaan A

Titrasi Iodin 0

n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

= x 0,1 M x 25,8mL

= 1,29 mmol

Titrasi Iodin 1

n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

= x 0,1 M x 21.7 mL

= 1,084 mmol

Titrasi Iodin 2

n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

= x 0,1 M x 19,3 mL

= 0,965 mmol

Titrasi Iodin 3

n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

= x 0,1 M x 16,1 mL

= 0,805 mmol

Titrasi Iodin 4

n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

= x 0,1 M x 14,3 mL

= 0,715 mmol

Titrasi Iodin 5

n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

= x 0,1 M x 13,7 mL

= 0,685 mmol

b. Percobaan B

Titrasi Iodin 0

n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

= x 0,1 M x 24,3 mL

= 1,215 mmol

Titrasi Iodin 1

n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

= x 0,1 M x 21,3 mL

= 1,065 mmol

Titrasi Iodin 2

n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

= x 0,1 M x 20,1 mL

= 1,005 mmol

Titrasi Iodin 3

n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

= x 0,1 M x 19,4 mL

= 0,97 mmol

Titrasi Iodin 4

n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

= x 0,1 M x 18,6 mL

= 0,93 mmol

Titrasi Iodin 5

n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

= x 0,1 M x 17,8 mL

= 0,89 mmol

c. Percobaan C

Titrasi Iodin 0

n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

= x 0,1 M x 55 mL

= 2,75 mmol

Titrasi Iodin 1

n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

= x 0,1 M x 21 mL

= 1,05 mmol

Titrasi Iodin 2

n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

= x 0,1 M x 20 mL

= 1 mmol

Titrasi Iodin 3

n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

= x 0,1 M x 13,5 mL

= 0,675 mmol

Titrasi Iodin 4

n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

= x 0,1 M x 10,5 mL

= 0,525 mmol

Titrasi Iodin 5

n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

= x 0,1 M x 10 mL

= 0,5 mmol

4.3.2 Perhitungan Konsentrasi I2

a. Percobaan A

Titrasi Iodin 0

V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 25,8 mL

= 61,8 mL

[I2]0 = = = 2,0873 x 10-2 M

Titrasi Iodin 1

V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 21,7 mL

= 57,7 mL

[I2]1 = = = 1,8786 x 10-2 M

Titrasi Iodin 2

V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 19,3 mL

= 55,3 mL

[I2]2 = = = 1,7450 x 10-2 M

Titrasi Iodin 3

V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 16,1 mL

= 52,1 mL

[I2]3 = = = 1,5451 x 10-2 M

Titrasi Iodin 4

V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 14,3 mL

= 50,3 mL

[I2]4 = = = 1,4214 x 10-2 M

Titrasi Iodin 5

V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 13,7 mL

= 49,7 mL

[I2]5 = = = 1,3782 x 10-2 M

b. Percobaan B

Titrasi Iodin 0

V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 24,3 mL

= 60,3 mL

[I2]0 = = = 2,0149 x 10-2 M

Titrasi Iodin 1

V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 21,3 mL

= 57,3 mL

[I2]1 = = = 1,8586 x 10-2 M

Titrasi Iodin 2

V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 20,1 mL

= 56,1 mL

[I2]2 = = = 1,7914 x 10-2 M

Titrasi Iodin 3

V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 19,4 mL

= 55,4 mL

[I2]3 = = = 1,7509 x 10-2 M

Titrasi Iodin 4

V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 18,6 mL

= 54,6 mL

[I2]4 = = = 1,7032 x 10-2 M

Titrasi Iodin 5

V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 17,8 mL

= 53,8 mL

[I2]5 = = = 1,6542 x 10-2 M

c. Percobaan C

Titrasi Iodin 0

V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 55 mL

= 91 mL

[I2]0 = = = 3,0219 x 10-2 M

Titrasi Iodin 1

V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 21 mL

= 57 mL

[I2]1 = = = 1,8421 x 10-2 M

Titrasi Iodin 2

V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 20 mL

= 56 mL

[I2]2 = = = 1,7857 x 10-2 M

Titrasi Iodin 3

V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 13,5 mL

= 49,5 mL

[I2]3 = = = 1,3636 x 10-2 M

Titrasi Iodin 4

V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 10,5 mL

= 46,5 mL

[I2]4 = = = 1,1290 x 10-2 M

Titrasi Iodin 5

V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3

= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 10 mL

= 46 mL

[I2]5 = = = 1,0869 x 10-2 M

4.3.3 Laju Reaksi

V = -

a. Percobaan A

Titrasi Iodin 1

V1 = = = 8,6958 x 10-6 M/s

Titrasi Iodin 2

V2 = = = 7,1312 x 10-6 M/s

Titrasi Iodin 3

V3 = = = 7,5305 x 10-6 M/s

Titrasi Iodin 4

V4 = = = 6,9364 x 10-6 M/s

Titrasi Iodin 5

V5 = = = 5,9091 x 10-6 M/s

b. Percobaan B

Titrasi Iodin 1

V1 = = = 6,5125 x 10-6 M/s

Titrasi Iodin 2

V2 = = = 4,6562 x 10-6 M/s

Titrasi Iodin 3

V3 = = = 3.6667 x 10-6 M/s

Titrasi Iodin 4

V4 = = = 3,2468 x 10-6 M/s

Titrasi Iodin 5

V5 = = = 3,0058 x 10-6 M/s

c. Percobaan C

Titrasi Iodin 1

V1 = = = 4,9158 x 10-5 M/s

Titrasi Iodin 2

V2 = = = 2,5754 x 10-5M/s

Titrasi Iodin 3

V3 = = = 2,3031 x 10-5 M/s

Titrasi Iodin 4

V4 = = = 1,9717 x 10-5 M/s

Titrasi Iodin 5

V5 = = = 2,9972 x 10-4 M/s

4.3.4 Penentuan Hukum Laju Reaksi

a. Percobaan A

[I2] (M) log [I2] V (M/s) log V log V regresi

1,8786 x 10-2 -1,7261 8,6958 x 10-6 -5,0606 -6,5202

1,7450 x 10-2 -1,7582 7,1312 x 10-6 -5,1468 -5,0264

1,5451 x 10-2 -1,8110 7,5305 x 10-6 -5,1231 -2.5693

1,4214 x 10-2 -1,8472 6,9364 x 10-6 -5,1588 -0,8847

1,3782 x 10-2 -1,8606 5,9091 x 10-6 5,2284 -0,2611

Grafik 1. Hubungan antara log [I2] dan log V pada Titrasi Iodin Pertama

y = ax + b

No. x y xy x2 y2

1 -1,7261 -5,0606 8,7351 2,9794 25,6096

2 -1,7582 -5,1468 9,0491 3,0912 26,4895

3 -1,8110 -5,1231 9,2779 3,2797 26,2461

4 -1,8472 -5,1588 9,5293 3,4121 26,6132

5 -1,8606 5,2284 9,7279 3,4618 27,3361

Jumlah -9,0031 -25,7177 46,3193 16,2242 132,2945

a = slope = -46,536

b = intercept = -86,846

y = -46,536x – 86,846

V = k [I2]m

log V = log k + m log [I2]

jika x = log [I2] dan y = log V, maka :

log k = intercept = -86,846

k = 10-86,846 = 1,4256 x 10-87

m = slope = -46,536

sehingga persamaan laju reaksinya adalah :

V = 1,4256 x 10-87 [I2]-46,536

=

b. Percobaan B

[I2] (M) log [I2] V (M/s) log V log V regresi

1,8586 x 10-2 -1,7308 6,5125 x 10-6 -5,1862 -6,9887

1,7914 x 10-2 -1,7468 4,6562 x 10-6 -5,3319 -5.5306

1,7509 x 10-2 -1,7567 3,6667 x 10-6 -5,4357 -4,6284

1,7032 x 10-2 -1,7687 3,2468 x 10-6 -5,4885 -3,5895

1,6542 x 10-2 -1,8606 3,0050 x 10-6 5,5221 4,8401_

Grafik 2. Hubungan antara log [I2] dan log V pada Titrasi Iodin Kedua

y = ax + b

No. x y xy x2 y2

1 -1,7308 -5,1862 8,9762 2,9956 26,8966

2 -1,7468 -5,3319 9,3137 3,0513 28,4291

3 -1,7567 -5,4357 9,5461 3,0859 29,5468

4 -1,7687 -5,4885 9,7075 3, 1282 30,1236

5 -1,8606 5,5221 10,2744 3,4618 30,4935

Jumlah -8,8636 -26,9634 47,8179 15,7228 145,4896

a = slope = -91,132

b = intercept = -164,74

y = -91,132x – 164,74

V = k [I2]m

log V = log k + m log [I2]

jika x = log [I2] dan y = log V, maka :

log k = intercept = -164,74

k = 10-164,746,846 = 0

m = slope = -91,132

sehingga persamaan laju reaksinya adalah :

V = 0 [I2]-91,132

=

c. Percobaan C

[I2] (M) log [I2] V (M/s) log V log V regresi

1,8421 x 10-2 -1,7346 4,9158 x 10-5 -4,3084 -4,4584

1,7857 x 10-2 -1,7481 2,5754 x 10-5 -4,5891 -4,4692

1,3636 x 10-2 -1,8653 2,3031 x 10-5 -4,6376 -4,5635

1,1290 x 10-2 -1,9473 1,9717 x 10-5 -4,7051 -4,6294

1,0869 x 10-2 -1,9638 2,9972 x 10-5 -4,5232 -4,6426

Grafik 3. Hubungan antara log [I2] dan log V pada Titrasi Iodin Ketiga

y = ax + b

No. x y xy x2 y2

1 -1,7346 -4,3084 7,4733 3,0088 18,5623

2 -1,7481 -4,5891 8,0222 3,0558 21,0598

3 -1,8653 -4,6376 8,6505 3,4793 21,5073

4 -1,9473 -4,7051 9,1622 3, 7919 22,1379

5 -1,9638 -4,5232 8,8826 3,8565 20,4593

Jumlah -9,2591 -22,7634 42,1898 17,1323 103,7266

a = slope = 0,804

b = intercept = -3.0638

y = 0,804x – 3.0638

V = k [I2]m

log V = log k + m log [I2]

jika x = log [I2] dan y = log V, maka :

log k = intercept = -3.0638

k = 10-3,0638 = 8,6337 x 10-4

m = slope = 0,804

sehingga persamaan laju reaksinya adalah :

V = 8,6337 x 10-4 [I2]0,804

=8

4.4 Pembahasan

Kinetika kimia merupakan cabang ilmu kimia yang mempelajari kecepatan

reaksi kimia dan mekanisme reaksi kimia yang terjadi. Kinetika reaksi mempelajari

laju reaksi kimia secara kuantitatif dan juga mempelajari faktor-faktor yang

mempengaruhi laju reaksi tersebut. Laju reaksi kimia adalah jumlah mol reaktan per

satuan volume yang bereaksi dalam satuan waktu tertentu.

Laju didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi per satuan waktu. Satuan

yang umum adalah mol dm-3 det-1. Umumnya laju reaksi meningkat dengan

meningkatnya konsentrasi. Konstanta laju didefenisikan sebagai laju reaksi bila

konsentrasi dari masing-masing jenis adalah 1. Satuannya tergantung pada orde

reaksi. Orde dari suatu reaksi menggambarkan bentuk matematik dimana hasil

percobaan dapat ditunjukkan. Orde reaksi hanya dapat dihitung secara eksperimen,

orde reaksi terhadap suatu reaksi merupakan pangkat dari konsentrasi komponen itu.

Laju reaksi dapat ditentukan dengan cara mengikuti perubahan sifat selama

titrasi dan terjadi reaksi. Dengan menganalisa campuran reaksi selama dalam selang

waktu tertentu, maka konsentrasi pereaksi dan produk reaksi dapat dihitung.

Pada percobaan ini, dilakukan dengan tiga tahap. Tahap pertama dengan

menggunakan sampel 20 mL aseton dan 10 mL H2SO4 1 M yang dimasukkan ke

dalam labu ukur 250 mL kemudian diencerkan hingga tanda batas. Larutan tersebut

kemudian dipindahkan ke dalam labu erlenmeyer 500 mL dan diaduk dengan

magnetik stirrer. Campuran larutan tersebut kemudian ditambahkan dengan 25 mL

larutan iod hingga larutan akan berubah warna dari putih kekuningan menjadi

kecoklatan. Saat penambahan larutan iod stopwatch dijalankan. Segera setelah

seluruh iod selesai ditambahkan, kembali campuran larutan tersebut dipipet sebanyak

25 mL dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 100 mL yang telah berisi 10 mL

CH3COONa dan 1 mL amilum. Larutan akan berubah warna menjadi hitam pekat.

Selanjutnya larutan dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,01 M hingga titik akhir (tidak

berwarna). Cuplikan berikutnya diambil dalam selang waktu 4 menit. Untuk tahap

kedua dan ketiga dilakukan dengan cara yang sama hanya saja komposisi aseton dan

asam sulfat diubah yakni menggunakan 10 mL aseton dan 5 mL H2SO4 1 M, dan

untuk tahap ketiga menggunakan 20 mK aseton dan 5 mL H2SO4 1 M

Konsentrasi iod dalam larutan sejalan dengan bertambahnya waktu akan terus

mengecil, ditandai dengan berkurangnya volume natrium tiosulfat yang digunakan

untuk menitrasi cuplikan. Oleh karena itu, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa

selang waktu tersebut memiliki hubungan berbanding terbalik dengan volume

natrium tiosulfat. Sementara larutan yang terdiri dari campuran aseton dan iod,

sejalan dengan bertambahnya waktu akan mengalami perubahan warna yang semakin

bening. Hal ini dikarenakan iod yang memberikan warna pada larutan awal,

konsentrasinya semakin berkurang sejalan dengan berlangsungnya proses reaksi

dengan aseton. Dengan mengetahui volume natrium tiosulfat untuk titrasi, maka

dapat dihitung konsentrasi iod dalam larutan melalui persamaan reaksi yang terjadi.

Konsentrasi iod yang diperoleh sebagai fungsi terhadap waktu digunakan untuk

menentukan hukum laju reaksi dengan variabel tetapan laju (k) dan orde reaksi yang

dapat ditentukan.

Pada percobaan ini perlu pula diketahui bagaimana teknik penanganan

ataupun perlakuan alat secara benar untuk menghindari terjadinya kesalahan teknis

seperti, proses homogenisasi yang baik ataupun penentuan batas tera pada proses

pelarutan dengan menggunakan labu ukur. Teknik penitaran juga harus diperhatikan

di mana posisi kedua tangan harus sesuai dengan standar operasional, proses

memipet dengan pipet volume serta pembacaan skala. Sebisa mungkin kesalahan-

kesalahan paralaks dapat dihindarkan untuk mengurangi kesalahan data pada

percobaan.

Adapun fungsi dari penambahan bahan yang digunakan pada percobaan ini

yakni, aseton berfungsi sebagai sampel yang akan diukur kemampuannya dalam

mengikat iod, H2SO4 sebagai katalis, iod berfungsi sebagai fungsi waktu, natrium

asetat untuk menstabilkan pH sehingga reaksi berjalan baik, amilum sebagai

indikator pada penitaran, dan natrium tiosulfat sebagai penitar.

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan persamaan laju

reaksi untuk percobaan A sebesar sehingga persamaan laju reaksinya adalah V =

1,4256 x 10-87 [I2]-46,536, untuk percobaan B diperoleh persamaan V = 0 [I2]-91,132, dan

untuk percobaan C diperoleh persamaan V = 8,6337 x 10-4 [I2]0,804

Persamaan laju yang diperoleh tidak sesuai dengan yang diharapkan, di mana

orde reaksi untuk I2 bernilai negatif, yang berarti bersifat menurunkan laju reaksi

dengan penambahan konsentrasi. Hal ini tidak sesuai dengan teori, di mana

penambahan konsentrasi pereaksi seharusnya dapat meningkatkan laju reaksi.

Kesalahan ini dapat disebabkan adanya ketidaktelitian pada percobaan, baik dalam

menghitung waktu, memindahkan cairan, menitrasi, maupun dalam pembacaan skala

pada buret.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa

Hukum laju reaksi iodinasi aseton dalam air yang terkatalisis oleh asam untuk

percobaan A adalah V = 1,4256 x 10-87 [I2]-46,536, untuk percobaan B diperoleh

persamaan V = 0 [I2]-91,132, dan untuk percobaan C diperoleh persamaan V = 8,6337 x

10-4 [I2]0,804

Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi laju reaksi iodinasi aseton

dalam air yang terkatalisis oleh asam, diantaranya, konsentrasi larutan, pengaruh

katalisator, temperatur serta sifat pereaksi itu sendiri.

5.2 Saran

Saran untuk laboratorium agar sebaiknya peralatan praktikum lebih

diperbanyak untuk menjaga efisiensi dari praktikum. Selain itu, kondisi laboratorim

dan alat-alat laboratorium senantiasa dijaga kebersihannya.

Saran untuk percobaan sebaiknya praktikan lebih dipahamkan akan inti

materi dari praktikum kinetika. Selain itu, mungkin pada percobaan digunakan dua

sampel yang berbeda agar dapat dijadikan pembanding.

LEMBAR PENGESAHAN

Makassar, 19 Maret 2012

Asisten Praktikan

SUHENDRA ISKANDAR ALFIAH ALIF NIM H311 08 266 NIM H311 01 001

LAMPIRAN

Bagan Kerja

a. Percobaan A

Ditambah 10 ml H2SO4 dan dimasukkan dalam labu ukur

Diencerkan hingga 250 ml

Dipindahkan ke erlenmeyer 300 mL (tertutup)

Diaduk dengan magnetic stirrer

Ditambahkan 25 ml iod, diaduk, sementara stopwatch dijalankan

20 ml aseton

Dipipet 25 mL larutan diatas ke erlenmeyer yang berisi 10 mL CH3COONa dan 1 mL amilum

Dititrasi dengan Na2S2O3 hingga tidak berwarna

Cuplikan berikutnya diambil dalam selang waktu 4 menit sampai larutan menjadi bening

b. Percobaan B

Diulangi prosedur percobaan A dengan mengambil 10 mL aseton dan 5 mL

asam sulfat 1 M serta dengan menggunakan penitrasi Na2S2O3 0,1 M. Cuplikan-

cuplikan diambil tiap selang waktu 4 menit.

c. Percobaan C

Diulangi prosedur percobaan A dengan mengambil 20 mL aseton dan 5 mL

asam sulfat 1 M serta dengan menggunakan penitrasi Na2S2O3 0,1 M. Cuplikan-

cuplikan diambil tiap selang waktu 4 menit.

DAFTAR PUSTAKA

Castellan, G.W., 1983, Physical Chemistry Third Edition, Addison Wesley Publishing Company, London.

Hasil

Chang, R., 2005, Kimia Dasar Konsep - Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 2, diterjemahkan oleh Suminar Setiati Achmadi, Ph. D., Erlangga, Jakarta.

Day, R.A.Jr. dan Underwood, A.L., 2002, Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam, diterjemahkan oleh Dr. Ir. Iis sopyan, M.Eng, Erlangga, Jakarta.

Dogra, S., K., dan Dogra, S., 1990, Kimia Fisik dan Soal-Soal, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Li, J., Kazakov A., Chaos, M., dan Dryer F. L., 2007, Chemical Kinetics of Ethanol Oxidation, International Journal of Chemical Kinetics (online), (39), 109-136.

Khopkar, S.M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik diterjemahkan oleh A. Saptorahardjo, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Respati, Ir.,1986, Dasar-dasar Ilmu Kimia. Aksara Baru, Jakarta.

Sukardjo, 1989, Kimia Fisika, Bina Aksara, Jakarta.

Taba, P., Kasim, A.H., Zakir, M., dan Fauziah, S., 2012, Penuntun Praktikum Kimia Fisika, Laboratorium Kimia Fisika Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin, Makassar.

Tim Dosen Kimia Dasar, 2010, Kimia Dasar, Universitas Hasanuddin Press, Makassar.

Umland Jean B., 1993, General Chemistry, Library of Congress Catalonging in Punlication Data, Amerika.