45
PENGUKURAN PARAMETER FISIK, KIMIAWI, DAN BIOLOGI PERAIRAN WADUK PENJALIN BREBES Oleh : Arbiansyah Adinegara B1J011137 Kukuh Iman Putra R. B1J010137 Tri Nurani B1J011033 Ratna Ursila B1J011012 May Rani Setiawati B1J011022 Rara Khenti B1J011163 Ikhlima P. Janaria B1J011121 Nur Amalah B1J011135 Dwiherdhiantho W. B1J011011 Arida Fauziya B1J011173 Peni Setiawati B1J011054 Annisa Dwinda F. B1J011082 Kelompok : VA Asisten : Tyta Ajrina LAPORAN PRAKTIKUM LIMNOLOGI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN i

Laporan Limnologi Kelompok VA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan praktikum yang tidak sempurnaaaa....

Citation preview

Page 1: Laporan Limnologi Kelompok VA

PENGUKURAN PARAMETER FISIK, KIMIAWI, DAN BIOLOGI PERAIRANWADUK PENJALIN BREBES

Oleh :

Arbiansyah Adinegara B1J011137Kukuh Iman Putra R. B1J010137Tri Nurani B1J011033Ratna Ursila B1J011012May Rani Setiawati B1J011022Rara Khenti B1J011163Ikhlima P. Janaria B1J011121Nur Amalah B1J011135Dwiherdhiantho W. B1J011011Arida Fauziya B1J011173Peni Setiawati B1J011054Annisa Dwinda F. B1J011082

Kelompok : VAAsisten : Tyta Ajrina

LAPORAN PRAKTIKUM LIMNOLOGI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO

2014

i

Page 2: Laporan Limnologi Kelompok VA

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIKUM LIMNOLOGI

Oleh :

Arbiansyah Adinegara B1J011137Kukuh Iman Putra R. B1J010137Tri Nurani B1J011033Ratna Ursila B1J011012May Rani Setiawati B1J011022Rara Khenti B1J011163Ikhlima P. Janaria B1J011121Nur Amalah B1J011135Dwiherdhiantho W. B1J011011Arida Fauziya B1J011173PeniSetiawati B1J011054Annisa Dwinda F. B1J011082Kelompok : VA

Dibuat untuk memenuhi persyaratan mengikuti Ujian Akhir Praktikum LimnologiFakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman

Purwokerto

Disetujui dan disahkanPurwokerto, Juni 2014

Asisten

Tyta AjrinaB1J010027

ii

Page 3: Laporan Limnologi Kelompok VA

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan praktikum Mata Kuliah

Limnologi sebagai salah satu syarat mengikuti ujian responsi dan ujian akhir

Penulis menyadari dalam penyusunan laporan praktikum Limnologi tidak lepas dari

bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada :

1. Staf dosen pengajar mata kuliah Limnologi Fakultas Biologi Universitas Jenderal

Soedirman.

2. Seluruh asisten praktikum Limnologi yang telah membantu pelaksanaan praktikum dan

penyusunan laporan ini.

3. Semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya laporan Limnologi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan Limnologi ini, untuk

itu segala saran dan kritik membangun dari para pembaca sangat diharapkan untuk

menyempurnakan laporan di masa yang akan mendatang. Akhir kata penulis berharap

semoga Laporan Praktikum ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca

umumnya.

Purwokerto, Juni 2014

Penulis

iii

Page 4: Laporan Limnologi Kelompok VA

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR................................................................................................................ iii

DAFTAR ISI............................................................................................................................ iv

ACARA

I. PENGUKURAN PARAMETER FISIK, KIMIAWI, DAN BIOLOGI PERAIRAN WADUK PENJALIN BREBES.......................................................................................................... 1

DAFTAR REFERENSI.............................................................................................................. 29

iv

Page 5: Laporan Limnologi Kelompok VA

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Waduk Penjalin merupakan salah satu waduk yang terletak di Kabupaten Brebes,

Provinsi Jawa Tengah, dibangun sekitar tahun 1930-1934. Waduk Penjalin memiliki luas

1,25 km2, terletak di tengah-tengah Desa Winduaji, 2,4 km arah selatan ibu kota Kecamatan

Paguyangan. Waduk Penjalin hanya dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan air irigasi

seluas 29.000 Ha. Sumber airnya selain dari Kali Pemali juga berasal dari air hujan yang

jatuh di Daerah Aliran Sungai (DAS) Waduk Penjalin dan yang jatuh langsung ke waduk.

Curah hujan tahunan rata-rata di daerah ini berkisar antara 2.750 mm. Volume efektif

waduk pada awal mula beroperasi sebesar 9,5 juta m3 (Purwati et al., 2010). Waduk

penjalin juga letaknya tidak jauh dari pemukiman warga. Warga yang berada di sekitar

waduk juga sering mengalirkan limbah rumah tangganya ke waduk Penjalin(Haque et al.,

2010).

Berkembangnya kegiatan penduduk di Daerah Aliran Sungai (DAS) Waduk Penjalin,

seperti bertambahnya permukiman penduduk, kegiatan industri, dan kegiatan pertanian

dapat mempengaruhi kualitas air sungai. Berbagai kegiatan disepanjang aliran

sungaimenghasilkan bahan pencemar berupa limbah organik dan anorganik. Limbah

organikdapat berasal dari industri tahu, limbah industri kacang, pertanian, ikan dari

pelabuhan, dan limbah anorganik berasal dari industri peleburan timah, solar di Pelabuhan

serta pertanian yang terbawa bersama aliran permukaan (run off), dan mengakibatkan

terjadinya gangguan serta perubahan fisik, kimia, dan biologi pada perairan tersebut dan

akhirnya menyebabkan pencemaran (Nybakken, 1988).

Pengukuran parameter fisika dan kimia hanya dapat menggambarkan kualitas

lingkungan pada waktu tertentu. Indikator biologi dapat memantau secara kontinyu dan

merupakan petunjuk yang mudah untuk memantau terjadinyapencemaran. Keberadaan

organisme perairan dapat digunakan sebagai indikator terhadap pencemaran air selain

indikator kimia dan fisika. Organisme perairan dapat digunakan sebagai indikator

pencemaran karena habitat, mobilitas, dan umurnya yang relatif lama mendiami suatu

wilayah perairan (Nontji, 1993).

Praktikum kali ini dilakukan pengukuran kualitas perairan Waduk Penjalin dengan

parameter fisik yang meliputi suhu, penetrasi cahaya, padatan tersuspensi atau TSS (Total

Suspended Solid), TDS (Total Desolved Solid), dan kedalaman, parameter kimiawi yang

meliputi derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (O2), karbondioksida bebas (CO2), BOD

1

Page 6: Laporan Limnologi Kelompok VA

(Biological Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), fosfat terlarut, dan nitrat,

serta parameter biologi yang meliputi plankton dan klorofil.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui kondisi atau kualitas perairan

Waduk Penjalin Brebes berdasarkan parameter fisik, kimiawi, dan biologi.

2

Page 7: Laporan Limnologi Kelompok VA

II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu termometer, secchi disc atau

batu, tali rafia, label, tissue, gelas ukur, dirigen, kertas Whatman no. 41, oven, desikator

kabinet, timbangan analitik, mangkok atau cawan porselin, kertas pH universal, botol

Winkler 250 mL, erlenmeyer, buret dan statif, corong buret, pipet seukuran (1 mL), pipet

tetes, spektrofotometer, alat refluks (erlenmeyer COD 250 mL dan kondensor Liebig),

pembakar listrik, cawan petri penguap, kertas GFC, tabung reaksi, corong, kertas timah atau

alumunium foil, pompa vakum, plankton netno. 25, botol plankton, lemari pendingin, object

glass, cover glass, mikroskop, laptop,optic lab, dan buku identifikasi plankton.

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu sampel air Waduk Penjalin,

akuades, MnSO4, KOH-KI, Na2S2O3, H2SO4 pekat, indikator amilum, Na2CO3, indikator

phenolpthalein (pp), NaOH, reagen campuran (amin molibdate, K-antimonil, H2SO4, asam

askorbit),formalin, larutan lugol atau CuSO4 jenuh, K2Cr2O7, Ag2SO4, FAS (Fero Amonium

Sulfat, indikator femantrolin fero sulfat (feroin), dan aseton 90%.

B. Metode

1. Pengukuran Parameter Fisik

a. Pengukuran Suhu Air dan Udara

1) Suhu udara diukur dengan menggantungkan termometer Celcius pada tempat

terbuka.

2) Suhu air diukur dengan cara mencelupkan termometer Celcius ke dalam perairan

selama 1 menit, kemudian data dicatat.

b. Pengukuran Kedalaman

1) Bagian ujung depth sounder ditempelkan ke permukaan air.

2) Lalu ditempel tombol on.

3) Lakukan ulangan dibeberapa tempat.

c. Pengukuran penetrasi cahaya

1) Secchi discatau batu diturunkan ke dalam badan air sampai titik tidak terlihat,

kemudian diukur kedalaman yang didapat sebagai nilai x (dalam m atau cm).

2) Secchi discatau batu diturunkan ke dalam badan air sampai tidak terlihat, kemudian

diangkat perlahan sampai mulai terlihat lagi, lalu diukur sebagai nilai y.

3

Page 8: Laporan Limnologi Kelompok VA

3) Besar nilai penetrasi cahaya dihitung dengan rumus :

X + y2

d. TSS

1) Kertas whatman no.41 dibilas dengan akuades, kemudian dioven pada suhu 105 °C

selama 1 jam, lalu didinginkan dengan desikator selama 15 menit.

2) Kertas whatman no.41 ditimbang sebagai berat awal (x).

3) Sebanyak 50 mL sampel disaring dengan kertas Whatman no.41 yang telah

ditimbang.

4) Filtrat yang tersaring beserta kertas Whatman no.41 tersebut dioven selama 1 jam

pada suhu 105°C.

5) Kertas Whatman dimasukan ke dalam desikator selama 15 menit.

6) Kertas Whatman ditimbang sebagai berat akhir (y).

7) Kadar TSS dihitung dengan rumus berikut :

TSS= y−x50

106

e. Pengukuran TDS

1) Mangkok porselin dioven 1 jam pada suhu 105°C, kemudian didinginkan dengan

desikator 15 menit.

2) Mangkok porselin ditimbang sebagai berat awal.

3) Air yang lolos saringan dituang ke mangkok porselin 30 mL, dioven pada suhu 105°C

selama 24 jam.

4) Mangkok porselin didinginkan 15 menit lalu ditimbang.

2. Pengukuran Parameter Kimia

a. Pengukuran pH

1) Kertas pH dicelupkan pada air waduk.

2) Kertas pH diamati perubahan dan dicocokan dengan pH indikator.

b. Pengukuran Oksigen Terlarut

1) Air sampel diambil dengan botol Winkler 250 mL jangan sampai ada gelembung.

Kemudian ditutup.

2) Larutan 1 mL MnSO4 dan KOH-KI 1 mL ditambahkan kemudian botol ditutup

kembali.

3) Botol dibolak-balik atau dihomogenkan perlahan dan didiamkan 2 menit sampai

timbul endapan.

4) H2SO4 1 mL ditambahkan kemudian dihomogenkan dan didiamkan sampai endapan

hilang.

4

Page 9: Laporan Limnologi Kelompok VA

5) Sebanyak 100 mL sampel diambil dan dituang ke dalam labu erlenmeyer.

6) Indikator amilum 3-5 tetes ditambahkan sampai berwarna biru.

7) Lakukan titrasi dengan Na2S2O3 0,025N sampai dengan jernih.

8) Volume titran yang digunakan untuk titrasi dicatat dan dimasukan ke dalam rumus :

Oksigen terlarut = 1000 x p x q x 8100

Keterangan :

P = jumlah atau volume Na2S2O3 0,025N yang digunakan dalam titrasi (ml)

q = normalitas larutan (0,025 N)

8 = bobot setara dengan O2

c. Pengukuran Karbondioksida

1) Air sampel diambil dengan botol Winkler 250 mL jangan sampai ada gelembung,

kemudian ditutup.

2) Sebanyak 100 mL sampel diambil dan dituang ke dalam labu erlenmeyer.

3) Sebanyak 3-5 tetes PP ditambahkan.

4) Lakukan titrasi dengan Na2CO3 0,01N sampai dengan larutan berubah pink.

5) Volume titran yang digunakan untuk titrasi dicatat dan dimasukan ke dalam rumus :

Kadar CO2 bebas = 1000x p x q x 22100

Keterangan :

P = jumlah atau volume Na2CO3 0,01Nyang digunakan dalam titrasi (ml)

q = normalitas larutan (0,01N)

8 = bobot setara dengan CO2

d. Pengukuran BOD

1) Sampel 250 mL diencerkan dengan pengencer 250 mL. Dihomogenkan dan

dipindahkan dalam ke kedua botol Winkler yaitu winkler gelap dan bening.

2) Botol Winkler gelap didiamkan selama 5 hari untuk pengukuran BOD5. Botol

Winkler bening dilakukan pengukuran BOD0.

3) Larutan MnSO4 1 mL dan KOH-KI 1 mL dimasukkan ke dalam botol BOD0,

dihomogenkan dan tunggu hingga ada endapan.

4) Larutan H2SO4 1 mL ditambahkan kemudian dihomogenkan dan didiamkan sampai

endapan hilang.

5) Sampel 100 mL diambil dan dimasukan dalam erlenmeyer.

6) Amilum ditambahkan sebanyak 3-5 tetes.

7) Lakukan titrasi dengan Na2S2O3 sampai jernih.

5

Page 10: Laporan Limnologi Kelompok VA

8) Setelah hari ke-5, sampel untuk BOD5 dan blanko BOD5 dilakukan tahapan titrasi

seperti BOD0.

9) Kadar BOD dihitung dengan rumus:

BOD = (X0-X5) – (B0-B5)(1- P ) P

Keterangan :

X0 = oksigen terlarut sampel saat t : 0 (mg/L)

X5 = oksigen terlarut sampel saat t : 5 (mg/L)

B0 = oksigen terlarut blanko saat t : 0 (mg/L)

B5 = oksigen terlarut blanko saat t : 5 (mg/L)

P = faktor pengenceran

e. Pengukuran PO4

1) Sebanyak 50 mL sampel air dimasukan ke dalam erlenmeyer.

2) Tetesi 1 tetes PP, kemudian ½ tetes NaOH diteteskan ke dalam sampel.

3) Sebanyak 8 mL reagen campuran (amin molibdate, K-antimonil, H2SO4, asam askorbit)

dimasukan dan didiamkan selama 5 menit.

4) Kemudian dispektrofotometri dengan λ = 880 nm.

f. Pengukuran NO3

1) Sebanyak 50 mL sampel dimasukan dalam erlenmeyer.

2) Sebanyak 1 mL HCl ditambahkan dan dihomogenkan.

3) Kemudian dispektrofotometri dengan λ = 220 nm.

3. Parameter Biologi

a. Pengukuran Klorofil

1) Sebanyak 1 L sampel dalam botol gelap disaring dengan kertas Whatman, kemudian

disaring dengan GFC.

2) Kertas GFC digerus dalam tabung reaksi.

3) Sebanyak 10 mL aseton 90% ditambahkan sedikit demi sedikit.

4) Sampel dibungkus alumunium foil dan didiamkan 24 jam.

5) Kemudian lakukan spektrofotometer dengan λ = 750 nm, 664 nm, 665 nm.

b. Pengamatan Plankton

1) Sampel air diambil dengan menggunakan ember sebanyak 10 kali dan disaring

dengan plankton netno. 25.

2) Sampel air dimasukan dalam botol dan ditambahkan formalin40% sebagai

pengawet sehingga kadarnya menjadi 4% dan ditambahkanlarutan lugol atau CUSO4

jenuh sebanyak 2 tetes, kemudian sampel dimasukkan ke dalam lemari pendingin.

6

Page 11: Laporan Limnologi Kelompok VA

3) Sampel diambil dengan pipet tetes.

4) Sampel diteteskan dalam object glass sebanyak 1 tetes dan ditutup dengan cover

glass.

5) Lakukan pengamatan di bawah mikroskop, kemudian diidentifikasi dan difoto.

7

Page 12: Laporan Limnologi Kelompok VA

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1. Pengukuran Parameter Fisik

KelompokSuhu (°C) Penetrasi Cahaya

(m)TSS (mg/L) TDS (mg/L)

Udara AirI A 26 28 0,6 151,5 23,9II A 26 29 2,125 102 2,87 x 103

III A 26 28 1,06 12 120IV A 27 26 2,125 4 x 102 5,7 x 102

V A 27,5 28 1,42 4,2 60,3VI A 26 28 1,675 3,8 83,33VII A 26 27 1,685 7,6 x 103 6,33 x 104

I B 27,5 29 1,14 3,4 70II B 26 28 1,35 5,6 4 x 102

III B 26 29 1,85 5,4 13

Tabel 2. Pengukuran Parameter Kimiawi

Kelompok

pH DO CO2 BOD COD PO4 NO3

Klorofilλ 750 λ 750

+ HClλ 664 λ 665

+ HClI A 8 5 2,2 3,52 56 0,014 0,3981 0,024 0,022 0,21 0,201II A 7,5 6 0,88 14,2 56 0,0197 0,3227 0,07 0,08 0,08 0,061III A 7 5,8 3,52 0 40 0,0075 0,3199 0,016 0,013 0,06 0,058IV A 8 5,8 1,55 1,2 56 0,0086 0,5249 0,030 0,029 0,08 0,086V A 8 7 1,232 0,2 12 0,0108 0,5200 0,004 0,004 0,05 0,033VI A 8 8,7 3,52 5,4 60 0,0110 0,3255 0,068 0,068 0,17 0,141VII A 7 11,4 0,66 3,2 13,6 0,0166 0,2901 0,011 0,009 0,12 0,104I B 7 5 1,76 0,32 56 0,0243 0,4843 0,004 0,025 0,03 0,003II B 8 8,7 1,32 0,02 64 0,0223 0,6626 0,002 0,007 0,05 0,045III B 7 5,5 1 6,8 20 0,0127 0,3175 0,007 0,006 0,02 0,018

Tabel 3. Pengukuran Parameter Biologi

Nama Spesies Jumlah

Hemiaulus hauckii Grunow 4

Strialella interrupta (Ehr) Heiberg 2

Nodularia hawaiiensis Tilden 1

Oscillatoria sp. 1

8

Page 13: Laporan Limnologi Kelompok VA

Perhitungan

Populasi plankton per liter : 8

Populasi phytoplankton per liter: 8

Populasi zooplankton per liter : 0

Keanekaan spesies plankton : 4

Keanekaan spesies fitoplankton : 4

Keanekaan spesies zooplankton: -

Indeks Saprobik : X

A= 2

Spesies B = 0

Spesies C = 6

Spesies D = 0

X=C+3D−B−3 AA+B+C+D

Dimana:

A : Grup Ciliata menunjukkan polisaprobitas;

B : Grup Euglenophyta, menunjukkan α mesosaprobitas;

C : Grup Chlorococcales + Diatomae, menunjukkan β mesosaprobitas;

D : Grup Peridinae/ Chrysophyceae/ Conjugatae, menunjukkan oligosaprobitas.

X=6+0−0−62+0+6+0

X=0

9

Page 14: Laporan Limnologi Kelompok VA

I A II A III A IV A V A VI A VII A I B II B III B0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

Histogram TSS

nilai TSS

kelompok

I A II A III A IV A V A VI A VII A I B II B III B0

10000

20000

30000

40000

50000

60000

70000

Histogram TDS

TDS

kelompok

I A II A III A IV A V A VI A VII A I B II B III B25

25.5

26

26.5

27

27.5

28

Histogram suhu udara

suhu udara

kelompok

10

Page 15: Laporan Limnologi Kelompok VA

I A II A III A IV A V A VI A VII A I B II B III B24.5

2525.5

2626.5

2727.5

2828.5

2929.5

Histogram suhu air

suhu air

Kelompok

I A II A III A IV A V A VI A VII A I B II B III B0

0.5

1

1.5

2

2.5

Histogram penetrasi cahaya

penetrasi udara

kelompok

I A II A III A IV A V A VI A VII A I B II B III B0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

Histogram NO3

kadar nitrat

Kelompok

11

Page 16: Laporan Limnologi Kelompok VA

I A II A III A IV A V A VI A VII A I B II B III B0

0.005

0.01

0.015

0.02

0.025

0.03

Histogram PO4

PO4

Kelompok

I A II A III A IV A V A VI A VII A I B II B III B6.46.66.8

77.27.47.67.8

88.2

Histogram nilai pH

nilai pH

kelompok

I A II A III A IV A V A VI A VII A I B II B III B0

2

4

6

8

10

12

Histogram nilai DO

nilai DO

kelompok

12

Page 17: Laporan Limnologi Kelompok VA

I A II A III A IV A V A VI A VII A I B II B III B0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

Histogram nilai CO2

nilai CO2

I A II A III A IV A V A VI A VII A I B II B III B0

10

20

30

40

50

60

70

Histogram nilai COD

nilai COD

kelompok

I A II A III A IV A V A VI A VII A I B II B III B02468

10121416

Histogram nilai BOD

nilai BOD

kelompok

Axis

Title

13

Page 18: Laporan Limnologi Kelompok VA

IA II A III A IV A V A VI A VII A I B II B III B0

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

0.06

0.07

0.08

Klorofil pada λ 750

Klorofil pada λ 750

kelompok

IA II A III A IV A V A VI A VII A I B II B III B0

0.010.020.030.040.050.060.070.080.09

Klorofil pada λ 750 + HCl

Klorofil pada λ 750 + HCl

kelompok

IA II A III A IV A V A VI A VII A I B II B III B0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

Klorofil pada λ 664

Klorofil pada λ 664

kelompok

14

Page 19: Laporan Limnologi Kelompok VA

IA II A III A IV A V A VI A VII A I B II B III B0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

Klorofil pada λ 665 + HCl

Klorofil pada λ 665 + HCl

kelompok

15

Page 20: Laporan Limnologi Kelompok VA

B. Pembahasan

Air adalah sumber daya alam yang dibutuhkan untuk hajat hidup orang banyak,

bahkan oleh semua makhluk hidup. Kebutuhan akan tersedianya sumber air bersih bagi

manusia merupakan kebutuhan penting yang harus terpenuhi. Permasalahan yang sering

terjadi saat ini adalah kuantitas dan kualitas air yang sesuai dengan kebutuhan manusia

sebagai faktor penting yang menentukan kesehatan hidupnya mulai berkurang.

Pengelolaan sumber daya air bertujuan menyediakan air dalam jumlah yang cukup dengan

kualitas yang sesuai dengan peruntukannya.Semakin lama jumlah air yang langsung

tersedia untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia semakin terbatas, tetapi jumlahnya

melimpah kualitasnya tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan. Kelangkaan ini

menyebabkan perlunya upaya untuk melindungi kualitas air dan memulihkan air yang

kualitasnya sudah tercemar (Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001).

Pengelolaan lingkungan perairan waduk diperlukan sebagai suatu petunjuk untuk

menilai perairan tersebut apakah masih layak digunakan sesuai dengan peruntukannya.

Mengingat kebutuhan akan air bukan saja dari segi kuantitas, tetapi juga dalam hal kualitas

harus baik. Usaha pengendalian pencemaran perairan sungai sangat diperlukan informasi

dan masukan mengenai tingkat pencemaran yang terjadi di perairan tersebut. Indeks Mutu

Lingkungan Perairan (IMLP) secara umum dapat digunakan untuk memonitor status kualitas

air secara menyeluruh sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan pengelolaan perairan di

masa yang akan datang. Beberapa karakteristik atau indikator kualitas air yang disarankan

untuk dianalisis sehubungan pemanfaatan sumberdaya air untuk berbagai keperluan antara

lain parameter fisik, kimiawi, dan biologi (Effendi 2003).

Perairan waduk yang telah diamati kualitasnya yaitu perairan Waduk Penjalin Brebes.

Parameter yang diamati yaitu parameter fisik yang meliputi suhu, penetrasi cahaya,

padatan tersuspensi atau TSS (Total Suspended Solid), TDS (Total Desolved Solid), dan

kedalaman, parameter kimiawi yang meliputi derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (O2),

karbondioksida bebas (CO2), BOD (Biological Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen

Demand), fosfat terlarut, dan nitrat, serta parameter biologi yang meliputi fitoplankton dan

klorofil.

Berikut ini merupakan penjelasan hasil dari masing-masing parameter yang diamati

di Waduk Penjalin :

1. Parameter Fisik

a. Suhu

16

Page 21: Laporan Limnologi Kelompok VA

Suhu merupakan faktor lingkungan yang paling mudah diukur dan seringkali

digunakan sebagai faktor pembatas dalam air.Berdasarkan hasil praktikum, suhu

perairan Waduk Penjalin yaitu antara 27-29°C, sedangkan suhu udaranya yaitu antara

26-27,5°C. Hal ini menunjukkan bahwa perairan Waduk Penjalin masih bisa dijadikan

sebagai tempat berkembangnya plankton.Plankton akan berkembang baik pada kisaran

suhu 25-30°C.Variasi suhu pada lingkungan perairan relatif sempit dibanding dengan

lingkungan daratan (Kramadibrata, 1996).Variasi suhu di perairan tidak begitu besar jika

dibandingkan di udara, artinya untuk menaikkan 1°C dalam perairan membutuhkan

panas yang lebih banyak dibandingkan di udara (Setyowati, 1976).

b. Penetrasi Cahaya

Interaksi antara kekeruhan dan kedalaman perairan akan mempengaruhi penetrasi

cahaya matahari sehingga mempengaruhikecerahan suatu perairan. Kecerahan perairan

juga banyak dipengaruhioleh bahan-bahan halus yang melayang dalam perairan, baik

berupabahan organik (plankton, jasad renik, detritus) maupun bahan anorganik(partikel,

lumpur, dan pasir).Kecerahan dipengaruhi zat-zat yang terlarut dalam perairansehingga

berhubungan dengan penetrasi sinar matahari. Akibat kekeruhan yang tinggi

dapatmengganggu sistem pernafasan dan daya lihat organisme akuatik, sertadapat

menghambat penerasi cahaya ke dalam air (Effendi, 2003).

Berdasarkan hasil praktikum, penetrasi cahaya di Waduk Penjalin berkisar antara 0,6-

2,125 m. Hal ini menunjukkan bahwa penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan

masih kurang, karena praktikum dilakukan pada pagi hari dan cuacanya mendung.

Menurut Nybakken (1988), makin tinggi kecerahan, maka intensitas cahaya yang masuk

ke dalam perairan akan semakin besar. Kecerahan perairan berlawanan dengan

kekeruhan yang juga disebabkan adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi

dan terlarut, maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan

mikrooganisme lainnya.

c. Padatan Tersuspensi atau TSS (Total Suspended Solid)

Air di suatu lingkungan dapat mencakup beragam jenis kotoran.Suspended solids

atau padatan tersuspensi adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan partikel

di dalam air.Secara partikal, mereka didefinisikan sebagai partikel yang ukurannya besar,

sehingga tidak dapat melewati filter yang digunakan untuk memisahkan mereka dari air.

Padatan tersuspensi terdapat di semua air limbah sanitasi dan berbagai jenis air limbah

industri. Ada juga sumber padatan tersuspensi yang tak bertitik, seperti erosi tanah dari

lokasi pertanian dan konstruksi (Effendi, 2003).

17

Page 22: Laporan Limnologi Kelompok VA

Berdasarkan hasil praktikum, jumlah padatan tersuspensi di daerah waduk adalah

151,5, 102, 12, 4 x 102, 4,2, 3,8, 7,6 x 103, 3,4, 5,6, 5,4mg/L. Hal ini menunjukkan adanya

kegiatan masyarakat sepertikegiatan industri dan kegiatan pertanian yang

mempengaruhi kualitas air waduk. Menurut Effendi (2003), meskipun tidak bersifat

toksik, bahan tersuspensi yang berlebihan dapat meningkatkan nilai kekeruhan yang

selanjutnya akan menghambat penetrasi cahaya ke perairan dan dapatmenghambat

fotosintesis. Meningkatnya tingkat TSS akan menurunkan kemampuan sebuah perairan

dalam menyokong keragaman organisme air. Padatan tersuspensi menyerap panas dari

cahaya matahari yang meningkatkan suhu air, sehinggamenurunkan tingkat oksigen

terlarut (perairan hangat memiliki lebih sedikit oksigen dibandingkan perairan yang lebih

dingin).Spesies yang hidup di perairan dingin bersifat sensitif terhadap perubahan

tingkat oksigen terlarut.Fotosintesis juga menurun, karena cahaya yang menembus air

lebih sedikit, sehingga menurunkan jumlah oksigen yang diproduksi tumbuhan dan alga

(Ginting, 2007). Menurut Marendy (2013), nilai TSS suatu perairan yang masih tergolong

bagus adalah < 80 mg/L.

TSS juga dapat menghancurkan habitat ikan, karena padatan tersuspensi mengendap

ke dasar perairan dan pada akhirnya dapat menyelimuti dasar perairan.Padatan

tersuspensi dapat menutupi telur-telur ikan dan serangga akuatik, dan dapat

menyebabkan larva serangga yang baru menetas mati lemas.Padatan tersuspensi juga

dapat membahayakan ikan secara langsung dengan menyumbat insang, sehingga

menurunkan laju pertumbuhan dan resistensi terhadap penyakit.Perubahan lingkungan

perairan dapat menurunkan sumber makanan dan mempersulit pencarian makanan. Hal

ini dapat mengganggu pergerakan dan migrasi alami dari populasi organisme air

(Fardiaz, 1992).

d. TDS (Total Desolved Solids)

Total Dissolved Solids (TDS) didefinisikan sebagai semua substansi anorganik dan

organik dalam air yang dapat melewati filter 2 mikron. Secara umum, TDS adalah jumlah

dari kation dan anion dalam air. Ion dan senyawa ionik yang menyusun TDS biasanya

mencakup karbonat, bikarbonat, klorida, fluorida, sulfat, fosfat, nitrat, kalsium,

magnesium, sodium, dan potassium, namun semua ion yang ada akan berkontribusi

terhadap jumlah total. Ion organik mencakup polutan, herbisida, dan hidrokarbon.Selain

itu, senyawa bahan organik di tanah seperti asam humik atau fulvik juga tercakup di

TDS.TDS mencakup semua molekul mineral dan organik yang menyediakan manfaat

seperti nutrien atau kontaminan seperti logam beracun dan polutan

organik.Berdasarkan hasil praktikum jumlah padatan terlarut di perairan waduk adalah

18

Page 23: Laporan Limnologi Kelompok VA

23,9, 2,87 x 103, 120, 5,7 x 102, 60,3, 83,33, 6,33 x 104, 70, 4 x 102, 13 mg/L, hal ini

menunjukkan adanya hasil pertambangan atau perlakuan industri terhadap air.Air

dengan konsentrasi TDS lebih tinggi dari 1000 mg/Ldianggap keruh. Perubahan

konsentrasi TDS di perairan alami seringkali merupakan hasil dari limbah industri,

perubahan keseimbangan air (dengan membatasi pemasukan air, dengan peningkatan

penggunaan air atau peningkatan presipitasi), atau dengan penyusupan garam ke air

(Ginting, 2007).Menurut Marendy (2013), nilai TDS <80 mg/L masih tergolong perairan

dengan kondisi yang baik. Namun pada beberapa titik di waduk penjalin nilai TDS > 80

mg/L. Hal ini mengindikasikan waduk penjalin sudah tidak bagus lagi kondisisnya karena

banyak mengandung padatan. Padatan ini dapat berasal dari pelapukan batuan,

buangan limbah masyarakat, dan sedimentasi.

TDS tidak dianggap sebagai polutan primer terhadap berbagai pengaruh kesehatan

yang terkait pada standar air minum untuk manusia, namun TDS dianggap sebagai

indikasi karakteristik estetika dari air minum dan sebagai indikator luas terhadap

susunan kontaminan kimiawi. TDS dapat menyebabkan toksisitas melalui peningkatan

salinitas, perubahan komposisi ionic perairan dan toksisitas ion individu. Peningkatan

salinitas terbukti menyebabkan perubahan dalam komunitas biotik, membatasi

biodiversitas, menyingkirkan spesies yang kurang toleran, dan menyebabkan dampak

akut atau kronik di tahapan hidup tertentu (Effendi 2003).

e. Kedalaman

Kedalaman perairan mempengaruhi jumlah dan jenis plankton di suatu perairan.

Kedalaman air juga mempengaruhi kelimpahan dan distribusi plankton. Perairan dengan

kedalaman air yang berbeda akan dihuni oleh plankton yang berbeda pula dan terjadi

stratifikasi komunitas yang berbeda. Produktivitas perairan berkurang dan

mengakibatkan rendahnya kepadatan plankton pada perairan yang lebih dalam

dikarenakan kandungan bahan-bahan organik yang lebih sedikit atau kurang melimpah

(Tang dan Kasmawati, 1992).

Berdasarkan hasil praktikum, kedalaman perairan Waduk Penjalin yaitu 5-6 m.

Perairan yang lebih dalam mengakibatkan plankton mendapat tekanan fisiologis dan

hidrostatis yang lebih besar (Reish, 1979). Kedalaman perairan juga mempengaruhi

penetrasi sinar matahari ke dalam perairan sehingga secara tidak langsung akan

mempengaruhi kebutuhan oksigen dan pertumbuhan organisme bentik (Sukarno, 1981).

2. Parameter Kimiawi

a. Derajat Keasaman (pH)

19

Page 24: Laporan Limnologi Kelompok VA

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, pH Waduk Penjalin di semua

stasiun berkisar antara 7-8.Hal ini sesuai dengan pernyataan Suwardi et al. (2013) yang

menyatakan bahwa nilai pH pada banyak perairan alami berkisar 4-9. Nilai pH sangat

mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika

pH rendah. Rendahnya pH suatu perairan disebabkan karena kandungan asam sulfat

yang terkandung dalam perairan cukup tinggi.Sebaliknya, untuk tingginya pH suatu

perairan dapat disebabkan oleh tingginya kapur yang masuk ke perairan tersebut.

Sementara itu, menurut Efendi (2003), sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap

perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Sehingga, pH di perairan Waduk

Penjalin masih dapat mendukung bagi kehidupan organisme akuatik yang ada di

dalamnya.

b. Oksigen Terlarut (O2)

Oksigen terlarut adalah jumlah oksigen dalam miligram yang terdapat dalam satu

liter air (ppt). Oksigen terlarut umumnya berasal dari difusi udara melalui permukaan

air, aliran air masuk, air hujan, dan hasil dari proses fotosintesis plankton atau

tumbuhan air. Oksigen terlarut merupakan parameter penting karena dapat digunakan

untuk mengetahui gerakan massa air serta merupakan indikator yang peka bagi proses-

proses kimia dan biologi .Kadar oksigen yang terlarut bervariasi tergantung pada suhu,

salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi

secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan

pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dam limbah (effluent)

yang masuk ke badan air. Selain itu, kelarutan oksigen dan gas-gas lain berkurang

dengan meningkatnya salinitas sehingga kadar oksigen di laut cenderung lebih rendah

daripada kadar oksigen di perairan tawar. Peningkatan suhu sebesar 1°C akan

meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10 (Swanson et al., 2014).

Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan normal dan

tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik).Kandungan oksigen terlarut minimum ini

sudah cukup mendukung kehidupan organisme. Idealnya, kandungan oksigen terlarut

tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat

kejenuhan sebesar 70%. KLH menetapkan bahwa kandungan oksigen terlarut adalah 5

ppm untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut (Swanson et al., 2014). Agar ikan

dapat hidup, air harus mengandung oksigen paling sedikit 5 mg/ liter atau 5 ppm (part

per million). Apabila kadar oksigen kurang dari 5 ppm, ikan akan mati, tetapi bakteri

yang kebutuhan oksigen terlarutnya lebih rendah dari 5 ppm akan berkembang (Weagle

et al., 2012).

20

Page 25: Laporan Limnologi Kelompok VA

Hasil penghitungan DO yang kami lakukan menunjukkan kadar DO pada waduk

berada pada batas normal, yaitu di atas 5ppm. Kadar DO berkisar mulai dari 5 ppm

hingga 8,78 ppm. Hal ini mengindikasikan bahwa waduk tersebut tidak tercemar.Selain

itu, pada saat pengamatan biota perairan seperti ikan dan ganggang air tawar tumbuh

dengan baik.Apabila sungai menjadi tempat pembuangan limbah yang mengandung

bahan organik, sebagian besar oksigen terlarut digunakan bakteri aerob untuk

mengoksidasi karbon dan nitrogen dalam bahan organik menjadi karbondioksida dan air.

Sehingga kadar oksigen terlarut akan berkurang dengan cepat dan akibatnya hewan-

hewan seperti ikan, udang dan kerang akan mati. Bau busuk dari air yang

tercemarberasal dari gas NH3 dan H2S yang merupakan hasil proses penguraian bahan

organik lanjutan oleh bakteri anaerob (Weagle et al., 2012).

c. Karbondioksida Bebas (CO2)

Konsentrasi CO2 dalam perairan Waduk Penjalin yang didapatkan yaitu berkisar

antara 0,66-3,52 mg/L. Menurut Pescod (1973), batas kandung CO2 bebas untuk

perairan di daerah tropik tidak boleh melebihi 12 ppm. Selain itu, berdasarkan standar

baku mutu PP No. 82 Tahun 2001 (kelas II), tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

Pengendalian Pencemaran Air, batas maksimum karbondioksida untuk kegiatan

budidaya air tawar yaitu 2-9 mg/L. Rendahnya konsentrasi karbondioksida bebas di

perairan disebabkan karena letak sampel yang diambil di permukaan perairan, sehingga

karbondioksida bebas banyak dipakai untuk proses fotosintesis. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Effendi (2003) yang menyatakan bahwa kadar karbondioksida bebas di

perairan dapat mengalami pengurangan bahkan hilang akibat proses fotosintesis oleh

fitoplankton. Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat diketahui bahwa perairan

Waduk Penjalin masih tergolong baik karena konsentrasi CO2 di bawah 12 ppm, sehingga

dapat digunakan untuk kegiatan budidaya air tawar.

d. BOD (Biological Oxygen Demand)

Tingkat pencemaran air dapat ditentukan dengan melihat oksigen terlarutnya.

Oksigen terlarut dapat dilihat melalui uji BOD dan COD. BOD atau Biochemical Oxygen

Demand adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang

dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik

dalam kondisi aerobik. Singkatnya BOD adalah jumlah bahan organik yang mudah diurai

di perairan (Mahbud,1990).

Hasil praktikum yang telah dilakukan terhadap kandungan BOD pada waduk penjalin

yaitu IA 10,4; IIA 14,2; IIIA 0; IVA 1,2; VA 0,2; VIA 5,4; VIIA 3,6; IB 0,52; IIB 0,04, dan IIIB

1,4. Menurut Kaslan (1991), kandungan maksimal BOD 3mg/L untuk air kelas 2 dan

21

Page 26: Laporan Limnologi Kelompok VA

6mg/L untuk air kelas 3. Hal tersebut menunjukkan bahwa perairan yang diuji oleh

kelompok IA dan IIA tidak tercemar, sedangkan perairan yang diuji kelompok

IIIA,IVA,VA,VIB,VIIB, IB, IIB, dan IIIB tercemar. Perairan yang tercemar diakibatakan oleh

kandungan zat yang tidak dapat larut dalam air terlalu banyak.

e. COD (Chemical Oxygen Demand)

COD adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat

organik yang ada dalam 1 liter sampel air. Pengoksidasi yang digunakan adalah K2Cr2O7

sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) (Alerts danSantika, 1987 dalam Rudiyanti,

2009). Prinsip analisisnya adalah menggunakan oksidator potassium dikromat yang

berkadar asam tinggi dan dipertahankan pada temperatur tertentu. Penambahan

oksidator ini menjadikan proses oksidasi bahan organik menjadi air dan karbondioksida.

Setelah pemanasan maka sisa dikromat diukur.Pengukuran ini dengan jalan titrasi,

oksigen yang ekivalen dengan dikromat inilah yang menyatakan COD dalam satuan ppm

(Rudiyanti, 2009).

Berdasarkan hasil pengukuran, didapatkan nilai COD pada beberapa stasiun Waduk

Penjalin sebanyak 12-64 mg/L, maka air di daerah tersebut tercemar dan mutunya tidak

baik. Menurut SK Gubernur Jawa Timur no. 413 Tahun 1987, standar baku mutu limbah

cair yang ditetapkan adalah dalam batas 10-25 mg/L untuk COD dalam perairan. Nilai

COD pada perairan yang tinggi disebabkan adanya sumbangan dari bahan-bahan organik

tersuspensi berupa rantai cabang alkyl dan rantai lurus linier panjang yang merupakan

bagian hidrofod dari surfaktan.Selain itu juga berasal dari bahan-bahan tambahan untuk

pencerah, pewangi, dan zat pencegah melekatnya kembali kotoran, yang menghasilkan

residual yang juga berpengaruh terhadap tingginya nilai COD.Beberapa kandungan zat

yang terdapatdalambahantersebutmenimbulkanefeknegatifbagikesehatan (Sumetri,

1984).

Beberapa peraturan mengenai baku mutu limbah cair yaitu sebagai berikut :

1) Menurut Keputusan Mentri Lingkungan Hidup No. 52 Tahun 1995 tentang Baku Mutu

Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel, kadar COD maksimal 30 mg/L.

2) Menurut Keputusan Mentri Lingkungan Hidup No. 58 Tahun 1995 tentang Baku Mutu

Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit, kadar COD maksimal 100 mg/L.

3) Menurut Keputusan Mentri Lingkungan Hidup No.3 Tahun 1998 Bagi Kawasan

Industri kadar COD maksimal 100 mg/L.

4) Menurut SK GubernurJawaTimur No. 413 Tahun 1987 standar baku mutu limbah cair

yang ditetapkan adalah dalam batas 10-25 mg/L untuk COD dalam air sungai.

f. Fosfat Terlarut (Ortofosfat)

22

Page 27: Laporan Limnologi Kelompok VA

Konsentrasi ortofosfat dalam perairan Waduk Penjalin yang didapatkan yaitu berkisar

0,0075-0,0243 mg/L. Umumnya, perairan alami memiliki kandungan fosfat terlarut

(ortofosfat) tidak lebih dari 0,1 ppm (Suwardi et al., 2013). Alaerts dan Santika (1984)

menyatakan bahwa apabila kandungan fosfat dalam air alam sangat rendah (<0,01

mg/L), pertumbuhan fitoplankton akan terhalang. Keadaan ini dinamakan oligotrof.

Apabila kadar fosfat serta nutrien lainnya tinggi, pertumbuhan fitoplankton tidak

terbatas lagi (keadaan eutrof) sehingga fitoplakton tersebut dapat menghabiskan

oksigen dalam perairan waduk pada malam hari (Kasry et al., 2009).Berdasarkan

penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa perairan Waduk Penjalin termasuk perairan

oligotrof.

g. Nitrat

Konsentrasi nitrat dalam perairan Waduk Penjalin yang didapatkan yaitu berkisar

0,2901-0,6626 mg/L. Menurut Apridayanti (2008), perairan dengan kandungan nitrat

sebesar <0,1 ppm termasuk perairan yang oligotropik, kandungan nitrat 0-0,15 ppm

termasuk perairan mesotropik dan kandungan nitrat >0,2 ppm adalah perairan eutropik.

Maka berdasarkan keterangan tersebut, perairan Waduk Penjalin termasuk perairan

eutropik.Nitrogen merupakan elemen yang melimpah pada sel makhluk hidup setelah

karbon, hidrogen, dan oksigen, yang mana nitrogen ini penting untuk sebagian besar

reaksi biokimiawi (Goldman dan Horne, 1983).Tanaman air dan fitoplankton lebih

mudah menggunakan nitrogen dalam bentuk nitrat, maka semua nitrogen baru tersedia

jika telah dalam bentuk nitrat.Pembentukan nitrat sangat tergantung pada adanya

oksigen dan bakteri Nitrobacter yang bertugas merubah nitrit menjadi nitrat secara

aerob (Arfiati, 1992). Menurut Effendi (2003), kadar nitrat-nitrogen pada perairan alami

hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/L, akan tetapi jika kadar nitrat lebih besar 0,2

mg/L akan mengakibatkan eutrofikasi (pengayaan) yang selanjutnya menstimulir

pertumbuhan alga dan tumbuhan air secara pesat.

3. Parameter Biologi

a. Plankton

Plankton adalah biota yang hidup mengapung, menghanyut atau berenang sangat

lemah, artinya mereka tidak dapat melawan arus.Plankton terdiri dari fitoplankton atau

plankton tumbuh-tumbuhan dan zooplankton atau plankton hewan.Organisme

planktonik biasanya ditangkap dengan menggunakan jaring-jaring yang mempunyai

ukuran mata jaring yang berbeda, maka penggolongan plankton dapat pula dilakukan

berdasarkan ukuran plankton. Penggolongan ini tidak membedakan fitoplankton dan

zooplankton dan dengan cara ini dikenal lima golongan plankton,

23

Page 28: Laporan Limnologi Kelompok VA

yaitumegaplanktonialah organisme planktonik yang besarnya lebih dari 2,0 mm, yang

berukuran antara 0,2 mm-2,0 mm termasuk golongan makroplankton, sedangkan

mikroplankton berukuran antara 20 μm-0,2 mm. Ketiga golon

gan inilah yang biasanya tertangkap oleh jaring-jaring plankton baku. Dua golongan

yang lainnya yaitunanoplanktonadalah organisme planktonik yang sangat kecil, yang

berukuran 2 μm-20 m, organisme planktonik yang berukuran kurang dari 2 μm termasuk

golongan ultraplankton.Nanoplankton dan ultraplanktontidak dapat ditangkap oleh

jaring-jaring plankton baku. Untuk dapat menjaringnya diperlukan mata jaring yang

sangat kecil. Tetapi bila jaring demikian ditarik dalam air akan tampak bahwa air tidak

dapat melewati mata jaring. Karenanya nanoplanktondan ultraplanktonhanya dapat

diperoleh dengan menggunakan suatu sentrifusa atau dengan menyaring air melalui alat

penyaring (filter) yang sangat kecil pori-porinya, seperti filter milipor.

Menurut Odum (1983), menyatakan bahwa fitoplankton sangat penting dalam

ekosistem perairan termasuk laut yaitu berperan sebagai makanan dasar bagi kehidupan

lainnya dalam ekosistem akuatik. Dalam sistem trofik ekosistem perairan, termasuk

ekosistem laut, maka organisme plankton sangat berperan sebagai produsen dan berada

pada tingkat dasar, yaitu menentukan keberadaan organisme pada jenjang berikutnya

berupa berbagai jenis ikan.Keberadaan plankton di suatu perairan sangat berpengaruh

terhadap kelangsungan hidup ikan-ikan, terutama bagi ikan-ikan pemakan plankton atau

ikan-ikan yang berada pada taraf perkembangan awal.

Keberadaan plankton sangat mempengaruhi kehidupan di perairan karena

memegang peranan penting sebagai makanan bagi berbagai organisme

perairan.Berubahnya fungsi perairan sering diakibatkan oleh adanya perubahan struktur

dan nilai nilai kuantitatif plankton.Perubahan ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor

yang berasal dari alam maupun dari aktivitas manusia.Dengan demikan, hal ini dapat

menimbulkan peningkatan nilai kuantitatif plankton melampaui batas normal yang

dapat ditolerir oleh organisme hidup lainnya, sehingga di dalam penelitian suatu

perairan, plankton (fitoplankton dan zoopalankton) dapat menentukan kualitas suatu

perairan tersebut (Hartoto, 1995).

Berdasarkan hasil praktikum, ditemukan 4 spesies plankton dari divisi Bacillariophyta,

yaitu Hemiaulus hauckii, Striatella interrupta, Nedularia hawaiiensis, dan Oscillatoria sp.

Jumlah spesies yang ditemui di masing-masing stasiun berbeda-beda. Masing-masing

Stasiun tidak semua genus yang teridentifikasi dapat ditemukan, namun sebagian besar

genus dari kelas Bacillariophyceae ditemukan dengan jumlah sel pada setiap genus lebih

tinggi dari genus-genus pada kelas lainnya. Menurut Onyema (2007) dan Zalocar et al.,

24

Page 29: Laporan Limnologi Kelompok VA

(2007), komposisi fitoplankton pada suatu ekosistem tidak selalu merata, pada

ekosistem tertentu sering ditemukan beberapa jenis melimpah sedangkan yang lain

tidak. Keberadaan fitoplankton sangat bergantung pada kondisi lingkungan perairan

yang sesuai dengan hidupnya dan dapat menunjang kehidupannya.pH asam (pH<6)

mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton, sementara dan pada kisaran pH netral akan

mendukung keanekaragaman jenis fitoplankton (Wetzel dan Likens 1979). Fitoplankton

yang hidup di air tawar terdiri dari 5 kelompok besar, yaitu Chlorophyta (ganggang

hijau), Cyanophyta (ganggang biru), Chrysophyta, Pyrrophyta, dan Euglenophyta

(Subarijanti, 1990).

Berikut ini merupakan penjelasan dari masing-masing spesies yang ditemukan di

Waduk Penjalin :

1) Hemiaulus hauckii,

2) Striatella interrupta

3) Nedularia hawaiiensis

4) Oscillatoria sp.

Klasifikasi dari Hemiaulus hauckii menurut Sachlan (1978) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Chromista

Subkingdom : Chromobiota

Infrakingdom : Heterokonta

Phylum : Ochrophyta

Subphylum : Diatomeae

Class : Coscinodiscophyceae

Subclass : Biddulphiophycidae

Ordo : Hemiaulales

Family : Hemiaulaceae

Genus : Hemiaulus

Scientific name : Hemiaulus hauckii Grunow ex Van Heurck

Klasifikasi Striatella interrupta menurut Sachlan (1978) yaitu sebagai berikut :

Divisi : Bacillariophyta

Kelas : Bacillariophyceae

Bangsa : Pennales

1Suku : Diatomaceae

Marga : Striatella

Spesies : Striatella interrupta

25

Page 30: Laporan Limnologi Kelompok VA

Klasifikasi Striatella interrupta menurut Sachlan (1978) yaitu sebagai berikut :

Divisi :Cyanobacteria

Kelas :Cyanophyceae

Ordo : Nostocales

Family : Nostocaceae

Genus : Nodularia

Spesies : Nodularia hawaiiensis

Klasifikasi Oscillatoria sp. yaitu sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Chyanophyta

Kelas : Chyanophyceae

Ordo : Oscillatoriales

Family : Oscillatoriaceae

Genus : Oscillatoria

Spesies : Oscillatoria sp.

Deskripsi : trikom dari Oscillatoria berbentuk silindris dan tidak bercabang. Mereka

hanya mempunyai satu membran. Trikom sering berada di massa

pelampung atau bagian mengkilap pada tanah lembab. Selnya pendek dan

lebar kecuali untuk sel ujungnya yang mungkin tertutup dan tipis.Trikom

dari Oscillatoria menunjukkan pertumbuhan meluncur, rotasi, dan gerakan

oscillatori.Reproduksi dilakukan oleh hormogonia (Sachlan, 1978).

b. Klorofil

Salah satu organisme yang hidup di ekosistem perairan pesisir adalah fitoplankton.

Fitoplankton di dalam ekosistem perairan berperan sebagai pengubah zat-zat anorganik

menjadi zat-zat organik melalui proses fotosintesis, yang kemudian dapat menentukan

produktivitas perairan. Proses fotosintesis memerlukan klorofil, sehingga kandungan

klorofil-a pada fitoplankton itu sendiri dapat dijadikan indikator tinggi rendahnya

produktivitas suatu perairan (Roshisati, 2002).

Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh kandungan klorofil di Waduk Penjalin yaitu

antara 0,002-0,21. Hasil ini menunjukkan bahwa kandungan klorofil di perairan Waduk

Penjalin berbeda-beda.Kandungan klorofil di Waduk Penjalin masih dikatakan sedikit,

yang berarti bahwa biomassa fitoplankton di perairan tersebut juga sedikit.Menurut

Arifin (2009),kandungan pigmen fotosintesis atau klorofil (terutama klorofil-a) dalam air

sampel menggambarkan biomassa fitoplankton dalam suatu perairan. Klorofil-a

merupakan pigmen yang selalu ditemukan dalam fitoplankton serta semua organisme

26

Page 31: Laporan Limnologi Kelompok VA

autotrof dan merupakan pigmen yang terlibat langsung (pigmen aktif) dalam proses

fotosintesis. Jumlah klorofil-a pada setiap individu fitoplankton tergantung pada jenis

fitoplankton, oleh karena itu komposisi jenis fitoplankton sangat berpengaruh terhadap

kandungan klorofil-a di perairan.Dengan demikian, nilai kosentrasi atau kandungan

klorofil-a pada fitoplankton dipengaruhi oleh faktor fisika dan kimia perairan lainnya

serta faktor biologi.

27

Page 32: Laporan Limnologi Kelompok VA

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya, diperoleh kesimpulan sebagai

berikut :

1. Keadaan Waduk Penjalin berdasarkan parameter fisik adalah suhu air 27,5˚C, suhu udara

28˚C, penetrasi cahaya 1,42 m, TSS 4,2 mg/L, dan TDS 60,3 mg/L

2. Keadaan Waduk Penjalin berdasarkan parameter kimia adalah pH 8, DO 7, CO2 1,232,

BOD 0,2, COD 12, PO4 0,108, dan NO3 0,52.

3. Keadaan Waduk Penjalin berdasarkan parameter biologi adalah kandungan klorofil pada

λ 750 = 0,004, λ 750 + HCl = 0,004, λ 664 = 0,05, λ 665 + HCl = 0,033, dan plankton yang

ditemukan adalah Hemiaulus hauckii, Striatella interrupta, Nedularia hawaiiensis, dan

Oscillatoria sp.

4. Berdasarkan parameter fisik, kimiawi, dan biologi, kualitas perairan Waduk Penjalin

Brebes sedikit tercemar.

28

Page 33: Laporan Limnologi Kelompok VA

DAFTAR REFERENSI

Alaerts, G. dan S.S, Santika. 1984. Metode Penelitian Air. Usaha nasional, Surabaya.

Apridayanti, E. 2008.Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Perairan Waduk Lahor Kabupaten Malang Jawa Timur.Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang.

Arfiati, D. 1992. Survey Pendugaan Kepadatan Fitoplankton Sebagai Produktivitas Primer di Rawa Bureng, Desa Sukosari, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Fakultas Perikanan.Universitas Brawijaya Malang (Tidak diterbitkan).

Arifin, R. 2009. Distribusi Spasial dan Temporal Biomassa Fitoplankton (Klorofil-a) dan Keterkaitannya dengan Kesuburan Perairan Estuari Sungai Brantas, Jawa Timur.Program Studi MSP.FPIK. IPB, Bogor. Skripsi (tidak dipublikasikan).

Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. 258 hal.

Fardiaz, Srikandi. 1992. Polusi Air dan Udara. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Ginting, P. 2007. Mencegah dan Mengendalikan Pencemaran Industri. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Goldman, C. R. and A. J. Horne. 1983. Limnology. McGraw-Hill Book Company, United State of America.

Hartoto, D.I., Gunawan, Badjoeri, M. 1995. Profil Sifat Limnoengineering di Perairan Darat Pulau Siberut.Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, LIPI, hal 160-162.

Haque, A., Winardi, D. N., Wiharyanto, O. 2010. Analisis Penentuan Status Mutu Air dengan Menggunakan Metode IndeksPencemaran (Ip) pada Musim Penghujan dan Musim Kemarau. Teknik Lingkungan, Undip, Semarang.

Kaslan A.T. 1991. Butir-butir Tata Lingkungan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Kasry, A., E, Sumiarsih., dan Heriyanto. 2009. Kesuburan Perairan Waduk Nagedang Ditinjau dari Kosentrasi Klorofil-a Fitoplankton Desa Giri Sako Kecamatan Logas Tanah Darat Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau.Berkala Perikanan Terubuk, 37(2), pp. 48-59.

Kramadibrata, I. 1996. Ekologi Hewan. ITB, Bandung.

Mahbud, B. 1990.Penilaian Pencemaran Air dengan Indeks.Jurnal Penelitian dan Pengembangan Perairan 17:10-17.

Nontji, A. 1993.Rencana Pengembangan Puslitbang Limnologi. LIPI pada Prosiding Expose Limnologi dan Pembangunan, Bogor.

Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi. Gramedia, Jakarta.

Odum, P.E. 1983. Fundamental of Ecology.3rd. Ed WB. Sounders Company, Philadelphia.

Onyema, I.C. 2007. The Phytoplankton Composition, Abundance and Temporal Variation of A Polluted Estuarine Creek in Lagos, Nigeria. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 7:89-96.

Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Kualitas Air. Kementrian Negara Lingkungan Hidup. 2001.

29

Page 34: Laporan Limnologi Kelompok VA

Pescod, M. B. 1973. Investigation of Rational Effluent and Stream Standarts for Tropical Countries. A.I.T., Bangkok.

Purwati, E., Andri, S., Hani’ah. 2010. Analisis Perbandingan Fluktuasi Perubahan Volume Waduk Penjalin dengan Metode Pemeruman dan Pengukuran Elevasi Muka Air. Fakultas Teknik, Undip, Semarang.

Reish, D.J. 1979. Bristle Worms (Annelida : Polychaeta) In Pollution Ecology ofEstuarine Invertebrates. C. W. Hart., and Samuel L. H. F. (eds. 2). AcademicPress, New York. pp 77-121.

Roshisati, I. 2002. Distribusi Spasial Biomassa Fitoplankton (Klorofil-a) di Perairan Teluk Lampung pada Bulan Mei, Juli, dan September 2001. Program Studi MSP. FPIK. IPB, Bogor. 71 hal. Skripsi (tidak diplublikasikan).

Rudiyanti, Siti. 2009. Kualitas Perairan Sungai Banger Pekalongan Berdasarkan Indikator Biologis.Jurnal Saintek Perikanan. 4(2) :46-52.

Sachlan, M. 1978. Planktonologi.Direktorat Jendral Perikanan Departemen pertanian, Jakarta.101 hlm.

Setyowati, 1976.Sifat Fisik dan Kimiawi Pada Air. Universitas Kristen Satyawacana, Salatiga.

Subarijanti, H.U. 1990. Diktat Kuliah Limnology.NUFFIC/ UNIBRAW/ LUW/ FISH. Universitas Brawijaya, Malang.

Sukarno. 1981. Terumbu Karang Indonesia, Permasalaham dan Pengelolaannya.LON-LIPI. Jakarta.

Sumetri, Sri. 1984. MetodePenelitian Air. Usaha Nasional, Surabaya.

Suwardi, E. Widiastuti, dan D.N, Wibowo. 2013. Model Eutrofikasi sebagai Pengaruh Kegiatan di Daerah Atas dan Perairan Waduk Panglima Besar Soedirman Banjarnegara, Jawa Tengah. Agronomika, 13(1), pp. 1-16.

Swanson, Danielle, Mc Cain, Angela, White, Paige, Scherneck, Samuel, dan A. Gathany, Mark. 2014. Dissolved Oxygen Content in Cedar Lake. Cedarville University Research. 37.

Tang, U. M. dan Kasnawati.1992. Hewan Markobenthos sebagai Indikator BiologiPencemaran Bahan Organik di Sungai.Majalah Pengembangan Ilmu-ilmuPeternakan dan Perikanan, Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro,Semarang. 17 (1) : 20-23.

Weagle, Glenn., Maltman, Ron., dan Archer, Andy. 2012. Monitoring PPB Levels of Dissolved Oxygen in SAGD Facilities. Society of Petroleum Engineers. 2. 14.

Wetzel, R. G and Likens. 1979. Limnological Analyses. W.B. Saunders Company, London.

Zalocar, D.D.Z.Y, Poi de Neiff, A.S.G. and Casco, S. L. 2007. Abundance and Diversity of Phytoplankton in The Paraná River (Argentina) 220 km Downstream of The Yacyretá reservoir. Brazillian Journal of Biology 67 (1): 53-63.

30