Upload
anon641059998
View
539
Download
24
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laporan magag
Citation preview
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cabai (Capsicum annum. L) merupakan komoditas yang sangat penting bagi
masyarakat Indonesia. Konsumsi cabai rata-rata penduduk Indonesia adalah
5.21 Kg/kapita/tahun. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 adalah
sebanyak 237.641.326 jiwa, yang terdiri dari 119.507.580 laki-laki dan
118.048.783 perempuan. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1.49 %
per tahun (BPS, 2011). Berdasarkan kondisi tersebut dapat diketahui bahwa
konsumsi cabai dalam negeri pada tahun 2010 mencapai 1.378.727 ton dengan
luas panen 233.904 ha dan produktivitas rata-rata sebesar 5.89 ton/ha
(BPS, 2011).
Masyarakat Indonesia bisa dibilang penggemar cabai terbesar di dunia.
Karenanya, cabai menjadi salah satu produk penting dalam pangan Indonesia,
bahkan bisa berpengaruh terhadap laju inflasi. Pentingnya cabai telah menjadi
perhatian bagi pemerintah dan para petani, terutama setelah melonjaknya harga
cabai pada tahun 2010 hingga mencapai Rp 140.000/kg.
Kegiatan Praktek Kerja Lapang diharapkan akan membekali mahasiswa dengan
berbagai pengalaman sehingga nantinya mahasiswa tidak mengalami goncangan
dengan adanya perbedaan antara teori yang diperoleh bangku kuliah dengan
kenyataan di lapangan. Di Samping itu mahasiswa juga mempunyai ketrampilan
khusus dalam suatu jenis komoditi dan mengetahui banyak permasalahannya
dan kendalanya.
B. Tujuan Kegiatan Magang
1. Tujuan Umum
Kegiatan magang mahasiswa yang dilakukan di Balai Penelitian
Tanaman Sayuran (BALITSA) memiliki beberapa tujuan khusus
diantaranya :
a. Mahasiswa mampu memadukan antara teori yang diperoleh di bangku
perkuliahan dengan penerapannya di tempat magang
b. Mahasiswa memperoleh pengalaman melalui kegiatan-kegiatan di
tempat magang yang berhubungan dengan bidang pertanian secara luas
mulai dari budidaya sampai dengan pemasaran cabai merah.
c. Mahasiswa memperoleh pengetahuan, ketrampilan, sikap dan
pengembangan karir setelah lulus.
d. Mahasiswa dapat bersosialisasi secara langsung dengan lingkungan
sekitar tempat magang baik itu dengan pejabat instansi, karyawan,
maupun masyarakat sekitar.
e. Mempererat hubungan antara perguruan tinggi, pemerintah, instansi
swasta, perusahaan dan masyarakat, sehingga dapat meningkatkan mutu
pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
2. Tujuan Khusus
Kegiatan magang mahasiswa yang dilakukan di Balai Penelitian
Tanaman Sayuran (BALITSA) memiliki beberapa tujuan khusus
diantaranya :
a. Mengetahui dan memperoleh keterampilan secara langsung kegiatan
produksi benih tanaman sayuran, khususnya sayuran cabai merah di
Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA).
b. Mengetahui dan memperoleh keterampilan mengenai pengolahan
lahan secara langsung kegiatan budidaya tanaman sayuran, khususnya
sayuran cabai merah di Balai Penelitian Tanaman Sayuran
(BALITSA).
c. Mengetahui metode dan teknik yang digunakan dalam budidaya
tanaman sayuran, khususnya sayuran cabai merah di Balai Penelitian
Tanaman Sayuran (BALITSA).
d. Mengetahui sistem pemasaran yang digunakan dalam pemasaran
tanaman sayuran, khususnya sayuran cabai merah di Balai Penelitian
Tanaman Sayuran (BALITSA).
e. Mengetahui ekspor impor yang digunakan dalam pemasaran tanaman
sayuran, khususnya sayuran cabai merah di Balai Penelitian Tanaman
Sayuran (BALITSA).
C. Manfaat Kegiatan Magang
Manfaat kegiatan magang mahasiswa di Balai Penelitian Tanaman
Sayuran (BALITSA) antara lain:
1. Bagi mahasiswa, kegiatan magang ini bermanfaat untuk meningkatkan
pemahaman antara teori dan aplikasi lapangan mengenai budidaya
(pembibitan, penanaman, panen, pasca panen) dan sistem pemasaran cabai
merah.
2. Bagi Fakultas, kegiatan magang ini merupakan strategi peningkatan
kompetensi dan keterampilan lulusan Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
3. Bagi Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA), kegiatan magang ini
diharapkan dapat menjadi hubungan kerja sama dalam pengembangan
ilmu pertanian yang aplikatif serta teruji melalui penelitian-penelitian di
bidang akademis.
4. Meningkatkan hubungan antara perguruan tinggi, pemerintah, instansi
yang terkait dan masyarakat sehingga dapat meningkatkan mutu Tri
Dharma Perguruan Tinggi.
TINJUAN PUSTAKA
Tanaman cabai diklasifikasikan kedalam spesies Capsicum anuum. L. Berikut
adalah penjelasan taksonomi tanaman cabai secara detail
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua)
Ordo : Tubiflorae
Famili : Solanaceae
Genus : Capsicum
Species : Capsicum annuum dan lain-lain
Varietas : Capsicum annuum L. var. Annuum (USDA,
2011) :
Menurut Siemonsma dan Piluek (1994), Capsicum annuum L. Merupakan
tanaman semusim (annual) yang berbentuk semak dengan tinggi mencapai 0.5-1.5
m serta memiliki akar tunggang yang sangat kuat dan bercabang-cabang.
Tanaman cabai mempunyai batang berkayu dengan tipe pertumbuhan tegak atau
menyebar, diameter batang mencapai 1 cm, berwarna hijau sampai hijau
kecoklatan dan umumnya terdapat bercak ungu di dekat node. Daun berbentuk
ovate dengan ukuran 10 cm x 5 cm hingga 16 cm x 8 cm dan berwarna hijau
muda sampai hijau tua. Mahkota bunga cabai berbentuk campanulate hingga
rotate dengan 5-7 helai dan berwarna putih. Tanaman ini memiliki 5-7 benangsari
yang berwarna biru hingga keunguan. Panjang buah cabai mencapai 30 cm,
berwarna hijau, kuning, krim atau keunguan ketika masih muda, dan berwarna
merah, oranye, kuning hingga coklat ketika sudah tua.
Bunga cabai termasuk bunga hermaprodit dan bersifat kasmogami. Bunga
hermaprodit adalah bunga yang mempunyai putik dan polen yang terdapat pada
satu bunga, sedangkan bersifat kasmogami berarti waktu penyerbukan terjadi pada
saat bunga sudah mekar. Oleh karena itu, pada cabai masih memungkinkan
terjadipenyerbukan silang (Sujiprihati et al., 2008). Penyerbukan silang pada
cabai secara alami dapat terjadi dengan bantuan lebah. Persentase penyerbukan
silangnya dapat mencapai 7.6-36.8%, dengan rata-rata 16.5% (Greenleaf, 1986).
Umumnya biji cabai berwarna putih kekuningan berbentuk ginjal dan keras
(Kusandriani dan Permadi, 1996). Komponen rasa pedas pada cabai ditimbulkan
oleh zat capsaicin (C18H27NO3) yang terkandung dalam jaringan sekat buah dan
plasentanya, tetapi tidak terdapat di dalam dinding buah atau biji (Rutabatzky dan
Yamaguchi, 1999).
Kondisi fisik tanah yang baik untuk pertanaman cabai adalah tanah yang
strukturnya remah dan kaya akan bahan organik, pH tanah antara 6.0-7.0, dan
tempatnya terbuka atau sedikit ternaungi. Pada umumnya, cabai ditanam di sawah
setelah panen padi, tetapi ada pula yang ditanam di tegalan. Apabila ditanam di
sawah, biasanya ditanam pada akhir musim hujan, sedangkan di tegalan biasanya
ditanam pada awal musim hujan. Pemilihan musim ini diharapkan agar di tanah
sawah kandungan airnya tidak berlebihan dan di tanah tegalan cukup air untuk
pertumbuhan cabai. Namun pada waktu tanaman berbunga dan berbuah,
keadaannya sedang tidak hujan lebat, karena dapat mengakibatkan banyak bunga
dan bakal buah yang gugur serta busuk (Suwandi, 1995)
Tanaman cabai merupakan terna tahunan yang tumbuh tegak dengan batang
berkayu dan memiliki banyak cabang. Tinggi tanaman dapat mencapai 100 cm
dengan diameter tajuk sampai 50 cm. Daun cabai umumnya berwarna hijau muda
sampai gelap; bentuk daun cabai umumnya bulat telur, lonjong, atau oval dengan
ujung meruncing tergantung jenis dan varietasnya. Bunga cabai berbentuk
terompet, sama dengan bunga pada tanaman Solanaceae lainnya; bunga
cabai merupakan bunga lengkap yang terdiri dari kelopak, mahkota, benang
sari, dan putik. Buah cabai memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda-beda
tergantung jenis dan varietasnya. Tanaman cabai memiliki akar Tunggang yang
terdiri atas akar utama dan akar lateral. Akar lateral mengeluarkan serabut,
mampu menembus tanah sampai kedalaman 50 cm dan lebar sampai 45 cm
(Wiryanta & Wahyu 2002).
Buah cabai dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan bumbu masak, industri makanan,
dan obat-obatan. Tanaman abai termasuk komoditas sayuran yang hemat lahan
karena untuk produksinya lebih mengutamakan perbaikan teknologi budidaya.
Cabai mengandung kapsaisin, dihidrokapsaisin, vitamin, damar, zat
pewarnakapsantin, karoten, kapsarubin, zeasantin, kriptosantin, lanlutein; dan
mineral, seperti zat besi, kalium, kalsium, fosfor, dan naisin. Zat aktif kapsisidin
berkhasiat untuk memperlancar sekresi asam lambung dan mencegah infeksi
sistem percernaan (Dermawan 2010).
III.TATA LAKSANA KEGIATAN
A. Waktu Pelaksanaan, Nama dan Tempat Magang
Waktu Pelaksanaan kegiatan magang mahasiswa ini dilaksanakan
selama satu bulan yaitu pada 2 Juli 2012 sampai dengan 2 Agustus 2012 yang
dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA), dengan
alamat jalan Tangkuban Perahu No. 517, Lembang, Bandung, Jawa Barat.
B. Metode Pelaksanaan Magang
1. Observasi
Observasi lapang oleh mahasiswa magang dilakukan secara langsung
dengan ikut bekerja di Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA)
mulai dari deskripsi varietas cabai merah yang ada di BALITSA, teknik
budidaya cabai merah, pembibitan (benih, persemaian dan pembumbunan),
pengolahan lahan (jenis tanah, pengapuran lahan, pembuatan bedengan,
pemupukan dasar, pemasangan mulsa dan pelubangan mulsa), penanaman
(waktu tanam, penentuan jarak tanam, pembuatan lubang tanam,
penanaman bibit, dan penyulaman), pemeliharaan (pemupukan, pengairan,
pemasangan ajir, pengikatan tanaman, pemangkasan tunas dan
penyiangan), pengendalian hama dan penyakit, panen dan pasca panen
(sortasi, grading, pengepakan, penyimpnan dan transportasi), hingga
sistem pemasaran cabai merah ( rantai pemasaran cabai merah, jenis pasar
cabai merah, kemitraan pemasaraan cabai merah, analisis usaha tani cabai
merah perHa dan analisis usaha tani benih cabai merah) dan ekspor cabai
merah untuk memperoleh gambaran secara lebih jelas mengenai aspek
yang dikaji. Seluruh peserta magang di Balai Penelitian Tanaman Sayuran
(BALITSA) juga mengamati kegiatan-kegiatan yang tidak dapat secara
langsung dipraktekkan. Kegiatan ini dilakukan apabila peserta magang
tidak memungkinkan ikut bekerja langsung sebagaimana halnya para
pekerja sesuai kebijakan dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran
(BALITSA).
11
2. Wawancara
Wawancara dilaksanakan dengan melakukan sesi tanya jawab secara
langsung kepada mandor atau petani yang ada di kebun yang berkaitan
dengan materi magang dan kegiatan yang dipelajari di lapangan kepada
pembimbing lapang dan dengan pihak-pihak yang ditugaskan di setiap
bagian-bagiannya.
3. Studi pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan mencari referensi sebagai data
pelengkap, pendukung dan pembanding serta konsep dalam alternatif
pemecahan masalah. Referensi tersebut antara lain diperoleh dari buku-
buku, jurnal, dan internet.
4. Analisis data
a) Metode dasar deskriptif analisis
Metode ini berusaha memberi arti terhadap data dengan
menggambarkannya sesuai keadaan teraktual. Data tersebut disusun,
dianalisis, dijelaskan kemudian diambil kesimpulannya.
b) Metode analisis kuantitatif
Metode ini meliputi :
1) Penerimaan
Penerimaan merupakan hasil kali antara jumlah produksi
dengan harga jual produk yang bersangkutan. Adapun rumus
penerimaan adalah sebagai berikut :
TR = P x Q
Keterangan :
TR : Total penerimaan (Rp)
P : Harga (Rp)
Q : Total produksi (Kg)
2) Biaya
Biaya meliputi seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
produksi, yakni biaya implisit dan biaya eksplisit. Biaya implisit
adalah biaya yang tidak benar-benar dikeluarkan oleh petani selama
proses produksi yang terdiri dari biaya tenaga kerja keluarga, biaya
penyusutan alat, biaya sewa lahan, dan biaya bunga modal. Biaya
eksplisit adalah biaya yang secara nyata dibayarkan selama proses
produksi oleh petani yang berasal dari luar yang terdiri dari biaya
tenaga kerja luar keluarga, biaya pembelian benih atau bibit, biaya
pembelian pupuk, biaya pembelian pestisida, dan biaya pembelian
pupuk kandang.
3) Pendapatan
Untuk menghitung pendapatan usahatani yaitu dengan
menghitung selisih penerimaan dan biaya usahatani, yang
dirumuskan :
Π = TR – TC
Keterangan :
Π : Pendapatan usahatani (Rp)
TR : Total Penerimaan (Rp)
TC : Total Biaya (Rp)
4) Keuntungan
Keuntungan dapat dihitung dengan rumus:
Keuntungan = Penerimaan - Biaya Total Usahatani
Biaya Total = Biaya eksplisit + Biaya implisit
5) R/C Ratio
R/C ratio merupakan analisis untuk mengetahui tingkat
efisiensi usahatani. Analisis ini dapat dihitung dari perbandingan
antara jumlah penerimaan petani dengan jumlah biaya yang
digunakan untuk pengelolaan usahatani.
R/C Ratio = penerimaan usahatani
biaya usahatani
R/C Ratio > 1 berarti usahatani tersebut lebih efisien
R/C Ratio = 1 berarti usahatani tersebut sama efisiennya
R/C Ratio < 1 berarti usahatani tersebut kurang efisien
5. Dokumentasi
Dokumentasi diambil melalui pengambilan gambar komoditas di
kebun BALITSA dan kegiatan yang dilakukan di instansi lokasi magang
serta proses budidaya tanaman sampai pemasaran cabai merah.
C. Rincian Kegiatan Magang
Beberapa kegiatan yang dilakukan mahasiswa dalam kegiatan magang
ini dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Rincian Kegiatan Magang Mahasiswa di BALITSA
No Hari Tanggal Jam Kerja Macam Kegiatan1. Rabu 4 Juli 2012 06.30-12.00 Penyelesaian
administrasi Perkenalan mandor
kebun, pembimbing lapang
2. Kamis 5 Juli 2012 06.30-12.00 Panen tomat Pembibitan bawang
merah3. Jumat 6 Juli 2012 06.30-12.00 Panen petsay
Pemeliharaan lahan4. Sabtu 7 Juli 2012 - Libur 5. Minggu 8 Juli 2012 - Libur 6. Senin 9 Juli 2012 06.30-12.00 Pemanenan tomat
Koordinasi pembimbing
7. Selasa 10 Juli 2012 06.30-12.00 Persemaian cabai merah
Pemanenan cabai merah
Penyortiran cabai merah
Mencari literature ke perpustakaan
8. Rabu 11 Juli 2012 06.30-12.00 Penyiraman cabai merah
Pemeliharaan cabai merah
Ke gudang dan wawancara Bandar sayuran di Lembang
9. Kamis 12 Juli 2012 06.30-12.00 Panen kentang Mencari literature ke
perpustakaan Konsultasi ke
pembimbing
10. Jumat 13 Juli 2012 06.30-11.00 Senam Penyortiran benih
cabai Panen zhukini
11. Sabtu 14 Juli 2012 06.30-12.00 Penyortiran dan grading kentang
12. Minggu 15 Juli 2012 - Libur 13. Senin 16 Juli 2012 06.30-12.00 Wawancara ke mandor
Survey ke bandar sayuran
Kunjungan ke Kelompok Tani Mekar Tani Jaya, CV.Bimandiri dan pengepul sayuran
14. Selasa 17 Juli 2012 06.30-12.00 Panen cabai merah Pemasangan mulsa Konsultasi ke
pembimbing15. Rabu 18 Juli 2012 06.30-12.00 Survey pasar induk
Caringin16. Kamis 19 Juli 2012 06.30-12.00 Pemotongan ajir untuk
komoditas cabai merah Munggahan
Ramadhan17. Jumat 20 Juli 2012 06.30-11.00 Penanaman benih
cabai merah18. Sabtu 21 Juli 2012 06.30-10.00 Persemaian cabai
merah19 Minggu 22 Juli 2012 - Libur 20. Senin 23 Juli 2012 06.30-11.30 Pemasangan ajir dan
sanitasi cabai merah Konsultasi draft ke
pembimbing21. Selasa 24 Juli 2012 06.30-11.30 Panen cabai merah
Wawancara ke mandor Mencari literature
22. Rabu 25 Juli 2012 06.30-11.30 Pemupukan susulan cabai merah
Mencari literature
23. Kamis 26 Juli 2012 06.30-11.30 Penyortiran kentang dan mencari literature
24. Jumat 27 Juli 2012 06.30-11.00 Menghadiri seminar hasil magang dari UNS dan IPB
25. Sabtu 28 Juli 2012 06.30-10.00 Pemanenan jagung26. Minggu 29 Juli 2012 - Libur 27. Senin 30 Juli 2012 06.30-11.30 Seminar hasil magang
dengan pembimbing28. Selasa 31 Juli 2012 06.30-11.30 Perpisahan dan
Menyelesaikan Administrasi
Sumber: Catatan Harian Kegiatan Magang Mahasiswa FP UNS
IV. HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil BALITSA Lembang
1. Kondisi Wilayah
a. Letak Geografis
Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) terletak di Jl.
Tangkuban Parahu No. 517 kampung Margahayu, Desa Cikole,
Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat.
Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) memiliki areal seluas
±40 hektar. Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) terletak
1250 meter di atas permukaan laut. Letak geografis BALITSA berada
pada 107,30º BT dan 6,30ºLS. BALITSA memiliki batas-batas yaitu :
sebelah timur berbatasan dengan jalan raya Lembang–Subang, sebelah
selatan berbatasan dengan lahan petani Cibogo, sebelah barat
berbatasan dengan sungai kecil kampung Cibedug, dan sebelah utara
berbatasan dengan jalan Cibedug-Cikole.
b. Topografi
Topografi Balai Penelitian Tanaman Sayuran memiliki tipe
tanah Andisol yang berasal dari abu vulkanik Gunung Tangkuban
Perahu, dengan struktur tanah remah dan gembur, sedangkan tekstur
tanah berupa debu, lempung berdebu dan lempung. Warna tanah di
lahan Balai Penelitian Tanaman Sayuran adalah hitam, abu-abu dan
coklat dengan pH tanah sebesar 5,5-6. Lokasi ini mempunyai suhu 19
ºC-24 ºC dengan curah hujan 2207 mm/tahun, sedangkan kelembaban
udara berkisar antara 70–90 %. Kecepatan air tanah di tempat ini
termasuk baik / porous.
2. Sejarah BALITSA
Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) didirikan pada tahun
1940 dan berada dibawah naungan Balai Penelitian Teknologi Pertanian
Bogor. Kegiatan penelitian di BALITSA mulai dilaksanakan di Kebun
Percobaan Kp. Margahayu Lembang sejak tahun 1940 sampai tahun 1942.
Tahun 1962, Kebun Percobaan Kp. Margahayu Lembang dialihkan
dibawah Lembaga Penelitian Hortikultura yang berkedudukan di Pasar
Minggu Jakarta Selatan. Tahun 1968 Kebun Percobaan berubah nama
menjadi Lembaga Penelitian Hortikulura Cabang Lembang. Lembaga ini
mulai tahun 1973 memiliki tenaga peneliti dibidang pemuliaan tanaman,
sosial ekonomi, agronomi, hama penyakit dan pasca panen.
Lembaga Penelitian Hortikulura Cabang Lembang berganti nama
menjadi Balai Penelitian Tanaman Pangan pada tahun 1980. Sejak
dikeluarkannya Keputusan Menteri Pertanian No. 861/kpts/org/12/1982
pada tahun 1982, status lembaga diubah menjadi Balai Penelitian
Hortikultura (BPH) Lembang. Tanggal 1 April 1995, menyusul terjadinya
reorganisasi di Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, terutama
menyangkut mandat Balai serta Keputusan Menteri Pertanian RI No.
796/kpts/ot.210/12/1994.
Balai Penelitian Hortikultura Lembang berubah nama menjadi Balai
Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA). Hingga tahun 2012 BALITSA
masih memiliki nama Balai Penelitian Tanaman Sayuran yang bertempat
tetap di Lembang. Kedudukan Balai Penelitian Tanaman Sayuran
(BALITSA) pada saat ini bernaung di bawah Kementerian Pertanian
Republik Indonesia, yang berkedudukan di Jalan Margasatwa, Ragunan,
Jakarta Selatan.Oleh karena itu lembaga ini merupakan salah satu Balai
Penelitian Tanaman Sayuran yang berstatus sebagai instansi pemerintah.
3. Visi dan Misi
Visi dan Misi dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang
(BALITSA) adalah sebagai berikut:
a. Visi ( 2010-2014 )
Menjadi lembaga penelitian dan pengembangan sayuran berkelas
dunia pada tahun 2014 yang menghasilkan dan mengembangkan
inovasi teknologi sayuran untuk mewujudkan industrial yang
memanfaatkan sumber daya lokal untuk meningkatkan kemandirian
pangan, nilai tambah, ekspor, dan kesejahteraan petani
b. Misi ( 2010-2014 )
1) Merakit, menghasilkan dan mengembangkan teknologi inovasi
sayuran yang secara ilmiah dan teknis dapat meningkatkan
produktivitas, daya saing dan nilai tambah, serta sesuai dengan
kebutuhan pengguna.
2) Meningkatkan diseminasi teknologi dalam mendukung
pengembangan kawasan hortikultura.
3) Meningkatkan kompetensi sumber daya manusia, sarana dan
prasarana dalam pelayanan terhadap pengguna teknologi inovasi
yang efektif dan efisien.
4) Menjalin jejaring kerjasama dalam negeri dan luar negeri dalam
membangun kemitraan untuk membangun dan memecahkan
masalah rawan pangan dan gizi komunitas dunia.
4. Tujuan BALITSA
Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) mempunyai tugas
pokok sesuai dengan keputusan menteri (Kep.Mentan
No.74/Kpts/OT.210/1/2002) untuk melaksanakan Penelitian Sayuran.
Dalam melaksanakan tugas, Balai Penelitian Tanaman Sayuran
(BALITSA) memiliki fungsi:
a. Melaksanakan penelitian genetika, pemuliaan, pembenihan dan
pemanfaatan plasma nuftah tanaman sayuran
b. Melaksanakan penelitian morfologi, ekologi, entomologi dan
fitopatologi tanaman sayuran
c. Melaksanakan penelitian komponen teknologi sistem dan usaha
agribisnis tanaman sayuran
d. Memberikan pelayanan teknik kegiatan penelitian tanaman sayuran
e. Menyiapkan kerja sama, informasi dan dokumentasi serta
penyebarluasan dan pendayagunaan hasil penelitian tanaman sayuran
f. Melaksanakan urusan tata usaha dan rumah tangga
5. Struktur Organisasi
Struktur Organisasi dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA)
yaitu :
Ka. Sub Tata Usaha
Seksi Pelayanan Teknik
Kebun UPBS Laboratorium
Kelompok Peneliti,
Pemuliaan, & Plasma
Nutfah
Kelompok Peneliti,
Ekofisiologi
Kelompok Peneliti,
Hama dan Penyakit
Kelompok Peneliti,
Pasca Panen
Kepala Balai
Kepegawaian Rumah
Tangga
KeuanganSeksi Jasa Penelitian
Kerjasama Diseminasi IT dan
Pustakawan
Gambar 4.1. Struktur Organisasi BALITSA
Keterangan Struktur Organisasi
Kepala Balai : Dr. Liferdi, SP. M.Si
Ka. Sub Tata Usaha : Mastur SP
Kepegawaian : Drs. Maman Suherman
Rumah Tangga : Agus Rokhman
Keuangan / Bendahara : Wida Rahayu, SE
Ka. Seksi Jasa Penelitian : Drs. Luthfy
Kerjasama : Astri Windia Wulandari, SP
Diseminasi IT dan Pustaka : Andi Supriadi, ST
Seksi Pelayanan Teknik : Rinda Kirana, SP. MP
Kebun : Subarlan
UPBS :Rinda Kirana, SP. MP
Laboratorium :Imas Suraya Dewi
Kelti Pemuliaan,Plasma Nutfah : Kusmana, SP
Kelti Ekofisiologi : Ir. Subhan, APU
Kelti Hama dan Penyakit : Dr. Laksminiwati Prabaningrum
Kelti Pasca Panen : Dr. Ali Asgar, M.S
6. Kualifikasi Staff dan Jumlah Staff
Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) dipimpin oleh
Seorang Kepala Balai yang membawahi Sub Bagian Tata Usaha, Seksi
Jasa Penelitian, Seksi Pelayanan Teknik, dan Kelompok Jabatan
Fungsional. Adapun fungsi dari bagian-bagian tersebut antara lain:
1. Sub bagian Tata Usaha adalah bagian yang melaksanakan urusan tata
usaha dan rumah tangga.
2. Seksi Jasa Penelitian adalah bagian yang mempunyai tugas melakukan
diseminasi teknologi tanaman sayuran, teknologi informasi, pelayanan
perpustakaan, penyiapan bahan kerjasama, publikasi dan dokumentasi
Seksi Jasa Penelitian juga membawahi bagian Teknologi
Informasi dan Perpustakaan.
a. Perpustakaan
Perpustakaan mengurusi bagian perpustakaan mengenai
buku-buku yang ada di Balai Penelitian Tanaman Sayuran
(BALITSA) dan juga mengurus tentang peminjaman buku serta
mendata para pengunjung yang datang ke perpustakaan untuk
kebutuhan membaca. Perpustakaan Balai Penelitian Tanaman
Sayuran (BALITSA) sendiri sudah memiliki banyak koleksi buku,
jurnal, serta laporan-laporan hasil penelitian.
b. Teknologi Informasi
Mengurusi bagian ilmu tekhnologi dan juga sistem
komputerisasi di Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA).
3. Seksi Pelayanan Teknis adalah bagian yang memberikan pelayanan
teknis pada penelitian tanaman sayuran.
Seksi Pelayanan Teknis juga membawahi bagian UPBS, kebun,
dan laboratorium.
a. UPBS
Salah satu unit yang bertugas untuk mendayagunakan hasil
penelitian tanaman sayuran adalah UPBS. UPBS (Unit produksi
Benih Sumber) berfungsi untuk memproduksi dan menyediakan
benih sumber. Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA)
merupakan balai penelitian yang memproduksi berbagai varietas
benih sayuran.Beberapa benih sayuran yang diproduksi oleh
BALITSA yaitu bawang merah, cabai, caisin, kangkung, bayam,
kentang, buncis dll.
Konsumen benih yang diproduksi oleh BALITSA antara
lain BPTP, Dinas Pertanian, perusahaan (untuk dipasarkan), serta
perorangan (untuk penelitian). Benih yang dihasilkan oleh
BALITSA tidak dijual 100 %, tetapi disisakan sebagian untuk
produksi tahun berikutnya dan untuk dikembangkan atau diteliti.
Benih yang dipasarkan oleh BALITSA tidak memiliki kriteria
tertentu, benih tersebut langsung bisa dipasarkan apabila telah lolos
standart dan sertifikasi dari BPSB. Benih yang dihasilkan oleh
BALITSA adalah Benih Sumber (BS) yaitu benih penjenis yag
dapat ditangkarkan lagi sehingga kemurnian benih masih tinggi
sehingga kurang baik/cocok untuk dikonsumsi.
b. Kebun
Kebun dikelola oleh para mandor kebun digunakan untuk
tempat penanaman tanaman yang sedang diteliti.
c. Laboratorium
Laboratorium digunakan untuk meneliti benih ataupun
kebutuhan penelitian lainnya.
4. Kelompok Jabatan fungsional adalah bagian yang melaksanakan
kegiatan fungsional yang dilakukan di Balai Penelitian Tanaman
Sayuran (BALITSA), berupa kegiatan penelitian yang didukung oleh
kelompok peneliti pemuliaan dan plasma nutfah, hama dan penyakit,
ekofisiologi dan pasca panen. Fasilitas penunjang utama yang tersedia
yaitu kebun percobaan seluas ±40 hektar, laboratorium (tanah, hama
dan penyakit, kultur jaringan, teknologi pasca panen) rumah kasa atau
kaca, gudang tempat penyimpanan benih dan ruang-ruang lainnya.
Penjelasan mengenai kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Balai
Penelitian Tanaman Sayuran antara lain:
1) Kegiatan Peneliti Pemuliaan dan Plasma Nutfah
Kegiatan ini dilakukan oleh kelompok peneliti pemuliaan dan
plasma nutfah dengan kegiatan melakukan perbaikan tanaman yang
merupakan salah satu upaya peningkatan produksi dan
keberlanjutannya usahatani daerah. Balai Penelitian Tanaman
Sayuran (BALITSA) berusaha meminimalkan kendala biotik dan
abiotik yang berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas hasil
melalui pendekatan konvensional dan bioteknologi.
2) Kegiatan Peneliti Hama dan Penyakit
Kelompok ini menekankan pada suatu teknik pengendalian
hama dan penyakit yang menerapkan suatu kombinasi dari strategi
yang bersandar pada faktor penyebab kematian alami dan strategi
penggunaan pestisida.
3) Kegiatan Peneliti Ekofisiologi
Kelompok ini merupakan gabungan antara agronomi dan
sosial ekonomi pertanian. Kegiatannya yaitu merancang suatu
paket teknologi untuk menanggulangi masalah yang ada dalam
budidaya antara lain budidaya sayuran diluar musim, budidaya
kentang dataran medium, budidaya di lahan marginal dan
pemupukan berimbang. Peneliti Ekofisiologi melaksanakan pula
penelitian mengenai sosial ekonomi pertanian.
4) Kegiatan Peneliti Pasca Panen
Penanganan pra dan pasca panen merupakan rantai terakhir
yang dapat memberikan intensif terhadap peningkatan kuantitas
hasil dan nilai tambah komoditas sayuran. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan antara lain penanganan tanaman segar serta
mendapatkan hasil olahan yang bermutu, teknik pengendalian
berbagai komoditas sayuran, penyimpanan kentang di ruang terang
dan teknik penyimpanan umbi bawang merah untuk memperlambat
pertunasan.
1. Teknik Budidaya Cabai Merah (Capsicum annuum)
a. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah dilakukan bersamaan dengan penyemaian. Hal ini
bertujuan agar pada saat pengerjaan tanah selesai, bibit cabai langsung dapat
dipindah dari persemaian ke areal penanaman. Persiapan lahan yang pertama-
tama dilakukan pertama kali adalah pencangkulan lahan sekaligus
pembersihan gulma. Lahan dicangkul hingga gembur dengan tujuan.
Kemudian tanah diratakan dan dibuat bedengan dengan ukuran 1,2 m x 30 m.
Setelah itu dibuat garian-garitan. Pemupukan dasar dilakukan yakni dengan
menghamparkan pupuk kandang yang berasal dari kotoran kuda 30-40 ton/Ha
dan pupuk majemuk NPK Mutiara 16-16-16 dengan dosis 7 kwintal/ha (70%
dari kebutuhan pupuk buatan selama tanam cabai) pada garitan, kemudian
ditutup dengan tanah. Pemberian pupuk ini 7-10 hari sebelum masa tanam.
Selain pupuk tersebut, pemberian Regent tabur (insektisida) dan Furadan 3G
(Nematisida-Insektisida) juga dilakukan, yang berfungsi untuk
mengendalikan ulat tanah dan nematoda.
Pengolahan tanah pada lahan untuk budidaya cabai merah di BALITSA
bertujuan untuk memperbaiki drainase dan aerasi tanah, meratakan
permukaan tanah dan mengendalikan gulma sehingga akar-akar tanaman
dapat tumbuh dan berkembang dengan leluasa.
Pemulsaan
Penggunaan mulsa pada penanaman cabai merah merupakan
salah satu usaha untuk memeberikan kondisi lingkungan
Jenis mulsa yang digunakan di BALITSA adalah Mulsa
Plastik Hitam Perak (MPHP). Warna perak pada mulsa akan
memantulkan cahaya matahari sehingga proses fotosintesis
menjadi lebih optimal, kondisi pertanaman tidak terlalu lembab,
mengurangi serangan penyakit, dan mengusir serangga-serangga
penggangu tanaman seperti Thirps dan Aphids. Sedangkan warna
hitam pada mulsa akan menyerap panas sehingga suhu di
perakaran tanaman menjadi hangat. Akibatnya, perkembangan akar
akan optimal. Selain itu warna hitam juga mencegah sinar matahari
menembus ke dalam tanah sehingga benih-benih gulma tidak akan
tumbuh. Penggunaan mulsa pada penanaman cabai merah juga
bertujuan untuk memberikan kondisi lingkungan pertumbuhan
tanaman yang lebih baik, sehingga tanaman dapat tumbuh dan
berproduksi secara optimal.
Setelah mulsa dipasang, dibuat lubang-lubang tanam dengan
jarak tanam 40 cm x 60 cm. Pembuatan lubang tanam
menggunakan alat pelubang mulsa yang berupa kaleng atau
alumunium yang tajam pada bagian bawahnya. Pelubangan mulsa
dengan cara alat pelubang berupa kaleng atau alumunium ditekan
tegak lurus terhadap mulsa sesuai jarak tanam yang diinginkan (40
cm x 60 cm). Sebaiknya, pelubangan mulsa dilakukan pada pagi
hari, agar mulsa telah terkena radiasi panas sinar matahari dan
memuai sehingga mulsa lebih mudah untuk dilubangi.
Pelubangan Mulsa
Setelah mulsa dipasang, dibuat lubang-lubang tanam dengan
jarak tanam 40 cm x 60 cm. Pembuatan lubang tanam
menggunakan alat pelubang mulsa yang berupa kaleng atau
alumunium yang di dalamnya terdapat arang sehingga mulsa
mudah terlubangi denga panas arang tersebut. Pelubangan mulsa
dengan cara alat pelubang berupa kaleng atau alumunium ditekan
tegak lurus terhadap mulsa sesuai jarak tanam yang diinginkan (40
cm x 60 cm). Sebaiknya, pelubangan mulsa dilakukan pada siang
hari, agar mulsa telah terkena radiasi panas sinar matahari dan
memuai sehingga mulsa lebih mudah untuk dilubangi.
b. Penanaman
1) Penyemaian
Sebelum disemai, benih cabai merah direndam dalam air
hangat (500 C) atau larutan Previcur N (1 mi/I) selama 1 jam.
Perendaman benih tersebut bertujuan untuk menghilangkan hama
atau penyakit yang menempel pada biji dan untuk mempercepat
perkecambahan. Kalau ada biji yang mengambang, berarti benih
kurang baik, jadi harus disingkirkan. Benih-benih yang tenggelam
bisa langsung disemai..
Benih disemai di tempat persemaian yang telah disiapkan
berupa bedengan berukuran lebar 1 cm dan panjangnya tergantung
pada kebutuhan. Media persemaian yang digunakan untuk
menyemaikan benih cabai merah yaitu campuran tanah, pupuk
kandang (pupuk kuda dan ayam) dan arang sekam dengan
perbandingan 1:1:1, yang telah disterilkan dengan uap air panas
selama 6 jam, sehingga komposisi media seimbang. Media semai
menggunakan arang sekam agar perkembangan akar cepat merata.
Bedengan persemaian diberi naungan (atap) berupa plastik
transparan atau daun pisang untuk melindungi bibit yang masih
muda dari air hujan dan matahari. Atap harus menghadap ke arah
timur agar bibit mendapat sinar matahari yang cukup di pagi hari.
Pemberian naungan juga berfungsi untuk menjaga kelembaban
tanah. Akan lebih baik lagi apabila persemaian ditutupi dengan
kasa nyamuk, agar dapat terhindar dari serangan kutu daun dan
pentebaran virus, sehingga akan dihasilkan bibit yang seragam dan
sehat (Vos, 1995).
2) Pembumbungan
Bibit yang mengalami pembubungan atau penyapihan pada
kantong plastik/daun pisang, setelah ditanam di lapangan dapat
lebih cepat beradaptasi, dan kematian tanaman tidak mudah terjadi
dibandingkan dengan bibit yang tidak mengalami pembubungan.
Hal ini berarti, pembubungan dapat mengurangi
keterkejutan pemindahan bibit ke lapangan, sehingga dapat
meningkatkan pertumbuhan serta hasil buah cabai
(Kusumainderawati, 1979; Vos, 1995).
Setelah disemai ± 7-8 hari, benih cabai merah akan
berkecambah. Setelah benih berkecambah tutup pada benih dilepas.
Setelah membentuk 2 helai daun ± 12-14 hari sejak semai, bibit
dipindahkan ke dalam bumbungan daun pisang. Penggunaan
bumbung daun pisang pada pembumbungan tanaman cabai merah
di BALITSA memiliki beberapa keuntungan, yaitu tanaman lebih
sehat/kekar, tanaman mudah dipindahkan ke lahan dan pada saat
penanaman tidak perlu membuka bumbungan sehingga tidak
berpengaruh ke perakaran.
Penyiraman dilakukan secukupnya setiap pagi hari agar daun
tanaman dan permukaan tanah menjadi kering sebelum malam hari
dengan air yang secukupnya saja. Apabila terlalu banyak, bibit
akan menjadi lemah dan peka terhadap jamur.
Gambar 4.7 Bumbungan Bibit Cabai Merah
Gambar 4.8 Bibit Cabai Merah Siap Dipindah
3) Waktu Tanam
Keadaan topografi di Lembang yaitu bersuhu 18-25 ºC
dengan curah hujan 2207 mm/tahun, sedangkan kelembaban
udaranya berkisar antara 70–90 % dan kecepatan air tanahnya
termasuk baik / porous. Berdasarkan keadaan topografi tersebut,
maka lahan di BALITSA cocok untuk budidaya tanaman sayur-
sayuran, cabai merah salah satunya. Cabai merah membutuhkan
suhu pada malam hari yang dingin dan suhu pada siang hari yang
agak panas untuk pembungaannya. Untuk lahan kering/tegalan
dengan drainase baik seperti lahan di BALITSA, waktu tanam
yang tepat adalah awal musim hujan, agar tanaman cabai
mendapatkan air yang cukup. Jika kekeringan terjadi pada saat
pertumbuhan bunga dan buah, hasil buah akan menurun, bahkan
tanaman tidak dapat dipanen. Sebaliknya, tanah yang terlalu becek
juga dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat dan
tanaman mudah terserang penyakit, terutama yang disebabkan oleh
cendawan.
4) Penentuan Jarak Tanam
Jarak tanam untuk tanaman cabai adalah 40 cm x 60 cm.
Penentuan jarak disesuaikan dengan pelubangan mulsa. Untuk
mulsa yang berukuran lebar 150 cm setiap bedengan maka dibuat 2
lubang tanam yang lebarnya sesuai dengan lebar mulsa. Kebutuhan
benih untuk lahan seluas 1000 m2 dibutuhkan benih sebesar 3333
benih, dengan perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan Benih =
=
= 3333,33
5) Pembuatan Lubang Tanam
Pembuatan lubang tanam segera dilakukan setelah
pemulsaan. Sama seperti pelubangan mulsa, pembuatan lubang
tanam dengan menggunakan alat pelubang mulsa yang berupa
kaleng atau terbuat dari alumunium dengan jarak tanam 40 cm x 60
cm. Setelah itu setiap lubang tanam ditugal dengan menggunakan
bambung sedalam 10-15 cm. Pembuatan jarak tanam maupun
lubang tanam dilakukan sesuai dengan lebar mulsa yaitu 150 cm.
Dalam satu bedengan selebar 150 cm biasanya dibuat 2 lubang
tanam.
6) Penanaman Bibit
Bibit yang sehat dan siap dipindahkan ke lapangan adalah
bibit yang telah berumur 3-4 minggu setelah dibumbung. Pada
umur tersebut bibit sudah membentuk 4-5 helai daun dengan tinggi
5-10 cm (Kusumainderawati, 1979; Sunu 1998).
Sebelum bibit dipindahkan ke lapangan, sebaiknya dilakukan
penguatan bibit (hardening) dengan jalan membuka atap
persemaian supaya bibit menerima langsung sinar matahari dan
mengurangi penyiraman secara bertahap. Selama proses penguatan,
proses pertumbuhan bibit menjadi lebih lambat tetapi jeringan
menjadi lebih kyat. Penguatan bibit berlangsung kurang lebih 7
hari (Knott dan Deanon, 1970).
Penanaman bibit cabai dilakukan pada pagi hari. Setiap
lubang tanam ditanam satu tanaman. Bumbun yang terbuat dari
daun pisang dapat langsung ditanam. Setelah bibit ditanam pada
lubang tanam kemudian diuruk hingga menutupi batas pangkal.
tanaman langsung disiram air dengan tujuan agar akarnya dapat
melekat terhadap tanah.
1) Pemangkasan Tunas ( Prooning )
Tunas yang tumbuh diketiak daun perlu dihilangkan dengan
menggunakan tangan yang bersih. Pemangkasan tunas dilakukan
sampai terbentuk cabang utama (Primer) yang di tandai dengan
munculnya bunga pertama. Tujuan perempelan untuk
mengoptimalkan pertumbuhan.
Perempelan tunas air pada tanaman cabai bertujuan untuk
memperkokoh tanaman, mengoptimalkan sinar matahari, serta
mengurangi resiko terkena serangan penyakit. Semu tunas atau
cabang air yang tumbuh di ketiak daun dan dibawah bunga pertama
sebaiknya dihilangkan dengan menggunakan tanah yang steril.
Pruning baiknya dilakuakn di pagi hari agar tunas air tersebut
mudah dipatahkan.
e. Pemeliharaan
1. Pemupukan susulan
Pemupukan pada budidaya cabai merah bervariasi
tergantung pada jenis tanah dan sistem penanamannya. Pada tanah
bertekstur ringan, dibutuhkan pemupukan yang lebih tinggi
daripada tanah yang bertekstur berat (Knott and Deanon, 1970).
Pupuk susulan yang diberikan adalah NPK 16-16-16 300-
500 kg/Ha, diberikan dengan dicor, yaitu pupuk dilarutkan dalam
air dengan konsentrasi 2 g/l, kemudian disiramkan pada lubang
tanaman (100-200 ml/tanaman). Pupuk susulan diaplikasikan
setiap 14 hari yang dimulai sejak tanaman berumur 14 hari setelah
tanam (HST).
PENYIRAMAN
Penyiraman tanaman cabai merah di BALITSA dilakukan
setiap pagi hari. Penyiraman rutin dilakukan sehari satu kali karena
tanaman cabai merah termasuk tanaman yang tidak tahan terhadap
kekeringan, juga tidak tahan terhadap genangan air. Air tanah
dalam keadaan kapasitas lapang (lembab tapi tidak becek) sangat
mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai
merah.
PENGAJIRAN
PENGAJIRAN dilakuakan dengan cara memberi ajir pada
tanaman cabai untuk menjaga tanaman agar tidak mudah rebah
sehingga selalu tegak.
PENYIANGAN
Gulma selain sebagai tanaman kompetitor juga dapat sebagai
tempat berkembangnya hama dan penyakit tanaman cabai oleh
karenanya penyiangan harus dilakukan untuk membersihkan
daerah sekitar tanaman dari gulma. Penyiangan dapat dilakukan
secara manual dengan mencabut gulma secara hati-hati.
Penyiangan gulma secara manual dikarenakan gulama yang
tumbuh relatif sedikit dengan pemakaian mulsa.
d. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman
Dengan menggunakan mulsa maka pertumbuhan gulma tidak
dapat dikendalikan. Penyiangan gulma pada tanaman cabai yang
ditanam dengan menggunakan mulsa cukup sekali saja dan
penyemprotan herbisida sekali dalam sekali masa tanam.
Beberapa hama dan penyakit utama yang menyerang tanaman
cabai merah antara lain:
a) Thrips (Thriphs parvispinus)
Gejala serangan Thrips yang nampak pada tanaman cabai
merah adalah mula-mula daun yang terserang memperlihatkan
gejala noda keperakan yang tidak beraturan, akibatnya ada luka dari
cara makn serangga tersebut. Setelah beberapa waktu, noda
keperakan tersebut berubah menjadi coklat tembaga. Daun-daun
mengeriting ke atas. Pengendaliaanya menggunakan Curacron 500
EC dengan konsentrasi 2 mL/L air.
Gambar 4.15 Hama Thrips (Thriphs parvispinus) pada Cabai
Merah
b) Kutu daun persik (Myzus persicae)
Gambar 4.16 Kutu Daun Persik (Myzus persicae) pada Cabai Merah
Kutu daun persik meyebabkan kerugian secara langsung yakni
menghisap cairan tanaman, akibatnya tanaman yang terserang
keriput, pertumbuhan tanaman terhambat (tumbuh kerdil), berwarna
kekuningan, daun terpuntir, daun menguning, pertumbuhan lambat,
sehingga tanaman menjadi layu kemudian mati. Secara tidak
langsung kutu daun persik merupakan vektor penting penyakit virus
menggulung daun kentang (PLVR) dan virus kentang Y. Gejala
penyakit virus tersebut bervariasi mulai dari mozaik ringan sampai
parah. Pengendaliannya menggunakan Curacron 500 EC dengan
konsentrasi 2 ml/L air.
c) Ulat Tanah (A. Ipsilon)
Ulat tanah merupakan hama penting tanaman sayuran muda
seperti kubis, petsai, tomat, dan cabai. Gejala serangan ditandai
dengan terpotongnya tanaman pada pangkal batang. Akibatnya
tanaman menjadi roboh. Kerusakan yang disebabkan oleh ulat tanah
dapat mengakibatkan kerugian yang berarti yaitu matinya tanaman
mudasebesar 75-90% dari seluruh bibit yang ditanam
(Sasrodihardjo, 1982).
Gambar 4.17 Ulat Tanah (A. Ipsilon) pada Cabai Merah
Ulat tanah dapat dikendalikan secara mekanis, ulat tanah yang
biasanya keluar pada sore dan malam hari dikumpulkan lalu
dibunuh. Selain itu dapat dikendalikan dengan menggunakan
insektisida sipermetrin (sherpa) dengan konsentrasi 0,5-1 cc/L.
d) Lalat buah (Bactrocera dorsalis)
Gambar 4.18 Lalat buah (Bactrocera dorsalis) pada Cabai Merah
Gejala serangan lalat buah yaitu terdapat titik hitam pada
pangkal buah. Jika buah dibelah, di dalamnya terdapat larva lalat
buah. Kemudian larva hidup di dalam buah cabai, sehingga buah
membusuk dan jatuh. Pengendaliaanya menggunakan Curacron 500
EC dengan konsentrasi 2 mL/L air.
e) Peyakit Bercak bakteri (Xanthomonas campestris)
Peyebab penyakit barcak bakteri adalah Xanthomonas
campestris. bagian tanaman yang terserang ialah daun dan ranting.
Gejala awal penyakit bercak bakteri yang terjadi pada tanaman
cabai merah adalah Bercak daun terlihat pertama kali berukuran
kecil berbentuk sirkuler dan timbul bisul yang berwarna hijau dan
pucat. Di bagian tengah bisul terdapat bagian yang melekuk ke
dalam. Pada daun yang lebih tua, bercak tersebut berwarna hijau tua
dan terjadi busuk basah. Apabila bercak daun cukup banyak maka
terjadi gugur daun. Pada penyakit ini cenderung sulit untuk
dikendalikan, pengendalian yang biasa dilakuka adalah dengan
memusnahkan bagian tanaman yang terinfeksi.
Gambar 4.19 Bercak bakteri (Xanthomonas campestris) pada Cabai
Merah
f) Penyakit Antraknose
Penyebab penyakit antraknose adalah cendawan
Colletotrichum capsici dan Colletotricum gleosporiodies. Pada biji
dapat menimbulkan kegagalan berkecambah atau bila telah menjadi
kecambah dapat menimbulkan rebah kecambah. Pada tanaman
dewasa dapat menimbulkan mati pucuk kemudian daun dan batang
menjadi busuk kering dengan warna coklat kehitaman. Jika
menyerang buah, maka buah akan menjadi busuk berwarana seperti
terkena sengatan matahari dan diikuti busuk basah berwarna hitam,
karena penuh dengan setae (rambut hitam) yang berbentuk
konsentrik pada umunya meyerang buah cabai yang berwarna
merah. Pencegahan penyakit busuk buah antraknose menggunakan
Score dengan konsentrasi 0,5-1 cc/L atau dengan Agristick dengan
dosis 2 cc/L.
Gambar 4.20 Cabai Merah yang Terjangkit Penyakit Busuk Buah
Antraknose
g) Penyakit layu fusarium (Fusarium spp.)
Gejala penyakit ini adalah menguning atau layunya daun
bagian bawah dekat pangkal batang (daun tua) kemudian menjalar
ke atas ke ranting-ranting tua. Bila pada bagian pangkal batang
diiris akan terlihat warna coklat pada pembuluh kayunya. Akar
tanaman yang diserang menjadi rusak dan busuk. Selanjutnya
membuat tanaman menjadi layu dan mati. Berbeda dengan layu
bakteri, layu fusarium ini tidak menyebabkan keluarnya lendir.
Jika dijumpai gejala serangan ini dilakukan eradikasi secara
selektif. Pencegahan penyakit busuk buah antraknose
menggunakan Score dengan konsentrasi 0,5-1 cc/L.
h) Bercak Fitoftora (Phytopthora capsici)
Seluruh bagian tanaman cabai merah dapat terinfeksi oleh
penyakit ini. Infeksi pada batang dimulai dari leher batang
menjadi busuk bawah berwarna hijau setelah kering warna
menjadi berwarna coklat. Serangan yang sama dapat terjadi pada
bagian batang lainnya. Penyakit ini mematikan tanaman muda,
gejala lanjut busuk batang menjadi kering mengeras dan seluruh
daun menjadi layu. Gejala pada daun diawali dengan bercak putih
seperti tersiram air panas berbentuk sirkuler atau tidak beraturan.
Bercak tersebut melebar mengering seperti kertas dan akhirnya
memutih karena waarna masa spora yang putih.
Gambar 4.22 Cabai Merah yang Terjangkit Penyakit Bercak Phytopthora Gejala serangan penyakit antraknosa atau patek yang terjadi pada buah
Gejala awal pada buah adalah bercak seperti tercelup
dengan warna hijau buram, bercak ini dengan cepat menyebar
pada luasan buah. Gejala berikutnya buah akan menjadi lembek
dan berkerut. Tanaman muda dan bagian dapat diserang patogen
ini. Pencegahan penyakit busuk buah antraknose menggunakan
Score dengan konsentrasi 0,5-1 cc/L.
e. Panen dan Pasca Panen
1) Panen
Pemanenan cabai merah dilakukan setelah tanaman cabai merah
berumur 90 hari setelah tanam, pada umur tersebut biasanya buah cabai
telah berwarna merah tanda sudah matang. Panen dilakukan 7 hari
sekali dan dapat dilakukan hingga 20 kali panen. Proses pemetikan
buah cabai merah dengan cara manual yakni dengan memetik buah
cabai merah yang telah matang dari pangkalnya tanpa membutuhkan
alat bantu, sedangkan buah cabai yang berwarna hijau tidak dipanen
pada saat itu. Pemanenan cabai dipilih yang merah saja untuk
memenuhi keinginan konsumen, juga dikarenakan cabai dikirim pada
jarak yang dekat saja.
2) Pasca Panen
a) Sortasi dan Grading
Sortasi dilaksanakan langsung setelah panen. Buah cabai
merah dipisahkan antara yang baik dan yang buruk bersamaan
dengan panen. Buah cabai merah yang buruk dan tidak layak jual
langsung dibuang. Proses grading biasanya dilaksanakan di bandar
tempat dikumpulkannya hasil panen dari petani maupun BALITSA.
Proses grading ini sendiri dilakukan dengan membagi cabai merah
menjadi tiga grade yaitu grade A , B, dan C.
b) Penyimpanan
Penyimpanan cabai merah di BALITSA tidak pernah
dilakukan. Sesaat setelah panen cabai langsung dikemas dan di jual.
Hal ini dilakukan karena cabai merah dijual dalam keadaan segar
sehingga tidak tahan lama, mudah rusak, dan mudah busuk,.
c) Pengepakan / Packaging
Pengepakan yang dilakukan untuk produk cabai merah adalah
dengan menggunakan plastik besar dan transparan. Satu plastik dapat
memuat cabai merah sebanyak ± 25 kg – 30 kg. Sedangkan untuk
Bandar yang menerima cabai dari BALITSA biasanya melakukan
pengepakan dengan cara yang berbeda sesuai dengan pemesanan.
Kemasan dibagi menjadi beberapa jenis seperti untuk yang curah
menggunakan kantong plastik besar yang isinya ± 25 kg – 30 kg,
untuk di supermarket biasanya menggunakan sterofoam dengan
ukuran antara 100 gram dan 250 gram.
d) Transportasi/Pengangkutan
Pengangkutan hasil pemanenan cabai merah di BALITSA
kepada Bandar dengan menggunakan motor maupun mobil pick up