Upload
nazilatun-nimah
View
242
Download
14
Embed Size (px)
DESCRIPTION
#buat adek kelas yang abis magang di Djombang Baru , ini laporannya bisa dicopy :)
Citation preview
LAPORAN KEGIATAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI
PENDIDIKAN SISTEM GANDA
DI
PT. PERKEBUNAN NUSANTARA X (PERSERO)
PG. DJOMBANG BARU
TAPEL 2011/2012
Disusun oleh :
1. ELLEN HASTYA N. NIS. 12252 / 079 052 / KA
2. LAILATUL FADHILAH NIS. 12256 / 083 052 / KA
3. NAZILATUN NI’MAH NIS. 12261 / 088 052 / KA
4. JALALLUDIN NIS. 12289 / 259 053 / KI
5. NAAFI UTAMI NIS. 12292 / 262 053 / KI
6. TRI PUSPITASARI O. NIS. 12305 / 275 053 / KI
PEMERINTAHAN KABUPATEN TUBAN
DINAS PENDIDIKAN, PEMUDA, DAN OLAH RAGA
SMK NEGERI 1 TUBAN
Jl. Mastrip No. 2 Tuban Telp. (0356) 321 422
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan program sekolah Pendidikan Sistem Ganda
(PSG) dengan baik.
Sebagai salah satu sekolah yang mendapat predikat ISO, Sekolah Menengah Kejuruan
Negeri 1 Tuban selalu menghasilkan lulusan yang berkualitas dan siap pakai. Oleh karena itu,
setiap siswa diwajibkan mengikuti pendidikan system ganda di industri yang sesuai dengan
bidang dan jurusan masing-masing.
Tujuan pembuatan laporan PSG ini dengan maksud untuk memenuhi persyaratan
bahwa kami telah selesai melaksanakan program Pendidikan Sistem Ganda di PG.
DJOMBANG BARU.
Dalam menyelesaikan laporan ini kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak
yang membantu yaitu :
1. Direktur utama PT. Perkebunan Nusantara (Persero) PG. Djombang Baru.
2. Bapak Administrator dan seluruh karyawan / karyawati PG. Djombang Baru.
3. Seluruh Chemiker yang telah membantu dalam melaksanakan prakerin di PG.
Djombang Baru.
4. Bapak Kepala Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Tuban.
5. Bapak dan Ibu Guru selaku Pembina.
6. Seluruh dewan guru SMK Negeri 1 Tuban.
7. Orang tua serta rekan-rekan kami.
Dan semua pihak yang telah mendukung suksesnya pelaksanaan Pendidikan Sistem
Ganda (PSG)
Tak lupa pula kami ingin memohon maaf bila ada kesalahan yang disengaja mau pun
tidak disengaja dari kami.
Dan segala kerendahan hati, kami sangat mengharapkan kritik dan saran atas laporan
kami ini, supaya lebih dan mudah dipahami.
Tuban, 30 Juni 2012
DAFTAR ISI
Cover …………………..................…………………….............................… i
Lembar Pengesahan I …………………....................................................… ii
Lembar Pengesahan II …………………..................................................… iii
KataPengantar ………………………………………………..................…. iv
Daftar Isi ………………………………………………………..…………… v
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Sejarah Perusahaan …………………………………………………. 1
I.2. Visidan Misi Perusahaan ………………..………..…………………. 2
I.3. Tujuan Perusahaan ……………………………….………………… 2
I.4. Strategi Perusahaan …………………………………………………. 2
I.5. Lokasi Perusahaan …………………………………………………... 3
I.6. Struktur Organisasi …………………………………………………. 3
BAB II STASIUN PENIMBANGAN
II.1. Tujuan…………………………………………….………………… 10
II.2. SaranaProduksi………………………………………………..…… 10
II.1.1.Bahan Baku………………………………………………..… 10
II.1.2.Analisa Pendahuluan/GilingContoh …………………….… 10
II.1.3.Tebang Angkut…………………………………………….... 10
II.1.4.Lokasi Pengaturan Tebu………………………………….… 11
II.1.5.Tahap Penimbangan Tebu/ Stasiun Persiapan………….… 11
BAB III STASIUN PENGGILINGAN
III.1. Tujuan……………………………………………………………… 13
III.2. Proses Stasiun Penggilingan……………………………………… 13
III.3. Hasil Stasiun Penggilingan…….………………………………..… 15
III.4. Spesifikasi Alat di Stasiun Penggilingan ………………………… 15
BAB IV STASIUN PEMURNIAN
IV.1. Tujuan……………………………………………………………… 16
IV.2. Proses Stasiun Pemurnian………………………………………… 17
IV.3. Bahan Pembantu Pemurnian………………….……..…………… 20
IV.3.1.Pembuatan Susu Kapur………………………………….…… 20
IV.3.2.Pembuatan Gas SO2……………………………………..……22
III.4. Spesifikasi Alat di Stasiun Pemurnian…………………………… 24
BAB V STASIUN PENGUAPAN
III.1. Tujuan……………………………………………………………… 25
III.2. Proses Stasiun Penguapan………….……………..……………… 27
V.1.2.Perjalanan Uap……………………………….……………… 28
V.1.2.Perjalanan Nira……………………………………………… 29
V.1.3.Perjalanan Air Embun……………………………………… 29
III.3. Spesifikasi Alat di Stasiun Penguapan…………………………… 30
BAB VI STASIUN MASAKAN
VI.1. Tujuan……………………………………………………………… 31
VI.2. Proses Stasiun Masakan………………….…………………..…… 31
VI.3. Spesifikasi Alat di Stasiun Masakan……….………………..…… 35
BAB VII STASIUN PUTARAN
VII.1. Tujuan…………………………………………………………….. 36
VII.2. Proses Stasiun Masakan…………………………….…………… 36
VII.3.1. Stasiun HGF (High Grade Fugal)…………………………… 36
VII.3.2. Stasiun LGF (Low Grade Fugal)……………………….…… 37
VII.3. Hasil Stasiun Penggilingan………………………………….…… 38
VII.4. Spesifikasi Alat di Stasiun Masakan…….……………….……… 39
BAB VIII STASIUN PENYELESAIAN
VIII.1. Tujuan……………………………………………………….…… 40
VIII.2. Proses Stasiun Penggilingan………….……………………....… 40
VIII.3. Spesifikasi Alat di Stasiun Penggilingan……..………………… 41
BAB IX LABORATORIUM
IX.1. Pendahuluan…………………………………………………..…… 43
IX.2. Analisia Umum………………………………..…………………… 46
IX.3. Langkah Kerja Analisa…………………………………………… 48
BAB X PENGOLAHAN LIMBAH
X.1. Tujuan……………………………….……………………………… 66
X.2. Jenis-jenis Limbah dan Penanganan……………………………… 66
X.2.1. Limbah Padat …………………………………..…………………. 66
X.I.2. Limbah Cair ………………………….…………………………… 68
BAB XI PENUTUP
XI.1. Kesimpulan …………………………………………....…….…….. 71
XI.2. Saran ……………………………………………………………….. 71
XI.3. Kesan ……………………………………………….………………. 72
XI.4. Lampiran ………………………………………………………….. 73
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 74
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDIDIKAN SISTEM GANDA
DI
PT PERKEBUNAN NUSANTARA X (PERSERO)
PABRIK GULA DJOMBANG BARU
Pendidikan Sistem Ganda dilakukan mulai tanggal 01 Mei 2012 s/d tanggal 30 Juni
2012 dan Laporan ini telah diperiksa dan disetujui oleh :
Pembimbing Pabrik Pembimbing Sekolah
Hari Susiyanto, ST Drs. Abdul Hadis SST
Mengetahui :
Kepala SMK Negeri 1 Tuban Kepala Jurusan Kimia
Drs. Gatoet Sudjito, ST,M.Si Rosita Sri M, S.Pd
Pembina Tk.1 NIP : 19660802 199302 2 001
NIP : 1955 070 1981031014
BAB I
PENDAHULUAN
I.1.SEJARAH PERUSAHAAN
Pabrik Gula Djombang Baru berdiri pada tahun 1895. Dalam sejarahnya PG.
Djombang Baru mempunyai 2 periode yaitu periode sebelum diambil alih dan sesudah
diambil alih oleh pemerintah Indonesia.
Sebelum diambil alih PG. Djombang Baru dimiliki oleh Belanda atas nama
ANAMED AND CO pada tahun 1957, diadakan nasionalisasi dan pengambilan alih pabrik-
pabrik yang sebelumnya milik penjajah menjadi milik pemerintah Indonesia dan PG dibawah
pengawasan PPN (Perusahaan Perkebunan Negara).
Peraturan pemerintah No. 1 dan 2 tahun 1963 yang berisi “Dipasar dibentuk BPN –
PPN gula, di Jawa Timur karesidenan diubah menjadi kantor direksi dan di pabrik gula
diubah menjadi badan hukum yang dipimpin oleh direktur pimpinan pabrik gula.
Pada tahun 1968 terjadi reorganisasi II berdasarkan pemerintahan No. 14 tahun 1968
yang berisi : BPN – PPN gula dibubarkan dan di daerah-daerah dibentuk direksi PNP yang
berbadan hukum sendiri dan nama PNP XXI karesidenan Surabaya membawahi 6 pabrik dan
1 rumah sakit.
Wilayah Sidoarjo *Pabrik gula = Watoetoelis
*Pabrik gula = Toelangan
*Pabrik gula = Krembong
Wilayah Mojokerto *Gempolkerep dan rumah sakit gatoel
Wilayah Jombang *Pabrik gula = Tjoekir
*Pabrik gula = Djombang Baru
Pada tahun 1973 terjadi reorganisasi III berdasarkan peraturan pemerintah No. 23
yang berisi : Membubarkan PNP dan membentuk PNP XXII (Karesidenan Surabaya) dengan
PNP XXII (Karesidenan Kediri) yang berdiri dari 5 pabrik gula dan 1 rumah sakit yaitu :
Wilayah Nganjuk/Kertosono *Pabrik gula = Lestari
*Pabrik gula = Modjopanggong Tulungagung
Wilayah Kediri *Pabrik gula = Ngadirejo
*Pabrik gula = Pesantren Baru
*Pabrik gula = Meritjan
I.2.VISI DAN MISI PERUSAHAAN
Visi Perusahaan
Menjadi World Class Company, dengan pengertian memiliki produksi kelas dunia
yang merupakan pusat keunggulan industry serta menjadi organisasi.
Misi Perusahaan
Misi Perusahaan diungkapkan dalam Tri Dharma Perkebunan, yaitu :
- Menghasilkan devisa bagi Negara dan cara efisien.
- Memenuhi fungsi pemeliharaan dan pengembangan sumber daya manusia.
- Memelihara lingkungan hidup.
I.3.TUJUAN PERUSAHAAN
Tujuan Perusahaan merupakan hal yang sangat penting dan merupakan sasaran yang
harus dicapai. Tujuan yang ingin dicapai PG. Djombang Baru.
a. Tujuan Jangka Pendek
Berusaha mencapai tingkat produksi sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Berusaha meningkatkan kelancaran proses produksi.
Berusaha menjaga kualitas produksi.
b. Tujuan Jangka Panjang
Memperoleh keuntungan yang maksimal dan biaya yang minimal.
Mempertahankan dan meningkatkan kontinuitas perusahaan.
Mengadakan perluasan pemasaran hasil produksi.
I.4.STRATEGI PERUSAHAAN
PG. Djombang Baru pun memiliki beberapa strategi yaitu diantaranya adalah :
Memberi kepuasan pemegang saham perusahaan, karyawan pemerintah dan masyarakat.
Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
Efisien dan efektif dalam operasional.
Menyiapkan bahan baku layak giling.
Menekan terjadinya jam berhenti.
I.5.LOKASI PERUSAHAAN
Lokasi Pabrik merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan keberhasilan
suatu pabrik. Berikut adalah topografi Pabrik PG. Djombang Baru
Nama Jalan : Jl. Panglima Sudirman No. 1 Jombang.
Nama Desa : Pulo Lor
Kecamatan : Jombang
Kabupaten : Jombang
Karesidenan : Surabaya
Provinsi : Jawa Timur
Letak PG. Djombang Baru ini sangat strategis karena telah mempertimbangkan
beberapa faktor yang nantinya akan menunjang kelancaran perusahaan tersebut. Faktor-faktor
itu antara lain :
a. Bahan Baku
Bahan Baku Pabrik Gula ini adalah tebu yang diperoleh dari hasil pengelolaan pabrik
itu sendiri dan dari petani sekitarnya.
b. Penyediaan Air
Dengan adanya lokasi pabrik yang dibatasi oleh 2 buah sungai dan debit yang cukup
besar sehingga dapat memenuhi kebutuhan pabrik dalam menjalankan operasinya.
Dalam hal ini air berfungsi sebagai air proses, air pengisi ketel, selain itu dekat sungai
memudahkan pembuang hasil pengolahan limbah pabrik.
c. Transportasi
Transportasi juga merupakan hal yang penting dalam menentukan lokasi perusahaan,
lokasi pabrik terletak pada jalur antara trayek malang – jombang dan Surabaya –
jombang, pabrik membuat jalur lori untuk memudahkan transportasi tebu dalam proses
penggilingan.
d. Tenaga Kerja
Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja baik staf maupun non staf mudah diperoleh.
Tenaga kerja staf diatur oleh direksi, sedangkan non staf diperoleh dari penduduk sekitar
pabrik sehingga tidak mengalami kesulitan apabila sewaktu-waktu dibutuhkan.
I.6.STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN
PG. Djombang Baru merupakan persero dibawah naungan PTPN X yang berkantor
pusat dijalan jembatan merah No. 3-5 Surabaya. Pemimpin tertinggi adalah Administratur
sebagai wakil direksi dari kantor pusat. Administrator dibantu oleh seorang wakil yaitu
kepala bagian tanaman yang sewaktu-waktu dapat mengganti tugas pimpinan perusahaan
apabila administrator tidak ada ditempat atau tugas lain.
Administrator membawahi 4 kepala bagian yang meliputi : Kepala Bagian Tanaman,
Instalasi, Pengolahan dan Kepala Bagian A.K.U (Administrasi , Keuangan dan Umum).
Struktur Organisasi PG. Djombang Baru dilihat dari hubungan kerja serta pembagian
dan tanggung jawab adalah berbentuk organisasi. Adapun bentuk Struktur Organisasi PG.
Djombang Baru dapat dilihat pada lampiran dibawah ini.
Tugas, wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing jabatan adalah sebagai
berikut :
a. Administrator
Administrator sebagai pimpinan tertinggi di Pabrik Gula memiliki tugas dan
wewenang, sebagai berikut :
- Melaksanakan dan mengumumkan program kegiatan secara keseluruhan yang telah
ditetapkan oleh direksi dalam pengolahan pabrik gula.
- Memimpin dan mengkoordinir tugas pada kepala bagian agar terdapat kesatuan
tindakan dalam melaksanakan kegiatan yang terpadu guna mencapai target produksi
secara efektif dan efisien.
- Mengelola serta mempertanggung jawabkan sumber daya menusia, sumber dan
peralatan pabrik sesuai dengan norma yang berlaku.
- Bertanggung jawab atas semua tugas dari masing-masing bagian yang ada
diperusahaan.
b. Kepala Bagian Tanaman
Kepala Bagian Tanaman mempunyai tugas pokok menjalankan kebijakan yang telah
ditetapkan oleh administrator, mengkoordinir semua bagian tanaman dan bertindak
sebagai wakil administrator apabila tidak ditempat, kepala bagian tanaman ini dibantu
oleh beberapa sinder antara lain :
1. Sinder kebun kepala bagian
Sinder kebun kepala bagian membantu kepala bagian tanaman dengan tugas dan
wewenang sebagai berikut :
- Mengkoordinir semua tugas sinder kebun wilayah sesuai dengan tanggung jawab.
- Mengkoordinir pelaksanaan penyusunan rencana kebutuhan anggaran perusahaan
bagian tanaman.
- Menghimpun data dan informasi untuk kepentingan dibagian tanaman dan
menjamin penyediaan tebu dirayon sesuai dengan rencana.
2. Sinder kebun kepala angkutan
Sinder kebun kepala angkutan mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :
- Melaksanakan dan membantu menyusun rencana kebutuhan anggaran perusahaan
dalam bidang angkutan, tebangan untuk tebu milik sendiri.
- Menjamin kelancaran penyediaan tebu dan musim giling agar gilingan dapat
berjalan dengan lancer sesuai dengan kapasitas giling.
- Dilewat masa giling mengadakan perbaikan dan pembenahan wilayah emplasemen
untuk persiapan giling yang akan datang.
- Mengatur pelaksanaan tebangan / jadwal tebangan sesuai dengan kemasan masa
tanam tebu.
3. Sinder kebun wilayah
Sinder kebun wilayah memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :
- Mengadakan penyuluhan bagi para petani tebu masyarakat diwilayah kerja untuk
mencari area tanaman tebu.
- Memberikan bimbingan kepada para petani tebu rakyat mengenai cara tanam yang
baik agar produsen tebu dapat tinggi.
- Mengembangkan tanaman tebu rakyat intensifikasi meliputi tebu rakyat
intensifikasi kredit (TRIK) dan tebu rakyat intensifikasi non kredit (TRIP dan
TRIN) sesuai dengan INPRES No. 9/1975.
- Mengatur tebang angkut tebu diwilayahnya, mulai dari penentuan jadwal tebang
sampai pelaksanaan penebangan sesuai dengan besar kecilnya bagian telah
ditentukan wilayah.
c. Kepala Bagian Instalasi
Kepala Bagian Instalasi mempunyai tugas dan tanggung jawab akan semua kegiatan
yang ada dibagian instalasi termasuk kelancaran jalannya proses produksi dengan
mengadakan pemeliharaan dan pengadaan alat-alat yang diperlukan dalam proses
produksi.
Adapun tugas dan tanggung jawab tersebut adalah sebagai berikut :
- Melaksanakan policy administrasi tentang jalannya proses produksi.
- Membuat rencana kerja serta rencana kebutuhan anggaran perusahaan keperluan
bagian instalasi yaitu biaya pemeliharaan mesin-mesin dan perlengkapan dalam 1
tahun.
- Mengusahakan bekerjanya seluruh instalasi pabrik untuk menjamin kelancaran
jalannya produksi (termasuk penyediaan air, penggunaan UUD dan lain-lain)
- Membina kerjasama yang baik antar bagian, mengingat proses produksi dilakukan
terus menerus dan musim giling, apabila terjadi kerusakan pada salah satu mesin
tersebut maka mesin akan menghentikan semua proses kegiatan produksi secara
keseluruhan.
d. Kepala Bagian Pengolahan
Beberapa tugas dan tanggung jawab kepala bagian pengolahan :
- Melaksanakan policy administrasi tentang pelaksanaan operasional dibagian
pengolahan.
- Disusunnya rencana kebutuhan anggaran perusahaan untuk biaya pengolahan selama
satu tahun.
- Melaksanakan pembinaan kerjasama yang baik dalam proses pengolahan bahan baku
tebu sehingga menjadi gula standart yang telah ditentukan.
- Mengusahakan adanya kerjasama dengan bagian instalasi agar proses pengolahan gula
bisa berjalan dengan lancer, efektif dan efisien.
- Menghimpun data dan informasi dalam meningkatkan pengendalian dan mengadakan
evaluasi mengenai besarnya biaya pengolahan sehingga dapat ditekan biaya produksi.
- Kepala bagian pengolahan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari dibantu oleh
beberapa chemifer / dokter gula.
e. Kepala Bagian Administrasi Keuangan dan Umum
Kepala Bagian Administrasi Keuangan dan Umum mempunyai pokok melaksakan
dari administrasi dan mengkoordinir semua kelancaran tugas yang ada dibagian
administrasi keuangan dan umum. Untuk kelancaran tugas yang ada dibagian
administrasi keuangan dan umum dibagi dalam beberapa bagian diantaranya :
1. Bagian Perencanaan dan Pengawasan
Mengkoordinir dalam penyusunan rencana kebutuhan perusahaan diseluruh bagian.
Merencanakan kebutuhan penggunaan sumber dana atas dasar anggaran.
Mengadakan pengawasan dan pengendalian atas penggunaan sumber dana.
Membuat laporan atas penggunaan sumber dana / realisasi modal kerja.
2. Bagian Pembukuan
Bagian Pembukuan mempunyai beberapa tugas diantaranya adalah :
Membukukan semua transaksi secara harian, yang terjadi perusahaan baik secara
cash, tunai maupun non cash / tunai.
Membuat laporan keuangan secara periode (bulanan) dalam bentuk neraca dan
laporan manajemennya.
3. Bagian Sekretaris dan Umum
Bagian Sekretaris dan Umum mempunyai tugas tersendiri antara lain :
Menyelesaikan persuratan, baik dalam surat yang keluar maupun surat yang masuk
dalam bentuk ekspedisi.
Melakukan pengarsipan semua surat-surat / dokumen.
Memproses administrasi pengadaan bahan / barang untuk kebutuhan pabrik sesuai
produksi.
4. Bagian Personalia
Tugas-tugas bagian personalia sebagai berikut :
Merencanakan kebutuhan tenaga kerja sesuai dengan standart informasi yang ada.
Mengadakan Pembina tenaga kerja melalui pendidikan, kursus.
Melakukan pembayaran yang menjadi hak-hak karyawan yaitu pembayaran gaji,
upan dan santunan.
Membuat laporan secara periode, mengenai posisi tenaga kerja dan biaya yang
telah dibayarkan pada karyawan.
5. Bagian Gudang
Tugas-tugas bagian gudang sebagai berikut :
Menerima barang atas dasar pengadaan yang dibutuhkan masing-masing bagian.
Menyimpan barang dalam gudang dan harus sesuai jenis barang yang dicatat dalam
tabel gudang.
Membukukan atas penerimaan dan pengeluaran barang yaitu yang dipakai dalam
buku gudang.
Membuat laporan posisi persediaan barang yang ada digudang setiap periode.
6. Tenaga Kerja
Berdasarkan atas sifat hubungan kerja dengan perusahaan maka karyawan
diklasifikasi menjadi 2 yaitu :
1. Karyawan Staff
Karyawan Staff merupakan karyawan yang mempunyai hubungan kerja dengan
perusahaan untuk jangka tidak tertentu.
2. Karyawan Non Staff
Karyawan Non Staff dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
Karyawan tetap
Karyawan yang memiliki hubungan kerja dengan perusahaan untuk jangka
waktu tertentu, karyawan terdiri dari karyawan tetap bulanan dan harian.
Karyawan tidak tetap
Karyawan yang mempunyai hubungan kerja dengan perusahaan untuk
jangka waktu tertentu. Pada saat permulaan hubungan kerja harus melalui masa
percobaan. Karyawan tidak tetap terdiri dari :
Karyawan Honorer
Karyawan yang bekerja pada waktu tertentu dengan system kontrak.
Karyawan ini mendapat upah secara harian atau bulanan.
Karyawan Kampanye
Karyawan yang bekerja hanya dalam musim giling dan terlibat langsung
dengan proses gula. Karyawan ini mendapat upah secara harian / bulanan.
Karyawan musiman
Karyawan yang bekerja hanya dalam satu musim dan tak berhubunan
dengan proses pembuatan gula. Karyawan musim ini dibedakan menjadi 3 :
1. Karyawan Musiman Tanaman
Karyawan yang melaksanakan mulai dari pembukaan tanah,
persiapan tanah, pemeliharaan tebu sampai pada tebu siap tebang.
Karyawan ini mendapat upah secara harian, bulanan dan borongan.
2. Karyawan Musiman Tebang
Karyawan yang melaksanakan pekerjaannya mulai dari tebu tebang
hingga tebu diangkat. Karyawan ini mendapat upah harian, bulanan dan
borongan.
3. Karyawan Lain-lain
Karyawan yang bekerja diempasemen yang tidak berhubungan
langsung dengan penggilingan tebu. Karyawan ini mendapat upah
harian, bulanan dan borongan.
o Karyawan Borongan
Karyawan yang melakukan pekerjaan yang bersifat
diborongan dengan upah borongan.
o Karyawan Harian Lepas
Karyawan yang bekerja jika ada suatu pekerjaan tertentu dan
bisa berhenti sewaktu-waktu bila pekerjaan sudah dianggap selesai.
Karyawan ini mendapat upah berdasarkan hari-hari karyawan
bekerja.
Adapun pengaturan jam kerja dibagi menjadi 2, yaitu jam kerja
karyawan yang dipabrik dan jam kerja untuk karyawan yang
dikantor.
1. Jam kerja karyawan di pabrik menjadi 3 shif, yaitu :
Shif masuk pagi : 06.00 – 14.00 WIB
Shif masuk siang : 14.00 – 22.00 WIB
Shif masuk malam : 22.00 – 06.00 WIB
2. Jam kerja karyawan di kantor yaitu :
Hari senin s/d kamis dan sabtu
Masuk kerja : 06.30 – 14.00 WIB
Istirahat : 12.00 – 12.30 WIB
Hari Jum’at
Masuk kerja : 06.30 – 11.30 WIB
BAB II
STASIUN PENIMBANGAN
II.1.TUJUAN
Stasiun Penimbangan adalah tempat untuk menimbang banyaknya tebu yang masuk.
II.2.SARANA PRODUKSI
II.1.1.Bahan Baku
Bahan baku pembuatan gula adalah tebu. Dimana dalam tebu tersebut terkandung
sukrosa yang merupakan bahan baku dalam pembuatan gula. Untuk mendapatkan hal tersebut
diatas maka bahan baku dipengaruhi oleh jenis,umur, dan waktu tebang serta tingkat
kematangan tebu sendiri. Untuk mengetahui kematangan tebu tersebut ditebang. Analisa ini
dinamakan analisa pendahuluan /giling .
II.1.2.Analisa Pendahuluan/Giling Contoh
Sebelum tebu masuk ke PG. Djombang Baru tebu diambil langsung oleh petugas dari
ladang petani yang akan digunakan analisa pendahuluan. Langkah-langkah dari analisa
tersebut yaitu:
a. Batang tebu dibagi menjadi 3 bagian: pucuk,tengah,dan bawah.
b. Digiling sesuai dengan bagian tersebut dengan 3 kali pengembalian nira sebanyak
mungkin.
c. Nira yang dihasilkan dianalisa dengan alat brix wager untuk mengetahui kadar brix.
Sedangkan untuk mengetahui kadar pol dengan menggunakan alat pol buish yang
dimasukkan dalam sacaromat. Dari hasil ini dapat diketahui tingkat kematangan tebu,
yaitu bila kadar pol semakin tinggi maka batang tebu sudah masak dan batang tebu dapat
ditebang dengan pedoman factor kemasakan dibawah 30%.
II.1.3.Tebang Angkut
Setelah diadakan analisa pendahuluan di atas, pengaturan yang akan masuk pabrik
diatur oleh petugas tebang angkut. Adapun tugas-tugasnya sebagai berikut:
Mengadakan FMPW (Forum Musyawarah Penentuan Wilayah ) untuk menentukan tebu-
tebu yang layak untuk ditebang berdasarkan analisa pendahuluan.
Menebang tebu ditangani KUD sesuai jatah per KUD/hari. Untuk mengetahui data per
hari diadakan rapat tebangan yang membahas:
- Jatah harian
- Memecahkan persoalan dimasing-masing wilayah KUD
- Menentukan kondisi tanaman tersebut
Membagikan menurut pola wilayah Surat Perintah Kirim melalui kupon jatah yaitu satu
kupon melalui kupon jatah yaitu untuk satu truk
KUD atau petani mengirim tebu sesuai dengan jatah kupon yang diterima ke kantor
SPTA ( Surat Perintah Tebang Angkut) lalu diperiksa tebu.
II.1.4.Lokasi Pengaturan Tebu
Untuk menghindar tebu agar tidak mengalami kerusakan yang disebabkan dari faktor-
faktor penyebab kerusakan, misalnya sinar matahari yang dapat menyebabkan kematian sel-
sel tebu sehingga mengakibatkan air dalam sel dinding tebu dan terjadi penguapan. Dengan
timbulnya penguapan akan mengakibatkan membesarnya larutan sel yang mati dan akhirnya
cairan sel bersifat asam. Sifat asam inilah yang akan menyebabkan terpecahnya sukrosa
menjadi glukosa dan fruktosa dengan reaksi :
C12H22O11 + H2O C6H12O6 + C5H10O6
(sukrosa) (glukosa) (fruktosa)
Hal ini Dapat diatasi dengan jalan mengatur halaman pabrik sedemikian rupa
sehingga tebu yang pertama masuk halaman pabrik itulah tebu yang pertama kali digiling.
II.1.5.Tahap Penimbangan Tebu/ Stasiun Persiapan
Penimbangan dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Penimbangan tebu melalui truk
Tarra truk kosong sudah diketahui sehingga truk yang membawa tebu dapat langsung
ditimbang berat netto tebu dapat diketahui dengan cara perhitungan :
Berat bruto tebu – Berat tarra truk = Berat netto tebu
Kemudian tebu dibawa di meja tebu untuk digiling.
2. Penimbangan tebu melalui lori
Tarra lori dapat diketahui dan melihat kode alphabet (A-E)
A : 6 D : 9
B : 7 E : 10
C : 8
Truk masuk ke emplasemen (tempat menurunkan tebu sebelum digiling) kemudian
tebu dipindahkan ke lori dengan menggunakan crane, tebu yang sudah berada pada lori
kemudian didorong oleh truktor ke tempat penimbangan, setelah proses penimbangan selesai
maka lori akan dibawa ke meja tebu dengan didorong oleh truktor.
Netto diketahui setelah melalui proses penimbangan dan siap untuk digiling dan
menggunakan Surat Penimbangan Tebang Angkut (SPTA)
Untuk petani (warna kuning)
Untuk analisa (warna putih)
Untuk bagian administrasi (warna merah)
Untuk arsip administrasi timbang (warna biru)
Hasilnya akan dibagi menjadi 2 yaitu = 66 % untuk petani dan 34 % untuk PG.
Djombang Baru.
BAB III
STASIUN PENGGILINGAN
III.1.TUJUAN
Stasiun Gilingan adalah Suatu tempat untuk memecah tebu dan menggunakan alat
yang tersusun secara sistematis. Proses Penggilingan ini bertujuan untuk mendapatkan nira
sebanyak-banyaknya yang terkandung di dalam tebu.
III.2.PROSES STASIUN PENGGILINGAN
Tebu yang digiling terlebih dahulu adalah tebu yang pertama masuk ke halaman
pabrik dengan menggunakan lori dan dipindahkan oleh CRANE menuju ke Meja tebu dan
masuk ke CANE CARIER, sebagai alat penggerak pesawat ini adalah elektro motor dengan
kecepatan 11meter per menit.
Pada alat potong (CANE CUTTER) tebu mengalami proses pemotongan yang
bertujuan untuk meringankan beban unigrator yang terdiri atas:
Satu buah motor penggerak
a. Satu buah gear box
b. Satu buah rotor cane cutter
c. 32 buah mata pisau potong
Cane cutter berfungsi sebagai pemotong tebu. Letaknya 130 cm dari cane carier,
jumlah pisaunya ada 32 buah, pemutarannya 700 rpm.
Tebu yang sudah dipotong oleh cane cutter sekitar 20 cm ditarik dan dimasukkan
dalam unigrator. Unigrator ini bekerja langsung dengan mempunyai tugas ganda yaitu
memotong dan menyayat tebu juga memukul yang menjadikan bagian-bagian kecil dan
menghaluskan tebu, sehingga terbuka sel-selnya dan halus, hal ini akan mempermudah dalam
proses pemerahan gilingan. Penggilingan tebu yang dilaksanakn di PG. Djombang Baru
mempunyai 5 unit Gilingan yang masing-masing unit terdiri dari 3 rol gilingan yang
berfungsi untuk memerah nira sebanyak mungkin dari tebu yang telah dipersiapkan.
Tebu yang sudah hancur dari alat pengerjaan pendahuluan masuk diantara rol atas dan
rol depan, diperas lalu memulai ampas plate masuk diantara rol atas dan rol belakang diperah,
jarak antar rol atas dan rol belakang lebih kecil daripada jarak rol tas dan rol depan. Hal ini
bertujuan agar didapat nira sebanyak mungkin pada saat diperah pada rol atas dan depan
hingga volume sabut menjadi kecil. Nira mengalir melalui bagian depan rol depan dan bagian
rol belakang jatuh pada pipa nira dibawah gilingan, selanjutnya nira mengalir melalui talang
goyang yang kemudian masuk ke bak penampung nira.
Ampas yang keluar dari gilingan satu melewati plate pengantar(cakar tebu),
selanjutnya ampas dibawa oleh ampas carier berikutnya. Ampas tidak dapat diperah dalam
satu gilingan saja tapi beberapa gilingan yang dimana kerja gilingan makin belakang makin
diperkecil, karena volume ampas semakin kecil, maka dapat diperah lebih baik. Pada waktu
ampas berpindah dari gilingan satu ke gilingan yang lainnya dialiri air tebu atau air imbibisi
dari unit gilingan belakangnya, dengan maksud nira yang masih ada dalam ampas diencerkan
dan diperah sehingga fungsi pemerahan semaksimal mungkin.
PG.Djombang Baru menggunakan system imbibisi majemuk, dimana ampas gilingan
III dan IV menggunakan air imbibisi dengan perbandingan 3 : 7 , sedangkan ampas gilingan
I,II,III menggunakan nira. Untuk jumlah air imbibisi ± 30 % tebu, disesuaikan dengan
kemampuan Evaporator dan ampas yang dihasilkan harus kering. Air untuk membasahi
ampas tadi disebut imbibisi. Pabrik Gula Djombang Baru menggunakan air imbibisi dengan
suhu 80˚C– 90˚C.
Parameter atau batasan pemberian air imbibisi di PG.Djombang Baru adalah nira
mentah persen tebu : 99% - 100% dan kemampuan dari badan penguapan serta ampas yang
dihasilkan harus kering ( zat kering ampas > 48% )
Sedangkan nira yang digunakan untuk imbibisi merupakan hasil dari gilingan
berikutnya yaitu:
- Nira gilingan III untuk imbibisi gilingan II
- Nira gilingan IV untuk imbibisi gilingan III
- Nira gilingan V untuk imbibisi gilingan IV
Ampas gilingan 1 diangkat dengan IMC (intermediet carrier) untuk diibawa ke
gilingan 2. Ampas gilingan 2 mengalami penambahan Sedangkan nira yang dihasilkan dari
unit gilingan 2 sendiri dialirkan agar tercampur dengan nira gilingan 1 dan dihasilkan nira
mentah.
III.3.HASIL STASIUN GILINGAN
Hasil dari stasiun gilingan antara nira mentah dengan pH kurang lebih 6 - 6,3.
Penambahan susu kapur dan phospat yang diharapkan supaya terjadi reaksi awal antara
phospat dan susu kapur. Yang bertujuan untuk mengendapkan kotoran dan menaikkan pH
nira mentah menjadi pH netral karena jika nira terlalu asam dapat menyebabkan kerusakan
sukrosa.
Disamping menghasilkan nira pada stasiun gilingan juga menghasilkan ampas.
Ampas yang dihasilkan pada unit gilingan 1 dan 2 masih agak kasar dan juga masih banyak
mengandung nira. Berbeda dengan ampas yang dihasilkan dari unit gilingan 3,4 dan gilingan
5. Pada unit gilingan 3 dan 4 ampas mengalami penambahan air imbibisi dengan suhu 70˚C.
Hal ini selain untuk memerah nira sebanyak mungkin juga berfungsi untuk menekan
kehilangan gula dalam ampas sekecil mungkin. Pada unit gilingan 5 tidak memerlukan
penambahan air imbibisi karena memang diharapkan ampas yang keluar dari gilingan paling
akhir benar-benar kering. Ampas kering dari sisa penggilingan 5 yang digunakan sebagai
bahan bakar ketel yang digunakan untuk menghasilkan uap sebagai penggerak segala jenis
mesin di PG. Djombang Baru.
III.4.SPESIFIKASI ALAT DI STASIUN PENGGILINGAN
a. Lier gear : untuk menarik lori menuju ke Meja tebu
b. Crane : untuk mengangkut tebu dari Lori menuju ke Meja tebu
c. Meja tebu : untuk menampung tebu/ meletakkan tebu sebelum ke cane carier
d. Cane Carier I : untuk mengangkut tebu dari meja tebu menuju cane cutter
e. Cane Cutter : untuk memotong dan mencacah tebu sebelum masuk ke unigrator
f. Cane Carier II : untuk mengangkut tebu dari cane cutter menuju ke unigrator
g. Unigrator : untuk mengepress tebu hingga berbentuk serat-serat
h. Gilingan : untuk memeras serabut tebu sehingga menghasilkan nira mentah
i. Talang Getar : untuk menyaring ampas yang dibawa oleh nira mentah
j. Penampung Nira : untuk menampung nira mentah dari semua gilingan
BAB IV
STASIUN PEMURNIAN
IV.1.TUJUAN
Stasiun pemurnian nira bertujuan untuk memisahkan sukrosa dari kotoran bukan gula
dengan menjaga kehilangan gula sekecil mungkin. Dalam proses pemurnian diusahakan
untuk dapat menghilangkan kotoran-kotoran sebanyak mungkin, sehingga didapatkan gula
sebanyak mungkin.
Nira mentah yang dihasilkan dari stasiun gilingan terdapat komponen-komponen yang
larut didalamnya, karena komponen tebu terdiri atas air, sakarosa, monosakarida, garam-
garam, asam-asam, lempung, pasir atau tanah, lilin, zat warna, zat sejenis putih telur, ampas
dsb. Komponen-komponen tebu tersebut akan membawa pengaruh terhadap sifat nira yaitu
asam-asam, sehingga nira juga bersifat asam. Sifat keasaman ini akan berpengaruh didalam
proses pemurnian dimana kita harus melakukan proses penetralan. Komponen tebu yang lain
harus mendapatkan perhatian adalah monosakarida, unsur ini selalu ditemui dalam nira baik
yang berasal dari batang tebu maupun sebagai hasil hidrolisa sakarosa. Monosakarida tidak
stabil dalam suasana alkalis maka dari itu disini perlu penjagaan proses dengan baik agar
hasil yang didapat bisa optimal, karena perpecahan monosakarida menghasilkan zat warna.
Kebalikan dari sifat monosakarida adalah sakarosa yang tidak stabil dalam suasana
asam(stabil dalam suasana alkalis), dalam suasana asam sakarosa akan mengalami inversi.
Perpecahan sakarosa dan monosakarida selalu dipengaruhi oleh: pH, suhu, dan waktu tinggal.
Maka dalam pelaksanaan di pabrikasi diusahakan supaya ketiga faktor tersebut tidak dalam
keadaan ekstream bersama-sama.
Selain itu masih banyak lagi komponen-komponen nira sehubungan dengan proses di
permunian, antara lain: zat warna, koloid, garam-garam anorganik, asam-asam anorganik,
silikat dll.
Adapun kandungan nira mentah antara lain:
Air, sebagai pelarut
Dispersa molekuler, yaitu sukrosa, monosakarida, garam-garam, asam-asam bebas
dsb.
Dispersa koloid, yaitu protein(putih telur), blondok, pectin, zat warna dsb.
Yang termasuk bukan gula : fruktosa, glukosa, lilin, bahan organic, gum, sabut
Suspense kasar, yaitu ampas halus, pasir, tanah, lempung dsb
Sifat kotoran dalam nira mentah
Kotoran kasar : tanah, pasir, ampas halus dll
Kotoran melayang : jenis kotoran yang tidak dapat mengendap(koloid)
Kotoran terlarut : zat-zar organic dan an organic
Ada 3 mekanisme didalam proses pemurnian nira, yaitu:
Secara kimia : dengan pemberian susu kapur Ca(OH)2 untuk mendapatkan endapan
sebanyak mungkin dalam waktu sesingkat-singkatnya. Dan pemberian gas SO2 untuk
menetralkan kelebihan kapur.
Secara fisika : perlakuan untuk menghilangkan kotoran dengan menggunakan sifat
fisisnya: pengendapan, pengapungan, penyaringan.
Secara kimia-fisika : proses penghilangan dilakukan secara fisika, yaitu: dengan
pengendapan dengan penambahan bahan-bahan kimia seperti phospat dan flokulan yang
dapat mempercepat proses pengendapan.
Pabrik Gula Djombang Baru juga melakukan proses pemurnian secara Sulfitasi dan
sebagai bahan pembantu menggunakan Kapur Tohor dalam bentuk susu kapur dan Sulfur
Dioxid (Belerang).
Tujuan dari dilakukannya pemurnian nira ini adalah sebanyak mungkin komponen
bukan gula yang terlarut maupun tidak terlarut( organic atau anorganik) atau berbentuk
koloid yang terdapat dalam nira dapat diendapkan, sehingga nira yang akan diolah di stasiun
masakan merupakan nira murni. Di stasiun pemurnian nira mentah dipanasi, diatur pH nya,
ditambah bahan kimia lalu diendapkan secara continue di Door Clarifier.
IV.2.PROSES STASIUN PEMURNIAN
Nira mentah dari stasiun gilingan masuk ke bak timbangan Boulogne, setelah nira
tertimbang ± 3,5 ton , secara otomatis timbangan akan membuka dan nira akan masuk
kedalam bak penampungan dibawahnya. Lalu nira dipompa ke PP 1 yang sebelumnya harus
dalam kondisi panas sebelum nira dimasukkan. Di dalam PP 1 nira dipanaskan sampai suhu
75˚C, dengan tujuan :
a. Supaya nira dapat bereaksi sempurna atau mempercepat reaksi.
b. Untuk mempermudah terjadinya flokulasi dari bahan-bahan sejenis putih telur.
c. Untuk membunuh mikroorganisme
Suhu pemanas 75oC - 80oC tersebut merupakan suhu yang optimal untuk melakukan
suatu proses sulfitasi, maka bila suhu kurang dari 75oC dapat mengakibatkan reaksi dari
komponen nira dengan bahan pembantu tidak dapat berjalan dengan sempurna, karena
komponen nira umumnya bahan organic yang reaktifitasnya lambat. Oleh karena itu
pemanasan dapat mempercepat reaksi tersebut. Sedangkan apabila suhu lebih dari 80 oC dapat
menyebabkan sakarosa rusak karena hidrolisa maupun terjadi karamelisasi dan terjadinya
kerak pada pipa pemanas.
Setelah dipanaskan dalam juice heater (PP) I , masuk kedalam Devekator I.
Keasaman nira berkisar pH 6,8 masuk ke devekator I dan ditambahkan dengan susu kapur
Ca(OH)₂ agar terjadi proses penetralan dan diharapkan pH nira naik hingga 7,2 dengan
penambahan indikator BTB dan pH 7,2 warna reaksinya hijau tua. Nira dengan pH 7,2 masuk
kedalam Devekator II dan ditambahkan dengan susu kapur untuk menaikkan pH hingga 8,6-
8,9 dengan tujuan kotoran bukan gula dapat mengendap sempurna dan di tambahkan
indikator PP dan bila pH 8,6 warna reaksinya kemerahan, apabila pH 9,0 warna reaksinya
merah bata. kemudian kelebihan kapur tersebut secepatnya dinetralkan kembali dengan
memberikan gas sulfit (CaSO₃) dalam peti sulfitasi nira mentah hingga pH turun menjadi 7,2
dengan penambahan indikator CVR dan warna reaksinya kehitaman.
Proses defekasi harus dijaga besarnya pH, pH tidak boleh terlalu rendah juga terlalu
tinggi, bila pH kurang tinggi maka proses pengendapan kotoran akan berlangsung tidak
sempurna, ini disebabkan karena banyak kotoran yang tidak bereaksi dengan susu kapur
sehingga pengendapan kurang berjalan sempurna. Selain itu bila pH terlalu rendah maka,
sakarosa akan mengalami hirolisis menjadi monosakarida karena sakarosa tidak tahan pada
suasana asam. Bila pH terlalu tinggi maka akan terjadi inversi monosakarida yang berakibat
pada pembentukan warna pada nira. Nilai pH optimal pada kisaran 8,5 – 9,0, setelah sulfitasi
diharapkan pH nira menjadi 7,1 – 7,2.
Nira bersifat asam karena mengandung berbagai asam organic maupun anorganic dan
koloid-koloid yang bermuatan negative atau bersifat asam sehingga nira mentah itu asam.
Proses penghilangan kotoran pada nira dalam proses defekasi dimulai dengan proses
penetralan nira terlebih dahulu. Ini dilakukan untuk menjaga agar gula tidak rusak mengingat
sakarosa tidak tahan pada suasana asam. Sedangkan untuk menghilangkan kotoran lainnya
dilakukan proses pemanasan pada suhu tinggi dan suasana asam maka kandungan sakarosa
pada nira akan cepat rusak, oleh karena itu dilakukan dahulu proses penetralan nira untuk
menekan kehilangan atau kerusakan sakarosa sekecil mungkin. Setelah susu kapur memasuki
peti defekator lalu kemudian dilanjutkan dengan proses reaksi susu kapur dengan nira. Koloid
akan menggumpal jika muatannya dinetralkan, titik dimana koloid-koloid menggumpal ini
dinamakan titik isoelektris. Pembentukan endapan akan tergantung pada pemberian reagent,
sirkulasi atau pencampuran dan suhu larutan sehingga reaksi berlangsung lebih cepat.
Setiap koloid mempunyai titik isoelektris yang berbeda, oleh karena itu penetralan
koloid-koloid dalam nira oleh susu kapur dilakukan secara bertahap sehingga diharapkan
seluruh koloid dapat digumpalkan. Reaksi antara susu kapur dengan komponen nira terutama
asam diharapkan akan terbentuk endapan Ca3(PO4)2. Oleh karena itu kandungan phospat
dalam nira sangatlah mempengaruhi pembentukan endapan pokok. Apabila phospat kurang
akan mengakibatkan koloid yang mengendap sedikit dan semakin sedikit pula bukan gula
yang dihilangkan. Adanya phospat dalam nira akan membentuk kalsium phospat yang
mengendap dan akan mengabsorbsi endapan lain.
Reaksi phospat yang terjadi di peti defekasi adalah :
Ca(OH)2 Ca2++2OH-
P2O5+H2O 2H3PO4
H3PO4 3H++PO43-
3Ca2++PO43- Ca3(PO4)2
Selanjutnya dimasukkan ke pemanas Pendahuluan II (PP II) dengan
temperature 100°C - 105°C yang bertujuan :
a. Untuk mempermudah pengeluaran udara atau gas-gas yang terdapat
dalam nira (di dalam bejana pengembang)
b. Untuk menurunkan viskositas nira sehingga kecepata terbentuknya
endapan besar.
c. Untuk mempercepat pengendapan yang bukan termasuk gula.
Bila suhu kurang dari 100oC maka tujuan diatas tidak dapat tercapai,
sedangkan apabila suhu melebihi dari 105oC terbentuknya zat warna semakin
tinggi, maka hal ini akan menurunkan kualitas dari gula produk, juga bila suhu
terlalu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan pada sakarosa
(karamelisasi)
Dari PP II nira dimasukkan ke Door clarifier, sebelum itu nira dilewatkan melalui
Bejana pengembang (flash tank) dan Snow balling tank agar gas-gas yang semula terlarut
dalam nira dapat terbuang sehingga tidak mengganggu proses pengendapan serta terjadi
penggumpalan pengendapan. Untuk mempercepat pengendapan perlu ditambahkan larutan
Floculand 0,5 % . Didalam Door clarifier akan terpisahkan antara nira jernih dengan nira
kotor. Nira kotor yang masih banyak mengandung gula tersebut kemudian ditapis dengan
RVF (Rotary vacuum filter) untuk memisahkan blotong dari niranya dengan penambahan air
panas bersuhu 80°C agar proses penapisan berjalan sempurna. Tahap proses penapisan :
Pembentukan dan penebalan lapisan
Pencucian lapisan
Pelepasan lapisan
Dalam proses penapisan, kotoran dari Door clarifier disedot oleh Pompa diafragma
masuk dalam Mixer bagaselo untuk ditambah dengan ampas Bagasilo. Kemudian nira kotor
masuk kedalam penampung nira kotor dan dihisap oleh RVF untuk menghisap nira tapis
yang kemudian dipompa dan dialirkan ke nira mentah tertimbang (Bolougne), dan
blotongnya bisa dijadikan sebagai bahan pembuatan pupuk. Kemudian nira jernih atau nira
encer dialirkan oleh pompa untuk memasuki proses selanjutnya di stasiun penguapan.
Sebelum masuk ke stasiun penguapan nira dipompa ke PP III, nira dipanaskan
sampai 110oC dimaksudkan untuk menaikkan suhu nira karena saat berada dipeti
pengendapan terjadi penurunan suhu, pemanasan nira ini diharapkan nira masuk ke dalam
badan penguapan I sudah pada titik didihnya, karena badan penguapan fungsinya betul-betul
sebagai penguap bukan sebagai pemanas. Untuk itu maka apabila nira tidak dipanasi maka
akan membebani kerja badan penguapan.
Hasil kerja pemanas nira akan menentukan baik buruknya proses pemurnian, seperti
proses defikasi – sulfitasi yang tidak sempurna yang akan mengakibatkan proses
pengendapan tidak berlangsung dengan baik. Apabila nira jernih yang keluar dari Door
Clarifier sangat keruh, ada kemungkinan proses pemanasan nira tidak sesuai standart kondisi
operasi.
IV.3.BAHAN PEMBANTU PROSES PEMURNIAN
IV.3.1.Pembuatan Susu Kapur
Nira tebu pada dasarnya bersifat asam, oleh karena itu harus segera dinetralkan.
Penetralan nira memerlukan suatu basa yang dapat bereaksi dengan komponn-
komponen yang terdapat dalam nira dengan membentuk suatu endapan. Pembuatan
hidroksida (Ca(OH)2) dibuat dengan mereaksikan kapur tohor (CaO) dengan air
hingga terjadi reaksi:
CaO + H2O Ca(OH)2 + panas
Pembuatan hidroksida kapur dari kapur tohor dan air adalah suatu reaksi
eksoterm(mengeluarkan panas) saat reaksi terjadi panas keluar sampai mendidihkan
air yang diberikan seolah-olah air digunakan untuk memadamkan sumber api, inilah
mengapa peristiwa tersebut sering disebut pemadaman kapur.
Hidroksida yang terbentuk akan mengendap, endapan yang berwarna putih
menyebabkan keruh sehingga disebut sebagai emulsi susu kapur. Reaksi penetralan
ini adalah reaksi ionisasi, sehingga unsur yang bereaksi haruslah dalam bentuk ion
berarti kalsiumnya juga dalam bentuk ion. Karena hidroksida kapur berada dalam
bentuk endapan maka proses penetralan saat emulsi kapur diberikan kepada nira
harus diubah dahulu menjadi ion, urutan proses menjadi :
Ca(OH)2 endapan Ca(OH)2 larut
Ca(OH)2 larut Ca 2+ + OH –
Ca 2+ + 2z CaZ2
Agar zat padat mudah larut maka luas permukaan zata padat tersebut harus
besar, maka butiran kalsium hidroksida yang terbentuk haruslah lembut. Dalam
membuat emulsi hidroksida kapur diharapkan butiran hidroksida kapur ini selembut
dalam emulsi susu. Emulsi hidroksida kapur dalam pabrik disebut kapur.
Persyaratan kapur sebagai berikut:
a. Kadar CaO : 85 – 95 %
b. Zat tak larut dalam HCl : 2 %
c. Asam Kiesel : 2 %
d. Sulfat sebagai SO3 : 0,2 %
e. oksida Mg : 2 %
*sesuai dengan penetapan BP3GI
Operasi pembuatan susu kapur:
Langkah –langkah pembuatan susu kapur adalah sebagai berikut:
a. kapur tohor dipisahkan dengan batuan yang besar kemudian dimasukkan dalam
tromol. Pemberian air untuk pemadaman kapur dengan air panas yang cukup
bersih(umumnya digunakan air kondensat alat penukar panas ) dimaksudan agar
terbentuknya partikel hidroksida kapur adalah partikel yang lembu.
b. Setelah pemadaman tersebut, kemudian susu kapur tersebut meluap melalui
mulut silinder dan jatuh pada sebuah talang. Talang tersebut dibuat suatu sekat
agar susu kapur keluar dengan suatu luapn.
c. Luapan susu kapur mengalir pada satu talang lagi menuju saringan dengan
maksud agar kotoran – kotora halus dapat dipisahkan.
d. Kapur yang telah disaring dialirkan kedalam suatu bak berpengaduk dengan
ditambah air untuk pengenceran yang berupa air dingin karena suhu semakin
rendah kelarutan kapur semakin tinggi kemudian di pompa ke devekator.
Peristiwa terbentuknya Kalsium Hidroksida:
CaO + H2O Ca(OH)2 + 15,9 Keal
Susu kapur atau Hidroksida Kalsium inilah yang nantinya bila diberikan pada nira
yang membentuk susu kapur yang aktif yang disebut Ca 2+ . ini bereaksi mengikat asam-
asam serta kotoran yang terkandung dalam nira. Sehingga terjadi penetralan serta
terbentuknya endapan yang mudah dipisahkan dengan cara penapisan atau penyaringan.
Di PG Djombang Baru pemberian susu kapur pada nira dengan dentitas 6˚Be.
IV.3.2.Pembuatan Gas SO2
Gas sulfit merupakan bahan pembantu pemurnian pada pabrik gula sulfitasi
yang sangat penting. Gas sulfit membantu terbentuknya endapan tambahan disamping itu
sebagai bahan pemucat nira kental, sehingga mengurangi intensitas warna yang ada dalam
nira kental dan selanjutnya akan berpengaruh pada warna Kristal gula yang diperoleh.
Namun demikian belerang tersebut harus memenuhi persyaratan belerang yang telah di
tetapkan oleh P3GI.
Syarat belerang menurut P3GI adalah :
Kadar lengas : max 0,5 %
Kadar abu : max 0,1 %
Kadar zat bitominus : max 0,1 %
Kadar arsen : max 0,05 %
Kadar belerang : 99,6 – 99,9 %
Operasi pembuatan Gas SO2
Gas SO2 diperoleh dari hasil pembakaran belerang yang dilakukan dalam
tobong belerang. Peristiwa yang terjadi dalam pembakaran belerang dengan reaksi sebagi
berikut:
S + O2 SO2 + panas
Panas yang keluar pada pembakaran belerang sebesar 2217 kcaal/ kg belerang.
Panas tersebut digunakan untuk melelehkan belerang padat sehingga selanjutnya diubah
menjadi gas baru dapat terbakar. Reaksi pembakaran belerang berlangsung pada suhu
250˚ C dan panas yang keluar memungkinkan suhu naik lebih tinggi sehingga untuk
mencegah keburukan dan kesukaran sebagai akibat dari naiknya suhu maka tobong
belerang didinginkan di permukaan.
Pada suhu 700˚ C akan terjadi :
2 SO2 + O2 2 SO4
Dengan melihat beberapa kemungkinan diatas maka pada tobong belerang
diberikan air pendingin agar suhu pembakaran tidak terlalu tinggi.
Keburukan yang dapat terjadi jika terbentuk gas SO4 :
Kerusakn pada gula dan alat lebih banyak.
Kualitas hasil terpengaruh.
Langkah – langkah pembuatan gas SO2
a. Semua afsluiter tobong belerang ditutup kecuali pintu pemasukan belerang(pipa
selubung uap)
b. Masukkan belerang melalui pintu pemasukan belerang.
c. Buka aflsuiter uap untuk mencairkan belerang dan dilanjutkan dengan
pemberian alkokhol kedalam ruang pembakaran.
d. Sebelum penyulutan api, pipa pengeluaran gas SO2 dibuang keluar agar tidak
mengganggu jalanya pembakaran
e. Setelah api mulai membara, aflsuiter udara dibuka pelan-pelan
f. Setelah api membara maka aflsuiter udara dibuka penuh diteruskan pemasukan
gas belerang kedalam peti aflsuiter
Hal-hal yang harus diperhatikan
a. Suhu air pendingin ± 70 ˚ C agar suhu dalam tobang dapat bertahan ± 250 ˚ C
b. Gas belerang yang dihasilkan dilewatkan pada sublimatik untuk menjaga agar
gas yang keluar benar-benar murni.
c. Tekanan ketel angin dijaga tetap (0,4 – 0,6kg/ cm2 ) dan sebelum tobong
sebaiknya diberikan kran pengatur
d. Udara untuk pembakaran dikeringkan untuk mencegah terjadinya sublimasi atau
terjadinya belerang besi ( FeS) = pyrite. Udara dikeringkan dengan kapur tohor
yang setiap 6 – 12 jam sekali kapur tohor diganti.
IV.4.SPESIFIKASI ALAT DI STASIUN PEMURNIAN
a. Timbangan nira mentah (Boulogne) : untuk mengetahui berat nira mentah yang
dihasilkan dari stasiun gilingan yang masuk ke stasiun pemurnian dan sebagai dasar
perhitungan pengawan pabrikasi.
b. Bak penampungan bawah setelah ditimbangan
Merupakan tempat yang digunakan untuk menampung nira mentah dari timbangan
yang akan dipompa menuju Pemanas I dan II.
c. Juice Heater ( PP 1 ) : untuk memanaskan nira sehingga diperoleh suhu yang sesuai
kebutuhan, yaitu 75oC
Penggunaan alat pemanas :
Pemanas I sebanyak 3 buah (pakai Bleeding BP I)
Pemanas II sebanyak 2 buah
Pemanas III sebanyak 2 buah (pakai Ube)
d. Prekontraktor: untuk memberikan susu kapur ke dalam nira mendahului sebelum
masuk defecator I agar penetralan lebih cepat tercapai.
e. Defekator I dan II : merupakan tempat dimana nira mendapatkan penambahan susu
kapur(menaikkan pH).
f. Peti Sulfitir Nira Mentah : merupakan peti reaksi tempat terjadinya reaksi antara
nira yang terkapuri dengan gas SO2. Di dalam peti sulfitasi terdapat sekat parabolis
yang berfungsi untuk sirkulasi. Sirkulasi dibuat agar gas SO2 dapat bereaksi secara
sempurna dengan nira yang terkapuri.
g. Tobong Belerang : merupakan tempat pembakaran belerang
h. Sublimator : merupakan tempat yang digunakan untuk menampung belerang setelah
diuapkan.
i. Penampung nira sementara : untuk menampung nira dari peti sulfitir nira mentah
yang selanjutnya dipompa ke PP 2.
j. Juice Heater (PP2) : : untuk memanaskan nira pada suhu 105 - 110˚C
k. Flash Tank : merupakan tempat untuk menguapkan / memisahkan Nira dengan gas.
l. Snow Bolling : tempat penambahan flokulan.
m. Door Clarifier : alat ini berfungsi memisahkan nira jernih dengan nira kotor. Proses
dipengaruhi oleh diameter partikel endapan, dentitas secara viskositas
larutan.Kecepatan endapan akan baik jika diameter partikel endapan besar, viskositas
larutan kecil.
n. Penapis nira kotor (Rotary Drum Vacum Filter) : untuk memisahkan nira dengan
kotorannya (Blotong). Pada nira kotor dari hasil pengendapan di Door Clarifier.
Kotoran yang dipisahkan akan menempel pada saringan RDVF sedangkan nira tapis
dipompa untuk diolah kembali dengan nira mentah tertimbang.
o. Penapis ( saringan ) nira encer : Nira encer keluar dari Door Clarifier masih
membawa sedikit kotoran terutama berupa ampas halus yang tidak tersaring oleh
saringan nira mentah dan tidak terikut dalam nira kotor. Hal ini sangat mungkin
terjadi karena ampas halus mempunyai berat jenis yang rendah, tidak / kurang
mempunyai kemampuan jatuh ke bawah. Dengan saringan nira encer mesh 200 x 200
kotoran tersebut dapat tersaring / terpisahkan. Kotoran hasil saringan dengan cara
menual diambil dan dibawa ke stasiun gilingan bercampur dengan ampas dari gilingan
I untuk diperah.
p. Pompa Hidrolik Diafragme : untuk memompa nira kotor yang berasal dari Door
Clarifier.
BAB V
PENGUAPAN
V.1.TUJUAN
Stasiun Penguapan bertujuan untuk memproses penguapan kadar air yang terkandung
dalam nira encer sehingga diperoleh nira kental. Stasiun Penguapan juga bertujuan untuk
mempercepat proses kristalisasi. Nira encer hasil proses pemurnian masih mengandung
bukan gula dan air, untuk mengurangi kandungan air dalam nira, nira encer diuapkan
distasiun penguapan.
Penguapan dilakukan hingga nira kental mencapai brix ± 60 atau 32 – 35 Be, dimana
nira telah mendekati jenuh namun belum terbentuk Kristal. Untuk menguapkan air dalam
badan penguap menggunakan uap bekas yang bertekanan ± 0,7 kg/cm2 yang diperoleh dari
uap bekas dari alat penggerak. Apabila uap bekas kurang mencukupi maka ditambah dengan
uap baru yang direduser. Penguapan dapat berlangsung dengan memberikan panas pada air
hingga terjadi perubahan fase air menjadi uap. Untuk menghemat penggunaan uap maka uap
hasil penguapan dari badan pertama digunakan untuk memanasi badan berikutnya.
Pabrik Gula Djombang Baru menggunakan sistem penguapan quadruple effect.
Jumlah evaporator VI buah dimana BP V sebagai cadangan dan kadangkala dari ke V BP
yang satu standby untuk dibersihkan secara bergantian.
Sistem quadruple :
Nira encer badan I diuapkan dengan bahan pemanas uap bekas dari stasiun gilingan
yang bertekanan ± 0,7 kg/cm2.
Uap badan I digunakan untuk memanaskan badan II.
Uap badan II digunakan untuk memanaskan badan III.
Uap badan III digunakan untuk memanaskan badan IV.
Uap nira dari badan IV dialirkan ke kondensor untuk diembunkan.
Dengan sistem quadruple effect penggunaan uap dapat dihemat, dimana 1 kg uap
dapat menguapkan 4 kg air yang ada dalam nira. Didalam proses penguapan selisih suhu
badan pemanas dengan nira mempengaruhi kecepatan penguapan.
Untuk mencegah kerusakan gula di stasiun penguapan badan suhu I dibatasi 100 –
1200C dengan vacuum minimal 60 cmHg di badan akhir, sedangkan untuk badan berikutnya
dilakukan dalam suasana vacuum dan pengaliran uap nira maupun nira terjadi karena
perbedaan tekanan antar badan I dengan yang lainnya.
Dalam usaha menguapkan air dalam nira pada badan penguap harus diperhatikan :
1. Kecepatan tinggi dan waktu yang pendek.
2. Tidak terjadi kerusakan gula.
3. Tidak menimbulkan kesulitan dalam pengerjaan proses.
Keberhasilan proses penguapan dapat dicapai jika :
1. Uap pemanas yang digunakan cukup.
2. Pembuatan hampa lancar.
3. Pengeluaran air embun lancar.
4. Pengeluaran gas tidak terembunkan berjalan lancar.
5. Tidak terjadi kebocoran pada perpipaan.
6. Pengaruh kerak dan pengaturan level nira.
V.2.PROSES STASIUN PENGUAPAN
Operasi dalam penguapan meliputi cara memulai proses penguapan, pengendalian
penjagaan penguapan supaya berjalan lancar dan oper badan.
a. Cara memulai proses penguapan (formasi BP V berhenti)
1. Valve pengeluaran uap nira badan I , II dan III dibuka , sedang uap nira IV
ditutup.
2. Valve pengeluaran nira badan I , II dan III dibuka , sedangkan badan IV ditutup.
Semua valve pemasukan nira ditutup.
3. Pompa vacuum dan pompa injeksi dijalankan. Vacuum kondensor 65 cmHg.
4. Pancingan vacuum badan IV dibuka pelan-pelan sampai vacuum ± 45 cmHg baru
valve uap nira badan IV dibuka ± 64 cmHg. Valve amoniak badan II dan III
dibuka maka akan terjadi vacuum yang berbeda pada badan II, III, dan IV.
5. Uap bekas untuk badan pemanas I dibuka pelan-pelan begitu juga valve pemasuka
nira.
6. Permukaan nira tiap badan diatur dengan menyetel pemasukan dan pengeluaran
nira.
7. Pompa air kondensat dijalankan.
8. Valve pembuangan gas ruang pemanas badan I dibuang ke udara.
9. Pengeluaran nira badan IV dipompa ke peti nira kental.
b. Cara pengendalian dan menjaga uap agar berjalan lancar
Mengendalikan alat agar berjalan dengan lancar berpedoman pada hal – hal sebagai
berikut :
1. Pengatur debit badan pemanas / penyediaan badan pemanas harus cukup.
2. Badan terakhir diusahakan harus mencapai vacuum sekitar 60 – 65 cmHg.
3. Pengeluaran air konden taip-tiap badan penguap harus lancar.
4. Pengeluaran gas amoniak harus lancar.
5. Mengatur ketinggian nira didalam pan penguapan (30 % panjang pipa nira)
dengan kontrol pada gelas penduga.
c. Cara oper badan (BP III operasi dan BP II disekrap)
1. Cara pengoperasian uap
- Output uap nira BP III dibuka.
- Input uap nira masuk BP III dibuka
- By pass uap BP III ditutup
- By pass BP II dibuka
- Input uap nira BP II ditutup
- Output nira BP II ditutup
2. Cara pengoperasian nira
- Input nira BP III dibuka
- By pass nira BP II dibuka
- Input nira BP II ditutup
- Output nira BP II ditutup
- By pass nira BP II ditutup
- Output nira BP III dibuka
- Untuk BP II sisa nira ditap dan dibilas dengan air setelah itu dilakukan masak
soda dan penyekrapan.
Perjalanan Uap, Nira dan Air Embun pada proses penguapan
V.1.2.Perjalanan Uap
Dalam badan I nira dipanasi dengan uap bekas yang bertekanan ± 0,7 kg/cm2.
Bila tekanan kurang maksimal disuplisi dengan uap baru, uap nira yang dihasilkan
mengalir ke ruang pemanas badan II dengan tekanan 0,1 kg/cm2 dengan suhu 1000C.
uap nira yang dihasilkan pada badan II untuk pemanas badan III dengan vacuum 30
cmHg dengan suhu 900C. uap nira badan III dipakai untuk memanaskan badan IV
dengan vacuum ± 63 cmHg dan suhu 600C. uap nira badan akhir diteruskan ke
kondensor dan menjadi air jatuhan yang bersuhu 450C dengan air injeksi yang
bersuhu 380C.
Untuk menahan percikan nira yang terbawa oleh uap nira agar tidak terbawa
ke evaporator berikutnya. Nira yang terdapat pada alat penangkap nira akan
dikembalikan ke dalam evaporator melalui pipa pengembalian nira.
Untuk menangkap nira alat ini tersusun dari plat yang disusun secara
bertingkat (sapvanger) yang dapat membuat aliran berputar-putar sehingga nira
menempel diplat sedang uap keluar lewat pipa pengeluaran uap.
V.1.2.Perjalanan Nira
Nira encer dari Door Clarifier ditampung pada peti tarik nira encer, kemudian
dipompa ke pemanas III sampai suhu 1100C. Nira kemudian masuk ke badan pemanas
I yang bertekanan 0,7 kg/cm2. Dari badan penguap I masuk ke badan penguap II suhu
1000C dengan tekanan 0,1 kg/cm2. Dari badan penguap II masuk ke badan penguap III
dengan vacuum ± 30 cmHg. Suhu 900C. Dari badan penguap II masuk ke badan
penguap IV, suhu 600C dengan vacuum ± 60 cmHg.
Karena adanya perbedaan tekanan pada tiap-tiap badan maka terjadi proses
aliran nira dari badan penguap I, II, III, IV. Selanjutnya nira dipompa ke peti nira
kental, kemudian nira dipompa ke bejana sulfitasi nira kental menjadi nira kental
tersulfitir. Pompa nira kental dari badan akhir dihubungkan dengan ruang nira badan
agar tekanannya sama sehingga nira kental jatuh karena gaya gravitasi dan mudah
dipompa.
V.1.3.Perjalanan Air Embun
Pengeluaran air embun harus lancar agar mekanisme perpindahan panas dapat
berjalan sempurna. Sehingga tidak mengurangi luas bidang pemanasan. Didalam PG.
Djombang Baru proses pengeluaran air embun BP I dan BP II menggunakan
kondensat pure water atau juga pompa sentrifugal. Untuk BP III dan BP IV
menggunakan kondensat sweet water. Antara badan penguap dengan receiver dan
antara pompa sentrifugal dipasang pipa pengimbang untuk menghilangkan perbedaan
tekanan antara receiver dan pipa penghisap pompa sehingga kondensat mudah
dikeluarkan.
Air embun BP I dan BP II digunakan untuk pengisi air ketel dan apabila
mengandung gula digunakan untuk proses, sedangkan air embun badan II dan IV
ditampung dalam peti untuk pengeluaran proses.
V.3.SPESIFIKASI ALAT DI STASIUN PENGUAPAN
1. Evaporator Merupakan alat yang digunakan sebagai tempat untuk menguapkan
nira encer (semua alat penguapan)
2. Kondensor Merupakan alat yang digunakan untuk mengembunkan uap nira dari
badan penguapan akhir.
3. Pipa amoniak Merupakan alat untuk mengeluarkan gas-gas yang tidak dapat
terembunkan.
4. Pipa vakum Merupakan alat ukur.
5. Hhydrometer type bume Merupakan alat untuk mengetahui kekentalan nira
(menimbang kekentalan nira)
6. CJT Merupakan alat untuk menampung nira encer.
7. Pipa kondensor Merupakan alat untuk mengeluarkan air konden dari
evaporator.
BAB VI
MASAKAN
VI.1.TUJUAN
Stasiun Masakan (kristalisasi) bertujuan untuk mengkristalkan nira kental yang
merupakan hasil dari stasiun penguapan yang telah diturunkan pHnya antara 5,4 – 5,6 dengan
tujuan untuk pemucatan warna atau bleaching sehingga diharapkan agar Kristal yang
diperoleh memiliki kualitas warna yang sesuai dengan standart. Proses kristalisasi
berlangsung dengan cara menguapkan air yang terkandung didalam nira kental, yaitu briknya
sekitar 17 – 18 %. Tujuan utama proses ini adalah mengambil sukrosa dalam bentuk kristal
dengan menekan kehilangan gula sekecil mungkin pada waktu sesingkat mungkin dan
menghasilkan produk yang berkualitas baik serta biaya pengoperasiannya serendah mungkin.
VI.2.PROSES STASIUN MASAKAN
Proses kristalisasi dilakukan dengan mengkondisikan nira kental pada konsentrasi
yang melampaui kejenuhan dengan jalan penguapan airnya, sehingga dihasilkan Kristal gula
yang kemurniannya lebih tinggi dan sisa gula dalam larutan akhir yang serendah-rendahnya.
Didalam proses ini haruslah selalu diusahakan agar tercapai :
- Hasil Kristal gula memenuhi syarat yang dikehendaki.
- Kehilangan gula sekecil-kecilnya.
- Waktu proses sependek-pendeknya.
- Biaya yang dibutuhkan rendah.
Dalam proses kritalisasi perlu diperhatikan dari sukrosa terutama yang berhubungan
dengan kristalisasi itu sendiri, sifat-sifat tersebut diantaranya adalah kelarutan sukrosa.
Sukrosa adalah bahan yang dapat larut dalam air dan kelarutannya sukrosa dipengaruhi oleh
suhu.
Hal-hal yang dapat mempengaruhi kecepatan kristalisasi
a. Kandungan kotoran dalam larutan (kemurnian larutan)
Kecepatan pengkristalan dalam suatu larutan, sangat dipengaruhi oleh kemurnia
larutan tersebut. Semakin tinggi kemurnian suatu larutan semakin cepat pula proses
kristalisasi, karena kotoran yang terdapat dalam larutan, dapat menghambat penempelan
molekul sukrosa pada inti Kristal yang telah ada.
b. Viscositas Larutan
Naiknya viscositas juga akan memperlambat proses kristalisasi.
c. Sirkulasi Larutan
Sirkulasi suatu larutan juga bisa dipengaruhi oleh bahan pemanas, akibat adanya
selisih suhu (ΔT) antara suhu bahan pemanas dan suhu nira. Dengan adanya sirkulasi,
maka akan memberikan lebih banyak kesempatan terhadap molekul sukrosa untuk saling
bertemu, sehingga terjadi penempelan antara molekul satu dengan yang lain.
Proses kristalisasi dilakukan dengan cara menguapkan nira dalam pan masakan yang
memiliki vacuum untuk mencegah kerusakan gula. Nira encer jika diuapkan airnya akan
menjadi pekat dan dalam keadaan ini jarak antara molekul-molekul sukrosa menjadi semakin
dekat.
Proses perubahan sacharosa dari bentuk larutan sampai menjadi bentuk Kristal
melalui tahapan-tahapan daerah antara lain :
1. Larutan encer
Larutan dimana larutan masih dapat melarutkan Kristal sacharosa.
2. Larutan jenuh
Larutan dimana larutan tidak dapat melarutkan Kristal sacharosa lagi.
3. Larutan lewat jenuh
Daerah Metamantap
Daerah dimana molekul sacharosa dalam larutan baru dapat menempelkan diri
pada Kristal yang telah ada, daerah ini juga disebut daerah pembesaran Kristal.
Daerah Pertengahan
Daerah dimana molekul sacharosa dalam larutan telah mampu membentuk inti
Kristal apabila terdapat atau hadir Kristal sacharosa dalam larutan.
Daerah Goyah
Daerah dimana molekul sucrose dalam larutan telah mampu membentuk inti
Kristal dengan serentak tanpa hadirnya Kristal yang lain.
Besarnya HK ( Harga kemurnian ) masing- masing tingkat masakan yang ideal yaitu :
Masakan A : HK > 83
Masakan B : HK 76 – 80
Masakan C : HK 70 – 72
Masakan D : HK 59 - 60
Dalam proses kritalisasi, Stasiun masakan menggunakan 8 pan masakan, yaitu :
Pan I dan II untuk masakan D
Pan III untuk masakan C
Pan IV, V, VI, VII, VIII untuk masakan A
Bahan pemanas yang digunakan adalah uap bekas distasiun gilingan dan suplesi uap
kering dari ketel. Dalam setiap pan dapat vacuum yang bertekanan berfungsi untuk
menstabilkan suhu. Sebelum digunakan pan-pan ditarikkan vacuum dan jika pan sudah terisi
vacuum diantara 60cmhg maka pan siap digunakan.
Langkah – langkah Memasak :
Membuat hampa udara didalam pan masakan.
Menarik larutan (nira, stroop, dsb) Afsluiter.
Membuka uap bekas.
Memasukkan bibitan.
Memasak tua.
Membesarkan Kristal.
Menurunkan masakan.
o Masakan A diturunkan ke koeltrog – 11 , 12, 13, 14
o Masakan C diturunkan ke koletrog – 9 , 10
o Masakan D diturunkan ke koeltrog – 1 , 2 , 3 , 4 , 5 , 6 , 7 , 8
Agar dapat mengambil gula dalam bentuk Kristal sebanyak-banyaknya dengan biaya
yang rendah serta hasil Kristal menurut syarat-syarat yang diminta, maka pengkristalan
dijalankan secara bertingkat,umumnya dikerjakan dalam 3 atau 4 tingkat tergantung HK nira.
Tiap-tiap tingkat pemasakan diberi tanda dengan huruf A,B,C,D, jadi ada Kristal masakan A,
masakan B, masakan C, masakan D. Masakan A adalah pengkristalan yang pertama
dihasilkan Kristal A dan larutan yang disebut setrop A ini yang dipakai bahan utama
membuat masakan B, menghasilkan Kristal B dan setrup. Setrup B ini yang dipakai bahan
utama membuat masakan C, menghasilkan Kristal D dan setrup D. Setrup D adalah setrup
terakhir dan tidak lagi diambil kristalnya dalam pabrik disebut Tetes ( melasse).
1. Masakan A4
Nira kental dari peti tunggu dialirkan menuju pan masakan sampai volume
150 HL, kemudian dimasak sampai kekentalan ± 3 cm lalu ditambah babonan gula C
± 20 HL dan gula dimaskan hingga Kristal merata. Setelah merata ditambahkan nira
kental sampai volume 300 HL. Setelah Kristal dihasilkan agak besar kemudian
masakan A4 dibagi menjadi 2 bagian yaitu A2 – A2
2. Masakan A2
Masakan A2 merupakan hasil masakan dari A4 ditambahkan nira kental sedikit
demi sedikit. Cara ini dilakukan agar tidak timbul Kristal palsu, sebab Kristal palsu
dapat mengganggu proses di stasiun putaran. Kristal palsu dapat dilebur dengan nira
kental atau dapat juga dengan air siraman. Penambahan nira kental / air siraman
tergantung pada volume masakan A2 apabila volume masakan A2 sudah 300 HL, dapat
dilebur dengan air siraman dan jika volumenya kurang dari 300 HL, maka harus
dilebur dengan nira kental A2 siap dibagi menjadi 2 bagian yaitu A1 – A1
3. Masakan A1
Setelah masakan masing-masing 100 HL, lalu ditambahkan nira kental hingga
volume yang diinginkan. Kristal hasil dari masakan ini harus berukuran 0,9 – 1,0 mm,
apabila gula yang di hasilkan Vicos maka dapat ditambahkan surfactant (MJ SUF).
Kristal gula yang telah memenuhi syarat siap di turunkan ke koeltrog untuk di
dinginkan kemudian di pompa menuju ke HGF (High Grade Fugal).
4. Masakan C
Untuk membuat masakan C maka mengambil stroop A sebanyak 120 HL
ditambahkan nira kental sebanyak 30 HL larutkan dibuat jenuh dalam, lalu diberi
bibitan gula D sebanyak 30 HL setelah dimasak maka dilihat apakah masih
mengandung kotoran, jika masih dapat disiram dengan air kemudian dimasak lagi.
Setelah ukuran Kristal 0,5 mm lalu Kristal di tuakan. Setelah Kristal telah memenuhi
syarat maka siap di turunkan ke koeltrog untuk di dinginkan kemudian di pompa
menuju ke LGF (Low Grade Fugal).
5. Masakan D2
Untuk membuat masakan D2 bahan yang diperlukan stroop A dengan volume
150 HL kemudian di masukkan ke dalam pan yang telah terisi vacuum stroop A
dimasak dalam pan dan diberi BIBIT FONDANT. Setelah Kristal sudah merata maka
di tambahkan stroop A lagi hingga volume 200 HL kemudian dimasak hingga Kristal
agak keras. Gula D2 di pecah menjadi 2 yaitu D1 – D1
6. Masakan D1
Masakan D2 dibagi menjadi 2 bagian yaitu D1 – D1 masing-masing dengan volume 100
HL. Kemudian masakan tersebut ditahan hingga kelihatan tua setelah warna gula
sudah tua kemudian ditambahkan klare C dan klare D hingga kristalnya merata dan
volume 200 HL.
VI.3.SPESIFIKASI ALAT DI STASIUN MASAKAN
1. Sulfitasi Nira Kental : alat yang digunakan untuk pemucatan nira kental dengan pH
5,5 – 5,6. Sulfitasi nira kental yang telah diuapkan, mempunyai viscositas 30 – 32 ˚Be
dan kandungan bahan kering dalam nira kental dibuat sekitar 60 – 65 % Brix
dimaksudkan agar larutan mendekati konsentrasi jenuh. Nira mempunyai kemurnia
sekitar 80 – 90 yang akan memiliki kejenuhan pada % Brix 75 pada suhu 60˚C.
dimana nira inilah akan diproses lanjut yaitu kristalisasi, yang seelumnya telah
mengalami pemurnian.
2. Pan Masakan : berfungsi untuk memasak nira kental menjadi Kristal gula.
3. Vacuum Meter : berfungsi untuk mengetahui berapa tekanan dalam pan masakan.
4. Kaca Penglihat : berfungsi untuk melihat volume Kristal gula dalam masakan.
5. Palung Pendingin (Koeltrog) : berfungsi sebagai penurun suhu, dimana di dalam
palung ini terjadi proses kristalisasi lanjut dengan membuat massa bergerak dan
bersirkulasi agar terjadi pencampuran merata dari larutan dan butir-butir Kristal,
untuk itu palung di lengkapi dengan pengaduk berkecepatan rendah.
6. Pompa Masquite : berfungsi untuk memompa dari palung menuju ke stasiun putaran.
BAB VII
STASIUN PUTARAN
VII.1.TUJUAN
Stasiun Putaran bertujuan untuk memisahkan antara Kristal gula dengan larutannya.
Pada dasarnya untuk mendapatkan Kristal yang murni dari campuran ini maka harus
dilakukan pemisahan, pemisahan ini dilakukan dalam suatu alat saringan dengan
menggunakan Dryer Centrifugal sebagai pendorong, karena adanya gaya centrifugal maka
massa yang telah dimasukkan kedalam alat pemutar ini akan terlempar menjauhi titik pusat
perputarannya, karena adanya saringan pada bagian dindingnya maka Kristal akan tertahan
sedangkan larutannya akan menembus lubang- lubang saringan, dengan demikian akan
terpisahkan antara Kristal dengan larutannya.
VII.2.PROSES STASIUN PUTARAN
Di PG. Djombang Baru terdapat 2 stasiun putaran, yaitu :
Stasiun HGF(High Grade Fugal) : untuk memutar masakan A.
Stasiun LGF (Low Grade Fugal) : untuk memutar masakan C dan D.
VII.3.1.Stasiun HGF (High Grade Fugal)
Pada putaran HGF ini fungsinya memisahkan gula SHS, klare SHS, stroop A. Dalam
stasiun ini terdapat 5 buah putaran dengan kecepatan 1000 rpm.
Masakan A dari stasiun masakan dipompa menuju HGF untuk diputar. Pada putaran I
dan II digunakan untuk memutar hasil masakan A yang akan menghasilkan gula A dan stroop
A. Lalu stroop A ditampung ditempat penampungan yang kemudian dipompa menuju stasiun
masakan dan digunakan sebagai bahan masakan gula C, D1 dan D2 dalam putaran ini
ditambahkan air dengan suhu ± 30˚C untuk memudahkan proses pemisahan antara gula SHS,
stroop A, dan klare A.
Gula SHS dipompa menuju penampungan atas untuk diputar pada putaran IV dan V.
Pumutaran ini berfungsi untuk memisahkan antara gula produk dan klare SHS. Dalam
putaran ini ditambahkan dengan air bersuhu ± 30˚C dan steam dengan suhu 40˚ - 45˚C,
berfungsi untuk mengeringkan gula yang terdapat pada putaran IV dan V.
Klare SHS yang dihasilkan dari putaran IV dan V ditampung di penampungan
bawah / penampungan klare kemudian dipompa menuju stasiun masakan untuk digunakan
sebagai bahan masakan gula A.
Gula SHS yang dihasilkan dikeluarkan ke talang getar dan menuju ke stasiun
penyelesaian.
Cara menjalankan HGF secara manual:
1. Sakelar distel pada posisi manual, kemudian tombol reset ditekan, alat siap
dioperasikan.
2. Tombol run ditekan dan basket mulai berputar secara perlahan, kemudian ditekan
lagi tombol load yang akan menyebabkan RPM bertambah hingga mencapai
RPM 275 kemudian menurun menjadi 225 sehingga pintu pengisian terbuka
dengan ketebalan tertentu yang dapat diatur.
3. RPM basket bertambah kembali, bersama dengan itu pintu pengisian ditutup,
setelah berputar 20 detik dilakukan pencucian selama 5 detik agar sirup lebih
mudah lepas dari kristalnya.
4. Untuk putaran SHS, setelah pencucian dilakukan penyetuman selama 50 detik
yang dimaksudkan untuk pengeringan.
5. Perputaran berlanjut sampai RPM 1000, 60 detik kemudian berputar menurun dan
secara otomatis pengereman dilakukan sampai berhenti. Kemudian sungkup
bawah membuka bersamaan dengan perputaran secara lambat.
6. Skaper bergerak kebawah melepas gula yang menempel pada dinding screen,
dengan arah putar balik.
7. Setelah gula dalam basket habis, alat akan kembali pada kedudukan semula dan
siap untuk dioperasikan kembali.
VII.3.2.Stasiun LGF (Low Grade Fugal)
Pada putaran LGF ini fungsinya untuk memisahkan masakan C antara gula C dan
klare C juga memisahkan masakan D antara gula D1 dengan tetes dan bibitan gula D2 dengan
klare. Dalam stasiun ini terdapat 7 buah putaran, antara lain
Putaran I – III yaitu digunakan untuk memutar hasil masakan D1
Putaran IV – V yaitu digunakan untuk memutar hasil masakan C
Putaran VI – VII yaitu digunakan untuk memutar hasil masakan D2
Proses pemutaran masakan C
Hasil masakan C yang telah didinginkan di koeltrog 9 – 10 dipompa menuju LGF dan
di putar pada putaran VI – V, tetapi yang digunakan hanyalah putaran V sedangkan putaran
IV hanyalah sebagai cadangan. Masakan C diputar dalam waktu ± 2 jam per koeltrog. Hasil
dari putaran masakan C adalah gula C, serta stroop C yang dihasilkan dipompa menuju
stasiun masakan dan digunakan untuk pembibitan pada pembuatan gula A. Sedangkan klare
C dipompa menuju ke tempat penampungan di stasiun masakan.
Proses pemutaran masakan D1
Hasil masakan D1 didinginkan di koeltrog 1 – 8, hasil masakan ini dipompa menuju
ke LGF untuk diputar pada putaran 1 – III, masakan D1 juga diputar selama ± 2 jam per
koeltrog, dan menghasilkan gula D1 dan tetes hasilnya dibawa ke tempat penampungan tetes.
Sedangkan gula D1 diputar lagi diputaran VI – VII yang menghasilkan bibitan D2 dan
klare D2 kemudian dipompa menuju ke stasiun masakan untuk dibuat masakan A.
Pemberian air dan uap pada putaran:
Pemberian air dan uap ini bertujuan untuk membantu proses pemisahan Kristal
dengan larutan induknya, sehingga gula lebih bersih dan putih , untuk pemberian uap da n air
selengkapnya yaitu:
Putaran A diberi air panas
Putaran SHS diberi air panas dan uap
Putaran A diberi air panas
Putaran D1 diberi air dingin
Putaran D2 diberi air panas
Mixer diberi klare SHS
VII.3.HASIL STASIUN PUTARAN
HGF
Gula SHS
Klare SHS
Stroop A
LGF
Gula C
Stroop C
Gula D1
Tetes
Gula D2
Stroop D2
VII.4.SPESIFIKASI ALAT DI STASIUN PUTARAN
Mesin di stasiun HGF, antara lain :
1. Centrifugal machine for high grade I, II, III
Alat yang digunakan untuk memisahkan gula A dan sirup A.
2. Mixer
Pengaduk setelah pemisahan gula A dan sirup A.
3. Centrifugal machine for high grade IV, V
Alat untuk memisahkan gula SHS dan klare SHS.
4. Magma pump mixer gula A.
Untuk memompa sirup A yang telah dipisahkan dengan gula A menuju
pemasakan.
5. Tank stroop for high grade
Alat untuk menampung sementara sirup A yang telah dipisahkan dengan gula A.
6. Talang getar A/B
Alat untuk membawa dan meratakan gula.
7. Talang getar D
Alat untuk mengeringkan gula.
Mesin di stasiun LGF, antara lain :
1. Centrifugal machine for low grade I, II, III
Alat yang digunakan untuk memisahkan antara gula D dan tetes.
2. Centrifugal machine for high grade VI, VII
Alat yang digunakan untuk memisahkan antara gula D2 dan stroop D2
3. Centrifugal machine for high grade V
Alat yang digunakan untuk memisahkan antara gula C dan stroop C.
BAB VIII
STASIUN PENYELESAIAN
VIII.1.TUJUAN
Stasiun Penyelesaian merupakan perlakuan lanjut terhadap gula produk keluar dari
stasiun pemutaran. Denagn tujuan untuk menghasilkan gula yang kering., kristal gula yang
rata serta warna kristal gula yang putih sebelum dimasukkan kedalam gula penyimpanan.
VIII.2.PROSES STASIUN PENYELESAIAN
Gula yang berasal dari stasiun putaran memiliki kelembaban yang cukup tinggi
sehingga perlu dikeringkan. Gula dari puteran SHS ini turun ke Grass Hopper( talang
goyang ) menuju Bucket Elevator I. Pada Bucket Elevator I terjadi pemutaran agak cepat
dengan tujuan agar tidak terjadi penggumpalan Kristal gula. Dari bucket elevator I, gula
masih agak basah masuk ke Sugar Dryer and Cooler.
Pertama-tama gula akan melewati Sugar Dryer untuk pengeringan lebih lanjut
sehingga kelembaban dapat turun, disini dilakukan pengeringan dalam ruang tertutup dengan
dihembuskan udara kering bersuhu 100˚C, lalu gula akan melewati Sugar Cooler yang mana
dilakukan pendinginan dengan jalan dihembuskan udara pendingin dari cooling fan,
hembusan udara kering dengan tekanan 4kg/cm2 dari forced draf fan. dimana suhu masuk
gula 55˚C dan diharapkan suhu gula produk kurang dari 40˚C, karena jika lebih dari 40˚C
maka dalam pengepakan gula, gula panas akan berubah warna menjadi merah kecoklat-
coklatan.
Pada alat sugar dryer and cooler ini juga dilengkapi dengan penghisap debu (blower)
yang bertugas untuk menghisap debu gula yang ditimbulkan pada saat proses pengeringan
dan pendinginan. Kristal yang keluar dari sugar dryer and cooler akan dibawa ke saringan
gula, untuk dipisahkan antara gula halus, kasar dan gula produknya.
Bagian dari sugar Dryer :
- Drying Fan Terdapat pada sap bagian dan digunakan sebagai tempat
penambahan udara panas dengan suhu 80 – 100 ˚C.
- Cooling Fan Di dalam cooling fan didinginkan dengan udara dingin yang
berasal dari compressor dengan tekanan 1 – 2 kg/cm2 dan di tamping pada
collector sweet pump.
- Suction Fan Di dalam suction fan gula di hisap dengan tekanan 1 cmHg, gula
yang telah masuk ke collector circulation pump untuk di semprot dengan air
yang mempunyai suhu ± 40˚C, tujuan dari penyemprotan adalah untuk
melarutkan gula dan air, sisa uap yang dihasilkan dibuang melalui cerobong
asap, airnya dialirkan menuju tempat pembuangan limbah untuk diolah.
Gula produk yang dihasilkan dari sugar dryer kemudian dialirkan menuju Bucket
Elevator II yang mempunyai jumlah ± 74 timba dan mempunyai prinsip kerja seperti Bucket
Elevator I, kemudian Kristal gula menuju vibrating screen yang dilengkapi dengan saringan
untuk memisahkan antara gula kasar, gula standart dan gula halus. Gula kasar dan gula halus
yang dihasilkan dari pemisahan vibrating screen kemudian dimasukkan ke remelt tank mixer.
Disana gula kasar dan gula halus dilarutkan dengan air dan menjadi larutan gula yang
kemudian di alirkan menuju remelt tank pump untuk di pompa menuju ke stasiun masakan.
Gula standart yang dihasilkan dialirkan menujur lekt conveyor yaitu alat yang terbuat
dari karet yang digunakan sebagai jalan gula menuju magnet separator. Disana logam-logam
yang mungkin ada di dalam Kristal gula akan terpisah. Dari magnet separator, Kristal gula
ditimbang dan masuk ke sugar bin yang merupakan tempat menampung Kristal gula ( produk
) sebelum dikarungi kedalam sak gula. Berat gula dalam karung adalah 50kg, dalam sugar bin
dilengkapi dengan backing scale pada saluran output. Backing scale adalah suatu alat bantu
timbang sekaligus sebagai alat pengeluaran gula sehingga akan lebih mudah untuk dikemas
dalam tepat 50kg (netto).
Gula yang telah dikemas dalam sak lalu ditimbang lagi dengan timbangan berkel
untuk pengecekan berat gula dalam karung, bila lebih maka akan dikurangi, sebaliknya bila
kurang akan ditambahi. Setelah itu karung diangkut menuju stamvlor dengan tujuan untuk
penampungan sementara dan pengecekab untuk dicatat dilaporan harian.
VIII.3. SPESIFIKASI ALAT DI STASIUN PENYELESAIAN
1. Talang Getar (Gress Hopper)
Untuk mengangkat Kristal gula ke stasiun penyelesaian.
2. Bucket Elevator I
Untuk mengangkat Kristal gula dari bawah ke atas dengan bantuan ± 24 timba
yang di gerakkan oleh motor penggerak.
3. Drying Fan
Untuk penambahan udara panas.
4. Cooling Fan
Untuk proses pendinginan Kristal gula.
5. Suction Fan
Untuk menghisap uap yang tidak diperlukan di dalam Kristal gula.
6. Vibrating screen
Untuk memisahkan antara gula kasar, gula standart dan gula halus.
7. Belt Conveyor
Untuk jalannya gula menuju Magnet Seperator.
8. Magnet Seperator
Untuk memisahkan antara logam-logam yang tidak diperlukan dengan gula
produk.
9. Sugar Home
Untuk mengemas gula ke dalam karung.
10. Timbangan
Untuk menimbang berat gula yang akan dikemas.
BAB IX
LABORATORIUM
IX.1.PENDAHULUAN
Tebu adalah tanaman jenis rumput-rumputan yang di dalam batangnya banyak
mengandung gula; berdiameter 2 – 4 meter. Secara utuh, tebu terdiri dari daun, pucuk, batang
bongkotan dan akar. Di pabrik gula; daun, pucuk, dan akar disebut kotoran tebu, sedangkan
bongkotan yang masih tertanam di tanah dimanfaatkan lagi untuk diambil sebagai bahan baku
(bibit) tebu keprasan. Batang tebu adalah tebu yang bebas dari daun/ klaras, pucukan ( 40cm
keatas dari titik tumbuh), bongkotan ( 20cm keatas dari akar paling bawah )dan akar.
Didalam batang tebu inilah terkandung paling banyak gula tebu, khususnya sukrosa
( C11H22O11). Batang tebu disebut juga tebu layak giling.
Pada umumnya, komposisi tebu terdiri dari nira tebu( 73 – 83 % tebu ) dan sabut tebu
( 12 – 20 % tebu ). Di dalam nira tebu terdiri dari brix atau zat padat terlarut ( 10 – 15 %
tebu ) dan air tebu (65 – 75 % tebu ). Di dalam brix tebu terdiri dari gula tebu atau sukrosa
( 9 – 11 % tebu ) dan gula ( 1 – 7 % tebu ).
Jika tebu segar dan tepat masak diperah dengan gilingan contoh dengan faktor perah
sekitar 60 %, dihasilkan nira perahan pertama atau NPP (sekitar 60% tebu) dan ampas
gilingan pertama atau APP (sekitar 40%). Di dalam NPP terkandung brik NPP (16,0 – 24,0 %
) dan air NPP (76 – 84 % NPP). Di dalam brix NPP terkandung sukrosa (15,2 – 22,8 % NPP)
dan bukan gula (1,0 – 1,2 %) untuk lebih jelasnya dapat dilihat grafik pada Gambar 2.
Tebu (100 %)
Nira (73 – 83) Sabut (12 – 20)
Brix (10 – 15 ) Air (65 – 75)
Gula Pol (9 – 14) Bukan Gula (1 – 7)
Gambar 1. Komposisi Tebu
Tebu (100) NPP (100)
NPP (sekitar 60) APP (sekitar 40) Brix NPP (16 – 24) Air (76 –
84)
(a)
Sukrosa (15,2 – 22,8) Bukan Gula (1 – 1,2)
(b)
Gambar 2. (a) Komposisi tebu ditinjau dari NPP , dan (b) Komposisi NPP
Pada saat ini banyak digunakan alat praparasi tebu (Shredder atau Unigrator) agar
tebu yang diumpankan ke unit gilingan pertama mudah dicerna, dan diharapkan seluruh gula
yang dikandung tebu dapat diperah. Indeks penyediaan tebu cacah (Preparation Index, PI atau
Pol Open Cell, POC) merupakan suatu besaran yang biasa digunakan untuk menilai
keberhasilan alat praparasi pabrik gula. Nilai PI atau POC berkisar antara 75 – 95. Semakin
tinggi nilai PI atau POC menunjukkan semakin baik alat preparasi yang digunakan. Analisa
kualitas merupakan suatu kebutuhan untuk mengetahui mutu suatu bahan.
Analisis kualitas nira yang dilakukan di Unit Penggilingan meliputi :
1. Analisis kualitas tebu cacah yang berkaitan dengan alat preparasi yang
digunakan, yaitu untuk mengetahui Preparation Index (PI) atau Pol Open
Cell (POC).
2. Analisis kualitas ampas gilingan akhir untuk mengetahui pol dan bahan
kering ampas gilingan akhir.
3. Analisis kualitas nira – nira gilingan untuk mengetahui pol dan brix nira –
nira gilingan.
Proses pemurnian dilakukan di Unit Pemurnian dalam Stasiun Pengolahan. Unit
pemurnian nira bertugas membuang bukan gula dalam nira mentah sehingga kemurnian (HK
pol) nira jernih yang dihasilkan lebih tinggi daripada nira mentahannya, kadar gula reduksi
tidak meningkat, kadar CaO total, kekeruhan dan warna nira jernih rendah. Tiga faktor
penting dari kondisi operasional proses yang mempengaruhi hasil pemurnian nira, yaitu pH,
suhu dan waktu. Nilai keasaman nira (pH) pada umumnya merupakan efek dari hasil reaksi
bercampurannya beberapa bahan secara kimiawi. Suhu pemurnian selama proses liming
berlangsung mempengaruhi kualitas nira jernih. Pada kondisi suhu yang semakin tinggi (10 -
110˚C) dan pH yang semakin rendah (7,2 – 4,4). Sedangkan kerusakan gula reduksi
meningkat pada kondisi pH tinggi (8 – 11) dan suhu tinggi (60 - 110˚C). oleh karena itu
kondisi operasional proses pemurnian nira perlu dicari optimalnya untuk mendapatkan
kualitas nira jernih yang baik.
Analisis kualitas nira yang dilakukan di Unit Pemurnian meliputi :
1. Analisis brix
2. Pol
3. Fosfat
4. CaO
5. Warna
6. Turbiditas.
Pada keadaan khusus diperlukan analisis sukrosa, gula reduksi dan TSAI.
Proses penguapan dilakukan di Unit Penguapan dalam Stasiun Pengolahan. Unit
penguapan bertugas mengentalkan nira encer yang mula – mula brix 12 % dipekatkan
menjadi brix 65 %. Dalam proses penguapan dijaga sedemikian rupa agar tidak terjadi
kerusakan gula yang ada menjadi warna (rasio sukrosa / gula reduksi semakin rendah),
banyak gula yang ikut menempel pada dinding bejana penguapan (rasio CaO nira kental / nira
encer lebih rendah dari normal) namun demikian daya penguapan dalam batas normal (sekitar
25 kg/cm2 LP/jam).
Analisis kualitas nira yang dilakukan di Unit Penguapan meliputi :
1. Analisis brix
2. Pol
3. Sukrosa
4. Gula reduksi
5. CaO
6. Warna
Proses memasak, mengkristalkan dan memisahkan Kristal dengan stroop-nya
dilakukan di Unit Masakan dan Putaran dalam Stasiun Pengolahan. Tugas di Unit Masakan
dan Putaran ini dilakukan semaksimal mungkin sehingga stroop terakhir (tetes) tidak ada
yang dapat lagi dikristalkan.
Analisis kualitas nira yang dilakukan di Unit Masakan dan Putaran ini meliputi :
1. Analisis brix
2. Pol
Tujuan dari menengahkan analisis kualitas nira dari bahan alur proses di pabrik gula
ini, khususnya bagi Pemula, dalah untuk menambah wawasan bagaimana menentukan
kualitas nira dan bahan alur proses di Stasiun Gilingan dan Pengolahan. Sebaliknya bagi yang
sudah berkompeten dalam masalah ini, anggaplah sebagai refresing untuk mengingat kembali
bahwa analisis kualitas nira dan bahan alur proses cukup penting khususnya untuk
pengawasan mutu dalam proses pabrikasi.
Pada proses pengolahan gula di Pabrik Djobang Baru terdapat Laboratorium, yang
digunakan untuk melakukan analisa dan hasil dari analisa itu digunakan untuk pengawasan
proses di pabrikasi serta penilaian hasil kerja dari stasiun-stasiun lainnya.
Tujuan dari diadakannya analisa ini adalah :
1. Untuk mengetahui seberapa besar gula yang dihasilkan dari bahan baku yang
masuk, sehingga kehilangan gula dapat ditekan.
2. Untuk mengetahui apakah proses yang dilakukan sudah memenuhi ketentuan
sehingga apabila terjadi penyimpangan dapat segera diketahui dan diatasi.
3. Menjaga agar kualitas produk sesuai yang diharapkan, sehingga dari analisa
tersebut akan diketahui juga efektifitas alat yang dioperasikan.
IX.2.ANALISA UMUM
1. Brix
Adalah Zat padat kering terlarut dalam suatu larutan ( gram per 100 gram larutan)
yang dihitung sebagai sukrosa. Alat yang digunakan untuk mengukur brix ialah
piknometer, hidrometer, dan refaktometer.
2. Pol
Adalah Jumlah gula (gram) yang terlarut dalam 100 gram larutan yang mempunyai
kesamaan putaran optic dengan sukrosa murni terlarut dalam air. Alat yang digunakan
untuk mengukur pol suatu larutan dula ialah polarimeter atau sakarimeter.
3. HK
Harga kekentalan dihitungan dari %pol dan brik
4. Analisa Shrap
Analisa yang tidak menggunakan proses pengenceran.
5. Analisa Masquite
Analisa yang menggunakan proses pengenceran.
6. Sukrosa
Adalah Gula Kristal yang manis rasanya, dibuat dari tebu atau beet, mempunyai
rumus kimia C12H22O11 , mempunyai sifat aktif optik ( memutar bidang polarisasi ).
Dengan adanya sifat ini maka kadar gula ( sukrosa/ zat aktif optik lainnya ) dalam suatu
larutan gula dapat ditentukan kadarnya dengan cara polarisasi.
7. Gula reduksi
Adalah Gula yang mempunyai gugus aldehida atau keton bebas yang dalam suasana
basa dapat mereduksi logam-logam, sedangkan gula itu sendiri teroksidasi menjadi
asam-asam (asam aldonat , asam ketonat , atau asam uronat ).
8. Totas Sugar as Invert (TSAI)
Adalah Jumlah semua gula yang ada didalam suatu larutan yang dihitung sebagai gula
reduksi setelah larutan tersebut diinversi dengan asam.
9. Pengukuran Warna Nira
Ada 2 cara untuk mengukur warna nira, cara Bottler’s dan cara ICUMSA. Cara
Bottler’s warna diukur pada 2 panjang gelombang tanpa menyaring nira yang akan dikur
warnanya, yaitu pada panjang gelombang 420 nm dan 720 nm. Namun di PG. Djombang
Baru ini menggunakan cara ICUMSA, karena cara Bottler’s untuk skala rutin pada
industry minuman atau makanan. Pada cara ICUMSA warna diukur pada panjang
gelombang 420 nm, yaitu setelah disaring terlebih dahulu dengan kiezelguhr (larutan
penjernih) dan telah dinetralkan pada pH 7 dengan asam atau basa. Warna ICUMSA
adalah nilai indeks absorbans dikalikan dengan 1000.
10. Pengukuran Turbiditas (kekeruhan)
Hasil pemurnian nira ataupun penjernihan dalam analisis pol nira seharusnya jernih.
Jika tidak terjadi demikian (keruh), khususnya dalam pemurnian nira dampak tak
langsung adalah gula Kristal putih yang dihasilkan bernampak mangkak dan “dop” (tidak
bercahaya), sedangkan untuk penjernihan memberikan dampak langsung tidak dapat
dibaca dengan polarimeter.
11. Kadar Phospat
Phospat dalam pemurnian nira diperlukan untuk membantu pembentukan endapan
yang lunak dan kompak sebagai Ca3(PO4)2. Untuk keperluan pengendapan tersebut
dibutuhkan kadar phospat dalam nira mentah sekitar 250 – 350 mg P2O5/liter nira mentah
(=ppm). Untuk mengetahui kecukupan phospat dalam nira mentah, maka nira mentah
perlu diukur kadar phospatnya. Jika kurang dari 250 ppm, perlu ditambahkan phospat
dari luar.
12. Kadar Kapur
Analisa kadar kapur dalam contoh nira dan bahan alur proses pabrikasi digunakan cara kompleksometris.
13. Kualitas Ampas Gilingan Akhir (AGA)
Ampas gilingan akhir (AGA) adalah bahan padatan berupa serabut hasil pemerahan
cacahan tebu di unit gilingan yang keluar dari unit gilingan terakhir suatu pabrik gula.
IX.3.LANGKAH KERJA ANALISA
Analisa Shrap
Bahan :
- NPP - Gil 5 - Nira Encer
- Gil 2 - Nira Mentah 1 - Form A
- Gil 3 - Nira Mentah 2 - Form B
- Gil 4 - Nira Tapis
Peralatan :
- Tabung Mohl - Kertas Saring
- Brix Weger - Timbangan Sucromat
- Labu Ukur - Tabung Pol buis
- Corong
Prosedur :
1. Ambil sampel pada masing-masing sampel nira yang akan di analisa.
2. Masukkan sampel ke dalam tabung mohl.
3. Masukkan brix wager ke dalam tabung mohl, untuk membaca brix dan suhu
4. Ambil 100 ml, kemudian masukkan ke dalam labu ukur, lalu tambahkan 5 ml form A
dan form B. Kocok hingga homogen.
5. Kemudian saring dikertas saring (ulangi penyaringan ± 2 kali sampai terlihat jernih)
6. Masukkan sampel ke dalam tabung Pol buis, dan lihat hasil putarannya di timbangan
Sucromat.
7. Hitung brix , % pol dan HK
Perhitungan :
Brix terbaca = 1350
Suhu = 305
Suhu terkoreksi = 020 ( lihat tabel)
Brix terkoreksi = Brix terbaca + Suhu terkoreksi
= 1350 + 020
= 1380
Putaran = 344
% Pol = 924 + 11 (lihat tabel brix terbaca + putaran )
= 935
HK = % PolBrix terkoreksi
x 100 %
= 995 %1380
x 100 %
= 677 %
Analisa Masquite
Bahan :
- Analisa stroop A (150 gr) - Analisa Masakan D (150 gr)
- Analisa stroop C (150 gr) - Analisa Nira Kental (500 gr)
- Analisa stroop D (150 gr) - Form A
- Analisa tetes (150 gr) - Form B
- Analisa Masakan A (300 gr) - Air
- Analisa Masakan C (150 gr)
Peralatan :
- Tabung Mohl - Kertas Saring
- Brix Weger - Timbangan Sucromat
- Labu Ukur - Tabung Pol buis
- Corong - Pengaduk
- Gelas Ukur - Askan
Prosedur :
Analisa Stroop A
1. Ambil sampel stroop A, lalu timbang sebanyak 150 gr dan encerkan dengan air hingga
volume menjadi 1500 gr. Aduk sampai rata.
2. Masukkan ke dalam tabung mohl
3. Masukkan brix wager ke dalam tabung mohl, untuk membaca brix dan suhu
4. Ambil 100 ml, kemudian masukkan ke dalam labu ukur, lalu tambahkan 5 ml form A
dan form B. Kocok hingga homogen.
5. Kemudian saring dikertas saring (ulangi penyaringan ± 2 kali sampai terlihat jernih)
6. Masukkan sampel ke dalam tabung Pol buis, dan lihat hasil putarannya di timbangan
Sucromat.
7. Hitung brix , % pol dan HK
Perhitungan:
Brix terbaca = 840
Suhu = 315
Suhu terkoreksi = 0272 ( lihat tabel)
Brix terkoreksi = Brix terbaca + Suhu terkoreksi
= 84 + 272
= 356
Putaran = 187
% Pol = 499 + 019 (lihat tabel brix terbaca + putaran )
= 518
HK = % PolBrix terkoreksi
x 100 %
= 518 %356
x 100 %
= 145 %
Perhitungan distroop C, stroop D, tetes, masakan A, masakan C, masakan D, nira kental
semuanya sama.
Pengukuran Turbidity
Bahan :
- Sampel NE
- Aquades
Peralatan :
- Cuvet dan Spektrumlab
Prosedur :
1. Masukkan sampel NE tersebut ke dalam cuvet.
2. Mengamati absorben pada spektrumlab dengan panjang gelombang 900
Perhitungan :
Absorbensi sampel NPP = 0,269
Standart turbidity = 50
Standart aquades = 0,075
Rumus : V 1V 2
= C 1C 2
C2 = V 1 xC 1
V 2
= 50 x 0 , 269
0,075
= 179 ppm
Analisa Gula Reduksi pada Nira Mentah 2 (NM2)
Bahan :
- Larutan EDTA 4% - Sampel NM2
- Indikator Methylen Biru - Aquades
- Larutan Standard Fehling A dan B
Peralatan :
- Labu takar 250 ml - Hot plane
- Pipet Gondok - Erlenmeyer 300 ml mulut lebar
- Pipet skala 10 ml - Beaker glass
- Seperangkat buret lane dan Eynon
Prosedur :
1. Menimbang sampel nira (NM2) sebanyak 12 gram
2. Memasukkan ke dalam labu takar 100 ml
3. Menambahkan HCl 1:1 sebanyak 10 ml
4. Menambahkan aquades sampai garis tanda
5. Mengocok campuran hingga homogen selanjutnya larutan campuran ini disebut dengan
larutan A
6. Menyiapkan masing-masing 5 ml Fehling A dan 5 ml Fehling B lalu ditempatkan
dalam erlenmeyer 300 ml mulut lebar. Selanjutnya larutan ini disebut larutan B
7. Mengisi buret lane dan eynon dengan 50 ml larutan A, selanjutnya mengurangi 15 ml
larutan dalam buret untuk ditambahkan dalam larutan B pada erlenmeyer 300 ml mulut
lebar
8. Mengamati warnnya hingga merah bata sambil digoyang-goyang dan suhu
dikondisikan sebesar 1500C, lalu menambah 2 tetes indikator metilen biru.
9. Selanjutnya menitrasi dengan larutan A hingga warnanya merah bata dan mengamati
garis tanda titran pada buret.
Perhitungan :
Volume titrasi = 26,7 ml
Faktor Fehling = 1,03932
% pol = 10,26
Berat nira sampel = 12 gram
Volume titrasi sebenarnya = Volume titrasi x Faktor fehling
= 26,7 x 1,03932
= 27,7
Volume titrasi sebenarnya 27,7 menunjukkan bahwa titrasi tersebut berada pada rentang
27 dan 28
% Pol dalam titrasi = % pol xberat nira sampel
100 %
= 10,26 x12
100
= 1,23
Hasil interpolasi
Vol titrasi 1 1,23 2
27 186,7 183,7
27,7 Y X Z
28 180,2 177,5
Y = 186,7 + 27,7−2728−27
x (180,2– 186,7)
= 186,7 + (0,7 x (-6,5))
= 186,7 + (-4,55)
= 182,15
Z = 183,7 + 27,7−2728−27
x (177,5 – 183,7)
= 183,7 + (0,7 x (-6,2))
= 183,7 + (-4,34)
= 179,36
X = 182,15 + 1,23−2
1−2 x (179,36 – 182,15)
= 182,15 + (0,77 x (-2,79))
= 182,15 + (-2,15)
= 180
Gula Reduksi = Hasil Interpolasi
Berat nira sampel x 1000 x 100%
= 180
12 x 1000 x 100%
= 1,5 %
Hasil Pengamatan :
Warna setelah titrasi = merah bata
Analisa Sakarosa pada Nira Perahan Pertama (NPP)
Bahan:
- Sampel NPP (Filtrat NPP) - Form A dan B
- HCl 1:1 15 ml - Aquades
- Keisselguhr
Peralatan :
- Labu takar - Erlenmeyer
- Kertas saring - Pol buis selubung air
Pembuatan Sampel NPP (Filtrat NPP)
1. Mengambil 100 ml NPP
2. Menambah dengan 5 ml Form A dan 5 ml Form B
3. Menyaring dengan kertas saring sehingga diperoleh warna filtrat yang jernih
Prosedur Analisis Sakarosa:
1. Mengambil Filtrat NPP sebanyak 25 ml dan memasukkan dalam labu takar 50 ml.
2. Menambah HCl 1:1 sebanyak 15 ml lalu mengocok hingga homogen.
3. Mendiamkan campuran selama 2 jam.
4. Menambahkan kiesselguhr lalu menambah aquades hingga tanda batas.
5. Mengamati putaran dengan pol buis selubung air
Perhitungan :
Diketahui : Brix terkoreksi = 16,08 Densitas = 1,06162
Putaran Invert = -7,12oZ
Suhu = 27,5oC (T)
% Pol = 11,98
Ketetapan = 0,286
Rumus S = % pol−( I )C−(0,5 x T ) x 100%
Cara Mencari I = (2x putaran ) x0,286
dentitas
= (2x−7,12 ) x 0,286
1,06162
= −4,072641,06162
= -3,8
Cara Mencari C = Dengan tabel antara -7,12 dengan suhu 27,5oC
Hasil interpolasi
Vol titrasi 26˚C 27,5˚C 28˚C
-7 144,84 144,90
-7,12 Y X Z
-8 144,90 144,95
Y = 144,90 + −7,12−(−7)−8−(−7)
(144,84 – 144,90)
= 144,90 + (0,12 x (-0,06))
= 144,90 +(-0,0072)
= 144,89
Z = 144,95 + −7,12−(−7)−8−(−7) (144,90 – 144,95)
= 144,95 + (0,12 x (-0,05))
= 144,95 + (-0,006)
= 144,94
X = 144,94 + −27,5−28
26−28 (144,89 – 144,94)
= 144,94 + (0,25 x (-0,05))
= 144,90 +(-0,0125)
= 144,93
Jadi, C = 144,93
S = % pol−( I )C−(0,5 x T )
x 100%
= 11,98−(−3,8)
144,93−¿¿ x 10%
= 15,78
131,18 x 100%
` = 12,03%
Hasil Pengamatan :
Warna Filtrat NPP = Kuning
Filtrat NPP + HCl = Kuning muda
Filtrat NPP + HCl + kiesselhgur = Kuning muda
Analisa Phospat Pada Nira Pemerah Pertama (NPP)
Bahan:
- Aquades
- Sampel NPP
- Reagent 1 dan Reagent 2
Peralatan :
- Labu takar
- Komparator
- Kertas saring whatman
Prosedur :
1. Mengambil 1 ml nira sampel (NPP) dan mengencerkan dengan 50 ml aquades
2. Mengambil 10 ml nira yang telah diencerkan dan memasukkan ke dalam komparator
dan saring dengan kertas saring whatman.
3. Menetesi reagent phospat 1 dan phospat 2 ke dalam komparator sebanyak 10 tetes
4. Mengocok dan mendiamkan selama 10 menit
5. Mengamati hasil dan menyamakan warna dengan alat komparator
Perhitungan :
Kadar Phospat = skala perubahan warna pada komparator x volume pengenceran
= 5 x 50 = 250
Hasil Pengamatan :
Warna sampel nira (NPP) setelah diencerkan : cokelat tua
Warna campuran setelah didiamkan selam 10 menit : Hijau kebiruan
Analisa Phospat Pada Nira Mentah 2 (NM2)
Bahan:
- Aquades
- Sampel NM2
- Reagent 1 dan Reagent 2
Peralatan :
- Labu takar
- Komparator
- Kertas saring whatman
Prosedur :
1. Mengambil 1 ml nira sampel (NM2) dan mengencerkan dengan 50 ml aquades
2. Mengambil 10 ml nira yang telah diencerkan dan memasukkan ke dalam komparator
dan saring dengan kertas saring whatman.
3. Menetesi reagent phospat 1 dan phospat 2 ke dalam komparator sebanyak 10 tetes
4. Mengocok dan mendiamkan selama 10 menit
5. Mengamati hasil dan menyamakan warna dengan alat komparator
Perhitungan :
Kadar Phospat = skala perubahan warna pada komparator x volume pengenceran
= 5,8 x 50 = 290
Hasil Pengamatan :
Warna sampel nira (NPP) setelah diencerkan : cokelat tua
Warna campuran setelah didiamkan selam 10 menit : Hijau kebiruan
Analisa Kadar Kapur pada Nira Encer
Bahan :
- Sampel nira (nira encer) - EDTA 0,1 N
- Aquades - Indikator EBT
- KCN 10% - Buffer amoniak
Peralatan :
- Cawan porselen - Buret
- Pipet Gondok - Gelas ukur
- Batang Pengaduk
Prosedur :
1. Mengambil sampel nira encer sebanyak 5 ml lalu meletakkan ke dalam cawan porselen
2. Menambahkan aquades sebanyak 45 ml
3. Menambahkan buffer amoniak sebanyak 2 ml
4. Menambahkan 2 ml KCN 10%
5. Menambahkan indikator EBT sebanyak 3 tetes
6. Menambahkan EDTA 0,1 N ke dalam buret (sebagai titran)
7. Titrasi berhenti jika sudah terjadi perubahan warna menjadi hijau.
Perhitungan :
Rumus = 1000 ml
sampel nira mentah x normalitas EDTA x angka hasil titrasi
= 1000 ml
5 ml x 1 x 4,5
= 900 ppm
Hasil Pengamatan :
Warna sampel nira dan air = kuning muda
Warna campuran = cokelat muda
Warna campuran setelah titrasi = hijau
Analisa Icumsa pada GKP
Bahan :
- Sampel GKP - Aquades
- Kiesselghur - NaOH 0,05 N
- HCl 0,05 N
Peralatan :
- Hand Brix - Kertas saring whatman
- Spektrumlab - Corong kaca
Prosedur :
1. Mengambil sampel (GKP) sebanyak 50 gram dan menambah dengan aquades 50 ml
2. Melihat brix, sebelumnya diencerkan 5 ml sampel dan 5 ml aquades.
3. Melihat densitas (melihat tabel)
4. Menambah kiesslghur sebanyak 2 gram
5. Menyaring dengan kertas whatman
6. Mengamati absorben pada spektrumlab dengan panjang gelombang 420
Perhitungan :
Brix = 23 x 2 = 46
BJ = 1,20455 dilihat pada tabel dengan melihat nilai brix (46)
Absorben Nira sampel dilihat setelah diamati dengan Spektrumlab = 0,166
IU = Absorbansi nira x100000
tebal kuvet xbrik x BJ
= 0,166 x1000001 x 46 x1,20455
= 16600
55,4093
= 299,5887 iu
Hasil Pengamatan :
Warna sampel (GKP) + air sampel = cokelat muda
Hasil saringan = larutan cokelat muda
Analisa Icumsa pada NPP
Bahan :
- Nira sampel berupa NPP - HCl 0,05 N
- Aquades - Kiesselghur
- NaOH 0,05 N
Peralatan :
- Hand Brix - Kertas saring whatman no 42
- Spektrumlab - Corong kaca
Prosedur Analisa Icumsa :
1. Mengambil nira sampel (NPP) sebanyak 10 ml dan menambah dengan aquades 50 ml
diaduk hingga homogen (agar bisa menjadikan brix 2 – 5)
2. Mengamati brik dengan hand brik kemudian melihat densitas dengan tabel
3. Menambah kiesslghur sebanyak 2 gram
4. Menyaring dengan kertas whatman
5. Lalu melihat nilai pH, bila > 7 maka ditambah dengan HCl 0,05 N, bila < 7
ditambahkan/dinaikkan dengan NaOH 0,05 N.
6. Mengamati absorben pada spektrumlab dengan panjang gelombang 420
Perhitungan :
Brix = 4
BJ = 1,01197 dilihat pada tabel dengan melihat nilai brix (4)
Absorben Nira sampel dilihat setelah diamati dengan Spektrumlab = 0,175
IU = Absorbansi nira x100000
tebal kuvet xbrik x BJ
= 0,175 x1000001 x 4 x 1,01197
= 17500
4,04788
= 4323,25 iu
Hasil Pengamatan :
Warna nira sampel (NPP) + air sampel = cokelat muda
Hasil saringan = larutan cokelat muda
Analisa TSAI dan TSAS Nira Mentah
Bahan :
- Indikator MB - Nira mentah 20 gram
- Aquades - Fehling I dan Fehling II
- NaOH 4% - EDTA 4 %
- Indikator PP - Larutan HCL 1:1
Peralatan :
- Labu takar 250 ml - Pipet Gondok
- Pipet skala 10 ml - Seperangkat buret lane dan Eynon
- Hot plane - Erlenmeyer 300 ml mulut lebar
- Beaker glass
Prosedur :
1. Menimbang nira mentah sebanyak 20 gram dalam labu takar 250 ml
2. Mengencerkan hingga tanda batas labu kemudian menngocok hingga homogen
selanjutnya larutan hasil percampuran ini disebut Larutan A
3. Mengambil 50 ml larutan A dalam beaker glass 250 ml kemudian menambahkan HCl
1:1 sebanyak 10 ml lalu mencampurkan hingga homogen
4. Memanaskan selama 15 menit pada suhu 60oC. Setiap 2-3 menit sekali digoyang-
goyang agar suhu dalam cairan bisa homogen
5. Mendinginkan cairan tersebut hingga mencapai suhu ruangan lalu meletakan dalam
labu ukur 250 ml
6. Menambah larutan EDTA 4% sebanyak 4 ml
7. Menetralkan dengan PP dan NaOH 4%. Pada penambahan ini dikondisikan larutan
dapat netral setelah penetasan pertama NaOH menghasilkan warna merah muda.
Kemudian menambah aquades hingga tanda batas. Lalu hasil percampuran ini disebut
larutan B
8. Menyiapkan masing-masing 5 ml Fehling A dan 5 ml Fehling B lalu ditempatkan
dalam erlenmeyer 300 ml mulut lebar. Selanjutnya larutan ini disebut larutan C
9. Mengisi buret lane dan eynon dengan 50 ml larutan B, selanjutnya mengurangi 15 ml
larutan dalam buret untuk ditambahkan dalam larutan C pada erlenmeyer 300 ml mulut
lebar
10. Mengamati warnnya hingga merah bata sambil digoyang-goyang dan suhu
dikondisikan sebesar 1500C, lalu menambahkan 2 tetes indikator metilen biru.
11. Selanjutnya menitrasi dengan larutan B hingga warnanya merah bata dan mengamati
garis tanda titran pada buret.
Perhitungan :
Berat nira mentah = 20 gram
Volume titran = 34 ml
Faktor Fehling = 0,98765
Volume titran sesungguhnya = 34 x 0,98765 = 33,6 ml.
Hasil volume titran sesungguhnya dilihat pada tabel sehingga di dapat 154,0 mg gula
reduksi per 100 ml titran
Berat nira mentah dalam 100 ml titran = 1600 gram
Kadar TSAI dalam nira mentah = 154,01600
x 100% = 9,63%
Kadar TSAS dalam nira mentah = 0,95 x 9,63 % = 9,15 %
Hasil Pengamatan :
Warna larutan A = Cokelat tua
Warna larutan B = larutan kuning
Warna larutan C = biru tua
Hasil larutan setelah titrasi = merah bata
Analisa Blotong
Bahan :
- Blotong
- Air
- Form A dan Form B
Peralatan :
- Cawan Porselin - Oven
- Labu Takar - Corong
- Labu ukur - Kertas Saring
- Kaleng - Penjepit
- Polbuis - Schromat
Prosedur :
1. Timbang blotong 50 gram.
2. Tumbuk sampai halus dan masukkan dalam labu takar 200 ml.
3. Tambahkan air sampai tanda batas.
4. Tambahkan form A dan form B masing-masing 5 ml.
5. Tapis dan lihat putarannya.
1. Timbang blotong 20 gram.
2. Letakkan pada kaleng dan masukkan ke dalam oven pada suhu 400˚C selama ± 4
jam.
3. Lalu timbang sampel beserta kalengnya.
Perhitungan :
Blotong = 20
Kaleng dan blotong = 1000
Selama 4 jam = 890
Air = 110
Air dalam 100 blotong = 55
Bahan kering = 45
Gula = 5,8
Hasil Pengamatan :
Blotong yang dioven , tidak mengandung kadar air dan sangat kering
Blotong yang ditumbuk berwarna hitam dan setelah ditapis berwarna kuning
Analisa Ampas
Bahan :
- Ampas dari gilingan terakhir
- Air
- Form A dan Form B
Peralatan :
- Tahang - Labu Ukur
- Polbuis - Corong
- Kertas saring - Schromat
Prosedur :
1. Timbang ampas gilingan akhir sebanyak 1 kg, masukkan dalam alat ekstraksi
2. Tambahkan air 10 liter dan panaskan dialihkan selama 1 jam terhitung mulai adanya
tetesan uap air dalam kace
3. Larutannya dinginkan dan masukkan ke labu takar 100-110 ml sampai garis tanda 100
ml
4. Tambahkan form A dan form B masing-masing 5 ml, kocok dan tapis
5. Lihat putarannys
Perhitungan :
Berat tahang masak + 1 kg ampas = 6870
Berat tahang masak + ampas kering = 6365
Berat air = 505
Kadar air = 505
Kadar zat kering = 495 (1000-505)
Percobaan Polarimeter = 21 (1,07 x 2)
Kadar Pol (tabel) = 315
Hasil Pengamatan :
Ampas yang dimasak menghasilkan air berwarna coklat
Ampas yang dikeringkan menjadi kering dan tidak menghasilkan kadar airnya
Analisa COD (manual)
Bahan :
- Air Limbah - Batu didih
- Larutan K2Cr2O7 0,1 N - Indikator ferroin
- H2SO4 pekat - Fas-ferro ammonium sulfat
- AgSO4 1,25% - Aquades
Peralatan :
- Erlenmeyer
- Destilasi dengan kondensor dan heating mantel
- Hot plate
- Buret
Prosedur :
1. Masukkan 25 ml K2Cr2O7 0,1 N ke dalam erelnmeyer.
2. Ambil 30 ml H2SO4
3. Ambil 20 ml contoh dari pengenceran 10x
4. Tambahkan 10 ml AgSO4 1,25%
5. 5 butir batu didih
6. Didihkan selama 2 jam dan dinginkan
7. Tambahkan 50 ml aquadest sambil bilas kondensor
8. Beri 5 tetes indicator ferroin
9. Titrasi dengas FAS (Fe (NH4)2 SO4 0,1 N)
Perhitungan :
Diketahui :
Titrasi Blanko = 26,0
Titrasi Contoh = 24,0
Mg/l = (ml titrasiblanko−ml titrasicontoh ) x N x1000 x 8 x P
ml contoh
= (26−24 ) x0,09803 x1000 x 8 x10
20
= 2 x 0,09803 x1000 x8 x 10
20
= 784,24 mg/l
Analisa COD
Bahan :
- Sampel limbah cair
- Reagen COD (K2Cr2O7 , H2SO4 , AgSO4)
Peralatan :
- Filter fotometer
- Erlenmeyer untuk mengambil sampel
- Reaktor / pemanas dengan suhu 150˚C selama 2 jam
- Pipet 2 ml
Prosedur :
1. Sampel limbah polutan dan non polutan
2. Temperatur diukur
3. Diambil 2 ml
4. Dimasukkan cuvet yang berisi reagen COD
5. Dikocok hingga homogen
6. Dimasukkan ke dalam reagen pada suhu 150˚C selama ± 2 jam
7. Dinginkan ± 15 menit
8. Filter fotometer di nyalakan (on)
9. Pilih CSB 1500
10. Masukkan larutan standart COD
11. Tekan zero
12. Sampel dimasukkan
Analisa PI (Preparation Index)
Tujuannya untuk mengukur kemampuan sleder yang menyediakan ampas cacah untuk
gilingan I.
Bahan :
- Sampel ampas
- Air
Peralatan :
- Tumbler - Hand brix
- Jevcoo - Labu ukur
Prosedur :
1. Ambil 1 kg ampas sebelum masuk pada gilingan I dan ditambahkan air 3 liter.
2. Diputar di tumbler selama 10 menit.
3. Ambil nira dan amati brixnya.
Perhitungan :
% PI = % brix tumbler% brix jevcoo
x 100%
Analisa POC (Pol Open Cell)
Tujuannya untuk mengamati kemampuan sleder yang membuka sel-sel pada batang tebu.
Bahan :
- Sampel ampas
- Air
Peralatan :
- Tumbler - Pulbuis
- Jevcoo - Labu ukur
Prosedur :
4. Ambil 1 kg ampas sebelum masuk pada gilingan I dan ditambahkan air 3 liter.
5. Diputar di tumbler selama 10 menit.
6. Ambil nira dan amati polnya.
Perhitungan :
% POC = % pol tumbler% pol jevcoo
x 100%
BAB X
PENGOLAHAN LIMBAH
X.1.TUJUAN
Pengolahan Limbah bertujuan untuk mencegah dampak negative yang terjadi akibat
dari pembuangan limbah yang dihasilkan dari produksi gula, dimana lingkungan merupakan
salah satu faktor yang penting
Sejalan dengan program PG. Djombang Baru selalu memperhatikan penanganan
limbah, yang dihasilkan baik limbah padat, cair maupun gas. Untuk menghasilkan limbah
yang memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan oleh premarital maka diperlukan suatu unit
pengolahan limbah (UPL) yang tepat dan ekonomis.
Berdasarkan dampak penting yang dapat terjadi sebagai akibat dan kegiatan pabrik
gula sesuai PP no 29 tahun 1986 tentang AMDAL, maka PG. Djombang Baru telah
melakukan study analisa di bidang lingkungan (SEL).
X.2.JENIS – JENIS LIMBAH DAN PENANGANAN
XI.2.1.Limbah Padat
Limbah Padat adalah limbah yang dihasilkan dari stasiun pemurnian dan hasil dari
bahan bakar ketel. Limbah padat dibuang ke lingkungan harus dianalisir kandungan yang ada
didalamnya. Analisa tersebut bertujuan untuk menekan seminimal mungkin zat-zat yang
terkandung dalam limbah padat.
Limbah Padat yang dihasilkan oleh PG. Djombang Baru ini dibedakan menjadi 3,
yaitu :
1. Blotong
Merupakan limbah padat hasil dari proses pengolahan gula yang masih mengandung
nira.
Penanganan didalam pabrik meliputi :
Endapan yang dihasilkan dari proyek penapisan nira pada RVF. Blotong yang
berbobot 50 ton/hari tersebut juga dianalisa dilaboratorium pabrikasi untuk
mengetahui kadar gula dan zat kering dari blotong tiap jamnya.
Manfaat dan syarat penggunaan blotong :
i. Digunakan untuk pupuk :
Harus untuk lahan yang baik.
Nilai nisbah karbon terhadap nitrogen (C/N ratio) dibawah 15.
Dosis 20-40 ton/Ha/3 tahun untuk tanah sawah.
Maksimum 40 ton/Ha/3 tahun untuk tanah tegalan.
ii. Digunakan untuk bahan bakar :
Dicetak seperti balok.
Blotong yang dicetak dipanaskan secara alamiah dibawah sinar matahari sampai
kering.
Setelah kering, sebelum digunakan sebagai bahan bakar disimpan terlebih
dahulu ditempat tertutup dan kering.
Sebelum digunakan blotong, dijemur kembali kemudian dipotong sesuai
kebutuhan.
iii. Digunakan untuk tanah uruk :
Lahan yang akan diuruk tidak berdekatan dengan sumber air (sumur).
Lahan yang akan diuruk tidak terdapat tanaman produksi.
Lahan tidak miring.
Bagian tepi yang diuruk dibuatkan tanggul pengaman untuk mencegah blotong
agat tidak longsor ke tempat lain.
Setelah diuruk sebaiknya permukaan blotong ditutup.
2. Abu Ketel
Merupakan limbah sisa hasil pembakaran bahan bakar ketel (ampas tebu atau residu).
Abu ketel memiliki kandungan unsur logam dengan kondisi yang tidak berbahaya karena
masih dibawah amang kotor.
Abu ketel dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :
a. Abu dapur ketel
Adalah abu yang di dapat dari kapur api ketel.
Penanganan didalam pabrik sebagai berikut :
Abu ketel secara periodic dikorek dan dikeluarkan dari kapur kemudian
disiram air untuk memadamkan bara api.
Abu ketel diangkat dengan truk untuk dibuang ketempat penampungan
milik pabrik yang jauh dari pemukiman penduduk dengan luas area 1.960
Ha.
Area penampungan abu diberi pagar pembatas dengan pondasi beton.
b. Abu cerobong ketel
Adalah abu yang di dapat dari hasil penangkapan abu yang ikut asap cerobong
dan ditangkap dengan spray air.
Penanganan didalam pabrik sebagai berikut :
Abu yang keluar terbawa asap cerobong kabel ditangkap dengan sprayet
(Dust Collector).
Sebagian abu yang terendapkan dengan air conveyor, abu ditarik masuk ke
truk abu.
Abu yang belum terendapkan dipompa ke bak pengendapan abu, dimana
abu akan mengendap sedang airnya terus mengalir.
Setiap 3 kali sehari baik yang terisi abu dilakukan pebgedukan untuk
dibuang.
Penanganan diluar pabrik sebagai berikur :
Tumpukkan abu dilokasi penampungan diratakan (dengan tractor atau
menual).
Mencegah adanya sumber api disekitar lokasi.
Manfaat dan syarat penggunaan abu ketel sebagai berikur :
Diaduk dengan blotong hingga homogen.
Digunakan sebagai pupuk dasar dengan dosis 40 ton/Ha.
Nilai nisbah karbon (C/IV ratio kurang dari 15)
3. Ampas
Ampas berasal dari gilingan akhir dan digunakan sebagai bahan bakar ketel untuk
proses produksi, bila berlebih dilakukan pengebalan dan sisanya dijual. Produksi rata-rata
mencapai 700 ton/hari.
X.I.2.Limbah Cair
Limbah cair adalah semua hasil dari sisa proses produksi, yang berupa cairan limbah
cair tersebut dibedakan menajdi 2, yaitu :
1. Limbah Cair Polutan
Limbah cair pulutan yang berasak dari bekas cucian evaporator, juice heater, dan
pending in metal gilingan tidak dapat dibuang secara bebas sehingga perlu
penanganan yang lebih khusus. Pada IPAL (Instalasi Penanganan Air Limbah),
limbah harus sampai memenuhi baku mutu lingkungan agar dapat dibuang ke sungai
Co Kenongo.
2. Limbah cair non-polutan
Limbah cair non-polutan yang berasal dari pendingin palung masakan dan air
pendingin kondensor dapat dibuang secara bebas ke sungai karena tidak berbahaya
bagi masyarakat sekitar. Tapi sebagian limbah ini akan di recycle apabila debit air
sungai Gude / Co Kenongo tidak cukup.
Pengolahan Limbah Cair :
Adapun pengolahan limbah ini adalah sebagai berikut :
1. Pemisah Minyak
Limbah sebelum masuk kolam pemisah minyak mempunyai suhu 40 – 41’C
yang kemudian dilewatkan saringan untuk menghindari kotoran-kotoran kasar yang
masuk kolam ( sampah atau ampas ). Pada proses pemisah minyak bertujuan
memisahkan sejumlah minyak yang terkandung dalam limbah air dengan cara
pemasangan sekat yang berfungsi untuk membantu memisahkan minyak. Minyak
harus diencerkan dari sistem ini karena dapat membunuh mikroorganisme yang
terdapat dalam air limbah.
2. Pengendap
Disini kotoran yang lolos dari saringan dibiarkan mengendap sehingga
mongering kadar zat tettarium. Pada kolom ini terjadi kegiatan mikroorganisme
anaerob karena rendahnya kadar oxygen yang treading ( dapat dilihat dari COD hasil
analisa )
3. Aerasi
Limbah cair setelah diendapkan dikolam pengendap kemudian dialirkan ke
kolam aerasi, disini oxygen di distribusi kedalam kolam diatur merata dengan
bantuan kompresor, hal ini untuk menaikkan kadar oxygen sehingga memberi
kesempatan mikroorganisme untuk hidup. Pada PG. Djombang Baru jenis dari
pengolahan adalah type aerasi facultative dimana di bagian tengah hingga kolam
dikembangkan bakteri anaerob. Dan bagian tengah hingga atas kolam adalah bakteri
aerob, yakni dengan penggunaan bakteri Inola 121. Untuk pH ( keasaman ) dari
limbah yang masuk diatur sekitar normal 6 – 7 dengan jalan menambahkan kapur.
Dan untuk memenuhi oxygen udara dihembuskan melalui surface aerator.
4. Penetral
Pada kolam ini terjadi penetralan limbah yang diproses sebelum dibuang ke
sungai. Limbah organic biasanya bersifat asam untuk menentralkan bisa
ditambahkan soda kapur atau larutan soda api, bekas peaking dari stasiun
penguapan.
5. Kolam Kontrol
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan penanganan limbah ini diperlukan
kolam control. Sebagai indicator kolam control dapat iguana lumut, jentik-jentik
yang berkembang biak. Kedua indicator tersebut berarti proses penanganan limbah
berhasil dan dapat dialirkan ke sungai.
BAB XI
PENUTUP
XI.1.KESIMPULAN
Setelah melakukan kerja praktek di PG. Djombang Baru, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. PG. Djombang Baru memproduksi gula Kristal putih dari bahan baku tebu dengan
kapasitas giling sekitar 20.000 kuintal tebu per hari. Sedangkan produk samping yang
dihasilkan adalah tetes, blotong, dan ampas.
2. Proses pengolahan gula melalui tahapan-tahapan, yaitu tahap persiapan, stasiun
penggilingan, stasiun pemurnian, stasiun penguapan, stasiun masakan, stasiun
putaran, dan stasiun penyelesaian.
3. Bahan baku utama pembuatan gula PG. Djombang Baru adalah tebu, dengan bahan
pembantu belerang, asam phospat, kapur, dan flokulan.
4. Waktu giling tebu tidak berlangsung sepanjang tahun, biasanya 6 bulan mengingat
umur efektif tebu, lahan, dan waktu tanam tebu.
5. Proses pengolahan tebu hingga menjadi gula merupakan aliran produksi yang harus
beroperasi secara teratur. Pengawasan mutu dilakukan dengan analisa laboratorium
untuk setiap tahapan proses pada setiap stasiun selama proses berlangsung. Sebagai
pembanding digunakan angka-angka standart.
6. Penanganan limbah yang dilakukan :
Blotong digunakan sebagai bahan bakar, pupuk, dan tanah urukan.
Limbah cair polutan diproses di Instalasi Pengolahan Limbah Cair (IPAL)
sebelum dibuang ke sungai.
Pemasangan dust collector untuk menangkap abu ketel.
7. Pembersihan dan perawaran dari peralatan pabrik yang telah digunakan dalam proses
giling dilakukan setiap tahun sebelum memasuki masa giling berikutnya.
XI.2.SARAN
Persediaan tebu yang terlalu berlebihan sebaiknya dikurangi agar tidak terjadi
kehilangan sakarosa akibat menunggu terlalu lama di emplassement.
Penanganan dan pengolahan limbah lebih ditingkatkan.
Meningkatkan mutu tebu dari kebun, misalnya penelitian untuk mendapatkan tebu
dengan kadar sakarosa.
APD untuk para pekerja kurang memadahi, harus ditingkatkan lagi.
Pipa-pipa gas yang bocor serta mesin-mesin yang rusak sebaiknya diperbaiki agar
tidak mengganggu para pekerja dan proses kerja mesin dalam bekerja.
XI.3.KESAN
Selama melakukan kerja praktek di PG.Djombang Baru, kami memperoleh banyak
pengetahuan baru. Kami mendapat penjelasan dari pembimbing lapangan, chemiker, para
karyawan, dan mandor. Beliau memperlakukan kami dengan baik dan ramah. Hal ini
membuat kami tidak merasa sungkan untuk menanyakan segala sesuatu yang belum kami
pahami di pabrik. Kami merasa sangat senang karena kami diijinkan melihat proses secara
detail dan diberi kesempatan melihat alat-alat lebih dekat, bahkan kami juga turut serta
melakukan analisa di laboratorium.
Meskipun kami tidak selalu bisa berdiskusi dengan pembimbing lapangan, namun
kami tetap bisa mempelajari proses di pabrik dari chemiker yang bertugas. Para chemiker
dengan sabar memberi pengarahan dan mengantar kami di tempat-tempat yang perlu
dipelajari.
Kami sangat berterimakasih karena telah diterima dengan baik dan telah diberi
pengetahuan yang sangat berguna bagi kami.