41
LAPORAN MAKALAH GEOLOGI SEJARAH "PETA GEOLOGI LEMBAR JAKARTA dan KEPULAUAN SERIBU" Oleh: JEMMY HARYANTO 072.11.062 PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI

LAPORAN MAKALAH

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN MAKALAH

LAPORAN MAKALAH

GEOLOGI SEJARAH "PETA GEOLOGI

LEMBAR JAKARTA dan KEPULAUAN

SERIBU"

Oleh:

JEMMY HARYANTO

072.11.062

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

Page 2: LAPORAN MAKALAH

2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya,

saya dimampukan untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Adapun proses

penyusunan makalah ini sekitar 2 hari berturut-turut terhitung dari 9 Januari 2014.

Makalah tentang "Geologi Sejarah" ini disusun dengan tujuan untuk melengkapi tugas

akhir semester V dan diharapkan melalui makalah ini, saya sebagai penulis dapat

memahami konsep penulisan geologi sejarah pada peta geologi lembar Jakarta dan

Kepulauan seribu dengan skala 1:100.000.

Kemudian saya mengambil referensi dari kuliah-kuliah sebelumnya termasuk geologi

sejarah.

Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya

dalam proses penyusunan makalah ini khususnya kepada dosen penginderaan jauh

yang telah membimbing dan mengarahkan saya dalam penyusunan makalah ini.

Semoga penyusunan makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca

makalah ini.

Jakarta, 9 Januari 2014

Jemmy Haryanto

Page 3: LAPORAN MAKALAH

DAFTAR ISI

Contents

BAB I..............................................................................................................................................................4

PENDAHULUAN.............................................................................................................................................4

BAB II...........................................................................................................................................................17

TEKTONIK PULAU JAWA BARAT..................................................................................................................17

Geologi Regional Jawa Barat.............................................................................................................17

BAB III..........................................................................................................................................................25

PETA GEOLOGI JAKARTA dan KEPULAUAN SERIBU.....................................................................................25

Page 4: LAPORAN MAKALAH

BAB I

PENDAHULUAN

Geologi Sejarah dan Peta Geologi

Bumi merupakan tempat hidup manusia, binatang, dan tumbuhan. Namun banyak

manusia diantara kita yang tidak tahu bagaimana bumi ini terbentuk. Bumi telah lama ada

sebelum manusia, mungkin hal inilah yang menyebabkan banyaknya diantara kita, manusia

yang tidak mengetahui sejarah pembentukkan bumi. Namun sebagai manusia yang memiliki

rasio dan bersifat empiris disertai rasa ingin tahu yang tinggi, berusaha untuk menjelaskan

sejarah terbentuknya bumi ini melalui teori-teorinya. Terdapat berbagai macam teori yang

berkenaan dengan sejarah terbentuknya bumi ini. Tidak ada yang tahu kebenaran dari teori-

teori tersebut, sebab memang terdapat suatu distansi waktu yang cukup jauh antara

terbentuknya bumi dengan munculnya teori-teori tersebut.

Pada awal terbentuknya, bumi ini tidak berpenghuni. Bumi terbentuk sejak 4,6 miliyar

tahun yang lalu. Namun pada saat itu sebelum ada makhluk hidup yang menghuninya. Pada

saat itu bumi masih berupa bola api yang mengalami akulasi panas, akibat kontraksi

gravitasi peluruhan radioaktif dan hujan mikroit. Sejarah kehidupan di bumi mulai sekitar

3.500.000.000 tahun yang lalu dengan munculnya mikroorganisme sederhana seperti

bakteri dan ganggang. Kemudian pada 1000.000.000 tahun lalu baru muncul organisme

bersel banyak. Pada sekitar 540.000.000 tahun lalu secara bertahap kehidupan yang lebih

kompleks mulai berevolusi.

Didalam perkembangan selanjutnya, ada proses alam yang membentuk bumi, yakni

proses endogen dan eksogen. Berhubungan dengan sejarah pembentukkan bumi, maka

Geologi Sejarah merupakan salah satu cabang geologi yang mempelajari sejarah terjadinya

bumi dan peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi padanya.

Page 5: LAPORAN MAKALAH

Untuk dapat memahami ilmu geologi, pemahaman tentang konsep-konsep dan hukum-

hukum dalam ilmu geologi sangatlah penting dan merupakan dasar dalam mempelajari ilmu

geologi. Adapun hukum dan konsep geologi yang menjadi acuan dalam geologi antara lain

adalah konsep tentang susunan, aturan dan hubungan antar batuan dalam ruang dan

waktu. Pengertian ruang dalam geologi adalah tempat dimana batuan itu terbentuk

sedangkan pengertian waktu adalah waktu pembentukan batuan dalam skala waktu geologi.

Konsep uniformitarianisme (James Hutton), hukum superposisi (Steno), konsep keselarasan

dan ketidakselarasan, konsep transgresi-regresi, hukum potong memotong (cross cutting

relationship) dan lainnya.

1. Doktrin Uniformitarianisme

James Hutton (1785) : Sejarah ilmu geologi sudah dimulai sejak abad ke 17 dan 18

dengan doktrin katastrofisme yang sangat populer. Para penganutnya percaya

bahwa bentuk permukaan bumi dan segala kehidupan diatasnya terbentuk dan

musnah dalam sesaat akibat suatu bencana (catastroph) yang besar. James Hutton,

bapak geologi modern, seorang ahli fisika Skotlandia, pada tahun 1795 menerbitkan

bukunya yang berjudul “Theory of the Earth”, dimana ia mencetuskan doktrinnya

yang terkenal tentang Uniformitarianism. Uniformitarianisme merupakan konsep

dasar geologi modern. Doktrin ini menyatakan bahwa hukum-hukum fisika, kimia dan

biologi yang berlangsung saat ini berlangsung juga pada masa lampau. Artinya,

gaya-gaya dan proses-proses yang  membentuk permukaan bumi seperti yang kita

amati saat ini telah berlangsung sejak terbentuknya bumi. Doktrin ini lebih terkenal

sebagai “The present is the key to the past” dan sejak itulah orang menyadari bahwa

bumi selalu berubah. Dengan demikian jelaslah bahwa geologi sangat erat

hubungannya dengan waktu. Pada tahun 1785, Hutton mengemukakan perbedaan

yang jelas antara hal yang alami dan asal usul batuan beku dan sedimen. James

Hutton berhasil menyusun urutan intrusi yang menjelaskan asal usul gunungapi. Dia

Page 6: LAPORAN MAKALAH

memperkenalkan hukum superposisi yang menyatakan bahwa pada tingkatan yang

tidak rusak, lapisan paling dasar adalah yang paling tua. Ahli paleontologi telah mulai

menghubungkan fosil-fosil khusus pada tingkat individu dan telah menemukan

bentuk pasti yang dinamakan indek fosil. Indek fosil telah digunakan secara khusus

dalam mengidentifikasi horison dan hubungan suatu tempat dengan tempat lainnya.

William Smith (1769-1839): Mengemukakan suatu konsep yang diterapkan pada

perulangan lapisan-lapisan batuan sedimen yang ada di Inggris. Smith telah

membuktikan bahwa dalam perioda waktu yang sama akan terjadi perulangan

lapisan batuan yang sama dan setiap formasi pada lapisan batuan akan

mempertlihatkan karakter yang sama. Berdasarkan hal tersebut, Smith mengajukan

suatu konsep yang dikenal dengan hukum suksesi fauna.

2. Hukum Superposisi (Nicholas Steno)

1. Horizontalitas (Horizontality) : Kedudukan awal pengendapan suatu lapisan batuan

adalah horisontal, kecuali pada tepi cekungan memiliki sudut kemiringan asli (initial-

dip) karena dasar cekungannya yang memang menyudut.

2. Superposisi (Superposition) : Dalam kondisi normal (belum terganggu), perlapisan

suatu batuan yang berada pada posisi paling bawah merupakan batuan yang

pertama terbentuk dan tertua dibandingkan dengan lapisan batuan diatasnya.

3. Kesinambungan Lateral (Lateral Continuity) : Pelamparan suatu lapisan batuan akan

menerus sepanjang jurus perlapisan batuannya. Dengan kata lain bahwa apabila

pelamparan suatu lapisan batuan sepanjang jurus perlapisannya berbeda litologinya

maka dikatakan bahwa perlapisan batuan tersebut berubah facies. Dengan

demikian, konsep perubahan facies terjadi apabila dalam satu lapis batuan terdapat

sifat, fisika, kimia, dan biologi yang berbeda satu dengan lainnya.

3. Keselarasan dan Ketidakselarasan (Conformity dan Unconformity)

Page 7: LAPORAN MAKALAH

a) Keselarasan (Conformity): adalah hubungan antara satu lapis batuan dengan lapis batuan

lainnya diatas atau dibawahnya yang kontinyu (menerus), tidak terdapat selang waktu

(rumpang waktu) pengendapan. Secara umum di lapangan ditunjukkan dengan kedudukan

lapisan (strike/dip) yang sama atau hampir sama, dan ditunjang di laboratorium oleh umur

yang kontinyu.

b) Ketidak Selarasan (Unconformity): adalah hubungan antara satu lapis batuan dengan

lapis batuan lainnya (batas atas atau bawah) yang tidak kontinyu (tidak menerus), yang

disebabkan oleh adanya rumpang waktu pengendapan. Dalam geologi dikenal 3 (tiga) jenis

ketidak selarasan, yaitu (lihat gambar 1.3):

Page 8: LAPORAN MAKALAH

Gambar 1.3 Tiga jenis bentuk ketidakselarasan dalam geologi: Angular unconformity,

Disconformity, dan Nonconformity

1) Disconformity adalah salah satu jenis ketidakselarasan yang hubungan antara satu lapis

batuan (sekelompok batuan) dengan satu batuan lainnya (kelompok batuan lainnya) yang

dibatasi oleh satu rumpang waktu tertentu (ditandai oleh selang waktu dimana tidak terjadi

pengendapan).

2) Angular Unconformity (Ketidakselarasan Bersudut) adalah salah satu jenis

ketidakselarasan yang hubungan antara satu lapis batuan (sekelompok batuan) dengan

satu batuan lainnya (kelompok batuan lainnya), memiliki hubungan/kontak yang membentuk

sudut.

3) Nonconformity adalah salah satu jenis ketidakselarasan yang hubungan antara satu lapis

batuan (sekelompok batuan) dengan satu batuan beku atau metamorf.

Page 9: LAPORAN MAKALAH

Gambar 1.4 Foto singkapan batuan-batuan yang memperlihatkan hubungan yang tidak

selaras: ketidakselarasan bersudut (Angular Unconformity)

4) Paraconformity Adalah hubungan antara dua lapisan sedimen yang bidang

ketidakselarasannya sejajar dengan perlapisan sedimen. Pada kasus ini sangat sulit sekali

melihat batas ketidakselarasannya karena tidak ada batas bidang erosi. Cara yang

digunakan untuk melihat keganjilan antara lapisan tersebut adalah dengan melihat fosil di

tiap lapisan. Karena setiap sedimen memiliki umur yang berbeda dan fosil yang terkubur di

dalamnya pasti berbeda jenis.

                           

Page 10: LAPORAN MAKALAH

4. Genang laut dan Susut laut (Transgresi dan Regresi )

a). Transgresi (Genang Laut). Transgresi dalam pengertian stratigrafi/sedimentologi adalah

laju penurunan dasar cekungan lebih cepat dibandingkan dengan pasokan sedimen

(sediment supply). Garis pantai maju ke arah daratan.

b). Regresi (Susut Laut). Regresi dalam pengertian stratigrafi/sedimentologi adalah laju

penurunan dasar cekungan lebih lambat dibandingkan dengan pasokan sedimen (sediment

supply). Garis pantai maju ke arah lautan.

5 Hubungan potong memotong (Cross-cutting relationships)

Hubungan petong-memotong (cross-cutting relationship) adalah hubungan kejadian antara

satu batuan yang dipotong/diterobos oleh batuan lainnya, dimana batuan yang

dipotong/diterobos terbentuk lebih dahulu dibandingkan dengan batuan yang menerobos.

Pada gambar 1.6 terlihat urutan kejadian dan umur batuan adalah sebagai berikut: batuan

yang terbentuk/terendapkan pertama kali adalah Formasi (Fm) Lutgrad, selanjutnya

berturut-turut adalah Fm Birkland, Fm. Leet Junction.

Page 11: LAPORAN MAKALAH

Gambar 1.5 Hubungan potong memotong (crosscutting relationships): Fm. Lutgrad, Fm.

Birkland, dan Fm. Leet Junction diterobos oleh intrusi Granit dan kemudian terbentuk Fm.

Larsonton disertai intrusi Dike, kemudian dilanjutkan dengan pengendapan Fm. Foster, Fm.

Hamlinville, dan Skinner Guich Limestone.

Ketiga formasi batuan tersebut kemudian mengalami orogenesa disertai terbentuknya

batuan terobosan (Intrusi) Granit dan kemudian tererosi membentuk bidang ketidak

selarasan bersudut dan dilanjutkan dengan pengendapan Fm. Larsonton dan aktivitas

magma berupa Intrusi Dike, dilanjutkan dengan pembentukan Fm. Foster City, Fm.

Hamlinville, dan batuan termuda dan terakhir terbentuk adalah Skinner Guich Limestone.

Gambar 1.6 dan gambar 1.7 adalah contoh lain dari hubungan batuan yang saling potong-

memotong. Pada gambar 1.6 merupakan intrusi berbentuk dike (warna hitam) yang

memotong batuan sampingnya (warna putih), sedangkan gambar 1.7 adalah intrusi

berbentuk gang/korok (warna coklat muda) yang menerobos batuan samping (warna abu-

abu kecoklatan).

Page 12: LAPORAN MAKALAH

Gambar 1.6 Foto singkapan batuan intrusi dyke (warna gelap) memotong batuan samping

(warna terang). Intrusi dyke lebih muda terhadap batuan sampingnya.

Gambar 1.7 Foto singkapan batuan intrusi korok (warna coklat muda) memotong batuan

samping (warna abu-abu kecoklatan). Intrusi gang lebih muda terhadap batuan sampingnya.

Page 13: LAPORAN MAKALAH

6.Hukum Faunal Succession (Abble Giraud-Soulavie, 1778)

Pada setiap lapisan yang berbeda umur geologinya akan ditemukan fosil yang berbeda pula.

Secara sederhana bisa juga dikatakan Fosil yang berada pada lapisan bawah akan berbeda

dengan fosil di lapisan atasnya.

Fosil yang hidup pada masa sebelumnya akan digantikan (terlindih) dengan fosil yang ada

sesudahnya, dengan kenampakan fisik yang berbeda (karena evolusi). Perbedaan fosil ini

bisa dijadikan sebagai pembatas satuan formasi dalam lithostratigrafi atau dalam koreksi

stratigrafi.

7.Hukum Strata Identified by Fosils (Smith, 1816)

Perlapisan batuan dapat dibedakan satu dengan yang lain dengan melihat kandungan

Page 14: LAPORAN MAKALAH

fosilnya yang khas.

8.Hukum Facies Sedimenter (Selly,1975)

Suatu kelompok litologi dengan ciri-ciri yang khas yang merupakan hasil dari suatu

lingkungan pengendapan yang tertentu. Aspek fisik, kimia atau biologi suatu endapan dalam

kesamaan waktu. Dua tubuh batuan yang diendapakan pada waktu yang sama dikatakan

berbeda fsies apabila kedua batuan tersebut berbeda fisik, kimia atau biologi (Sandi

Stratigrafi Indonesia).

6. Faunal Succession (Abble Giraud-Soulavie, 1778): Pada setiap lapisan yang

berbeda umur geologinya akan ditemukan fosil yang berbeda pula. Secara

sederhana bisa juga dikatakan Fosil yang berada pada lapisan bawah akan berbeda

dengan fosil di lapisan atasnya. Fosil yang hidup pada masa sebelumnya akan

digantikan (terlindih) dengan fosil yang ada sesudahnya, dengan kenampakan fisik

yang berbeda (karena evolusi). Perbedaan fosil ini bisa dijadikan sebagai pembatas

satuan formasi dalam lithostratigrafi atau dalam koreksi stratigrafi. dan bisa untuk

mengetahui lingkunan sebelum terfossilkan.

Page 15: LAPORAN MAKALAH

9.Law of Inclusion :

Inklusi terjadi bila magma bergerak keatas menembus kerak, menelan fragmen2 besar

disekitarnya yang tetap sebagai inklusi asing yang tidak meleleh. Jadi jika ada fragmen

batuan yang terinklusi dalam suatu perlapisan batuan, maka perlapisan batuan itu terbentuk

setelah fragmen batuan. Dengan kata lain batuan/lapisan batuan yang mengandung

fragmen inklusi, lebih muda dari batuan/lapisan batuan yang menghasilkan fragmen

tersebut.

Peta Geologi

Page 16: LAPORAN MAKALAH

Peta geologi adalah bentuk ungkapan data dan informasi geologi suatu daerah /

wilayah / kawasan dengan tingkat kualitas yang tergantung pada skala peta yang digunakan

dan menggambarkan informasi sebaran, jenis dan sifat batuan, umur, stratigrafi, struktur,

tektonika, fisiografi dan potensi sumber daya mineral serta energi yang disajikan dalam

bentuk gambar dengan warna, simbol dan corak atau gabungan ketiganya, serta semua

proses yang pernah terjadi pada daerah yang terdapat di peta geologi tersebut.

Untuk membuat sejarah geologi yang baik dan benar, maka kita perlu untuk

menganalisa semua runtutan-runtutan formasi dan kejadian tektonik dari tua berangsur-

angsur ke muda didukung oleh umur dari fosil yang terkandung dalam formasi yang ada di

peta geologi tersebut.

Bagian-bagian yang terdapat di peta geologi yang perlu untuk diperhatikan antara

lain, judul peta, skala peta, pembuat peta, indeks lokasi dan nomor lembar peta, badan

pembuat, tahun pembuatan, penampang geologi, peta indeks, edisi cetakan, supervisor

cartografi, penyunting, deklinasi, daftar istilah, lambang peta, legenda, keterangan, dan

korelasi satuan peta. Selain itu bagian yang terdapat di peta geologinya adalah koordinat,

kontur umum. sungai, nama kota, dan struktur.

Setelah kita menganalisa penampang geologi, maka kita dapat merekonstruksi

formasi/litologi dari tua ke muda dan struktur2 yang berpengaruh dari awal sampai akhir

secara berurut.

Page 17: LAPORAN MAKALAH

BAB II

TEKTONIK PULAU JAWA BARAT

Geologi Regional Jawa Barat

Pola Umum struktur Jawa Barat

GEOLOGI REGIONAL JAWA BARAT

Pulau Jawa terletak di bagian selatan dari Paparan Sunda dan terbentuk dari batuan yang

berasosiasi dengan suatu aktif margin dari lempeng yang konvergen. Pulau tersebut terdiri

dari komplek busur pluton-vulkanik, accretionary prism, zona subduksi, dan batuan sedimen.

Pada Zaman Kapur, Paparan Sunda yang merupakan bagian tenggara dari Lempeng

Eurasia mengalami konvergensi dengan Lempeng Pasifik.  Kedua lempeng ini saling

bertumbukan yang mengakibatkan Lempeng Samudra menunjam di bawah Lempeng

Benua. Zona tumbukan (subduction zone) membentuk suatu sistem palung busur yang aktif

(arc trench system). Di dalam palung ini terakumulasi berbagai jenis batuan yang terdiri atas

batuan sedimen laut dalam (pelagic sediment), batuan metamorfik (batuan ubahan), dan

batuan beku berkomposisi basa hingga ultra basa (ofiolit). Percampuran berbagai jenis

batuan di dalam palung ini dikenal sebagai batuan bancuh (batuan campur-aduk) atau

batuan melange. Singkapan batuan melange dari paleosubduksi ini dapat dilihat di Ciletuh

Page 18: LAPORAN MAKALAH

(Sukabumi, Jawa Barat), Karangsambung (Kebumen, Jawa Tengah), dan Pegunungan Jiwo

di Bayat (Yogyakarta). Batuan tersebut  berumur Kapur dan merupakan salah satu batuan

tertua di Jawa yang dapat diamati secara langsung karena tersingkap di permukaan.

 FISIOGRAFI REGIONAL

Aktifitas geologi Jawa Barat menghasilkan beberapa zona fisiografi yang satu sama lain

dapat dibedakan berdasarkan morfologi, petrologi, dan struktur geologinya. Van Bemmelen

(1949), membagi daerah Jawa Barat ke dalam 4 besar zona fisiografi, masing-masing dari

utara ke selatan adalah Zona Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan

Zona Pegunungan Selatan

Zona Dataran Pantai Jakarta menempati bagian utara Jawa membentang barat-timur mulai

dari Serang, Jakarta, Subang, Indramayu, hingga Cirebon. Daerah ini bermorfologi dataran

dengan batuan penyusun terdiri atas aluvium sungai/pantai dan endapan gunungapi muda.

Zona Bogor terletak di sebelah selatan Zona Dataran Pantai Jakarta, membentang mulai

dari Tangerang, Bogor, Purwakarta, Sumedang, Majalengka, dan Kuningan. Zona Bogor

umumnya bermorfologi  perbukitan yang memanjang barat-timur dengan lebar maksimum

sekitar 40 km. Batuan penyusun terdiri atas batuan sedimen Tersier dan batuan beku baik

intrusif maupun ekstrusif. Morfologi perbukitan terjal disusun oleh batuan beku intrusif,

seperti yang ditemukan di Komplek Pegunungan Sanggabuana, Purwakarta.  Van

Bemmelen (1949), menamakan morfologi perbukitannya sebagai antiklinorium kuat yang

disertai oleh pensesaran.

Zona Bandung yang letaknya di bagian selatan Zona Bogor, memiliki lebar antara 20 km

hingga 40 km,  membentang mulai dari Pelabuhanratu, menerus ke timur melalui Cianjur,

Bandung hingga Kuningan. Sebagian besar Zona Bandung bermorfologi perbukitan curam

yang dipisahkan oleh beberapa lembah yang cukup luas. Van Bemmelen (1949)

menamakan lembah tersebut sebagai depresi di antara gunung yang prosesnya diakibatkan

Page 19: LAPORAN MAKALAH

oleh tektonik (intermontane depression).  Batuan penyusun di dalam zona ini terdiri atas

batuan sedimen berumur Neogen yang ditindih secara tidak selaras oleh batuan vulkanik

berumur Kuarter. Akibat tektonik yang kuat, batuan tersebut  membentuk struktur lipatan

besar yang disertai oleh pensesaran. Zona Bandung merupakan puncak dari Geantiklin

Jawa Barat yang kemudian runtuh setelah proses pengangkatan berakhir (van Bemmelen,

1949).

Zona Pegunungan Selatan terletak di bagian selatan Zona Bandung. Pannekoek (1946)

menyatakan bahwa batas antara kedua zona fisiografi tersebut dapat diamati di Lembah

Cimandiri, Sukabumi. Perbukitan bergelombang di Lembah Cimandiri yang merupakan

bagian dari Zona Bandung berbatasan langsung dengan dataran tinggi (plateau) Zona

Pegunungan Selatan. Morfologi dataran tinggi atau plateau ini, oleh Pannekoek (1946)

dinamakan sebagai Plateau Jampang.

2.1.3       TEKTONIK REGIONAL

Lempeng Paparan Sunda dibatasi oleh kerak samudra di selatan dan pusat pemekaran

kerak samudra di timur. Bagian barat dibatasi oleh kerak benua dan di bagian selatan

dibatasi oleh batas pertemuan kerak samudra dan benua berumur kapur (ditandai adanya

Komplek Melange Ciletuh) dan telah tersingkap sejak umur Tersier. Sejak awal tersier

(Oligosen akhir), kerak samudra secara umum telah miring ke arah utara dan tersubduksi di

bawah Dataran Sunda (Hamilton, 1979).

Tektonik kompresi dan ekstensi dihasilkan oleh gaya tekan pergerakan Lempeng Indo-

Australia dan putaran Kalimantan ke utara, membentuk rift dan half-graben sepanjang batas

selatan Lempeng Paparan Sunda pada Eosen-Oligosen (Hall, 1977). Karakter struktur di

daratan terdiri dari perulangan struktur cekungan dan tinggian, dari barat ke timur yaitu

Tinggian Tangerang, Rendahan Ciputat, Tinggian Rengasdengklok, Rendahan Pasir Putih,

Tinggian dan Horst Pamanukan-Kandanghaur, Rendahan Jatibarang dan Rendahan

Page 20: LAPORAN MAKALAH

Cirebon . Pola struktur batuan dasar di lepas pantai merupakan pola struktur yang sama

pada Cekungan Sunda, Cekungan Asri, Seribu Platform, Cekungan Arjuna, Tinggian F,

Cekungan Vera, Eastern Shelf, Cekungan Biliton, Busur Karimun Jawa dan Bawean Trough.

Beberapa bukti menunjukan adanya gabungan antara asymmetrical sag dan half graben

pada tektonik awal pembentukan cekungan di daerah Jawa Barat Utara.

STRUKTUR REGIONAL

Di daerah Jawa Barat terdapat banyak pola kelurusan bentang alam yang diduga

merupakan hasil proses pensesaran. Jalur sesar tersebut umumnya berarah barat-timur,

utara-selatan, timurlaut-baratdaya, dan baratlaut-tenggara. Secara regional, struktur sesar

berarah timurlaut-baratdaya dikelompokkan sebagai Pola Meratus, sesar berarah utara-

selatan dikelompokkan sebagai Pola Sunda, dan sesar berarah barat-timur dikelompokkan

sebagai Pola Jawa. Struktur sesar dengan arah barat-timur umumnya berjenis sesar naik,

sedangkan struktur sesar dengan arah lainnya berupa sesar mendatar. Sesar normal umum

terjadi dengan arah bervariasi.

Dari sekian banyak struktur sesar yang berkembang di Jawa Barat, ada tiga struktur regional

yang memegang peranan penting, yaitu Sesar Cimandiri,  Sesar Baribis, dan Sesar

Lembang. Ketiga sesar tersebut untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh van Bemmelen

(1949) dan diduga ketiganya masih aktif hingga sekarang.

Sesar Cimandiri merupakan sesar paling tua (berumur Kapur), membentang mulai dari

Teluk Pelabuhanratu menerus ke timur melalui Lembah Cimandiri, Cipatat-Rajamandala,

Gunung Tanggubanperahu-Burangrang dan diduga menerus ke timurlaut menuju Subang.

Secara keseluruhan, jalur sesar ini berarah timurlaut-baratdaya dengan jenis sesar

mendatar hingga oblique (miring). Oleh Martodjojo dan Pulunggono (1986), sesar ini

dikelompokkan sebagai Pola Meratus.

Page 21: LAPORAN MAKALAH

Sesar Baribis yang letaknya di bagian utara Jawa merupakan sesar naik dengan arah relatif

barat-timur,  membentang mulai dari Purwakarta hingga ke daerah Baribis di  Kadipaten-

Majalengka (Bemmelen, 1949). Bentangan jalur Sesar Baribis dipandang berbeda oleh

peneliti lainnya. Martodjojo (1984), menafsirkan jalur sesar naik Baribis   menerus ke arah

tenggara melalui kelurusan Lembah Sungai Citanduy, sedangkan oleh Simandjuntak (1986),

ditafsirkan menerus ke arah timur hingga menerus ke daerah Kendeng (Jawa Timur).

Penulis terakhir ini menamakannya sebagai “Baribis-Kendeng Fault Zone”. Secara tektonik,

Sesar Baribis mewakili umur paling muda di Jawa, yaitu pembentukannya terjadi pada

periode Plio-Plistosen. Selanjutnya oleh Martodjojo dan Pulunggono (1986), sesar ini

dikelompokkan sebagai Pola Jawa.

Sesar Lembang yang letaknya di utara Bandung, membentang sepanjang kurang lebih 30

km dengan arah barat-timur. Sesar ini berjenis sesar normal (sesar turun) dimana blok

bagian utara relatif turun membentuk morfologi pedataran (Pedataran Lembang). Van

Bemmelen (1949), mengaitkan pembentukan Sesar Lembang dengan aktifitas Gunung

Sunda (G. Tangkubanperahu merupakan sisa-sisa dari Gunung Sunda), dengan demikian

struktur sesar ini berumur relatif muda yaitu Plistosen.

Struktur sesar yang termasuk ke dalam Pola Sunda umumnya berkembang di utara Jawa

(Laut Jawa). Sesar ini termasuk kelompok sesar tua yang memotong batuan dasar

(basement) dan merupakan pengontrol dari pembentukan cekungan Paleogen di Jawa

Barat.

Mekanisme pembentukan struktur geologi Jawa Barat terjadi secara simultan di bawah

pengaruh aktifitas tumbukan Lempeng Hindia-Australia dengan Lempeng Eurasia yang

beralangsung sejak Zaman Kapur hingga sekarang. Posisi jalur tumbukan (subduction zone)

dalam kurun waktu tersebut telah mengalami beberapa kali perubahan. Pada awalnya

subduksi purba (paleosubduksi) terjadi pada umur Kapur, dimana posisinya  berada pada

poros tengah Jawa sekarang. Jalur subduksinya berarah relatif barat-timur melalui daerah

Page 22: LAPORAN MAKALAH

Ciletuh-Sukabumi, Jawa Barat menerus ke timur memotong daerah Karangsambung-

Kebumen, Jawa Tengah. Jalur paleosubduksi ini selanjutnya menerus ke Laut Jawa hingga

mencapai Meratus, Kalimantan Timur (Katili, 1973). Penulis ini menarik  jalur paleosubduksi

berdasarkan pada singkapan melange yang tersingkap di Ciletuh (Sukabumi),

Karangsambung (Kebumen), dan Meratus (Kalimantan Timur). Berdasarkan penanggalan

radioaktif yang dilakukan terhadap beberapa contoh batuan melange, diketahui umur

batuannya adalah Kapur.

Peristiwa subduksi Kapur diikuti oleh aktifitas magmatik yang menghasilkan endapan

gunungapi berumur Eosen. Di Jawa Barat, endapan gunungapi Eosen diwakili oleh Formasi

Jatibarang dan Formasi Cikotok. Formasi Jatibarang menempati bagian  utara Jawa dan

pada saat ini sebarannya berada di bawah permukaan, sedangkan Formasi Cikotok

tersingkap di daerah Bayah dan sekitarnya.

Jalur gunungapi (vulcanic arc) yang umurnya lebih muda dari dua formasi tersebut di atas

adalah Formasi Jampang. Formasi ini  berumur Miosen yang ditemukan di Jawa Barat

bagian selatan.  Dengan demikian dapat ditafsirkan telah terjadi pergeseran jalur subduksi

dari utara ke arah selatan.

Untuk ketiga kalinya, jalur subduksi ini berubah lagi. Pada saat sekarang, posisi jalur

subduksi berada Samudra Hindia dengan arah relatif barat-timur. Kedudukan jalur subduksi

ini menghasilkan aktifitas magmatik berupa pemunculan sejumlah gunungapi aktif.

Beberapa gunungapi aktif yang berkaitan dengan aktifitas subduksi tersebut, antara lain G.

Salak, G. Gede, G. Malabar, G. Tanggubanperahu, dan G. Ciremai.

Walaupun posisi jalur subduksi berubah-ubah, namun jalur subduksinya relatif sama, yaitu

berarah barat-timur. Posisi tumbukan ini selanjutnya menghasilkan sistem tegasan (gaya)

berarah utara-selatan.

Page 23: LAPORAN MAKALAH

Aktifitas tumbukan lempeng di Jawa Barat, menghasilkan sistem tegasan (gaya) berarah

utara-selatan.

Bagian utara didominasi oleh struktur ekstensi, sedangkan struktur kompresi sedikit sekali.

Sesar-sesar yang terbentuk yaitu sesar-sesar berarah baratlaut-tenggara, utara dan timur

laut membentuk rift dan beberapa cekungan pengendapan yang dikenal sebagai Sub-

cekungan Arjuna Utara, Sub-cekungan Arjuna Tengah dan Sub-cekungan Arjuna Selatan,

serta Sub-cekungan Jatibarang dan sesar-sesar geser menganan berarah baratlaut-

tenggara.

Fase rifting pada Eosen-Oligosen memiliki arah ekstensi utama berarah timurlaut-baratdaya

hingga barat-timur. Cekungan ini tidak terbentuk sebagai cekungan busur belakang, namun

sebagai pull-apart. Hamilton (1979) menyebutkan dua alasan yang dapat menjelaskan hal

tersebut yaitu pertama, arah ekstensi cekungan hampir tegak lurus dengan zona subduksi

saat ini, dan kedua, kerak benua yang tebal terlihat dalam pembentukan struktur rift

cekungan tersebut.

Terdiri atas dua grup sedimen, yaitu syn rift sedimen yang didominasi oleh non

marin/sedimen darat dan post rift sedimen (sag) yang didominasi oleh sikuen endapan marin

dan transisi.

Batuan dasar cekungan merupakan batuan dasar Pra-Tersier yang mewakili kerak benua

Daratan Sunda, terdiri atas batuan beku dan metamorf berumur Kapur atau lebih tua dan

juga endapan klastik dan gamping yang terbentuk pada awal Tersier.

Endapan syn rift diawali oleh pengendapan Formasi Jatibarang (di Cekungan Sunda

diendapkan Formasi Banuwati), dicirikan oleh perselingan volkanik-klastik dan sedimen

lakustrin.

Page 24: LAPORAN MAKALAH

Endapan Post rift/sag basin fill (Miosen Awal-Plistosen) merupakan fase transgresif di

daerah Laut Jawa. Pada endapan Post-rift tersebut diendapkan secara selaras setara

batugamping Formasi Baturaja. Pengendapan selanjutnya berupa endapan laut dangkal

Formasi Cibulakan Atas dan Formasi Parigi. Pengendapan terakhir adalah Formasi Cisubuh

yang  berada di bawah endapan aluvial yang terjadi saat ini.

Page 25: LAPORAN MAKALAH

BAB III

PETA GEOLOGI JAKARTA dan KEPULAUAN SERIBU

Sejarah geologi berdasarkan peta geologi Jakarta dan Kepulauan Seribu di atas

yaitu pada penampang A-B dari Selatan ke Utara. Pada secara keseluruhan, kala

Miosen awal mula-mula diendapkan secara selaras yaitu berupa batu pasir-halus

konglomeratan dan batu lempung yang menunjukkan formasi Rengganis, hal ini

menunjukkan lingkungan pengendapan darat dan tebalnya formasi ini kira-kira 180m.

Kemudian mengalami kenaikan sea level/transgressi dengan diendapkan secara tidak

selaras berupa batu gamping koral, sisipan batu gamping pasiran, napal, dan batu pasir

kuarsa glaukonit hijau di formasi Bojongmanik yang menandakan lingkungan

pengendapan laut. Formasi ini berumur Miosen awal-tengah dan tebalnya formasi ini

100m-200m. Kemudian pada bagian selatan di daerah sungai Cidangdeur mengalami

Page 26: LAPORAN MAKALAH

regressi dengan daerah pengendapan darat dimana pada daerah ini terjadi intrusi dari

Basal piroxene, Tmpb dari gunung Dago yang memotong Tmb dan berumur Miosen

akhir disertai tektonik dimana Basal piroxene ini terkekarkan dan mengalami pelapukan.

Lapisan Tmpb ini kira-kira 200m. Kemudian terdapat nonconformity endapan breksi,

lahar, tuff breksi, dan tuff batuapung menunjukkan hasil aktivitas Volkanik ditandai Qv

pada peta. Lapisan Qv cukup tebal dengan tebalnya 100m dengan menipis ke arah

utara. Endapan ini diendapkan berbarengan dengan Andesit-hornblende-piroksen

porfiritik yang dihasilkan oleh gunung api Sudamanik, Qvas yang berumur Plistosen.

Lapisan Qv kira-kira 30m ketebalnnya serta Qvas tebalnya 50m.

Pada pertengahan penampang A-B, dari formasi Bojongmanik Tmb pada peta,

terdapat regresi diendapkan secara tidak selaras nonconformity yaitu tuf batuapung,

batu pasir tufaan, breksi andesit, konglomerat dan sisipan batu lempung tuffaan

ditunjukkan oleh formasi genteng, Tpg pada peta dengan umur plistosen dengan tebal

kira-kira 50m. Kemudian terdapat ketidak selarasan berupa endapan breksi, lahar, tuff

breksi, dan tuff batuapung menunjukkan hasil aktivitas Volkanik ditandai Qv pada peta.

Endapan ini berumur Plistosen dan penyebarannya lebih tipis dan sempit dibanding di

bagian selatan sungai Cidangdeur kira-kira 50m. Kemudian muncul endapan aluvium

yang diendapkan secara tidak selaras di atas formasi genteng berupa lempung, lanau,

pasir, kerikil, dan bongkah dengan umur holosen dan penyeberannya di titik-titik tertentu

dan tak luas. Endapan ini ditandai Qa pada peta. Ketebalannya mencapai 10m.

Pada bagian Utara/kanan dari penampang A-B, dari formasi Bojongmanik, Tmb pada

peta terlihat formasi Bojongmanik menipis ke arah utara yang menunjukkan bagian

utara pada miosen awal-tengah, daerah ini semakin mendekati daerah pantai dengan

sedikit koral yang tumbuh dengan tebalnya 20m. Kemudian mengalami regresi

diendapkan secara tidak selaras nonconformity yaitu tuf batuapung, batu pasir tufaan,

breksi andesit, konglomerat dan sisipan batu lempung tuffaan ditunjukkan oleh formasi

Page 27: LAPORAN MAKALAH

genteng, Tpg pada peta dengan umur plistosen dengan tebal 30m. Setelah itu

diendapkan kembali secara tidak selaras, yaitu tuf, tuf batu apung, batu pasir tuffaan

sebagai Banten Tuff, Qtvb pada peta. Endapan ini berumur Pliosen dengan tebal 30m.

Kemudian muncul endapan aluvium yang diendapkan secara tidak selaras di atas

formasi genteng berupa lempung, lanau, pasir, kerikil, dan bongkah dengan umur

holosen dan penyeberannya meluas di daerah utara namun tipis. Endapan ini ditandai

Qa pada peta dengan tebal 5-15m.

Sejarah geologi dari Barat daya-Timur laut, ditunjukkan oleh penampang geologi C-

D. Pada secara keseluruhan, kala Miosen awal mula-mula diendapkan secara selaras

yaitu berupa batu pasir-halus konglomeratan dan batu lempung yang menunjukkan

formasi Rengganis Tmrs, hal ini menunjukkan lingkungan pengendapan darat. Lapisan

Tmrs ini tebalnya kira-kira 50m. Kemudian mengalami kenaikan sea level/transgressi

dengan diendapkan secara tidak selaras berupa batu gamping koral, sisipan batu

gamping pasiran, napal, dan batu pasir kuarsa glaukonit hijau di formasi Bojongmanik,

Tmb yang menandakan lingkungan pengendapan laut. Formasi ini berumur Miosen

awal-tengah dan tebalnya formasi ini 80m-200m. kemudian pada daerah barat daya,

terdapat sesar naik sehingga lapisan Tmrs naik dan muncul di penampang dan

kemungkinan mengalami regresi dengan lingkungan pengendapan darat. Di barat daya

ini, terdapat pusat vulkanisme berupa pembentukkan gunung api Sudamanik andesit

yang menghasilkan andesit-hornblende-piroksen porfiritik, Qvas dan diendapkan secara

tidak selaras nonconformity berbarengan dengan batu gunung api muda, Qv berupa

breksi, lahar, tuff breksi, dan tuff batu apung dengan tebalnya 30m dan diendapkan

pada kala Plistosen. Qvas ini merupakan gunung api andesit di daerah sungai

Cidangdeur. Lapisan Qv ini memanjang di sebelah kiri dan kanan gunung api andesit.

Di pertengahan sampai timur laut,. Lapisan Qv terlihat melensa. Di daerah Cisadane

dari diendapkannya Tmb pada miosen awal-tengah, diendapkan secara selaras,

Page 28: LAPORAN MAKALAH

endapan aluvial fan dengan litologinya tuf halus berlapis, tuf pasiran berselingan

dengan tuf konglomerat. Endapan ini merupakan hasil perombakan dari batu piroklastik

yang bernama epiklastik yang merupakan hasil dari erosi bukit akibat adanya sesar

turun yang merombak hasil endapan tuff dan bercampur pada batu lain menjadi batu

sedimen. Lapisan ini bernama Qav pada peta dengan endapannya yang memanjang

dan berumur pliosen-pleistosen tebalnya 20-50m. . Kemudian muncul endapan aluvium

yang diendapkan secara tidak selaras di atas aluvium fan berupa lempung, lanau, pasir,

kerikil, dan bongkah dengan umur holosen dan penyeberannya di titik-titik tertentu dan

sangat kecil sekali. Endapan ini ditandai Qa pada peta. Ketebalannya mencapai 1m.

Pada penampang E-F pada ujung peta sebelah kanan 60 25' LS-60 30'LS dan 1060

55'BT-1070 'BT. Pada masa miosen awal-tengah diendapkan batu gamping koral,

sisipan batu gamping pasiran, napal, batu pasir kuarsa glaukonit hijau yang merupakan

lingkungan pengendapannya laut dan dinamakan formasi Klapanunggal. Formasi ini

merupakan bagian dari fasies formasi jatiluhur berupa endapan napal dan batulempung

sisipan batu pasir gampingan dimana kedua formasi ini diendapkan pada miosen awal-

tengah dengan tebalnya kira-kira 200m. Pada kala miosen awal-tengah, terjadi peristiwa

uplift menjadi darat dan kemudian terlipatkan menjadi antiklin yang besar dan terjadi

sesar vertikal pada lapisan Tmk. Pada saat bersamaan lapisan Tmj pun terkena struktur

sehingga memiliki arah trend timur laut. Pada waktu selanjutnya banyak sekali lapisan

yang tererosi pada kala berikutnya. Sampai diendapkan aluvial fan dengan litologi tuf

halus berlapis, tuf pasir berselingan dengan konglomerat, Qav pada kala pliosen.

Pada kepulauan seribu terdapat banyak sekali batugamping koral berupa koloni

koral, hancuran koral dan cangkang molusca yang berumur dari pliosen akhir-holosen

yang mengalami uplift dan muncul di permukaan hingga sekarang.

Gambar penampang dan potongan peta:

Page 29: LAPORAN MAKALAH

Penampang E-F dan potongan petanya

Penampang C-D dan potongan petanya

Page 30: LAPORAN MAKALAH

Penampang A-B dan potongan petanya

BAB V

Page 31: LAPORAN MAKALAH

KESIMPULAN

Kepulauan seribu merupakan hasil pertumbuhan koral yang terangkat.

Formasi klapanunggal secara genesa waktu sama dengan formasi jatiluhur

dan kedua fromasi tertektonikan, sehingga formasi klapanunggal menjadi

antiklin dan formasi jatiluhur memliki trend.

Urutan umur dari tua ke muda adalah Formasi rengganis Tmrs dengan umur

miosen awal, Formasi Bojongmanik Tmb, formasi Klapanunggal Tmk, dan

formasi jatiluhur Tmj mempunyai umur yang sama yaitu miosen awal-

miosen tengah, Formasi genteng dan formasi basal gunung Dago

mempunyai umur yang sama yaitu miosen akhir, Formasi banten tuff

memiliki umur pliosen, Formasi gunung api muda, Andesit gunung

sudamanik, dan aluvial fan memiliki umur plistosen, Coraline limestone

berumur plistosen-holosen, dan endapan aluvial merupakan umur termuda

yaitu resen.

Pada bagian barat daya peta geologi ini, memiliki aktivitas vulkanisme dan

sesar naik yang melintasi gunung apinya.

Endapan aluvial dan aluvial fan mendominasi peta geologi jakarta dan

coraline limestone mendominasi kepulauan seribu.

DAFTAR PUSTAKA

Page 32: LAPORAN MAKALAH

http://wingmanarrows.wordpress.com/2012/10/08/konsep-konsep-dan-hukum-

hukum-dalam-ilmu-geologi/

http://boezsay.blogspot.com/2013/09/hukum-dasar-geologi.html

http://alfred8steven.wordpress.com/2012/10/27/hukum-hukum-geologi/

http://fahriadhari.blogspot.com/2013/07/hukum-hukum-dasar-geologi.html

http://banyudata.blogspot.com/2010/03/peta-geologi-indonesia.html

http://syawal88.wordpress.com/2011/10/05/geologi-regional-jawa-barat/