24
LAPORAN MATERI PENYERAPAN Badan kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Oleh : 1. Febri Fendi 08.70.0015 2. Donna Patty 09.70.0065 3. Agustinus Alfred 09.70.0097 4. Reindy Susanto 09.70.0169 5. Florensia A. 09.70.0114 6. Dewita Rahmantisa 09.70.0204 7. Dewi Amaliah 09.70.0301 BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA Materi penyerapan BKKBN- Kelompok B2 Sidoarjo | i

Laporan Materi Penyerapan Bkkbn

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan dinkes sidoarjo bkkbn

Citation preview

LAPORAN MATERI PENYERAPAN

Badan kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

Oleh :

1. Febri Fendi

08.70.0015

2. Donna Patty

09.70.00653. Agustinus Alfred

09.70.00974. Reindy Susanto

09.70.01695. Florensia A.

09.70.01146. Dewita Rahmantisa

09.70.0204

7. Dewi Amaliah

09.70.0301

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA2015

DAFTAR ISI

Halaman Sampul Depan..................................................................................... i

Daftar Isi ........................................................................................................... ii

Daftar Gambar ................................................................................................. ivBAB 1 PENDAHULUAN

11.1 Latar belakang

1

1.2 Rumusan Masalah

21.3 Tujuan

31 Tujuan umum ...........................................................

32 Tujuan Khusus ..........................................................

3BAB 2 PEMBAHASAN 42.1 Sejarah BKKBN 42.1.1 Di Luar Negeri 42.1.2 Dalam Negeri 42.1.2.1 Periode Perintisan 42.1.2.2 Periode Keterlibatan Pemerintah 52.1.2.2.1 Periode Pelita I 52.1.2.2.2 Periode Pelita II 6

2.1.2.2.3 Periode Pelita III 6

2.1.2.2.4 Periode Pelita IV 6

2.1.2.2.5 Periode Pelita V 6

2.1.2.2.6 Periode Pelita VI 7

2.1.2.2.7 Periode Reformasi 7

2.2 Visi Misi 82.2.1 Visi 82.2.2 Misi 8

2.3 Filosofi dan Grand Strategi 82.3.1 Filosofi 82.3.2 Grand Strategi 82.4 Landasan Hukum 82.5 Fungsi 92.6 Tugas 10

2.7 Kewenangan 10

2.8 Struktur Organisasi 11

2.9 Logo 12

2.9.1 Filosofi logo 12

2.9.2 Arti 12BAB III KESIMPULAN 133.1 Kesimpulan 13Daftar GambarTabel 1 Struktur Organisasi BKKBN 11Tabel 2 Logo 12BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia, setelah RRC, India dan Amerika Serikat, dengan jumlah penduduk hasil sensus BPS tahun 2010 sebesar 237,6 juta jiwa. Dengan demikian selama 10 tahun, penduduk Indonesia mengalami pertambahan 32,5 juta jiwa dari jumlah penduduk tahun 2000.

Hal itu menggambarkan bahwa sejak era Orde Reformasi, pertumbuhanpenduduk cenderung tidak terkendali. Bahkan ada sejumlah provinsi, pertumbuhan penduduknya mencapai diatas 3 persen pertahun.

Pada hal pertumbuhan penduduk yang besar, bisa menjadi ancaman bagi Indonesia. Gambarannya, kalau pertumbuhan pendudukdua persen, maka setiap tahun terjadi pertambahan penduduk sebanyak 4,6 jutajiwa, yanghampir sama dengan jumlah keseluruhanpenduduk Singapura. Dalam lima tahun mendatang, terjadi pertambahan penduduk sebanyak 23 juta. Artinya pada tahun 2014,jumlahpenduduk Indonesia mencapai253 jutajiwa. Kalau pertumbuhan penduduk tiga persensetiap tahun seperti yang terjadi di beberapa provinsi, maka setiap tahun bertambah penduduk kita6,9 juta jiwa. Berarti dalam lima tahun mendatang, jumlah penduduk Indonesia bertambah 35 juta jiwa, yang jauh melampuai jumlahpenduduk Malaysia. Dengan begitu, pada tahun 2014, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan sebanyak265 jutajiwa. Jika rata-rata pertumbuhan penduduk tiga persen pertahun, maka padatahun 2025, jumlah penduduk Indonesia sekitar 340 juta jiwa.

Sebenarnya jumlah penduduk yang besar tidak menjadi masalah, kalau sebagian besar penduduknya berpendidikan, berilmu pengetahuan dan menguasai teknologi, memiliki pekerjaan serta penghasilan yang memadai. Karena, purchasing powermasyarakat, demanddansupplyatas barang dan jasa akan meningkat, yang tentu akan menimbulkan perputaran ekonomi yang dinamis dan maju, yang dampaknya pasti melahirkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyarakat dan negara.

Akan tetapi, pertumbuhan penduduk yang besar seperti Indonesia, menimbulkan masalah besar.Pertama, dalampenyediaan pendidikanyang berkualitas. Dengan pertumbahan penduduk 3 persen atau 6,9 juta jiwa pertahun, kita mengalami kesulitan dalam penyediaan sarana dan biaya pendidikan untuk mewujudkan pendidikan untuk semua (education for all). Sekarang ini saja, walaupun pemerintah telah meningkatkanbudgetpendidikan sebesar 20 persen, tetapi sarana pendidikan di berbagai desa dan kecamatan, masih banyak yang memprihatinkan. Dari aspek publik, masih banyak yang tidak mampu menyekolahkan anak-anaknya karena miskin. Dampaknya, mayoritas masyarakat Indonesia belum berpendidikan yang memadai. Pada umumnya, masih berpendidikan setaraf Sekolah Dasar (SD). Kalau dalam lima tahun mendatang, pendidikan sembilan tahun berhasil, maka pendidikan sebagian besar masyarakat Indonesia baru setaraf SLTP (SMP). Itu sebabnya, jumlah penduduk yang besar belum bisa menjadi faktor pendorong bagi kemajuan industri dan perdagangan di Indonesia.

Kedua, penyediaan pekerjaan. Pertambahan penduduk yang besar, juga menimbulkan masalah dalam menyediakan lapangan kerja bagi mereka. Setiap tahun tidak kurang 2,5 juta pencari kerja baru masuk ke lapangan pekerjaan. Mereka dengan latar belakang pendidikan yang pada umumnya kurang memadai dan tidak memiliki ketrampilan, bergulat mencari pekerjaan. Dengan pendidikan yang rendah dan pertumbuhan ekonomi yang kurang memadai karena krisis global, sudah pasti tidak bisa seluruhnya menyerap mereka dalam lapangan pekerjaan. Jalan keluarnya ialah menjadi TKI di luar negeri, namun kurangnya pendidikan dan ketrampilan (skill), mereka terpaksa menjadi tenaga kerja informal seperti pembantu rumah tangga (PRT) yang banyak mendapat masalah, pekerja di kebun karet, pelayan toko, restoran, pembabat rumput, bagian kebersihan, dan lain sebagainya.

Ketiga,kemiskinan meluas. Pertambahan penduduk yang besar, tidak disertai kemampuan memberi pendidikan dan pekerjaan yang baik kepada mereka, menimbulkan lingkaran setan yang tidak berujung pangkal (vicious circle). Indonesia termasuk negara yang belum berhasil membangun seluruh atau sebagian besar penduduknya secara berkualitas serta mempunyai pekerjaan. Ada yang berkualitas, tetapi jumlahnya masih terbatas. Oleh karena banyak yang tidak berpendidikan dan tidak memiliki ketrampilan (skill), maka banyak yang menganggur karena tidak bisa diserap dalam lapangan pekerjaan. Mereka yang tidak berpendidikan, juga sulit membangun usaha sendiri karena tidak memiliki kemampuan apa-apa. Maka, sebesar apapun dana yang dianggarkan untuk memberdayakan dan memajukan orang-orang miskin, sulit berhasil karena tidak ada potensi yang bisa digerakkan untuk membangun usaha mandiri yang sehat. Akibatnya, mereka terperangkap dalam lingkaran kemiskinan yang massif.

Keempat, penyediaan pangan dan papan. Pertumbuhan penduduk yang besar, juga memberi beban yang berat kepada pemerintah untuk menyediakan pangan dan papan (tempat tinggal). Lahan pertanian yang semakin terbatas di Jawa yang terkenal subur, lantaran terjadi alih fungsi, belum dapat digantikan dengan lahan pertanian di luar Jawa, yang tidak semuanya lubur, dan juga tidak mudah membuka lahan baru untuk pertanian tanaman padi.

Maka pertambahan penduduk yang besar untuk masa depan, bisa mengakibatkan beban ganda dalam penyediaan pangan dan papan. Masyarakat yang kurang berpendidikan dan tidak ada pekerjaan yang memberikan penghasilan (income) yang memadai, mengakibatkan kemiskinan. Mereka yang miskin, pasti tidak bisa menyediakan pangan dan papan kepada keluarganya. Kalaupun bisa menyediakan secara terbatas, pasti tidak mampu menyediakan makanan yang cukup bergizi. Konsekuensinya, generasi masa depan akan tidak berkualitas, karena tidak mendapat gizi cukup, dan tidak bisa mengakses layanan pendidikan yang berkualitas dan papan (tempat tinggal) yang memadai, sehingga menambah beban pemerintah dan masyarakat.

Kelima, pelayanan kesehatan. Ledakan jumlah penduduk juga dikhawatirkan karena sulit memberikan pelayanan kesehatan yang baik terutama masyarakat miskin. Maka, bisa meningkatkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi baru lahir dalam beberapa tahun ke depan.

Ledakan jumlah penduduk juga akan meningkatkan kebutuhan akan fasilitas kesehatan seperti puskesmas dan sumber daya manusia bidang kesehatan, termasuk kebutuhan dokter, dokter spesialis, bidan, dan perawat. Ini berarti beban pemerintah dalam penyediaan anggaran dan fasilitas pelayanan kesehatan akan bertambah berat.

Implikasi ledakan jumlah penduduk terhadap sektor kesehatan tidak akan terlalu besar jika peningkatan jumlah penduduk itu terjadi di kalangan menengah ke atas. Masalahnya, saat ini fenomena banyak anak justru banyak terjadi di kalangan masyarakat menengah ke bawah, seperti seorang petani yang rumahnya dan lahan pertaniannya tertimpa lumpur Lapindo seperti ditayangkan Metro Tv dalam acara Kick Andy beberapa waktu lalu, mempunyai anak sebelas orang anak yang rata-rata masih usia sekolah, sementara orang tuanya menganggur, dan berada dalam pengungsian (tidak punya rumah). Ini merupakan contoh nyata, beban berat ekonomi yang ditanggung keluarga dan pemerintah, sebab mereka generasi pelanjut.

Untuk mengendalikan dan mengontrol pertumbuhan penduduk Indonesia yang terus meningkat, pemerintah membuat suatu badan bernama BKKBN. BKKBN diharapkan mampu berperan aktif dalam menangani masalah kependudukan yang terjadi di Indonesia.BAB II

PEMBAHASAN2.1 Sejarah BKKBN

2.1.1 Di Luar Negeri Upaya Keluarga Berencana mula-mula timbul atas prakarsa kelompok orang-orang yang menaruh perhatian pada masalah kesehatan ibu, yaitu pada awal abad XIX di Inggris yaitu Marie Stopes (19880-1950) yang menganjurkan pengaturan kehamilan di kalangan buruh. Di Amerika Serikat dikenal dengan Margareth Sanger (1883-1966) dengan program birth control nya merupakan pelopor KB Modern.

Pada tahun 1917 didirikan National Birth Control League dan pada Nopember 1921 diadakan American National Birth Control Conference yang pertama. Pada tahun 1925 ia mengorganisir Konperensi International di New York yang menghasilkan pembentukan International Federation of Birth Control League.

Pada tahun 1948 Margareth Sanger turut aktif di dalam pembentukan International Committee on Planned Parenthood yang dalam konferensinya di New Delhi pada tahun 1952 meresmikan berdirinya International Planned Parenthood Federation (IPPF). Federasi ini memilih Margareth Sanger dan Lady Rama Ran dari India sebagai pimpinannya. Sejak saat itu berdirilah perkumpulan-perkumpulan keluarga berencana di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, yang merupakan cabang-cabang IPPF tersebut.

2.1.2 Di Indonesia

2.1.2.1 Periode Perintisan (1950-an 1966) Sejalan dengan perkembangan KB di luar negeri, di Indonesia telah banyak dilakukan usaha membatasi kelahiran secara tradisional dan bersifat individual. Dalam kondisi angka kematian bayi dan ibu yang melahirkan di Indonesia cukup tinggi, upaya mengatur kelahiran tersebut makin meluas terutama di kalangan dokter. Sejak tahun 1950-an para ahli kandungan berusaha mencegah angka kematian yang terlalu tinggi dengan merintis Bagian Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA). Diantara pelopor keluarga berencana tersebut Dr. Sulianti Saroso.

Pada tahun 1957, didirikan Perkumpulan Keluarga Berencana yang dalam perkembangannya berkembang menjadi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI). Namun dalam kegiatan penerangan dan pelayanan masih dilakukan terbatas mengingat PKBI, sebagai satu-satunya organisasi sosial yang bergerak dalam bidang KB masih mendapat kesulitan dan hambatan, terutama KUHP nomor 283 yang melarang penyebarluasan gagasan keluarga berencana(KB). Pada tahun 1967 PKBI diakui sebagai badan hukum oleh Departemen Kehakiman. 2.1.2.2 Periode Keterlibatan Pemerintah dalam Program KB Nasional Di dalam Kongres Nasional I PKBI di Jakarta diambil keputusan diantaranya bahwa PKBI dalam usahanya mengembangkan dan memperluas usaha keluarga berencana (KB) akan bekerjasama dengan instansi pemerintah. Pada tahun 1967 Presiden Soeharto menandatangani Deklarasi Kependudukan Dunia yang berisikan kesadaran betapa pentingnya menentukan atau merencanakan jumlah anak, dan menjarangkan kelahiran dalam keluarga sebagai hak asasi manusia. Pada tanggal 16 Agustus 1967 di depan Sidang DPRGR, Presiden Soeharto pada pidatonya Oleh karena itu kita harus menaruh perhatian secara serius mengenai usaha-usaha pembatasan kelahiran, dengan konsepsi keluarga berencana yang dapat dibenarkan oleh moral agama dan moral Pancasila. Sebagai tindak lanjut dari Pidato Presiden tersebut, Menkesra membentuk Panitia Ad Hoc yang bertugas mempelajari kemungkinan program KB dijadikan Program Nasional. Selanjutnya pada tanggal 7 September 1968 Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden No. 26 tahun 1968 kepada Menteri Kesejahteraan Rakyat, yang isinya antara lain:

a. Membimbing, mengkoordinir serta mengawasi segala aspirasi yang ada di dalam masyarakat di bidang Keluarga Berencana.

b. Mengusahakan segala terbentuknya suatu Badan atau Lembaga yang dapat menghimpun segala kegiatan di bidang Keluarga Berencana, serta terdiri atas unsur Pemerintah dan masyarakat.

Berdasarkan Instruksi Presiden tersebut Menkesra pada tanggal 11 Oktober 1968 mengeluarkan Surat Keputusan No. 35/KPTS/Kesra/X/1968 tentang Pembentukan Tim yang akan mengadakan persiapan bagi Pembentukan Lembaga Keluarga Berencana. Setelah melalui pertemuan-pertemuan Menkesra dengan beberapa menteri lainnya serta tokoh-tokoh masyarakat yang terlibat dalam usaha KB, Maka pada tanggal 17 Oktober 1968 dibentuk Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) dengan Surat Keputusan No. 36/KPTS/Kesra/X/1968. Lembanga ini statusnya adalah sebagai Lembaga Semi Pemerintah.

2.1.2.2.1 Periode Pelita I (1969-1974) Periode ini mulai dibentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berdasarkan Keppres No. 8 Tahun 1970 dan sebagai Kepala BKKBN adalah dr. Suwardjo Suryaningrat. Dua tahun kemudian, pada tahun 1972 keluar Keppres No. 33 Tahun 1972 sebagai penyempurnaan Organisasi dan tata kerja BKKBN yang ada. Status badan ini berubah menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan langsung dibawah Presiden.

Untuk melaksanakan program keluarga berencana di masyarakat dikembangkan berbagai pendekatan yang disesuaikan dengan kebutuhan program dan situasi serta kondisi masyarakat. Pada Periode Pelita I dikembangkan Periode Klinik (Clinical Approach) karena pada awal program, tantangan terhadap ide keluarga berencana (KB) masih sangat kuat, untuk itu pendekatan melalui kesehatan yang paling tepat.

2.1.2.2.2 Periode Pelita II (1974-1979) Kedudukan BKKBN dalam Keppres No. 38 Tahun 1978 adalah sebagai lembaga pemerintah non-departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Tugas pokoknya adalah mempersiapkan kebijaksanaan umum dan mengkoordinasikan pelaksanaan program KB nasional dan kependudukan yang mendukungnya, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah serta mengkoordinasikan penyelenggaraan pelaksanaan di lapangan.

Periode ini pembinaan dan pendekatan program yang semula berorientasi pada kesehatan ini mulai dipadukan dengan sector-sektor pembangunan lainnya, yang dikenal dengan Pendekatan Integratif (Beyond Family Planning). Dalam kaitan ini pada tahun 1973-1975 sudah mulai dirintis Pendidikan Kependudukan sebagai pilot project.

2.1.2.2.3 Periode Pelita III (1979-1984) Periode ini dilakukan pendekatan Kemasyarakatan (partisipatif) yang didorong peranan dan tanggung jawab masyarakat melalui organisasi/institusi masyarakat dan pemuka masyarakat, yang bertujuan untuk membina dan mempertahankan peserta KB yang sudah ada serta meningkatkan jumlah peserta KB baru. Pada masa periode ini juga dikembangkan strategi operasional yang baru yang disebut Panca Karya dan Catur Bhava Utama yang bertujuan mempertajam segmentasi sehingga diharapkan dapat mempercepat penurunan fertilitas. Pada periode ini muncul juga strategi baru yang memadukan KIE dan pelayanan kontrasepsi yang merupakan bentuk Mass Campaign yang dinamakan Safari KB Senyum Terpadu.

2.1.2.2.4 Periode Pelita IV (1983-1988) Pada masa Kabinet Pembangunan IV ini dilantik seorang profesor sebagai Kepala BKKBN. Pada masa ini juga muncul pendekatan baru antara lain melalui Pendekatan koordinasi aktif, penyelenggaraan KB oleh pemerintah dan masyarakat lebih disinkronkan pelaksanaannya melalui koordinasi aktif tersebut ditingkatkan menjadi koordinasi aktif dengan peran ganda, yaitu selain sebagai dinamisator juga sebagai fasilitator. Disamping itu, dikembangkan pula strategi pembagian wilayah guna mengimbangi laju kecepatan program.

Pada periode ini secara resmi KB Mandiri mulai dicanangkan pada tanggal 28 Januari 1987 oleh Presiden Soeharto dalam acara penerimaan peserta KB Lestari di Taman Mini Indonesia Indah. Program KB Mandiri dipopulerkan dengan kampanye Lingkaran Biru (LIBI) yang bertujuan memperkenalkan tempat-tempat pelayanan dengan logo Lingkaran Biru KB.

2.1.2.2.5 Periode Pelita V (1988-1993) Pada periode ini gerakan KB terus berupaya meningkatkan kualitas petugas dan sumberdaya manusia dan pelayanan KB. Oleh karena itu, kemudian diluncurkan strategi baru yaitu Kampanye Lingkaran Emas (LIMAS). Jenis kontrasepsi yang ditawarkan pada LIBI masih sangat terbatas, maka untuk pelayanan KB LIMAS ini ditawarkan lebih banyak lagi jenis kontrasepsi, yaitu ada 16 jenis kontrepsi.

Pada periode ini juga ditetapkannya UU No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, dan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 khususnya sub sector Keluarga Sejahtera dan Kependudukan, maka kebijaksanaan dan strategi gerakan KB nasional diadakan untuk mewujudkan keluarga Kecil yang sejahtera melalui penundaan usia perkawinan, penjarangan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga.

2.1.2.2.6 Periode Pelita VI (1993-1998) Pada pelita VI, fokus kegiatan diarahkan pada pelayanan keluarga berencana dan pembangunan keluarga sejahtera, yang dilaksanakan oleh pemerintah, masyarakat dan kelaurga untuk meningkatkan kualitas keluarga agar dapat melaksanakan fungsinya secara optimal. Kegiatan yang dikembangkan dalam pelaksanaan pembangunan keluarga sejahtera diarahkan pada tiga gerakan, yaitu Gerakan Reproduksi Sejahtera (GRKS), Gerakan Ketahanan Keluarga Sejahtera (GKSS), dan Gerakan Ekonomi Keluarga Sejahtera (GEKS).

2.1.2.2.7 Periode Reformasi Pada Periode Kabinet Persatuan Indonesia, Kepala BKKBN dirangkap oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan. Pada tahun 2009, diterbitkan Undang Undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, BKKBN berubah dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Sebagai tindak lanjut dari UU 52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarha Sejahtera, di mana BKKBN kemudian direstrukturisasi menjadi badan kependudukan, bukan lagi badan koordinasi, maka pada tanggal 27 September 2011.2.2 Visi Misi BKKBN

2.2.1 Visi

Menjadi lembaga yang handal dan dipercaya dalam mewujudkan penduduk tumbuh seimbangdan keluarga berkualitas.2.2.2 Misi

1. Mengarus-utamakan pembangunan berwawasan Kependudukan

2. Menyelenggarakan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi

3. Memfasilitasi Pembangunan Keluarga

4. Mengembangkan jejaring kemitraan dalam pengelolaan Kependudukan, Keluarga Berencana danPembangunan Keluarga

5. Membangun dan menerapkan budaya kerja organisasi secara konsisten

2.3 Filosofi dan Grand Strategi2.3.1 Filosofi

Menggerakkan Peran Serta Masyarakat Dalam Keluarga Berencana 2.3.2 Grand Strategi

Arah Kebijakan : a. Merevitalisasi Program Keluarga Berencana.

b. Menyerasikan Kebijakan Kependudukan dengan Kebijakan Pembangunan lainnya.2.4 Landasan Hukuma.Pasal 20, Pasal 26 ayat (2), Pasal 26 ayat (3), Pasal 28B ayat (1), Pasal 28B ayat (2), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28J ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

b.Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

c.Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

d.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

e.Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

f.Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

g.Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.

h.Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera.

i.Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Perkembangan Kependudukan.

j.Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional

k.Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

l.Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah

m.Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014.

n.Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2010 tentang Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

r.Peraturan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Nomor 72/PER/B5/2011 tentang Organisasi dan Tata kerja Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.

s.Peraturan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Nomor 82/PER/B5/2011 tentang Organisasi dan Tata kerja Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Provinsi.

t.Peraturan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Nomor 92/PER/B5/2011 tentang Organisasi dan Tata kerja Balai Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana.

2.5 Fungsi

a.Perumusan kebijakan nasional di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana;b.Penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana;c.Pelaksanaan advokasi dan koordinasi di bidang pengendaliaan penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana;d.Penyelenggaraan komunikasi, informasi, dan edukasi di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana;e.Penyelenggaraan pemantauan dan evaluasi di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana;f.Pembinaan, pembimbingan, dan fasilitasi di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana;g.Penyelenggaraan pelatihan, penelitian, dan pengembangan dibidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana;h.Pembinaan dan koordinasi pelaksanaan tugas administrasi umum di lingkungan BKKBN;i.Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab BKKBN;j.Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BKKBN; dank.Penyampaian laporan, saran, dan pertimbangan di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana.

2.6 TugasMelaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana.2.7 Kewenangan

a.Pembinaan dan peningkatan Kemandirian keluarga berencana.

b.Promosi dan penggerakan masyarakat yang didukung dengan pengembangan dan sosialisasi kebijakan pengendalian penduduk.

c.Peningkatan pemanfaaan sistem informasi manajemen berbasis teknologi informasi.

d.Pelatihan, penelitian dan pengembangan program kependudukan dan keluarga berencana

e.Peningkatan kualitas manajemen program.

f.Penyusunan peraturan perundangan pengendalian penduduk.

g.Perumusan kebijakan kependudukan yang sinergis antar aspek kuantitas, kualitas dan mobilitas.

h.Penyediaan sasaran parameter kependudukan yang disepakati semua sektor terkait.2.8 Struktur Organisasi BKKBN

2.9 Logo BKKBN

2.9.1 Filosofi Logo:

Logo baru BKKBN adalah hasil dari adaptasi logo terdahulu dengan tujuan untuk menegaskan eksistensi dan peran BKKBN sebagai lembaga yang mempunyai peranan penting dalam masalah kependudukan di Indonesia.

Logo BKKBN merupakan paduan dari elemen-elemen yang tidak dapat dipisahkan yang merupakan perwakilan dari seluruh kinerja BKKBN sebagai lembaga yang menjaga keseimbangan Kualitas, Kuantitas dan Mobilitas penduduk Indonesia dalam mewujudkan kesempurnaan yang disimbolkan dalam satu kesatuan logo.2.9.2 Arti Logo

Ikon yang terdiri dari bapak, ibu, dan dua orang anak yang berada di bawah naungan lengkungan warna biru muda merupakan simbol terdepan dari satu keluarga indonesia yang dinamis dan berkualitas, pada logo terdapat lengkungan berwarna biru yang merupakan cakrawala biru yang luas cerminan kinerja BKKBN yang luas dalam menjaga keseimbangan keluarga Indonesia.

Bentuk dan susunan tipografi BKKBN digambarkan dengan formasi yang solid dengan warna biru muda pada huruf B, N dan huruf k, k, b berwarna biru tua yang merupakan satu kesatuan yang harmonis untuk mewujudkan visi dan misi BKKBN yang selaras dan satu tujuan secara harmonis demi menuju penduduk tumbuh seimbang.

a. Warna Logo:

Logo BKKBN terdiri dari 2 warna yaitu biru muda dan biru tua. Notasi warnanya adalah:

Warna Pure Blue, Pantone Process Cyan C, C100 M0 Y0 K0

Warna ini memiliki arti lembaga tulus melakukan tugasnya.

Warna Elegant Blue, Pantone 2955C, C100 M50 Y0 K40

Warna ini memiliki arti lembaga terpercaya, berwibawa dan satu kesatuan utuh.

BAB IIIKESIMPULAN 3.1 Kesimpulan

Pertumbuhan penduduk saat ini merupakan isu yang sangat populer dan mencemaskan negara-negara di dunia. Hal ini dikarenakan pertumbuhan penduduk sangat berkaitan dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan terutama peningkatan mutu kehidupan atau kualitas sumberdaya manusia. Isu lonjakan penduduk juga menjadi perhatian Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia. Jumlah penduduk yang sangat besar dan kurang seimbang dengan daya dukung serta daya tampung lingkungan tentu akan menjadi suatu permasalahan yang besar untuk indonesia.

Sebagai upaya penanggulangan masalah kependudukan, pemerintah Indonesia telah mencanangkan dan melaksanakan berbagai upaya program kependudukan Keluarga Berencana (KB). Upaya nyata tersebut diwujudkan dengan ditetapkan suatu perundang-undangan dalam peraturan Presiden No 62 tahun 2010 tentang Badan kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Melalui lembaga tersebut, diharapkan menjadi suatusalah satu alat untuk mengatasi kekhawatiran atas tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia.

BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) adalah lembaga pemerintah non departemen Indonesia yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang keluarga berencana dan keluarga sejahtera. BKKBN berkedudukan dibawah presiden dan bertanggungjawab kepada presiden yang dipimpin oleh seorang kepala.

Materi penyerapan BKKBN- Kelompok B2 Sidoarjo | i