42
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara selain India dan Myanmar (WHO, 2009; Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementrian Kesehatan RI, 2010). Indonesia adalah negara kepulauan beriklim tropis terdiri dari 17.508 pulau dengan 34 propinsi dan 447 kabupaten yang memiliki daya dukung lingkungan optimal untuk pertumbuhan keanekaragaman flora dan fauna. Jenis fauna yang berkembang dengan baik adalah serangga termasuk nyamuk aedes aegepty. Nyamuk aedes aegepty merupakan vektor dari penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) (WHO, 2009). Hampir seluruh wilayah Indonesia memiliki resiko tertular DBD, kecuali daerah yang memiliki ketinggian lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut. Pada tahun 2011, di Indonesia ada 58.065 kasus, terjadi pada orang yang berumur > 15 tahun (55,1 %). Kematian pada kelompok umur 10-14 tahun (26,1%) dan > 1

LAPORAN MINI PROJECT PKM BRY.docx

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangDemam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara selain India dan Myanmar (WHO, 2009; Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementrian Kesehatan RI, 2010). Indonesia adalah negara kepulauan beriklim tropis terdiri dari 17.508 pulau dengan 34 propinsi dan 447 kabupaten yang memiliki daya dukung lingkungan optimal untuk pertumbuhan keanekaragaman flora dan fauna. Jenis fauna yang berkembang dengan baik adalah serangga termasuk nyamuk aedes aegepty. Nyamuk aedes aegepty merupakan vektor dari penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) (WHO, 2009). Hampir seluruh wilayah Indonesia memiliki resiko tertular DBD, kecuali daerah yang memiliki ketinggian lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut.Pada tahun 2011, di Indonesia ada 58.065 kasus, terjadi pada orang yang berumur > 15 tahun (55,1 %). Kematian pada kelompok umur 10-14 tahun (26,1%) dan > 15 tahun (26,1%). Jumlah kasus baru pada suatu populasi selama waktu tertentu atau Incidence Rate/IR/AI/angka insidensi DBD tahun 2011 di Indonesia adalah 24,44/100.000 penduduk. Case fatality Rate/CFR DBD tahun 2011 diperoleh dari jumlah individu yang mati karena penyakit DBD yaitu 504 dibagi dengan jumlah individu yang mengalami penyakit tersebut sehingga diperoleh CFR: 0,87% (WHO, 2012)Demam berdarah dengue selama enam tahun terakhir mengalami peningkatan, termasuk juga di Provinsi Bengkulu. Kondisi tersebut disebabkan oleh kepadatan dan mobilitas penduduk sehubungan sarana transportasi lebih baik, sehingga penyebaran virus lebih luas. Daerah yang padat penduduknya memudahkan terjadinya penularan penyakit DBD hal ini disebabkan oleh sifat multiple-bitting (kebiasaaan menggigit berulang-ulang) dari nyamuk (WHO,2005).Pada tahun 2008 di Kota Bengkulu terdapat 132 kasus DBD, tahun 2009 terdapat 247 kasus, tahun 2010 terdapat 351 kasus, dan tahun 2011 terdapat 403 kasus (Dinas Kesehatan Kota Bengkulu, 2011). Kota Bengkulu turut berkontribusi dalam peningkatan kasus DBD di Provinsi Bengkulu. Tahun 2008 sampai dengan tahun 2011 di Kota Bengkulu terjadi peningkatan kasus DBD. Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi, urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis dan peningkatan sarana transportasi merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD (Gubler, 2010)Indonesia sudah melakukan pengendalian secara kimiawi terhadap vektor DBD dengan fogging atau pengasapan dengan menggunakan insektisida malation pada tahun 1969. Tahun 1980 insektisida temefos digunakan untuk pengendalian jentik nyamuk aedes aegepty. Strategi pengendalian DBD yang digunakan di Kota Bengkulu melalui pengasapan / fogging menggunakan insektisida malation dilakukan 22 tahun. Kegiatan pengasapan dilakukan di rumah kasus DBD dan disekitar rumah kasus (radius 100m). Larvasida dengan menggunakan insektisida bahan aktif temefos 1% yang ditaburkan ke tempat penampungan air penggunaannya di Kota Bengkulu belum diperoleh data yang pasti tapi diperkirakan sekitar tahun 1980. Temefos yang biasa didistribusikan dengan merek dagang abate 1 G digunakan dengan dosis anjuran 1 gr/10 liter ( 1 gr temefos 1% dimasukkan dalam 10 liter air).Metode fogging maupun larvasida belum memperlihatkan hasil yang memuaskan karena pada saat pengasapan tidak semua aedes aegepty terbunuh tetapi masih ada yang hidup karena nyamuk berhasil menghindar dari insektisida atau dosis insektisida yang kontak dengan nyamuk tidak mencukupi. Akibatnya nyamuk tersebut menjadi resisten dan resistensi itu diturunkan kepada keturunannya.Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan DBD dengan program 3 M plus yaitu kegiatan (menguras tempat penampungan air secara teratur, menutup tempat-tempat penampungan air dan mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk) diperluas dengan mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat lainnya yang sejenis seminggu sekali, memperbaiki talang air yang tidak tidak lancar, menutup lubang pada pada potonganbambu/pohon, menaburkan bubuk larvasida, memasang kawat kassa, mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruangan. Diperluas dengan upaya mengurangi kontak manusia dengan serangga vektor dengan penggunaan kelambu pada saat tidur siang, memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk, dan menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam ruangan rumah.

1.2 Pernyataan Masalaha. Peningkatan jumlah kasus Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Beringin Raya.b. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) untuk mencegah dan mengatasi penyakit demam berdarah dengue.

1.3 Tujuana. Membantu mencegah meluasnya kasus DBD di wilayah kerja Puskesmas Beringin Raya.b. Meningkatkan pengetahuan masyarakat dusun Brajan, desa Kaliancar mengenai pentingnya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) untuk mencegah dan mengatasi penyakit demam berdarah dengue.

1.4 Manfaat 1.4.1 Manfaat Bagi Masyarakata. Meningkatkan pengetahuan mengenai penyebab, penyebaran, gejala, pencegahan, dan pengobatan DBD.b. Memiliki kesadaran untuk melakukan PSN terutama 3M (menguras, mengubur, dan menutup) plus secara kotinyu dan serempakc. Membantu masyarakat dalam upaya menurunkan jumlah kasus DBD di wilayah kerja Puskesmas Beringin Raya.

1.4.2 Manfaat Bagi Puskesmasa. Membantu melaksanakan program promosi kesehatan puskesmas mengenai PSN terutama 3M (menguras, mengubur, dan menutup) plus.b. Membantu puskesmas dalam upaya menurunkan jumlah kasus DBD di wilayah kerja Puskesmas Beringin Raya.

1.4.3 Manfaat Bagi Pemerintaha. Membantu melaksanakan program promosi kesehatan masyarakat mengenai PSN terutama 3M (menguras, mengubur, dan menutup) plus.b. Membantu pemerintah dalam upaya menurunkan jumlah kasus DBD di Indonesia.

1.4.4 Manfaat Bagi Penulisa. Memperdalam dan memperbaharui pengetahuan mengenai DBDb. Menambah pengalaman dalam masalah ilmu kesehatan masyarakat terutama mengenai masalah DBD yang terjadi di masyarakat baik masyarakat luas maupun di wilayah kerja Puskesmas Beringin Raya.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEMAM BERDARAH DENGUE 2.1.1 DefinisiPenyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini dapat terjadi pada semua kelompok umur terutama pada anak-anak kurang dari 15 tahun (Anggraini, 2010)

2.1.2 Etiologi dan Vektor Penularan Etiologi DBD adalah virus Dengue yang merupakan bagian dari famili flaviviridae. Keempat serotipe virus Dengue (DEN-1, DEN-2,DEN-3, DEN-4) dapat dibedakan dengan metode serologi. Infeksi pada manusia oleh salah satu serotipe menghasilkan imunitas sepanjang hidup terhadap infeksi ulang oleh serotipe yang sama, tetapi hanya menjadi perlindungan sementara terhadap serotipe yang lain.3 Seseorang akan kebal seumur hidup terhadap serotip yang menyerang pertama kali, namun hanya akan kebal dalam waktu 6 bulan - 5 tahun terhadap serotipe virus Dengue lain (Sembel, 2009; Anggraini, 2010)Vektor penularan penyakit ini adalah Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vektor penularan virus Dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitan. Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (daerah urban) sedangkan di pedesaan (daerah rural) kedua jenis spesies nyamuk Aedes tersebut berperan dalam penularan. Namun Aedes Aegypti berkembang biak di tempat lembab dan genangan air bersih. Sedangkan Aedes albopictus berkembang biak di lubang-lubang pohon, dalam potongan bambu dan genangan air lainnya. Pertumbuhan dan perkembangan telur sampai nyamuk dewasa memerlukan waktu kurang lebih 7-14 hari1 (Chahaya, I., 2003; Sembel, 2009,Anggraini, D.S., 2010).

Gambar 1. Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti5

2.1.3 Mekanisme Penularan

Gambar 2. Cara Penularan DBD41

Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti, nyamuk Aedes aegypti tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremi. Kemudian virus yang berada di kelenjer liur akan berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada gigitan berikutnya. Di tubuh manusia, virus membutuhkan waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremi (Sembel, 2009; Anggraini, 2010)

2.1.4 Patogenesis DBD 1) Sistem vaskuler Hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah yang ditimbulkan oleh kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler akibat peningkatan akut permeabilitas vaskuler merupakan patofisiologi primer DBD dan Dengue Shock Syndrome (DSS). Dikutip dari Gubler D.J. (1998) dalam Soegijanto H.S. (2006), pada kasus-kasus berat terjadi penurunan volume plasma lebih dari 20% dan hal ini didukung dengan penemuan efusi pleura, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemi pada post mortem. Tidak terjadi lesi destruktif yang menetap pada vaskuler menunjukkan kelainan vaskuler hanya bersifat sementara yang diakibatkan oleh suatu mediator respon tubuh. Tiga faktor yang terlibat dalam perubahan hemostasis pada DBD dan DSS adalah perubahan vaskuler, trombositopeni, dan kelainan koagulasi. 2) Sistem respon imun Reaksi tubuh terhadap masuknya virus menimbulkan manifestasi klinis demam Dengue. Virus yang masuk akan berkembang biak di dalam sistem sirkulasi darah yang selanjutnya diikuti dengan viremia yang berlangsung selama 5 hingga 7 hari. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang dipaparkan oleh makrofag tersebut akan mengaktifasi sel T-helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. Selanjutnya sel T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik untuk melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Selain itu, sel T-helper juga mengaktifkan sel B yang akan memproduksi antibodi antara lain antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi, dan antibodi fiksasi komplemen. Pada umumnya antibodi yang muncul adalah IgG dan IgM yang mulai terbentuk pada infeksi primer, dan pada infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada meningkat (booster effect) (Soegijanto H.S., 2006).Antibodi terhadap virus dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari kelima, kemudian akan meningkat pada minggu pertama sampai ketiga, dan menghilang setelah 2 hingga 3 bulan. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar IgM, oleh karena itu antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat sekitar demam hari ke-14, sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada hari ke-2. Oleh karena itu diagnosis dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah sakit hari ke -5, diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibodi IgG dan IgM yang cepat (Gubler D.J. et al., 1994 dalam Soegijanto H.S., 2006).Hipotesis immune enhancement menjelaskan secara tidak langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi heterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok (Chen K. et al., 2009)

2.1.5 Manifestasi KlinisInfeksi virus DEN dapat menghasilkan beberapa tingkatan dari keparahan penyakit mulai dari infeksi asimtomatik, seperti keadaan flu (dengue fever) sampai dengan kondisi hemoragik yang dikarakterisasikan dengan kebocoran plasma dan perdarahan hingga menyebabkan komplikasi kematian. Oleh karena gejala DBD sangat bervariasi, maka WHO membagi 4 derajat: Derajat I : Demam disertai gejala-gejala umum yang tidak khas dan manifestasi perdarahan spontan satu-satunya adalah uji tourniquet positif. Derajat II : Gejala gejala derajat I, disertai gejala-gejala perdarahan kulit spontan atau manifestasi perdarahan yang lebih berat. Derajat III: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulitdingin dan lembab, gelisah, Derajat IV: Shock berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur (Asih, 1999).

Kriteria dengue antara lain :1) Kriteria dengue tanpa/dengan tanda bahaya (dengue probable)a) Bertempat tinggal di /bepergian ke daerah endemik dengueb) Demam tinggi mendadak 2-7 hari disertai 2 dari hal berikut : Mual, muntah Ruam Sakit dan nyeri Uji torniket positif Lekopenia Adanya tanda bahayac) Tanda bahaya adalah : Nyeri perut atau kelembutannya Muntah berkepanjangan Terdapat akumulasi cairan Perdarahan mukosa Letargi, lemah Pembesaran hati > 2 cm Kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit yang cepat. Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti kebocoran plasma tidak jelas)

2) Kriteria dengue berat a) Kebocoran plasma berat, yang dapat menyebabkan syok (DSS), akumulasi cairan dengan distress pernafasan.b) Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinisic) Gangguan organ berat, hepar (AST atau ALT 1000, gangguan kesadaran, gangguan jantung dan organ lain)6.

Untuk mengetahui adanya kecenderungan perdarahan dapat dilakukan uji tourniquet, walaupun banyak faktor yang mempengaruhi uji ini tetapi sangat membantu diagnosis, sensitivitas uji ini sebesar 30% sedangkan spesifisitasnya mencapai 82 %. Uji Torniquet dinyatakan positif, jika terdapat 10 atau lebih Petekie pada kulit seluas 1 inci persegi (2,5 x 2,5 cm) di lengan bawah bagian depan (volar) dekat lipat siku (fossa cubiti) (WHO, 2009) Pada penelitian yang terbaru, terbukti dengan melakukan pemeriksaan IL10, hitung jumlah trombosit dan hitung jumlah limfosit dari pasien akut dapat dilakukan deteksi dini dari DBD. Pada penelitian tersebut dinyatakan bahwa infeksi dengue (dengue fever) memiliki karakteristik yang spesifik yaitu peningkatan jumlah trombosit (> 147.5 +103/mL). Sedangkan bila hitung jumlah trombosit rendah (< 147.5 +103/mL) dan tingginya IL10 kemungkinan pasien tersebut DBD. Sedangkan pada kelompok dengan hitung jumlah trombosit, IL10 dan limfosit yang rendah ( HbCO, seharusnya HbO2, CO 210x lebih kuat mengikat Hb dibanding O2. Dampaknya kekurangan O2. NO2 bersifat racun, mengakibatkan pneumonia (sembuh 6-8 minggu), penyumbatan bronchioli (dapat meninggal 3-5 minggu). SO2 bersifat iritan, mudah diserap selaput lendir saluran nafas, produksi lendir berlebihan, iritasi. Pemaparan berulang-ulang berisiko kanker saluran nafas. Oleh karena itu penting sekali mengetahui prosedur fogging antara lain :a. Terdapat laporan kasus DBD dari Kelurahan atau Rumah Sakit .b. Ada pemberitahuan dari Kelurahan ke Puskesmas setempatc. Puskesmas menindak lanjuti laporan dari desa dengan melaksanakan Penyeledikan Epidemiologi yang tujuannya adalah mengetahui ada tidaknya penderita DB yang lain atau menemukan tersangka DBD dan melaksanakan pemeriksaan jentik pada radius 100 m dari penderita.d. Apabila hasil Penyelidikan Epidemiologi menyebutkan ada penderita DB yang lain dan atau ditemukan 3 tersangka serta ditemukan 5 % rumah terdapat Jentik nyamuk, maka puskesmas akan meneruskan permohonan fogging ke Dinas Kesehatan.e. Tetapi apabila hasil PE tidak sesuai dengan kriteria diatas, maka puskesmas akan menindak lanjuti dengan PSN, pemberian abate dan Penyuluhan tanpa dilanjutkan fogging.Sehingga fogging merupakan pilihan terakhir dalam pengendalian vektor, namun masyarakat masih sering menggunakan metode ini terutama di musim hujan saat vektor DBD sedang mengalami puncak kepadatannya.

BAB IIIMETODE

3.1 Jenis MetodeKegiatan ini menggunakan metode penyuluhan langsung dengan pendekatan kelompok. Dalam hal ini penyuluhan ditujukan kepada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas beringin Raya.

3.2 Waktu dan LokasiPenyuluhan langsung dilaksanakan hari Jumat tanggal 25 April 2013 mulai pukul 08.00 WIB hingga 11.00 WIB. Tempat penyuluhan adalah kantor kelurahan dan Ruang kuliah fakultas Fisipol Universitas Bengkulu

3.3 Target SasaranSasaran pada kegiatan ini adalah seluruh masyarakat di wilayah kerja Puskesmas beringin Raya.

3.4 Media Penyajian DataMedia yang digunakan dalam kegiatan ini adalah slide (powerpoint) serta leaflet.

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. PROFIL PUSKESMAS BERINGIN RAYAPuskesmas Perawatan Beringin Raya merupakan puskesmas induk yang berada dalam wilayah kelurahan Beringin Raya Kecamatan Muara bangkahulu kota Bengkulu yang meliputi empat kelurahan dalam wilayah kerjanya, yakni : Kelurahan Beringin Raya ( 131,6km2) Kelurahan Kandang Limun (422,7km2) Kelurahan Rawa Makmur (150km2) Kelurahan Rawa Makmur Permai (158km2)

4.1.1 KependudukanPenduduk dalam wilayah kerja Puskesmas Beringin Raya pada tahun 2014 berjumlah 25.453 jiwa yang komposisinya cukup beragam dalam suku, bahasa, adat istiadatnya, mata pencaharian dan lain-lain.

Tabel 1. Proporsi jumlah penduduk/kelurahan tahun 2014NoKelurahanJiwaJumlah Rumah TanggaRata-rata jiwa / rumah tanggaRTLuas WilayahRW

1.Beringin Raya283076047131,6 km22

2.Rawa makmur85522.075419150 km24

3.Rawa makmur Permai59221.532415158 km25

4.Kandang Limun70861.919421422,7km23

Jumlah24.3906.286462862,3 km214

Batas Wilayah Sebelah Utara: berbatasan dengan Kecamatan Pondok Kelapa Bengkulu Utara Sebelah Timur: berbatasan dengan Kelurahan Pematang Gubernur Kecamatan Muara Bangkahulu Sebelah Selatan: berbatasan dengan kelurahan Kampung kelawi kecamatan Sungai serut Sebelah Barat: berbatasan dengan Samudera Indonesia.

4.1.2 Data Kependudukan1. Jumlah Penduduk : 24.390Jiwa2. Luas Wilayah : 862,3 Km23. Jumlah Sekolah PAUD: 4Unit TK : 3 Unit SD : 5 Unit SMP : 1 Unit SMA : - Unit Perguruan Tinggi : 1Unit

4. Jumlah Balai Latihan Kerja : - Unit5. Jumlah Tempat Tempat Ibadah Masjid : 28 Unit Musholla/Surau : 3 Unit Gereja : - Unit Vihara : - Unit6. Jumlah Tempat Usaha Kafe : - Buah Resroran/Rumah Makan : 36Buah Industri Kecil : 53Buah Taman Rekreasi : - Buah

4.1.3 KetenagaanJumlah tenaga kerja di wilayah Puskesmas Beringin Raya 50 orang yang terdiri dari 29 orang pegawai PNS, 9 orang bidan honorer, dan 12 pegawai TKS.

4.1.4 Sarana Kesehatan Rumah Sakit: -unit Rumah Bersalin: -unit Puskesmas: 1unit Puskesmas Pembantu: 2unit Praktek Bidan: 13unit Praktek Dokter: 1unit

4.1.5 Peran Serta Masyarakat Jumlah kader posyandu:47 orang Jumlah guru UKS: -orang Jumlah posyandu: 11 orang

4.1.6 Bangunan FisikRuang Ka.Puskesmas, Ruang TU, Ruang Laboratorium,Apotik, Loket, Ruang Imunisasi, Ruang Poli Umum, Ruang Poli Gigi, Ruang KIA, Ruang Poned,

Ruang UGD, Ruang Rawat Inap, Ruang Gizi, Toilet, Gudang Obat, Rumah Dinas Dokter, dan Rumah dinas Paramedis.

4.1.7 Potensi Dalam menjalankan fungsinya Puskesmas Beringin Raya melaksanakan Program1. Upaya Kesehatan Wajib Yaitu :a. Promosi Kesehatanb. Upaya Penyehatan Lingkunganc. Upaya Perbaikan Gizid. Kesehatan Ibu dan Anake. Pelayanan KBf. Pemberantasan Penyakit Menularg. Pengobatan

2. Sedangkan Upaya Pengembangan adalah :a. UKS/UKGSb. Usaha Kesehatan Jiwac. Usaha Kegiatan Gigi dan Mulutd. PHNe. Upaya Kesehatan Usila

4.2 DATA KESEHATAN MASYARAKATTerdapat peningkatan kasus DBD di wilayah kerja Puskesmas Beringin Raya. Telah terjadi kasus luar biasa di wilayah kerja Puskesmas Beringin Raya , hal ini dikarenakan pada tahun 2014 terjadi peningkatan kasus DBD lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan periode sebelumnya, yaitu pada tahun 2012. Grafik 2. Jumlah Kasus DBD di wilayah kerja Puskesmas Beringin Raya tahun 2012-2014Berdasarkan kasus DBD tersebut telah dilakukan penanggulangan kasus DBD sesuai dengan alur penanggulangan DBD di lapangan, sepertidi bawah ini

(Penanggulangan Kasus/Tersangka Dbd Di Lapangan)*)

Penderita / Tersangka DBDPenyelidikan EpidemiologiAda penderita DBD lain atau ada jentik dan ada penderita panas* 3Pemeriksaan JentikPencarian Penderita PanasDi rumah penderita dan 20 rumah sekitarnya, TTU, sekolah, dllYaTidakPenyuluhanPSN**Foging radius 200 mPenyuluhanPSN**

Bagan 2. Bagan Alur Penanggulangan KLB-DBD di Lapangan*) Demam tanpa penyebab yang jelas pada hari itu atau seminggu sebelumnya**) PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) : kegiatan menutup, menguras tempat penampungan air, dan mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas atau cara lain untuk membasmi jentik

BAB VDISKUSIDemam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang banyak ditemukan di negara tropis termasuk Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri hulu hati, disertai tanda perdarahan dikulit berupa petechie, purpura, echymosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hepatomegali, trombositopeni, dan kesadaran menurun atau renjatan.Kasus terbanyak terjadi pada tahun 2014 dengan jumlah kasus sebanyak 24 orang. Tentu saja hal ini dapat dikatakan sebagai Kasus Luar Biasa (KLB). Dikatakan suatu KLB bila memenuhi salah satu kriteria KLB yang mengacu pada keputusan Dirjen No. 451/ 91 tentang Pedoman penyelidikan Dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa. Menurut aturan tersebut dinyatakan KLB bila terdapat :1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal2. Peningkatan kejadian penyakit atau kematian terus menerus selama tiga kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya3. Peningkatan kejadian penyakit atau kematian dua kali lipat atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya ( jam, hari, minggu, bulan, tahun)4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukan kenaikan dua kali lipat atau lebih bila dibandngkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.

Kasus DBD diwilayah kerja puskesmas Beringin Raya dalam hal ini sudah memenuhi tiga kriteria di atas yaitu pada poin 2, 3, dan 4.

Berdasarkan survei dan analisa yang kami lakukan, Puskesmas Beringin Raya memiliki angka kasus yang tinggi dikarenakan terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit DBD, antara lain agent, host, environtment. Pada faktor agen diketahui bahwa di wilayah kerja puskesmas Beringin Raya memang terdapat virus dengue yang merupakan penyebab penyakit DBD. Hal ini terbukti dari terdapatnya pasien yang didiagnosa menderita DBD. Ada 4 serotipe yang tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia, dan bersirkulasi sepanjang tahun, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4. Virus tersebut dipertahankan siklusnya didalam tubuh nyamuk, yaitu nyamuk Aedes aegypti, dan albopictus. Faktor yang ke dua adalah faktor host, yaitu manusia yang kemungkinan terjangkit penyakit DBD. Berdasarkan keterangan masyarakat sekitar, beberapa penderita DBD memiliki mobilitas yang tinggi sehingga mempermudah penularan dari suatu tempat ke tempat lain. Selain itu, cara berfikir masyarakat yang masih konserfatif dalam menyikapi kasus DBD. Mereka masih menganggap bahwa pemberantasan nyamuk akan berhasil hanya dengan fogging. Faktor selanjutnya adalah faktor environtment (lingkungan). Wilayah kerja Puskesmas Beringin Raya merupakan daerah rawa. Akibatnya sangat mudah dijadikan sebagai sarang nyamuk Aedes aegypti untuk bertelur. Hal itu ditunjang dengan kebiasaan masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan masih rendah. Masyarakat masih gemar membuang sampah di sekitar lingkungan sehingga banyak barang-barang bekas yang mungkin dapat menampung air dan menjadi sarang nyamuk. Kesadaran untuk membersihkan lingkungan seperti menguras kamar mandi secara teratur, menutup tempat penampungan air, dan menungubur barang-barang bekas juga sangat rendah sehingga dapat menjadi sarang nyamuk. Faktor lainnya yaitu tingkat kerapatan rumah penduduk setempat sehingga memudahkan penularan DBD melalui nyamuk Aedes aegypti , karena kemampuan nyamuk ini dapat terbang dengan jarak 100 meter.

BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN6.1 KESIMPULANa. DBD merupakan masalah kita bersama,mengingat begitu kompleksnya masalah penularan DBD, maka perlu peran berbagai sektor dan masyarakat untuk memberantasnyab. Peningkatan kasus DBD di wilayah kerja Puskesmas Beringin Raya sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu agent, host, environtment.c. Upaya penanggulangan penyakit DBD yang tepat, efektif, dan efisien adalah pengendalian vektor dengan melaksanakan Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang serempak dan berkelanjutan.

6.2 Sarana. Sosialisasi mengenai penyakit DBD dan PSN 3M Plus hendaknya dilakukan secara berkala agar masyarakat tetap ingat dan semakin paham mengenai pencegahan DBD.b. Puskesmas hendaknya mempersiapkan sarana dan prasarana serta sumberdaya tenaga kesehatan di lingkungan wilayah kerja Puskesmas Beringin Raya

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. 2009. DENGUE Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control New Edition. WHO2. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementrian Kesehatan RI, 2010. Demam Brdarah Dengue di Inodesia Tahun 1968-2009. Buletin Jendela Epidemiologi Volume 2, Agustus 2010 . hal 13. Subdirektorat Pengedalian Arbovirosis. 2011. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue Di Indonesia, , 2011. Ditjen PP&PL Kementrian Kesehatan RI4. Anggraini, D.S., 2010, Stop Demam Berdarah Dengue, Bogor, Cita Insan Madani5. Suhendro, Nainggolan, Chen, Pohan. 2006. Demam Berdarah Dengue. Disunting oleh Sudoyo, Setyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

28