Upload
madherisa-paulita
View
268
Download
9
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Infeksi Tulang Rahang KG
Citation preview
LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK KECIL
BLOK 10 INFEKSI II KEDOKTERAN GIGI
MODUL 2 INFEKSI PADA TULANG RAHANG
KELOMPOK 2
Khemal Ilham Rinaldy 1310015102
Devi Sarfina 1310015105
Jumiati 1310015097
Dini Sylvana 1310015107
Shalahuddin Al Amin 1310015113
Madherisa Paulita 1310015099
Raisa Debrina Commas 1310015111
Suhastianti Shafira Utami 1310015100
Frediyuwana Dharmaswara 1310015114
TUTOR drg. Masyudi, M.Si
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan hidayah-Nya lah laporan hasil diskusi kelompok kecil ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan ini disusun dari berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari diskusi kelompok kecil (DKK) kami.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya laporan ini. Pertama-tama kami ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. drg. Masyudi selaku tutor kelompok 2 yang telah membimbing kami dalam melaksanakan diskusi kelompok kecil (DKK) dalam skenario modul 1 blok 10 ini.
2. Teman-teman kelompok 2 yang telah mencurahkan pikiran dan tenaganya sehingga diskusi kelompok kecil (DKK) 1 dan 2 dapat berjalan dengan baik dan dapat menyelesaikan laporan hasil diskusi kelompok kecil (DKK) kelompok 2.
3. Teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman khususnya program studi kedokteran gigi angkatan 2013, segala fasilitas yang telah kami gunakan untuk menambah pengetahuan tentang modul kami ini, serta pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Kami sengaja menyelesaikan laporan ini untuk memenuhi salah satu tugas kuliah dengan sistem PBL. Dan tentunya kami selaku penyusun juga mengharapkan agar laporan ini dapat berguna baik bagi penyusun sendiri maupun bagi pembaca di kemudian hari.
Laporan ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran serta kritik yang membangun sangat kami harapkan demi tercapainya kesempurnaan dari isi laporan hasil diskusi kelompok kecil (DKK) ini.
Samarinda, Februari 2015
Hormat kami,
Tim penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................................. 2
Daftar Isi ...................................................................................................................... 3
BAB I : Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 4
1.2 Tujuan .................................................................................................................... 4
1.3 Manfaat .................................................................................................................. 5
BAB II : Pembahasan
2.1 Step 1 : Identifikasi Istilah Asing ...........................................................................6
2.2 Step 2 : Identifikasi Masalah ..................................................................................6
2.3 Step 3 : Curah Pendapat .........................................................................................7
2.4 Step 4 : Peta Konsep ..............................................................................................9
2.5 Step 5 : Learning Objective ...................................................................................9
2.6 Step 6 : Belajar Mandiri..........................................................................................10
2.7 Step 7 : Sintesis.......................................................................................................10
BAB III : Penutup
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................27
3.2 Saran.......................................................................................................................27
Daftar Pustaka...............................................................................................................28
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia biasanya hidup berdampingan secara mutualistic dengan mikrobiota rongga
mulut. Gigi dan mukosa yang utuh merupakan pertahanan pertama yang hampir tidak
tertembus apabila system kekebalan host dan pertahanan seluler berfungsi dengan baik.
Apabila sifat mikroflora berubah, baik kualitas maupun kuantitasnya ; apabila mukosa mulut
dan pulpa gigi terpenetrasi ; apabila system kekebalan dan pertahanan selulerr terganggu ;
atau kombinasi dari hal – hal tersebut diatas ; maka infeksi dapat terjadi.
Infeksi bisa bersifat akut atau kronis dan bersifat subyektif. Suatu kondisi akut biasanya
disertai dengan pembengkakan dan rasa sakit yang hebat dengan manifestasi sistemik yaitu
malaise dan demam yang berkepanjangan. Bentuk kronis bisa berkembang dari
penyembuhan sebagian keadaan akut, serangan yang lemah atau pertahanan yang kuat.
Infeksi kronis sering ditandai dengan ketidaknyamanan dalam berbagai tingakatan dan
bukannya rasa sakit, serta reaksi ringan dari jaringan sekitarnya.
Infeksi odontogenik adalah salah satu infeksi yang paling umum dari rongga mulut.
Dapat disebabkan oleh karies gigi. Dalam semua kasus infeksi tersebut berasal dari mikroba
mulut. Tergantung pada jenis, jumlah dan virulensi dari mikroorganisme yang dapat
menyebar ke jaringan lunak, keras dan sekitarnya. Infeksi odontogenik selalu berasal dari
berbagai macam mikroba seperti bakteri aerob dan anaerob fakultatif.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui etiology dari infeksi odontogenik.
2. Mengetahui proses penyebaran infeksi.
3. Mengetahui terapi dari infeksi odontogenik.
1.3 Manfaat
Dapat memahami etiology, proses penyebaran, dan terapi yang diberikan dalam
infeksi odontogenik.
BAB 2
ISI DAN PEMBAHASAN
2.1. SKENARIO MODUL
Sakit Gigi .... Nyut... Nyut
Pagi hari Andi terbangun karena pipinya terasa sakit nyut-nyut. Sudah 3 hari Andi
sakit gigi tapi tidak separah pagi ini. Betapa kagetnya dia ketika bercermin di depan
kaca pipi daerah rahang bawah bengkak besar, ketika diraba keras, tak berbatas jelas,
hangat dan sakit sekali. Cepat-cepat Andi mandi dan pergi Puskesmas. Oleh drg
Puskesmas dilakukan anamnesa dan melihat kondisi umum serta pemeriksaan klinis
ekstra oral dan intra oral. Berdasarkan anamnesa sakit pada gigi tersebut sudah sering
dirasakan tetapi sembuh dengan sendirinya setelah minum antibiotika dan analgesik.
Tetapi 3 hari yang lalu sakit gigi dirasakan lagi dengan gigi penyebab yang sama.
Kondisi umum Andi, Baik, Compos Mentis. Hasil pemeriksaan klinis Ektra Oral:
Inflamasi (+) daerah mandibula hingga depan telinga kanan, keras, berbatas tidak
jelas, hangat, dan sakit hingga ke telinga, trismus 2 jari. Hasil pemeriksaan klinis intra
oral : 46 berlubang besar, mobiliti(+) derajat 2, Tes perkusi (+) nyeri, Druk/Tes
tekan(+), calculus (+), daerah bukal sepanjang gigi 48 hingga 43 terangkat dan
berwarna kemerahan. Oleh drg Puskesmas Andi dirujuk untuk dilakukan pengambilan
foto panoramik. Apa yang terjadi dengan Andi.....
2.2. TUJUH LANGKAH PBL BERDASARKAN THE SEVEN JUMPS
a. IDENTIFIKASI ISTILAH
- Anamnesa: Suatu teknik pemeriksaan yang dilakukan melalui suatu
percakapan atau tanya-jawab antara dokter atau tenaga kesehatan lainnya
dengan pasien secara langsung atau dengan orang lain yang mengetahui
tentang kondisi pasien untuk mendapatkan data pasien beserta
permasalahan medisnya.
- Compos Mentis: Kondisi pasien yang menunjukkan kesadaran normal.
- Analgesik: Obat yang digunakan untuk menghilangkan atau mengurangi
rasa nyeri.
- Antibiotik: Obat yang dihasilkan dari mikroorganisme dan
berkemampuan mencegah pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme
lainnya.
- Trismus: Suatu keadaan tidak dapat membuka mulut.
- Inflamasi: Reaksi jaringan tubuh terhadap invasi mikroorganisme
patogen atau trauma .
- Foto panoramik: Teknik radiografi untuk memperoleh gambaran
lengkung rahang atas dan rahang bawah.
b. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Penyakit apakah yang sedang dialami oleh Andi?
2. Apakah yang menyebabkan terjadinya penyakit Andi?
3. Mengapa pipi Andi sakit dan terasa nyut-nyut?
4. Mengapa sakit Andi timbul lagi padahal Andi sudah minum analgesik
dan antibiotik?
5. Apakah selama 3 hari Andi sudah mengalami pembengkakan?
6. Mengapa daerah sepanjang gigi 48-43 terangkat dan berwarna
kemerahan?
7. Apa yang menyebabkan sakit Andi sampai ke telinga?
8. Bagaimana proses penjalaran hingga menjadi bengkak?
9. Terapi apakah yang tepat untuk Andi?
c. ANALISA MASALAH
1. Ada dua kemungkinan, osteomilitis atau abses.
Karena awalnya infeksi berasal dari gigi 46 yang karies (infeksi
odontogenik) lalu menjalar ke mandibula. Selain itu terlihat inflamasi dan
terjadi trismus. Dan juga osteomilitis bisa terjadi karena infkesi bakteri
dari karies.
Macam-macam abses spasium:
- Abses spasium canina
- Abses spasium bucal
- Abses spasium infratemporal
- Abses spasium submental
- Abses spasium submandibula
- Abses spasium sublingual
2. Bakteri dari karies atau kalkulus contohnya Streptococcus mutans dan
Staphylococcus aureus. Bisa juga karena bakteri gram positif dan negatif.
3. Pipi Andi sakit dan nyut-nyut karena terjadi proses inflamasi. Dan juga
karena sakit Andi sudah berlangsung 3 hari yang menggambarkan bahwa
sakit Andi sudah termasuk kronis.
4. Sakit Andi timbul lagi padahal Andi sudah minum analgesik dan
antibiotik karena analgesik hanya meredakan rasa nyeri saja dan hanya
berlangsung beberapa saat saja. Dan mungkin juga saat Andi minum
antibiotik Andi merasa nyaman dan akhirnya Andi tidak meminum
antibiotiknya sampai habis hingga menyebabkan bakteri yang ada pada
tubuh Andi menjadi lebih resisten.
5. Selama 3 hari tersebut pipi Andi sudah mengalami pembengkakan.
6. Daerah sepanjang gigi 48-43 terangkat dan berwarna kemerahan karena
terjadi abses pada daerah tersebut.
Etiologi Penyebaran Terapi
SelulitisAbses Spasium Osteomylitis
Infeksi Odontogenik
7. Yang menyebabkan sakit Andi sampai ke telinga adalah karena abses dan
juga penyebaran penyakit Andi sudah mencapai spasium.
8. Proses penjalaran hingga menjadi bengkak adalah
Karies -> Pulpitis reversible -> Pulpitis irreversible -> Nekrosis pulpa ->
Abses.
9. Terapi yang tepat untuk Andi adalah dengan memberi antibiotic yang
tepat dan dilakukan pembedahan bila diperlukan.
d. KERANGKA KONSEP
e. IDENTIFIKASI SASARAN BELAJAR
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan:
1. Etiologi Infeksi Odontogenik
2. Penyebaran Infeksi Odontogenik
3. Terapi Infeksi Odontogenik
2.2.6. BELAJAR MANDIRI
2.2.7. SINTESIS
A. ETIOLOGI INFEKSI ODONTOGEN
Penyebabnya adalah bakteri yang merupakan flora normal dalam mulut, yaitu
bakteri dalam plak, dalam sulkus ginggiva, dan mukosa mulut. Bakteri yang utama
ditemukan adalah bakteri kokus aerob gram positif, kokus anaerob gram positif dan batang
anaerob gram negative. Bakteri-bakteri tersebut dapat menyebabkan karies, gingivitis, dan
periodontitis. Jika mencapai jaringan yang lebih yang lebih dalam melalui nekrosis pulpa
dan pocket periodontal dalam, maka akan terjadi infeksi odontogen.
Infeksi odontogen biasanya disebabkan oleh bakteri endogen. Lebih dari setengah
kasus infeksi odontogen yang ditemukan (sekitar 60 %) disebabkan oleh bakteri anaerob.
Organisme penyebab infeksi odontogen yang sering ditemukan pada pemeriksaan kultur
adalah alpha-hemolytic Streptococcus, Peptostreptococcus, Peptococcus, Eubacterium,
Bacteroides (Prevotella) melaninogenicus, and Fusobacterium. Bakteri aerob sendiri jarang
menyebabkan infeksi odontogen (hanya sekitar 5 %). Bila infeksi odontogen disebabkan
bakteri aerob, biasanya organisme penyebabnya adalah species Streptococcus. Infeksi
odontogen banyak juga yang disebabkan oleh infeksi campuran bakteri aerob dan anaerob
yaitu sekitar 35 %. Pada infeksi campuran ini biasanya ditemukan 5-10 organisme pada
pemeriksaan kultur.
Tabel Mikroorganisme Penyebab Infeksi Odontogenik
B. PENYEBARAN INFEKSI ODONTOGENIK
Pola Penyebaran Abses Akibat Infeksi Odontogen
Infeksi merupakan masuknya kuman patogen atau toksin ke dalam tubuh manusia serta
menimbulkan gejala sakit. Infeksi odontogen adalah infeksi yang awalnya bersumber dari
kerusakan jariangan keras gigi atau jaringan penyangga gigi yang disebabkan oleh bakteri
yang merupakan flora normal rongga mulut yang berubah menjadi patogen. Penyebaran
infeksi odontogen ke dalam jaringan lunak dapat berupa abses.
Secara harfiah, abses merupakan suatu lubang berisi kumpulan pus terlokalisir akibat
proses supurasi pada suatu jaringan yang disebabkan oleh bakteri piogenik. Abses yang
sering terjadi pada jaringan mulut adalah abses yang berasal dari regio periapikal. Daerah
supurasi terutama tersusun dari suatu area sentral berupa polimorfonuklear leukosit yang
hancur dikelilingi oleh leukosist hidup dan kadang-kadang terdapat limfosit. Abses juga
merupakan tahap akhir dari suatu infeksi jaringan yang dimulai dari suatu proses yang
disebut inflamasi (Soemartono, 2000).
Infeksi odontogenik dapat berasal dari tiga jalur, yaitu :
(1) jalur periapikal, sebagai hasil dari nekrosis pulpa dan invasi bakteri ke jaringan
periapikal.
(2) jalur periodontal, sebagai hasil dari inokulasi bakteri pada periodontal poket.
(3) jalur perikoronal, yang terjadi akibat terperangkapnya makanan di bawah operkulum
tetapi hal ini terjadi hanya pada gigi yang tidak/belum dapat erupsi sempuna.
Dan yang paling sering terjadi adalah melalui jalur periapikal). Infeksi odontogen biasanya
dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya karies gigi yang sudah mendekati ruang pulpa
(Gambar 1), kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan akhirnya akan terjadi kematian
pulpa gigi (nekrosis pulpa). Infeksi odontogen dapat terjadi secara lokal atau meluas secara
cepat. Adanya gigi yang nekrosis menyebabkan bakteri bisa menembus masuk ruang pulpa
sampai apeks gigi. Foramen apikalis dentis pada pulpa tidak bisa mendrainase pulpa yang
terinfeksi. Selanjutnya proses infeksi tersebut menyebar progresif ke ruangan atau jaringan
lain yang dekat dengan struktur gigi yang nekrosis tersebut (Douglas & Douglas, 2003).
Gambar 1 Ilustrasi keadaan gigi yang mengalami infeksi dapat menyebabkan abses
odontogen. (A) Gigi normal, (B) gigi mengalami karies, (C) gigi nekrosis yang
mengalami infeksi menyebabkan abses. Sumber : Douglas & Douglas, 2003
Infeksi odontogen dapat menyebar secara perkontinuatum, hematogen dan limfogen,
yang disebabkan antara lain oleh periodontitis apikalis yang berasal dari gigi nekrosis, dan
periodontitis marginalis. Infeksi gigi dapat terjadi melalui berbagai jalan: (1) lewat
penghantaran yang patogen yang berasal dari luar mulut; (2) melalui suatu keseimbangan
flora yang endogenus; (3) melalui masuknya bakteri ke dalam pulpa gigi yang vital dan
steril secara normal (Cilmiaty, 2009). Infeksi odontogen menyebar ke jaringan-jaringan lain
mengikuti pola patofisiologi yang beragam dan dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi
mikroorganisme, resistensi dari host dan struktur anatomi dari daerah yang terlibat.
Rute yang paling umum penyebaran peradangan adalah melalui kontinuitas jaringan dan
spasia jaringan dan biasanya terjadi seperti yang dijelaskan di bawah ini. Pertama, pus
terbentuk di tulang cancellous dan tersebar ke berbagai arah yang memiliki resistensi
jaringan paling buruk. Penyebaran pus ke arah bukal, lingual, atau palatal tergantung pada
posisi gigi dalam lengkung gigi, ketebalan tulang, dan jarak perjalanan pus (Gambar 2),
Gambar 2 Ilustrasi penyebaran infeksi odontogen (dentoalveolar abcess) tergantung
pada posisi apeks gigi penyebab. (A) Akar bukal : arah penyebaran ke bukal. (B)
Akar palatal : arah penyebarannya ke palatal. Sumber : Fragiskos, 2007
Inflamasi purulen berhubungan dengan tulang alveolar yang dekat dengan puncak bukal
atau labial tulang alveolar biasanya akan menyebar ke arah bukal, sedangkan tulang alveolar
yang dekat puncak palatal atau lingual, maka penyebaran pus ke arah palatal atau ke lingual
(Fragiskos, 2007).
Akar palatal dari gigi posterior dan lateral gigi seri rahang atas dianggap bertanggung jawab
atas penyebaran nanah ke arah palatal, sedangkan molar ketiga mandibula dan kadang-
kadang dua molar mandibula dianggap bertanggung jawab atas penyebaran infeksi ke arah
lingual. Inflamasi bahkan bisa menyebar ke sinus maksilaris ketika puncak apeks gigi
posterior ditemukan di dalam atau dekat dasar antrum.
Panjang akar dan hubungan antara puncak dan perlekatan proksimal dan distal berbagai otot
juga memainkan peranan penting dalam penyebaran pus. Berdasarkan hal ini (Gambar 3),
pus di mandibula yang berasal dari puncak akar di atas otot mylohyoid dan biasanya
menyebar secara intraoral, terutama ke arah dasar mulut. Ketika puncak ditemukan di
bawah otot mylohyoid (molar kedua dan ketiga), pus menyebar ke ruang submandibular dan
terjadi pembengkakan ekstraoral (Fragiskos, 2007).
Gambar 3 Ilustrasi penyebaran infeksi odontogen (dentoalveolar abcess) tergantung
pada posisi apeks gigi penyebab. (A) Penyebaran pus kea rah sinus maksilaris (B)
Penyebaran pus pada rahang bawah tergantung pada posisi perlekatan otot
mylohyoid. Sumber : Fragiskos, 2007
Pada fase selular, tergantung pada rute dan tempat inokulasi dari pus, abses dentoalveolar
akut mungkin memiliki berbagai gambaran klinis, seperti: (1) intraalveolar, (2)
subperiosteal, (3) submukosa, (4), subkutan, dan (5) fascia migratory – cervicofacial
(Gambar 4 dan 5). Pada tahap awal fase selular ditandai dengan akumulasi pus dalam tulang
alveolar yang disebut sebgai abses intraalveolar. Pus kemudian menyebar keluar setelah
terjadi perforasi tulang menyebar ke ruang subperiosteal. Periode ini dinamakan abses
subperiosteal, dimana pus dalam jumlah terbatas terakumulasi di antara tulang dan
periosteal. Setelah terjadi perforasi periosteum, pus kemudian menyebar ke berbagai arah
melalui jaringan lunak. Biasanya menyebar pada daerah intraoral membentuk abses di
bawah mukosa, yang disebut abses submukosa. Terkadang, pus menyebar melalui jaringan
ikat longgar dan setelah itu terakumulasi di bawah kulit, bentukan ini disebut abses
subkutan. Sedangkan di waktu lainnya, pus menyebar ke ruang fascia, membentuk abses
serous yang disebut abses spasia wajah (Fragiskos, 2007).
Gambar 4 Ilustrasi rute perjalanan pus pada penyebaran infeksi odontogen (A) Abses
intraalveolar (B) Abses superiosteal. Sumber : Fragiskos, 2007
Gambar 5 Ilustrasi rute perjalanan pus pada penyebaran infeksi odontogen (A) Abses
submukosa (B) Abses subkutan. Sumber : Fragiskos, 2007
Macam-macam Abses Odontogenik
1. Abses Periapikal
Abses periapikal sering juga disebut abses dento-alveolar, terjadi di daerah
periapikal gigi yang sudah mengalami kematian dan terjadi keadaan eksaserbasi
akut. Mungkin terjadi segera setelah kerusakan jaringan pulpa atau setelah periode
laten yang tiba-tiba menjadi infeksi akut dengan gejala inflamasi, pembengkakan dan
demam. Mikroba penyebab infeksi umumnya berasal dari pulpa, tetapi juga bisa
berasal sistemik (bakteremia).
2. Abses Subperiosteal
Gejala klinis abses subperiosteal ditandai dengan selulitis jaringan lunak mulut
dan daerah maksilofasial. Pembengkakan yang menyebar ke ekstra oral, warna kulit
sedikit merah pada daerah gigi penyebab. Penderita merasakan sakit yang hebat,
berdenyut dan dalam serta tidak terlokalisir. Pada rahang bawah bila berasal dari gigi
premolar atau molar pembengkakan dapat meluas dari pipi sampai pinggir
mandibula, tetapi masih dapat diraba. Gigi penyebab sensitif pada sentuhan atau
tekanan.
3. Abses Submukosa
Abses ini disebut juga abses spasium vestibular, merupaan kelanjutan abses
subperiosteal yang kemudian pus berkumpul dan sampai dibawah mukosa setelah
periosteum tertembus. Rasa sakit mendadak berkurang, sedangkan pembengkakan
bertambah besar. Gejala lain yaitu masih terdapat pembengkakan ekstra oral kadang-
kadang disertai demam.lipatan mukobukal terangkat, pada palpasi lunak.
Bila abses berasal darigigi insisivus atas maka sulkus nasolabial mendatar,
terangatnya sayap hidung dan kadang-kadang pembengkakan pelupuk mata bawah.
Kelenjar limfe submandibula membesar dan sakit pada palpasi.
Infeksi Odontogenik yang Meluas ke Spasium Wajah dan Leher
Spasium wajah yang langsung terlibat pertama kali dikenal sebagai spasium
wajah primer baik pada maksila maupun mandibula. Sedangkan perluasan infeksi
melebihi daerah spasium primer karena tidak segera diobati dapat meluas ke daerah
spasium sekunder.
a. Infeksi Spasium Primer Wajah
1. Abses fosa kanina
Fosa kanina sering merupakan tempat infeksi yang bersal dari gigi rahang atas
pada regio ini terdapat jaringan ikat dan lemak, serta memudahkan terjadinya
akumulasi cairan jaringan. Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan pada
muka, kehilangan sulkus nasolabialis dan edema pelupuk mata bawah sehingga
tampak tertutup. Bibir atas bengkak, seluruh muka terasa sakit disertai kulit yang
tegang berwarna merah.
2. Abses spasium bukal
Spasium bukal berada diantara m. masseter ,m. pterigoidus interna dan m.
Businator. Berisi jaringan lemak yang meluas ke atas ke dalam diantara otot
pengunyah, menutupi fosa retrozogomatik dan spasium infratemporal. Abses
dapat berasal dari gigi molar kedua atau ketiga rahang atas masuk ke dalam
spasium bukal. Gejala klinis abses ini terbentuk di bawah mukosa bukal dan
menonjol ke arah rongga mulut. Pada perabaan tidak jelas ada proses supuratif,
fluktuasi negatif dan gigi penyebab kadang-kadang tidak jelas. Masa infeksi/pus
dapat turun ke spasium terdekat lainnya. Pada pemeriksaan estraoral tampak
pembengkakan difus, tidak jelas pada perabaan.
3. Abses spasium infratemporal
Abses ini jarang terjadi, tetapi bila terjadi sangat berbahaya dan sering
menimbulkan komplikasi yang fatal. Spasium infratemporal terletak di bawah
dataran horisontal arkus-zigomatikus dan bagian lateral di batasi oleh ramus
mandibula dan bagian dalam oleh m.pterigoid interna. Bagian atas dibatasi oleh
m.pterigoid eksternus. Spasium ini dilalui a.maksilaris interna dan n.mandibula,
milohioid, lingual, buccinator dan n.chorda timpani. Berisi pleksus venus
pterigoid dan juga berdekatan dengan pleksus faringeal.
4. Abses spasium submandibula
Spasium ini terletak dibagian bawah m.mylohioid yang memisahkannya dari
spasium sublingual. Lokasi ini di bawah dan medial bagian belakang
mandibula.
Dibatasi oleh m.hiooglosus dan m.digastrikus dan bagian posterior oleh
m.pterigoid eksternus.
Berisi kelenjar ludah submandibula yang meluas ke dalam spasium sublingual.
Juga berisi kelenjar limfe submaksila. Pada bagian luar ditutup oleh fasia
superfisial yang tipis dan ditembus oleh arteri submaksilaris eksterna. Infeksi
pada spasium ini dapat berasal dari abses dentoalveolar, abses periodontal dan
perikoronitis yang berasal dari gigi premolar atau molar mandibula.
5. Abses sublingual
Spasium sublingual dari garis median oleh fasia yang tebal , teletek diatas
m.milohioid dan bagian medial dibatasi oleh m.genioglosus dan lateral oleh
permukaan lingual mandibula. Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan daasarr
mulut dan lidah terangkat, bergerser ke sisi yang normal. Kelenjar sublingual aan
tampak menonjol karena terdesak oleh akumulasi pus di bawahnya. Penderita akan
mengalami kesulitan menelen dan terasa sakit.
6. Abses spasium submental
Spasium ini terletak diantara m.milohioid dan m.plastima. di depannya melintang
m.digastrikus, berisi elenjar limfe submental. Perjalanan abses kebelakang dapat
meluas ke spasium mandibula dan sebaliknya infesi dapat berasal dari spasium
submandibula. Gigi penyebab biasanya gigi anterior atau premolar. Gejala klinis
ditandai dengan selulitis pada regio submental.
Tahap akhir akan terjadi supuratif dan pada perabaan fluktuatif positif.
Pada pemeriksaan intra oral tidak tampak adanya pembengkakan.
Kadang-kadang gusi disekitar gigi penyebab lebih merah dari jaringan sekitarnya.
Pada tahap lanjut infeksi dapat menyebar juga kearah spasium yang terdekat
terutama kearah belakang.
b. Infeksi Spasium Sekunder Wajah
Infeksi pada daerah spasium fasial sekunder dapat terjadi sebagai akibat dari
infeksi pada daerah fasial primer yang tidak dirawat. Jika spasia ini terlibat, infeksi
sering akan menjadi lebih parah, disebabkan karena semakin besarnya komplikasi
dan kerusakan, dan juga perawatannya akan semakin sulit. Karena sedikitnya suplai
darah pada jaringan konektif disekitar spasia, perawatan infeksi akan semakin sulit
tanpa dilakukan pembedahan sebagai drain eksudat purulen.
1. Abses Spasium Masseter
Spasium submasseter berjalan ke bawah dan ke depan diantara insersi otot
masseter bagian superfisialis dan bagian dalam. Spasium ini berupa suatu celah
sempit yang berjalan dari tepi depan ramus antara origo m.masseter bagian tengah
dan permukaan tulang. Keatas dan belakang antara origo m.masseter bagian tengah
dan bagian dalam. Disebelah belakang dipisahkan dari parotis oleh lapisan tipis
lembar fibromuskular. Infeksi pada spasium ini berasal dari gigi molar tiga rahang
bawah, berjalan melalui permukaan lateral ramus ke atas spasium ini.
Gejala klinis dapat berupa sakit berdenyut diregio ramus mansibula bagian
dalam, pembengkakan jaringan lunak muka disertai trismus yang berjalan cepat,
toksik dan delirium. Bagian posterior ramus mempunyai daerah tegangan besar dan
sakit pada penekanan.
2. Spasium Pterigomandibular
Spasium Pterigomandibular terletak di sebelah lateral muskulus
pterigomandibula medialis dan medial mandibula. Merupakan tempat injeksi
anestesi lokal untuk blok saraf alveolaris inferior. Penyebaran infeksi terutama
berasal dari spasium submandibula dan sublingual.
Penyebab utama abses pada spasia ini adalah infeksi dari gigi molar tiga atau
akibat dari suatu blok nervus alveolaris inverior, jika sisi penetrasi dari needle
terinfeksi (pericoronitis). Gejala klinis pada infeksi spasium ini adalah trismus yang
parah dan sedikit edema ekstraoral yang tidak biasanya tampak pada sudut
mandibula. Secara intraoral, edema dari palatum lunak tampak pada sisi yang
terinfeksi sehingga terjadi perpindahan tempat dari uvula dan dinding faringeal
lateral.
3. Spasium Temporal Superfisial
Spasium temporal superfisial terletak posterior dan superior spasium
pterigomandibula dan lateral muskulus pterigomandibula. Spasium ini membelah
muskulus temporalis menjadi dua bagian, bagian superfisialis yang meluas ke fasia
temporal dan bagian dalam yang berhubungan dengan spasium infratemporal.
Infeksi pada spasium temporalis disebabkan oleh perluasan dari infeksi pada
spasium infratemporalis yang saling berhubungan. Gejala klinis ditandai dengan
edema yang sakit pada fascia temporalis, trismus (temporal dan muskulus pterygoid
mediana terlibat), dan sakit saat palpasi pada edema.
4. Spasium Retrofaringeal
Spasium Retrofaringeal terletak di belakang faring, antara muskulus
konstriktor faringeal superior dan lapisan alar fasia servikal dan berawal dari dasar
tengkorak meluas ke inferior setinggi servikalis 7 atau torakalis. Infeksi spasium ini
merupakan jalur penyebaran ke spasium prevertebra dan ke diafragma. Infeksi pada
spasium ini mudah menyebar ke atas melaui foramen menuju otak dan berjalan ke
bawah melalui selubung karotis sampai ke mediastinum. Etiologi dari infeksi pada
spasium ini adalah infeksi yang berasal dari spasium lateral faringeal yang saling
bersebelahan. Gejala klinis sama dengan yang ditemukan pada abses faringeal lateral
secara klinik, kesulitan dalam pengunyahan yang disebabkan oleh edema pada
dinding posterior dari faring.
Selulitis
Istilah selulitis digunakan suatu penyebaran oedematus dari inflamasi akut
padapermukaan jaringan lunak dan bersifat difus. Selulitis dapat terjadi pada semua
tempatdimana terdapat jaringan lunak dan jaringan ikat longgar, terutama pada muka dan
leher,karena biasanya pertahanan terhadap infeksi pada daerah tersebut kurang
sempurna.Selulitis adalah suatu pembengkakan jaringan yang hangat, difus, eritematus
dan terasa nyeri. Selulitis bisa mudah ditangani namun bisa juga menjadi parah dan
mengancam jiwa.
Etiologi.Berasal dari bakteri Streptococcus (streptokokus piogenes dan stapilokokus
aureus). Mikroorganisme lainnya seperti bakteri negatif anaerob yaitu Prevotella,
Porphyromona dan Fusobacterium.Infeksi odontogenik pada umumnya merupakan
infeksi campuran dari berbagai macam bakteri, baik bakteri aerob maupun anaerob,
mempunyai fungsi yang sinergis.
Gejala Klinis. Selulitis pada mulanya pembengkakan yang terjadi terbatas pada area
tertentu yaitu satu atau dua ruangan fasial yang tidak jelas batasnya.Palpasi pada region
tersebut mengungkapkan konsistensinya sangat lunak.Pasien juga menunjukkan gejala
demam malaise, rasa sakit, pembengkakan, trismus disfagia dan limfadenitis.
Penegakan Diagnosis. Untuk menegakkan diagnosis selulitis, dibutuhkan pemeriksaan
laboratorium, yakni pemeriksaan darah untuk melihat jumlah sel darah putih, eosinofil
dan peningkatan laju sedimentasi eritrosit. Pada penderita selulitis akan terjadi
leukositosis, yakni jumlah sel leukosit dalam darah meningkat akibat adanya infeksi.
Setelah pemeriksaan darah selesai dilakukan, kemudian dilanjutkan kultur bakteri dan
pewarnaan gram bakteri untuk mengetahui jenis bakteri yang menginfeksi jaringan
tersebut. Dengan mengetahui jenis bakteri pada jaringan tersebut, dapat diketahui jenis
antibiotik yang akan digunakan sebagai terapi.
C. TERAPI INFEKSI ODONTOGENIK
Perawatan infeksi dengan pembedahan
Prinsip utama dari perawatan infeksi odontogenik adalah melakukan pembedahan drainase
dan menghilangkan penyebab dari infeksi. Tujuan utamanya adalah menghilangkan pulpa
nekrotik dan poket periodontal yang dalam. Tujuan yang kedua adalah menghilangkan pus
dan nekrotik debris.
Ketika pasien memiliki infeksi odontogenik yang biasanya terlihat abses vestibular yang
kecil. Dokter gigi memiliki 3 pilihan untuk perawatannya, diantaranya adalah perawatan
endodontik, extraksi, dan insisi drainase (I&D). Jika tidak dilakukan ekstraksi, bagian
tersebut harus dibukan dan pulpa harus dihilangkan, sehinga menghilangkan penyebab dari
infeksi dan menghasilkan drainase yang terbatas. Jika gigi tidak bisa diselamatkan, harus
dilakukan ekstraksi secepatnya.
Ekstraksi memberikan baik menghilangkan penyebab dari infeksi dan drainase dari
akumulasi pus dan debris. Pada prosedur insisi drainase, insisi dari cavitas abses
memberikan drainase untuk akumulasi pus dan bakteri dari jaringan dibawahnya. Drainase
dari pus dapat mengurangi tekanan terhadap jaringan, berarti menambah supply darah dan
meningkatkan antibodi dari host. Jika perawatan endodontik dengan membuka gigi tidak
bisa memberikan drainase yang adekuat, maka lebih baik memilih perawatan insisi drainase.
Memilih antibiotik yang tepat
Pemilihan antibiotik harus dilakukan dengan hati-hati. Untuk menentukannya, ada 3 faktor
yang perlu dipertimbangkan. Yang pertama adalah keseriusan infeksi ketika pasien datan ke
dokter gigi. Jika pasien datang dengan pembengkakan yang ringan, progress infeksi yang
cepat, atau difuse celulitis, antibiotik bisa ditambahkan dalam perawatan. Faktor yang kedua
adalah jika perawatan bedah bisa mencapai kondisi adekuat. Pada banyak situasi ekstraksi
bisa menyebabkan mempercepat penyembuhan infeksi. Pada keadaan lain, pencabutan
mungkin saja tidak bisa dilakuakan. Sehingga, terapi antibiotik sangat perlu dilakukan untuk
mengontrol infeksi sehingga gigi bisa dicabut.
Pertimbangan yang ketiga adalah keadaan pertahanan tubuh pasien. Pasien yang muda dan
dengan kondisi sehat memiliki antibodi yang baik, sehingga penggunaan antibiotik bisa
digunakan lebih sedikit. Di sisi lain, pasien dengan penurunan pertahanan tubuh, seperti
pasien dengan penyakit metablik atau yang melakukan kemoterapi pada kanker, mungkin
memerlukan antibiotik yang cukup besar walaupun infeksinya kecil.
Indikasi penggunaan antibiotik :
1. Pembengkakan yang berproges cepat
2. Pembengkakan meluas
3. Pertahanan tubuh yang baik
4. Keterlibatan spasia wajah
5. Pericoronitis parah
6. Osteomyelitis
Kontra indikasi penggunaan antibiotik :
1. abses kronik yang terlokalisasi
2. abses vestibular minor
3. soket kering
4. pericoronitis ringan
Pengobatan pilihan pada infeksi adalah penisilin. Penicillin ialah bakterisidal, berspektrum
sempit, meliputi streptococci dan oral anaerob, yang mana bertanggung jawab kira-kira
untuk 90% infeksi odontogenic, memiliki toksisitas yang rendah, dan tidak mahal.
Untuk pasien yang alergi penisilin, bisa digunakan clarytromycin dan clindamycin.
Cephalosporin dan cefadroxil sangat berguna untuk infeksi yang lebih luas. Cefadroxil
diberikan dua kali sehari dan cephalexin diberikan empat kali sehari. Tetracycline, terutama
doxycycline adalah pilihan yang baik untuk infeksi yang ringan. Metronidazole dapat
berguna ketika hanya terdapat bakteri anaerob.
Pada umumnya antibiotik harus terus diminum hingga 2 atau 3 hari setelah infeksi hilang,
karena secara klinis biasanya seorang pasien yang telah dirawat dengan pengobatan
antibiotik maupun pembedahan akan mengalami perbaikan yang sangat dramatis dalam
penampakan gejala di hari ke-2, dan terlihat asimptomatik di hari ke-4. Maka dari itu,
antibiotik harus tetap diminum hingga 2 hari setelahnya (total sekitar 6 atau 7 hari).
Dalam situasi tertentu dimana tidak dilakukan pembedahan (contohnya endodontik atau
ekstraksi), maka resolusi dari infeksi akan lebih lama sehingga antibiotik harus tetap
diminum hingga 9 – 10 hari. Penambahan beberapa administrasi obat antibiotik juga dapat
dilakukan untuk infeksi yang tidak sembuh dengan cepat.
Terapi Selulitis
Untuk selulitis yang disebabkan oleh streptokokus biasanya diberikan penisilin per-oral
(melalui mulut). Pada kasus yang berat, penisilin bisa diberikan secara intravena (melalui
pembuluh darah), dan bisa ditambahkan clyndamisin. Jika penderita alergi terhadap
penisilin bisa diganti dengan eritromisin untuk kasus yang ringan atau klindamisisn untuk
kasus yang berat.
Selulitis yang disebabkan oleh stafilokokus bisa diobati dengan dikloksasilin.
Untuk kasus yang berat bisa diberikan oksasilin atau nafsilin.
Gejala-gejala selulitis biasanya menghilang beberapa hari setelah pemberian antibiotik.
Kepada penderita selulitis berulang bisa diberikan suntikan penisilin setiap bulan atau
penisilin per-oral (melalui mulut) selama 1 minggu setiap bulan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Infeksi odontogenik adalah infeksi yang berasal dari gigi. Penyebabnya adalah
bakteri yang merupakan flora normal dalam mulut, yaitu bakteri dalam plak, dalam
sulkus gingiva, dan mukosa mulut. Infeksi odontogenik dapat berasal dari 3 jalur yaitu
periapikal, perikoronal, dan periodontal. Penyebaran infeksi odontogen ke dalam
jaringan lunak dapat berupa abses. Abses yang terjadi paling sering terjadi pada jaringan
mulut adalah abses yang berasal dari regio periapikal. Abses juga merupakan tahap akhir
dari suatu infeksi jaringan yang dimulai dari suatu proses yang disebut inflamasi.
Terapi yang dapat diberikan adalah menjaga saluran nafas agar tetap bebas, operasi
drainase, medikamentosa, identifikasi bakteri penyebab dan menyeleksi antibiotic yang
tepat.
3.2 Saran
a. Sumber dari pembuatan makalah harus diperluas.
b. Penjelasan lebih runtut untuk makalah yang selanjutnya.
DAFTAR PUSAKA
Neelima Anil Malik.(2008). Textbook Of Oral and Maxillofacial Surgery. 2nd Edition. New
Delhi, India:Jitendar P Vij.
Topazian, RG & Golberg, MH, 2002, Oral and Maxillofacial Infection. WB Saunders,
Philadelphia.
Peterson, 2002, Oral and Maxillofacial Surgery. Mosby, St. Louis