5
Nama : Pratma Haya Paramita NIM : 409342420434 OFF : HZ LAPORAN KULTUR SEL PRIMER DARI OVARIUM KAMBING A. Cara Kerja Pada praktikum kultur sel primer dari ovarium kambing ini alat yang diperlukan adalah beaker glass, scalpel, cawan petri, cawan kultur, pipet tetes, mikroskop, LAF, pinset, gunting, kapas steril dan siring 1 ml. Sedangkan bahan yang diperlukan adalah ovarium kambing, larutan garam seimbang, larutan HBSS, medium Earle’s Salt dan alkohol 70%. Langkah pertama adalah mendapatkan ovarium kambing dari RPH yang dimasukkan kedalam larutan garam seimbang pada beaker glass. Ketika akan digunakan, ovarium tersebut dibersihkan terlebih dahulu dari jaringan-jaringan yang menyertainya, misalnya jaringan lemak. Cara membersihkannya adalah ovarium tersebut di pegang menggunakan pinset kemudian dibersihkan dengan cara mengguntingnya secara hati-hati. Ovarium yang telah bersih dari lemak dimasukkan ke dalam larutan HBSS. Setelah semua ovarium dibersihkan dan diletakkan di beaker glass yang berisi larutan HBSS, maka proses pencucian mulai dilakukan. Pencucian ini dilakukan di dalam ruang kultur dengan cara memindahkan ovarium ke

laporan ovarium

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: laporan ovarium

Nama : Pratma Haya Paramita

NIM : 409342420434

OFF : HZ

LAPORAN KULTUR SEL PRIMER DARI OVARIUM KAMBING

A. Cara Kerja

Pada praktikum kultur sel primer dari ovarium kambing ini alat yang

diperlukan adalah beaker glass, scalpel, cawan petri, cawan kultur, pipet tetes,

mikroskop, LAF, pinset, gunting, kapas steril dan siring 1 ml. Sedangkan bahan

yang diperlukan adalah ovarium kambing, larutan garam seimbang, larutan HBSS,

medium Earle’s Salt dan alkohol 70%.

Langkah pertama adalah mendapatkan ovarium kambing dari RPH yang

dimasukkan kedalam larutan garam seimbang pada beaker glass. Ketika akan

digunakan, ovarium tersebut dibersihkan terlebih dahulu dari jaringan-jaringan

yang menyertainya, misalnya jaringan lemak. Cara membersihkannya adalah

ovarium tersebut di pegang menggunakan pinset kemudian dibersihkan dengan

cara mengguntingnya secara hati-hati. Ovarium yang telah bersih dari lemak

dimasukkan ke dalam larutan HBSS. Setelah semua ovarium dibersihkan dan

diletakkan di beaker glass yang berisi larutan HBSS, maka proses pencucian

mulai dilakukan. Pencucian ini dilakukan di dalam ruang kultur dengan cara

memindahkan ovarium ke beaker glass lain yang berisi larutan HBSS, ditunggu

hingga ± 3 menit kemudian dipindahkan ke beaker glass kedua yang juga berisi

HBSS. Hal ini dilakukan sampai pencucian pada beaker glass yang ketiga.

Setelah itu, proses selanjutnya dilakukan di dalam LAF. Terlebih dahulu

disiapkan cawan kultur yang diberi sedikit medium Earle’s Salt. Pemberian

medium ke cawan kultur ini dilakukan menggunakan pipet tetes. Kemudian

mengambil sel granulosa dari ovarium kambing menggunakan siring 1 ml dan

dengan cepat dimasukkan ke dalam cawan kultur. Setelah memasukkan sel

granulosa, cawan kultur diisi kembali dengan medium Earle’s Salt sampai ± 3 ml.

Cawan kultur ditutup dan digoyangkan secara perlahan agar sel-sel granulosa

dapat merata dengan medium. Setelah cukup rata, maka sel granulosa siap untuk

Page 2: laporan ovarium

diamati di mikroskop dengan perbesaran 40x10. Pada sore hari dilakukan

pengamatan kembali untuk melihat keadaan sel.

B. Data dan Pembahasan

Hasil pengamatan pertama:

Hasil pengamatan sore hari:

Dari praktikum yang dilakukan, pada saat pengamatan pertama sel-sel

granulosa yang ada di cawan kultur berada dalam kondisi hidup, namun tidak

sehat. Hal ini ditandai dengan sel yang berwarna kuning kecoklatan. Kondisi sel

yang seperti ini dapat diakibatkan karena lamanya waktu pemindahan ke medium.

Sel hasil kultur ketika pengamatan dibedakan menjadi sel mati dan sel hidup. Sel

yang hidup dibedakan lagi antara sel yang sehat (normal) dengan sel yang tidak

sehat (abnormal). Sel dikatakan abnormal jika sel tersebut berukuran melebihi

ukuran sel normal dan mengalami perubahan bentuk dari asalnya, terkontaminasi

oleh bakteri dan jamur (Djati, 2006 dalam Wibowo).

Menurut Budiono (2002) dalam Rofiqoh, menyatakan bahwa pertumbuhan

sel dalam sistem kultur terdiri dari 3 fase yaitu Lag Phase, Log Phase, dan Plateu

Phase. Pada Lag Phase konsentrasi sel adalah sama atau hampir sama dengan

Page 3: laporan ovarium

konsentrasi pada waktu subkultur. Fase ini juga disebut fase adaptasi atau fase

lambat, yaitu fase sel yang meliputi pelekatan pada substrat dan penyebaran sel.

Log Phase merupakan fase terjadinya peningkatan jumlah sel secara eksponensial

dan saat pertumbuhan mencapai konfluen, proliferasi akan terhenti setelah 1 atau

2 siklus berikutnya. Fraksi pertumbuhan pada fase ini mencapai 90-100%. Plateu

Phase merupakan fase terjadinya penurunan dan berkurangnya kemampuan sel

untuk tumbuh apabila sel telah mencapai konfluen. Pada fase ini fraksi

pertumbuhan akan mencapai 0-10%.

Dari pengamatan kedua pada sore hari, didapatkan beberapa sel yang

mengalami penjuluran yang berarti bahwa sel mengalami Lag Phase atau fase sel

yang meliputi pelekatan pada substrat dan penyebaran sel sebelum akhirnya sel

tersebut mati. Sehingga dimungkinkan sel kultur ini mati sebelum mengalami Log

Phase, karena keadaan awal sel ketika dikultur berada dalam kondisi yang hampir

mati. Selain itu juga masih terdapat beberapa bakteri yang berada pada cawan

kultur. Keberadaan bakteri ini dapat dipastikan karena kurangnya teknik aseptik

atau sterilisasi pada saat praktikum dilakukan. Adanya bakteri ini juga

memungkinkan sel mengalami abnormalitas.

C. Daftar Rujukan

Rofiqoh. Tanpa Tahun. Tinjauan Umum Tentang Kultur Sel Primer Ginjal

Hamster. http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/chapter_ii/07620081-

ana-syuraiddah-jannatur-rofiqoh.ps. (Online). Diakses tanggal 23

September 2012.

Wibowo. Tanpa Tahun. Pengamatan Abnormalitas Sel Paru-Paru Fetus

Hamster. http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/chapter_iii/07620040-

wiwit-mukti-wibowo.pdf. (Online). Diakses tanggal 23

September 2012.