Upload
rizka-dana-prastiwi
View
67
Download
16
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PBL 1
BLOK MENTAL HEALTH
“Kenapa ya, Batake jadi begini ...”
Tutor :
dr. Setiawati
dr. Diah Krisnansari, M.Si
Kelompok III
Sri Wahyudi G1A009049
Yanuary Tejo B. G1A009062
Rahmi Laksita Rukmi G1A009073
Yanuar Firdaus G1A009079
Semba Anggen R. G1A009085
Dhyaksa Cahya P. G1A009088
Indah Permata Sari G1A009092
Anggita Dyah Intan S. G1A009095
Nita Irmawati G1A009096
Yuni Hanifah G1A009097
Radityo Arif K1A005036
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERANPURWOKERTO
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang
mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam
memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah
(Stuart, 2006).
Skizofrenia merupakan penyakit mental yang paling menyebabkan suatu
kemunduruan. Prevalensi skizofrenia di Amerika Serikat dilaporkan bervariasi
terentang dari 1 sampai 1,5 persen dengan angka insidens 1 per 10.000 orang per
tahun. Berdasarkan jenis kelamin prevalensi skizofrenia adalah sama,
perbedaannya terlihat dalam onset dan perjalanan penyakit. Untuk laki laki 15
sampai 25 tahun sedangkan wanita 25-35 tahun. Di Indonesia angka penderita
skizofrenia 25 tahun yang lalu (PJPT I) diperkirakan 1/1000 penduduk dan
proyeksi 25 tahun mendatang mencapai 3/1000 penduduk. Pada tahun 2003 di
ruang jiwa c RSU Dr Soetomo ada 351 penderita yang rawat inap dan 202
diantaranya menderita skizofrenia yang mana 70% berusia antara 15 – 24 tahun.
Oleh karena kejadian skizofrenia sangat tinggi, laporan ini disusun untuk
mengetahui penjelasan lebih lanjut mengenai skizofrenia.
BAB II
PEMBAHASAN
Informasi I
Seorang pemuda berusia 18 tahun bernama Batake Mori (BM), datang ke
IGD RS dibawa oleh ibu dan pamannya karena hanya berdiam diri dan duduk
dengan posisi yang tidak berubah dalam waktu yang lama ± 1-2 jam.
Riwayat Penyakit Sekarang ( dari alloanamnesis dengan ibu pasien )
Sejak satu tahun yang lalu pasien menunjukkan perubahan tingkah laku.
Keluhan terjadi secara bertahap dan semakin lama dirasakan semakin berat. Pada
awalnya pasien terlihat tidak mau beraktivitas apapun, sering terlihat bicara
sendiri, bicara meracau, pandangan kosong, jalan seperti robot dan sering
menggerak-gerakan telapak tangan kanan secara berulang-ulang dalam beberapa
waktu. Ibu pasien juga mengeluhkan bahwa pasien menjadi sulit mandi dan
cenderung tidak mau mandi jika tidak dipaksa. Terkadang pasien mengamuk bila
dimandikan secara paksa oleh ibunya. Pada malam hari pasien sering terbangun
dan sulit untuk tidur kembali.
Selain itu, pasien menjadi sering tidak mau makan maupun minum. Seiringan
dengan hal tersebut pasien menjadi sering bolos sekolah dan akhirnya
diberhentikan dari sekolah.
Perubahan tingkah laku pasien bermula dari ketika pasien menginginkan
sepeda motor tetapi orang tua pasien tidak memiliki cukup biaya untuk memenuhi
keinginan tersebut. Pasien bersekolah di sebuah sekolah STM swasta yang cukup
elit dimana kehidupan teman-teman pasien cukup berlebihan, oleh karena itu
pasien sangat menginginkan memiliki sebuah sepeda motor. Hal ini menjadi
tekanan tersendiri untuk pasien tetapi pasien tidak pernah menceritakan hal ini
kepada ibunya. Ibu pasien mengatakan terkadang secara tiba-tiba pasien meminta
maaf kepada ibunya.
I. Identifikasi Masalah
Informasi Pasien:
Nama Pasien : Batake Mori
Umur : 18 tahun
RPS
Keluhan utama : berdiam diri dan duduk dengan posisi yang tidak berubah
selama 1-2 jam
Onset : 1 tahun yang lalu
Progresifitas : secara bertahap, semakin lama semakin berat
Faktor pencetus : pasien ingin memiliki sepeda motor namun tidak
dikabulkan oleh orang tuanya
Gejala penyerta :
1. Tidak mau beraktivitas apapun
2. Sering terlihat bicara sendiri
3. Bicara meracau
4. Pandangan kosong
5. Jalan seperti robot
6. Sering menggerakan telapak tangan kanan secara berulang
7. Sulit mandi
8. Cenderung tidak mau mandi jika dipaksa
9. Mengamuk bila dimandikan secara paksa
10. Tidak mau makan atau minum
Riwayat Pendidikan : pasien bolos sekolah, lalu diberhentikan karena sakit
II. Analisis Masalah
1. Symptomatologi pada gangguan jiwa
Gejala gangguan kognitif
a. Bentuk Pikir
1. Gangguan mental : Sindrom perilaku atau psikologis yang bermakna
secara klinis, disertai dengan penderitaan/distress dan disabilitas/
ketidakmampuan umum
2. Psikosis : Ketidakmampuan untuk membedakan kenyataan dari
fantasi, gangguan tes realita dengan menciptakan realita baru
3. Berpikir tidak logis : Berpikir dengan kesimpulan salah, tidak nyata,
bukan karena nilai cultural atau deficit intelektual
4. Autisme : preokupasi dengan dunia dalam dan pribadi, hidup di
alamnya sendiri, putus hubungan dengan dunia luar. Biasanya
ditandai dengan melamun dalam dan panjang, kaget bila diajak
bicara atau bahkan tidak ada kontak social, senyum sendiri dan
bicara sendirian.
b. Isi Pikir
1. Miskin isi pikir : pikiran sedikit informasi, pengulangan kosong
2. Waham nihilistik : keyakinan bahwa sesuatu termasuk dirinya nihil
3. Waham somatic : waham yang berkaitan dengan fungsi tubuh
4. Waham serasi afek : waham yang serasi dengan afek
5. Waham tidak serasi afek: waham yang tidak serasi dengan afek
6. Waham paranoid : waham persecutory/penyiksaa, kebesaran, ideas
of reference, diancam, cemburu
7. Waham bersalah
8. Waham bizarre : thought of being control, thought withdrawl,
thought insertion, thought broadcasting, thought echo
9. Waham logis : waham rendah diri, idea bunuh diri, waham
kebesaran, waham cemburu, waham curiga, waham diancam
c. Progresi Pikir
1. Neologisme : Kata-kata baru yang diciptakan pasien (autism
infantile, skizofren)
2. World salad : campuran kata dan frasa yang membingungkan
(skizofren)
3. Inkoherensi : gabungan kata-katta dalam satu kalimat yang tanpa
tata bahasa sehingga tak dimengerti maknanya
(skizofren)
4. Verbegerasi : pengulangan kata-kata yang tak berarti
5. Ekolali : pengulangan kata-kata seseorang tanpa ujian
6. Irrelevansi : jawaban yang tidak relevan
7. Clang assosiasion: asosiasi bunyi
8. Flight of ideas : bicara yang melompat-lompat dalam penyampaian
isi pikiran
9. Blocking : penyampaian aliran pikiran terputus mendadak
sebelum selesai
10. Sirkumstansial
11. Tangensial
12. Logorrhea : bicara banyak sekali, nada tinggi, sulit diinterupsi
13. Poverty of speech: sedikit jumlah kata dalam pembicaraan
14. Kemiskinan isi bicara : jumlah kata adekuat tetapi sedikit informasi
15. Disartria : sulit artikulasio
Gejala gangguan afektif
a. Afek
Afek adalah ekspresi emosi yang terlihat, mungkin tidak konsisten
dengan emosi yang dikatakan penderita. Misalnya afek disforik pada
gangguan depresi.
Macam-macam afek yaitu :
1. Afek sesuai / appropriate : irama emosi harmonis dengan isi
pikiran/gagasan dan pembicaraan yang menyertai
2. Afek in-appropriate : irama emosi tidak harmonis dengan isi
pikiran/gagasan dan pembicaraan yang menyertai
3. Afek tumpul : gangguan afek yang dimanifestasikan sebagai
penurunan afek yang berat pada intensitas irama perasaan yang
diungkapkan keluar
4. Afek terbatas : penurunan intensitas irama perasaan yang kurang
berat dari afek tumpul, tapi jelas penurunannya
5. Afek datar : tidak/hampir tidak ada tanda ekspresi afek suara
monoton dan wajah tak bergerak
6. Afek labil : perubahan irama perasaan yang cepat, tiba-tiba, tidak
berhubungan dengan stimuli eksternal.
b. Mood
Mood adalah suatu emosi yang meresap dan dipertahankan, yang
dialami secara subyektif dan dilaporkan oleh pasien serta terlihat oleh
orang lain.
Macam-macam mood yaitu :
1. Mood disforik : mood yang tidak menyenangkan
2. Expansive mood : mood yang meluap-luap
3. Mood yang iritabel : mudah diganggu/marah
4. Mood elevasi/elasi : mood yang lebih ceria dari biasanya, suasana
keyakinan/kesenangan
5. Euphoria : elasi yang kuat dengan perasaan kebesaran
6. Depresi : perasaan sedih yang psikopatologis
7. Anhedonia : hilang minat
8. Alektimia : ketidakmampuan menggambarkan emosi/mood
9. Kecemasaan : perasaan ketakutan oleh karena dugaan bahaya,
berasal dari dirinya sendiri atau dari luar
c. Emosi yang lain
1. Kecemasan yang mengembang bebas : rasa takut yang meresap dan
tidak terpusatkan pada gagasan tertentu
2. Ketakutan : kecemasan oleh karena bahaya yang dikenali secara
sadar dan realistis
3. Agitasi : kecemasan yang berat disertai kegelisahan motorik
4. Ketegangan : peningkatan aktifitas motorik dan psikologik yang tak
menyenangkan
5. Panik : serangan kecemasan yang akut, episodic, dan berat disertai
dengan perasaan ketakutan yang hebat dan perangsangan otonomik
6. Apati : irama emosi yang tumpul disertai dengan ketidakacuhan
7. Ambivalen: menerima impuls berlawanan pada waktu dan hal yang
sama
d. Gangguan psikologik yang berhubungan dengan mood
Merupakan suatu tanda disfungsi somatic (otonomik) pada
seseorang, sering dijumpai pada gangguan depresi.
1. Anoreksia >< hiperfagia
2. Insomnia >< hipersomnia
3. Variasi diurnal (perubahan pagi-siang-malam)
4. Penurunan libido (penurunan minat, dorongan, daya seksual)
5. Konstipasi : kesulitan defekasi
Gejala gangguan persepsi
a. Halusinasi dengar : perintah, ancaman, komentar, pembicaraan
b. Halusinasi visual : biasanya pada gangguan mental organik
c. Halusinasi olfaktoria: halusinasi berkaitan dengan indera penciuman
d. Halusinasi gustatoris : halusinasi berkaitan dengan pengecapan
e. Halusinasi taktil : halusinasi sentuhan
f. Halusinasi hipnagonik : persepsi sensoris palsu yang terjadi saat akan
tertidur
g. Halusinasi hipnopompik : persepsi sensoris palsu yang terjadi saat
terbangun dari tidur
Gejala gangguan psikomotor
a. Perilaku motorik
1. Ekopraksi : menirukan gerakan orang lain tanpa motivasi
2. Katatonia (kelainan motorik anorganik), antara lain:
a. Katalepsi: posisi aneh yang dipertahankan menetap
b. Katatonik: aktifitas motorik yang teragitasi tanpa tujuan, tanpa
stimulasi eksternal
c. Stupor katatonik: sikap mematung
d. Rigiditas katatonik: kekakuan tubuh tanpa kelainan organik
e. Flexibilitas cerea: sikap lemah gemulai seperti lilin
f. Negativisme: tahanan tanpa motivasi terhadap semua usaha untuk
menggerakkan atau terhadap semua instruksi
3. Stereotipi : pola tindakan fisik atau bicara yang terfiksasi dan
berulang
4. Otomatisme perintah : melakukan semua perintah tanpa dipikir
5. Mutisme : tidak mau bicara sepatah kata pun dalam waktu cukup
lama
6. Agresi : tindakan yang kuat dan diarahkan tujuan tertentu, verbal
atau fisik, bagian motorik dari afek kekerasan, kemarahan, atau
permusuhan
b. Overaktifitas
1. Agitasi : overaktifitas motorik dan kognitif, tidak produktif, serta
respon dari ketegangan dalam
2. Hiperaktifitas : aktifitas yang lebih dari biasanya
3. Kompulsif : impuls (tindakan mendadak) yang tak terkontrol untuk
melakukan suatu tindakan secara berulang
4. Hipoaktif : aktifitas yang berkurang dari biasanya
2. Jenis-jenis sindrom pada gangguan jiwa dan sindrom yang ditemukan pada
pasien
a. Sindrom skizofren: autisme, halusinasi dengar diskusi, inkoherensi,
withdrawl fungsi peran, dll
b. Sindrom katatonik: automatisme perintah, agitatif, agresif, stupor, dll
c. Sindroma depresi: reming, blocking, disforik, distimik, anhedonia,
sulit tidur, tidak bergairah, kelelahan, dll
d. Sindroma psikotik: halusinasi dengar, waham logis
Selain keempat sindrom yang terdapat pada pasien, masih terdapat
beberapa sindrom yang bisa dikenali, yaitu:
a. Sindrom paranoid: halusinasi dengar ancaman, waham cemburu,
waham curiga, dll
b. Sindrom manik: eforia, hiperaktif, logorhe, grandious
3. Klasifikasi gangguan jiwa
Menurut PPDGJ III
a. Gangguan mental organik dan simtomatik (F00-F09)
Ciri khas: etiologi organik/fisik jelas, primer/sekunder
b. Gangguan mental dan perilaku akibat zat psikoaktif (F10-F19)
Ciri khas: etiologi organik/fisik jelas, primer/sekunder
c. Skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham (F20-F29)
Ciri khas: gejala psikotik, etiologi organik tidak jelas
d. Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) (F30-F39)
Ciri khas: gejala gangguan afek (psikotik dan non-psikotik)
e. Gangguan neurotik, gangguan somatoform dan gangguan stress (F40-
F49)
Ciri khas: gejala non-psikotik, etiologi non-organik
f. Sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan
faktor fisik (F50-F59)
Ciri khas: gejala disfungsi fisiologis, etiologi non-organik
g. Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa (F60-F69)
Ciri khas: gejala perilaku, etiologi non-organik
h. Retardasi mental (F70-F79)
Ciri khas: gejala perkembangan IQ, onset masa kanak-kanak
i. Gangguan perkembangan psikologis (F80-F89)
Ciri khas: gejala perkembangan khusus, onset masa kanak-kanak
j. Gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanak-kanak
dan remaja (F90-F98)
Ciri khas: gejala perilaku/emosional, onset masa kanak-kanak
Dalam penegakan diagnosis gangguan jiwa berdasarkan PPDGJ-III
kelompok-kelompok gangguan jiwa di atas dikelompokkan berdasarkan
suatu hierarki, di mana suatu gangguan yang terdapat dalam urutan
hierarki lebih tinggi, mungkin mempunyai ciri-ciri dari gangguan yang
terletak dalam hierarki lebih rendah, tetapi tidak sebaliknya. Sehingga,
kriteria diagnosis baru bisa dipastikan setelah kemungkinan kepastian
diagnosis atau diagnosis banding dalam kelompok di atasnya dapat
ditiadakan secara pasti.
Klasifikasi Lain
Gangguan jiwa berdasarkan etiologinya dibagi menjadi:
a. Gangguan jiwa organik yaitu gangguan jiwa disebabkan adanya
gangguan fungsi ataupun kelainan anatomi otak, atau disebabkan oleh
penyakit sistemik yang berakibat pada gangguan fisiologi otak
b. Gangguan jiwa psikogenik, yaitu munculnya gangguan jiwa sebagai
akibat dari faktor psikososial (misalnya ada stressor psikososial)
Gangguan jiwa menurut berat ringannya gejala
a. Gangguan jiwa ringan
b. Gangguan jiwa berat
4. Cara penegakan diagnosis gangguan jiwa
a. Alloanamnesis, meliputi:
1. Keluhan Utama : sebab utama pasien datang ke pelayanan
kesehatan
2. RPS : keluhan, gejala dan tanda yang bisa dirasakan oleh
penderita dan keluarganya, keluhan masih ada
3. RPD : keluhan, gejala dan tanda yang pernah dialami
pasien, sudah pernah sembuh sempurna
4. Faktor pencetus : faktor yang berkaitan langsung dengan
munculnya gangguan jiwa
5. Riwayat keluarga : keluarga yang mengalami gangguan jiwa
6. Silsilah keluarga : menelusuri riwayat gangguan jiwa dalam
keluarga alur ke atas
7. Riwayat persalinan : usia kehamilan ibu pasien saat
mengandungnya, proses persalinan
8. Riwayat perkembangan awal : yang mengasuh pasien dan pola
asuh sampai pasien berumur 5 tahun
9. Riwayat perkembangan seksual : usia menarche dan siklus
menstruasi (pada wanita), perubahan intonasi suara, usia mulai
tertarik lawan jenis
10. Aktifitas moral spiritual : aktifitas keagamaan pasien sebelum
sakit
11. Riwayat pendidikan : proses pendidikan pasien, lancar atau tidak
12. Riwayat kehidupan remaja/dewasa : peer grup, hubungan
percintaan
13. Riwayat pekerjaan : ketekunan, inovasi, dan tanggungjawab
pasien dalam pekerjaan
14. Aktifitas sosial : aktifitas sosial pasien dalam 1 tahun seperti
pekerjaan, interpersonal, peran, dll.
b. Autoanamnesis (pemeriksaan psikiatri)
1. Kesan Umum : tampak/ tidak tampak sakit jiwa
2. Sikap : normal, menunduk, grandious, hostility,
bizzare (katatonik), gelisah, tegang
3. Tingkah laku : normal, hipo/hiperaktif, disaktif (stereotipi,
agresif)
4. Kesadaran : compos mentis, menurun (somnolen-koma)
5. Orientasi : orang/waktu/tempat
6. Proses pikir
- Bentuk pikir : normal/logis/realistis/tak realistis, autisme
- Isi pikir :normal, waham (curiga, cemburu,
bizzare/aneh)
- Progresi pikir :normal, reming, blocking, mutisme,
logorhe, irrelevansi, inkoherensi
7. Roman muka :normal, sedikit/banyak mimik
8. Afek :normo afek, appropriate, inappropriate,
disforik, elasi, eufori, irritable, cemas
9. Hubungan jiwa :mudah/sukar ditarik, mudah/sukar dicantum
10. Persepsi :halusinasi, ilusi, tak ada gangguan persepsi
11. Insight/tilikan diri :baik-kurang-buruk
c. Sindrom-sindrom : merupakan kumpulan gejala yang didapatkan dari
hasil alloanamnesis dan autoanamnesis
III. Hipotesis
1. Skizofrenia
Alasan:
a. Ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
1. - Thought echo
- Thought insertion or withdrawal
- Thought broadcasting
2. - Delusion of control
- Delusion of influence
- Delusion of passivity
- Delusional perception
3. Halusinasi auditorik
4. Waham aneh yang menetap
b. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas:
1. halusinasi
2. Inkoherensi
3. Perilaku katatonik, seperti fleksibilitas cerea, negativisme,
mutisme, dan stupor;
4. Gejala-gejala "negatif“
c. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama
kurun waktu satu bulan atau lebih.
d. Deteriorasi atau gangguan fungsi sosial
2. Gangguan Bipolar episode depresi mayor
Pada gangguan bipolar episode depresif terdapat gejala utama dan
gejala lain.
a. Gejala utama
1. Afek depresif
2. Kehilangan minat dan kegembiraan
3. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah
lelah dan menurunnya aktivitas
b. Gejala lain
1. Konsentrasi dan perhatian berkurang
2. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
3. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
4. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
5. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
6. Tidur terganggu
7. Nafsu makan berkurang
Pada pasien ini, terdapat beberapa gejala yang terdapat pada episode
depresif, di antaranya tidur terganggu, nafsu makan berkurang, kehilangan
minat dan kegembiraan, berkurangnya energy untuk keadaan yang mudah
lelah, juga terdapat waham bersalah atau berdosa.
3. Gangguan depresi berat dengan ciri psikotik
Alasan:
a. Terapat faktor-faktor pencetus depresi seperti lingkungan sekolah
yang elit dan permintaan yang tidak terpenuhi serta tidak pernah
menceritakan masalah kepada keluarga
b. Terdapat beberapa ciri psikotik pada pasien seperti adanya waham
bersalah dan perilaku kacau (mengamuk saat disuruh mandi)
Informasi 2
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya. Riwayat mondok (-)
Hal-hal yang Mendahului Penyakit
1. Faktor Organik
Pasien tidak pernah mengalami trauma kepala yang berat, kejang maupun
panas tinggi. Pasien juga tidak mempunyai riwayat kencing manis dan stroke.
2. Faktor Psikososial
Pengaruh sekolah elit pasien sehingga pasien berkeinginan untuk memiliki
sepeda motor yang tidak dapat terpenuhi.
Riwayat Keluarga
Ada keluarga pasien yang mempunyai riwayat penyakit yang sama yaitu
sepupu pasien dari pihak ibu.
Kepribadian Sebelum Sakit
Sejak masih remaja, pasien cenderung pendiam dan tertutup, jarang
menceritakan permasalahan yang dihadapi kepada orang tua dan teman-temannya.
Riwayat Persalinan
Pasien dilahirkan di Pemalang saat usia ibunya 20 tahun. Kehamilannya
dikehendaki dan keadaan ibu saat melahirkan dalam keadaan sehat dan bahagia.
Pasien dilahirkan di bidan saat umur kehamilan 9 bulan dengan jalan persalinan
normal. Berat badan saat lahir + 3500 gram, keadaan bayi setelah lahir terus
menangis kuat. Pasien adalah anak pertama dari suami pertama.
Riwayat Perkembangan Awal
Sampai dengan usia 5 tahun, pasien dibesarkan dan diasuh oleh nenek dari
pihak ibu pasien. Kemudian sejak usia 6 tahun sampai dengan sekarang diasuh
oleh ibunya. Riwayat perkembangan fisik semasa balita tidak ada masalah. Umur
waktu tengkurap sekitar 4 bulan, umur 9 bulan sudah bisa berjalan dan berbicara.
Kesehatan secara umum baik, termasuk jarang sakit. Pada masa kanak-kanak
tidak ada riwayat mengompol, menggigit kuku, menghisap jari atau jempol.
Pasien hidup bersama ayah tiri dan ibu kandung sejak berusia 6 tahun. Pasien
memiliki 1 adik dari suami kedua ibunya. Kehidupan rumah tangga ibu pasien
cukup bahagia dan pasien juga disayang oleh ayah tirinya. Tidak ada perbedaan
kasih sayang yang diberikan oleh ayah tiri pasien kepada pasien dan adik tirinya.
Riwayat Perkembangan Seksual
Tidak didapatkan informasi yang jelas
Riwayat Pendidikan
Usia pasien saat pertama kali sekolah adalah 7 tahun dan berhenti sekolah
saat usianya 18 tahun. Pendidikan terakhir adalah STM kelas 2 dan tidak
melanjutkan ke kelas 3 karena pasien sakit sampai sekarang ini.
Riwayat Perkawinan: Pasien belum menikah
Riwayat Pekerjaan: Pasien belum bekerja
Aktivitas Moral Spiritual
Pasien termasuk rajin beribadah sejak mulai remaja. Setelah sakit, pasien
tidak beribadah lagi.
Aktifitas Sosial
Dalam satu tahun ini, hubungan interpersonal pasien dengan keluarga
baik. Pasien cenderung menarik diri dari keluarga dan teman-temannya.
Kesan : Alloanamnesis dapat dipercaya
Informasi 3
Autoanamnesis (Pemeriksaan Psikiatrik)
1. Kesan Umum : Tampak sakit jiwa
2. Sikap : Stupor katatonik, rigiditas katatonik
3. Tingkah laku : Hipoaktif
4. Kesadaran : Compos mentis
5. Orientasi : Orang/Waktu/Tempat/Situasi: Jelek
6. Proses pikir
a. Bentuk pikir : Tidak realistis, autisme
b. Isi pikir : thought of insertion, waham berdosa
c. Progresi pikir: flight of ideas, inkoherensi
7. Roman muka : Sedikit mimik
8. Afek : Tumpul
9. Gangguan persepsi : Halusinasi dengar (+)
10. Hubungan jiwa : Sedang
11. Perhatian : Mudah ditarik, sukar dicantum
12. Insight : Jelek
Diagnosis Multiaksial
Diagnosis pada kasus-kasus kejiwaan merupakan suatu diagnosis multiaksial
yang terdiri dari komponen-komponen berikut:
Axis I : Gangguan klinis dan kondisi lain yang menjadi focus perhatian klinis
Axis II : Gangguan kepribadian dan retardasi mental
Axis III: Kondisi medik umum
Axis IV: Masalah psikososial dan lingkungan
Axis V : Penilaian fungsi secara global
Pada pasien Batake Mori, diagnosis multiaksialnya adalah sebagai berikut:
Aksis I : F20.2 Skizofrenia Katatonik
Aksis II : (sasaran belajar)
Aksis III: -
Aksis IV: Lingkungan sekolah elit, keinginan tidak terpenuhi
Aksis V : skor GAF 40
IV. Sasaran Belajar
1. Cara pemeriksaan autoanamnesis dan interpretasinya
Autoanamnesis (Pemeriksaan Psikiatri)
a. KesanUmum :
1. Penampilan (postur, ketenangan, pakaian, dandanan, rambut, dan
kuku). Istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan
penampilan adalah : tampak sehat, sakit, agak sakit, seimbang,
kelihatan tua, kelihatan muda, kusut, seperti anak-anak, kacau,
gelisah.
2. Tatapanmata : berbinar, hidup, kosong, terarah pada suara
b. Sikap ( datar, menggoda, bekerjasama, menantang, agresif, gaduh )
c. Tingkah laku (mengiringisikapnya, kalau merunduk : hipoaktif, kalau
menantang: hiperaktif, kalau aneh : disaktif).
d. Orientasi
1. Waktu : baik/buruk
2. Tempat:baik/buruk
3. Orang : baik/buruk
4. Situasi :baik/buruk
e. Kesadaran
1. Kualitatif :menurun (kesadaranberkabut,somnolen sampai koma)
2. Kuantitatif : compos mentis (memakai Glasgow Coma Scale).
f. Proses fikir
Pikiran dibagi menjadi bentuk, isi dan progresi pikir. Bentuk
piker dimaksudkan sebagai cara dimana seseorang menyatukan
gagasan dan asosiasi yaitu bentuk dimana seseorang berpikir. Proses
atau bentuk pikiran mungkin logis atau koheren atau sama sekali tidak
logis dan bahkan tidak dapat dimengerti. Isi pikiran dimaksudkan pada
apa yang sesungguhnya dipikirkan oleh seseorang, gagasan,
keyakinan dan obsesi.
1. Bentuk fikir: realistic/nonrealistic
2. Isi fikir : waham curiga, idea of reference
3. Progresi fikir: remming,blocking
g. Roman muka : normo/sedikit/banyak mimic/tegang
h. Afek
Afek adalah respon emosional pasien yang tampak. Afek adalah
apa yang disimpulkan oleh pemeriksa dari ekspresi wajah pasien.
Afek mungkin sesuai dengan mood atau tidak sesuai. Afek
digambarkan dalam : normal, terbatas, tumpul, atau datar,
appropriate/ in appropriate, disforik, elasi, eufori.
i. Gangguanpersepsi
Gangguan persepsi seperti halusinasi atau ilusi mungkin dialami
berkenaan dengan diri sendiri atau lingkungan. System sensoris yang
terlibat ( auditorius, visual, olfaktorius, atautaktil ) dan isi pengalaman
ilusi atau halusinasi harus digambarkan.
Contohpertanyaan yang bisadigunakan :
1. Apakah anda pernah mendengar suara atau bunyi lain yang tidak
dapat didengaroleh orang lain atau saat tidak ada orang lain di
sekitar anda?
2. Apakah anda mengalami sensasi aneh pada tubuh anda yang
tampaknya tidak dialami oleh orang lain?
3. Apakah anda pernah mempunyai penglihatan atau melihat sesuatu
yang tampaknya tidak dilihat orang lain?
j. Perhubungan jiwa: baik, mudah, sukar
k. Perhatian
l. Gangguan memori : amnesia, amnesia anterograd, amnesia retrograd
m. Gangguan intelegensia : baik, kurang, buruk
n. Insight : baik, kurang, buruk
o. Merencanakan pemeriksaan medis dan atau non medis lainnya bila
diperlukan
p. Menentukan diferensial diagnosis
2. Tipe-tipe kepribadian (diagnosis aksis II)
Kepribadian dapat didefinisikan sebagai totalitias sifat emosional dan
perilaku yang menandai kehidupan seseorang dari hari ke hari dalam
kondisi biasanya; kepribadian relative stabil dan dapat diramalkan.
Gangguan kperibadian adalah suatu varian dari sifat karakter tersebut yang
di luar rentang yang ditemukan pada sebagian besar orang. Pasien dengan
gangguan kepribadian menunjukkan pola maladaptive, mendarah daging,
tidak fleksibel yang berhubungan dengan mengesankan lingkungan dan
dirinya sendiri (Sadock, 2007).
Klasifikasi gangguan kepribadian menurut DSM-IV diklasifikasikan
menjadi beberapa cluster, yaitu (Sadock, 2007):
a. Cluster A: kepribadian skizotipal, schizoid, dan paranoid; orang
dengan gangguan kepribadian cluster A ini seringkali tampak aneh
dan eksentrik.
b. Cluster B: narsissistik, antisocial, ambang, dan histrionic; orang
dengan gangguan kepribadian cluster B ini seringkali terlihat tampak
dramatic, emosional, dan tidak menentu.
c. Cluster C: obsesif-compulsif, dependen, dan menghindar; orang
dengan gangguan kepribadian cluster C ini mengalami kelainan gejala
seperti kecemasan dan ketakutan.
Sedangkan, menurut PPDGJ-III, gangguan kepribadian dibagi menjadi
(Maslim, 2001):
a. Gangguan kepribadian paranoid
Gangguan kepribadian paranoid bisa ditegakan diagnosisinya jika
terdapat minimal 3 gejala dari:
1. Kepekaan berlebihan terhadap kegagalan dan penolakan
2. Kecenderungan untuk tetap menyimpan dendam, menolak untuk
memaafkan
3. Kecurigaan dan kecenderungan yang mendalam untuk
mendistorsikan pengalaman dengan menyalah-artikan tindakan
orang lain yang netral sebagai suatu sikap permusuhan atau
penghinaan
4. Perasaan bermsuhan dan ngotot tentang hak pribadi tanpa
memperhatikan situasi yang ada
5. Kecurigaan yang berulang, tanpa dasar
6. Kecenderungan untuk merasa dirinya penting secara berlebihan
7. Preokupasi dengan penjelasan-penjelasan yang bersekongkol dan
tidak substantif dari suatu peristiwa
b. Gangguan kepribadian schizoid
Gangguan kepribadian schizoid bisa ditegakan diagnosisinya jika
terdapat minimal 3 gejala dari:
1. Sedikit aktivitas yang memberikan kesenangan
2. Emosi dingin, afek datar
3. Kurang mampu mengekspresikan kehangatan, kelembutan, atau
kemarahan kepada orang lain
4. Tampak nyata ketidakpedulian terhadap pujian atau kecaman
5. Kurang tertarik untuk mengalami pengalaman seksual
6. Hampir selalu memilih aktivitas yang dilakukan sendiri
7. Preokupasi dengan fantasi dan introspeksi diri berlebihan
8. Tidak mempunyai teman dekat
9. Sangat tidak sensitif terhadap norma dan kebiasaan sosial
c. Gangguan kepribadian dissosial
Gangguan kepribadian dissosial bisa ditegakan diagnosisinya jika
terdapat minimal 3 gejala dari:
1. Bersikap tidak peduli terhadap perasaan orang lain
2. Sikap yang amat tidak bertanggung jawab, tidak peduli terhadap
norma, peraturan, dan kewajiban sosial
3. Tidak mampu memelihara hubungan agar berlangsung lama
4. Toleransi terhadap frustasi sangat rendah dan ambang yang
rendah untuk melampiaskan agresi, termasuk tindakan kekerasan
5. Tidak mampu mengalami rasa salah dan menarik manfaat dari
pengalaman
6. Sangat cenderung menyalahkan orang lain
d. Gangguan kepribadian emosional tak stabil, dibagi lagi menjadi 2 tipe
(tipe impulsive dan tipe ambang)
1. Terdapat kecenderungan yang mencolok untuk bertindak secara
impulsif tanpa memeprtimbangakan konsekuensinya, bersamaan
dengan ketidak-stabilan emosional
2. Dua varian yang khas adalah berkaitan dengan impulsivitas dan
kekurangan pengendalian diri
e. Gangguan kepribadian histrionic
Gangguan kepribadian histrionic bisa ditegakan diagnosisinya jika
terdapat minimal 3 gejala dari:
1. Ekspresi emosi yang dibuat-buat seperti bersandiwara yang
dibesar-besarkan
2. Bersifat sugestif, mudah dipengaruhi oleh orang lain
3. Keadaan afektif yang dnagkal dan labil
4. Terus menerus mencari kegairahan, penghargaan dari orang lain
dan aktivits dimana pasien menjadi pusat perhatian
5. Penampilan atau perilaku “merangsang” yang tidak memadai
6. Terlalu peduli dengan daya tarik fisik
f. Gangguan kepribadian anankastik
Gangguan kepribadian anankastik bisa ditegakan diagnosisinya jika
terdapat minimal 3 gejala dari:
1. Perasaan ragu dan hati-hati yang berlebihan
2. Preokupasi dengan hal-hal yang rinci
3. Perfeksionisme yang mempengaruhi penyelesaian tugas
4. Ketelitian yang berlebihan
5. Keterpakuan dan keterikatan yang berlebihan pada kebiasaan
sosial
6. Kaku dan keras kepala
7. Pemaksaan yang tak beralasan agar orang lain mengikuti persis
caranya mengerjakan sesuatu
8. Mencampuradukan pikiran atau dorongan yang memaksa dan
yang enggan
g. Gangguan kepribadian cemas (menghindar)
Gangguan kepribadian cemas bisa ditegakan diagnosisinya jika
terdapat minimal 3 gejala dari:
1. Perasaan tegang dan takut yang menetap
2. Merasa dirinya tak mampu, tidak menarik, atau lebih rendah dari
orang lain
3. Keengganan untuk terlig]bat dengan orang lain keuali merasa
yakin akan disukai
4. Pembatasan dalam gaya hidup karea keamanan fisik
5. Preokupasi yang berlebihan terhadap kritik
6. Menghindari aktivitas sosial atau pekerjaan yang banyak
melibatkan kontak interpersonal karena takut dikritik
h. Gangguan kepribadian dependen
Gangguan kepribadian dependen bisa ditegakan diagnosisinya jika
terdapat minimal 3 gejala dari:
1. Mendorong atau membiarkan orang lain untuk mengambil
sebagian besar kputusan penting untuk dirinya
2. Meletakkan kebutuhan sendiri lebih rendah dari orang lain
3. Keengganan menajukan permintaan yang layak untuk dirinya
kepada orang dimana ia bergantung
4. Perasaan tidak berdaya sendirian
5. Preokupasi dengan ketakutan akan ditinggalkan oleh orang yang
dekat dengannya
6. Terbatasnya kemampuan untuk membuat keputusan sehari-hari
i. Gangguan kepribadian khas lain
j. Gangguan kepribadian tidak tergolongkan
3. Penjelasan diagnosis aksis V
GLOBAL ASSESMENT OF FUNCTIONING (GAF) SCALE
a. 100-91 : gejala tidak ada, berfungsi maksima, tidak ada masalah
yang tidak tertanggulang
b. 90-81 : gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih
dari masalah harian yang biasa
c. 80-71 : gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan
dalam sosial, pekerjaan, sekolah, dll
d. 70-61 : beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan
dalam fungsi, secara umum masih baik
e. 60-51 : gejala sedang, disabilitas sedang
f. 50-41 : gejala berat disabiltas berat
g. 40-31 : beberapa disabiltas dalam hubungan dengan realita dan
komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi
h. 30-21 : disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai tidak
mampu berfungsi hampir semua bidang
i. 20-11 : bayangan mencederai diri atau orang lain, disabilitas
sangat berat dalam komunikasi dan mengurus diri
j. 10-01 :seperti diatas tapi persisten dan lebih serius
k. 0 : informasi tidak adekuat
4. Skizofrenia (secara umum)
a. Definisi
Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang
mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan
dalam memproses informasi, hubungan interpersonal, serta
memecahkan masalah (Stuart, 2006).
b. Epidemiologi
Skizofrenia merupakan penyakit mental yang paling menyebabkan
suatu kemunduruan. Psikopatologi ini secara tipikal didiagnosis pada
usia di antara 20 dan 25 tahun, suatu fase kehidupan di mana hampir
setiap manusia memperoleh kebebasan dari orang tua, menjalin suatu
hubungan romantis yang intim, merencanakan pencapaian-pencapaian
dalam hal pendidikan, dan dimulainya kehidupan berkarir pada
seseorang. Prevalensi skizofrenia di Amerika Serikat dilaporkan
bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5 persen dengan angka insidens 1
per 10.000 orang per tahun. Berdasarkan jenis kelamin prevalensi
skizofrenia adalah sama, perbedaannya terlihat dalam onset dan
perjalanan penyakit. Untuk laki laki 15 sampai 25 tahun sedangkan
wanita 25-35 tahun. Di Indonesia angka penderita skizofrenia 25
tahun yang lalu (PJPT I) diperkirakan 1/1000 penduduk dan proyeksi
25 tahun mendatang mencapai 3/1000 penduduk. Pada tahun 2003 di
ruang jiwa c RSU Dr Soetomo ada 351 penderita yang rawat inap dan
202 diantaranya menderita skizofrenia yang mana 70% berusia antara
15 – 24 tahun.
c. Etiologi
Stressor pencetus pada skizofrenia dapat berupa faktor biologis
yang berhubungan dengan respon neurobiologist maladaptif seperti
gizi buruk,kurang tidur, irama sirkadian tidak seimbang, keletihan,
infeksi, obat system saraf pusat, kurang olahraga, hambatan dalam
mengakses pelayanan kesehatan. Faktor lingkungan juga dapat
menjadi pencetus penyakit ini yaitu lingkungan yang penuh kritik,
kesukaran interpersonal, gangguan hubungan interpersonal, isolasi
sosial, tekanan pekerjaan, kemiskinan, dll. Faktor sikap dan perilaku
dapat menjadi pemicu juga seperti konsep diri rendah, kurang rasa
percaya diri, keterampilan sosial yang kurang, perilaku agresif,
perilaku kekerasan, dll (Stuart, 2006).
d. Jenis-jenis skizofrenia
Skizofrenia ternyata ada beberapa jenis, yang pertama jenis
skizofrenia paranoid, skizofrenia hebrefrenik, katatonik, skizofrenia
yang tidak digolongkan (undiffentiated), depresi pasca-skizofrenia,
skizofrenia residual, dan skizofrenia lainnya (Maslim, 2001., Issacs,
2004).
1. Skizofrenia paranoid ciri-ciri utamanya adalah waham yang
sistematis atau halusinasi pendengaran. Individu ini dapat penuh
curiga, argumentatif, kasar, dan agresif. Perilaku kurang regresif,
kerusakan social lebih sedikit, dan prognosisnya lebih baik
dibanding jenis-jenis lain.
2. Skizofrenia hebefrenik ciri-ciri utamanya adalah percakapan dan
perilaku yang kacau, serta afek yang datar atau tidak tepat,
gangguan asosiasi juga banyak terjadi. Individu tersebut juga
mempunyai sikap yang aneh, menunjukkan perilaku menarik diri
secara social yang ekstrim, mengabaikan hygiene dan penampilan
diri. Awitan biasanya terjadi sebelum 25 tahun dan dapat bersifat
kronis. Perilakunya regresif, dengan interaksi sosial dan kontak
dengan realitas yang buruk
3. Skizofrenia katatonik ciri-ciri utamanya adalah ditandai dengan
gangguan psikomotor, yang melibatkan imobilitas atau justru
aktivitas yang berlebihan. Stupor katatonik. Individu dapat
menunjukan ketidakaktifan, negativisme, dan kelenturan tubuh
yang berlebihan (postur abnormal). Catatonic excitement
melibatkan agitasi yang ekstrim dan dapat disertai dengan ekolalia
dan ekopraksia.
4. Skizofrenia yang tidak digolongkan ciri-ciri utamanya adalah
waham, halusinasi, percakapan yang tidak koheren dan perilaku
yang kacau. Klasifikasi ini digunakan bila kriteria untuk jenis lain
tidak terpenuhi.
5. Skizofrenia residu ciri-ciri utamanya adalah tidak adanya gejala-
gejala akut saat ini, melainkan terjadi di masa lalu. Dapat terjadi
gejala-gejala negative, seperti isolasi social yang nyata, menarik
diri dan gangguan fungsi peran.
e. Penegakan diagnosis
Penegakan diagnosis skizofrenia dibagi menjadi 3 macam yaitu :
1. Gangguan positif
a. Delusi
b. Halusinasi
c. Perilaku aneh, tidak terorganisir
d. Bicara tidak teratur
2. Gangguan negative
a. Alogia (tidak mau bicara)
b. Emosi tumpul
c. Avolition (kehilangan motivasi)
d. Anhedonia (kehilangan minat)
e. Tidak mampu berkonsentrasi
3. Gangguan kognitif
a. Gangguan perhatian
b. Gangguan ingatan
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia edisi ketiga (PPDGJ III) membagi simtom skizofrenia
dalam kelompok-kelompok penting, dan yang sering terdapat secara
bersama-sama untuk diagnosis. Kelompok simtom tersebut:
1. Thought echo, thought insertion, thought withdrawal, dan thought
broadcasting.
2. Waham dikendalikan, waham dipengaruhi, atau passivity yang
jelas merujuk pada pergerakan tubuh atau pergerakan anggota
gerak, atau pikiran, perbuatan atau perasaan khusus, dan persepsi
delusional.
3. Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap
perilaku pasien atau mendiskusikan perihal pasien di antara
mereka sendiri, atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari
satu bagian tubuh.
4. Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya
dianggap tidak wajar serta sama sekali mustahil, seperti misalnya
mengenai identitas keagamaan atau politik, atau kekuatan dan
kemampuan manusia super (misalnya mampu mengendalikan
cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).
5. Halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas, apakah disertai
baik oleh waham yang mengambang/melayang maupun yang
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun
oleh ide-ide berlebihan yang menetap atau apabila terjadi setiap
hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus-
menerus.
6. Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan yang
berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau
neologisme.
7. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah, sikap tubuh
tertentu, atau fleksibilitas serea, negativisme, mutisme, dan
stupor.
8. Simtom negatif, seperti sikap apatis, pembicaraan terhenti, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal
tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
9. Suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan dari beberapa aspek perilaku perorangan,
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, tak bertujuan, sikap
malas, sikap berdiam diri, dan penarikan diri secara sosial.
Pedoman diagnostik:
Untuk menegakkan diagnosis skizofrenia harus ada sedikitnya satu
simtom tersebut di atas yang amat jelas (dan biasanya dua simtom
atau lebih, apabila simtom tersebut kurang tajam atau kurang jelas)
dari simtom yang termasuk salah satu dari kelompok (a) sampai
dengan (d) tersebut di atas, atau paling sedikit dua simtom dari
kelompok (e) sampai dengan (h) yang harus selalu ada secara jelas
selama kurun waktu satu bulan atau lebih (Maslim, 2001).
f. Terapi
Untuk pasien dengan skizofrenia biasanya diberikan obat
antipsikotik. Antipsikotik ini diberikan dengan indikasi untuk
mengendalikan gejala aktif dan mencegah kekambuhan Dalam
pemilihan obat, pada dasarnya semua obat antipsikosis mempunyai
efek primer (efek klinis) yang sama pada dosis ekuivalen. Perbedaan
utama pada efek sekunder (efek samping). Pemilihan jenis
antipsikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan
efek samping obat. Bila gejala negatif lebih menonjol dari gejala
positif pilihannya adalah obat antipsikosis atipikal (golongan generasi
kedua), sebaliknya jika gejala positif lebih menonjol dibandingkan
gejala negatif pilihannya adalah tipikal (golongan generasi pertama)
(Maramis, 2009; Hawari, 2001).
Penggolongan Obat Anti-psikosis (Hawari, 2001; Maslim, 2001)
1. Obat Anti-Psikosis Tipikal
a. Phenotiazine
1. Rantai Aliphatic
a. Clorpromazine
Nama dagang : largactile, Sediaan : Tab 25-100 mg
Dosis anjuran : 150-600 mg/hari
b. Levomepromazine
Nama dagang : Nozinan, Sediaan : Tab 25 mg
Dosis anjuran : 25-50 mg/hari
2. Rantai Piperazine
a. Perphenazine
Nama dagang : Trilafon, Sediaan : Tab 2 mg, 4 mg, 5 mg
Dosis anjuran : 12-24 mg/hari
b. Trifluoperazin
Nama dagang : Stelazine, Sediaan : Tab 1 mg, 5 mg
Dosis anjuran : 10-15 mg/hari.
c. Fluphenazine
Nama dagang : Anatensol, Sediaan : Tab 2,5 mg, 5 mg
Dosis anjuran : 10-15 mg/hari
3. Rantai Piperadine :
a. Thioridazine
Nama dagang : Malleril, Sediaan : Tab 50 mg, 100 mg
Dosis anjuran : 150-600 mg/hari
b. Butyrophenone :
1. Haloperidol
Nama dagang : Haldo (jansen), Sediaan : Tab 2 mg, 5 mg
Serenace (searle), Sediaan : 0,5-1,5-5 mg
Dosis anjuran : 150-600 mg/hari
c. Diphenyl-butyl-piperidine:
1. Pimozide
Nama dagang : Orap Forte, Sediaan : Tab 4 mg
Dosis anjuran : 2-4 mg/hari
2. Obat Anti-Psikosis Atipikal
a. Benzamide:
1. Sulpride
Nama dagang : Dogmatil Forte, Sediaan : Tab 200 mg, Amp :
50 mg/ml
Dosis anjuran : 300-600 mg/hari
b. Dibenzodiazepine:
1. Clozapine
Nama dagang : Clozaril (Novartis), Sediaan : Tab 25-100 mg
Dosis anjuran : 25-100 mg/hari
2. Olanzapine
Nama dagang : Zyprexa, Sediaan : Tab 5-10 mg
Dosis anjuran : 10-20 mg/hari
3. Quitipine (Ludopine)
Nama dagang : Serequel, Sediaan : Tab 25 mg, 100 mg, 200
mg.
Dosis anjuran : 50-400 mg/hari
c. Benzisoxazole
1. Risperidone
Nama dagang : Risperidal, Sediaan : Tab 1,2,3 mg
Dosis anjuran : 2-6 mg/hari
Nama dagang : Neripos, Sediaan : Tab 1, 2 mg, 3 mg
Dosis anjuran : -
Nama dagang : Noprenia, Sediaan : Tab 1 mg, 2 mg, 3 mg
Dosis anjuran : -
Obat golongan tipikal bekerja dengan memblok reseptor D2 di
mesolimbik, mesokortikal, nigostriatal dan tuberoinfundibular
sehingga dengan cepat menurunkan gejala positif tetapi tidak
memberikan efek yang baik pada pemulihan fungsi kognitif
(kemampuan berfikir dan mengingat) penderita. Pemakaian lama
memberikan efek samping berupa gangguan ekstrapiramidal, tardive
dyskinesia, peningkatan kadar prolaktin yang akan meyebabkan
disfungsi seksual atau peningkatan berat badan dan memperberat
gejala negatif maupun kognitif. Selain itu juga bisa menimbulkan efek
samping antikolinergik seperti mulut kering, pandangan kabur,
gangguan miksi, dan gangguan defekasi serta hipotensi (Hawari,
2001).
ECT (Electro Convulsif Therapy)
1. Indikasi
Terapi elektrokonvulsi mula – mula dipakai untuk pasien
skizofrenia. Setelah 4 tahun terlihat bahwa efek yang paling baik
diperoleh pada pengobatan depresi. Terapi ini juga digunakan
untuk berbagai macam gangguan jiwa lainnya. Sampai sekarang
hasil yang paling baik didapatkan pada penderita depresi pada
umumnya, terutama pada fase depresi psikosis manik.
Skizofrenia meupakan indikasi paling penting untuk terapi
ini, tetapi untuk jenis yang menahun hasilnya akan kurang
memuaskan. Yang paling baik adalh jenis gaduh-gelisah katatonik
dan stupor katatonik. Pad ajenis paranoid hasilnya kurang baik dan
yang paling kurang baik adalah pada jenis hebrefenik dan simplex.
2. Kontraindikasi
ECT tidak boleh dilakukan apabila pasien memiliki :
a. Dekompensasi jantung
b. Aneurisma aorta
c. Penyakit tulang
d. Tumor otak
e. Kehamilan karena dapat menyebabkan abortus
3. Persiapan penderita dan cara melakukan ECT
a. Sebelum pemberian ECT penderita diperiksa badannya dengan
teliti, terutama jantung dan paru juga tulang punggung.
b. Penderita harus puasa agar tidak sampai muntah dan tersedak
waktu ia tidak sadar (bahaya pneumonia aspirasi)
c. Vesika urinaria dan rektum perlu dikosongkan agar tidak
mengotori dirinya dan tempat tidur apabila terjadi
inkontinensia
d. Gigi palsu yang dapat dilepaskan harus dikeluarkan, juga
benda-benda lain didalam mulut (permen dan sebagainya)
e. Penderita berbaring terlentang lurus diatas permukaan yang
datar dan agak keras, pakaian yang ketat atau sabuk
dilonggarkan
f. Bagian kepala yang ditempelkan elektroda dibersihkan
(dengan alkohol) supaya kelenjar minyak pada kulit tidak
terlalu menahan aliran listrik. Tempat elektroda adalah pada
antara os frontal dan os temporal dengan tulang tengkorak
yang tipis dan tidak terdapat banyak rambut. Daerah ini
kemudian dibasahi dengan penghantar listrik (misal air garam
atau pasta khusus)
g. Di anatara rahang atas dan bawah diberi bahan yang lunak
(misalnya sepotong kain yang dilipat) yang disuruh gigit oleh
penderita. Harus diperhatikan bahwa pipi dan dagu tidak
terjepit.
h. Dagu penderita tidak perlu ditahan. Hati – hati dengan lengan
penderita yang dapat memukul karena tiba – tiba flexi pada
permulaan fase tonik. Extrimitas dapat dipegang, tetapi tidak
boleh terlalu keras.
i. Elektroda ditekan dengan kekuatan yang sedang ditempatnya,
rambut tebal dikesampingkan.
g. Prognosis
Sepertiga penderita skizofrenia yang datang pada serangan pertama
akan sembuh. Sedangkan sepertiga lain bisa kembali ke masyarakat
walau masih terdapat cacat dan harus sering kontrol. Dan sisanya
mempunyai prognosis jelek dan tidak mampu berfungsi dalam
masyarakat serta terjadi kemunduran mental sehingga menjadi
penghuni tetap Rumah Sakit Jiwa.
Prognosis dapat dipertimbangkan dari beberapa faktor:
1. Kepribadian prepsikotik: apabila hubungan antar manusia buruk
maka prognosis jelek
2. Jenis katatonik: prognosis yang paling baik diantara skizofrenia
lainnya
3. Usia: semakin muda usia timbulnya maka prognosis semakin
jelek
4. Pengobatan: semakin cepat pengobatan dilakukan maka prognosis
semakin baik
5. Riwayat keluarga: apabila ada riwayat skizofrenia dalam keluarga
maka prognosis semakin jelek
5. Skizofrenia katatonik
Pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III (Maslim, 2001):
a. Memenuhi kreiteria umum untuk diagnosis skizofrenia
b. Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran
klinisnya:
1. Stupor
2. Gaduh-gelisah
3. Menampilkan posisi tubuh tertentu
4. Negativisme
5. Rigiditas
6. Fleksibilitas cerea
7. Gejala-gejala lain seperti (“Command Automatism”)
Pada pasien yang tidak komunkikatif dengan manifestasi perilaku dari
gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai
diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala lain. Penting untuk
diketahui bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk
skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak,
gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi
pada gangguan afektif.
6. Gangguan nonpsikotik
Gangguan jiwa non psikotik merupakan gangguan jiwa yang tidak
memiliki gejala-gejala seperti waham, halusinasi, dan realita testing
negative. Pada gangguan jiwa ini, pasien tidak nampak sakit jiwa.
Berdasarkan PPDGJ-III gejala non-psikotik khas ditemukan pada
gangguan neurotik, gangguan somatoform, dan gangguan stress.
Neurosis adalah gangguan jiwa non psikotik yang kronik dan rekuren
yang ditandai dengan kecemasan, yang dialami secara langsung atau
melalui mekanisme pertahanan; dari sini muncul beberapa gejala seperti
obsesi, compulsi, fobia, disfungsi seksual. Berdasarkan DSM-III,
gangguan neurotik didefinisikan sebagai gangguan jiwa yang gangguan
utamanya adalah gejala atau kelompok gejala yang sangat menyusahkan
bagi seseorang dan diakui oleh seseorang tersebut sebagai suatu penolakan
dan asing (ego distonik); realita testing tidak terganggu. Perilaku tidak
bertentangan dengan norma sosial. Pada gangguan jiwa ini, tidak ada
penyebab atau faktor organik yang jelas (Sadock, 2007).
Konsep mengenai neurosis secara prinsip tidak lagi digunakan sebagai
patokan dalam penggolongan, meskipun dalam beberapa hal masih
diperhitungkan untuk memudahkan bagi yang terbiasa menggunakan
istilah neurotik. Klasifikasi gangguan neurotik, somatoform, dan gangguan
stress diklasifikasikan menjadi:
a. Gangguan anxietas fobik
b. Gangguan anxietas lainnya
c. Gangguan obsesif-compulsif
d. Reaksi terhadap stress berat dan gangguan penyesuaian
e. Gangguan dissosiatif
f. Gangguan somatoform
g. Gangguan neurotik lainnya (Maslim, 2001).
Informasi 4
Sindrom-sindrom
1. Sindrom Katatonik : stupor katatonik, rigiditas katatonik, disabilitas
fungsi sosial
2. Sindrom Psikotik : bicara dan senyum-senyum sendiri (autisme),
waham logis (berdosa), halusinasi dengar
3. Sindrom Skizofren : gejala negatif (autisme, menarik diri dari
pergaulan), thought of insertion, deteriorasi fungsi
peran
Informasi 5
Diagnosis Banding
1. Skizofren Katatonik
2. Gangguan Skizoafektif
Diagnosis Multiaksial
Axis I : Skizofren Katatonik
Axis II : Kecenderungan kepribadian introvert, pemdiam, pemalu, suka menolong
orang tuanya
Axis III: Tidak ada diagnosis
Axis IV: Masalah lingkungan sosial
Axis V : GAF 50-41 (gejala berat, disabilitas berat).
Informasi 6
Penatalaksanaan:
1. Organobiologis
a. Farmakologis
- Khlorpromasin 150mg 3x 1
- Haloperidol 5mg 3x1
- Trihexipenidil 2mg 3x1
b. ECT (Terapi Kejang Listrik)
BAB III
KESIMPULAN
1. Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang
mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam
memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah.
2. Jenis-jenis skizofrenia adalah skizofrenia paranoid, skizofrenia hebefrenik,
skizofrenia katatonik, skizofrenia yang tidak digolongkan, dan skizofrenia
residu.
3. Skizofrenia katatonik dapat didiagnosis dengan memenuhi kreiteria umum
untuk diagnosis skizofrenia dan satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus
mendominasi gambaran klinisnya, yakni: stupor, gaduh-gelisah,
menampilkan posisi tubuh tertentu, negativisme, rigiditas, fleksibilitas cerea,
serta gejala-gejala lain seperti (“Command Automatism”).
4. Terapi skizofrenia katatonik yaitu berupa pemberian khlorpromasin,
haloperidol, trihexipenidil, dan ECT (Terapi Kejang Listrik)
5. Prognosis skizofrenia secara umum adalah sepertiga penderita skizofrenia
yang datang pada serangan pertama akan sembuh. Sedangkan sepertiga lain
bisa kembali ke masyarakat walau masih terdapat cacat dan harus sering
kontrol, dan sisanya mempunyai prognosis jelek.
DAFTAR PUSTAKA
Hawari, Hadang. 2001. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia,
Edisi kedua. Jakarta : FKUI.
Isaacs, Ann. 2004. Panduan Belajar: Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik
ed.3. Jakarta: EGC.
Maramis, Willy F., Maramis, Albert A. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa ed 2.
Surabaya : Airlangga University Press
Maslim, Rusdi Dr. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
dari PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya
Rini, Tri Dr. SpKJ. Draft Acuan Gangguan Kesehatan Jiwa. 2005. Purwokerto:
Program Pendidikan Dokter Universitas Jenderal Soedirman
Sadock, Benjamin James dan Virgina Alcott Sadock. 2007. Kaplan and Sadock’s
Synopsis of Psychiatry-Behavioral Science/Clinical Psychiatry. New York:
Lippincott Williams and Wilkins
Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 5. Jakarta: EGC.
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Rafika Aditama.