LAPORAN PBL 5

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN PBL 5 BLOK NEUROLOGY AND SPESIFIC SENSE SYSTEM (NSS) PUSING TUJUH KELILING

Tutor : dr. Alfi Muntafiah Kelompok 10 Tiara Melodi M. Khoirul Anam Ryan Aprilian Putri Masrurotut Daroen Purindri Maharani S. Vemy Melinda Kusnendar Irmandono Fitri Yulianti Auzia Tania Utami Bellindra Putra H. Tribuana Y. G1A009001 G1A009003 G1A009025 G1A009036 G1A009050 G1A009053 G1A009054 G1A009093 G1A009129 G1A009135 G1A008102

JURUSAN KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2012

BAB I PENDAHULUAN Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek, yang sering digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau rasa pusing (dizziness). Deskripsi keluhan tersebut penting diketahui agar tidak dikacaukan dengan nyeri kepala atau sefalgi, terutama karena di kalangan awam kedua istilah tersebut (pusing dan nyeri kepala) sering digunakan secara bergantian. Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar, merujuk pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan. Berbagai macam defenisi vertigo dikemukakan oleh banyak penulis, tetapi yang paling tua dan sampai sekarang nampaknya banyak dipakai adalah yang dikemukakan oleh Gowers pada tahun 1893 yaitu setiap gerakan atau rasa (berputar) tubuh penderita atau obyek-obyek di sekitar penderita yang bersangkutan dengan kelainan keseimbangan. Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai. Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala. Vertigo pada BPPV termasuk vertigo perifer karena kelainannya terdapat pada telinga dalam, yaitu pada sistem vestibularis. BPPV pertama kali dikemukakan oleh Barany pada tahun 1921. Karakteristik nistagmus dan vertigo berhubungan dengan posisi dan menduga bahwa kondisi ini terjadi akibat gangguan otolit.

BAB II PEMBAHASAN

SKENARIO KASUS 5: RPS Pusing Tujuh Keliling... RPS Tn.S berusia 30 tahun datang ke IGD RSMS diantar adiknya dengan keluhan kepala terasa pusing berputar. Keluhan dirasakan mendadak sebelum masuk rumah sakit. Pusing dirasakan terutama pada saat perubahan posisi. pada saat pasien

Awalnya pasien sedang tiduran di tempat tidur kemudian

mencoba untuk duduk pasien merasakan sensasi pusing berputar selama 15 menit setelah diam beberapa lama pusing mulai berkurang hingga menghilang. Tn. S juga mengeluh adanya mual dan muntah serta keringat dingin pada saat terjadi pusing. 4 hari sebelum sakit pusing berputar, Tn. S mengalami demam, batuk dan pilek tetapi kemudian merasa sembuh setelah minum parasetamol dan istirahat. Keluhan pendengaran berkurang, telinga terasa penuh, disangkal oleh Tn. S. Pasien juga menyangkal pernah terbentur pada daerah kepala, kejang dan juga menyangkal adanya pandangan ganda. mengonsumsi alkohol. Pasien tidak merokok dan tidak

Batasan Masalah Identitas Umur Keluhan utama Onset Kualitas Kuantitas Faktor memperberat Faktor memperingan : Tn. S : 30 tahun : Kepala terasa pusing berputar : Mendadak sebelum masuk rumah sakit : Mengganggu aktivitas : Satu kali selama sekitar 15 menit : Perubahan posisi : Diam dan beristirahat

Gejala penyerta RPSos RPD

: Mual, Muntah, dan Keringat dingin : Tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol : Keluhan pendengaran berkurang, telinga terasa penuh, pernah terbentur pada daerah kepala, kejang dan juga adanya pandangan ganda disangkal

INFO 1 RPD Riwayat penyakit yang sama pernah diderita Riwayat penyakit jantung disangkal Riwayat penyakit DM disangkal Riwayat penyakit hipertensi disangkal

RPK Riwayat penyakit yang sama disangkal Riwayat penyakit jantung disangkal Riwayat penyakit DM disangkal Riwayat penyakit hipertensi disangkal

INFO 2 PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum Kesadaran Kuantitatif Vital Sign : Tampak sakit sedang : Compos mentis : GCS E4 M6 V5 : TD N RR S Kepala : 110/70mmHg : 84x/menit, reguler : 20x/menit : 36,3 C

: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, reflek cahaya +/+, pupil isokor diameter

Mata Leher Jantung Paru Abdomen

: 2mm/2mm : dbn : dbn : dbn : dbn

INFO 3 Pemeriksaan Neurologis Tanda rangsang meningeal (-) Nervus cranialis :

Nervus VIII (N. Akustikus) Fungsi vestibuler : : positif : positif : baik : baik : dbn : + normal :-

Nylen barany test Romberg test Tandem gait Past pointing test

Pemeriksaan sensibilitas Refleks fisiologis Refleks patologis Identifikasi Masalah 1. Anatomi Telinga 1. Anatomi telinga a. Telinga luar 1) Pinna auricula

Pinna auricula mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi mengumpulkan getaran udara. Struktur ini terdiri atas lempeng tulang rawan elastis tipis yang ditutupin kulit (Snell, 2006). 2) Meatus acusticus externus Meatus acusticus externus merupakan tabung berkelok yang menghubungkan auricula dengan membrana tympani. Tabung ini berfungsi menghantarkan gelombang suara dari pinna auricula ke

membrana tympani. Rangka sepertiga bagian luar meatus adalah cartilago elastis, dan dua pertiga bagian dalam adalah tulang, yang dibentuk oleh lempeng tympani. Meatus dilapisi oleh kulit, dan sepertiga bagian luarnya mempunyai rambut, kelenjar sebacea, dan glandula ceruminosa (Snell, 2006). b. Telinga tengah Telinga tengah merupakan ruang berisi udara di dalam pars petrosa ossis temporalis yang dilapisi oleh membrana mukosa. Ruang ini berisi tulang-tulang pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran membrana tympani ke perilympha telinga dalam. Cavum tympani berbentuk celah sempit yang miring, dengan sumbu panjang terletak lebih kurang sejajar dengan bidang membran tympani (Snell, 2006). 1) Membrana tympani Membrana tympani merupakan membrana fibrosa tipis yang berwarna kelabu mutiara. Membrana ini terletak miring,

menghadap ke bawah, depan dan lateral. Permukaannya konkaf ke lateral. Membrana tympani berbentuk bulat dengan diameter sekitar 1 cm. Pinggirnya tebal dan melekat di dalam alur pada tulang. Membrana tympani sangat peka terhadap nyeri dan permukaan luarnya dipersarafi oleh n. auriculotemporalis dan ramus auricularis n. vagus (Snell, 2006). 2) Ossicula auditiva a) Malleus Malleus merupakan tulang pendengaran terbesar, dan terdiri atas caput, collum, processus longum atau manubrium, sebuah processus anterior dan processus lateralis (Snell, 2006). b) Incus Incus terdiri dari corpus yang besar dan dua crus (Snell, 2006). c) Stapes Stapes terdiri dari caput, collum, dua lengan dan sebuah basis (Snell, 2006). 3) Tuba auditiva

Tuba auditiva terbentang dari dinding anterior cavum tympani ke bawah, depan dan medial sampai ke nasofaring. Sepertiga bagian posteriornya adalah tulang dan dua pertiga bagian anteriornya adalah cartilago. Tuba berfungsi menyeimbangkan tekanan udara di dalam cavum tympani dengan nasofaring (Snell, 2006). c. Telinga dalam 1) Labyrinthus osseus Labyrinthus osseus terdiri dari tiga bagian : vestibulum, canalis semisircularis dan cochlea. Labyrinthus osseus merupakan ronggarongga yang terletak di dalam substansia compacta tulang, dan dilapisi oleh endosteum serta berisi cairan bening, yaitu perilymphen yang di dalamnya terdapat labyrinthus membranaceus (Snell, 2006). 2) Labyrinthus membranaceus Labyrinthus membranaceus terdiri dari (Snell, 2006): a) Sacculus dan utriculus (di dalam vestibulum) b) Ductus semicircularis (di dalam canalis semicircularis) c) Ductus cochlearis (di dalam cochlea)

2. Anatomi organ vestibular dan non vestibular a. Organ vertibular Organ vestibular merupakan organ-organ yang berfungsi mengatur keseimbangan pada telinga dalam. Organ ini terdiri atas 2 bagian (Day, 2005): 1) Organ otolith, mengatur gerakan terkait akselerasi linear dan keseimbangan gravitasi. a) Sacculus b) Utriculus 2) Canalis semicircularis, mengatur sensasi pergerakan rotasi dalam ruang. a) Canalis semicircularis anterior b) Canalis semicircularis posterior

c) Canalis semicircularis lateral b. Organ non vestibular Organ non vestibular disebut juga organ auditori, terdiri dari bagianbagian telinga lain, selain vestibulum dan canalis semicircularis.

2. Fisiologi keseimbangan Alat vestibuler (alat keseimbangan) terletak di telinga dalam (labirin), terlindung oleh tulang yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara umum adalah telinga dalam, tetapi secara khusus dapat diartikan sebagai alat keseimbangan. Labirin terdiri atas labirin tulang dan labirin membran. Labirin membran terletak dalam labirin tulang dan bentuknya hampir menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin membran dan labirin tulang terdapat perilimfa, sedang endolimfa terdapat di dalam labirin membran. Berat jenis cairan endolimfa lebih tinggi daripada cairan perilimfa. Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin membran yang terapung dalam perilimfa, yang berada dalam labirin tulang. Setiap labirin terdiri dari 3 kanalis semi-sirkularis (kss), yaitu kss horizontal (lateral), kss anterior (superior) dan kss posterior (inferior). Selain 3 kanalis ini terdapat pula utrikulus dan sakulus (Bashirudin J, 2008 ; Anderson, 1997 ; Sherwood, 2004).

Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan di sekitarnya tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ visual dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di SSP, sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada saat itu (Bashirudin, 2008). Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang merupakan pelebaran labirin membran yang terdapat dalam vestibulum labirin tulang. Pada tiap pelebarannya terdapat makula utrikulus yang di dalamnya terdapat sel-sel reseptor keseimbangan. Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis semisirkularis dimana pada tiap kanalis terdapat pelebaran yang berhubungan dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya terdapat krista ampularis yang terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan se-luruhnya tertutup oleh suatu substansi gelatin yang disebut kupula (Bashirudin J, 2008 ; Anderson, 1997 ; Sherwood, 2004). Fisiologi relevan a. Fungsi vestibular: i. Respon terhadap percepatan rotasi/sudut Percepatan/ akselerasi rotasi pada salah satu bidang kanalis semisirkularis tertentu akan merangsang kristanya.

Endolimfe, akibat kelembamannya akan bergerak dengan arah berlawanan terhadap arah putaran. Cairan ini mendorong kupula, dan menyebabkan perubahan bentuk. Hal ini akan menekukkan tonjolan-tonjolan sel rambut. Apabila telah tercapai kecepatan rotasi yang tetap, cairan berputar dengan kecepatan yang sama dalam tubuh dan posisi kupula kembali tegak. Bila pemutaran dihentikan, perlambatan akan menyebabkan pergeseran endolimfe searah dengan putaran, dan kupula mengalami perubahan bentuk dalam arah berlawanan dengan arah sewaku percepatan. Kupula kembali ke posisi di ttengah dalam 2530 detik. Pergerakan kupula dalam satu arah biasanya menimbulkan impuls di serat-serat saraf yang berasal dari

kristanya, sementara pergerakan dengan arah berlawanan umumnya menghambat aktivitas saraf. Rotasi menyebabkan rangsang maksimum pada kanalis semisirkularis yang paling dekat dengan bidang rotasi.

Karena kanalis semisirkularis di satu sisi kepala merupakan sermin dari kanalis sisi lainnya, endolimfe bergeser menuju ampula di satu sisi dan menjauhinya di sisi yang lain. Dengan demikian, pola rangsang yang mencapai otak beragam sesuai arah bidang rotasinya. Percepatan linear ,mungkin tidak dapat menyebabkan perubahan kupula sehingga tidak menimbulkan rangsang pada Krista. Namun terdapat banyak bukti bahwa apabila salah satu bagian labirin rusak,bagian lain akan mengambil alih fungsinya. Dengan demikian, penentuan lokasi fungsi labirin secara eksperimental sulit dilakukan. Nucleus vestibularis terutama berperan dalam

mempertahanan posisi kepala dalam ruang. Jaras yang menurun dari nuclei ini berkaitan dengan penyesuaian kepala pada leher dan kepala pada tubuh. Hubungan

asenden ke nucleus kranialis sebagian besar berkaitan dengan pergerakan mata. ii. Respon terhadap percepatan linear/lurus Sakulus dan utrikulus berespon terhadap percepatan linear. Secara umum, utrikulus berespon terhadap percepatan horizontal dan sakuus vertical. Otolit bersifat lebih padat dari endolimfe, dan percepatan dalam semua arah menyebabkannya bergerak dengan arah yang berlawanan, menimbulkan distorsi prosesu sel rambut dan mencetuskan aktivitas di sel saraf. Macula juga melepaskan impuls secara tonis walaupun tidak terdapat gerakan kepala, karena gaya tarik bumi pada ototlit. Impuls yang dihasilkan oleh

reseptor ini sebagian berperan pada rerleks menegakkan kepala dan penyesuaian sikap tubuh penting lainnya. Walaupun sebaian besar respon terhadap rangsang pada macula bersifat refleks, impuls vestibular juga mencapai korteks serebri. Impuls-impuls ini diperkirakan berperan dalam persepsi gerakan yang disaradari dan member sebagain informasi yang penting untuk orientasi dalam ruang. Vertigo merupakan suatu sensasi berputar tanpa adanya pemutaran sebenarnya dan merupakan gejala yang menonjol apabila salah satu labirin yang meradang. iii. Perangsangan kalori Kanalis semisirkularis dapat dirangsang dengan

meneteskan air yang leih panas atau dingin daripada suhu tubuh ke dalam meatus akustikus eksternus. Perbedaan suhu akan menimbulkan arus konveksi di endolimfe, yang kemudian menggerakkan kupula. Teknik perangsangan kalori ini, yang kadang-kadang digunakan untuk tujuan diagnostic, menyebabkan nistagmus, vertigo dan mual. Untuk menghindari gejala-gejala ini saat melakukan irigasi saluran telinga dalam pengobatan infeksi telinga, harus dipastikan bahwa suhu cairan yang digunakan sama dengan suhu tubuh. iv. Orientasi dalam ruang Orientasi dalam ruang tergantung pada masukan dari reseptor-reseptor vestibular, tetapi masukan penglihatan juga penting. Informasi yang berkaitan juga diperoleh dari impuls-impuls propioseptif dari kapsula sendi, yang member data mengenai posisi relative berbagai bagian tubuh, dan impuls dari eksteroseptor kulit, terutama reseptor sentuh dan tekanan. Keempat masukan ini disatukan di tingkat orteks menjadi gambaran terusmenerus mengenai orientasi seseoraang dalam ruang.

v. Mabuk perjalanan Gejala khas mabuk perjalanan adalah rasa mual, perubahan tekanan darah, berkeringat, pucat, serta muntah. Ini ditimbulkan akibat perangsangan vestibular yang

berlebihan. Gejala ini mungkin disebabkan oleh refleks yang dihantarkan melalui hubungan vestibular di batang otak dan nodus flokulonoduler serebelum.

3. Patofisiologi nyeri kepala berputar Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat (Riyanto, 2004). Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian tersebut : 1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation) Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu; akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah (Riyanto, 2004). 2. Teori konflik sensorik Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum dan proprioseptik, atau ketidak-seimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab (Riyanto, 2004). 3. Teori neural mismatch Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu;

sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala. 4. Teori otonomik Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebaga usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi; gejala klinis timbul jika sistim simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan (Riyanto, 2004). 5. Teori neurohumoral Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan terori serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam mem-pengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo (Riyanto, 2004). 6. Teori sinap Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor); peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis (Riyanto, 2004).

4. Tes pemeriksaan keseimbangan Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada:

1. Fungsi vestibuler/serebeler a. Uji Romberg : penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula

dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup. b. Tandem Gait: penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan menyimpang, dan pada kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh. c. Uji Unterberger.

Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi. d. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany) Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi. e. Uji Babinsky-Weil

Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke depan dan lima langkah ke belakang seama setengah menit; jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.

Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologis Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau perifer. 1. Fungsi Vestibuler a. Uji Dix Hallpike

Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-kan ke belakang dengan cepat, sehingga kepalanya meng-gantung 45 di bawah garis horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45 ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral. Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue). Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo ber-langsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue). b. Tes Kalori Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30, sehingga kanalis semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air dingin (30C) dan air hangat (44C) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik).

Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional preponderance ke kiri atau ke kanan.Canal paresis ialah jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga.

Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau n. VIII, sedangkan directional preponderance menunjukkan lesi sentral. c. Elektronistagmogra

Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.

5. Jenis-jenis vertigo Vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran vestibular yang mengalami kerusakan, yaitu vertigo periferal dan vertigo sentral. Saluran vestibular adalah salah satu organ bagian dalam telinga yang senantiasa mengirimkan informasi tentang posisi tubuh kotak untuk menjaga keseimbangan. 1. Vertigo Periferal Vertigo periferal terjadi jika terdapat gangguan di saluran yang disebut kanalis semisirkularis, yaitu telinga bagian tengah yang bertugas mengontrol

keseimbangan. Vertigo jenis ini biasanya diikuti gejala-gejala seperti - pandangan gelap - rasa lelah dan stamina menurun - jantung berdebar - hilang keseimbangan - tidak mampu berkonsentrasi - perasaan seperti mabuk - otot terasa sakit - mual dan muntah-muntah - memori dan daya pikir menurun - sensitif pada cahaya terang dan suara - berkeringat Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan vertigo periferal antara lain penyakit-penyakit seperti benign parozysmal positional vertigo (gangguan akibat kesalahan pengiriman pesan), penyakit meniere (gangguan keseimbangan yang sering kali menyebabkan hilang pendengaran) , vestibular neuritis (peradangan pada sel-sel saraf keseimbangan) , dan labyrinthitis (radang di bagian dalam pendengaran) .

2. Vertigo Sentral

Vertigo sentral terjadi jika ada sesuatu yang tidak normal di dalam otak, khususnya di bagian saraf keseimbangan, yaitu daerah percabangan otak dan serebelum (otak kecil). Gejala vertigo sentral biasanya terjadi secara bertahap, penderita - penglihatan ganda - sukar menelan - kelumpuhan otot-otot wajah - sakit kepala yang parah - kesadaran terganggu - tidak mampu berkata-kata - hilangnya koordinasi - mual dan muntah-muntah - tubuh terasa lemah Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan vertigo sentral termasuk antara lain stroke, multiple sclerosis (gangguan tulang belakang dan otak), tumor, trauma di bagian kepala, migren, infeksi, kondisi peradangan, neurodegenerative illnesses (penyakit akibat kemunduran fungsi saraf) yang menimbulkan dampak pada otak kecil. Klasifikasi Vertigo 1. VERTIGO POSISIONAL BENIGNA Vertigo benigna dikenal juga sebagai vertigo Barany. Syndrome vestibular ini paling umum, dan dijuluki posisional karena vertigonya timbul kalau kepala berputar kekanan atau kiri. Hal ini terjadi kalau kepala menoleh kekanan atau kekiri dan jika merebahkan badan untuk berbaring atau berbalik kesamping sewaktu berbaring. Vertigo yang timbul pada saat perubahan sikap kepala ini bersifat berputar-putar dimana orang sakit merasa bahwa seisi ruangan berputar-putar seolah-olah bergelimpangan dan berjungkir balik. Jika penderita disuruh berbaring untuk diperiksa seringkali ia tidak mau, karena ia takut akan diserang oleh vertigo itu. Kebanyakan vertigo posisional benigna ini tergolong pada kelompok yang berusia 45 tahun keatas dan kaum wanita. Nistagmus ritmis selalu mengiringi akan mengalami hal-hal seperti:

vertigo tersebut. daya pendengaran tetap utuh, muntah jarang tetapi mual hampir selalu ada. Jika orang sakit disuruh berbaring dengan mata tertutup dan merebahkan dirinya perlahan-lahan, serangan vertigo posisional dapat dihindarkan. Tetapi jika diprovokasi dengan memutarkan kepala penderita, vertigo serta nistagmus akan bangkit. Etiologinya jarang dapat ditentukan secara mantap dan biasanya tidak diketahui. Tetapi seringkali dipikirkan ischemia vestibular akibat tertekannya arteria vertebralis karena osteofit yang menonjol kedalam foramen

intervertebralis, sewaktu kepala berputar. Adapun pengiraan lain adalah tertekuknya arteria vertebralis pada kelokan-kelokan sepanjang perjalanan arteri tersebut terutama jika sudah ada banyak tempat-tempat sklerotik pada dinding arteri. Vertigo posisional benigna didasari oleh gangguan vestibular perifer yang reversibel. Akan tetapi vertigo posisional dapat juga disebabkan oleh lesi sentral misalnya karena lesi dibatang otak pada sclerosis multipleks, infark dan tumor infratentorial. Maka pada setiap kasus vertigo posisional perlu diselidiki adanya gejala-gejala yang merupakan manifestasi penyakit-penyakit tersebut diatas. Pada permulaan penyakit-penyakit tersebut mungkin hanya menimbulkan vertigo posisional. Dalam hal ini perlu diadakan test-test yang dapat membedakan vertigo posisional perifer dan sentral. 2. PUSING AKIBAT KOMOSIO/KONTUSIO SEREBRI Trauma kepala dan leher menimbulkan pusing dalam 25-50% dari kasuskasus. Kerusakannya tidak usah mengenai sistema vestibuler. Gangguan saraf otonom akibat trauma kepala pun sudah dapat menimbulkan pusing yang disertai palpitasi, flushing (wajah dan kepala merasa panas sejenak) dan berkeringat banyak. Tetapi pada trauma kepala berat kecendrungan untuk merusak labirin adalah besar. Dalam hal ini timbul pusing yang bersifat vertigo tanpa tanda-tanda gangguan saraf autonom tersebut diatas. Sindroma vertigo post trauma dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu vertigo post trauma akut dan vertigo post trauma posisional. a. vertigo post trauma akut

vertigo post trauma akut sering disebut sindroma komosio labirintes. Karena trauma timbul paresis vesribuler unilateral yang dapat dibuktikan oleh test kalorik. Gejala-gejalanya terdiri dari vertigo, mual dan muntah-muntah. Vertigonya terus-menerus dan disertai nistagmus spontan dengan komponen cepat yang mengarah kesisi lesi. Kecendrungan untuk jatuh kesisi lesi dan penyimpangan gerakan tangkas kearah lesi dapat ditemukan juga. Gejala-gejala tersebut lebih jelas dan bertambah berat oleh gerakan cepat dari kepala terlebihlebih bila sisi kepala yang terganggu berada dibawah belahan kepala yang sehat. b. Vertigo post trauma posisional Vertigo post trauma posisional menjadi suatu kenyataan beberapa hari atau minggu setelah mengidap trauma kepala. Jenis vertigo ini umumnya mulai timbul setelah gejala-gejala sindroma vertigo post trauma akut menghilang. Jadi, segera setelah mengalami trauma kapitis timbul vertigo yang terus-menerus. Kemudian, vertigo itu hanya timbul pada sikap kepala tertentu. Tanpa pengobatan vertigo posisional tersebut dapat lenyap dengan sendiri, tetapi dapat juga sekali-kali timbul kembali. Bahkan adakalanya vertigo posisional itu menetap dan amat mengganggu kehidupan penderita. Destruksi sistema vestibular pada sisi yang sakit harus dianjurkan bila vertigo posisional itu tidak dapat diredakan dengan obat-obat dan orangsakit tidak dapat merobah sikap kepalanya sedikit pun. 3. NEURONITIS VESTIBULARIS Penyakit tersebut diatas timbul secara mendadak dengan serangan vertigo yang berat diiringi mual-mual dan muntah-muntah. Nistagmus spontan menyertai serangan vertigo itu. Komponen cepat vertigo ini mengarah kesisi yang normal. Pada test kalorik ditemukan paralisis vestibular unilateral. Nistagmus posisional dapat dijumpai 30% dari kasus-kasus neuronitis vestibularis. Tinitus atau perasaan seolah-olah liang telinga kemasukan air dapat ditemukan pada 40% dari kasuskasus. Namun demikian, daya pendengaran tidak terganggu. Juga audiogramnya nornal. Penyakit ini tidak pernah dijumpai pada anak-anak, melainkan pada orang dewasa saja yang berumur antara 20-60 tahun. Dengan obat atau tanpa obat serangan vertigo berat terlukis diatas dapat hilang sama sekali dalam beberapa minggu atau dengan gejala sisa yang berupa vertigo posisional yang berlangsung sejenak dan bangkit sekali-sekali saja.

Walau dinamakan neuronitis vestibularis , jenis infeksinya belum pernah diungkapkan. Pendapat umum adalah infeksi virus, tetapi sebenarnya faktor etiologiknya masih tetap belum diketahui. 4. PENYAKIT MENIERE Secara tidak tepat diagnosa penyakit meniere dibuat untuk setiap jenis vertigo yang timbul secara berkala. Dalam praktek lebih sering dijumpai neuronitis vestibularis atau vertigo posisional benigna daripada penyakit meniere. Ciri banding yang pokok ialah, pada neuronitis vestibularis dan vertigo posisional benigna daya pendengaran tidak terganggu, sebaliknya pada penyakit meniere pendengaran selalu terganggu pada waktu serangan vertigo berlangsung. Maka oleh karana itu diagnosa penyakit meniere harus digunakan hanya untuk sindroma yang dilukis dibawah ini saja: Serangan berkala yang terdiri dari mual, muntah-muntah dan vertigo dengan tinitus atau perasaan penuh didalam telinga dan tuli sementara. Tinitus, perasaan pengang atau penuh didalam telinga dapat berkembang secara berangsurangsur untuk memuncak dan pada saat itu bangkit vertigo secara tiba-tiba yang disertai dengan muntah-muntah, mual dan tuli. Tiap serangan berlangsung beberapa jam. Setelah serangan berlalu, daya pendengaran pulih kembali dalam beberapa jam. Jika serangan kerap kali timbul, daya pendengaran bisa mundur secara mantap dan akhirnya bisa menjadi tuli mutlak setelah itu tidak akan bangkit vertigo lagi. Yang mendasari serangan vertigo itu ialah hidrops unilateral. Namun demikian proses apa yang menimbulkan hidrops unilateral itu belum diketahui. Maka karena itu pengobatannya simptomatik. 5. PUSING IATROGENIK Intoksikasi obat-obat dapat menimbulkan vertigo dan lain-lain gejala

vestibular.Intoksikasi antikonvulsan (barbit Rat, phenytoin, ethosuximide dan carbamazepine) dan alkohol membangkitkan pusing yang terus-menerus dan dapat disertai nistagmus dan ataxia. Penghentian terapi obat-obat tersebut dan penghentian minum-minuman keras melenyapkan manifestasi intoksikasi tersebut diatas.

Intoksikasi salisilat mulai menjadi kenyataan dengan timbulnya tinitus yang disusul dengan tuli perseptif dan vertigo. Dua atau tiga hari setelah penggunaan salisilat dihentikan gejala-gejala tersebut mereda untuk lenyap dalam hari-hari berikutnya. Intoksikasi aminoglycoside (streptomycin, kanamycin, gentamycin dsb) mengganggu fungsi vestibular dan auditorik. Neomycin dan kanamycin lebih mengganggu fungsi auditorik daripada fungsi vestibular, sedangkan streptomycin dan gentamycin lebih cepat menimbulkan defisit vestibular daripada auditorik. Gejala dini sindroma intoksikasi tersebut berupa mual, pusing dan sempoyongan. Kemudian bekembang vertigo dan nistagmus. Gangguan auditorik berupa tinitus dengan nada tinggi, tetapi tulinya terutama untuk nada rendah, sehingga mengganggu sekali untuk mendengarkan percakapan biasa, 6. VERTIGO PADA TUMOR AKUSTIKUS DAN MENINGIOMA Vertigo sebagai gejala dini dari meningioma, schwannoma dan lain-lain tumor infratentorial serta tumor serebelar sering luput didiagnosa. Kebanyakan dikira sebagai vertigo benigna saja. Seorang neurolog kenamaan (prof Dr. Mathews) berpendapat bahwa seorang dokter tidak usah malu atau depresif kalau ia luput mendiagnosa tumor serebri pada tahap dini. Oleh karena pada hakikatnya tindakan terapeutik umumnya bermanfaat sekali walaupun terapi itu bersifat simtomatik. Dengan pertolongan itu orang sakit bisa lebih lama menikmati hidupnya daripada tumor serebrinya ditemukan dalam tahap dini. Karena akibat pemerikasaan invasif dan operasi untuk mengangkat tumor serebri itu, tidak jarang orang sakit lebih menderita. Ia bisa menjadi lebih dulu cacat menahun dan penghidupannya akan diliputi oleh kekhawatiran keganasan neoplasma, daripada tidak dioperasi sedini itu. Persoalan inu memang masih bisa diperdebatkan, tetapi tidak selalu berarti suatu malapetaka jika suatu tumor serebri tidak dapat didiagnosa sedini mungkin. Hal ini dapat dicontohkan oleh neurinoma akustik dan tumor infratentorial lainnya. Schwannoma atau neurinoma akustikus mula timbulnya dengan tuli perseptif unilateral yang progresif. Pada tahap dini terdapat vertigo. Bisa jadi ada pusing non vertigo dengan kecenderungan untuk sempoyongan, kalau tumor itu menjalar dan merusak meatus akustikus interna, maka hemihipestesia fasialis

dengan refleks kornea yang menurun atau lenyap dapat ditemukan bersama-sama dengan adanya hemiparesis fasialis ringan akibat terlibatnya nervus

trigeminus/ganglion Gasseri dan nervus fasialis. Vertigo posisionil dan nistagmus dapat bekembang pada tahap itu juga. Pemeriksaan kalorik dan audiogram sudah dapat memperlihatkan kerusakan disusunan vestibularis dan auditorik sesisi. Perjalanan penyakitnya sangat lambat. Meningioma. Lokalisasi meningioma kebanyakan disisi konveksitas otak (50%) dan dibasisnya (40%). Yang berkedudukan disekitar sayap sfenoid dapat mengganggu funsi auditorik dan vestibular. Kebanyakan orang dengan meningioma tergolong pada orang-orang berusia 40 tahun keatas dan lebih banyak wanita daripada pria. 7. VERTIGO PADA SINDROMA WALLENBERG Sindroma wallenberg atau lateral medullary onfarction terjadi akibat infark bagian dorsolateral medula oblongata yang dipendarahi oleh arteri serebeli posterior inferior. Pada saat terjadinya penyumbatan arteri tersebut timbul secara serentak vertigo, muntah-muntah dan singultus. Pertolongan dokter dicari karena vertigonya yang sangat mengganggu. Setelah vertigo mereda, barulah pasien merasa adanya hemihipestesia alternans, yaitu perasaan baal pada belahan wajah sisi ipsilateral dengan perasaan baal pula pada belahan tubuh sisi kontralateral, selanjutnya disfagia dan suara sedikit sengau karena kelumpuhan N.IX dan N.X. (2)

Adapun pembagian Vertigo yang lainnya adalah sebagai berikut : 1. VERTIGO VESTIBULAR

ini adalah salah satu pemicu munculnya vertigo. Jika ada gangguan pada sistem ini, yang lazim disebut vertigo vestibular, dunia akan terasa seperti berputar. Serangan vertigo jenis ini umumnya terjadi secara mendadak, bersifat datangpergi (episodik), disertai rasa mual/muntah, kadang-kadang ada denging di telinga. Pencetus serangan ini adalah gerakan kepala.

Vertigo vestibular ini dibedakan menjadi dua tipe

1. Tipe sentral, gangguan terjadi pada batang otak sampai otak besar. Adapun gejalanya diplopia (pandangan ganda), sakit kepala hebat, gangguan kesadaran, koordinasi tubuh menurun, mual dan muntah, serta lemas. 2. Tipe perifer, gangguan terletak pada batang otak sampai labirin di telinga bagian dalam. Gejalanya adalah pandangan kabur, letih, lesu, sakit kepala, detak jantung cepat, kehilangan keseimbangan, kehilangan konsentrasi, nyeri otot terutama di leher dan punggung, mual, muntah kemampuan kognitif menurun, serta sensitif terhadap cahaya dan bunyi.

2. VERTIGO NONVESTIBULAR Pada vertigo nonvestibular, sensasi yang dirasakan penderita adalah melayang, bergoyang, atau sempoyongan. Serangan biasanya terjadi terusmenerus, tetapi tidak ada mual maupun muntah. Vertigo akibat gangguan sistem visual biasanya dicetuskan oleh situasi yang ramai, banyak orang atau benda lalu lalang. Pada gangguan sistem somatosensorik/proprioseptik atau gangguan pada saraf sumsum tulang belakang, misalnya gangguan pada saraf tepi berupa kaki baal atau pundak kaku, impuls gerakan terlambat diterima otak besar. Akibatnya, keseimbangan penderita terganggu dan termanifestasi sebagai vertigo. Gangguan baal biasanya dialami penderita diabetes. Adapun leher kaku (cervical tension) umumnya dialami mereka yang bekerja di belakang meja. Selain dari vertigo vestibular dan nonvestibular, ternyata flu juga bisa menjadi pemicu dari vertigo. Jika flu tersebut menyebabkan infeksi atau peradangan di telinga dalam, maka akan mengakibatkan organ keseimbangan kita kacau dan terjadi deh si vertigo-nya. Selain flu, alergi dari obat-obatan juga bisa memicu si vertigo jika si obat-obat tersebut menyerang tiga sistem keseimbangan .

6. DIAGNOSIS DIFFERENTIAL BPPV Vertigo benigna dikenal juga sebagai vertigo Barany. Syndrome vestibular ini paling umum, dan dijuluki posisional karena vertigonya timbul kalau kepala berputar kekanan atau kiri. Hal ini terjadi kalau kepala menoleh kekanan atau

kekiri dan jika merebahkan badan untuk berbaring atau berbalik kesamping sewaktu berbaring. Vertigo yang timbul pada saat perubahan sikap kepala ini bersifat berputar-putar dimana orang sakit merasa bahwa seisi ruangan berputar-putar seolah-olah bergelimpangan dan berjungkir balik. Jika penderita disuruh berbaring untuk diperiksa seringkali ia tidak mau, karena ia takut akan diserang oleh vertigo itu. Kebanyakan vertigo posisional benigna ini tergolong pada kelompok yang berusia 45 tahun keatas dan kaum wanita. Nistagmus ritmis selalu mengiringi vertigo tersebut. daya pendengaran tetap utuh, muntah jarang tetapi mual hampir selalu ada. Jika orang sakit disuruh berbaring dengan mata tertutup dan merebahkan dirinya perlahan-lahan, serangan vertigo posisional dapat dihindarkan. Tetapi jika diprovokasi dengan memutarkan kepala penderita, vertigo serta nistagmus akan bangkit. Etiologinya jarang dapat ditentukan secara mantap dan biasanya tidak diketahui. Tetapi seringkali dipikirkan ischemia vestibular akibat tertekannya arteria vertebralis karena osteofit yang menonjol kedalam foramen intervertebralis, sewaktu kepala berputar. Adapun pengiraan lain adalah tertekuknya arteria vertebralis pada kelokan-kelokan sepanjang perjalanan arteri tersebut terutama jika sudah ada banyak tempat-tempat sklerotik pada dinding arteri. Vertigo posisional benigna didasari oleh gangguan vestibular perifer yang reversibel. Akan tetapi vertigo posisional dapat juga disebabkan oleh lesi sentral misalnya karena lesi dibatang otak pada sclerosis multipleks, infark dan tumor infratentorial. Maka pada setiap kasus vertigo posisional perlu diselidiki adanya gejala-gejala yang merupakan manifestasi penyakit-penyakit tersebut diatas. Pada permulaan penyakit-penyakit tersebut mungkin hanya menimbulkan vertigo posisional. Dalam hal ini perlu diadakan test-test yang dapat membedakan vertigo posisional perifer dan sentral.

Sindrom Meniere Secara tidak tepat diagnosa penyakit meniere dibuat untuk setiap jenis vertigo yang timbul secara berkala. Dalam praktek lebih sering dijumpai neuronitis

vestibularis atau vertigo posisional benigna daripada penyakit meniere. Ciri banding yang pokok ialah, pada neuronitis vestibularis dan vertigo posisional benigna daya pendengaran tidak terganggu, sebaliknya pada penyakit meniere pendengaran selalu terganggu pada waktu serangan vertigo berlangsung. Maka oleh karana itu diagnosa penyakit meniere harus digunakan hanya untuk sindroma yang dilukis dibawah ini saja: Serangan berkala yang terdiri dari mual, muntah-muntah dan vertigo dengan tinitus atau perasaan penuh didalam telinga dan tuli sementara. Tinitus, perasaan pengang atau penuh didalam telinga dapat berkembang secara berangsurangsur untuk memuncak dan pada saat itu bangkit vertigo secara tiba-tiba yang disertai dengan muntah-muntah, mual dan tuli. Tiap serangan berlangsung beberapa jam. Setelah serangan berlalu, daya pendengaran pulih kembali dalam beberapa jam. Jika serangan kerap kali timbul, daya pendengaran bisa mundur secara mantap dan akhirnya bisa menjadi tuli mutlak setelah itu tidak akan bangkit vertigo lagi. Yang mendasari serangan vertigo itu ialah hidrops unilateral. Namun demikian proses apa yang menimbulkan hidrops unilateral itu belum diketahui. Maka karena itu pengobatannya simptomatik.

Neuritis Vestibular Penyakit tersebut diatas timbul secara mendadak dengan serangan vertigo yang berat diiringi mual-mual dan muntah-muntah. Nistagmus spontan menyertai serangan vertigo itu. Komponen cepat vertigo ini mengarah kesisi yang normal. Pada test kalorik ditemukan paralisis vestibular unilateral. Nistagmus posisional dapat dijumpai 30% dari kasus-kasus neuronitis vestibularis. Tinitus atau perasaan seolah-olah liang telinga kemasukan air dapat ditemukan pada 40% dari kasuskasus. Namun demikian, daya pendengaran tidak terganggu. Juga audiogramnya nornal. Penyakit ini tidak pernah dijumpai pada anak-anak, melainkan pada orang dewasa saja yang berumur antara 20-60 tahun. Dengan obat atau tanpa obat serangan vertigo berat terlukis diatas dapat hilang sama sekali dalam beberapa minggu atau dengan gejala sisa yang berupa vertigo posisional yang berlangsung sejenak dan bangkit sekali-sekali saja.

Walau dinamakan neuronitis vestibularis , jenis infeksinya belum pernah diungkapkan. Pendapat umum adalah infeksi virus, tetapi sebenarnya faktor etiologiknya masih tetap belum diketahui.

7. Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan Diagnosis yang mengarah ke tanda dan gejala pada pasien adalah Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Pada BPPV, kita perlu melakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui apakah ada faktor penyebab lain seperti dislipidemia, diabetes melitus, ketidakseimbangan elektrolit, maupun infeksi. Pada BPPV, maka hasil yang akan didapatkan adalah normal. Selain itu, kita juga perlu melakukan pemeriksaan CT scan maupun EKG untuk memastikan tidak ada gangguan pada sistem saraf pusat maupun pada sistem kardiovaskular. INFO 4 Pemeriksaan Laboratorium Darah Hb Leukosit Trombosit Hematokrit GDS Kolesterol total HDL LDL Trigliserida Ureum Kreatinin Kalium Natrium Klorida : 14 gr/dl : 10.000/mm3 : 200.000/mm3 : 42 vol % : 157 mg/dl : 190 mg/dl : 40 mg/dl : 175 mg/dl : 152 mg/dl : 23 mg/dl : 0,7 mg/dl : 4 meq/l : 140 meq/l : 101 meq/l

INFO 5 Pemeriksaan penunjang lain

Head CT-scan Rontgen Thorax EKG

: dbn : dbn : dbn

Diagnosis Benign paroxysmal positional vertigo

Diagnosis banding Sindrom meniere Neuritis vestibuler Lesi CNS

8. Penatalaksanaan

BPPV dengan mudah diobati. Partikel dengan sederhana perlu dikeluarkan dari kanal semisirkular posterior dan mengembalikannya ke tempat yang tidak menimbulkan gejala (Johnson,2004). Beberapa manuver yang dapat dilakukan, antara lain 1. Canalith Reposisi Prosedur (CRT)/Epley manuver : CRP adalah pengobatan non-invasif untuk penyebab paling umum dari vertigo, terutama BPPV, CRP pertama kali digambarkan sebagai pengobatan untuk BPPV di tahun 1992. Saat ini CRP atau maneuver Epley telah digunakan sebagai terapi BPPV karena dapat mengurangi gejala BPPV pada 88% kasus. CRP membimbing pasien melalui serangkaian posisi yang menyebabkan pergerakan canalit dari daerah di mana dapat menyebabkan gejala (yaitu, saluran setengah lingkaran dalam ruang cairan telinga dalam) ke daerah telinga bagian dalam dimana canalit tidak menyebabkan gejala (yaitu, ruang depan). Canalit biasanya berada pada organ telinga bagian dalam yang disebut organ otolith,

partikel kristal ini dapat bebas dari organ otolith dan kemudian menjadi mengambang bebas di dalam ruang telinga dalam (Johnson,2004). Dalam kebanyakan kasus BPPV canalit bergerak di kanal ketika posisi kepala berubah sehubungan dengan gravitasi, dan gerakan dalam kanal menyebabkan defleksi dari saraf berakhir dalam kanal (cupula itu). Ketika saraf berhenti dirangsang, pasien mengalami serangan tiba-tiba vertigo (Johnson,2004). Berdasarkan penelitian meta analisis acak terkendali CRP memiliki tingkat efektivitas yang sangat tinggi. CRP telah diuji dalam berbagai percobaan terkontrol, dalam studi ini, 61-80% dari pasien yang diobati dengan CRP memiliki resolusi BPPV dibandingkan dengan hanya 10-20% dari pasien dalam kelompok kontrol. Berdasarkan temuan dari tinjauan sistematis literatur, American Academy of Neurology menyimpulkan bahwa CRP adalah "merupakan terapi yang efektif dan aman yang ditetapkan yang harus ditawarkan untuk pasien dari segala usia dengan BPPV kanal posterior (Level rekomendasi A)". Selain itu, American Academy of Otolaryngology - Bedah Kepala dan Leher Foundation, membuat rekomendasi bahwa "dokter harus memperlakukan pasien dengan BPPV kanal posterior dengan Manuver reposisi partikel" (Johnson,2004). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yoon Kyung Kim dan temanteman ditunjukkan bahwa untuk mengontrol gejala BPPV maka diperlukan pelaksanaan maneuver Epley 1,97 kali. Hal ini membuktikan bahwa maneuver Epley marupakan maneuver yang paling efektif pada BPPV (Johnson,2004). Terdapat sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ronald dengan menggunakan subyek sebanyak 40 pasien dengan BPPV dirawat dengan menggunakan prosedur reposisi canalith (maneuver Epley) dibandingkan dengan

pembiasaan latihan vestibular untuk menentukan pendekatan pengobatan yang paling efektif. Dua puluh pasien tambahan dengan BPPV tidak diobati dan menjadi kelompok kontrol. Intensitas dan durasi gejala dimonitor selama periode 3 bulan. Semua pasien telah menunjukkan pengurangan gejala-gejala di kelompok perlakuan. Prosedur reposisi canalith tampaknya memberikan resolusi gejala dengan perlakuan yang lebih sedikit, tetapi hasil jangka panjangnya bagus, efektif dalam mengurangi BPPV. Sejumlah besar pasien dalam kelompok kontrol (75%) terus punya vertigo (Johnson,2004). Indikasi Canalith Reposisi Prosedur (CRT)/Epley manuver : 1. Episode berulang pusing dipicu BPPV. 2. Positif menemukan gejala dan nistagmus dengan pengujian posisi (misalnya, uji Dix-Hallpike).

Gambar 1. Manuver Epley- Pertama posisi duduk, kepala menoleh ke kiri ( pada gangguan keseimbangan /

vertigo telinga kiri ) (1)- Kemudian langsung tidur sampai kepala menggantung di pinggir tempat tidur (2),

tunggu jika terasa berputar / vertigo sampai hilang, kemudian putar kepala ke arah kanan (sebaliknya) perlahan sampai muka menghadap ke lantai (3), tunggu sampai hilang rasa vertigo.- Kemudian duduk dengan kepala tetap pada posisi menoleh ke kanan dan

kemudian ke arah lantai (4), masing-masing gerakan ditunggu lebih kurang 30 60 detik.- Dapat dilakukan juga untuk sisi yang lain berulang kali sampai terasa vertigo

hilang (Johnson,2004). Ada beberapa masalah yang timbul dengan metode lakukan sendiri, antara lain : a. Jika diagnosis BPPV belum dikonfirmasi, metode ini tidak berhasil dan dapat menunda penanganan penyakit yang tepat.

b.

Komplikasi seperti perubahan ke kanal lain dapat terjadi selama maneuver Epley, yang lebih baik ditangani oleh dokter daripada di rumah.

c.

Selama maneuver Epley sering terjadi gejala neurologis dipicu oleh kompresi pada arteri vertebralis (Johnson,2004). Operasi dilakukan pada sedikit kasus pada pasien dengan BPPV berat. Pasien ini gagal berespon dengan manuver yang diberikan dan tidak terdapat kelainan patologi intrakranial pada pemeriksaan radiologi. Gangguan BPPV disebabkan oleh respon stimulasi kanalis semisirkuler posterior, nervus ampullaris, nervus vestibuler superior, atau cabang utama nervus vestibuler. Oleh karena itu, terapi bedah tradisional dilakukan dengan transeksi langsung nervus vestibuler dari fossa posterior atau fossa medialis dengan menjaga fungsi pendengaran (Johnson,2004). Prognosis setelah dilakukan CRP (canalith repositioning procedure) biasanya bagus. Remisi dapat terjadi spontan dalam 6 minggu, meskipun beberapa kasus tidak terjadi. Dengan sekali pengobatan tingkat rekurensi sekitar 10-25%. CRP/Epley maneuver terbukti efektif dalam mengontrol gejala BPPV dalam waktu lama (Johnson,2004). Dari beberapa latihan, umumnya yang dilakukan pertama adalah CRT atau Semont Liberatory, jika masih terasa ada sisa baru dilakukan Brand-Darroff exercise. Pada sebuah penelitian disebutkan bahwa dalam setelah pelaksanaan maneuver-manuver terapi BPPV tidak perlu dilakukan pembatasan terhadap gerak tubuh maupun kepala. Epley maneuver sangat sederhana, mudah dilakukan, hasil yang diharapkan untuk mengurangi gejala cepat muncul, efektif, tidak ada

komplikasi, dan dapat diulang beberapa kali setelah mencoba pertama kali sehingga sangat dianjurkan kepada orang yang menderita BPPV (Johnson,2004).

2. Latihan Semont Liberatory :

Gambar 2. Manuver Semont Liberatory Keterangan Gambar :- Pertama posisi duduk (1), untuk gangguan vertigo telinga kanan, kepala menoleh

ke kiri.- Kemudian langsung bergerak ke kanan sampai menyentuh tempat tidur (2) dengan

posisi kepala tetap, tunggu sampai vertigo hilang (30-6- detik)- Kemudian tanpa merubah posisi kepala berbalik arah ke sisi kiri (3), tunggu 30-60

detik, baru kembali ke posisi semula. sebaliknya, berulang kali.

Hal ini dapat dilakukan dari arah

Latihan ini dikontraindikasikan pada pasien ortopedi dengan kasus fraktur tulang panggul ataupun replacement panggul (Johnson,2004). 3. Latihan Brandt Daroff

Latihan Brand Daroff merupakan suatu metode untuk mengobati BPPV, biasanya digunakan jika penanganan di praktek dokter gagal. Latihan ini 95% lebih berhasil dari pada penatalaksanaan di tempat praktek. Latihan ini dilakukan dalam 3 set perhari selama 2 minggu. Pada tiap-tiap set, sekali melakukan manuver dibuat dalam 5 kali. Satu pengulangan yaitu manuver dilakukan pada masing-masing sisi berbeda (membutuhkan waktu 2 menit) (Johnson,2004). Cara latihan Brand-Darroff :

Gambar 3. Manuver Brand-Darroff

Hampir sama dengan Semont Liberatory, hanya posisi kepala berbeda, pertama posisi duduk, arahkan kepala ke kiri, jatuhkan badan ke posisi kanan, kemudian balik posisi duduk, arahkan kepala ke kanan lalu jatuhkan badan ke sisi kiri, masing-masing gerakan ditunggu kira-kira 1 menit, dapat dilakukan berulang kali, pertama cukup 1-2 kali kiri kanan, besoknya makin bertambah (Johnson,2004).

4.

Manuver Rolling / Barbeque Lima sampai 10% BPPV disebabkan oleh varian semisirkular horizontal. Manuver ini merupakan salah satu cara yang efektif untuk BPPV. Untuk Rolling/Barbeque maneuver, dilakukan dengan cara berguling sampai 360o, mulamula posisi tiduran kepala menghadap ke atas, jika vertigo kiri, mulai berguling ke kiri ( kepala dan badan ) secara perlahan-lahan, jika timbul vertigo, berhenti dulu tapi jangan balik lagi, sampai hilang, setelah hilang berguling diteruskan, sampai akhirnya kembali ke posisi semula (Johnson,2004).

INFO 6 Tatalaksana Farmakologi IVFD Ringer laktat 20 tpm Ondansentron 2x1 ampul Flunarizin 5 mg 2x1 tablet Betahistine 3 x 8 mg

Non Farmakologi Terapi Semonts Manuver, Eppley Manuver

Prognosis Dubia ad bonam

BAB III KESIMPULAN

1.

Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai. Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala. Vertigo pada BPPV termasuk vertigo perifer karena kelainannya terdapat pada telinga dalam, yaitu pada sistem vestibularis. BPPV pertama kali dikemukakan oleh Barany pada tahun 1921. Karakteristik nistagmus dan vertigo berhubungan dengan posisi dan menduga bahwa kondisi ini terjadi akibat gangguan otolit.

2.

Tanda dan gejala yang muncul biasanya pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20 detik akibat perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat tidur pada posisi lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan belakang, dan membungkuk. Vertigo bisa diikuti dengan mual

3.

Penatalaksanaan pada pasien ini adalah sebagai berikut : a. Farmakologis. 1) IVFD Ringer laktat 20 tpm 2) Ondansentron 2x1 ampul 3) Flunarizin 5 mg 2x1 tablet 4) Betahistine 3 x 8 mg b. Non farmakologis 1) Terapi Semonts Manuver 2) Eppley Manuver

DAFTAR PUSTAKA

Anderson JH dan Levine SC. Sistem Vestibularis. Dalam : Effendi H, Santoso R, Editor : Buku Ajar Penyakit THT Boies. Edisi Keenam. Jakarta : EGC. 1997. h 39-45 Arsyad soepardi, efiaty dan Nurbaiti, Sp.THT.2002. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher edisi ke lima. Gaya Baru. Jakarta. Bailey, B. J. 2001. Head and Neck Surgery - Otolaryngology (2-Volume Set) 3rd edition. Phildelphia : Lippincott William and Wilkins Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam : Arsyad E, Iskandar N, Editor. Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 104-9 Day, Brian L., and Rochard C. Fitzpatrick. 2005. The Vestibular System. Current biology; vol. 15 no. 15. Johnson J & Lalwani AK. Vestibular Disorders. In : Lalwani AK, editor. Current Diagnosis & treatment in Otolaryngology- Head & Neck Surgery. New York : Mc Graw Hill Companies. 2004. p 761-5 Probst, Rudolf, Grevers, G. , Iro, H. 2006. Basic Otorhinolaryngology. Stuttgart : Thieme. Riyanto, Budi. 2004. Vertigo : Aspek Neurologi. Cermin Dunia Kedokteran No.144 : 41-46 Sherwood L. Telinga, Pendengaran, dan Keseimbangan. Dalam: Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC. 1996. p 176-189 Sidharta, priguna, M.D, Ph.D.2004. Neurologi klinis dalam praktek umum.Dian Rakyat : Jakarta.

Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik : Untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta : EGC. Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D. 2007. Buku ajar Ilmu Kesehatan THT Kepala & Leher edisi keenam. Jakarta :FK UI. Sidharta, priguna. 1999. Tata pemeriksaan klinis dalam neurologi.Dian Rakyat. Jakarta.