77
SISTEM RESPIRASI KELOMPOK 4 Tutor: DR. Dr. H. Busjra M. Nur. M,Sc Ketau : M. Indra Jodi (2013730154) Sekretaris : Bayu Setyo Nugroho (2013730130) Anggota : Ayu Devita Ashari (2013730128) Dien rahmawati (2013730135) Dinda Meladya (2013730137) Fahmi Fil Ardli (2013730141) Megi Anisa Rahma (2013730152) Nurhayana (2013730163) Sabrina Qurrata’ayun (2013730173) Sari Azzahro Said (2013730176) Vanessa Ully Rakhma (2013730185) PROGAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2013/2014

Laporan Pbl Full n . nb nbnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn nbn gt6b6.nnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn.;,bngt6g

Embed Size (px)

Citation preview

  • SISTEM RESPIRASI

    KELOMPOK 4 Tutor:

    DR. Dr. H. Busjra M. Nur. M,Sc Ketau :

    M. Indra Jodi (2013730154)

    Sekretaris : Bayu Setyo Nugroho (2013730130)

    Anggota : Ayu Devita Ashari (2013730128)

    Dien rahmawati (2013730135)

    Dinda Meladya (2013730137)

    Fahmi Fil Ardli (2013730141)

    Megi Anisa Rahma (2013730152)

    Nurhayana (2013730163)

    Sabrina Qurrataayun (2013730173)

    Sari Azzahro Said (2013730176)

    Vanessa Ully Rakhma (2013730185)

    PROGAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

    UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

    2013/2014

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya pada kelompok kami, sehingga dapat menyelesaikan laporan Problem Based Learning system Respirasi modul 2 skenario 1 tepat pada waktunya. Shalawat serta salam tak lupa kami junjungkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, serta pengikutnya hingga akhir zaman. Amien ya rabbal alamin.

    Laporan ini kami buat untuk memenuhi tugas wajib yang dilakukan selesai diskusi pleno. Pembuatan laporan ini pun bertujuan meringkas semua materi yang ada di modul 2 yang berkaitan dengan Batuk.

    Terima kasih kamu ucapkan pada tutor kami dr. Fachri yang telah membantu kami dalam kelancaran pembuatan laporan ini. Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam mencari informasi, mengumpulkan data dan menyelesaikan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kelompok kami pada khususnya dan bagi pada pembaca pada umumnya.

    Laporan kami masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangatlah kami harapkan untuk menambah kesempurnaan laporan kami.

    Jakarta, 30 April 2014

    Kelompok 4

  • PENDAHULUAN

    Skenario

    Pek Aris, laki-laki usia 69 tahun, pensiunan mekanik, dibawa ke rumah sakit

    karena menderita sesak nafas yang hebat dan sangat lemah. Kondisi kelemahan

    ini sebenarnya telah di alamai sejak 4 bulan lalu dimana pada saat itu ia

    menderita batuk tidak produktif yang di sertai demam, yang membaik setelah

    diberikan antibiotik selama 6 hari di tambah obat-obat simptomatik.

    Saat ini ia juga menderita batuk yang produktif dengan sputum yang kecoklatan

    sejak 4 hari lalu, dan sejak 2 hari lalu ia mengeluh demam yang disertai muntah.

    Ia tidak ada riwayat merokok ataupun minum minuman keras. Ia tidak pernah

    keluar kota atau melakukan perjalanan jauh sejak 1 tahun terakhir dan tidak

    pernah kontak dengan orang sakit sebelumnya dan ia ada riwayat gastric reflux

    yang disertai mual dan muntah.

    Kata Sulit

    Simptomatik

    gastric reflux

    Kata Kunci

    Pak Aris 69 Tahun, pensiuna mekanik

    Sesak nafas (+), hebat dan lemah (+)

    4 bulan, batuk tidak produktif

    Demam (+)

    Antibiiotik dan obat simptomatik 6 hari

    4 hari, batuk produktif sputum kecoklatan

    2 hari, demam dan muntah

    Merokok (-), Minum miniman keras (-)

    Tidak kelaur kota/ bepergian jarak jauh sejak 1 tahun yang lalu

    Tidak kontak dengan orang sakit

    Gatric reflux (+), dengan muntah dan mual.

  • MIND MAP

    Sesak Nafas

    Definisi

    Sesak Nafas

    Macam-macam Penyebab Penyakit

    Epidemiologi

    Jenis

    Prognosis

    Pencegahan

    Penatal-

    aksanaan

    Anatomi

    Patomekanisme

    Alur

    diagnosis

    Virologi dan

    mikrobiologi

    Struktur

    bentuk sel

    S.A.R.S

    Diftari laring

    Pneumotorax

    Asthma

    Abses paru

    Bronkiektasis

    Bronkitis

    A.R.D.S

    Avienflu

    Kanker paru

    Emphyema

    Emphysema

    Pneumonia

    Pneumonitis

    Efusi Pleura

  • SESAK NAFAS

    Definisi

    Sesak nafas (dyspnea) merupakan keluhan subyektif yang timbul bila ada perasaaan tidak nyaman maupun gangguan/kesulitan lainnya saat bernafas yang tidak sebanding dengan tingkat aktifitas. Rasa sesak nafas ini kadang kadang diutarakan pasien sebagai kesulitan untuk mendapatkan udara segar, rasa terengah engah atau kelelahan. (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V, EGC)

    Dyspnea (sesak nafas). Terdapat gangguan pada jalan nafas, gangguan jantung yang menimbulkan kongesti (adanya darah dalam pembuluh darah/jaringan dalam jumlah berlebih) paru, penyakit paru, anemia. Neurosis. (Kamus Kedokteran FKUI Edisi VI, 2011)

    Dyspnea atau sesak nafas adalah perasaan sulit bernafas dan merupakan gejala utama dari penyakit kardiopulmonar. (Patofisiologi Volume 2 Edisi 6, Syilvia A.Price, EGC)

    Penyebab Reseptor reseptor mekanik pada otot otot pernafasan, paru dan dinding dada;

    gelendong otot pada khususnya, berperan penting dalam membandingkan tegangan dalam otot dengan derajat elastisitasnya; dyspnea terjadi bila tegangan yang ada tidak cukup untuk satu panjang otot (volume napas tercapai)

    Kemoreseptor untuk tegangan CO2 dan O2 (PCO2 dan PO2) (teori utang-oksigen)

    Peningkatan kerja pernafasan yang mengakibatkan sangat meningkatnya rasa sesak nafas

    Ketidakseimbangan antara kerja pernafasan dengan kapasitas ventilasi

    Dapat dipicu oleh akibat faktor penyakit lain, pasien dengan gejala utama dyspnea memiliki satu dari keadaan ini : Penyakit kardiovakular Emboli paru Penyakit paru interstisial atau alveolar Gangguan dinding dada atau otot otot Penyakit obstruktif paru Kecemasan

    Sebab Sesak Penyakit Saluran Nafas Asma Brinkhitis Kronis Emfisema Sumabatan laring Tertelan benda asing

    Penyakit Vaskular Paru Emboli paru Kor pulmonal Hipertensi paru primer Penyakit veno-oklusi paru

    Penyakit Parenkimal Pneumonia Gagal Jantung Kongesti Adult Respiratory Distress Syndrome

    (ARDS) Pulmonary Infiltrates with Eosinophilia

    (PIE)

    Penyakit Pleura Pneumothoraks Efusi Pleura, hemothoraks Fibrosis

    Penyakit Dinding Paru Trauma Penyakit Neurologik Kelainan tulang

  • Skala Sesak

    Tingkat Derajat Kriteria

    0 Normal Tidak ada kesulitan bernafas kecuali dengan aktifitas berat

    1 Ringan Terdapat kesulitan bernafas, naf pendek pendek ketika terburu-buru atau ketika berjalan menuju puncak landau

    2 Sedang Berjalan lebih lambat daripada kebanyakan orang berusia sama karena sulit bernafas atau harus berhenti berjalan untuk bernafas

    3 Berat Berhenti berjalan setelah 90 meter (100 yard) untuk bernafas atau setelah berjalan beberapa menit

    4 Sangat Berat Terlalu sulit untuk bernafas bila meninggalkan rumah atau sulit bernafas ketika memakai baju atau membuka baju

    Macam-Macam Dyspnea (Sesak Nafas) akut

    Dyspnea (Sesak Nafas) akut yang datang tiba-tiba merupakan penyebab umum kunjungan ke ruang gawat darurat. Penyebab dyspnea akut diantaranya penyakit pernapasan (paru-paru dan pernapasan), penyakit jantung atau trauma dada.

    Dyspnea (Sesak Nafas) kronis Dyspnea (Sesak Nafas) kronis (menahun) dapat disebabkan oleh penyakit asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), emfisema, inflamasi paru-paru, tumor, kelainan pita suara.

    1. Jelaskan mengenai Penyakit S.A.R.S!

    Definisi

    SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) radang paru berat yang disebabkan Corona Virus. Masa inkubasi kira kira satu minggu yang mewabah di Asia akhir tahun 2002 sampai 2003. Saat itu SARS digambar sebagai suatu pneumonia atipik. Pada saat itu, etiologi penyakit ini masih belum diketahui, sehingga pemeriksaan diagnostic yang sesuai belum tersedia. Satu satunya alat penunjang diagnostic yang digunakan oleh World Health Organization (WHO) dan Centre for Disease Control (CDC) hanyalah tampilan gejala klinis dan riwayat kontak dengan pasien SARS.

    EPIDEMIOLOGI DAN PENULARANNYA Cara penularan CoV SARS yang utama ialah kontak langsung membrane mukosa

    (mata, hidung, dan mulut) dengan droplet pasien yang terinfeksi. Kasus-kasus SARS terutama dilaporkan pada orang-orang yang memiliki kontak langsung dengan pasien SARS yang sakit berat, sehingga kelompok yang memiliki risiko terbesar untuk tertularvirus ini ialah para tenaga medis yang bekerja di rumah sakit. Kenyataan ini

    Dien rahmawati (2013730135)

  • mengharuskan pemberlakuan pengendalian infeksi yang optimal di seluruh rumah sakit sebagai proteksi bagi para tenaga medis dan pengendalian infeksi di seluruh komunitas untuk mengurangi terjadinya penularan di masyarakat. Selain kontak langsung dengan droplet pasien yang terinfeksi, berbagai prosedur aerosolisasi di rumah sakit (intubasi, nebulisasi, suction, dan ventilasi) dapat meningkatkan resiko penularan SARS oleh karena kontaminasi alat yang digunakan, baik droplet, maupun materi infeksius lainnya seperti partikel feses dan urin. Selain itu, kemungkinan penularan virus melalui benda benda yang menyerap debu dan sulit untuk dibersihkan, sperti karpet masih pelu diselidiki lebih lanjut. Peran jalur feral-oral dalam penularan CoV SARS masih belum diketahui. Saat terjadinya outbreak SARS di Hongkong, dilaporkan 20%-73% kasus SARS memberikan gejala diare. Begitu juga dengan kasus SARS yang terjadi di Vietnam, Guangzhou, hingga Ontario, diare pada SARS telah dipalorkan di masing-masing daerah dengan prevalensi yang bervariasi. Meskipun demikian, masih belum ada laporan yang menguatkan bilamana diare tersebut muncul sebagai akibat penuralaran melalui jalur feral-oral, sehingga rute ini tetap menjadi tanda Tanya besar di dalam penularan CoV SARS. Namun dengan diketahuinya jumlah virus yang banyak terdapat pada fese pasien-pasien SARS, serta dengan kemungkinan munculnya diare, maka kedua hal tersebut harus menjadi perhatian khusu para tenaga medis didalam alternative penularan CoV SARS selama belum ada hasil evidence based yang menyangkal.

    ETIOLOGI Saat ini penyebab SARS sudah dapat diketahui, yaitu infeksi virus yang tergolong kedalam Genus Coronavirus (CoV). CoV SARS biasanya bersifat tidak stabil bila berada dalam lingkungan. Namun virus ini mampu bertahan selama berhari-hari dalam suhu kamar. Virus ini juga mampu mempertahankan viabilitasnya dengan baik bila masih berada dalam feses. Genus Coronavirus berasal dari ordo Nidovirales, yaitu golongan virus yang memiliki selubung kapsul dan genom RNA rantai tunggal. Berdasarkan studi genetic dan antigenisitas, CoV terbagi menjadi 3 kelompok besar yaitu :

  • 1. Kelompok 1, human CoV 229E dan porcise transmissible gastroenteritis virus 2. Kelompok 2, human CoV OC34, bovine coronavirus, mice hepatitis virus 3. Kelompok 3, virus bronchitis infeksiosa

    Menurut berbagai penelitian yang telah dilakukan, CoV SARS diketahui memiliki reaktifitas silang dengan anti serum yang diproduksi oleh CoV 229E. Namun pada analisa sequences genom, CoV SARS memiliki struktur genom yang berbeda dengan genom CoV yang ada. Sehingga disimpulkan, bahwa CoV yang muncul baru-baru ini dan menyebabkan outbreak SARS pada tahun 2003 adalah jenis baru yang sama sekali belum pernah muncul sebelumnya (novel coronavirus)

    GEJALA KLINIS Mula mula mirip penyakit flu biasa kemudian dalam beberapa hari memberat dan

    demam sampai 38oC

    Batuk tanpa dahak

    Suara serak

    Nafas pendek

    Kesukaran dalam bernafas (sesak)

    Nyeri dada

    Sakit kepala

    Riwayat berpergian ke daerah endemic SARS (Cina, Hongkong, Vietnam dan Kanada)dalam 7-10 hari belakangan

  • Trombositopeni dan leukopeni

    Foto thoraks ada tanda-tanda radang paru (pneumonia)

    Masa inkubasi 2-7 hari

    KOMPLIKASI Gagal nafas

    Gagal hati

    Gagal jantung

    Sindroma dysplasia Myelin (terjadi perubahan bentuk, ukuran, dan organisasi sel dewasa)

    DIAGNOSIS

    Untuk mempermiudah tenaga medis dalam menjaring kasus SARS, WHO pada tahun 2003 mengeluarkan kategori yang harus dipenuhi dalam kasus suspek SARS, yaitu

    1. Demam tinggi dengan suhu >38oC atau >100oF 2. Satu atau lebih keluhan pernafasan, disertai dengan satu atau lebih keluhan berikut

    Kontak dekat dengan orang yang didiagnosa suspek atau probable SARS dalam 10 hari terakhir

    Riwayat perjalanan ke tempat/Negara yang terkena wabah SARS dalam 10 hari terakhir

    Bertempat tinggal/pernah tinggal ditempat/Negara yang terjangkit wabah SARS

    Selanjutnya definisi kasus probable SARS adalah kasus suspek ditambah gambaran foto thoraks yang menunjukan tanda-tanda pneumonia atau respiratory distress syndrome,atau seseorang yang meninggal karena penyakit saluran pernafasan yang tidak jelas penyebabnya, dan pada pemeriksaan autopsy ditemukan tanda patologis berupa respiratory distress syndrome yang juga tidak jelas penyebabnya.

    Pemeriksaan Penunjang

    1. Non spesifik adalah pemeriksaan yang ditujukan untuk menilai kondisi tubuh pasien pada saat itu. Yaitu :

    Foto thoraks digunakan untuk mengetahui gambaran infiltrate pneumonia pada paru pasien

    Pemeriksaan darah perifer lengkap untuk mengetahui komposisi sel darah

    Pemeriksaan SGOT/SGPT sebagai cerminan fungsi hati dan dapat digunakan untuk mendiagnosa

    2. Spesifik CoV SARS adalah pemeriksaan yang definitive dan dapat langsung digunakan untuk mendeteksi penyebab penyakit. Yaitu :

    Pemeriksaan RT-PCR pada specimen dahak, feses dan darah perifer

  • Pemeriksaan deteksi antigen serum dan kultur virus

    Deteksi antibody dengan teknik Indirect immunofluorescent assay (IFA) dan Enzyme immunoassay (EIA). Pemeriksaan ini merupakan gold standard untuk konfirmasi diagnosis SARS.

    PENCEGAHAN 1. Kurangi kontak langsung dengan penderita SARS sampai 10 hari setelah semua

    gejala hilang, tidak panas, dan pernafasan sudah biasa 2. Jangan berpergian ke daerah terjangkit penyakit SARS 3. Kebersihan perorangan diajurkan para ahli dalam pencegahan penyakit SARS

    termasuk mencuci tangan hama (disinfektan) 4. Menggunakan masker, goggle, dan pakaian pelindung untuk menghindari

    penularan melalui udara danpencemaran virus melalui cairan sekresi 5. Bila anda mengeluh demam 38oC disertai batuk dan kesukaran bernafas, segera

    konsultasi dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pertoongan dan menegakkan diagnosa. Ceritakan kepada petugas kesehatan mengenai perjalanan anda belakangan ini ke daerah terjangkit SARS, dan mungkin kontak dengan penderita tersangka SARS

    6. Pasien SARS perlu diawasi setelah 10 hari gejala gangguan pernafasan membaik dan demam turun

    PENGOBATAN

    Penderita SARS perlu segera ditolong untuk mendapatkan perawatan dengan isolasi, dan memastikan diagnosa apakah probable atau suspect, atau memenuhi definisi.

    Antibiotic, kadang kadang diperlukan bila ada radang paru yang atipik Obat antivirus, juga perlu digunakan

    Kortikosteroid dosis tinggi, untuk mengurangi reaksi radang paru

    Pada penderita serius dan berat, bisa dipakai serum dari penderita SARS yang sudah sembuh

    Obat lain, oksigen, fisioterapi rongga dada, dan alat bantu pernafasan digunakan pada penderita yang dirawat

    Bila tidak diobati, penyakit berlanjut dengan gejala :

    Gangguan ginjal

    Radang selaput pembungkus otak dan sum sum tulang belakang (meningitis)

    Gangguan pernafasan

    Kadang-kadang menimbulkan kematian

  • Referensi

    Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V, EGC

    Kamus Kedokteran FKUI Edisi VI, 2011

    Macam macam Penyakit Menular & Cara Pencegahannya Jilid 2 (dr.Faisal Yatim DTM&H, MPH)

    Patofisiologi Volume 2 Edisi 6, Syilvia A.Price, EGC

  • 2. Jelaskan mengenai Penyakit Diftari laring dan Pneumothoraks!

    A. DIFTARI LARING

    Definisi

    Difteri merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya. Penyakit ini mudah menular dan menyerang terutama daerah saluran pernafasan bagian atas.

    Penyakit ini dibagi menjadi 3 berdasar derajat berat ringannya, yaitu:

    1. Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung dengan gejala hanya nyeri menelan.

    2. Infeksi sedang bila pseudomembran telah menyerang sampai faring dan menimbulkan bengkak pada laring.

    3. Infeksi berat bila terjadi obstruksi nafas yang berat disertai dengan gejala

    komplikasi seperti miokarditis, neuritis, dan nefritis.

    Anatomi

    Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup untuk mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi.

    Epiglotis merupakan juluran dari tepi laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutup oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laring ditutup oleh epitel respirasi

    bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa.

    Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring yaitu pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika ventrikularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan

    bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis pipih, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka). Otot vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang berbeda.

    Faktor Resiko

    Kerentanan terhadap infeksi tergantung pernah terpapar difteri sebelumnya dan kekebalan tubuh. Beberapa faktor lain yang mempermudah terinfeksi difteri :

    1. Cakupan imunisasi kurang, yaitu pada bayi yang tidak mendapat imunisasi DPT secara lengkap

    2. Kualitas vaksin tidak bagus, artinya pada saat proses pemberian vaksinasi kurang menjaga Coldcain secara sempurna sehingga mempengaruhi kualitas vaksin.

    3. Faktor Lingkungan tidak sehat, artinya lingkungan yang buruk dengan sanitasi yang rendah dapat menunjang terjadinya penyakit difteri.

    4. Tingkat pengetahuan ibu rendah, dimana pengetahuan akan pentingnya imunisasi rendah dan kurang bisa mengenali secara dini gejala penyakit difteri.

    5. Akses pelayanan kesehatan kurang, dimana hal ini dapat dilihat dari rendahnya cakupan imunisasi di beberapa daerah tertentu.

    Dinda Meladya (2013730137)

  • Patogenesis

    Sumber penularan penyakit difteri adalah manusia, baik sebagai penderita maupun sebagai carier. Cara penularan melalui kontak dengan penderita pada masa inkubasi, dan kontak dengan carier melalui pernafasan atau droplet infection. Corynebacterium difteri adalah organisme yang minimal melakukan invasif, secara umum jarang memasuki aliran darah, tetapi berkembang lokal pada membran mukosa atau pada jaringan yang rusak dan menghasilkan eksotoksin paten yang tersebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah dan sistem limfatik. Kuman masuk melalui mukosa berbiak pada permukaan mukosa saluran nafas bagian atas mulai memproduksi toksin menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfe dan darah Toksin ini mempunyai 2 fragmen yaitu fragmen A (aminoterminal) dan fragmen B (carboksiterminal) yang disatukan dengan ikatan disulfida . Fragmen B diperlukan untuk melekatkan molekul toksin yang teraktifasi pada reseptor sel pejamu yang sensitif. Perlekatan fragmen B pada reseptor supaya fragmen A dapat melakukan penetrasi ke dalam sel. Kedua fragmen ini penting dalam menimbulkan efek toksik pada sel .

    Secara garis besar patogenisitas Corynebacterium difteri mencakup dua fenomena yang berbeda, yaitu :

    1. Invasi dari jaringan lokal tenggorok, kemudian terjadi kolonisasi dan proliferasi bakteri.

    2. Toksin difteri menyebabkan kematian sel dan jaringan eukaryotic karena terjadi

    hambatan sintesa protein dalam sel.

    Manifestasi Klinik

    Difteri laring biasanya merupakan perluasan difteri faring (gambar 8), jarang sekali dijumpai berdiri sendiri. Gejala klinis difteri laring sukar dibedakan dari tipe infectious croups yang lain, seperti stridor yang progresif, suara parau, dan batuk kering. Pada obstruksi laring yang berat terdapat retraksi suprasternal, supraklavikular, intrakostal dan epigastrial. Bila terjadi pelepasan membran yang menutup jalan nafas bisa terjadi kematian mendadak. Pada kasus berat, membran dapat meluas ke percabangan trakeobronkial. Pada difteri laring yang terjadi sebagai perluasan dari difteri faring, maka gejala yang tampak merupakan campuran gejala obstruksi dan toksemia dimana didapatkan demam tinggi, lemah, sianosis, pembengkakan kelenjar leher. Difteri jenis ini merupakan difteri paling berat karena bisa mengancam nyawa penderita akibat gagal nafas.

    Gejala

    Suara serak Demam lebih dari 38 C Bau mulut Sesak Kesulitan menelan

    Adanya membran di tenggorok sebenarnya tidak terlalu spesifik untuk difteri karena beberapa penyakit lain juga dapat ditemui adanya membran. Namun membran pada difteri berbeda dengan membran penyakit lain yaitu warna membran pada difteri lebih gelap, lebih ke abu-abuan disertai banyak fibrin yang melekat dengan mukosa dibawahnya,dan apabila diangkat terjadi perdarahan.

  • Diagnosis

    Diagnosis dini sangat penting karena keterlambatan pemberian antiotoksin sangat mempengaruhi prognosis penderita. Untuk pemeriksaan bakteriologis dapat dilakukan dengan :

    - Pengambilan preparat langsung dari membran dan bahan dibawah membran - Kultur dengan medium Loeffler, tellurite dan media agar darah

    Tes Schick (imunitas) Tes kulit ini digunakan untuk menentukan status imunitas penderita. Tes ini tidak berguna untuk diagnosis dini karena baru dapat dibaca beberapa hari, tetapi tes ini berguna untuk menentukan kerentanan penderita, diagnosis serta penatalaksanaan defisiensi kekebalan imun.

    Komplikasi

    Komplikasi bisa dipengaruhi oleh virulensi kuman, luas membran, jumlah toksin, waktu antara timbulnya penyakit dengan pemberian antitoksin.4, 8 Komplikasi difteri terdiri dari : 1. Infeksi sekunder, biasanya oleh kuman streptokokus dan stafilokokus yang akan

    memperberat gejala difteri 2. Infeksi lokal : obstruksi jalan nafas akibat membran atau udim jalan nafas 3. Infeksi sistemik karena efek eksotoksin Komplikasi yang terjadi antara lain kerusakan jantung, yang bisa berlanjut menjadi gagal jantung. Kerusakan sistem saraf berupa kelumpuhan saraf menyebabkan gerakan tak terkoordinasi, bahkan bisa berakibat kelumpuhan. Komplikasi berat lainnya yang bisa segera menimbulkan kematian adalah obstruksi jalan nafas.

    Penatalaksanaan

    Tujuan penatalaksanaan penderita difteria adalah menginaktivasi toksin yang belum terikat secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang terjadi minimal, mengeliminasi C. Diphtheriae untuk mencegah penularan serta mengobati infeksi penyerta dan penyulit difteria.

    - Penatalaksanaan secara umum

    Pasien diisolasi sampai masa akut terlampaui dan biakan hapusan tenggorok negatif 2 kali berturut-turut, pada umumnya pasien tetap diisolasi selama 2-3 minggu.

    Istirahat tirah baring selama kurang lebih 2-3 minggu, pemberian cairan serta diet yang adekuat, makanan lunak dan mudah dicerna, cukup mengandung protein dan kalori.

    - Penatalaksanaan secara khusus

    a. Antitoksin : Anti Difteri Serum (ADS)

    Sebelum Pemberian ADS harus dilakukan uji kulit atau uji mata terlebih dahulu, oleh karena pada pemberian ADS dapat terjadi reaksi anafilaktik.

    Dosis ADS ditentukan secara empiris berdasarkan berat penyakit dan lama sakit, tidak tergantung pada berat badan pasien.

  • 1. Pemberian ADS

    Pemberian ADS intravena dalam larutan garam fisiologis atau 100 ml glukosa 5% dalam 1-2 jam. Pengamatan terhadap kemungkinan efek samping obat dilakukan selama pemberian antitoksin dan selama 2 jam berikutnya Demikian pula perlu dimonitor terjadinya reaksi hipersensitivitas lambat (serum sickness).

    2. Antibiotik

    Antibiotik diberikan bukan sebagai pengganti antitoksin melainkan untuk membunuh bakteri, menghentikan produksi toksin dan mencegah penularan organisme pada kontak. C. Diphtheriae biasanya rentan terhadap berbagai agen invitro, termasuk penisilin, eritromisin, klindamisin, rifampisin dan tetrasiklin.

    Sering ada resistensi terhadap eritromisin pada populasi yang padat jika obat telah digunakan secara luas. Yang dianjurkan hanya penisilin atau eritromisin. Eritromisin sedikit lebih unggul daripada penisilin untuk terapi difteri nasofaring.

    Dosis :

    Penisilin Eritromisin Penisilin G kristal aqua Amoksisilin Rifampisin Klindamisin

    Terapi diberikan selama 14 hari

    3. Kortikosteroid

    Belum ada persamaan pendapat mengenai kegunaan obat ini pada difteri.

    Dianjurkan korikosteroid diberikan kepada kasus difteri yang disertai dengan gejala obstruksi saluran nafas bagian atas dapat disertai atau tidak disertai bullneck dan bila terdapat penyulit miokarditis, namun pemberian kortikosteroid untuk mencegah miokarditis ternyata tidak terbukti.

  • B. PNEUMOTORAKS

    Definisi

    Pneumotoraks adalah penumpukan udara yang bebas dalam dada diluar paru yang menyebabkan paru kolaps.

    Epidemiologi

    Pneumotoraks spontan primer Biasanya terjadi pada anak laki-laki yang tinggi,kurus dan usia 10-30 tahun.

    Pneumotoraks spontan sekunder Puncak kejadian di usia 60-65 tahun insidensi 6,3 kasus per 100.000 orang per tahun pada laki-laki 2,0 kasus per 100.000 orang per tahun

    Klasifikasi

    Berdasarkan Mekanisme Kejadian

    ~ Pneumotoraks Spontan Primer

    Pneumotoraks ini merupakan pneumotoraks yang terjadi pada paru-paru yang sehat dan tidak ada pengaruh dari penyakit yang mendasari.Mekanisme yag diduga mendasari terjadinya PSP adalah ruptur bleb subpleura pada apeks paru-paru.Udara yang terdapat di ruang intrapleura tidak didahului oleh trauma,tanpa disertai kelainan klinis dan radiologis

    ~ Pneumotoraks Spontan Sekunder

    PSS merupakan pneumotoraks yang terjadi pada pasien dengan penyakit paru yang mendasari. Secara umum udara pada PSS memasuki rongga pelura melalui alveoli yang melebar atau rusak.

    Causa terbanyak PSS adalah COPD,khususnya COPD sedang-berat.Apabila pneumotoraks terjadi pada pasien COPD ,gejala sesak yang progresif akan muncul dan biasanya bersamaan dengan nyeri pleuritik.PSS merupakan penanda signifikan untuk mortalitas pasien COPD .

    ~ Pneumotoraks Traumatik

    ~ Pneumotoraks Traumatik Iatrogenik

    Pneumotoraks Traumatik Iatrogenik merupakan pneumotoraks yang terjadi akibat pembukaan rongga paru secara paksa saat tindakan diagnosis atau terapi invasif dilakukan.

    ~ Pneumotoraks Traumatik Non-Iatrogenik

    Pneumotoraks jenis ini terjadi akibat trauma tumpul atau tajam yang merusak pleura viseralis atau parietalis.Pada trauma tajam,luka menyebabkan udara dapat masuk ke rongga pleura langsung ke dinding toraks atau menuju pleura viseralis melalui cabang-cabang trakeobronkial

    Berdasarkan Jenis Fistulanya

    ~ Pneumotoraks Tertutup(Simple Pneumotoraks)

    Pada tipe ini,pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding dada),sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar.Tekanan di dalam rongga

  • pleura awalnya mungkin positif,namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya.

    Pada kondisi tersebut paru belum mengalami reekspansi,sehingga masih ada rongga pleura,meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif.Pada waktu terjadi gerakan pernapasan,tekanan udara di rongga pleura tetap negatif.Misal terdapat robekan pada pleura viseralis dan paru atau jalan nafas atau esofagus,sehingga masuk vakum pleura karena tekanan vakum pleura negatif.

    ~ Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumotoraks)

    Pneumotoraks terbuka yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar karena terdapat luka terbuka pada dada.Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar.Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol.

    Perubahan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan.Pada saat inspirasi tekanan menjaid negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi positif.

    ~ Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumotoraks)

    Pneumotoraks ventil adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil.Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea,bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka.Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar .Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura semakin lama semakin tinggi melebihi tekanan atmosfer.Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas.

    Patofisiologi

    Pneumotoraks traumatik disebabkan oleh trauma pada organ paru

    Pneumotoraks iatrogenik merupakan komplikasi dari prosedur medis/bedah.

    PSP terjadi tanpa kelainan atau penyakit paru yang mendasarinya.

    PSS terjadi akibat kelainan paru yang sudah ada sebelumnya.Mekanismenya akibat peningkatan tekanan alveolar > tekanan interstisial paru.

    Udara dari alveolus akan berpindah ke intersistisial menuju hilus dan menyebabkan pneumomediastinum . Udara akan berpindah melalui pleura parietalis pars mediastinal ke rongga pleura dan menimbulkan pneumotoraks.

    Pneumotoraks ventil terjadi akibat cedera pada parenkim apru /bronkus yang bereperan sebagai katup searah.katup ini mengakibatkan udara bergerak searah ke rongga pleura dan menghalangi adanya aliran balik dari udara tersebut.

    Gejala

    Nyeri dada hebat yg tiba-tiba pada sisi paru, khususnya saat bernafas dlm atau batuk.

    Sesak dapat sampai berat,bisa hilang dalam 24 jam Mudah lelah pada saat beraktifitas maupun beristirahat Warna kulit yang kebiruan karena kurangnya oksigen (sianosis)

  • Diagnostik

    Pemeriksaan Fisik

    a. Inspeksi : dapat terjadi pencembungan dan pada waktu pergerakan nafas,tertinggal pada sisi yang sakit

    b. Palpasi : Pada sisi yang sakit ruang sela iga dapat normal atau melebar,iktus jantung terdorong kesisi toraks yang sehat,apabila tekananannya tinggi

    c. Perkusi : Suara ketuk hipersonor samapai timpani dan tidak bergetar,batas jantung terdorong ke thoraks yang sehat,apabila tekanannya tinggi

    d. Auskultasi : Suara naas melemah sampai menghilang ,nafas dapat amforik apabila ada fistel yang cukup besar

    Pemeriksaan Penunjang

    Radiologis :

    1.Tampak bayangan hiperlusen baik bersifat lokal maupun general 2.Pada gambaran hiperlusen tidak tampak jaringan paru ,jadi avaskuler 3.Biasanya arah kolaps ke medial 4.Bila pneumotoraks hebat kolaps paru massa jaringan paru lebih padat densitas seperti bayangan tumor 5. Bila PNT hebat sekali perdorongan jantung Tension pneumothorax

    Penatalaksanaan

    Penatalaksanaan awal pada semua pasien trauma adalah dilakukan stabilitasi leher, sehingga pasien tidak mengalami cedera cervikal dengan cara memasang cervical collar

    Pada pemeriksaan jalan nafas yaitu membuka ajlan nafas dengan jaw thrust (bila dicurigai terdapat cedera cervical pada pt tak sadar) atau head tilt chin lift dilanjutkan dengan membersihkan rongga mulut dengan swab menggunakan jari telunjuk, mempertahankan jalan nafas agar tetap terbuka.Pada pt tak sadar dilakukan pemasangan orofaringeal tube.

  • Penatalaksanaan lanjutan seperti pemasangan chest tube,,thoracotomy,dan pleurodesis dilakukan berdasarkan jenis pneumotoraks dan perkembangan keadaan klinis pasien.

    Komplikasi

    Komplikasi yang dapat berkembang dari kejadian pneumotoraks antara lain emfisema subkutis dan pneumomediastinum dapat berlanjut menjadi kompresi jalan nafas dan jantung.

    Prognosis

    PNT pada dewasa muda prognossinya sangat baik,karena kondisi jaringan parunya sendiri masih cukup baik,kecuali tempat terjadinya kebocoran.

    Dengan terapi yang tepat,kesembuhan yang dicapai selalu sempurna dan kemungkinan kambuh praktis kecil sekali,kecuali bila penderita di kemudian hari menjadi seorang perokok atau terapi pengobatan tak sempurna.

    Pada orang tua ,apabila dia seorang perokok ,sering sudah memiliki emfisema paru dengan tekanan udara intrapulmonal yang tinggi,maka kesembuhan PNT dapat disusul dengan kekambuhan.

    Referensi

    At a. Glance Medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga

    BOIES, Buku Ajar Penyakit THT, Edisi 6. Alih Bahasa: Wijaya C.Jakarta: Penerbit EGC; 1997

  • 3. Jelaskan mengenai Asthma!

    A. ASMA BRONKIAL

    Definisi Menurut Nasional Institute of health(NIH)-National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI) adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas dimana banyak sel yang berperan terutama sel mast, eosinofil, limposit T, makrofag, neutrofil, dan sel epitel. Pada individu rentan proses inflamasi tersebut menyebabkan suara wheezing berulang, sesak napas, dada rasa penuh(chest tightness) dan batuk terutama pada malam hari dan menjelang pagi. Gejala ini berkaitan dengan hambatan aliran udara yang luas tetapi variabel yang sering reversibel spontan atau dengan pengobatan. Inflamasi juga menyebabkan peningkatan hiperesponsif saluran napas terhadap berbagai stimuli. Reversibilitas hambatan aliran udara bisa inkomplit pada beberapa pasien asma.

    Epidemiologi Survei kesehatan rumah tangga (SKRT)

    Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal itu tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survei kesehatan rumah tangga (SKRT) 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditi) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian (mortaliti) ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/ 1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/ 1000 dan obstruksi paru 2/ 1000.

    Penelitian lain

    Berbagai penelitian menunjukkan bervariasinya prevalensi asma , bergantung kepada populasi target studi, kondisi wilayah, metodologi yang digunakan dan sebagainya.

    Asma pada anak

    Woolcock dan Konthen pada tahun 1990 di Bali mendapatkan prevalensi asma pada anak dengan hipereaktiviti bronkus 2,4% dan hipereaktiviti bronkus serta gangguan faal paru adalah 0,7%. Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC), didapatkan hasil dari 402 kuesioner yang kembali dengan rata-rata umur 13,8 0,8 tahun didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/ recent asthma) 6,2% yang 64% di antaranya mempunyai gejala klasik. Bagian Anak FKUI/ RSCM melakukan studi prevalensi asma pada anak usia SLTP di Jakarta Pusat pada 1995-1996 dengan menggunakan kuesioner modifikasi dari ATS 1978, ISAAC dan Robertson, serta melakukan uji provokasi bronkus secara acak. Seluruhnya 1296 siswa dengan usia 11 tahun 5 bulan 18 tahun 4 bulan, didapatkan 14,7% dengan riwayat asma dan 5,8% dengan recent asthma. Tahun 2001, Yunus dkk melakukan studi prevalensi asma pada siswa SLTP se Jakarta Timur, sebanyak 2234 anak usia 13-14 tahun melalui kuesioner ISAAC (International Study of Asthma and Allergies in Childhood), dan pemeriksaan spirometri dan uji provokasi bronkus pad sebagian subjek yang dipilih secara acak. Dari studi tersebut didapatkan prevalensi asma (recent asthma ) 8,9% dan prevalensi kumulatif (riwayat asma) 11,5%.

    Sabrina Qurrataayun (2013730173)

  • Asma pada dewasa Tahun 1993 UPF Paru RSUD dr. Sutomo, Surabaya melakukan penelitian di lingkungan 37 puskesmas di Jawa Timur dengan menggunakan kuesioner modifikasi ATS yaitu Proyek Pneumobile Indonesia dan Respiratory symptoms questioner of Institute of Respiratory Medicine, New South Wales, dan pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE) menggunakan alat peak flow meter dan uji bronkodilator. Seluruhnya 6662 responden usia 13-70 tahun (rata-rata 35,6 tahun) mendapatkan prevalensi asma sebesar 7,7%, dengan rincian laki-kali 9,2% dan perempuan 6,6%.

    Etiologi Genetik

    Studi genetic telah menemukan multiple chromosomal region yang berisi gen-gen yang memberi kontribusi asma. Kabar serum IgE yang tinggi telah diketahui ada hubungan dengan kromosom 5q,11q dan 12q. Secara klinik ada hubungan kuat antara hiperesponsif saluran napas dengan peningkatan kadar IgE dan bukti terbaru menunjukan coinherinanced dari gen untuk atropi dan airway hypereactivity dijumpai pada kromosom yang sama. Gen-gen yang terletak human leukocyte antigen kompleks dapat menentukan respons terhadap aeroallergen pada beberapa individu. Gen-gen pada kromosom 11,12 dan 13 dapat secara langsung mengontrol sitokin proinflamasi. Kromosom 12 berisi gen yang mengkode interferon gamma, mast cell, growth factor,insulin-like growth factor dan nitric oxide sinhase.

    Gender dan Ras Asma pada anak lebih sering dijumpai pada anak laki-laki tetapi sebaliknya pada dewasa lebih banyak wanita daripada pria. Di Amerika Serikat ras kulit hitam diketahui mempunyai resiko tinggi kematian, tidak tergantuk status social ekonomi dan pendidikan. Insiden asma juga tinggi dinegara berkembang karena akibat dari factor lingkungan.

    Lingkungan Allergen dan occupational factor ada;ah penyebab terpenting asma. Alergan indoor yang penting adalah: domestic(house dust) mites, allergen hewan(kucing,anjing dan roden) alergen kecoak dan jamur(alternaria, aspergillus, cladosporium dan candida). House Dust terutama beberpa senyawa organic dan anorgantik termasuk mamalia,spora jamur,insect dll. Outdoor allergen : pollen terutama dari pohon,weeds and grasses dan fungi,molds dan yeasts.

    Polusi udara Terutama di daerah-daerah industrial yang kurang udara bersih.

    Faktor Lain Faktor perkerjaan juga mempengaruhi. Bagi yang terdedah pada metal salts, abuk kayu, industrial chemicals dan plastics. Infeksi yang selalu dikaitkan dengan asthma adalah infeksi virus. Emotional stress juga akan mencetuskan serangan asthma. Bagi yang telah mengidap asthma, olahraga akan menyebabkan penderita bisa diserang penyakit ini.

    Histopatologik

    Kontraksi otot polos bronkus

    Penebalan mukosa bronkus; edema, kapiler melebar, sebukan sel eosinofil dan neutrofil, mukus >>>, hipertropi kelenjar seromusinosa.

    Retensi eksudat dalam lumen.

  • Patofisiologi

    Hambatan aliran udara pada asma disebabkan oleh berbagai perubahan dalam saluran napas seperti berikut.

    1. Bronkokonstriksi Pada asma eksaserbasi bronkospame akut yang menyebabkan penyempitan saluran napas sebagai respons terhadap berbagai stimuli sperti allergen atau iritan. Bronkokontriksi akut akibat allergen terjadi lewat IgE-dependent release of mediator dari sel mast. Juga ada mekanisme non IgE dalam pelepasan mediator.

    2. Edema saluran napas Jika inflamasi makin progresif ada factor-faktor lain yang menghambat aliran udara antara lain: edema,hipersekresi mucus, mucus plug, hipertrofi dan hiperplasi otot polos saluran napas.

    3. Hiperresponsif saluran napas Mekanisme hiperresponsif saluran napas bersifat multiple termasuk inflamasi,disfungsi neuroregulasi dan perubahan structural.

    4. Airway remodeling Airway remodeling menimbulkan perubahan structural yang meningkatkan hambatan aliran udara saluran napas dan hiperresponsif saluran napas dan menyebabkan pasien kurang respons terhadap pengobatan.

    Mekanisme Patofisiologik Timbulnya Inflamasi Saluran Napas Inflamasi berperan sentral pada patofisilogi asma. Inflamasi saluran napas melibatkan interaksi banyak sel dan berbagai mediator. Bagaimana peristiwa interaktif terjadi dan menuju ke asma klinik masih dalam investigasi. Pola inflamasi saluran napas asma tidak harus bervariasi tergantung pada keparahan,persistensi dan durasi penyakit. Profil seluler dan respons sel-sel structural konsisten.

    Sel-sel inflamasi saluran napas : a. Sel mast b. Eosinofil c. Sel Limposit T d. Sel dendritic e. Makrofag f. Neutrofil

    Sel structural saluran napas yang terlibat pathogenesis asma : a. Sel epitel saluran napas b. Sel otot polos saluran napas c. Sel endotel d. Fibroblast dan mioifibroblast e. Saraf saluran napas

    Mediator asma : kemokin, sitokin, cysteinyl leukotriene,histmin, nitrit okside, prostaglandin D2

    Asthma ekstrinsik imunologi adalah penyakit hipersensitiviti jenis I yang diperantarakan oleh IgE. Ia berlaku pada individu yang atopik yang menghasilkan antibody IgE akibat pendedahan kepada allergen biasa. Antibody ini terikat pada sel mast di dalam mukosa trakeabronkus. Sel yang terpeka akibat penbedahan berikutan kepada allergen dengan cepat melepaskan histamine yang telah sedia terbentuk dan dengan serta merta memulakan pembentukan perantara lain, yang paling penting antaranya adalah prostaglandin PGD4 dan leukotrien LTD4. Leukotrien ini merupakan bronkokonstriktor yang seribu kali lebih kuat daripada histamine.

  • Asthma intrinsic bukan imunologi dipostulatkan sebagai akibat daripada satu ketaknormalan dalam pengawalan system parasimpatetik fungsi saluran udara. Otot polos saluran udara, kelenjar submukosa, dan kapilari dikawalatur oleh system saraf autonomic; peransangan kolinergik dan peransangan alfa-adrenergik menyebabkan bronkokonstriksi dan rembesan mukosa, manakala peransangan beta-adrenergik menyebabkan perkara sebaliknya. Menurut teori, pendedahan kepada cuaca sejuk, peningkatan ventilasi semasa bersenam, pencemaran udara dan stimulus bukan imunologik yang lain dapat meransang eferen vagus kolinergik dan alfa-adrenergik menyebabkan perubahan berciri dalam asthma.

    Klasifikasi Asma

    Berdasarkan keadaan terkontrol, asma di bagi menjadi : terkontrol, terkontrol parsial dan terkontrol

    Level asma control

    No

    Karakteristik Terkontrol Terkontrol parial Tak terkontrol

    1 Gejala siang 2x/minggu 2x/minggu 3 atau lebih keadaan terkontrol parsial pada tiap-tiap minggu

    2 Hambatan aktivitas Tidak ada Ada

    3 Gejala malam/bangun waktu malam

    Tidak ada Ada

    4 Perlu reliever 2x/minggu 2x/minggu

    5 Fungsi paru(PEFR/FEV1)

    normal < 80% prediksi atau hasil terbaik (bila ada)

    Menurut keparahannya :

    1. Asma ringan : asma yang dapat dikontrol dengan baik dengan intensitas terapi rendah seperti kortikosteroid inhalasi dosis rendah, leukotriene modifier atau cromolin.

    2. Asma berat : asma yang memerlukan terapi intensitas tinggi contohnya GINA guideline step 4 untuk mecapai good control walau dengan pengobatan intensitas tinggi

    Gambaran klinis Penderita akan datang dengan keluhan utama berupa sesak napas. Juga disertai dengan batuk-batuk pada malam hari dan menjelang pagi. Pada serangan yang pertama, penderita akan mengalami batuk-batuk berlendir. Namun pada peringkat yang lebih memburuk, penderita sudah mulai batuk-batuk dengan produksi sputum yang kental. Sewaktu bernafas otot-otot bantu pernafasan kelihatan menonjol. Penderita juga akan mengalami takikardi dan nyeri dada yaitu rasa seperti terjepit. Bunyi pernafasan akan kedengaran bunyi wheezing. Sianosis akan ditemukan pada fase terakhir yaitu merupakan tanda-tanda semakin memburuk.

  • Alur Diagnosis 1. Riwayat penyakit

    Mengi, dada rasa penuh(chest tightness) dan sesak napas merupakan gejala kardinal asma. Karakteristik gejala asma bervariasi seiring waktu, variasinya dari waktu-kewaktu umum,biasanya memburuk pada malam hari. Keluhan menjelang pagi atau episode malam sering dijumpai pada asma dewasa. Perlu dibedakan apakah gejala nokturnal oleh karena asma atau GERD(gastroesophangeal reflux disease) atau angina. Tipikal asma nokturnal terjadi antara 4-6 pagi dan biasanya menghilang dengan inhalasi bronkodilator. Berbeda dengan GERD yang timbul setelah penderita berbaring /tidur lama. Kadangpula asma hanya muncul dengan keluhan batuk kronis. Apabila batuk menetap dan timbul berulang hendaknya dipertimbangkan sebagai gejala asma. Biasanya batuk akan timbul akibat paparan zat tertentu,aktivitas,gangguan emosi dan infeksi virus. Batuk yang khas saat asma yaitu batuk yang memberat pada malam hari. Riwayat keluarga dan atropi sangat membantu. Adapun pertanyaan yang berguna untuk dipertimbangkan bila memperkirakan diagnosis asma : - Apakah penderita mendapat serangan atau serangan mengi berulang ? - Apakah penderita mengalami batuk waktu malam hari ? - Apakah mengi atau batuk timbul setelah melakukan aktivitas ? - Apakah batuk atau mengi atau rasa berat di dada timbul setelah ada paparan

    alergen atau polutan? - Apakah flu yang diderita berlanjut menjadi sesak napas atau berlangsung

    lebih dari 10hari? - Apakah keluhan membaik setelah terapi asma

    2. Pemeriksaan Fisis Hasil temuan fisik pada saat serangan asma adalah akibat dari : 1) efek langsung penyempitan saluran napas difus dan hipersekresi mukus. 2) tidak langsung sebagai akibat dari peningkatan kerja napas, peningkatan kebutuhan metabolik dan rangsangan saraf simpatik difus.

    - Takipnea dan takikardi adalah tanda umum yang dijumpai pada asma akut. Pernapasan antara 25-28x/menit rata-rata detak jantung 100x/menit . pernapasan >30 x/menit dan detak jantung >120x/menit tidak jarang dijumpai.

    - Wheezing difus adalah khas untuk asma tetapi keberadaan atau intensitasnya tidak dapat mempredik berat-ringan asma. Wheezing dapat dideteksi dengan stetoskop atau dengan telinga.

    Sewaktu inspeksi, saat pasien menarik dan menghembus napas, akan kelihatan otot-otot pernapasannya menonjol. Pada auskultasi pula akan terdengar bunyi tambahan yaitu wheezing atau dengan nama lain terdapat bunyi mengik.

    3. Pemeriksaan Faal Paru Diagnose asama dipastikan dengan ditemukan obstruksi saluran napas pada pemeriksaan spirometri. Pemeriksaan faal paru yang sering digunakan untuk diagnosis dan pemantauan adalah pemeriksaan forced expiratory volume 1 second (FEV1) dengan spirometri dan peak expiratiry flow(PEF) dengan alat peak flow meter

    4. Laboratorium Pada penderita asma alergi atau non alergi ditemukan eosinofilia 5-15% dari leukosit total. Komponen alergi pada asma dapat di identifikasi dengan uji kulit atau mengukur kadar Ig E spesifik serum, uji ini untuk asma alergi. Namun uji prick yang sering digunakan karena cepat,mudah dan sensitiviti tinggi tetapi bila pelaksanaan tidak tepat akan timbul positif atau negatif palsu.

    5. Radiologi Pemeriksaan foto thoraks untuk asma tidak begitu penting. Pada sebagian besar menunjukan normal atau hiperinflasi. Pada eskaserbasi berat pemeriksaan

  • thoraks berguna untuk menyingkirkan penyakit lain atau mencari penyulit yang terjadi seperti pneumothoraks,pneumomediastinum,atelectasis, pneumonia.

    6. Tes provaksi bronkus Pemeriksaan provokasi bronkus memberi beberapa manfaat antara lain sebagai alat diagnosis asma.hiperesponsif bronkus hamper selalu ditemukan pada asma dan derjat berkorelasi dengan keparahan asma. Tes ini sangat sensitive jika tidak ditemukan hiperesponsif maka harus memikirkan penyakit lain selain asma atau mengulangnya dari awal lagi. Airway hyperesponsiveness(AHR) adalah kondisi saluran napas yang menyempit setelah paparan stimulus dimana pada saluran napas orang normal tidak menimbulkan reaksi. Uji provokasi bronkus dapat dibagi 2 kategori yaitu : uji farmakologi(histamine,adenosine, atau metacholine) dan uji non farmakologi(salin hipertonis,exercise).

    Diagnosis Banding

    Kategori Kriteria Penyakit penyebab sesak berulang PPOK, Penyakit jantung coroner, GERD,

    gagal jantung kongestif, emboli paru

    Penyakit yang menimbulkan batuk Rhinitis,sinusitis,otitis,bronkiektasis

    Penyakit yang sering menimbulkan obstruksi saluran napas

    PPOK,Bronkiolitis obliterans, cystic fibrosis

    Penatalaksanaan Medikamentosa

    Obat untuk asma dapat digolongkan menjadi pengendalian(controller) dan pelega(reliever). Controller adalah obat yang dikonsumsi tiap hari untuk membuat asma dalam keadaan terkontrol terutama melalui efek anti inflamasi. Reliever adalah obat yang digunakan bila perlu berdasarkan efek cepat untuk menghilangkan bronkokontriksi dan menghilangkan gejalanya. Obat-obat asma dapat diberikan beberapa cara seperti : oral,inhalasi atau injeksi. Keuntungan utama obat perinhalasi adalah langsung ke saluran napas , menghasilkan konsentrasi local tinggi dengan efek sistemik berkurang.

    Controller Reliever

    Kortikosteroid(inhalasi,sistemik) Short acting b2 agonist(SABA): inhalasi,oral

    Leucotriene modifeier Kortikosteroid sistemik

    Long acting b2 agonist(LABA) : inhalasi,oral

    Antikolinergik:ipratropium br,oxitropium

    Chromolin : sodium cromoglycate dan nedocromil sodiem

    teofilin

    Teofilin lepas lambat

    Anti IgE

    Antikolinergik:tiotropium

    Non Medikamentosa Jika secara non farmakologi, pasien disarankan untuk menjauhi sebarang factor-faktor risiko seperti atopi, perokok, polusi udara dan beberapa obat-obatan yang

  • bisa mencetuskan serangan asthma seperti aspirin dan tetrazine lalu mengadakan penyuluhan, dan mengendalikan emosi.

    Komplikasi Status asmatikus Atelectasis Hipoksemia Pneumothoraks Empisema

    Prognosis

    Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukan kurang dari 5000 kematian tiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-kira 10juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secaraita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria.

    Juga kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia tua lebih banyak, kalau serangan asma diketahui dan dimulai sejak anak-anak dan mendapat pengawasan yang cukup ,kira-kira setelah 20tahun, hanya 1% yang tak sembuh dan didalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan common cold 29% akan mengalami serangan yang berulang. Pada penderita yang mengalami serangan intermiten angka kematiannya 2% sedangkan angka pada penderita yang dengan serangan terus menerus angka kematian 9%.

    Pencegahan 1. Menjauhi allergen,bila perlu desensitisasi 2. Menghindari kelelahan 3. Mengindari stress fisik 4. Mencegah sedini mugkin 5. Olahraga senam dan berenang

    B. ASMA KARDIALE (GAGAL JANTUNG KIRI)

    Defenisi

    Asma kardial adalah asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung atau disebut juga edema paru kardiogenik

    Etiologi

    Penyebab terjadinya asma kardial karena terjadinya gagal jantung kiri .

    Patofisiologi

    Pada keadaan normal selalu terdapat sisa darah di rongga ventrikel pada akhir sistol. Dengan berkurangnya curah jantung pada gagal jantung, maka pada saat akhir sistol terdapat sisa darah yang lebih banyak dari keadaan normal. Pada fase diastole berikutnya maka sisa darah ini akan bertambah lagi dengan darah yang masuk ke ventrikel kiri, sehingga tekanan akhir diastole menjadi lebih tinggi. Dengan berjalannya waktu, maka pada suatu saat akan timbul bendungan di daerah atrium kiri. Tekanan darah di atrium kiri yang berkisar antara 10-12 mmHg meninggi karena bendungan tersebut. Hal ini akan diikuti peninggian tekanan darah di vena pulmonalis dan di pembuluh darah kapiler paru-paru. Karena ventrikel kanan yang masih sehat memompa darah terus sesuai dengan jumlah darah yang masuk ke atrium kanan maka dalam waktu cepat tekanan hidrostatik di kapiler paru-paru akan menjadi begitu tinggi sehingga melampaui 18 mmHg dan terjadilah transudasi cairan dari pembuluh

  • kapiler paru-paru. Pada saat tekanan di arteri pulmonalis dan arteri bronchialis meninggi terjadi pula transudasi di jaringan interstisial bronkus. Jaringan tersebut menjadi edema dan hal ini akan mengurangi besarnya lumen bronchus, sehingga aliran udara menjadi terganggu. Pada keadaan ini suara pernafasan menjadi berbunyi pada saat ekspirasi, terdengar bising ekspirasi dan fase ekspirasi menjadi lebih panjang. Keadaan ini dikenal dengan asma kardial, suatu fase permulaan gagal jantung. Bila tekanan di kapiler paru makin tinggi, maka cairan transudasi ini akan makin bertambah banyak. Cairan transudasi ini mula-mula akan masuk ke dalam saluran limfatik dan kembali ke peredaran darah. Namun bilamana tekanan hidrostatik kapiler paru sudah di atas 25 mmHg, maka transudasi cairan ini menjadi lebih banyak dan saluran limfatik tidak cukup untuk menampungnya, cairan tersebut akan tertahan di jaringan interstisial paru dan suatu saat akan memasuki alveoli. Dengan terjadinya edema interstisial, maka pergerakan alveoli akan terganggu sehingga proses pertukaran udara juga tergangggu. Penderita akan merasa sesak nafas disertai dengan nadi yang cepat. Bila transudasi sudah masuk ke rongga alveoli, terjadilah edema paru dengan gejala sesak nafas yang hebat, takikardia, tekanan darah yang menurun, dan kalau tidak dapat diatasi maka kemudian diikuti oleh syok. Syok in disebut kardiogenik, dimana tekanan diastol sangat rendah, sehingga tidak mampu lagi memberikan perfusi cukup pada otot-oto jantung.

    Alur Diagnosis

    Untuk mendiagnosis asma kardial kita perlu membedakannya dari asma bronchial dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Asma kardial merupakan perjalanan penyakit dari gagal jantung karena itu disertai oleh gejala-gejala gagal jantung lainnya.

    1. Anamnesis

    - Gejala gejala berupa sesak nafas yang spesifik pada saat istirahat atau saat beraktivitas atau rasa lemah atau tidak bertenaga. untuk menilai derajat gangguan kapasitas fungsional dar gagal jantung, New York Heart Association (NYHA) membagi HF menjadi empat klasifikasi.

    Kelas I : sesak tinbul sdaat beraktivitas berlebih Kelas II : sesak timbul saat aktivitas sedang Kelas III : sesak timbul pada saat aktivitas ringan Kelas IV : sasak timbul pada saat istirahat

    Sesak nafas terjadi pada saat berbaring dan dapat dikurangi dengan sikap duduk atau berdiri (Ortopnue) Serangan sesak nafas terjadi pada malam hari, pasien yang sedang tertidur terbangun karena sesak (Paroksismal Nokturnal Dispneu) Berkeringat dingin dan pucat Untuk membedakan dengan asma bronchial kita perlu menanyakan apakah sesak nafasnya terjadi setelah suatu infeksi virus, olah raga, terpapar allergen, atau karena lonjakan emosi

    2. Pemeriksaan fisik

    Ditemukannya gejala-gejala :

    ada saat ekspirasi (wheezing)

    Ditemukan juga gejala-gejala gagal jantung kiri

  • Diagnosis Banding dengan Asma Bronchial

    Kadang-kadang suit membedakan edema paru kardiogenik akut dengan Asma Bronkhial yang berat, karena pada keduanya terdapat sesak nafas yang hebat, pulsus paradoksus, lebih enak posisi duduk dan wheezing merata yang menyulitkan auskultasi jantung. Pada asma bronchial terdapat riwayat serangan asma yang sama dan biasanya penderita sudah tau penyakitnya. Selama serangan akut penderita tidak selalu banyak berkeringat dan hipoksia arterial kalau ada tidak cukup menimbulkan sianosis. Sebagai tambahan, dada nampak hiperekspansi, hipersonor, dan penggunaan otot pernafasan sekunder nampak nyata. Wheezing nadanya lebih tinggi dan musika, suara tambahan seperti ronkhi tidak menonjol. Penderita edema paru akut sering mengeluarkan banyak keringat dan sianotik akibat adanya desaturasi darah arteri dan penurunan aliran darah ke kulit. Perkusi paru sering redup, tidak ada hiperekspansi, pemakaian otot pernafasan sekunder juga tidak begitu menonjol dan selain wheezing terdengar ronkhi basah. Gambaran radiology paru menunjukkan adanya gambaran edema paru yang membedakan dengan asma bronchial. Setelah penderita sembuh gambaran edema paru secara radiology menghilang lebih lambat dibandingkan penurunan tekanan kapiler paru.

    Pengobatan

    Ditujukan terhadap 3 hal yaitu :

    A. Pengobatan non-spesifik Payah Jantung Kiri Akut. B. Pengobatan faktor presipitasi. C. Pengobatan penyakit dasar jantungnya

    Aminophyline :

    Berguna apabila edema paru disertai bronkhokonstriksi atau pada penderita yang belum jelas edema paru oleh karena asma bronchial atau asma kardial, karena selain bersifat bronchodilator juga mempunyai efek inotropik positif, venodilatasi ringan dan diuretic ringan. Dosis biasanya 5 mg/kgBB intravena dalam 10 menit dan dilanjutkan drip intravena 0,5 mg/kgBB/jam. Dosis dikurangi pada orang tua, penyakit hati dan gangguan fungsi ginjal. Setelah 12 jam dosis dikurangi menjadi 0,1 mg/kgBB/jam.

    Referensi :

    Djojodibroto,Darmanto.2009.Respirologi (respiratory medicine).Jakarta:EGC.

    Hariadi,Slamet.dkk.2010.Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru.Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo ;55-67.

    Panggabean MM. Gagal Jantung. Dalam : Aru W.Sudoyo dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta : Internal Publishing, 2009 ; 1583-85

    Perhimpunan Dokter Paru Indonesia

    Riyanto BS,HIsyam B.Obstruksi Saluran Napas Akut.Dalam: BUku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid II.Edisi ke-4.Jakarta Pusat Penerbitan Departemen Ilmu penyakit Dalam FKUI.2006. h 978-987.

  • 4. Jelaskan mengenai Abses Paru dan Bronkiektasis!

    A. ABSES PARU

    Definisi

    Pengumpulan setempat pus dalam kaviti (rongga) akibat penghancuran jaringan disekitarnya. Kaviti diameter > 2 cm dlm parenkim paru.

    Abses paru akut terjadi paling sedikit 2 mg diakibatkan karena infeksi bakteri aerob virulen.

    Abses paru kronik terjadi > 4-6 mg karena infeksi bakteri anaerob.

    Abses paru primer terjadi karena infeksi disebabkan oleh aspirasi (benda asing masuk kedalam saluran nafas) atau pneumonia (individu normal)

    Umumnya abses paru merupakan abses soliter tetapi dapat juga terjadi multipel tergantung penyakit dasar dan status imun penderita.

    Pembentukan abses paru membutuhkan banyak kerusakan jaringan dan nekrosis sehingga biasanya dimulai sebagai pneumonia terlokalisir.

    Sari Azzahro Said (2013730176)

  • Etiologi

    Organisme yang sering ditemukan adalah streptokokus aerobik dan anaerobik, Staphylococcus aureus, dan sejumlah organisme Gram Negatif.

    Bakteri piogenik terutama anaerob, mikobakteria, jamur, parasit dan komplikasi penyakit paru lain seperti keganasan

    Bakteri anaerob ditemukan sampai 89%, Bakteri anaerob tersering adalah Peptostreptococcus, Bacterioides, Fusabacterium dan Microaerophilic streptococcus.

    Anatomi

    Faktor Predisposisi

    Faktor Predisposisi : kebersihan gigi atau mulut buruk, seizure disorder, pengguna alkohol, drug abuse

    Faktor risiko lain :

    Pe kesadaran, koma, anestesia umum sedasi.

    Morfologi

    Garis tengah abses bervariasi dari beberapa milimeter hingga kavitas besar berukuran 5 sampai 6 cm. Abses paru terjadi karena aspirasi yang lebih sering terjadi pada pulmo bagian dextra dan umumnya tunggal. Abses yang terbentuk karena penumonia atau bronkiektasis biasanya multipel, dan terletak di basal. Rongga abses mungkin terisi oleh debris supuratif dan mungkin juga tidak, tergantung pada ada tidaknya hubungan dengan salah satu saluran udara. Jika semacam ini ada, eksudat yang terkandung sebagian dapat keluar sehingga terbentuk rongga yang mengandung udara. Kelainan histologik utama pada semua abses adalah kerusakan supuratif parenkim paru dibagian tengah kavitasi.

  • Patogenesis

    Organisme

    Interaksi agen infeksius (terutama bakteri anaerob) dengan berbagai faktor predispisposisi abses yang melalui mekanisme aspirasi maka materi infeksius masuk ke paru.

    Komorbid dan kerusakan sistem pertahanan tubuh berperan pembentukan abses paru.

    Infeksi primer atau reaktivasi Nocardia, Actinomyces dan Mycobacteria maka menstimulasi abses primer.

    Posisi tubuh terbanyak aspirasi upright & supine lokasi segmen basal dan superior lobus bawah serta segmen posterior lobus atas terutama paru kanan.

    Pembentukan abses terjadi 7-14 hari setelah aspirasi.

    Diagnosa

    Manifestasi abses paru banyak menyerupai manifestasi bronkiektasis dan terutama ditandai oleh batuk, demam, dan sputum purulen atau sanguinosa berbau busuk dalam jumlah besar.

    Abses paru primer adalah gejala demam, batuk produktif, kehilangan berat badan, nyeri dada, dan rasa berat di dada. Umumnya gejala tidak spesifik adalah demam hilang timbul, batuk produktif, berat badan turun, anoreksia dan nyeri dada (60%)

    Gejala lain bisa terjadi hemoptisis (25% pasien).

    Pemeriksaan fisis yang bervariasi

    - Demam: suhu rendah (anaerob), >38,50C (lain)

    - Penurunan suara napas, perkusi redup, suara napas bronkial, amforik (jarang) & ronki saat inspirasi,

    - Kronik: clubbing fingers, efusi pleura, kakeksia.

    Laboratorium: leukositosis, pe LED, pergeseran hitung jenis ke kiri

    Diagnosis terbanyak didapat dari foto toraks (klasik) dengan hasil kaviti dinding tidak teratur dgn air-fluid level . Kaviti terlihat mempunyai dinding utuh mengelilingi daerah lusen atau air-fluid level dalam daerah pneumonia. Inflamasi/infiltrat dlm jumlah banyak akan mengelilingi daerah sekitar abses sehingga gambar abses paru disebabkan lesi.

    Gambaran CT toraks terdapat lesi radiolusen bulat dengan dinding tebal & tepi iregular, lokasi dlm parenkim

    CT-scan toraks berguna untuk mengevaluasi ketebalan dan keteraturan dinding abses dalam daerah konsolidasi, menentukan letak abses yang tepat terhadap dinding dada dan bronkus serta mengevaluasi perluasan keterlibatan bronkus proksimal atau distal terhadap terjadi abses.

  • Pemeriksaan sputum gram dan kultur bakteri gram (+) dan (-), pewarnaan BTA dan jamur.

    Analisis sputum membantu menyingkirkan penyebab abses yang lain misalnya tuberkulosis dan bakteri aerob.

    Kultur sputum tidak dapat digunakan untuk konfirmasi karena ada kemungkinan kontaminasi kolonisasi kuman orofaring sehingga menyembabkan tidak dipercaya sebagai penentuan temuan dalam penyebab patologis.

  • Diagnosis Banding

    Abses paru merupakan proses patologik yang mirip dengan infeksi TB dan jamur.

    Lesi kistik parenkim paru dan bula terinfeksi sekunder sehingga harus dikonfirmasi degan lapangan temuan lesi sebelumnya berdasarkan foto toraks lama dan lokasi segmental khas mendukung diagnosis abses paru.

    Penatalaksanaan

    Antibiotik

    Terapi utama Tergantung sumber infeksi, pewarnaan gram, kultur Terapi empirik terutama anaerob Penisilin Kombinasi metronidazol

    Klindamisin

    Efek lebih baik daripada penisilin serta aktif melawan anaerob yang memproduksi -laktamase (Bacteriodes, Fusabacterium)

    Resolusi demam, radiologis, sputum terinfeksi dan kekambuhan sehingga kecepatan dan respons klinis lebih cepat.

    Pengganti terapi konvensional penisilin dan terapi standar anaerob (banyak klinisi).

    Lama terapi selama 4-6 minggu seperti perbaikan klinis & radiologis namun bisa sampai 6-8 minggu atau bahkan beberapa bulan. Apabila respons buruk karena obstruksi, keganasan, infeksi bakteri resisten, mikobakteria, dan jamur.

    Fisioterapi

    Latihan pernapasan, batuk, perkusi dada & drainase postural.

    Drainase postural dapat membersihkan materi purulen sehingga mengatasi gejala dan memperbaiki pertukaran gas.

    Dilakukan pd semua pasien terutama pasien dengan produksi sputum banyak dan ukuran air-fluid level besar.

    Komplikasi

    Dapat terjadi empiema karena dinding abses bisa pecah. Kalau bronkus yang bermuara di dinding abses tersebut lalu berhubungan dengan rongga pleura maka akan terjadi pneumothorax.

    Abses dapat pula menimbulkan erosi dinding pembuluh darah yang ada didekatnya

    sehingga pembuluh darah dapat sobek. Penderita akan mengalami hemoptoe serta

    dapat muncul pula komplikasi lain berupa mini-abses di organ-organ lain, seperti otak.

  • Prognosis

    Tergantung faktor predisposisi dan kecepatan pemberian terapi yang tepat

    Buruk apabila pasiennya berusia lanjut, kondisi lemah, malnutrisi & immunocompromised

    Pe angka kematian, inf P. aeruginosa (83%), S. aureus (50%), K. pneumonia (44%)

    Empiema, penyebaran abses, perdarahan, ARDS, inflamasi kornik, fibrosis pleural, batuk darah : prognosis buruk

    B. BRONKIEKTASIS

    Definisi

    Penyakit yang ditandai dengan dilatasi menetap bronkus dan bronkiolus akibat kerusakan otot dan jaringan elastik, yang disebabkan oleh infeksi nekrotikans kronik.

    Penyakit ini secara klinis bermanifestasi sebagai batuk, demam, dan pengeluaran sputum purulen berbau dalam jumlah besar. Bronkiektasis terjadi pada berbagai keadaan, yang mencakup hal-hal berikut:

    a. Kelainan kongenital atau herediter, b. Kelainan pascainfeksi termasuk pneumonia nekrotikans karena bakteri c. Obstruksi bronkus, akibat tumor, benda asing. d. Keadaan lain, termasuk artitis rematoid.

    Etiologi

    Obstruksi dan infeksi merupakan faktor utama yang dapat menyebabkan bronkiektasis.

  • Morfologi

    Bronkiektasis biasanya mengenai lobus bawah secara bilateral, terutama saluran udara yang vertikal dan paling parah di bronkus distal dan bronkiolus. Jika penyebab bronkiektasisnya adalah tumor atau aspirasi benda asing, kelainan mungkin berbatas tegas di satu segmen paru. Saluran napas melebar, kadang kala hingga empat kali ukuran normal. Pelebaran ini dapat menyebabkan saluran napas berbentuk tabung memanjang (bronkiektasis silindiris) atau pada kasusu lain menyebabkan berbentuk fusiform atau bahkan sakular (bronkiektasis sakular).

    Yang khas, bronkus dan bronkiolus melebar. Temuan histologik bervariasi sesuai

    aktivitas dan kronisitas penyakit.

    Gejala

    Eksaserbasi atau keadaan dimana pasien merasa lebih buruk dengan tanda:

    - Peningkatan jumlah sputum - Peningkatan sesak - Peningkatan batuk - Suhu > 38.00C - Peningkatan mengi - Malaise, lemah, lesu, atau penurunan exercise tolerance - Penurunan fungsi paru - Perubahan rontgen toraks dgn infiltrat baru - Perubahan suara napas

    Anatomi

  • Patogenesis

    Gangguan primer dalam transpor klorida menyebabkan gangguan sekresi ion klorida kedalam mukus, kurangnya kandungan air dan natrium, gangguan kerja mukosilia, dan akumulasi mukus yang kental akan menyumbat saluran nafas. Dengan berulangnya infeksi, terjadi kerusakan luas di dinding saluran nafas, disertai destruksi otot polos dan jaringan elastis penunjang, fibrosis, dan pelebaran bronkus lebih lanjut. Bronkiolus yang lebih kecil mengalami obliterasi progresif akibat fibrosis.

    Perjalanan Penyakit

    Bronkiektasis menyebabkan batuk yang parah dan menetap, pengeluaran sputum yang berbau yang kadang-kadang berdarah, dispnea dan ortopnea pada kasus berat dan terkadang hemoptisis yang mengancam nyawa. Dapat timbul reaksi demam jika terdapat patogen yang ganas. Gejala-gejala ini dipicu oleh infeksi saluran nafas atas atau masuknya patogen baru. Dapat pula terjadi batuk yang bersifat paroksismal. Serangan batuk ini semakin sering ketika pasien bangun tidur dipagi hari dan perubahan posisi akan menyebabkan mengalirnya kumpulan pus ke dalam bronkus. Insufisiensi ventilasi obstruktif dapat menyebabkan dispenia berat dan sianosis. Komplikasi bronkiektasis yang lebih jarang terjadi adalah amiloidosis.

    Alur diagnosis

    Pada pemeriksaan keadaan umum, seringkali dapat dilihat adanya jari-tabuh (clubbing fingers) yang menunjukkan sudah ada hipoksemia kronis sejak lama.

    Pada palpasi toraks terutama bila kumpulan dahak masih belum sempat dibatukkan keluar, akan dapat terasa suatu getaran (vibrasi) pada dinding toraks didekat hilus setiap kali gumpalan dahak ini melintasi cincin tulang rawan dinding bronkus.

    Pada auskultasi, didaerah parakardial akan terdengar ronki basah sedang sampai kasar.

    Pemeriksaan radiologi, pada pemeriksaan foto paru PA akan dijumpai gambaran cincin-cincin kecil didaerah parakardial diatas dasar yang agak suram (infiltrat). Cincin adalah penampang melintang bronkus yang mengalami dilatasi patologis.

    Bila gambaran cincin terlalu banyak, akan terbentuk gambaran menyerupai sarang tawon.

    Pada pemeriksaan bronkografi, terlihat pelebaran bronkus.

    Pemeriksaan dengan CT scan juga akan dapat menunjukkan kelainan dasar ini.

    Pemeriksaan laboratorium, umumnya dalam

    batas-batas normal akan tetapi lekositosis

    akan menunjukkan proses supuratif aktif.

  • Penatalaksanaan

    Antibiotika dan fisioterapi sangat penting pada eksaserbasi. Pada keadaan khusus:

    a. Bronkodilator b. Kortikosteroid c. Dietary supplementation d. Oksigen e. Pembedahan

    Lama pemberian antibiotika minimal 7-10 hari, sputum kultur resistensi tergantung keadaan misalnya penderita rawat inap tidak respon terhadap pengobatan.

    Antibiotik (durasi 7-10 hari)

    a. Penderita ringan / sedang: Amoxicillin Tetracycline

    b. Sedang atau berat: Aminoglikosid Antipseudomonal : cephalosporin G3

    Fluoroquinolone: siprofloksasin, levofloksasin.

    Komplikasi

    Komplikasi bronkiektasis dapat terjadi kelainan pada dua lokasi yaitu, pada paru dan diluar paru.

    Kelainan pada paru : pneumonia empiema

    Kelainan di luar paru : abses otak sinusitis cor pulmonale

    Prognosis

    Tergantung dari faktor pencetus

    Luas penyakit Ada atau tidak komplikasi Penyakit yang mendasarinya Kebiasaan merokok, alkoholisme

    Referensi:

    Cotran, Robbins. 2013. Dasar Patologis Penyakit ed. 7. Jakarta: EGC.

    Dr. Halim Danusantoso, Sp.P.FCCP. 2013.

    Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: EGC.

    Murray and Nadels. 2013. Textbook of Respiratory ed. 5. Elsevier.

  • 5. Jelaskan mengenai penyakit Bronkitis!

    Bronkitis ( bronchitis ) adalah peradangan (inflamasi) pada selaput lendir (mukosa) bronchus (saluran pernafasan dari trachea hingga saluran napas di dalam paru-paru). Peradangan ini mengakibatkan permukaan bronchus membengkak (menebal) sehingga saluran pernapasan relatif menyempit.

    Bronkitis terbagi atas 2 jenis, yakni: bronkitis akut dan bronkitis kronis.

    Bronkitis akut Bronkitis kronis

    definisi Bronkitis akut merupakan peradangan akut membrane mukosa bronkus yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme.

    Bronkitis kronik yaitu penyakit di saluran napas yang diakibatkan oleh rekasi peradangan pada bronkus dan cabangnya yang berlangsung lama dengan dahak yang banyak terjadi hampir tiap hari, minimal tiga bulan dalam setahun selama dua tahun berturut-turut.

    Gejala Demam,

    Sesak napas,

    Bunyi napas mengi atau ngik

    Rasa tidak nyaman di dada atau sakit dada

    Batuk dengan dahak atau batuk produktif dalam jumlah yang banyak. Dahak makin banyak dan berwarna kekuningan (purulen) pada serangan akut (eksaserbasi). Kadang dapat dijumpai batuk darah.

    Sesak napas. Sesak bersifat progresif (makin berat) saat beraktifitas.

    Adakalanya terdengar suara mengi (ngik-ngik) atau wheezing.

    Pada pemeriksaan dengan stetoskop (auskultasi) terdengar suara ronkhi (krok-krok) terutama saat inspirasi (menarik napas) yang menggambarkan adanya dahak di saluran napas.

    Etiologi Bronkitis akut dapat disebabkan oleh :

    Infeksi virus : adenovirus, influenza virus, parainfluenza virus, rhinovirus, dan lain-lain.

    Infeksi bakteri : Bordatella pertussis, Bordatella parapertussis, Haemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae, atau bakteri atipik (Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia

    Merokok

    Polusi udara yang terus menerus (zat kimia: O2, N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon)

    Terdapat hubungan dengan kelas social yang lebih rendah dan lingkungan industri banyak paparan debu, asap.

    Virus, bakteri (haemophilus influenza, streptococcus pneumonia) dan organisme lain seperti Mycoplasma pneumonia.

    Nurhayana (2013730163)

  • pneumonia, Legionella)

    Jamur

    Noninfeksi : polusi udara, rokok, dan lain-lain.

    Epidemiologi bronkitis akut paling banyak terjadi pada anak kurang dari 2 tahun, dengan puncak lain terlihat pada kelompok anak usia 9-15 tahun. Kemudian bronchitis kronik dapat mengenai orang dengan semua umur namun lebih banyak pada orang diatas 45 tahun.

    lebih sering terjadi di musim dingin (di daerah non tropis) atau musim hujan (di daerah tropis)

    mulai ISNA biasa, lalu turun kebawah sesudah 2-4 hari.

    Bronkitis kronik didapatkan lebih banyak pada laki-laki daripada wanita. Mungkin ini disebabkan penyebab utama sampai saat ini adalah merokok, dan laki-laki lebih banyak yang merokok dibandingkan wanita. Di Asia jumlah perokok kira-kira 50%, sedangkan di Indonesia jumlah perokok menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga 1996 adalah 53% laki-laki dan 4% wanita.

    Saat ini diperkirakan 20% laki-laki dewasa menderita bronkitis kronik, dan pada wanita dewasa lebih sedikit. Namun karena wanita yang merokok terus meningkat maka angka bronkitis kronik pada wanita akan meningkat. Menurut Balter MS dalam Suyono S (2001), pada bukan perokok terdapat 15% yang menderita batuk kronik dengan sputum, meningkat menjadi 33% pada perokok dengan pipa dan cerutu, sedangkan pada perokok sigaret yang mengonsumsi setengah sampai satu pak rokok, akan mengalami batuk kronik sebanyak 40-50%, dan akan meningkat menjadi 70-80% pada yang mengonsumsi rokok dua bungkus atau lebih.

    Di Amerika Serikat kira-kira 10-25% penduduk menderita simple chronic bronchitis, lebih banyak terdapat pada laki-laki di atas 40 tahun. Di Inggris bronkitis kronik terdapat pada 17% laki-laki dan 8% wanita. Diperkirakan didapatkan 30.000 kematian karena bronkitis kronik setiap tahun, merupakan angka kematian terbanyak ketiga pada laki-laki dengan usia di atas 65

  • tahun.

    Diagnosis Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala, terutama dari adanya lendir, riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik.

    Pada pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop akan terdengar bunyi ronki atau bunyi pernafasan yang abnormal.

    Adapun pemeriksaan dahak maupun rontgen dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa dan untuk menyingkirkan diagnosa penyakit lain.

    Anamnesis : riwayat penyakit yang ditandai tiga gejala klinis utama (batuk,sputum,sesak) dan factor-faktor penyebabnya.

    Pemeriksaan fisik

    a) Bila ada keluhan sesak, terdengar ronki pada waktu ekspirasi maupun inspirasi disertai bising mengi.

    b) Tampak kurus dengan barrel shape chest

    c) Iga lebih horizontal dan sudut subcostal bertambah.

    d) Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah, pekak jantung berkurang.

    e) Pada pembesaran jantung kanan, akan terlihat pulsasi didada kiri bawah di pinggir sternum.

    f) Pada kor pulmonal terdapat tanda-tanda payah jantung kanan dengan tekanan vena, hepatomegaly, refluks hepato jugular dan edema kaki

    Pemeriksaan penunjang

    a) Pemeriksaan radiologi

    b) Pemeriksaan fungsi paru

    c) Pemeriksaan gas darah

    d) Pemeriksaan EKG

    e) Pemeriksaan laboratorium darah : hitung sel darah putih.

    Komplikasi Bronkopneumoni

    Pneumoni

    pleuritis

    gagal napas

    kor pulmonal

    empisema

    polisitemi

  • penatalaksanaan Istirahat

    - Istirahat dan bebas merokok

    Diet

    - Minum cukup

    Medikamentosa

    - Jika etiologinya virus, beri obat simptomatis. Jika bakteri, berikan antibiotic, seperti ampisilin, eritromisin, spiramisin.

    Istirahat

    - Hindari merokok

    Diet

    Medikamentosa

    - Ekspektoransia bila batuk berdahak, antitusif bila batuk kering

    - Bronkodilator

    - Kalau sesak dapat diberi O2

    - Bila ada infeksi (sputum mukopurulen), beri antimikroba

    - Kalau terjadi kor pulmonal, beri digoksin

    pencegahan Rajin mencuci tangan dengan menggunakan sabun

    Tidak merokok

    Melakukan vaksin pencegah flu

    Mengurangi atau menghindari masuknya polutan ke dalam paru-paru

    Tidak merokok

    Melakukan vaksin pencegah flu

    Mengurangi atau menghindari masuknya polutan ke dalam paru-paru

    prognosis baik Sering kambuh

    Referensi :

    Respirologi (respiratory medicine)/ R. Darmanto Djojodibroto; editor penyelaras, Teuku Istia Muda Perdan, Diana Susanto. Jakarta : EGC, 2009.

    Panduan praktis ilmu penyakit dalam : diagnosis dan terapi / A.Halim Mubin. Ed.2. Jakarta : EGC, 2007.

    Ilmu Penyakit Paru/ Prof. Dr. H. Tabrani Rab; Jakarta: TIM, 2010

  • 6. Jelaskan mengenai Penyakit A.R.D.S dan Flu Burung!

    A. Acute Respiratory Distress Syndrome (A.R.D.S)

    Definisi

    Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan kerusakan pada total akibat berbagai total akibat etiologi. Kedaan ini dapat dipicu oleh berbagai hal, misalnya sepsis, pneumonia viralatau bakterial, aspirasi isi lambung, trauma dada, syok yang berkepanjangan, terbakar, emboli lemak, tenggelam, transfusi darah masif, bypas kardiopulmonal, keracunan O2, perdarahan pankreatitis akut, inhalasi gas beracun, serta konsumsi obat-obatan tertentu.

    ARDS merupakan keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru (Aryanto Suwondo, 2006). ARDS atau sindroma distres pernafasan dewasa (SDPD) adalah kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau non-pulmonal (Hudak, 1997).

    ARDS adalah penyakit akut dan progressif dari kegagalan pernafasan disebabkan terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler yang disebabkan oleh karena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid protein baik interseluler maupun intraalveolar. (Prof. Dr. H. Tabrani Rab, 2000).

    ARDS adalah suatu kondisi yang ditandai oleh hipoksemia berat, dispnea dan infiltrasi pulmonari bilateral. ARDS menyebabkan penyakit restriktif yang sangat parah. ARDS pernah dikenal dengan banyak nama termasuk syok paru, paru-paru basah traumatik, sindrom kebocoran kapiler, postperfusi paru, atelektasis kongestif dan insufisiensi pulmonal postraumatik. Sindrom ini tidak pernah timbul sebagai penyakit primer, tetapi sekunder akibat gangguan tubuh yang terjadi.

    Etiologi

    ARDS terjadi jika paru terkena cedera secara langsung maupun tidak langsung oleh berbagai proses. Beberapa keadaan yang paling sering menyebabkan ARDS dimuat dalam daftar pada kotak 41-4.

    Mekanisme seperti mengapa ARDS yang mempunyai penyebab bermacam-macam dapat berkembang menjadi sindrom klinis dan patofisiologis yang sama masih belum jelas diketahui. Petunjuk umum penyebab edema alveolar yang khas agaknya berupa cedera membrane kapiler alveolar yang menyebabkan kebocoran kapiler. Penyelidikan dengan mikroskop electron menunjukkan sawar udara-darah terdiri dari pneumosit tipe I (sel-sel penyokong) dan pneumosit tipe II (sumber surfaktan) bersama-sama dengan membrane basalis dari sisi alveolar; sawar tersebut bersinggungan dengan membrane basalis kapiler dan sel-sel endotel. Selain itu, alveolus memiliki sel-sel jaringan ikat yang bekerja sebagai pembantu dan pengatur volume. Membran kapiler alveolar dalam keadaan normal tidak mudah ditembus partikel-partikel. Tetapi, dengan adanya cedera maka terjadi perubahan pada permeabilitisnya, sehingga dapat dilalui cairan, sel darah merah, sel darah putih dan protein darah. Mula-mula cairan akan berkumpul pada interstisium; dan jika telah melebihi kapasitas dari interstisium, cairan akan berkumpul di dalam alveolus, sehingga mengakibatkan atelektasis kongestif. Tempat-tempat lemah tampaknya pada interdigitasi (ruang-ruang kecil selebar kira-kira 60 ) antara sel endotel kapiler yang melebar, sehingga partikel-partikel kecil dapat masuk, dan terjadi perubahan dan tekanan onkotik. Sehingga terjadinya edema paru bergantung pada gangguan

    Fahmi Fil Ardli (2013730141)

  • hubungan normal antara daya-daya Starling: tekanan hidrostatik, tekanan onkotik, dan tekanan jaringan. Di samping itu, perubahan-perubahan dalam sistem surfaktan dapat dipastikan memegan peranan penting dalam mikroatelektasis difus. Pada kenyataannya, dengan mikroskop cahaya dapat terlihat materi-materi protein yang membentuk membrane hialin yang melapisi alveolus. Gambaran patologis mirip dengan sindrom gawat napas yang terjadi pada bayi. Akibat dari edema difus dan atelektasi ini adalah pirau intrapulmonal yang nyata, yang dapat memengaruhi lebih dari 40% curah jantung.

    Faktor-faktor etiologi yang berhubungan dengan ARDS

    Mekanisme Etiologi

    Kerusakan paru akibat inhalasi

    (mekanisme tidak langsung)

    Kelainan paru akibat kebakaran,

    inhalasi gas oksigen, aspirasi asam

    lambung, tenggelam, sepsis, syok

    (apapun penyebabnya), koagulasi

    intravaskular tersebar

    (disseminatedintravascularcaagulation

    -DIC), dan pankreatitisidiopatik,

    Obat-obatan Heroin dan salisilat.

    Infeksi Virus, bakteri, jamur, dan TB paru.

    Sebab lain Emboli lemak, emboli cairan amnion,

    emboli paru trombosis, rudapaksa

    (trauma) paru. radiasi, keracunan

    oksigen, transfusi masif,

    kelainanmetabolik (uremia), bedah

    mayor.

    Paru yang terkena ARDS

  • Epideomiologi

    Institusi kesehatan nasional memperkirakan pada tahun 1942 terdapat 150 ribu kasus baru dari ARDS pertahunnya di Amerika Serikat, dengan insiden sebesar 75 kasus per 100.000/tahun. Insiden ARDS sangat sulit untuk ditentukan keakuratannya karena perubahan dari definisi, kegagalan untuk mendapatkan data yang komplit dan keragu-raguan tentang populasi yang benar. Dari beberapa kemungkinan studi Kohort yang baru-baru ini ditemukan lebih banyak peningkatan kecepatan tingkat insidensi, yaitu berubah dari 1,53,5 kasus/100.000/tahun di Pulau Kanari menjadi 4,88,3 kasus/100.000/tahun di Negara Utah. Studi lain menemukan insiden 4,5 dan 3,0 per 100.000/tahun di U. Kingdom dan di Berlin.

    Insiden ARDS ini berubah-ubah tergantung dari kriteria diagnosis yang digunakan untuk definisi yang diberikan, sebagai penyakit yang mendasari menjadi suatu faktor resiko. Perkiraan insiden ARDS di Amerika Serikat setiap tahunnya setelah dijumlahkan mendekati 150 ribu kasus baru pertahunnya. Dalam penelitian oleh Fowler dkk insiden ini bervariasi dari 2% (yaitu pada pasien post coronary arteri baypass atau pasien terbakar) menjadi 36% (yaitu pada Gastric broncho aspirasi). Dalam penelitian Kohort yang serupa, Pepe dkk menemukan bahwa insiden ARDS berkisar dari 8% (pada pasien dengan multipel fraktur) menjadi 38% (pada pasien dengan sepsis).

    Penderita yang bereaksi baik terhadap pengobatan, biasanya akan sembuh total, denganatau tanpa kelainan paru-paru jangka panjang. Pada penderita yang menjalani terapi ventilator dalam waktu yang lama, cenderung akan terbentuk jaringan parut di paru-parunya. Jaringan paruttertentu membaik beberapa bulan setelah ventilator dilepas.

    Gejala Klinis

    Gambaran primer ARDS meliputi pirau intrapulmonal yang nyata dengan hipoksemia, keregangan paru yang berkurang secara progresif, dan dispnea serta takipnea yang berat akibat hipoksemia dan bertambahnya kerja pernapasan yang disebabkan oleh penurunan keregangan paru. Kerengangan paru dan toraks yang normal secara bersamaan adalah sekitar 100 ml/cm H2O. Pada ARDS, keregangan ini dapat menurun hingga 15 sampai 20 ml/cm H2O. Kapasitas residu fungsional juga berkurang. Gambaran-gambaran ini merupakan edema alveolar dan interstisial. Akibatnya timbul paru yang kaku yang sukar berventilasi. Ciri khas dari ARDS adalah hipoksemia yang tidak dapat diatasi dengan pemberian oksigen selama bernapas spontan. Gambaran klinis lengkap dapat bermanifestasi 1 sampai 2 hari setelah cedera.

    Untuk menegakkan diagnosis ARDS sangat bergantung pada pengambilan anamnesis klinis yang tepat. Pemeriksaan laboratorium yang paling awal adalah hipoksemia; sehingga penting untuk melakukan pemeriksaan gas-gas darah arteri pada situasi klinis yang tepat. PaCO2 umumnya normal atau rendah. Pemeriksaan radiogram dada pada permulaan mungkin normal meskipun sudah terjadi hipoksemia. Kemudian, dengan tertimbunnya cairan pada alveolar dan interstisial dan meluasnya atelektasis kongestif, maka rontgen dada menunjukkan gambaran putih yang difus. Itu sebabnya nama lain dari ARDS adalah paru putih.

    Patofisiologi

    Dasar kelainan dari ARDS adalah kerusakan pada pertahanan alveolar capillary. Selain itu fakta saat ini terjadinya ARDS tidak sesederhana berasal dari edema

  • pulmonal akibat peningkatan permeabilitas microvaskular, tetapi mempunyai manifestasi yang lebih menyeluruh dari kerusakan permeabilitas.

    Peningkatan permiabilitas kapiler akan menyebabkan cairan merembes ke jaringan interstitial dan alveoli, menyebabkan edema paru, paru menjadi kaku dan kelenturan paru (complience) menurun. Kapasitas sisa fungsional juga menurun.

    Hipoksemia yang berat merupakan gejala penting sindrom gagal nafas pada orang dewasa. Penyebab utama hipoksemia pada sindrom gagal nafas ini adalah adanya pirau aliran darah paru intrapulmonal masif. Pada keadaan normal pirau intrapulmonal ini didapatkan dalam presentase yang kecil dari curah jantung total. Pada sindrom gagal nafas ini pirau tersebut meningkat hingga 25-50% dari curah jantung total dan hal ini terjadi karena adanya perfusi yang persisten pada alveoli yang kolaps/alveoli yang terisi cairan. Akibat darah yang mengalir dari arteri pulmonalis tidak dapat terpajan dengan udara dalam alveoli dan tidak terjadi pertukaran gas sehingga menyebabkan terjadi ketidakseimbangan antara ventilasi-perfusi.

    Penatalaksanaan

    Mortalitas sindrom gagal napas pada orang dewasa tinggi yaitu mencapai 50% dan tidak tergantung pada pengobatan yang diberikan. Karena itu pencegahan terhadap timbulnya ARDS sangat penting dan faktor-faktor predisposisi seperti sepsis, peneumoni aspirasi dan pengenalan diri terhadap ARDS perlu diperhatikan dengan baik. Pengobatan dalam masa laten lebih mungkin berhasil daripada sudah timbul gejala sindrom gagal nafas.

    Tujuan pengobatan adalah sama walaupun etiologinya berbeda yaitu mengembangkan alveoli secara optimal untuk mempertahankan gas darah arteri untuk oksigenasi jaringan yang adekuat, keseimbangan asam basa dan sirkulasi dari tingkat yang dapat ditoleransi sampai membran alveoli utuh kembali. Pemberian cairan harus hati-hati, terutama kalau sindroma gagal nafas disertai kelainan fungsi ginjal dan sirkulasi, sebab dengan adanya kenaikan permeabilitas kapiler paru, cairan dari sirkulasi merembes ke jaringan interstitial dan memperberat edema paru. Cairan diberikan cukup untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat (denyut jantung yang tidak cepat, ekstremitas hangat dan diuresis yang baik) tanpa menimbulkan edema atau memperberat edema paru.

    Medikamentosa : Pemberian albumin tidak terbukti efektif pada ARDS, sebab pada kelainan permeabilitas yang luas albumin akan ikut masuk ke ruang ekstravaskular.

    Secara umum obat-obat yang diberikan dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu :

    1. Obat untuk menekan proses inflamasi

    Kortikosteroid Saat ini efek steroid masih dalam penelitian dan penggunaan secara rutin tidak dianjurkan kecuali bila ada indikasi yang spesifik yang berkaitan dengan penyakit dasarnya. Steroid dapat mengurangi pembentukan kolagen dan meningkatkan penghancuran kolagen sehingga penggunaannya mungkin bermanfaat untuk mencegah fibrosis paru pada pasien yang bertahan hidup. Kortikosteroid biasanya diberikan dalam dosis besar, lebih disukai metilprednisolon 30 mg/kg berat badan secara intravena setiap 6 jam.

    Protaglandin E1 Obat ini mempunyai efek vasodilator dan antiinflamasi serta antiagregasi trombosit. Sebanyak 95% PGE1 akan dimetabolisme di paru sehingga bersifat selektif terhadap pembuluh darah paru dengan efek sistemik yang minimal. Pemberian secara aerosol dilaporkan dapat memperbaiki proses

  • ventilasi perfusi karena menyebabkan dilatasi pembuluh darah pada daerah paru yang ventilasinya masih baik. Walaupun demikian penggunaan PGE1 dalam klinis masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

    Kotekonazol Dapat menghambat sintesis tromboksan dan leukotrien dan pada sejumlah kecil kasus dapat bermanfaat untuk pencegahan pada pasien yang mengalami sepsis akibat trauma multipel.

    Anti endotoksin dan antisitokinin Antibodi terhadap endotoksin dan sitokin akhir-akhir ini sedang diteliti. Sejauh ini penggunaan secar