48
BAB I PENDAHULUAN I.1. Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan dilakukan pemetaan Geologi Foto ini adalah supaya para mahasiswa atau praktikan dapat melalukan pemetaan dengan menggunakan foto udara, yang mana kenampakan foto uadar ini lebih terlihat srtereomodel dibandingkan dengan menggunakan peta topografi, namun dalam pemetaan geologi foto ini juga tetap menggunakan peta topografi. Dalam hal ini kita harus dapat menginterpretasikan foto udara tersebut dan kemudian kita mencocokkannya dengan di lapangan. Dalam pemetaan geologi foto ini tidak hanya mengamati tentang kenampakan-kenampakan morfologi yang ada tetapi juga struktur-struktur geologi yang ada bahkan litologi yang ada pada daerah pemetaan ini sendiri. I.2. Letak dan Kesampaian daerah a. Letak Letak dari daerah pemetaan kelompok XI berada di Kecamatan Wates dan Kecamatan Pengasih daerah Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. b. Kesampaian Daerah Pemetaan Untuk mencapai daerah pemetaan mahasiswa menggunakan kendaraan berupa sepeda motor yang berjumlah tiga buah. Selain itu pada daerah 1

Laporan Pemetaan GeoFoto

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan Pemetaan GeoFoto

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dilakukan pemetaan Geologi Foto ini adalah supaya para

mahasiswa atau praktikan dapat melalukan pemetaan dengan menggunakan foto

udara, yang mana kenampakan foto uadar ini lebih terlihat srtereomodel dibandingkan

dengan menggunakan peta topografi, namun dalam pemetaan geologi foto ini juga

tetap menggunakan peta topografi. Dalam hal ini kita harus dapat menginterpretasikan

foto udara tersebut dan kemudian kita mencocokkannya dengan di lapangan. Dalam

pemetaan geologi foto ini tidak hanya mengamati tentang kenampakan-kenampakan

morfologi yang ada tetapi juga struktur-struktur geologi yang ada bahkan litologi

yang ada pada daerah pemetaan ini sendiri.

I.2. Letak dan Kesampaian daerah

a. Letak

Letak dari daerah pemetaan kelompok XI berada di Kecamatan Wates

dan Kecamatan Pengasih daerah Kabupaten Kulon Progo, Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta.

b. Kesampaian Daerah Pemetaan

Untuk mencapai daerah pemetaan mahasiswa menggunakan kendaraan

berupa sepeda motor yang berjumlah tiga buah. Selain itu pada daerah

pemetaan tertentu mahasiswa juga harus berjalan kaki karena daerah

pemetaan tidak dapat dilalui oleh kendaran yang kami gunakan namun

jarak yang ditempuh tidak telalu jauh.

I.3. Waktu

Perjalanan pemetaan ini dilakukan dalam beberapa tahap ke lapangan yang

tidak berurutan, yaitu tanggal 31 Oktober 2004 dengan menempuh 5 STA dan

lapangan lagi pada tanggal 29 November 2004 menempuh 6 STA dan ke

lapangan terakhir pada tanggal 5 Desember 2004 dengan menempuh 2 STA

1

Page 2: Laporan Pemetaan GeoFoto

I. 4. Peralatan

Dalam melakukan Pemetaan Geologi Foto ini kami menggunakan alat-alat

yang diperlukan waktu sebelum ke lapangan yaitu ketika pengamatan foto uadar di

Laboratorium, alat-alat yang dipakai adalah :

1. Alat tulis dan penggaris

2. OHP Marker

3. Transparansi

4. Selotip

5. Kalkulator

Sedangkan alat-alat yang kami gunakan ketika di lapangan antara lain :

1. Kompas Geologi

Digunakan untuk mengukur atau menentukan besar sudut kemiringan

lapisan, kelerengan, selain itu juga digunakan sebagai bantuan untuk

menentukan lokasi pengeplotan, dan juga sebagai penentu arah.

2. Palu Geologi

Digunakan untuk memecah sampel batuan yang akan diambil sebagai

sampel selain itu juga digunakan sebagai pembanding ketika membuat

sketsa maupun dalam pembanding ketika di foto menggunakan kamera.

3. Alat tulis

Untuk menulis data-data dilapangan

4. HCl

Sebagai zat penguji apakah dalam batuan yang diambil mengandung

material karbonat atau tidak.

5. Peta Topografi

Digunakan untuk menentukan lokasi pengamatan dan fungsi utama dari

peta itu sendiri

6. Plastik

Digunakan untuk tempat sanpel batuan yang diambil

7. Buku Lapangan

Digunakan untuk mencatat data-data yang diambil pada tiap-tiap stasiun

pengamatan di lapangan dan membuat sketsa ketika dilapangan

8. Kamera

Untuk mengambil gambar ketika di lapangan

2

Page 3: Laporan Pemetaan GeoFoto

I. 5. Metode Penelitian

Seluruh tahapan penelitian dibagi dalam tiga tahapan utama, yaitu :

1. Tahap persiapan

- Menyiapkan peta topografi daerah pemetaan dan foto udara daerah pemetaan

- Mempelajari peta geologi bersistem Jawa Lembar Jogjakarta 1408-2 dan

1407-5, skala 1:100.000 (Wartono Rahardjo, Sukandarrumidi, dan Rosidi)

- Mempelajari beberapa pustaka yang dapat berupa text book serta publikasi

lainnya yang berhubungan dengan daerah interpretasi.

- Menginterpretasikan foto udara daerah pemetaan sehingga dapat membuat

peta geologi, peta geomorfologi, pola penyaluran, tabel geologi dan tabel

geomorfologi dari foto udara

- Membuat Peta Tentatif sebagai data sekunder sebelum ke lapangan

2. Tahap penelitian

Setelah tahap persiapan selesai dilakukan, maka tahapan selanjutnya adalah

survei ke daerah pemetaan yang terletak di daerah Wates, kecamatan Wates dan

Kecamatan pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta

untuk mendapatkan data-data yang diperlukan sehihngga dapat dilakukan

penginterpretasian daerah pemetaan.

Pengukuran paralaks dan beda tinggi, pengukuran luas dengan menggunakan

ketiga metode pengukuran yang dilakukan di laboratorium Geo Dinamik sebagai

lampiran lapran resmi

3. Tahap penyelesaian

Tahap penyelesaian merupakan tahap terakhir yang berupa penyusunan peta

tentatif setelah mendapatkan hasil data-data di lapangan daerah Kecamatan

Wates dan Kecamatan Pengasih, kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa

Yogyakarta Peta Geologi dan laporan resmi dalam bentuk buku.

3

Page 4: Laporan Pemetaan GeoFoto

BAB II

GEOMORFOLOGI DAERAH PEMETAAN

II.1. Geomorfologi Regional daerah Pemetaan

Secara fisiografis, kabupaten Kulon Progo tergolong dalam daerah yang

relatif datar, meskipun dikelilingi pegunungan yang sebagian besar terletak pada

wilayah utara, secara rinci luas wilayah Kulon Progo adalah sebagai berikut: 17,58 %

berada pada ketinggian < 7 m di atas permukaan laut, 15,20 % berada pada ketinggian

8 - 25 m di atas permukaan laut, 22,85 % berada pada ketinggian 26 - 100 m di atas

permukaan laut, 33,00 % berada pada ketinggian 101 - 500 m di atas permukaan laut

dan 11,37 % berada pada ketinggian > 500 m di atas permukaan laut. Jika dilihat dari

kemiringannya, 58,81 % dari seluruh wilayahnya memiliki kemiringannya < 15° ,

18,73 % kemiringannya antara 16° - 40° dan 22,46 % kemiringannya > 40° (

www.kulonprogo.go.id )

Daerah Kulon Progo ini dahulu berbentuk kubah atau dome yang disebabkan

oleh tenaga tektonik yang besar, terjadi sangat lama dan merupakan suatu

pengangkatan ( uplift ). Pada bagian atas kubah masih terdapar peneplain yang lama

disebut sebagai Plato Djonggrangan, begitu pula dengan lereng bagian selatan masih

terdapat breksi volkanik yang membentuk sabuk melingkar. Bagian utara pegunungan

Kulon Progo dipotong oleh sebuah gawir dan merupakan suatu peralihan antara zona

selatan dan zona tengah yang pada dasarnya merupakan pegunungan Karang Bolong

berupa tebing terjal yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Sedangkan

pada bagian selatan berbatasan dengan Idjo Pass yang berhubungan dengan

pegunungan yang terletak pada zona tengah. Bagian timur Kulon Progo juga dibatasi

oleh dataran pantai Samudera Hindia dan bagian barat laut berhubungan dengan

Pegunungan serayu selatan.

Menurut relief dan topografinya, daerah Kulon Progo dibagi menjadi tiga

satuan morfologi yang meliputi:

1. Sataun perbukitan berelief terjal

2. Satuan perbukitan berelief sedang

3. Satuan dataran rendah

Perkembangan satuan pegunungan Kulon Progo tidak dipengaruhi oleh kegiatan

volkanik dari gunung merapi. Menurut Van Bemmelen ( 1949 ), morfologi Kulon

4

Page 5: Laporan Pemetaan GeoFoto

Progo bagian tepi terdiri dari batuan beku andesit dan breksi vulkanik, serta sebagian

tertutup batugamping berumur Eosen.

Daerah Kulon Progo dan sekitarnya menurut Van Bemmelen ( 1949 ) dibagi

menjadi lima satuan geomorfologi, yaitu :

1. Satuan Pegunungan Kulon Progo

Penyebarannya memanjang dari selatan ke utara dan menempati bagian barat

Daerah Istimewa Yogyakarta. Ketinggiannya antara 100 – 1200 meter diatas

permukaan laut dengan kemiringan lereng antara 15o – 60o

Pemanfaatan lahan didaerah ini digunakan sebagai perkebunan, sawah,

pemukiman dan terdapat waduk

2. Satuan Perbukitan

Satuan ini memiliki penyebaran satuan yang sempit, satuan ini terpotong

oleh sungai Progo yang memisahkan wilayah Kabupaten Kulon Progo

dengan Kabupaten Bantul.

Satuan ini meliputi daerah kecamatan Pengasih dan Sentolo.

Daerah satuan ini relatif bergelombang dengan ketinggian antara 50 – 500

meter diatas permukaan laut dengan kemiringan lereng antara 13o – 17o.

3. Satuan Teras Progo

Satuan ini terletak di sebelah utara satuan perbukitan Sentolo dan sebelah

timur satuan pegunungan Kulon Progo yang meliputi Nanggulan dan

Kalibawang dan terutama diwilayah tepi Kulon Progo.

Daerah ini telah mengalami pengangkatan yang intensif yang diperlihatkan

oleh adanya teras-teras.

4. Satuan Dataran Alluvial

Satuan ini penyebarannya memanjang dari barat sampai timur meliputi

Kecamatan Temon, Wates, Panjatan, Galur dan Sebagian kecamatan Lendah

yang merupakan dataran rendah dengan kemiringan lereng yang relatif

landai. Pemanfaatan lahan sebagian besar digunakan untuk persawahan dan

pemukiman.

5. Satuan Dataran Pantai

Satuan dataran pantai ini masih dibagi lagi menjadi dua subsatuan yang

terdiri dari :

5

Page 6: Laporan Pemetaan GeoFoto

a. Subsatuan Gumuk Pasir

Penyebarannya memanjang di sepanjang pantai selatan Yogyakarta

yang meliputi Pantai Glagah dan Pantai Congot dengan sungai yang

bermuara di Pantai Selatan adalah Sungai Serang dan Sungai Progo.

Gumuk pasir ini terbentuk di sepanjang pantai akibat adanya aktivitas

angin yang mengendapkan material-material berukuran pasir yang

dibawa oleh sungai-sungai yang bermuara di pantai.

b. Subsatuan Dataran Alluvial Pantai

Terletak disebelah utara subsatuan gumuk pasir yang tersusun oleh

material-material berukuran pasir halus yang berasal dari subsatuan

gumuk pasir oleh kegiatan angin. Pada daerah ini dijumpai sebagian

gumuk pasir yang digunakan untuk persawahan dan pemukiman.

II.2. Geomorfologi Interpretasi Foto Udara

Dalam pengamatan geomorfolofi dengan menggunakan foto udara maka

dapat diinterpretasikan bahwa daerah pemetaan yaitu Kecamatan Wates dan

Kecamatan Pengasih mempunyai 3 satuan morfologi yaitu bentang alam struktural,

bentang alam fluvial dan bentang alam alluvial.

Bentang alam struktural ini terletak di bagian barat laut foto udara dan peta

topografi. Morfologi struktural ini mempunyai ketinggian dari 200 meter sampai

dengan 1400 meter setelah diukur dengan metode paralaks dan beda tinggi.

Bentang alam fluvial terdapat pada pinggiran sungai dengan jarak tindak

lebih dari 10 meter dari pinggiran sungai. Bentang alam ini meliputi adanya bar

deposit ( Chanel bar dan point bar ), selain itu juga terdapat adanya teras sungai, serta

adanya meander. Meander yang kami interpretasikan dengan menggunakan foto udara

terdapat pada alirang sungai serang baik pada hulu maupun pada hilir sungai.

Bentang alam alluvial merupakan suatu dataran rendah yang merupakan

dataran rendah yang ada di kecamatan Pengasih dan Wates. Dilihat dengan

menggunakan foto udara, dataran alluvial ini dikelilingi oleh suatu perbukitan

struktural yang berada di barat laut, tenggara dan timur laut. Sebelah barat laut

dibatasi dengan morfologi struktural yang berlitologi napal pasiran, breksi andeist dan

andesit, sedangkan pada bagian tenggara dan timur laut di batasi dengan perbukitan

struktural berelief rendah yang berlitologi batugamping dan napal pasiran.

6

Page 7: Laporan Pemetaan GeoFoto

II.3. Geomorfologi Setelah dilapangan

Geomorfologi di daerah pemetaan dapat dibagi menjadi menjadi bebera

satuan morfologi, yaitu :

A. Satuan Bentang Alam Struktural

1. Satuan Perbukitan Berlereng Terjal

Satuan geomorfologi pada daerah ini berupa perbukitan dengan morfogenesis

struktural pada satuan ini juga terdapat proses geologi berupa proses eksogenik

yaitu berupa erosi. Pada satuan ini ditemukan singkapan berupa singkapan tubuh

andesit. Bedasarkan data di lapangan bahwa singkapan Andesit ini dapat

diinterpretasikan bahwa memiliki dua kemungkinan asal yaitu berasal dari

aktifitas gunung api yang dulu terdapat di Kulon Progo yang kini telah

terdenudasi. Kegiatan vulkanisme dari Gunung Menoreh, Gunung Gajah, dan

Gunung Ijo yang berupa letusan dan dikeluarkannya material-material

piroklastik dengan ukuran dari kecil hingga blok, yang berdiameter lebih dari 2

meter. Kemudian material ini dikenal dengan formasi Andesit Tua karena

material vulkanik itu bersifat andesitik, dan terbentuk sebagai lava andesit dan

tuf andesit.

Foto 1Foto yang menunjukkan perbukitan berelief terjal

Kamera menghadap ke Barat Daya

Potensi geologi negatif yang terdapat pada daerah ini adalah berupa gerakan

massa seperti tanah longsor karena terletak pada perbukitan berlereng terjal

selain itu adanya gerakan massa. Potensi yang bersifat positif dari daerah ini

adalah untuk daerah perkebunan karena dilihat dari litologi yang merupakan

7

Page 8: Laporan Pemetaan GeoFoto

andesit yang telah mengalami pelapukan yang lebih lanjut dan tata guna lahan

daerah ini sebagian besar oleh masyarakat sekitar dimanfaatkan sebagai daerah

perkebunan karena daerah ini memiliki kondisi yang subur. Selain itu daerah ini

juga dimanfaatkan sebagi daerah pemukiman penduduk

2. Satuan Perbukitan Berlereng Curam Struktural-Denudasional

Satuan perbukitan berlereng curam sedang struktural-denudasional pada daerah

yang dipetakan terletak di bagian tenggara, timur, timur laut, serta barat laut

peta. Satuan ini memiliki pelamparan sebesar 34,4% dengan kelerengan 5,7º

sampai 12º sehingga menurut klasifikasi Verstappen dan Zuidam (1969) daerah

ini tergolong berlereng landai sampai curam sedang. (lihat foto 2)

Foto 2Kenampakan perbukitan berlereng Curam Sedang Struktural-Denudasional

Kamera menghadap ke Timur

Pola penyaluran yang berkembang pada daerah ini antara lain subdendritik,

subparalel-dendritik, subparalel, dan trellis.

Subdendritik

Pola penyaluran ini berkembang di daerah timur laut peta, yaitu di daerah

Kalipetir,

Subparalel

Pola penyaluran ini berkembang di daerah pada baratlaut peta, yaitu di

daerah Dobangsan. Pola penyaluran ini terbentuk pada daerah yang

8

Page 9: Laporan Pemetaan GeoFoto

memiliki kelerengan menengah atau terkontrol oleh bentuklahan yang

subparalel.

3. Satuan Geomorfologi Berelief landai

Satuan geomorfologi ini tergolong dalam Formasi Sentolo yang diperkirkan

berumur Miosen bawah sampai Pleistosen. Batuan penyusun daerah ini

umumnya tergolong dalam batuan karbonat, yaitu batugamping, batunapal

pasiran, batupasir napalan, dan batugamping berfosil. Adanya batuan-batuan

tersebut mengindikasikan bahwa daerah ini dulu merupakan dasar laut dangkal

yang kemudian terangkat oleh tenaga endogenik hingga membentuk tinggian

seperti sekarang ini. Kelerengan yang tidak terlalu curam disebabkan litologinya

yang mudah mengalami proses-proses denudasional, yaitu pelapukan kimiawi

dan erosi.

Satuan geomorfologi pada daerah ini berupa perbukitan dengan morfogenesis

struktural. Pada satuan ini terdapat proses geologi yang tampak yaitu berupa

proses eksogenik berupa pengangkatan. Sumber daya geologi yang ada berupa

tambang mangan dimana mangan tersebut telah berasosiasi dengan batugamping

dan pada daerah Selotanggung, mangan ini berasosiasi dengan batunapal.

Secara umum daerah ini memiliki potensi tata guna lahan sebagai tambang

rakyat, karena daerah ini memiliki litologi berupa batugamping berlapis dan ada

beberapa tempat yang batugamping-nya telah mengalami pergantian oleh unsur-

unsur logam dimana unsur logam tersebut didominasi oleh unsur mangaan.

Foto 3Foto yang menunjukkan satuan geomorfologi berelief landai

Kamera menghadap ke Timur

9

Page 10: Laporan Pemetaan GeoFoto

B. Satuan Dataran Alluvial

Satuan dataran alluvial dari daerah yang dipetakan memiliki pelamparan sebesar

54,5%, dengan relief yang halus, dan kelerengan 0º-0,59º. Sehingga menurut

klasifikasi Verstappen dan Zuidam (1969) daerah ini tergolong datar.(lihat Foto 4)

Foto 4Kenampakan satuan Dataran Alluvial yang digunakan sebagai lahan pertanian

Kamera menghadap ke Selatan

Pada satuan dataran aluvial ini tidak dijumpai adanya pola penyaluran. Hal ini

disebabkan pada daerah yang relatif datar tidak berkembang suatu pola

penyaluran. Satuan dataran aluvial ini mempunyai relief halus yang datar, yang

merupakan hasil deposisi material dari perbukitan di sekitarnya. Sehingga pada

daerah ini hampir tidak ada kontrol struktur yang membentuk dataran aluvial ini.

C. Satuan Fluvial

Satuan dataran fluvial dari daerah yang dipetakan, terletak di sekitar Kali

Serang. Satuan ini memilik pelamparan sebesar 11,1% dengan relief halus, dan

kelerengan 0º-0,59º, sehingga menurut klasifikasi Verstappen dan Zuidam

(1969) daerah ini tergolong datar.

Satuan dataran fluvial ini mempunyai relief yang datar, yang merupakan hasil

pengangkutan material-material yang dibawa oleh Kali Serang. Material tersebut

tersebut kemudian mengendap karena energi pengangkutan yang dimiliki Kali

Serang telah berkurang. Endapan-endapan tersebut kemudian membentuk bar

10

Page 11: Laporan Pemetaan GeoFoto

deposit yaitu point bar jika endapan tersebut berada di tepi sungai ddan

channel bar jika material tersebut diendapkan di tengah sungai. Kenampakan

fluvial lainnya yang terkait dengan energi sedimentasi dari sungai ini misalnya

kenampakan braided stream yang terbentuk pada bagian hilir sungai yang

memiliki slope hampir datar sampai datar. Sungai teranyam juga terbentuk

karena erosi yang berlebihan pada bagian hulu sungai sehingga terjadi

pengendapan pada bagian alurnya dan membentuk endapan gosong tengah,

dikarenakan banyak terdapat endapan gosong tengah maka seolah-olah

alirannya memberikan kesan teranyam. Di daerah ini juga terdapat dataran

banjir dan teras-teras sungai. Dataran banjir adalah dataran yang masih dapat

dicapai oleh air sungai, jika dataran tersebut tidak dapat dicapai oleh aliran

sungai, maka akan terbentuk teras sungai. Teras sungai pada Kali Serang ada

yang berpasangan (lihat Foto 5), namun ada juga yang berbentuk teras tunggal.

Di Kali Serang diperkirakan terdapat struktur berupa sesar yang mengakibatkan

sungai tersebut mengalami pembelokan. Namun secara umum daerah ini

terbentuk bukan karena adanya struktur, tapi lebih disebabkan pengendapan atau

sedimentasi material-material yang dibawa oleh Kali Serang.

Foto 5Kenampakan bentang alam fluvial (point bar) di Sungai Serang

Kamera menghadap ke Selatan

Pada satuan dataran fluvial ini relatif datar tidak berkembang suatu pola

penyaluran. Pada daerah ini hanya terdapat sungai yang berstadia dewasa

yaitu Kali Serang, yang dicirikan bentuk lembahnya yang relatif U karena

11

Page 12: Laporan Pemetaan GeoFoto

erosi lateralnya lebih dominan dibandingakan erosi vertikal, adanya dataran

banjir, teras sungai, serta bar deposit.

Daerah aliran kali Kokap

Daerah ini memiliki morfologi berupa sungai dengan tipe aliran sungai

ini adalah perrenial karena berair sepanjang tahun. Secara umum daerah

aliran sungai Kokap merupakan sungai yang terkontrol oleh kekar.

Sungai ini pada aliran terdapat material sedimen yang berupa breksi

andesit yang kemungkinan berasal dari gunung api yang berada pada

pegunungan Kulon Progo yang kini telah terdenudasi kemungkinan yang

lain adalah berasal dari hasil letusan gunung api merapi tua.

Daerah aliran sungai Nagung

Daerah ini bermorfologi berupa sungai dengan stadia dewasa dengan tipe

aliran sungai ini adalah perenial karena berair sepanjang tahun. Pada

stasiun pengamatan 7 kami mengamati sungai ini terdapat tanggul alam

dan juga terdapat dataran banjir, selain itu kami juga menemukan adanya

point bar dan channel bar pada sungai walaupun tidak dalam ukuran dan

jumlah yang begitu besar.

Litologi endapan yang terdapat pada daerah aliran sungai ini berupa

material karbonat. Yang kemungkinan endapan tersebut berasal dari

proses transportasi material yang berupa batugamping berlapis.

Batugamping ini berasal dari perbukitan berelief landai yang memang

berlitologi batugamping berlapis.

Daerah aliran sungai Serang

Daerah ini bermorfologi berupa sungai berstadia dewasa karena dalam

pengamatan dilapangan menemukan daerah pinggiran sungai berupa

dataran banjir dan juga terdapat suatu meander bahkan juga ditemukan

point bar dan channel bar dengan tipe aliran sungai ini adalah perenial

karena berair sepanjang tahun.

Pada aliran sungai serang bagian bawah secara tiba-tiba membelok.

Kami interpretasikan adanya kekar yang menyebabkan terjadinya

pembelokkan sungai itu. Litologi dari endapan yang terdapat pada

daerah aliran sungai ini berupa material karbonat. Material ini

kemungkinan berasal dari proses transportasi material yang berupa

12

Page 13: Laporan Pemetaan GeoFoto

batugamping berlapis. Batugamping ini berasal dari perbukitan berelief

landai yang berlitologi batugamping berlapis.

BAB III

STRATIGRAFI DAERAH PEMETAAN

III.1. Stratigrafi Regional Kulon Progo

Dalam statigrafi regional mengenai daerah pemetaan, dibahas umur batuan

berdasarkan batuan penyusunnya, untuk itu perlu diketahui sistem umur yang

ditentukan batuan penyusun tersebut. Sistem tersebut antara lain:

1. Sistem Eosen

Batuan penyusun yang menyusun sistem ini adalah batupasir, lempung,

napal, napal pasiran, batugamping, serta banyak kandungan fosil foraminifera maupun

moluska. Sistem Eosen dikenal dengan Nanggulan Group. Tipe dari sistem ini

misalnya di desa Kalisongo, Nanggulan Kabupaten Kulon Progo yang secara

keseluruhan ketebalannya mencapai 300 m. Tipe ini dibagi lagi menjadi empat yaitu

Yogyakarta beds, Discocyclyna beds, Axiena beds, dan Napal globigerina, yang

masing-masing tersusun oleh batupasir, napal, napal pasiran, lignit dan lempung.

Disebelah timur Nanggulan group ini berkembang fasies gamping yang kemudian

dikenal sebagai gamping Eosen yang mengandung fosil foraminifera, coelenterata,

dan moluska.

2. Sistem Oligosen – Miosen

Pada sistem Oligosen Miosen terjadi kegiatan vulkanisme yang memuncak

dari Gunung Menoreh, Gunung Gajah, dan Gunung Ijo yang berupa letusan dan

dikeluarkannya material-material piroklastik dengan ukuran dari kecil hingga blok,

yang berdiameter lebih dari 2 meter. Kemudian material ini dikenal dengan formasi

Andesit Tua karena material vulkanik itu bersifat andesitik, dan terbentuk sebagai

lava andesit dan tuf andesit. Sedang pada sistem Eosen, diendapkan pada lingkungan

laut dekat pantai yang kemudian mengalami pengangkatan dan perlipatan dilanjutkan

13

Page 14: Laporan Pemetaan GeoFoto

dengan penyusunan laut. Bila dari hal tersebut maka sistem Oligosen – Miosen

dengan formasi andesit tuanya terletak tidak selaras dengan sistem Eosen yang ada

dibawahnya. Diperkirakan ketebalan formasi ini sekitar 600 meter. Formasi andesit

tua ini membentuk daerah perbukitan dengan puncak-puncak yang runcing.

3. Sistem Miosen

Setelah pengendapan formasi andesit tua mengalami penggenangan oleh air

laut atau penurunan sehingga formasi ini ditutupi oleh formasi yang lebih muda secara

tidak selaras. fase pengendapan ini berkembang dengan batuan penyusunnya berupa

batugamping reef, napal, tuff breksi, batupasir, batugamping globigerina, dan lignit

yang kemudian disebut dengan formasi Djonggrangan, selain itu juga berkembang

formasi Sontolo yang formasinya terdiri dari batugamping, napal, dan batugamping

konglomeratan. Formasi Sentolo sering dijumpai berada di atas formasi Jonggrangan.

Formasi Jonggrangan dan formasi Sentolo sama-sama banyak mengandung fosil

foraminifera kecil yang menunjukan umur Burdigalian-Pliosen. Formasi-formasi

tersebut mempunyai persebaran yang luas dan pada umumnya membentuk daerah

perbukitan dengan puncak yang relatif bulat. Di akhir kala Pleiosen daerah ini

mengalami pengangkatan dan pada kuarter terbentuk endapan fluviatil dan vulkanik

dimana pembentukan tersebut berlangsung terus-menerus hingga sekarang yang

letaknya tidak selaras diatas formasi yang terbentuk sebelumnya.

Menurut Van Bemmelen ( 1949 ), dijelaskan bahwa stratigrafi rangkaian

pegunungan Kulon Progo dimulai dari yang tertua sampai yang termuda yaitu sebagai

berikut:

1. Formasi Nanggulan

Formasi ini terdiri dari batupasir dengan sisipan lignit, napal pasiran,

batulempung dengan konkresi lignit, sisipan napal dan batugamping, batupasir

dan tuff, kaya akan forraminifera dan moluska. Lingkungan pengendapannya

berupa litoral pada fase gunung laut.

Menurut Winggoprawiro ( 1973 ) dan Purwaningsih ( 1974 ) bagian bawah

formasi Nanggulan tersusun terutama oleh endapan laut dangkal, batupasir

serpih berselingan dengan napal dan lignit. Bagian atas tercirikan oleh batuan

yang bersifat napalan yang menunjukkan endapan laut yang lebih dalam dengan

fasies beritik. Berdasarkan atas studi forraminifera, Plankton formasi Nanggulan

14

Page 15: Laporan Pemetaan GeoFoto

ini mempunyai kisaran umur antara Eosen tengah sampai Oligosen atas

( Hartono, 1969 ).

Formasi ini terbagi menjadi 3 anggota yang lebih kecil lagi :

a. Axine Beds

Merupakan formasi yang terletak paling bawah dari formasi lainnya dengan

ketebalan lapisan 40 meter. Formasi ini terdiri dari batupasir dan

batulempung dengan sisipan lignit. Lapisan ini termasuk kedalam fasies

litoral dan banyak mengandung fosil Pelecypoda.

b. Yogyakarta Beds

Merupakan bagian yang terletak pada bagian atas dari formasi Axinea Beds,

ketebalan dari lapisan ini sekitar 60 meter. Lapisan ini terdiri dari

batulempung dan batupasir yang kaya dengan fosil Forraminifera besar dan

Gastropoda.

c. Discocylina beds

Formasi ini merupakan formasi yang berada di paling atas yang diendapkan

secara selaras diatas formasi Axinea Beds dan Yogyakarta Beds. Formasi ini

terdiri dari napal yang terinterklasi dengan batugamping dan batu tufan

vulkanik yang kemudian disusul oleh batupasi arkose. Fosil yang khas

adalah Discoclyna dengan ketebalan lapisan sekitar 200 meter.

2. Formasi Andesit Tua

Terdiri dari dari breksi andesit, tuff, tuff lapilli, aglomerat, dan sisipan lairan

lava nadesit. Lavanya terutama terdiri dari andesit hipersten dan andesit augit-

hornblende. Nama andesit tua telah dipakai berulang kali sejak diperkenalkan

dalam kepustakaan pada tahun 1896 dan dipakai untuk nama didaerah ini

( Marks, 1957:114 )

Kepingan Tuff Napalan yang merupakan hasil dari rombakan dari lapisan yang

lebih tua dijumpai di kaki Gunung Mudjil di dekat bagian bawah formasi ini.

Fosil Plankton pada kepingan ini dikenali oleh Purwaningsih ( 1974:12 ) berupa

Globigerina ciperoensis – BOLLI, Globigerina yugaensis – WEINZIERL dan

APPLIN, dan Globigerina praebulloides BLOW menunjukkan umur Oligosen

atas.

Formasi andesit tua ini merupakan formasi yang diendapkan tidak selaras diatas

formasi Naggulan dan berumur Oligosen sampai Miosen. Ketebalannya kira-

kira 660 meter.

15

Page 16: Laporan Pemetaan GeoFoto

3. Formasi Djonggrangan

Formasi ini terdiri dari batugamping berlapis, batugamping koral, konglomerat,

napal tuffaan. Bagian bawah terdiri dari konglomerat yang ditindih oleh napal

tuff dan batupasir gampingan dengan sisipan lignit. Batuan ini ke arah atas

berubah menjadi batugamping berlapis dan batu gamping berkoral.

Batugamping membentuk bukit berbentuk kerucut di sekitar desa Jonggrangan.

Formasi ini diendapkan secara tidak selaras di atas formasi Andesit Tua dan

Berumur Miosen bawah sampai Miosen tengah. Dijelaskan pula bahwa ada

perbedaan dalam hal lingkungan pengendapannya antara formasi Djonggrangan

dengan formasi Sentolo. Formasi ini dianggap berumur Miosen bawah, dan di

bagain bawah berjari-jemari dengan batuan bawah dengan ketebalan formasi

sentolo ( Pringgiprawiro, 1968: 7 ). Ketebalannya kira-kira 250 meter.

Lingkungan pengendapan pada formasi Sentolo adalah neritik.

4. Formasi Sentolo

Terdiri dari batugamping dan batupasir napalan. Bagian bawah formasi ini

terdiri dari konglomerat alas yang ditumpuki oleh napal tuff dengan sisipan tuff

kaca. Batuan ini ke arah atas berangsur-angsur menjadi batugamping berlapis

yang kaya foraminifera.

Beberapa Spesies yang khas seperti Globigerinatella insueta CUSHMAN dan

STAINFORTH, Globigerinoides sicanus DESTEFANI, Globorotella

peripheroronda BLOW dan BANNER dan Hastigerina praesiphonifera BLOW

ditemukan pada bagian bawah formasi ini oleh Darwein Kadar ( 1975 ) yang

mengambil kesimpulan setelah melakukan penelitian terhadap fosil foraminifera

bahwa formasi ini berkisar antara awal Miosen sampai Pleiosen ( zona N 7

sampai zona N 21 ), dimana ketebalnnya kira-kira 950 meter.

Harsono ( 1968 ) menjelaskan, bahwa formasi ini terdiri dari napal,

batugamping yang menunjukkna fase neritik, dengan ketebalan mencapai 250

meter. Formasi ini berumur Miosen bawah sampai Pleiosen.

5. Endapan Alluvial dan Fluvial

Endapan ini berumur paling muda dan terbentuk pada zaman kuarter, dimana

proses-proses pembentukannya masih berlangsung sampai sekarang yang

letaknya tidak selaras di atas formasi sebelumnya. Litologinya terdiri dari

lempung, pasir, kerikil, dan kerakal yang bercampur menjadi batu.

Umur Formasi / grup Litologi

16

Page 17: Laporan Pemetaan GeoFoto

KuarterFluviatil

endapan vulkanik

Bongkah, kerakal, pasir, tuff, dan

romabakan dari formasi yang lebih

tua

Pleiosen

Sentolo

Batu gamping, napal, lenda

lensavitric tuff, batu paisr

konglomeratan

Jonggrangan

Batu gamping reef, batu gamping

globerina, napal, tuff breksi batu

pasir, lignit

Aquitanian “Old Andesite” Lava andesuit, tuff breksi

Eosen atas

Napal globerina

Discocyclina

Djogjakartae

Axinea

Napal

batu pasir, napal, pasiran napal dan

lempung

batu pasir, napal, lignit

Tabel 1 : Stratigrafi Regional Daerah kulon Progo

III.2. Stratigrafi hasil interpretasi foto udara

Startigrafi yang dapat kami interpretasikan dengan menggunakan foto udara

adalah bahwa daerah pemetaan kami yaitu daerah Kecamatan Wates dan Kecamatan

Pengasih mempunyai 3 satuan litologi, yaitu litologi pada dataran alluvial, litologi

napal pasiran dan batugamping yang termasuk dalam formasi Sentolo, litologi breksi

andesit yang termasuk dalam formasi Djonggrangan, dan paling tua adalah berlitologi

Andesit yang termasuk dalam formasi Andesit Tua.

Pada formasi paling tua mempunyai litologi berupa batuan beku andesit

karena terbentuk dari hasil aktifitas gunung api yang dulu terdapat di Kulon Progo

yang kini telah terdenudasi. Formasi ini terdapar pada morfologi struktural berelief

terjal.

Formasi selanjutnya adalah formasi Djonggrangan yang berlitologi breksi

andesit. Formasi ini terletak juga pada morfologi struktural berelief terjal. Litologi

pada formasi ini juga diperkirakan terbentuk dari hasil aktifitas gunug berapi.

Formasi Sentolo mempunyai litologi berupa pasir napalan dan batugamping.

Pada foto udara terlihat ciri-ciri dari suatu bentukan dari bentang alam karst tetapi

17

Page 18: Laporan Pemetaan GeoFoto

setelah kami lihat pada peta topografi ternyata bentukan dari bentang alam karst

belum terlihat sepenuhnya dengan kata lain formasi sentolo yang terdapat pada daerah

pemetaan kami ini belum termasuk dalam bentang alam karst walaupun dalam

interpretasi foto udara terlihat sep[erti bentang alam karst.

Dataran alluvial mempunyai litologi berupa alluvium yang berasal dari hasil

erosi dari pegunungan struktural yang berlitologi breksi andesit, andesit dan juga

batugamping serta napal pasiran. Jadi dimungkinkan litologi pada dataran alluvial ini

berupa pasir, lempung, kerikil sampai material-material karbonat yang dibawa oleh

sungai serang yang melalui formasi Sentolo.

III.3. Stratigrafi daerah pemetaan

Stratigrafi pada daerah pemetaan ini meliputi beberapa satuan litologi atau

beberapa formasi antara lain Formasi Andesit Tua yang berada pada morfologi

struktural yang berada diatas formasi Djonggrangan, sedangkan formasi

Djonggrangan ini sendiri berada pada daerah morfologi struktural juga dengan litologi

berupa breksi andesit. Formasi lainnya adalah formasi Sentolo yang berlitologi berupa

batugamping dan pada dataran rendah mempunyai litologi berupa endapan alluvial.

1. Formasi Andesit Tua

Formasi ini mempunyai litologi berupa batuan beku yaitu batu Andesit.

Berdasarkan data dilapangan bahwa singkapan Andesit ini dapat

diinterpretasikan bahwa memiliki dua kemungkinan asal yaitu berasal dari

aktifitas gunung api yang dulu terdapat di Kulon Progo yang kini telah

terdenudasi.

Pada singkapan pada STA 8 menunjukkan adanya struktur yang memotong,

sedangkan sebuah hasil dari aktifitas gunung api maka harusnya struktur yang

tampak adalah struktur yang menyebar namun dalam singkapan ini struktur

yang tampak adalah struktur yang saling memotong. Kemungkinan lain dari

singkapan ini adalah berdasarkan adanya struktur yang saling memotong dan

berdasarkan komposisi struktur yang ada maka dalam singkapan ini bukanlah

suatu hasil dari proses sedimentasi. namun struktur tersebut memiliki komposisi

andesit sehingga kemungkinan yang ada pada singkapan tersebut adalah berasal

dari hasil ledakan gunung api yang merupakan batuan beku volkanik atau bisa

saja merupakan hasil dari intrusi gunung api.

Jika dilihat dari strukturnya kemungkinan besar bahwa singkapan itu berasal

dari letusan gunung api dan dari mekanisme yang ada dikatakan bahwa struktur

18

Page 19: Laporan Pemetaan GeoFoto

yang diakibatkan oleh aktifitas volkanik tidak akan menghasilkan struktur yang

saling memotong tetapi saling menyebar ke segala arah. Kemungkinan yang lain

yang dapat di analisis adalah adanya struktur yang tampak merupakan dari

intrusi karena jika dilihat dari struktur yang saling memotong tadi kemungkinan

yang terbesar adalah hasil dari intrusi baik dari intrusi dangkal maupun intrusi

menengah. Perkiraan intrusi yang bisa terjadi di sini adalah bisa berupa sill atau

dike yang saling berulang sehingga membentuk struktur yang saling memotong.

Daerah ini meliputi Kokap, Gunung Kendil, Gunung Jati Sawit, dan Sermo

Wetan.

Foto 6Kenampakan saling memotong dan diperkirakan adalah sill atau dike

Kamera menghadap ke Utara

19

Page 20: Laporan Pemetaan GeoFoto

Foto 7Foto yang menunjukkan pelapukan Membola

Kamera menghadap ke UtaraPada STA 7 yang berada di Gunung Kendil, menunjukkan adanya kontak antara

Breksi Andesit dengan Andesit yang mana kontak antar batuan ini diperkirakan

adalah suatu patahan atau sesar. Pada singkapan ini juga terdapat singkapan

yang menunjukkan bahwa batuan di singkapan ini telah mengalami pelapukan

dan pelapukan yang terdapat di singkapan ini adalah pelapukan jenis pelapukan

membola.

Foto 8Kontak antara Andesit dengan Breksi Andesit pada STA 7

Kamera menghadap ke Utara

2. Formasi Djonggrangan

Formasi ini berlitologi berupa breksi andesit. Litologi dari breksi andesit ini

sendiri dimungkinkan terbentuk seperti cara pembentukan andesit pada formasi

Andesit Tua yang juga merupakan hasil dari aktifitas gunung api yang dulu

terdapat di Kulon Progo yang telah terdenudasi. Singkapan Breksi Andesit pada

STA 6 ini mempunyai fragmen dengan ukuran dari kerakal sampai brangkal

dengan matriks berukuran pasir sampai kerikil.

Daerah formasi ini antara lain seperti Gunung Kukusan, Gunung Rebab,

Kedungtangkil, Kalisepat.

20

Page 21: Laporan Pemetaan GeoFoto

Foto 9Breksi Andesit pada Formasi Djonggrangan

Bagian Runcing Palu geologi menghadap ke Utara

3. Formasi Sentolo

Formasi ini mempunyai litologi berupa batugamping dan batupasir napalan.

Dari cara terjadinya formasi sentolo ini dulu merupakan dasar laut yang

kemudian mengalami pengangkatan, hal ini ditunjukkan dengan litologi batuan

yang karbonat.

Pada daerah Gunung Gempal dan Kalinongkop yang merupakan STA 1 dan

STA2 mempunyai litologi batupasir napalan, dengan arah bidang perlapisan

pada STA 1 N 80o E/9o.

21

Page 22: Laporan Pemetaan GeoFoto

Foto 10Bidang Perlapisan pada STA 1Kamera menghadap ke Selatan

Pada STA 3 yaitu di Dusun Kersan menemukan adanya singkapan yang berupa

napal yang termasuk dalam formasi Sentolo dan singkapan ini termasuk dalam

satuan geomorfologi struktural berelief sedang. Arah bidang bidang perlapisan

pada singkapan ini adalah N 265o E/15o.

Foto 11Foto singkapan pada STA 3

Bagian Runcing Palu Geologi menghadap ke Utara

Foto 12Foto Singkapan pada STA 4 kontak antara batugamping berlapis dengan batunapal

yang mana batunapal tersebut terkena pemasukan unsur logam yaitu ManganKamera menghadap ke Tenggara

22

Page 23: Laporan Pemetaan GeoFoto

Sedangkan pada STA 4 yaitu di Dusun Selotanggung kami menemukan adanya

singkapan Batunapal yang juga telah menjadi tambang rakyat. Singkapan ini

juga merupakan kontak antara batugamping berlapis dengan batunapal yang

merupakan kontak tidakselaras yang berupa pararel unconformity, hal ini

dikarenakan antara batunapal dengan lapisan batugamping yang berada

diatasnya memiliki perlapisan yang sama dengan arah perlapisan batuan N 270o

E/9o. Pada singkapan ini batunapal terkena proses penggantian dan pemasukan

unsur logam, dimana unsur logam tersebut adalah Mangan.

Pada STA 8 terdapat suatu sumber daya geologi yaitu adanya tambang Mangan

yang mana duku diusahakan secara besar-besaran namun sekarang sudah tidak

diusahan kembali karena dinilai tidak ekonomis.

Foto 13Singkapan batugamping berlapis pada STA 8

Kamera menghadap ke Barat

23

Page 24: Laporan Pemetaan GeoFoto

Foto 14Bekas Tambang Mangan

Kamera menghadap ke UtaraPda STA 9 di dususn Kalipetir dan pada STA 10 di dusun Kembang mempunyai

litologi berupa napal pasiran. Litologi pada kedua STA ini masih merupakan

kelompok dari Formasi Sentolo yang mempunyai Litologi Batugamping dan

Napal Pasiran. Arah kedudukan bidang lapisan pada STA 10 adalah N 130o

E/13o.

Foto 15Singkapan Napal Pasiran pada STA 10

Kamera menghadap ke Utara

Pada STA 11 yaitu di daerah dusun Pantjaran terdapat singkapan yang sama

dengan STA 10 yaitu Napal pasiran dengan arah kedudukan lapisan N 245o

E/10o.

Foto 16Singkapan Napal Pasiran pada STA 11

Arah runcing Palu Geologi menghadap ke Utara

24

Page 25: Laporan Pemetaan GeoFoto

Pada STA 12 di dusun Plugon juga mempunyai litologi yang sama yaitu napal

pasiran yang juga merupakan dari formasi sentolo. Arah kedudukan perlapisan

batuan N 260o E/19o

Foto 17Singkapan Napal Pasiran pada STA 12

Arah runcing pada palu geologi ke arah Utara

Sedangkan pada STA 13 yang terdapat di Gunung Dandang mempunyai litologi

batugamping pada singkapan ini juga terdapat batugamping yang telah menjadi

mineral kalsit. Singkapan ini juga digunakan sebagai tambang rakyat.

Foto 18Singkapan Batugamping (a) dan juga mineral Kalsit (b) pada STA 13

Bagian runcing palu geologi menunjukkan arah utara

25

Page 26: Laporan Pemetaan GeoFoto

4. Endapan Alluvial

Endapan Alluvial yang terdapat pada dataran rendah di Kecamatan Pengasih dan

Kecamatan Wates adalah berumur paling muda dan terbentuk pada zaman

kuarter, dimana proses-proses pembentukannya masih berlangsung sampai

sekarang yang letaknya tidak selaras di atas formasi sebelumnya. Litologinya

terdiri dari lempung, pasir, kerikil, dan kerakal yang bercampur menjadi batu.

Daerah yang merupakan endapan Alluvial contohnya Wates, Pengasih, Tambak,

Djelok dan Pendem.

Endapan Alluvial ini kebanyakan digunakan sebagai lahan pertanian seperti

sawah dan juga digunakan untuk pemukiman.

Foto 19Foto Endapan Alluvial di Dusun Tambak yang digunakan sebagai

Lahan pertanian yaitu sawahKamera menghadap ke Selatan

26

Page 27: Laporan Pemetaan GeoFoto

BAB IV

STRUKTUR GEOLOGI

IV.1. Struktur Geologi Reginal

Menurut Van Bemmelen ( 1949 ), secara keseluruhan daerah Kulon Progo

mempunyai bentuk kubah yang lonjong yang lebih dikenal dengan nama “Oblong

Dome” dengan diameter berukuran 32 km yang mengarah NNE – SSW, dan

berukuran 20 km yang mengarah ESW – WNW. Sebelah timur dibatasi oleh lembah

Progo, sebelah barat laut berhubungan dengan Pegunungan Serayu Selatan dan di

sebelah utara berbatasan dengan Pegunungan menoreh dan Dataran Magelang. Di

bagian selatan kubah tersebut tertutup oleh batugamping, napal, tuffan yang berlapis

ke arah selatan dan tenggara dengan beberapa bagian telah berupa bentuk antiklin dan

sinklin yang terpatahkan.kumpulan litologi terakhir ini disebut denan formasi Sentolo.

Disamping itu juga ada gerakan tanah terutama di daerah pelamparan

formasi Nanggulan di mana gerakannya masih berlangsung sampai sekarang dan

mudah diamati gejala-gejala yang ada di lapangan. Karena strukturnya yang berupa

dome, maka batuan yang tersingkap memiliki kemiringan yang relatif kecil karena

adanya pengangkatan setelah terjadi pengendapan batuan dibawahnya. Kubah ini

terjadi setelah jaman Miosen, hal ini dapat dilihat dari tidak ditemukannya perlapisan

yang berumur Pliosen-Plestosen.

Berdasarkan hasil interpretasi foto udara maka struktur geologi yang ada di

daerah Sungai Progo dan sekitarnya adalah berupa kelurusan. Kelurusan yang

dijumpai di daerah ini berupa gawir yang memanjang, adanya belokan Sungai Progo,

adanya puncak bukit yang memanjang yang dapat berupa sesar. Namun adanya

pembelokan aliran sungai yang terdapat di Kulon Progo tersebut sulit dibuktikan

sebagai sesar.

Secara regional, Jawa merupakan bagian tepi lempeng Benua Eurasia yang

merupakan tepi benua aktif. Penunjaman lempeng India-Australia terhadap lempeng

Benua Eurasia selama kapur akhir-Oligosen menghasilakan zona penunjaman berarah

barat-timur di Jawa Tengah bagian selatan (Daly et al., 1978; Hamilton, 1979;

Hamilton 1989,. Rangin et al., 1990; Sukendar, 1974 dalam Sujanto dan Roskamil,

1975)

27

Page 28: Laporan Pemetaan GeoFoto

Pegunungan Kulonprogo memliki tiga inti kubah yang terdiri atas tiga

gunung api tua dengan komposisi andesit, yaitu Gunung Gajah yang berada di tengah,

Gunung Ijo yang berada di bagian sekatan Gunung Menoreh yang berada di bagian

utara. Kompleks pegunungan ini mengarah ke utara dan timur dibatasi oleh dataran

pantai di Jawa Tengah, di barat laut berhubungan dengan pegunungan Serayu selatan.

Pada pegunungan Kulonprogo telah terjadi dua fase pengangkatan. Pengangkatan

pertama terjadi pada akhir aktivitas Gunung Menoreh, pada kala Oligosen-Miosen

sehingga membentuk struktur lembah. Fase kedua terjadi pada kala Pleistosen, yaitu

pada saat pegunungan ini terangkat kembali dan mengakibatkan terbentuknya sesar-

sesar yang berpola radier.

Struktur geologi regional disekitar pegunungan Kulonprogo berupa sesar

dan lipatan (Wartono Rahardjo et al., 1995). Berikut ini adalah penjelasan masing-

masing struktur:

1. Sesar

Sesar yang terbentuk di sekitar pegunungan Kulonprogo dapat

dibedakan menjadi dua yaitu, sesar turun dan sesar geser. Dimana

kedua sesar ini dapat diketahui dengan kenampakan dimensinya

dilapangan sebagai berikut:

a.Sesar turun.

Sesar turun yang dapat dijumpai dibagian barat-barat laut

pegunungan Kulonprogo dengan panjang sekitar 11 km.

b. Sesar geser

Sesar geser yang dapat dijumpai adalah sesar geser mendatar ke

arah kanan. Sesar geser ini berada di sebelah barat laut Pegunungan

Kulonprogo, dengan panjang sekitar 11 km.

2. Lipatan

Lipatan yang terbentuk adalah sinklin dan antiklin. Secara umum

formasi tertua yang terlipat adalah formasi Nanggulan, di selatan

Gunung Jonggol, sedangkan formasi termuda yang terlipat adalah

formasi Sentolo.

28

Page 29: Laporan Pemetaan GeoFoto

IV.2. Struktur Geologi hasil Intrerpretasi Foto Udara

Struktur geologi yang terlihat pada foto udara yaitu adanya kelurusan-

kelurusan pada daerah bermorfologi struktural dan diperkirakan adalah suatu sesar

atau patahan maupun adanya kekar. Patahan-patahan yang tampak pada morfologi

struktural situnjukkan oleh adanya lereng-lereng terjal. Sedangkan pada daerah

berlitologi batugamping maupun napal pasiran diperkirakan adanya kekar-kekar yang

tidak dapat terlihat oleh foto udara.

Struktur geologi lainnya pada morfologi fluvial terlihat jelas pada kelurusan-

kelurusan pada Sungai Serang dan Sungai-sungai yang ada pada morfologi struktural.

Struktur geologi juga nampak jelas pada batas antara formasi Djonggrangan dengan

Formasi Sentolo pada bagian tengah foto udara, terlihat jelas terpisahkan oleh adanya

patahan sehingga merupakan batas kontak batuan.

IV.3. Struktur Geologi Setelah lapangan

Kontrol Struktur paling banyak dijumpai terdapat pada daerah dengan

morfologi struktural yaitu kontrol sesar, sedangkan pada daerah berlitologi

batugamping dan batupasir napalan banyak ditemukan adanya kekar-kekar.

1. Struktur Geologi pada morfologi struktural

Banyak dijumpai adanya sesar yang ditunjukkan adanya triangle facet dan igir-

igir. Kelurusan-kelurusan yang terjadi adalah pada daerah Gunung Kukusan, Kali

Biru yang ditunjukkan dengan adanya sungai yang terbentuk dari adanya kontrol

struktur patahan ini, Struktur Geologi lainnya juga terlihat di daerah Sermo yang

terlihat adanya struktur sesar yang memanjang sehingga membentuk suatu sungai,

bahkan sesar ini melewati bendungan yang ada di Waduk Sermo, sesar ini

dimungkinkan adalah Dip Slip Fault yang memperlihatkan adanya perpindahan yang

relatif yaitu Up ( naik ) dan Down ( turun ). Kali Pantaran yang terdapat di lereng

Gunung Malaban juga terlihat jelas dari peta topografi maupun foto udara terbentuk

dari adanya suatu patahan atau sesar. Selain itu juga terdapat di lereng Gunung Bibis

terdapat sesar yang memanjang dari lereng Gunug Bibis sampai Wonokembang.

Patahan juga terlihat jelas pada peta topografi dan foto udara yaitu batas antara

formasi Djonggrangan dengan Formasi Sentolo yaitu sesar yang memisahkan Gunung

Dandang yang berlitologi batugamping dengan dusun Blubuk yang belitologi breksi

andesit. Kali Gede dan Kali Ngrantjang juga terbentuk dari adanya struktur sesar.

29

Page 30: Laporan Pemetaan GeoFoto

Kali Serang juga memisahkan formasi sentolo yang berlitologi batupasir napalan

dengan batugamping. Ditunjuukan pada Gunung Gamping dipisahkan dari Dusun

Djaten yang berlitologi batupasi napalan, Gunung Cangkir yang berlitologi batupasi

napalan tersesarkan dengan Gunung Dandang yang mana sesar ini juga membentuk

sungai yaitu Sungai Serang.

Patahan juga terdapat di selatan dusun Pucanggading dan memanjang sampai

dusun Kebonrejo. Struktur geologi di daerah ini adalah Dip Slip Fault yang

memperlihatkan adanya perpindahan yang relatif yaitu Up ( naik ) dan Down ( turun )

dan bergeser ke kiri, pergeseran ini kearah utara – selatan. Sesar-sesar yang sama juga

terdapat di lereng Gunung Jeruk memanjang sampai dusun Bletok dengan arah

pergeseran tenggara – barat laut; dan juga terdapat pada lereng Gunung Roto sampai

Dusun Ngulakan dengan arah pergeseran tenggara – barat laut.

Foto 20Foto yang menunjukkan adanya sesar yang ada di Waduk Sermo

Kamera menghadap ke Barat Laut

Struktur Geologi juga terdapat pada perbukitan berelief landai dibagian tenggara

kota Wates. Struktur geologi di perbukitan ini adalah adanya Struktur lipatan yang

berarag tenggara – barat laut. Sayap sinklin berada di sebelah barat laut dan antiklin

berada di bagian barat daya. Sayap sinklin berada pada STA 1 dengan kedudukan

bidang perlapisan N 80o E/ 9o dan sayap sinklin yang berlawanan kami temukan pada

30

Page 31: Laporan Pemetaan GeoFoto

STA 2 yaitu di dusun Gotakan dengan kedudukan perlapisan batuan N 260o E/ 11o

sedangkan sayap antiklin paling tenggara dengan kedudukan perlapisan batuan N 75o

E/ 8o.

2. Struktur Geologi pada daerah Fluvial

Pada satuan ini seperti yang telah dijelaskan bahwa kontrol struktur yang

dijumpai berupa sesar yang hanya mengontrol pembelokan Kali Serang. Sedang

kontrol struktur yang mempengaruhi bentuk morfologi satuan ini tidak ada. Dengan

demikian, secara keseluruhan dapat dikatakan tidak ada kontrol struktur yang

mempengaruhi pembentukan satuan dataran fluvial ini.

Kelurusan juga terlihat di cabang hulu sungai Serang di sebelah barat dusun

Paingan. Pada peta topografi jelas sekali bahwa kelurusan ini memanjang dari hulu

sungai pada Formasi Andesit Tua dan melewati Formasi Djonggrangan dan Formasi

Sentolo dan dimungkinkan kelurusan ini disebabkan oleh adanya kekar.

3. Struktur Geologi pada Dataran Alluvial

Pada dataran alluvial ini tidak begitu jelas adanya struktur geologi baik sesar,

kekar maupun sesar namun dimungkinkan bahwa dataran rendah Kecamatan Pengasih

dan Kecamatan Wates terbentuk dari adanya Graben, yaitu daerah yang terangkat

adalah daerah morfologi struktural yang terdapat di barat kota wates dan pengasih dan

daerah di timur kota Pengasih dan Kota Wates, sehingga kota Wates dan Kota

Pengasig adalah daerah yang dikelilingi oleh pengangkatan seperti halnya graben

Yogyakarta.

Gambar 1Peta Geologi Regional daerah Pemetaan dan sekitarnya

31

Page 32: Laporan Pemetaan GeoFoto

DAFTAR PUSTAKA

http://www.kulonprogo.go.id

Priantoro, Agus, 1997, Karya Referat dengan judul Genesa Deposit Mangan

Daerah Kliripan dan sekitarnya Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon

Progo Daerah Istimewa Yogyakarta, jurusan Teknik Geologi Fakultas

Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, tidak dipublikasikan

Soetoto, 2001, Geologi, Laboratorium Geodinamik Jurusan Teknik Geologi

Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Staff Asisten Geomorfologi, 2001, Panduan Praktikum Geomorfologi Edisi

VI, Laboratorium Geodinamik Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sudarmawan, 1998, Karya Referat dengan judul “Pemetaan Geologi Daerah

Jawa Tengah dan DI Yogyakarta Berdasarkan Interpretasi Citra

Landsat Thematic Mapper”, Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. tidak dipublikasikan.

Van Bemmelen, R.W., 1970, The Geology of Indonesia, vol 1A, General

Geology of Indonesia and Adjacent Archipelagoes, 2nd ed., Martinus

Nijhoff, The Haque

32