34
LAPORAN PENDAHULUAN DENGUE HAEMORHAGIC FEVER (DHF) OLEH : NI KADEK DIYANTINI (1102105023) PSIK A 2011 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

LAPORAN PENDAHULUAN DHF

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (betina) (Hastuti, 2012).

Citation preview

Page 1: LAPORAN PENDAHULUAN DHF

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGUE HAEMORHAGIC FEVER (DHF)

OLEH :

NI KADEK DIYANTINI (1102105023)

PSIK A 2011

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

Page 2: LAPORAN PENDAHULUAN DHF

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi

Dengue Haemorhagic Fever (DHF)/Demam Berdarah Dengue adalah

suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong

arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk

Aedes aegypti yang betina (Mansjoer, 1999).

Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit menular yang

disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk

Aedes aegypti (betina) (Hastuti, 2012).

2. Epidemiologi

Virus dengue pertama kali ditemukan di Filipina pada tahun 1953 dan

selanjutnya menyebar ke berbagai Negara, terutama di daerah perkotaan

yang berpenduduk padat seperti di Amerika Selatan, Karibia, Asia

Tenggara, dan India, yang diperkirakan 2,5 miliar orang atau hampir 40

persen populasi dunia tinggal di daerah endemis yang memungkinkan

terinfeksi virus dengue melalui gigitan nyamuk setempat. Di Indonesia,

penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Surabaya dengan

jumlah penderita 58 orang dengan kematian 24 orang (41,3%). Setelah itu,

setiap tahunnya selalu terjadi KLB di beberapa provinsi, yang terbesar

terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan jumlah penderita 79.480 orang dengan

kematian sebanyak 800 orang lebih. Pada tahun-tahun berikutnya jumlah

kasus terus naik tapi jumlah kematian turun secara bermakna

dibandingkan tahun 2004. Misalnya jumlah kasus tahun 2008 sebanyak

137.469 orang dengan kematian 1.187 orang atau case fatality rate (CFR)

0,86% serta kasus tahun 2009 sebanyak 154.855 orang dengan kematian

1.384 orang atau CFR 0,89% (Candra, 2010).

3. Etiologi

Penyebab DHF adalah Arbovirus (Arthropodborn Virus) dari famili

Flaviviridae dan genus Flavivirus, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk

Page 3: LAPORAN PENDAHULUAN DHF

Aedes (Aedes albopictus dan Aedes aegepty). Virus ini mempunyai empat

serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4, yang

masing-masing akan menimbulkan gejala yang berbeda-beda jika

menyerang manusia. Serotipe yang menyebabkan infeksi paling berat di

Indonesia adalah DEN-3 (Mansjoer, 1999).

Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna dengan

siklus hidup berupa telur, larva, pupa dan nyamuk dewasa. Nyamuk betina

meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individu yang terpisah

satu dengan yang lain, dan menempel pada dinding tempat

perindukkannya, dengan jumlah rata-rata sebanyak seratus butir telur.

Telur menetas dalam satu sampai dua hari menjadi larva. Terdapat empat

tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar. Perkembangan

dari instar I ke instar IV memerlukan waktu sekitar lima hari. Setelah

mencapai instar IV, larva berubah menjadi pupa di mana larva memasuki

masa dorman. Pupa bertahan selama dua hari sebelum akhirnya menjadi

nyamuk dewasa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa

membutuhkan waktu tujuh hingga delapan hari, namun bisa lebih lama

bila kondisi lingkungan tidak mendukung (Hastuti, 2012; Candra, 2010).

4. Patofisiologi

Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk

Aedes aegypty yang mengakibatkan toksin masuk ke peredaraan darah dan

menyebar ke sel-sel dalam tubuh sehingga terjadi infeksi dengue. Pertama-

tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita

mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh

tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), dan hal lain

yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening,

pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali).

Virus kemudian akan bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks

virus-antibodi yang akan mengaktivasi sistem komplemen. Akibat aktivasi

C3 dan C5, akan dilepas C3a dan C5a yang berfungsi untuk melepaskan

Page 4: LAPORAN PENDAHULUAN DHF

histamine yang merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya

permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah sehingga akan terjadi

perembesan plasma ke ruang ekstra seluler (Mansjoer, 1999).

Perembesan plasma ke ruang ekstra seluler mengakibatkan

berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan

hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi

(peningkatan hematokrit>20 %) menunjukkan atau menggambarkan

adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi

penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Terjadinya

trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor

koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab

terjadinya perdarahan hebat, terutama perdarahan saluran gastrointestinal

pada DHF (Mansjoer, 1999).

5. Klasifikasi

Penyakit DBD dibagi/diklasifikasikan menurut berat ringannya penyakit

(Hastuti, 2012), meliputi:

Derajat I

Disebut derajat I apabila terdapat tanda-tanda demam disertai gejala-

gejala lain, seperti: mual, muntah, sakit pada ulu hati, pusing, nyeri otot,

dan lain-lain, tanpa adanya perdarahan spontan dan bila dilakukan uji

ttourniquet menunjukkan hasil positif (+) terdapat bintik-bintik merah.

Selain itu, pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan tanda-tanda

hemokonsentrasi dan trombositopenea.

Derajat II

Disebut derajat II apabila terdapat tanda-tanda dan gejala seperti yang

terdapat pada DBD derajat I disertai adanya perdarahan spontan pada

kulit ataupun tempat lain (gusi, mimisan, dan lain-lain).

Derajat III

Disebut derajat III apabila telah terdapat tanda-tanda shock, yaitu dari

pengukuran nadi didapatkan hasil cepat dan lemah; tekanan darah

Page 5: LAPORAN PENDAHULUAN DHF

menurun; penderita gelisah; dan tampak kebiru-biruan pada sekitar

mulut, hidung, dan ujung-ujung jari.

Derajat IV

Disebut derajat IV apabila penderita telah jatuh pada keadaan shock,

penderita kehilangan kesadaran dengan nadi tak teraba dan tekanan

darah tidak terukur. Kondisi seperti ini disebut DSS (Dengue Shock

Syndrome). Penderita berada dalam keadaan kritis dan memerlukan

perawatan yang intensif di ruang ICU.

6. Gejala Klinis

Terdapat beberapa tanda gejala yang khas terjadi pada DHF (WHO,

2004; Sudoyo dan Setiyohadi, 2006; Hastuti, 2012), meliputi:

a. Demam

Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2–7 hari

kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan

dengan berlangsung demam, gejala–gejala klinik yang tidak spesifik

misalnya anoreksia, nyeri punggung, nyeri tulang dan persediaan, nyeri

kepala dan rasa lemah dapat menyertai.

b. Perdarahan

Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dari demam dan umumnya

terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tourniquet yang positif, mudah

terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia, ekimosis,

epistaksis, perdarahan gusi dan purpura, perdarahan ringan hingga

sedang pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan

haematemesis, serta biasanya didahului dengan nyeri perut yang hebat.

Perdarahan disini terjadi akibat berkurangnya trombosit

(trombositopeni).

c. Syok

Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakit, yang

disebabkan oleh perdarahan dan kebocoran plasma di intravaskuler

akibat kapiler yang rusak. Tanda-tanda syok meliputi:

Page 6: LAPORAN PENDAHULUAN DHF

Kulit dingin, lembab terutama pada ujung hidung, jari tangan dan

kaki

Gelisah dan sianosis disekitar mulut

Nadi cepat, lemah, sampai tidak teraba

Tekanan darah menurun (tekanan sistolik≤80 mmHg, diastolik≤20

mmHg)

d. Gejala lain, seperti anoreksia, mual muntah, sakit perut, diare atau

konstipasi serta kejang, hingga penurunan kesadaran.

7. Pemeriksaan Fisik

Pada kasus DHF, hasil pemeriksaan fisik sering menunjukkan gejala

demam yang terjadi secara mendadak berlangsung selama 2–7 hari, yang

dapat diserta dengan anoreksia, nyeri punggung, nyeri tulang dan

persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah. Selain itu mudah ditemukan

tanda-tanda perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia, ekimosis,

epistaksis, perdarahan gusi dan purpura, serta perdarahan ringan hingga

sedang pada saluran cerna bagian atas sehingga menyebabkan

haematemesis, dengan biasanya didahului dengan nyeri perut hebat. bila

terjadi syok, hasil pemeriksaan fisik akan menunjukkan tanda gejala

berupa kulit dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari tangan

dan kaki, gelisah dan sianosis disekitar mulut, nadi cepat, lemah, sampai

tidak teraba, serta tekanan darah menurun (tekanan sistolik≤80 mmHg,

diastolik≤20 mmHg).

8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dilakukan terutama untuk mendeteksi

perubahan hematologis. Parameter laboratorium yang dapat diperiksa

(WHO, 1986; Price and Wilson, 2005; Shepherd, 2013) antara lain:

Leukosit

Page 7: LAPORAN PENDAHULUAN DHF

Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis

relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru

(>15% dari jumlah total leukosit) yang pada fase syok meningkat.

Trombosit

Umumnya terdapat trombositopenia (jumlah trombosit<100.000/μl)

pada hari ke 3-8.

Hematokrit

Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan

hematokrit≥20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-

3 demam.

Hemostasis

Dilakukan pemeriksaan prothrombin time (PT), partial thromboplastin

time (aPTT), thrombin time (TT) atau fibrinogen pada keadaan yang

dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

Page 8: LAPORAN PENDAHULUAN DHF

Protein/albumin

Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma. Nilai normal

albumin adalah 3-5,5 g/dl, nilai normal protein total adalah 5-8 g/dl.

SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase)

SGOT/SGPT dapat meningkat. Nilai normal alanin aminotransferase

adalah 0-40 IU/l.

Elektrolit

Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan. Jumlah kalium

normal serum adalah 3,5-5,2 mEq/l, sedangkan natrium 135-145 mEq/l.

Golongan darah dan cross match

Bila akan diberikan transfusi darah dan komponen darah.

Imunoserologi

Pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue. IgM terdeteksi mulai hari

ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari.

IgG pada infeksi primer mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi

sekunder IgG mulai terdeteksi pada hari ke-2.

Pemeriksaan Radiologis

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan.

Tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat

dijumpai pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula

dideteksi dengan pemeriksaan USG (WHO, 1986; Price and Wilson, 2005;

Shepherd, 2013).

Page 9: LAPORAN PENDAHULUAN DHF

9. Kriteria Diagnosis

Berdasarkan kriteria WHO (1986), DHF ditegakkan bila:

a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.

b. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:

Uji bending positif

Petekie , ekimosis, ataupurpura

Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan dari tempat

lain).

Hematemesis atau melena

c. Trombositopenia (jumlah trombosit< 100.000/µl)

d. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)

sebagai berikut:

Peningkatan hematocrit>20% dibandingkan standar sesuai umur dan

jenis kelamin.

Penurunan hematocrit>20% setelah mendapat terapi cairan,

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau

hipoproteinemia.

10. Penatalaksanaan

Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis.

Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat

kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah

bilamana diperlukan. Proses kebocoran plasma dan terjadinya

trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak

demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan

berkurang dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular.

Terapi cairan pada kondisi tersebut secara bertahap dikurangi. Selain

pemantauan untuk menilai apakah pemberian cairan sudah cukup atau

kurang, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya kelebihan cairan

Page 10: LAPORAN PENDAHULUAN DHF

serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masif perlu selalu

diwaspadai. Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi

cairan khususnya pada penatalaksanaan demam berdarah dengue yaitu

jenis cairan dan jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikan (WHO,

2004).

a. Jenis Cairan

Kristaloid (ringer laktat, ringer asetat, cairan salin)

Koloid (Dextran 40 dan plasma)

WHO menganjurkan terapi kristaloid sebagai cairan standar pada terapi

DBD karena dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih mudah

didapat dan lebih murah.

b. Jumlah cairan

Jumlah cairan yang diberikan sangat bergantung dari banyaknya

kebocoran plasma yang terjadi serta seberapa jauh proses tersebut

masih akan berlangsung. Pada kondisi DBD derajat 1 dan 2, cairan

diberikan untuk kebutuhan rumatan (maintenance) dan untuk

mengganti cairan akibat kebocoran plasma. Secara praktis, kebutuhan

rumatan pada pasien dewasa dengan berat badan 50 kg, adalah

sebanyak kurang lebih 2000 ml/24 jam; sedangkan pada kebocoran

plasma yang terjadi sebanyak 2,5-5% dari berat badan, adalah sebanyak

1500-3000 ml/24 jam. Jadi secara rata-rata kebutuhan cairan pada DBD

dengan hemodinamik yang stabil adalah antara 3000-5000 ml/24 jam.

Namun demikian, pemantauan kadar hematokrit perlu dilakukan untuk

menilai apakah hemokonsentrasi masih berlangsung dan apakah jumlah

cairan awal yang diberikan sudah cukup atau masih perlu ditambah.

Pemantauan lain yang perlu dilakukan adalah kondisi klinis pasien,

stabilitas hemodinamik serta diuresis.

Pada DBD dengan kondisi hemodinamik tidak stabil (derajat 3 dan

4) cairan diberikan secara bolus atau tetesan cepat antara 6-10 mg/kg

berat badan, dan setelah hemodinamik stabil secara bertahap kecepatan

cairan dikurangi hingga kondisi benar-benar stabil. Pada kondisi di

Page 11: LAPORAN PENDAHULUAN DHF

mana terapi cairan telah diberikan secara adekuat, namun kondisi

hemodinamik belum stabil, pemeriksaan kadar hemoglobin dan

hematokrit perlu dilakukan untuk menilai kemungkinan terjadinya

perdarahan internal.

Selain itu, terdapat protocol penatalaksanaan DBD menurut (Directorate of

National Vector Borne Diseases Control Programme, 2008). meliputi:

a. Protokol 1 (penanganan tersangka/probable DBD dewasa tanpa syok)

Protokol 1 ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan

pertolongan pertama pada penderita DBD atau diduga DBD di instalasi

Gawat Darurat, serta juga dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan

indikasi rawat. Seseorang yang tersangka menderita BDB bila:

Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000–150.000,

pasien dapat dipulangkan dengan anjuran control atau berobat jalan

ke poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya (dilakukan

pemeriksaan HB, Ht lekosit dan trombosit tiap 24 jam) atau bila

keadaan penderita memburuk segera kembali ke Unit Gawat Darurat

Hb,Ht normal tetapi trombosit<100.000 dianjurkan untuk dirawat

Hb,Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan

untuk dirawat

b. Protokol 2 (pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa diruang

rawat)

Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif

dan tanpa syok maka diruang rawat diberikan cairan kristaloid dengan

jumlah volume cairan kristaloid perhari yang diperlukan, sesuai rumus

20 x (BB dalam kg-20)

c. Protokol 3 (penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht>20%)

Peningkatan Ht>20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami

kekurangan volume cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal

pemberian cairan adalah dengan memberikan cairan kristaloid sebanyak

6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian

Page 12: LAPORAN PENDAHULUAN DHF

cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda

hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil, produksi

urin meningkat maka jumlah cairan dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam.

Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik maka pemberian cairan

dapat dihentikan 24-48 jam kemudian.

d. Protokol 4 (penatalaksanaan perdarahan spontan perdarahan spontan

pada DBD dewasa)

Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa

ditandai dengan adanya perdarahan hidung/epistaksis yang tidak tidak

terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung, perdarahan saluran

cerna (hematemesis dan melena atau hemostaskesia), perdarahan

saluran kencing (hematuria), perdarahan otak atau perdarahan atau

perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5

ml/kgBB/jam. Pada keadaan ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan

tetap seperti keadaan DBD tanpa syok lainnya, serta pemeriksaan

tekanan darah, nadi, pernapasan, dan jumlah urin dilakukan sesering

mungkin dengan pemeriksaan Hb,Ht dan thrombosis sebaiknya diulang

setiap 4-6 jam.

e. Protocol 5 (tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa)

Pada sindrom syok dengue (SSD), hal pertama yang harus diingat

adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan sehingga penggantian

cairan intravascular yang hilang harus segera dilakukan. Angka

kematian sindrom syok dengue 10 kali lipat dibandingkan dengan

penderita DBD tanpa renjatan dan renjatan dapat terjadi karena

keterlambatan penderita DBD mendapat pertolongan,penatalaksanaan

yang tidak tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-

tanda renjatan dini, dan penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat.

Page 13: LAPORAN PENDAHULUAN DHF

DAFTAR PUSTAKA

Aquilino, M.L., et al. (2004). Nursing Outcomes Classification (NOC), Fourt

Edition. Missouri: Mosby Elsevier.

Candra, Aryu. (2010). Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan

Faktor Risiko Penularan. Semarang: UNDIP.

Directorate of National Vector Borne Diseases Control Programme. (2008).

Guidelines for Clinical Management of Dengue Fever, Dengue

Haemorrhagic Fever and Dengue Shock Syndrome. (online), diakses

melalui http://nvbdcp.gov.in/doc/clinical%20guidelines.pdf, pada tanggal 13

Juli 2015.

Hastuti, Oktri. (2012). Demam Berdarah Dengue. Yogyakarta: Kanisius. (online),

diakses melalui

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16366/2/Chapter%20II.pdf,

pada tanggal 12 juli 2015.

Mansjoer, Arif. (1999). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga. Jakarta: Media

Aesculapius.

McCloskey, J.C. (2004). Nursing Interventions Classification (NIC), Fourth

Edition. Missouri: Mosby Elsevier.

Nanda International. Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2015-

2017, Tenth Edition. Oxford: Wiley Blackwell.

Price and Wilson. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,

Vol. 1, Ed. 6. Jakarta: EGC..

Shepherd, Suzanne Moore. (2013). Dengue. (online), diakses melalui

http://emedicine.medscape.com/article/215840-workup#showall, pada

tanggal 12 Juli 2015.

Sudoyo, A. W., dan Setiyohadi, B. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid

II, Ed. 4. Jakarta: FKUI.

WHO. (1986). Demam Berdarah Dengue Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan,

dan Pengendalian. Jakarta: EGC.

Page 14: LAPORAN PENDAHULUAN DHF

WHO. (2004). Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah

Dengue. Jakarta: EGC.

Page 15: LAPORAN PENDAHULUAN DHF

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian secara umum yang dapat dilakukan pada pasien adalah

meliputi:

1) Identitas, meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,

pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,

serta diagnosa medis.

2) Keluhan utama:

Biasanya keluhan utama klien adalah adanya demam lebih dari tiga hari

disertai dengan kelemahan dan tanda-tanda perdarahan pada kulit

seperti petekie dan mimisan.

3) Riwayat penyakit sekarang

Biasanya klien tampak lemah dan mengeluh lemas, dan sesak. Selain itu

disertai juga dengan demam dan menggigil, anoreksia, nyeri tulang dan

persediaan, dan nyeri kepala.

4) Hasil pemeriksaan fisik

Pada kasus DHF, hasil pemeriksaan fisik sering menunjukkan gejala

demam yang terjadi secara mendadak berlangsung selama 2–7 hari,

yang dapat diserta dengan anoreksia, nyeri punggung, nyeri tulang dan

persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah. Selain itu mudah ditemukan

tanda-tanda perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia, ekimosis,

epistaksis, perdarahan gusi dan purpura, serta perdarahan ringan hingga

sedang pada saluran cerna bagian atas sehingga menyebabkan

haematemesis, dengan biasanya didahului dengan nyeri perut hebat. bila

terjadi syok, hasil pemeriksaan fisik akan menunjukkan tanda gejala

berupa kulit dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari tangan

dan kaki, gelisah dan sianosis disekitar mulut, nadi cepat, lemah,

sampai tidak teraba, serta tekanan darah menurun (tekanan sistolik≤80

mmHg, diastolik≤20 mmHg).

5) Hasil pemeriksaan penunjang

Page 16: LAPORAN PENDAHULUAN DHF

Dari hasil pemeriksaan darah akan didapatkan adanya penurunan

trombosit <100.000 g/ml (trombositopenia), penurunan atau

peningkatan leukosit, peningkatan hematokrit≥20% dari hematokrit

awal, dan hipoproteinemia.

Dari hasil pemeriksaan radiologi akan didapatkan gambaran adanya

efusi pleura, pada hemitoraks kanan atau pada kedua hemitoraks,

dari hasil foto polos dada. Selain itu, asites dan efusi pleura dapat

pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.

2. Diagnosis Keperawatan yang Mungkin Muncul

Pada kasus DHF, terdapat beberapa masalah keperawatan yang

mungkin muncul (pathway terlampir), yaitu:

a. Hipertermi b/d infeksi penyakit t/d kulit teraba panas, kulit tampak

kemerahan, takikardia, takipnea, hipotensi

b. Resiko syok b/d hipovolemia

c. PK perdarahan

d. Nyeri akut b/d agens cedera biologis t/d melaporkan nyeri secara

verbal, mengekspresikan perilaku (menangis), perubahan nafsu makan,

perubahan status TTV

e. Mual b/d distensi lambung t/d mual, peningkatan saliva

f. Keletihan b/d status penyakit t/d peningkatan keluhan fisik,

ketidakmampuan melakukan aktivitas seperti biasa, lesu

Page 17: LAPORAN PENDAHULUAN DHF

3. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa

Keperawatan

Rencana Tujuan dan

Kriteria Hasil

Rencana Intervensi Rasional

Hipertermi b/d

infeksi penyakit

t/d kulit teraba

panas, kulit

tampak

kemerahan,

takikardia,

takipnea,

hipotensi

Setelah diberikan asuhan

keperawatan selama …x 24

jam, terjadi penurunan suhu

tubuh dan tidak ada tanda-

tanda syok, dengan kriteria

hasil:

NOC Label:

Thermoregulation

1. Menggigil berkurang

2. Nyeri otot berkurang

3. Penurunan suhu kulit

4. Perubahan warna kulit

NOC Label: Vital Signs

1. Suhu tubuh dalam batas

normal (36-37,50C)

NIC Label: Temperature

Regulation

1. Monitor temperatur setiap 2

jam sekali dengan tepat.

2. Monitor tekanan darah, nadi

dan frekuensi pernafasan

secara tepat.

3. Monitor perubahan warna

kulit

4. Monitor dan laporkan tanda

dan gejala hipotermia dan

hipertermia.

5. Tingkatkan intake cairan dan

nutrisi yang adekuat.

1. Memonitor temperatur setiap 2 jam

sekali dengan tepat.

2. Memonitor tekanan darah, nadi dan

frekuensi pernafasan secara tepat.

3. Memonitor warna kulit

4. Memonitor dan laporkan tanda dan

gejala hipotermia dan hipertermia.

5. Meningkatkan intake cairan dan nutrisi

yang adekuat.

Page 18: LAPORAN PENDAHULUAN DHF

2. Frekuensi nadi dalam

batas normal

3. Tekanan darah dalam

batas normal

4. Frekuensi dan irama

nafas normal

NOC Label: Hydration

1. Turgor kulit baik

2. Membram mukosa

lembab

3. Hematocrit dalam batas

normal

4. Output urine normal

5. Fungsi kognitif baik

NIC Label: Fever Treatment

1. Anjurkan klien untuk

menggunakan selimut atau

pakaian yang menyerap

keringat

2. Berikan kompres hangat

3. Kolaborasi pemberian obat

antipiretik sesuai kebutuhan

NIC Label: Fluid management

1. Monitor kulit dan membrane

mukosa

2. Monitor hasil laboratorium

(hematocrit, trombosit dan

elektrolit)

3. Berikan cairan IV

4. Pertahankan intake cairan

per oral

1. Menganjurkan klien untuk

menggunakan selimut atau pakaian

yang menyerap keringat

2. Memberikan kompres hangat

3. Kolaborasi pemberian obat antipiretik

sesuai kebutuhan

1. Mengetahui status hidrasi

2. Mengetahui status hidrasi

3. Mempertahankan dan meningkatkan

intake cairan

4. Mempertahankan dan meningkatkan

intake cairan

Page 19: LAPORAN PENDAHULUAN DHF

5. Monitor urine output

6. Berikan produk darah jika

diperlukan (platelet dan

plasma)

5. Monitor status hidrasi

6. Mempertahankan sirkulasi

Nyeri akut b/d

agens cedera

biologis t/d

melaporkan nyeri

secara verbal,

mengekspresikan

perilaku

(menangis),

perubahan status

TTV

Setelah dilakukan asuhan

keperawatan selama…x 24

jam, diharapkan nyeri yang

dirasakan dapat teratasi,

dengan criteria hasil:

NOC LABEL:

Pain Level

1. Klien melaporkan

nyerinya berkurang

2. Durasi nyeri yang

dirasakan klien dalam

jangka waku yang

singkat

Pain Control

1. Klien mampu

NIC LABEL

Pain Management

1. Lakukan pengkajian nyeri:

P: propokatif dan paliatif

Q : quality

R: region

S: severity

T: time

2. Observasi adanya respon

nonverbal ketidaknyamanan

3. Gunakan komunikasi

terapeutik agar pasien

mengatakan pengalaman

nyeri

4. Ajarkan pasien untuk

1. Untuk menegetahui derajat nyeri yang

dirasakan oleh klien, waktu, lokasi nyeri

klien

2. Untuk mengurangi ketidaknyamanan

klien

3. Membina hubungan saling percaya

dengan pasien agar pasien nyaman

dengan perawat

4. Agar klien mampu memanajemen

Page 20: LAPORAN PENDAHULUAN DHF

menggunakan analgetik

sesuai dengan yang

dianjurkan

2. Klien mampu

menggunakan terapi

nyari nonfarmakologis

mengurangi nyeri dengan

terapi nonfarmakologi

(teknik distraksi)

5. Kolaborasi dengan tenaga

medis lain dalam pemberian

analgesic

Analgesic administration

1. Periksa medical order dari

obat, dosis, dan frekuensi

dari analgesik yang

diresepkan.

2. Periksa riwayat alergi obat.

3. Tentukan jenis analgesic,

rute pemberian, dan dosis

untuk mencapai efek

optimal

nyerinya sendiri

5. Membantu mengurangi nyeri dengan

teknik farmakologi

7. Meyakinkan kebenaran tindakan dan

menghindari efek yang tidak

diinginkan.

8. Meyakinkan klien tidak alergi terhadap

obat yang akan diberikan.

9. Efektivitas pemberian obat.

Page 21: LAPORAN PENDAHULUAN DHF

4. Monitor tanda-tanda vital

sebelum dan sesudah

pemberian

10. Mengantisipasi efek samping yang

tidak diinginkan.

Keletihan b/d

status penyakit

t/d peningkatan

keluhan fisik,

ketidakmampuan

melakukan

aktivitas seperti

biasa, lesu

Setelah diberikan asuhan

keperawatan selama ...x24

jam diharapkan

kemampuan aktivitas klien

dapat meningkat, dengan

kriteria hasil:

NOC Label: Fatique Level

1. Keletihan klien

berkurang

2. Klien tidak mengalami

gangguan konsentrasi

3. Nyeri kepala berkurang

4. Nyeri sendi dan otot

berkurang

5. Kelemahan berkurang

NIC Label: Energy

Management

1. Tentukan penyebab

keletihan

2. Kaji respon emosi, sosial

dan spiritual terhadap

aktifitas

3. Evaluasi motivasi dan

keinginan klien untuk

meningkatkan aktifitas.

4. Monitor respon

kardiorespirasi terhadap

aktifitas takikardi, disritmia,

dispnea, diaforesis, pucat.

5. Monitor asupan nutrisi

1. Untuk menghindari keletihan

2. Untuk mengetahui pengaruh emosi

social dan spiritual terhadap aktivitas

3. Untuk mengetahui keinginan klien

dalam beraktivitas

4. Untuk mengetahui perubahan respon

kardiorespirasi pasien setelah

beraktivitas

5. Untuk memastikan ke adekuatan

sumber energi.

Page 22: LAPORAN PENDAHULUAN DHF

NOC Label: Energy

Conservation

1. Klien mampu

melaksanakan aktivitas

sesuai tingkat

kemampuan

2. Klien mampu

melakukan pembatasan

aktivitas

3. Klien mampu

menghindari faktor yang

meningkatkan

pengeluaran energi

4. Klien mampu

beristirahat yang cukup

6. Letakkan benda-benda yang

sering digunakan pada

tempat yang mudah

dijangkau

NIC Label: Sleep

Enhancement

1. Monitor pola dan kebiasaan

istirahat klien (durasi,

waktu)

2. Rencanakan jadwal antara

aktifitas dan istirahat

3. Atur lingkungan (tempat

tidur, lampu)

6. Agar pasien mudah menjangkau benda

tsb untuk mengurangi jumlah energy

yang terpakai

1. Untuk mengetahui pola istirahat klien

2. Untuk mengoptimalkan penyimpanan

energi bagi pasien

3. Meningkatkan kenyamanan klien