36
LAPORAN PENDAHULUAN GIZI BURUK PADA ANAK A. TINAJUAN TEORI 1. DEFINISI GIZI Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absobsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energy (Supariasa, 2002) Tidak ada satu jenis makanan yang mengandung semua zat gizi, yang mampu membuat seseorang untuk hidup sehat, tumbuh kembang dan produktif. Oleh karena itu, setiap orang perlu mengkonsumsi anekaragam makanan; kecuali bayi umur 0-4 bulan yang cukup mengkonsumsi Air Susu Ibu (ASI) saja. Bagi bayi 0- 4 bulan, ASI adalah satu-satunya makanan tunggal yang penting dalam proses tumbuh kembang dirinya secara wajar dan sehat. Makan makanan yang beranekaragam sangat bermanfaat bagi kesehatan. Makanan yang beraneka ragam yaitu makanan yang mengandung unsur-unsur zat gizi yang diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantintasnya, dalam pelajaran ilmu gizi biasa disebut triguna makanan yaitu, makanan yang mengandung zat tenaga, pembangun dan zat pengatur. Apabila terjadi kekurangan atas kelengkapan salah satu zat gizi tertentu pada satu jenis makanan, akan dilengkapi oleh zat gizi serupa dari makanan yang lain. Jadi makan makanan yang beraneka ragam akan menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur.

Laporan Pendahuluan Gizi Kurang

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Gizi buruk

Citation preview

Page 1: Laporan Pendahuluan Gizi Kurang

LAPORAN PENDAHULUAN GIZI BURUK PADA ANAK

A. TINAJUAN TEORI

1. DEFINISI GIZI

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi

secara normal melalui proses digesti, absobsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan

pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan

dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energy (Supariasa, 2002)

Tidak ada satu jenis makanan yang mengandung semua zat gizi, yang mampu

membuat seseorang untuk hidup sehat, tumbuh kembang dan produktif. Oleh karena itu,

setiap orang perlu mengkonsumsi anekaragam makanan; kecuali bayi umur 0-4 bulan yang

cukup mengkonsumsi Air Susu Ibu (ASI) saja. Bagi bayi 0-4 bulan, ASI adalah satu-satunya

makanan tunggal yang penting dalam proses tumbuh kembang dirinya secara wajar dan

sehat.

Makan makanan yang beranekaragam sangat bermanfaat bagi kesehatan. Makanan

yang beraneka ragam yaitu makanan yang mengandung unsur-unsur zat gizi yang

diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantintasnya, dalam pelajaran ilmu gizi biasa

disebut triguna makanan yaitu, makanan yang mengandung zat tenaga, pembangun dan zat

pengatur. Apabila terjadi kekurangan atas kelengkapan salah satu zat gizi tertentu pada satu

jenis makanan, akan dilengkapi oleh zat gizi serupa dari makanan yang lain. Jadi makan

makanan yang beraneka ragam akan menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga,

zat pembangun dan zat pengatur.

Makanan sumber zat tenaga antara lain: beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar,

kentang, sagu, roti dan mi. Minyak, margarin dan santan yang mengandung lemak juga

dapat menghasilkan tenaga. Makanan sumber zat tenaga menunjang aktivitas sehari-hari.

Makanan sumber zat pembangun yang berasal dari bahan makanan nabati adalah

kacang-kacangan, tempe, tahu. Sedangkan yang berasal dari hewan adalah telur, ikan, ayam,

daging, susu serta hasil olahan, seperti keju. Zat pembangun berperan sangat penting untuk

pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan seseorang.

Makanan sumber zat pengatur adalah semua sayur-sayuran dan buah-buahan.

Makanan ini mengandung berbagai vitamin dan mineral, yang berperan untuk melancarkan

bekerjanya fungsi organ-organ tubuh.

Page 2: Laporan Pendahuluan Gizi Kurang

2. DEFINISI KURANG GIZI

Menurut Supariasa (2002:18), malnutrisi adalah keadaan patologis akibat

kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun absolut saat lebih zat gizi.

Menurut Ngastiyah (2005:258), gizi kurang pada keadaan awalnya tidak

ditentukan kelainan biokimia tapi pada keadaan lanjut akan didapatkan kadar albumin

rendah, sedangkan globulin meninggi.

Sedangkan menurut Almatsier(2002: 303), Gizi kurang disebabkan oleh

kekurangan makanan sumber energi secara umum dan kurang sumber protein.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Gizi kurang adalah suatu keadaan

yang diakibatkan oleh konsumsi makanan yang kurang sumber protein, penyerapan yang

buruk atau kehilangan zat gizi secara berlebih.

Tipe Gizi Buruk

Menurut situs Dinas Kesehatan Pemda Ibukota Jakarta,keadaan gizi buruk ini

secara klinis dibagi menjadi 3 tipe:

1.      Kwashiorkor

Kwashiorkor adalah suatu keadaan di mana tubuh kekurangan protein dalam jumlah

besar. Selain itu, penderita juga mengalami kekurangan kalori. Nama kwashiorkor berasal

dari suatu daerah di Afrika, artinya “penyakit anak yang terlantar” atau disisihkan karena

ibunya mengandung alergi dan tidak lagi memberikan air susu ibu padanya. Tanpa

mengganti air susu ibu dan dapat tambahan pangan yang seimbang anak (umumnya berumur

kurang lebih 18 bulan) kurang mendapat protein. Jenis penyakit ini sering dijumpai pada

bayi dan anak usia 6 bulan sampai 5 tahun pada keluarga berpenghasilan rendah, dan

umumnya kurang sekali pendidikannya. Kurang protein pangan adalah penyebab utama

kwashiorkor sedang zat pangan pemberi tenaga mungin cukup diperolehnya atau bahkan

berlebihan. Kasus ini sering dijumpai di daerah miskin, persediaan makanan yang terbatas,

dan tingkat pendidikan yang rendah. Penyakit ini menjadi masalah di negara-negara miskin

dan berkembang di Afrika, Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Asia Selatan. Di negara

maju seperti Amerika Serikat kwashiorkor merupakan kasus yang langka. Berdasarkan

SUSENAS (2002), 26% balita di Indonesia menderita gizi kurang dan 8% balita menderita

gizi buruk. Anak dengan kwashiorkor akan lebih mudah untuk terkena infeksi dikarenakan

lemahnya sistem imun. Tinggi maksimal dan kempuan potensial untuk tumbuh tidak akan

pernah dapat dicapai oleh anak dengan riwayat kwashiorkor. Bukti secara statistik

mengemukakan bahwa kwashiorkor yang terjadi pada awal kehidupan (bayi dan anak-anak)

dapat menurunkan IQ secara permanen. Penanganan dini pada kasus-kasus kwashiorkor

umumnya memberikan hasil yang baik. Penanganan yang terlambat (late stages) mungkin

Page 3: Laporan Pendahuluan Gizi Kurang

dapat memperbaiki status kesehatan anak secara umum, namun anak dapat mengalami

gangguan fisik yang permanen dan gangguan intelektualnya. Kasus-kasus kwashiorkor yang

tidak dilakukan penanganan atau penanganannya yang terlambat, akan memberikan akibat

yang fatal. Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang

berlansung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut diatas antara lain:

a.       Pola makan

Protein adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang.

Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan

mengandung protein/asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui umumnya

mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh

ASI protein dari sumber-sumber lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah

dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan

penting terhadap terjadinya kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan

pengganti ASI.

b.      Faktor sosial

Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial dan

politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dan

sudah berlansung turun-temurun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya

kwashiorkor.

c.       Faktor ekonomi

Kemiskinan keluarga/penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi

kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana ibunya

pun tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya.

d.      Faktor infeksi dan penyakit lain

Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi.

Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP, walaupun

dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.

Tanda dan gejala klinis yang timbul pada kwashiorkor antara lain:

a. Rambut tipis berwarna merah seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa

menimbulkan rasa sakit.

b. Edema pada seluruh tubuh terutama pada punggung kaki dan bila ditekan akan

meninggalkan bekas.

c. Kelainan kulit (dermatosis) seperti timbulnya ruam berwarna merah muda yang

meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas.

d. Wajah membulat dan sembab (moon face).

Page 4: Laporan Pendahuluan Gizi Kurang

e. Pandangan mata sayu.

f. Pembesaran hati.

g. Sering disertai penyakit infeksi akut,  diare, ISPA, dll.

h. Perubahan status mental menjadi cengeng, rewel, kadang apatis.

i. Otot mengecil (hipotrofi) dan menyebabkan lengan atas kurus sehingga

ukuran LILA-nya kurang dari 14 cm.

Dari sekian banyak gejala klinis, ada beberapa gejala klinis tersebut yang khas pada

penderita kwashiorkor. Tanpa gejala klinis yang khas ini, penegakkan diagnosis

kwashiorkor tidak dapat ditegakkan. Gejala yang khas tersebut adalah edema, rambut yang

tidak hitam, mudah rontok, jarang dan tipis, perut buncit karena hepatomegali, dan crazy

pavement dermatosis. Karena adanaya edema, maka kwashiorkor bisa disebutedematous

protein calorie malnutrition.

2.      Marasmus

Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan

kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan

mengurusnya lemak bawah kulit dan otot (Dorland, 1998:649). Yang mencolok pada

keadaan nutritional marasmus ialah pertumbuhan yang berkurang atau terhenti disertai atrofi

otot dan menghilangnya lemak bawah kulit. Pada permulaan kelainan demikian merupakan

proses fisiologik. Untuk berlangsungnya hidup jaringan, maka tubuh memerlukan energi

yang tidak dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, sehingga harus didapat dari tubuh

sendiri, sehingga cadangan protein dipakai juga untuk memenuhi energi. Penyebab utama

marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena diet yang tidak cukup,

kebiasaan makan yang tidak tepat, karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital

(Nelson,1999). Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai

pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau

sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti

infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan

metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat (Dr. Solihin,

1990:116). Tanda dan gejala yang terjadi seperti:

a.     Wajah seperti orang tua.

b.     Mudah menangis/cengeng dan rewel.

c.     Sering disertai penyakit infeksi (diare, umumnya kronis berulang, TBC).

d.     Badan nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit.

e.     Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pakai

celana longgar-baggy pants).

Page 5: Laporan Pendahuluan Gizi Kurang

f.       Perut cekung.

g.      Iga gambang. Karena tidak ada edema, maka marasmus sering disebut non

edematous protein calorie malnutrition.

3.      Marasmic-Kwashiorkor

Penyakit ini merupakan gabungan dari marasmus dan kwashiorkor dengan gabungan

gejala yang menyertai seperti:

a. Berat badan penderita hanya berkisar di angka 60% dari berat normal. Gejala

khas kedua penyakit tersebut nampak jelas, seperti edema, kelainan rambut,

kelainan kulit dan sebagainya.

b. Tubuh mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya lemak dan otot.

c. Kalium dalam tubuh menurun drastis sehingga menyebabkan gangguan

metabolik seperti gangguan pada ginjal dan pankreas.

d. Mineral lain dalam tubuh pun mengalami gangguan, seperti meningkatnya

kadar natrium dan fosfor inorganik serta menurunnya kadar magnesium.

Gejala klinis Kwashiorkor-Marasmus tidak lain adalah kombinasi dari gejala-gejala masing-

masing penyakit tersebut.        

3. FAKTOR PENYEBAB GIZI KURANG

a. Tidak tersedianya makanan secara adekuat Tidak tersedinya makanan yang adekuat

terkait langsung dengan kondisi sosial ekonomi. Kadang kadang bencana alam, perang,

maupun kebijaksanaan politik maupun ekonomi yang memberatkan rakyat akan

menyebabkan hal ini. Kemiskinan sangat identik dengan tidak tersedianya makan yang

adekuat. Data Indonesia dan negara lain menunjukkan bahwa adanya hubungan timbal

balik antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau

akar masalah gizi buruk. Proporsi anak malnutrisi berbanding terbalik dengan

pendapatan. Makin kecil pendapatan penduduk, makin tinggi persentasi anak yang

kekurangan gizi.

b. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang makanan alamiah terbaik bagi

bayi yaitu Air Susu Ibu (ASI), dan sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat Makanan

Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya akan

berkonsekuensi terhadap status gizi bayi. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup

mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat,

vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat

disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan

Page 6: Laporan Pendahuluan Gizi Kurang

yang rendah seringkali anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak

memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan.

c. Pola makan yang salah Suatu studi "positive deviance" mempelajari mengapa dari

sekian banyak bayi dan balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang gizi buruk,

padahal orang tua mereka semuanya petani miskin. Dari studi ini diketahui pola

pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya

sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya

ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya

lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak.

Sebaliknya sebagian anak yang gizi buruk ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh

yang juga miskin dan tidak berpendidikan. Banyaknya perempuan yang meninggalkan

desa untuk mencari kerja di kota bahkan menjadi TKI, kemungkinan juga dapat

menyebabkan anak menderita gizi buruk.

d. Kebiasaan, mitos ataupun kepercayaan / adat istiadat masyarakat tertentu yang tidak

benar dalam pemberian makan akan sangat merugikan anak . Misalnya kebiasaan

memberi minum bayi hanya dengan air putih, memberikan makanan padat terlalu dini,

berpantang pada makanan tertentu ( misalnya tidak memberikan anak anak daging, telur,

santan dll) , hal ini menghilangkan kesempatan anak untuk mendapat asupan lemak,

protein maupun kalori yang cukup sehingga anak menjadi sering sakit (frequent

infection)

a. Infeksi kronik seperti misalnya tuberculosis (TBC) masih sangat tinggi. Kaitan infeksi

dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena

keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan

meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk

pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi.

4. PATOFISIOLOGI

Sebenarnya malnutrisi (Gizi kurang) merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat

banyak faktor. Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitubhost,

agent, environment (Supariasa, 2002). Memang faktor diet makanan memegang peranan

penting tetapi faktor lain ikut menentukan dalam keadaan keluarga makanan, tubuh selalu

berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi.

Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak, merupakan hal

yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh

jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan

Page 7: Laporan Pendahuluan Gizi Kurang

karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibat

katabolisme protrein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang

segera di ubah menjadi karbohidrat di hepar dan di ginjal selama puasa jaringan lemak di

pecah jadi asam lemak, gliseraal dan keton bodies, asam lemak dan keton bodies sebagai

sumber energi kalau kekurangan makan ini berjalan menahun. Tubuh akan

mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi setelah kira-kira kehilangan

separuh tubuh.

Proses patogenesis terlihat pada faktor lingkungan dan manusia (host dan

environment) yang didukung oleh asupan-asupan zat-zat gizi, akibat kekurangan zat gizi

maka simpanan zat gizi pada tubuh digunakan untuk memenuhi kebutuhan, apabila keadaan

ini berlangsung lama. Maka simpanan zat gizi ini akan habis ahirnya terjadi pemerosotan

jaringan. Pada saat ini orang sudah dapat digolongkan sebagai malnutrisi , walaupun hanya

baru dengan ditandai dengan penurunan berat badan dan pertumbuhan terhambat.

Patofisiologi menurut Nurcahyono (2007), Pada keadaan ini yang muncul adalah

pertumbuhan yang kurang atau disertai mengecilnya otot dan menghilangnya lemak di

bawah kulit. Kelainan demikian merupakan proses psikologis untuk kelangsungan jaringan

hidup. Tubuh memerlukan energi dan dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan.

Page 8: Laporan Pendahuluan Gizi Kurang

5. WOC

Sumber : Nurcahyono (2007)

Page 9: Laporan Pendahuluan Gizi Kurang

6. MANIFESTASI KLINIS

a. Marasmus

Menurut Anggoro (2007) marasmus adalah kekurangan energi pada makanan

yang menyebabkan cadangan protein lebih terpakai sehingga anak menajdi kurus dan

emosional dan tanda-tanda kurus (simpanan lemak dan protein yang disertai gangguan

fisiologi sampai terjadinya oedem aktivitas metabolik normal/rendah).

Menurut Sugiono (2007) marasmus merupakan akibat dari kelaparan yang

hampir menyeluruh. Seorang anak yang mengalami marasmus, mendapatkan sangat

sedikit makanan, sering disebabkan karena ibu tidak dapat memberikan ASI. Badannya

sangat kurus akibat hilangnya otot dan lemak tubuh. Hampir selalu disertai terjadinya

infeksi. Jika anak mengalami cedera atau infeksi yang meluas, prognosanya buruk dan

bisa berakibat fatal.

Menurut Purhadi (2007) Marasmus umumnya dialami masyarakat yang

menderita kelaparan. Marasmus adalah permasalahan serius yang terjadi di Negara-

negara berkembang. Menurut data WHO sekitar 49% dari 10,4 juta kematian yang

terjadi pada anak-anak di bawah usia 5 tahun di Negara berkembang berkaitan dengan

defisiensi energi dan protein sekaligus. Marasmus juga umum terjadi pada anak-anak

miskin perkotaan, anak-anak dengan penyakit kronik dan akan-anak dipenjara.

Tingginya jumlah penderita marasmus tak hanya menimbulkan resiko kematian tapi juga

menyebabkan syaraf otak tidak berkembang optimal.

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa marasmus adalah

kekurangan energi pada makanan yang menyebabkan cadangan protein lebih terpakai

sehingga anak menjadi kurus dan emosional yang diakibatkan oleh kelaparan secara

menyeluruh.

Menurut Nurcahyo (2007). Pada keadaan ini yang menyolok adalah

pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai otot dan menghilangnya lemak di bawah

kulit. Pada mulanya kelainan demikian merupakan proses fisiologis. Untuk

kelangsungan hidup jaringan, tubuh yang memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh

makanan yang diberikan, sehingga harus dapat dari tubuh sendiri, sehingga cadangan

protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut.

Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi

kebutuhan energi, akan tetapi juga untuk memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit

esensial lainnya seperti asam amino untuk komponen homeostatic. Oleh karena itu pada

marasmus berat kadang-kadang masih ditemukan asam amino yang normal sehingga hati

masih dapat membentuk cukup albumia.

Page 10: Laporan Pendahuluan Gizi Kurang

Tanda dan Gejala Menurut Hamzah (2006) tanda-tanda marasmus adalah :

a) Otot akan mengecil/atrofi

b) Apatis

c) Sangat kecil/kurus

d) BB kurang, tidak sesuai umur

e) Kulit kedodoran

f) Muka seperti orang tua dan kulit kering

g) Perut buncit dengan gambaran usus yang nyata

h) Vena superfisialis tampak jelas , ubun-ubun cekung, tulang pipi dan dagu kelihatan

menonjol.

b. Kwashiorkor

Menurut Ngastiyah (2005) kwashiorkor adalah gangguan gizi disertai dengan

edema. Sebab utama penyakit ini adalah defisiensi protein. Penyakit kwashiorkor

umunya terjadi pada anak dari keluarga social ekonomi yang rendah karena tidak

mampu membeli makanan yang mengandung protein hewani seperti : daging, hati, usus,

susu, dsb. Sebenarnya selain protein hewani protein nabati terdapat pada kedelai,

kacang-kacangan juga dapat menghindarkan kekurangan protein tersebut apabila

diberikan, tetapi karena kurangnya pengetahuan orang tua anak menderita defisiensi

protein ini. Sering kurangnya pengetahuan juga adanya factor takhayul turut menjadi

penyebab pula. Kwashiorkor biasanya dijumpai pada golongan umur tertentu yaitu bayi

pada masa disapih dan pada anak pra sekolah yang merupakan golongan umur yang

relatif memerlukan lebih banyak protein untuk tumbuh sebaik-baiknya.

Menurut Widodo (2005) kwashiorkor adalah gangguan gizi karena kekurangan

protein biasa sering disebut busung lapar. Gejala yang timbul diantaranya adalah tangan

dan kaki bengkak, perut buncit, rambut rontok dan patah, gangguan kulit.

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa kwashiorkor adalah suatu

keadaan gangguan gizi yang diakibatkan karena kurangnya protein dalam tubuh.

Menurut Judarwanto (2005) pada kwashiorkor yang klasik gangguan metabolik

dan perubahan sel menyebabkan ederma dan perlemean hati. Kelainan ini merupakan

gejala yang mencolok. Kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan

berbagai asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Karena dalam diet

terdapat cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam

amino dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke otot.

Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya ke otot.

Page 11: Laporan Pendahuluan Gizi Kurang

Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya pembentukan

albumin oleh hepar sehingga kemudian timbul ederma.

Gejala Klinis Menurut Aditya (2006), gejala klinis kwashiorkor adalah :

a) Oedem di seluruh tubuh terutama kaki

b) Wajah membulat dan sembab

c) Otot-otot mengecil lebih nyata apabila diperiksa dalam posisi berdiri dan duduk.

d) Perubahan status mental, cengeng, rewel, kadang apatis.

e) Anak sering menolak segala jenis makanan (anoreksia)

f) Pembesaran hati

g) Rambut berwarna kusam dan mudah dicabut

h) Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas

i) Pandangan mata anak tampak sayu

j) Penatalaksanaan

Menurut Hamzah (2006) prinsip pengobatan kwashiorkor adalah:

a. Memberikan makanan yang mengandung banyak protein bernilai biologi tinggi,

tinggi kalori, cukup cairan, vitamin, dan mineral.

b. Makanan harus mudah dicerna dan diserap.

c. Makanan yang diberikan secara bertahap, karena toleransi terhadap makanan sangat

rendah

d. Penanganan terhadap penyakit penyerta

e. Tindak lanjut berupa pemantauan kesehatan penderita dan penyuluhan gizi

tambahan.

7. STATUS GIZI

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel

tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu, contoh gondok

endemik merupakan keadaaan tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran yodium

dalam tubuh.

Perlunya deteksi dini status gizi mengingat penyebabnya sangat kompleks,

pengelolaan gizi buruk memerlukan kerjasama yang komprehensif dari semua pihak.

Bukan hanya dari dokter maupun tenaga medis, namun juga pihak orang tua,

keluarga, pemuka masyarakat maupun agama dan pemerintah. Langkah awal pengelolaan

gizi buruk adalah mengatasi kegawatan yang ditimbulkannya, dilanjutkan dengan "frekuen

feeding" (pemberian makan yang sering, pemantauan akseptabilitas diet penerimaan tubuh

terhadap diet yang diberikan), pengelolaan infeksi dan pemberian stimulasi. Perlunya

Page 12: Laporan Pendahuluan Gizi Kurang

pemberian diet seimbang, cukup kalori dan protein serta pentingnya edukasi pemberian

makan yang benar sesuai umur anak, Pada daerah endemis gizi buruk perlu distribusi

makanan yang memadai.

Menurut Menkes No. 9201 menkes/SK/VIII/2002 status gizi ditentukan

berdasarkan Z-SCORE berdasarkan berat badan (kg) terhadap umur (bulan) yang

diklasifikasikan sebagai berikut :

Gizi Lebih: apabila berat badan balita berada > +2 SD (Standar Deviasi)

Gizi Baik : apabila berat badan balita berada antara <-2 SD

Gizi Buruk: apabila berat badan balita <-3 SD

a. Penilaian Status Gizi Secara Langsung

Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu

antropometri, klinis, biokimia dan biofisik.

1) Antropometri

Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan

protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan

proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.

a) Indeks Masa Tubuh (IMT) Atau Body Mass Index (BMI)

Salah satu contoh penilaian ststus gizi dengan antropometri adalah Indeks Massa

Tubuh. Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat

atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya

yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan

kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat

badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit degeneratif. Oleh

karena itu, mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat

mencapai usia harapan hidup yang lebih.

Pedoman ini bertujuan memberikan penjelasan tentang cara-cara yang dianjurkan

untuk mencapai berat badan normal berdasarkan IMT dengan penerapan

hidangan sehari-hari yang lebih seimbang dan cara lain yang sehat. Untuk

memantau indeks masa tubuh orang dewasa digunakan timbangan berat badan

dan pengukur tinggi badan. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa

berumur > 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu

hamil, dan olahragawan.

Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:

Page 13: Laporan Pendahuluan Gizi Kurang

Menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus:

IMT = Berat Badan (kg)/(Tinggi Badan (cm)/100)2

Kategori Keterangan IMT

Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat <>

Kurus sekali Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 – 18,4

Normal Normal 18,5 – 25,0

Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 – 27,0

Obes Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0

Untuk mengukur status gizi anak baru lahir adalah dengan menimbang berat

badannya yaitu : jika ≤ 2500 gram maka dikategorikan BBLR (Berat Badan

Lahir Rendah) jika 2500 – 3900 gram Normal dan jika ≥ 4000 gram dianggap

gizi lebih.

Page 14: Laporan Pendahuluan Gizi Kurang

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

DENGAN GIZI BURUK

I. PENGKAJIAN

a. Identitas

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, No Register, agama,

tanggal masuk Rs , dll

b. Keluhan utama

Tidak ada nafsu makan dan muntah

c. Riwayat penyakit

a) Riwayat penyakit sebelum sakit

Pernah menderita BBLR/penyakit infeksi/trauma/kanker. Kebiasaan berobat ke

Puskesmas/RS, dan adanya alergi.

b) Riwayat penyakit sekarang

Keluhan utama biasanya nafsu makan menurun. Proses terjadinya sakit diawali pemberian

asupan makanan yang kadar proteinnya kurang dalam waktu cukup lama/ adanya riwayat

BBLR, penyakit infeksi, trauma, dan kanker.

c) Riwayat kesehatan keluarga

Ada tidaknya penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga maupun penyakit yang

sedang diderita oleh anggota keluarga.

d. Riwayat kehamilan

Menjelaskan ada tidaknya kelainan pada waktu kehamilan, seperti pendarahan pervagina,

trauma, penyakit serta minum obat-obatan dan kebiasaan makan.

e. Riwayat kelahiran

Adanya riwayat Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).

f. Riwayat perkembangan dan pertumbuhan

a) Pertumbuhan

BB saat lahir: Normalnya pada bayi lahir cukup bulan adalah 3280 sampai 3400

gram.

BB dan TB pada usia 6 bulan: Normalnya BB 7,4 kg dengan TB 66 cm.

BB dan TB pada usia 12 bulan: Normalnya BB 9,9 kg dengan TB 74,5 cm.

b) Perkembangan motorik

Dapat menghisap pada usia: normalnya umur 0-4 bulan.

Page 15: Laporan Pendahuluan Gizi Kurang

Dapat menggenggam pada usia: normalnya sekitar 1 bulan.

Dapat tengkurap pada usia: normalnya pada usia 5 bulan.

Dapat duduk pada usia: Normalnya usia 7-8 bulan.

Dapat berdiri dengan bantuan pada usia: Normalnya pada usia 9 bulan.

Dapat berdiri sendiri pada usia: Normalnya pada usia 10 bulan.

g. Riwayat makanan

a) ASI: Normal pada usia 0-12 bulan.

b) Makanan tambahan: ya/tidak. Jenisnya berupa bubur/bubur susu dan lain-lain.

c) Pemberian vitamin: ya/tidak.

h. Riwayat imunisasi

a) BCG pada umur: Pemberian imunisasi BCG satu kali pada umur bayi umur 2 atau 3

bulan.

b) Polio pada umur: Frekuensi pemberian imunisasi Polio adalah empat kali antara

umur 0-11 bulan dengan interval pemberian 4 minggu.

c) DPT pada umur: Frekuensi pemberian imunisasi DPT adalah 3 kali antara umur 2-11

bulan dengan interval 4 minggu.

d) Hepatitis B pada umur: Frekuensi pemberian imunisasi Hepatitis B adalah tiga kali

pada usia antara 0-11 bulan.

e) Lain-lain: Imunisasi Campak, Tiphus abdominalis, dan lain-lain.

i. Observasi

a) Keadaan umum: kurus.

b) Tanda-tanda vital: TD, nadi, dan pernafasan menurun (pada marasmus) dan

takikardi, tekanan darah meningkat (pada kwasiokor).

j. Pemeriksaan fisik

a) Rambut: berwarna kusam, kering, tipis, mudah dicabut.

b) Wajah: membengkak, sembab (pada kwasiokor), wajah seperti orang tua (pada

marasmus), terdapat flek hitam di bawah mata,, pembesaran kelenjar parotis,

pembengkakan kelenjar gondok dan kelenjar parotis.

c) Mata: koncjungtiva pucat dan kering, kornea kering.

d) Bibir: kering.

e) Lidah: membengkak, kemerahan, kasar, papila atrofi.

f) Gigi: tanggal/ berlubang.

g) Gusi: mudah berdarah.

h) Kulit: kering, jaringan lemak bawah kulit berkurang/ hilang, pelagra (kulit kasar),

edema (pada kwasiokor).

Page 16: Laporan Pendahuluan Gizi Kurang

i) Kuku: rapuh.

j) Ektremitas: adanya atropi tonus otot dan tidak dapat berjalan dengan baik, dapat

terjadi edema pada kwasiokor.

k) Jantung: ritme tak normal, adanya pembesaran jantung.

l) Perut: terdapat pembesaran hepar/ hepatomegali (biasanya ada penyakit lain).

k. Pola fungsi kesehatan

a) Kebutuhan nutrisi

Adanya mual, muntah, rasa haus, sakit mulut, kesukaran makan, masalah pencernaan, berat

badan menurun dan lain-lain.

b) Istirahat dan tidur:

Anak cengeng dan rewel dan kesulitan tidur.

c) Persepsi diri-konsep diri:

Anak gelisah.

d) Aktifitas

Anak lemas dan malas beraktifitas.

e) Personal Hygiene:

Karena anak lemas dan beraktifitas, sehingga untuk kebersihannya juga tidak terpenuhi

secara optimal.

l. Pemeriksaan penunjang

a) Pemeriksaaan Antropometri

Meliputi tinggi badan, berat badan, tebal lipatan kulit dan lengan.

Tinggi badan

Nilai tinggi badan normalnya pada anak:

1. Usia 0-6 bulan: 60 cm

2. Usia 6-12 bulan: 71 cm

3. Usia 1-3 tahun: 90 cm

4. Usia 4-6 tahun: 112 cm

Berat badan

Tebal lipatan kulit

Salah satu teknik pengukuran komposisi lemak tubuh adalah dengan menggunakan

Skinfold Caliper. Bagian-bagian tubuh yang umumnya diukur adalah tricep, bicep,

subscapula dan suprailliac.

Lingkar lengan

Page 17: Laporan Pendahuluan Gizi Kurang

b) Pemeriksaan laboratorium:

Hb

1. Usia 1-3 hari (normal: 14,5-22,5 g/dL)

2. Usia 2 bulan (normal: 9,0-14,0 g/dL)

3. Protein plasma, seperti albumin, transferrin, retinol yang mengikat protein.

c) Terapi diit:

1. Pemberian diet dengan protein.

2. Karbohidrat, vitamin dan mineral kualitas tinggi.

m. Analisa Data

Tabel. Analisa Data

No. Pengelompokan Data Etiologi Masalah

1. DS: -

DO:

1.      Kulit dan membran mukosa

kering

2.      Nafsu makan menurun

3.      Rambut mudah tercabut

nafsu makan

menurun,

gangguan pada

saluran

pencernaan,

kurangnya enzim

yang diperlukan

dalam pencernaan

makanan dan juga

adanya atrofi villi

usus.

Kurang nutrisi

(kurang dari

kebutuhan)

2. DS: -

DO:

1.      Ubun-ubun cekung (pada

bayi)

2.      Turgor kulit > 2 detik

3.      Membran mukosa kering

4.      Jumlah dan berat urine

menurun

kurangnya

kemampuan

absorsi makanan

dan diare

Kekurangan

volume cairan

3. DS: -

DO:

1.      Kulit bersisik dan kering

2.      Elastisitas kulit menurun

defisiensi energi

dan protein.

Gangguan

integritas kulit

Page 18: Laporan Pendahuluan Gizi Kurang

4. DS: -

DO:

1.      Keadaan umum lemah

2.      Nafsu makan menurun

3.      Turgor kulit > 2 detik

penurunan kondisi

tubuh yang lemah

Risiko infeksi

5. DS:

Keluarga mengatakan tidak

mengetahui asupan gizi yang

sesuai untuk anaknya.

DO:

1.      Keadaan umum lemah

2.      Nafsu makan menurun

3.      Turgor kulit > 2 detik

4.      Elastisitas kulit menurun

kurang informasi

asupan gizi yang

adekuat.

Kurang

pengetahuan

(Orang tua)

Diagnosa Keperawatan

Menurut NANDA (1990) dalam Carpenito dan Moyet (2006), diagnosa keperawatan merupakan

penilaian klinis tentang respons individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah

kesehatan/proses kehidupan potensial dan aktual. Diagnosis keperawatan memberi dasar untuk

pemilihan intervensi keperawatan dalam mencapai hasil dan perawat bertanggung gugat. Menurut

Hidayat (2009), penyusunan diagnosa keperawatan meliputi tiga komponen, yaitu komponen P

(problem atau masalah), komponen E (etiology atau penyebab) dan komponen S (symptom atau

gejala yang juga dikenal sebagai batasan karakteristik).

Menurut Hidayat (2006), diagnosa keperawatan yang terjadi pada anak dengan Kurang Energi

Protein (KEP), antara lain:

1. Kurang nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan nafsu makan menurun,

gangguan pada saluran pencernaan, kurangnya enzim yang diperlukan dalam

pencernaan makanan dan juga adanya atrofi villi usus.

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurangnya kemampuan absorsi

makanan dan diare.

3. Gangguan integritas kulit berhubungan defisiensi energi dan protein.

4. Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan kondisi tubuh yang lemah.

5. Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurang informasi asupan gizi

yang adekuat.

Page 19: Laporan Pendahuluan Gizi Kurang

Intervensi / Perencanaan

Perencanaan merupakan proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang

dibutuhkan untuk mencegah, menghilangkan, atau mengurangi masalah-masalah pasien

(Hidayat, 2009).

Berikut ini merupakan intervensi keperawatan untuk diagnosa keperawatan pasien dengan

kurang energi protein (KEP):

1. Kurang nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan nafsu makan menurun,

gangguan pada saluran pencernaan, kurangnya enzim yang diperlukan dalam pencernaan

makanan dan juga adanya atrofi villi usus.

Tujuan dan kriteria hasil:

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 24 jam, diharapkan agar metabolisme

dalam tubuh kembali normal dengan kriteria hasil:

a) Kulit dan membran mukosa lembab

b) Nafsu makan meningkat

c) Rambut tidak mudah tercabut

d) Tanda-tanda vital normal.

Tindakan keperawatan:

a) Lakukan pengaturan makanan dengan berbagai tahap.

Rasional: menyesuaikan dengan kebutuhan tubuh.

b) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein pada kekurangan energi protein

berat, serta berikan mineral dan vitamin.

Rasional: Menjaga daya tahan tubuh dan memperbaiki nutrisi yang kurang.

c) Pada bayi berat badan kurang dari 7 kg, berikan susu rendah laktosa (Low Lactose

Milk-LLM).

Rasional: Pada intoleransi kongenital yang berat, bayi dapat mengeluarkan satu liter

atau lebih feses yang berbentuk cairan per hari.

d) Apabila berat badan kurang dari 7 kg, maka pemberian makanan dimulai dengan

makanan bentuk cair selama 1-2 hari, lanjutkan bentuk lunak, tim dan seterusnya.

Rasional: Penyesuaian terhadap proses pencernaan makanan.

e) Lakukan evaluasi pola makan, berat badan, tanda perubahan kebutuhan nutrisi

seperti turgor, nafsu makan, kemampuan absorpsi, bising usus, dan tanda vital.

Rasional: mengetahui perkembangan nutrisi pada anak.

Page 20: Laporan Pendahuluan Gizi Kurang

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurangnya kemampuan absorsi

makanan dan diare.

Tujuan dan kriteria hasil:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 24 jam, diharapkan dapat mengatasi

kekurangan volume cairan melalui peningkatan hidrasi dengan kriteria hasil:

a) Ubun-ubun tidak cekung

b) Turgor kulit normal

c) Membran mukosa lembap

d) Jumlah dan berat jenis urine kembali normal.

Tindakan keperawatan:

a) Berikan cairan tubuh yang cukup melalui rehidrasi jika terjadi dehidrasi.

Rasional: pemenuhan kembali kebutuhan cairan mencegah dehidrasi.

b) Monitor keseimbangan cairan tubuh yaitu mengukur asupan dan keluaran, dengan

cara mengukur berat jenis urine.

Rasional: mengganti cairan untuk masukan kalori yang berdampak pada

keseimbangan elektrolit.

c) Pantau terjadinya kelebihan cairan serta perubahan status dehidrasi.

Rasional: menghindari terjadinya dehidrasi.

d) Berikan penjelasan terhadap makanan yang dianjurkan untuk membantu proses

penyerapan, seperti tinggi kalori, tinggi protein, mengandung vitamin, dan mineral.

Rasional: agar sepulang dari rumah sakit, keluarga mampu mengasuh anak dengan

mandiri.

e) Lihat pengelolaan diare.

Rasional: mengetahui perkembangan tingkat dehidrasi.

3. Gangguan integritas kulit berhubungan defisiensi energi dan protein.

Tujuan dan kriteria hasil:

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 24 jam, diharapkan meningkatnya

integritas kulit dengan kriteria hasil: Kulit yang tidak bersisik, tidak kering, dan

elastisitasnya normal.

Page 21: Laporan Pendahuluan Gizi Kurang

Tindakan keperawatan:

a) Pertahankan agar kulit tetap bersih dan kering dengan cara memandikan dua kali

sehari dengan air hangat dan apabila kotor atau basah segera ganti pakaian.

Keringkan daerah basah dengan memberikan bedak (krim kulit).

Rasional: lipatan kulit yang bersih dan kering mencegah iritasi.

b) Lakukan pergantian posisi tidur setiap 2-3 jam dengan dan lakukan pembersihan

pada daerah yang tertekan dengan air hangat, jika perlu gunakan alat matras yang

lembut.

Rasional: mencegah penekanan kulit, sehingga tidak menyebabkan dekubitus.

c) Berikan suplemen vitamin.

Rasional: menjaga nutrisi kulit.

d) Berikan penjelasan untuk menghindari penggunaan sabun yang dapat mengiritasi

kulit.

Rasional: mencegah terjadinya iritasi terhadap kulit.

e) Monitor keutuhan kulit setiap 6-8 jam.

Rasional: memastikan tidak ada tanda-tanda iritasi.

4. Diagnosa keperawatan: Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan kondisi tubuh

yang lemah.

Tujuan dan kriteria hasil:

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 24 jam, diharapkan dapat

mengembalikan fungsi hati dan mencegah komplikasi dengan kriteria hasil:

a) Pasien dapat menunjukkan status hidrasi yang kuat

b) Nafsu makan meningkat

c) Turgor kulit normal

d) Bebas dari proses infeksi nosokomial selama di rumah sakit.

Tindakan keperawatan:

a) Pantau terhadap tanda infeksi, misalnya ketidak stabilan suhu.

Rasional: pemantauan lebih dini bisa mengurangi risiko.

b) Identifikasi individu yang berisiko terhadap infeksi nosokomial.

Rasional: infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat dari proses keperawatan di

rumah sakit.

c) Kaji status nutrisi.

Rasional: nutrisi yang cukup bisa meningkatkan daya tahan tubuh.

Page 22: Laporan Pendahuluan Gizi Kurang

d) Kurangi organisme yang masuk ke dalam individu dengan cuci tangan menggunakan

teknik aseptik.

Rasional: untuk menghindari risiko infeksi nosokomial.

e) Lindungi individu yang mengalami defisit imun dari infeksi. Batasi alat invasif,

dorong dan pertahankan masukan kalori dan protein dalam diit.

Rasional: untuk mempertahankan daya tahan tubuh.

f) Berikan pengetahuan kepada keluarga mengenai penyebab, risiko, dan kekuatan

penularan dari infeksi.

Rasional: Meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga untuk mencegah infeksi.

5. Diagnosa keperawatan: Kurang pengetahuan berhubungan kurang informasi asupan gizi

yang adekuat.

Tujuan dan kriteria hasil:

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 24 jam, diharapkan dapat

meningkatkan pengetahuan keluarga dengan kriteria hasil:

a) Keluarga menyatakan kesadaran dan merencanakan perubahan pola hidup.

b) Keluarga mencari sumber untuk membantu membuat identifikasi perubahan.

Tindakan keperawatan:

a) Ajarkan pada keluarga tentang cara pemenuhan kebutuhan nutrisi dengan gizi yang

seimbang dengan mendemonstrasikan atau memberikan contoh bahan makanan, cara

memilih atau memasak, serta tunjukkan makanan pengganti protein hewani apabila

dirasakan mahal seperti tempe, tahu, atau makanan yang dibuat dari kacang-

kacangan.

Rasional: Membantu merencanakan untuk asupan makanan baru.

b) Anjurkan untuk aktif dalam kegiatan posyandu.

Rasional: Posyandu dapat memantau status gizi dan pemberian makanan tambahan.

Implementasi

Menurut Hidayat (2009), pelaksanaan merupakan tahap keempat dalam proses

keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan)

yang telah direncanakan

Page 23: Laporan Pendahuluan Gizi Kurang

Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara

melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak

(Hidayat, 2009).

Evaluasi dapat diklasifikasikan (Hidayat, 2009), yaitu:

1. Evaluasi proses (formatif) dilakukan selama proses perawatan berlangsung atau menilai

respons pasien.

2. Evaluasi hasil (sumatif) dilakukan atas target tujuan yang diharapkan.

Semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan oleh perawat didokumentasikan,

kemudian dievaluasi dengan menggunakan pendekatan SOAP ( Subjektif, Objektif,

Assesment, Planning).

S (subjektif): Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.

O (objektif): Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.

A (Assesment atau penilaian):Analisa terhadap data subjektif dan objektif untuk

menyimpulkan apakah masalah masih ada atau telah teratasi atau muncul masalah baru.

P (Planning atau rencana): Perencanaan tindak lanjut berdasarkan hasil analisa respon klien

dan respon perawat.

Evaluasi juga menjadi alat ukur atas tujuan yang mempunyai kriteria tertentu untuk

membuktikan apakah tujuan tercapai, tidak tercapai, atau tercapai sebagian.

Page 24: Laporan Pendahuluan Gizi Kurang

DAFTAR PUSTAKA

Basuki, U. 2003, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Baduta (6-23 bulan) pada

Keluarga Miskin & Tidak Miskin di Kota Bandar Lampung, FKMUI

FK UI. 2007, Ilmu Kesehatan Anak, Cetakan kesebelas, Bagian Ilmukesehatan Anak, Fakultas

Kedokteran, Universitas Indonesia

Hidayati, 2000. Status Gizi Balita Berdasarkan Karakteristik Balita dan Keluarga di Provinsi

Sumatera Barat Tahun 1998, Skripsi, FKM-UI, Depok

Hadi, I. 2005, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita di Kelurahan Neglasari

dan Kedaung Wetan, Skripsi, FKM-UI, Depok

Hermann, W. 2003, ‘USDA Nutrient Database’, American Journal of Clinical Nutr.

Hermansyah, 2002, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian KEP Anak Umur 6-59

Bulan Pada Keluarga Miskin di Kota Sawah Lunto, Tesis, FKMUI

Heriyanto, Bambang. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif. Surabaya: Putra Media Nusantara.

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan.

Jakarta: Salemba Medika.

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2012. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.

Supriatna, N. 2004. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak Usia 24-60 Bulan di

Kecamatan Rajagaluh Kabupaten Majalengka, FKM-UI

Susanto,MKM. Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan IMT/U pada Balita Vegetarian

Lakto Ovo dan Non Vegetarian di DKI Jakarta, 2008