Upload
ca
View
604
Download
78
Embed Size (px)
DESCRIPTION
hhhh
Citation preview
LAPORAN PENDAHULUAN
KESEHATAN KESELAMATAN KERJA (K3)
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI ULIN
KOTA BANJARBARU
Tanggal 28 September s.d 3 Oktober 2015
Oleh :
Annisa Febriana, S.Kep
NIM. I4B110216
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2015
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
KESEHATAN KESELAMATAN KERJA (K3)
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI ULIN
KOTA BANJARBARU
Tanggal 28 September s.d 3 Oktober 2015
Oleh :
Annisa Febriana, S.Kep
NIM. I4B110216
Banjarbaru, 28 September 2015
Mengetahui,
Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan
Herawati, S.Kep,N er s., M.Kep Laraswati, S.Kep, Ns NIP.19791205 200604 2 002 NIP. 19720425 199503 2 001
LAPORAN PENDAHULUAN
KESEHATAN KESELAMATAN KERJA (K3)
A. Pengertian K3
Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan
beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja memperoleh
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau
mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan
kuratif, terhadap penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan
kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan
lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum.
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai
suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan
budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera.
Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu
pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan
dengan proses produksi baik jasa maupun industri.
Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka
menimbulkan konsekuensi meningkatkan intensitas kerja yang
mengakibatkan pula meningkatnya risiko kecelakaan di
lingkungan kerja. Hal tersebut juga mengakibatkan
meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah
terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun
jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan
pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU
No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja
yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun
2003 tentang ketenaga kerjaan.
B. Tujuan K3
Tujuan umum dari K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan
produktif.
Tujuan hyperkes dapat dirinci sebagai berikut :
1. Agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam
keadaan sehat dan selamat.
2. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya
hambatan.
Tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja, yaitu (Mangkunegara, 2002):
1. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik
secara fisik, sosial, dan psikologis.
2. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya
selektif mungkin.
3. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
4. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi
pegawai.
5. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
6. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan
atau kondisi kerja.
7. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
C. Ruang Lingkup K3
Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja
dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya, baik fisik maupun psikis dalam hal
cara/metode kerja. Proses kerja dan kondisi yang bertujuan untuk (Sumarlin,
2012):
1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di
semua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental, maupun
kesejahteraan sosialnya
2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang
diakibatkan oleh keadaan kondisi lingkungan kerjanya.
3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaannya
dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh factor-faktor yang
membahayakan kesehatan
4. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang
sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya
D. Bahaya Ditempat Kerja
1. Bahaya fisik dan mekanik
Bahaya fisik adalah sumber utama dari kecelakaan di
banyak industri. Bahaya tersebut mungkin tidak bisa dihindari
dalam banyak industri seperti konstruksi dan pertambangan,
namun seiring berjalannya waktu, manusia mengembangkan
metode dan prosedur keamanan untuk mengatur risiko
tersebut. Buruh anak menghadapi masalah yang lebi spesifik
dibandingkan pekerja dewasa. Jatuh adalah kecelakaan kerja
dan penyebab kematian di tempat kerja yang paling utama,
terutama di konstruksi, ekstraksi, transportasi, dan perawatan
bangunan.
Permesinan adalah komponen utama di berbagai
industri seperti manufaktur, pertambangan, konstruksi,
dan pertanian, dan bisa membahayakan pekerja. Banyak
permesinan yang melibatkan pemindahan komponen dengan
kecepatan tinggi, memiliki ujung yang tajam, permukaan
yang panas, dan bahaya lainnya yang berpotensi
meremukkan, membakar, memotong, menusuk, dan
memberikan benturan dan melukai pekerja jika tidak
digunakan dengan aman.
2. Bahaya kimiawi dan biologis
Bahaya biologis
1) Bakteri
2) Virus
3) Fungi
4) Patogen bawaan darah
5) Tuberculosis
Chemical hazards
1) Asam
2) Basa
3) Logam berat
4) Pelarut
5) Partikulat
6) Asap
7) Bahan kimia reaktif
8) Api, bahan yang mudah terbakar
3. Masalah psikologis dan sosial
a. Stres akibat jam kerja terlalu tinggi atau tidak sesuai
waktunya
b. Kekerasan di dalam organisasi
c. Bullying
d. Pelecehan seksual
e. Keberadaan bahan candu yang tidak menyenangkan
dalam lingkungan kerja, seperti rokok dan alkohol
E. Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
1. Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada
umumnya belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian
didapat gambaran bahwa 30– 40% masyarakat pekerja
kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35%
kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti
ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja
dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat lagi
dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian
besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan
yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk
dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat
kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan
kerja.
2. Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun
yang bersifat teknis beroperasi 8 – 24 jam sehari, dengan
demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium
menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam.
Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan
yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik
(irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban
kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja
yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa
melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis
ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.
3. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan
dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan
Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat
Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational
Disease & Work Related Diseases).
F. Teori Penyebab Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja merupakan suatu hal yang sering terjadi dalam dunia
kerja, terjadinya kecelakaan kerja ini dapat kita pelajari dan diupayakan
pencegahannya. Adapun beberapa teori mengenai penyebab kecelakaan kerja,
yaitu:
1. Teori Heinrich( Teori Domino) : Teori ini mengatakan bahwa suatu
kecelakaan terjadi dari suatu rangkaian kejadian . Ada lima faktor yang terkait
dalam rangkaian kejadian tersebut yaitu: lingkungan, kesalahan manusia,
perbuatan atau kondisi yang tidak aman, kecelakaan, dan cedera atau kerugian
(Ridley, 1986).
2. Teori Multiple Causation :Teori ini berdasarkan pada kenyataan bahwa
kemungkinan ada lebih dari satu penyebab terjadinya kecelakaan. Penyebab
ini mewakili perbuatan, kondisi atau situasi yang tidak aman. Kemungkinan-
kemungkinan penyebab terjadinya kecelakaan kerja tersebut perlu diteliti.
3. Teori Gordon :Menurut Gordon (1949), kecelakaan merupakan akibat dari
interaksi antara korban kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan, dan
lingkungan yang kompleks, yang tidak dapat dijelaskan hanya dengan
mempertimbangkan salah satu dari 3 faktor yang terlibat. Oleh karena itu,
untuk lebih memahami mengenai penyebab-penyebab terjadinya kecelakaan
maka karakteristik dari korban kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan,
dan lingkungan yang mendukung harus dapat diketahui secara detail.
4. Teori Domino terbaru : Setelah tahun 1969 sampai sekarang, telah
berkembang suatu teori yang mengatakan bahwa penyebab dasar terjadinya
kecelakaan kerja adalah ketimpangan manajemen. Widnerdan Bird dan Loftus
mengembangkan teori Domino Heinrich untuk memperlihatkan pengaruh
manajemen dalam mengakibatkan terjadinya kecelakaan.
5. Teori Reason :Reason (1995,1997) menggambarkan kecelakaan kerja terjadi
akibat terdapat “lubang” dalam sistem pertahanan. Sistem pertahanan ini
dapat berupa pelatihan-pelatihan, prosedur atau peraturan mengenai
keselamatan kerja,
6. Teori Frank E. Bird Petersen :Penelusuran sumber yang mengakibatkan
kecelakaan . Bird mengadakan modifikasi dengan teori domino Heinrich
dengan menggunakan teori manajemen, yang intinya sebagai berikut
(M.Sulaksmono,1997) :
a. Manajemen kurang kontrol
b. Sumber penyebab utama
c. Gejala penyebab langsung (praktek di bawah standar)
d. Kontak peristiwa ( kondisi di bawah standar )
e. Kerugian gangguan ( tubuh maupun harta benda )
Usaha pencegahan kecelakaan kerja hanya berhasil apabila dimulai dari
memperbaiki manajemen tentang keselamayan dan kesehatan kerja.Kemudian,
praktek dan kondisi di bawah standar merupakan penyebab terjadinya suatu
kecelakaan dan merupakan gejala penyebab utama akibat kesalahan manajemen.
G. Penyebab Kecelakaan Kerja
1. Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak
aman dari:
a. Peralatan / Media Elektronik, Bahan dan lain-lain
b. Lingkungan kerja
c. Proses kerja
d. Sifat pekerjaan
e. Cara kerja
2. Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya
dari manusia, yang dapat terjadi antara lain karena:
a. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana
b. Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect)
c. Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh.
d. Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik
3. Takdir/nasib
H. Penyakit Akibat Kerja
Penyakit akibat kerja di Tempat Kerja Kesehatan
umumnya berkaitan dengan faktor biologis (kuman patogen
yang berasal umumnya dari pasien); faktor kimia (pemaparan
dalam dosis kecil namun terus menerus seperti antiseptik pada
kulit, zat kimia/solvent yang menyebabkan kerusakan hati; faktor
ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien salah);
faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus (panas pada
kulit, tegangan tinggi, radiasi dll.); faktor psikologis (ketegangan
di kamar penerimaan pasien, gawat darurat, karantina dll.)
1. Faktor Biologis :Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi
berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman
pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-
benda yang terkontaminasi dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak
dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi
pekerja hanya akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores
atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus. Angka kejadian infeksi
nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi.Secara teoritis
kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh dokter
di RS mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada
dokter yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan
menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang
tercemar kuman patogen, debu beracun mempunyai peluang terkena infeksi.
Pencegahan :
a. Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan,
epidemilogi dan desinfeksi.
b. Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan
dalam keadaan sehat badani, punya cukup kekebalan alami untuk bekerja
dengan bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi.
c. Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.
d. Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius
dan spesimen secara benar
e. Pengelolaan limbah infeksius dengan benar
f. Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.
g. Kebersihan diri dari petugas.
2. Faktor Kimia :Petugas di tempat kerja kesehatan yang sering kali kontak
dengan bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, demikian pula
dengan solvent yang banyak digunakan dalam komponen antiseptik,
desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan cepat
atau lambat ini dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan mereka.
Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja
yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya
sedikit saja oleh karena alergi (keton).Bahan toksik ( trichloroethane,
tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit dapat
menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif
(asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible
pada daerah yang terpapar.
Pencegahan :
a. ”Material safety data sheet” (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada
untuk diketahui oleh seluruh petugas untuk petugas atau tenaga kesehatan
laboratorium.
b. Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah
tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol untuk petugas / tenaga
kesehatan laboratorium.
c. Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan,
celemek, jas laboratorium) dengan benar.
d. Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan
lensa.
e. Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.
3. Faktor Ergonomi :Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya
menyerasikan alat, cara, proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan,
kebolehan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan
kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggi-
tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif, secara
populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job to the Man
and to fit the Man to the JobSebagian besar pekerja di perkantoran atau
Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang
ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan peralatan
yang digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai
dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan
dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan
dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis
(stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low
back pain).
4. Faktor Fisik : Faktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan
masalah kesehatan kerja meliputi:
a. Kebisingan, getaran akibat alat / media elektronik dapat menyebabkan
stress dan ketulian
b. Pencahayaan yang kurang di ruang kerja, laboratorium, ruang perawatan
dan kantor administrasi dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan
kecelakaan kerja.
c. Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja
d. Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.Terkena radiasi
e. Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan,
penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol dapat
membahayakan petugas yang menangani.
Pencegahan :
a. Pengendalian cahaya di ruang kerja khususnya ruang laboratorium.
b. Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
c. Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi
d. Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.
e. Pelindung mata untuk sinar laser
f. Filter untuk mikroskop untuk pemeriksa demam berdarah
5. Faktor Psikososial : Beberapa contoh faktor psikososial di laboratorium
kesehatan yang dapat menyebabkan stress :
a. Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut
hidup mati seseorang. Untuk itu pekerja di tempat kerja kesehatan di
tuntut untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan
kewibawaan dan keramahan-tamahan
b. Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.
c. Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau
sesama teman kerja.Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra
kerja di sektor formal ataupun informal.
I. Konsep Perawat sebagai Tenaga Kesehatan
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan
diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan
atau ketermpilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan
S3-; pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus
kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan
keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan
tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau
keahlian khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu
yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta
lingkungannya.
Dalam hal ini,perawat memegang peranan yang cukup
besar dalam upaya pelaksanaan dan peningkatan K3. Sedangkan
dalam pelaksanaannya, perawat tidak dapat bekerja secara
individual. Perawat perlu untuk berkolaborasi dengan pihak-
pihak lintas profesi maupun lintas sektor.
J. Peran Perawat dalam Meningkatkan K3
Fungsi seorang perawat hyperkes sangat tergantung
kepada kebijaksanaan perusahaan dalam hal luasnya ruang
lingkup usaha kesehatan, susunan dan jumlah tenaga kesehatan
yang dipekerjakan dalam perusahaan.
Perawat merupakan satu-satunya tenaga kesehatan yang
full time di perusahaan, maka fungsinya adalah :
3. Membantu dokter perusahaan dalam menyusun rencana kerja
hiperkes di perusahaan
4. Melaksanakan program kerja yang telah digariskan, termasuk
administrasi kesehatan kerja.
5. Memelihara dan mempertinggi mutu pelayanan perawatan
dan pengobatan.
6. Memelihara alat-alat perawatan, obat-obatan dan fasilitas
kesehatan perusahaan.
7. Membantu dokter dalam pemeriksaan kesehatan sesuai cara-
cara yang telah disetujui.
8. Ikut membantu menentukan kasus-kasus penderita, serta
berusaha menindaklanjuti sesuai wewenang yang diberikan
kepadanya.
9. Ikut menilai keadaan kesehatan tenaga kerja dihubungkan
dengan faktor pekerjaan dan melaporkan kepada dokter
perusahaan.
10. Membantu usaha perbaikan kesehatan lingkungan dan
perusahaan sesuai kemampuan yang ada.
11. Ikut mengambil peranan dalam usaha-usaha
kemasyarakatan : UKS.
12. Membantu, merencanakan dan atau melaksanakan
sendiri kunjungan rumah sebagai salah satu dari segi
kegiatannya.
13. Menyelenggarakan pendidikan hiperkes kepada tenaga
kerja yang dilayani.
14. Turut ambil bagian dalam usaha keselamatan kerja.
15. Mengumpulkan data-data dan membuat laporan untuk
statistic dan evaluasi.
16. Turut membantu dalam usaha penyelidikan kesehatan
tenaga kerja.
17. Memelihara hubungan yang harmonis dalam
perusahaan
18. Memberikan penyuluhan dalam bidang kesehatan.
19. Bila lebih dari satu paramedis hiperkes dalam satu
perusahaan, maka pimpinan paramedis hiperkes harus
mengkoordinasi dan mengawasi pelaksanaan semua usaha
perawatan hiperkes.
Menurut Jane A. Le R.N dalam bukunya The New Nurse in
Industry, beberapa fungsi spesifik dari perawat hyperkes adalah :
1. Persetujuan dan kerjasama dari pimpinan perusahaan atau
industri dalam membuat program dan pengolahan pelayanan
hiperkes yang mana bertujuan memberikan pemeliharaan
atau perawatan kesehatan yang sebaik mungkin kepada
tenaga kerja.
2. Memberikan atau menyediakan primary nursing care untuk
penyakit-penyakit atau korban kecelakaan baik akibat kerja
maupun yang bukan akibat kerja bedasarkan petunjuk-
petunjuk kesehatan yang ada.
3. Mengawasi pengangkutan pekerja yang sakit korban
kecelakaan ke rumah sakit, klinik atau ke kantor dokter untuk
mendapatkan perawatan atau pengobatan lebih lanjut.
4. Melakukan referral kesehatan dan pencanaan kelanjutan
perawatan dan follow up dengan rumah sakit atau klinik
spesialis yang ada.
5. Mengembangkan dan memelihara system record dan report
kesehatan dan keselamatan yang sesuai dengan prosedur
yang ada di perusahaan.
6. Mengembangkan dan memperbarui policy dan prosedur
servis perawatan.
7. Membantu program physical examination (pemeriksaan fisik)
dapatkan data-data keterangan-keterangan mengenai
kesehatan dan pekerjaan. Lakukan referral yang tepat dan
berikan suatu rekomendasi mengenai hasil yang positif.
8. Memberi nasehat pada tenaga kerja yang mendapat
kesukaran dan jadilaj perantara untuk membantu
menyelesaikan persoalan baik emosional maupun personal.
9. Mengajar karyawan praktik kesehatan keselamatan kerja
yang baik, dan memberikan motivasi untuk memperbaiki
praktik-praktik kesehatan.
10. Mengenai kebutuhan kesehatan yang diperlukan
karyawan dengan obyektif dan menetapkan program Health
Promotion, Maintenance and Restoration.
11. Kerjasama dengan tim hyperkes atau kesehatan kerja
dalam mencari jalan bagaimana untuk peningkatan
pengawasan terhadap lingkungan kerja dan pengawasan
kesehatan yang terus menerus terhadap karyawan yang
terpapar dengan bahan-bahan yang dapat membahayakan
kesehatannya.
12. Tetap waspada dan mengikuti standar-standar
kesehatan dan keselamatan kerja yang ada dalam
menjalankan praktek-praktek perawatan dan pengobatan
dalam bidang hiperkes ini.
13. Secara periodik untuk meninjau kembali program-
program perawatan dan aktifitas perawatan lainnya demi
untuk kelayakan dan memenuhi kebutuhan serta efisiensi.
14. Ikut serta dalam organisasi perawat (professional
perawat) seperti ikatan paramedic hiperkes, dan sebagainya.
15. Merupakan tanggung jawab pribadi yang tidak boleh
dilupakan dan penting adalah mengikuti kemajuan dan
perkembangan professional (continues education).
Menurut American Association of Occupational Health
Nurses, ruang lingkup pekerjaan perawat hiperkes adalah :
1. Health promotion / Protection
Meningkatkan derajat kesehatan, kesadaran dan
pengetahuan tenaga kerja akan paparan zat toksik di
lingkungan kerja. Merubah faktor life style dan perilaku yang
berhubungan dengan resiko bahaya kesehatan.
2. Worker Health / Hazard Assessment and Surveillance
Mengidentifikasi masalah kesehatan tenaga kerja dan menilai
jenis pekerjaannya.
3. Workplace Surveillance and Hazard Detection
Mengidentifikasi potensi bahaya yang mengancam kesehatan
dan keselamatan tenaga kerja. Bekerjasama dengan tenaga
profesional lain dalam penilaian dan pengawasan terhadap
bahaya.
4. Primary Care
Merupakan pelayanan kesehatan langsung terhadap penyakit
dan kecelakaan pada tenaga kerja, termasuk diagnosis
keperawatan, pengobatan, rujukan dan perawatan emergensi.
5. Konseling
Membantu tenaga kerja dalam memahami permasalahan
kesehatannya dan membantu untuk mengatasi dan keluar
dari situasi krisis.
6. Management and Administration
Acap kali sebagai manejer pelayanan kesehatan dengan
tanggung-jawab pada progran perencanaan dan
pengembangan, program pembiayaan dan manajemen.
7. Research
Mengenali pelayanan yang berhubungan dengan masalah
kesehatan, mengenali faktor – faktor yang berperanan untuk
mengadakan perbaikan.
8. Legal-Ethical Monitoring
Paramedis hiperkes harus sepenuhnya memahami ruang
lingkup pelayanan kesehatan pada tenaga kerja sesuai
perundang-undangan, mampu menjaga kerahasiaan dokumen
kesehatan tenaga kerja.
9. Community Organization
Mengembangkan jaringan untuk meningkatkan pelayanan
kepada tenaga kerja. Perawat hiperkes yang bertanggung-
jawab dalam memberikan perawatan tenaga kerja haruslah
mendapatkan petunjuk-petunjuk dari dokter perusahaan atau
dokter yang ditunjuk oleh perusahaan. Dasar-dasar
pengetahuan prinsip perawatan dan prosedur untuk merawat
orang sakit dan korban kecelakaan adalah merupakan
pegangan yang utama dalam proses perawatan yang
berdasarkan nursing assessment, nursing diagnosis, nursing
intervention dan nursing evaluation adalah mempertinggi
efisiensi pemeliharaan dan pemberian perawatan selanjutnya.
Perawat hiperkes mempunyai kesempatan yang besar untuk
menerapkan praktek-praktek standar perawatan secara
leluasa. Seorang perawat hiperkes, melalui program
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan hendaknya selalu
membantu karyawan / tenaga kerja untuk mencapai tingkat
kesehatan yang optimal.
K. Strategi Kesehatan Kerja
1. Mengembangkan kebijakan dan pemantapan manajemen program kesehatan
kerja
2. Meningkatkan SDM Kesehatan Kerja
3. Surveilans epidemiolog PAK dan PAHK
4. Intensifikasi Penatalaksanaan Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Penyakit
Akibat Hubungan Kerja (PAHK)
5. Mengembangkan Sistem Informasi Kesehatan Kerja (SIM-KK)
6. Pengembangan model lingkungan kerja sehat berbasis wilayah
7. Meningkatkan kemitraan dan promosi kesehatan kerja
L. Pengendalian Kecelakan Dengan Penerapan K3
1. Pengendalian Melalui Perundang-undangan (Legislative Control) antara lain :
a. UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Petugas
kesehatan dan non kesehatan
b. UU No. 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
c. UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
d. Peraturan Menteri Kesehatan tentang higene dan sanitasi lingkungan.
e. Peraturan penggunaan bahan-bahan berbahayaPeraturan/persyaratan
pembuangan limbah dll.
2. Pengendalian melalui Administrasi / Organisasi (Administrative control)
antara lain :
a. Persyaratan penerimaan tenaga medis, para medis, dan tenaga non medis
yang meliputi batas umur, jenis kelamin, syarat kesehatan.
b. Pengaturan jam kerja, lembur dan shift
c. Menyusun Prosedur Kerja Tetap (Standard Operating Procedure) untuk
masing-masing instalasi dan melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaannya
d. Melaksanakan prosedur keselamatan kerja (safety procedures) terutama
untuk pengoperasian alat-alat yang dapat menimbulkan kecelakaan
(boiler, alat-alat radiology, dll) dan melakukan pengawasan agar prosedur
tersebut dilaksanakan
e. Melaksanakan pemeriksaan secara seksama penyebab kecelakaan kerja
dan mengupayakan pencegahannya.
3. Pengendalian Secara Teknis (Engineering Control) antara lain :
a. Substitusi dari bahan kimia, alat kerja atau proses kerja
b. Isolasi dari bahan-bahan kimia, alat kerja, proses kerja dan petugas
kesehatan dan non kesehatan (penggunaan alat pelindung)
c. Perbaikan sistim ventilasi, dan lain-lain
d. Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)
Yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan
cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang
dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan
pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu
sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka
penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan
mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat
pekerja.Disini diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa
penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment).
Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan
pekerja yang meliputi:
1) Pemeriksaan Awal :Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan
sebelum seseorang calon / pekerja (petugas kesehatan dan non
kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon
pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari
segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan
kepadanya. Pemerikasaan kesehatan awal ini meliputi :
a) Anamnese umum
b) Anamnese pekerjaan
c) Penyakit yang pernah diderita
d) Alergi
e) Imunisasi yang pernah didapat
f) Pemeriksaan badan
g) Pemeriksaan laboratorium rutin
h) Pemeriksaan tertentu: Tuberkulin test & Psikotes
2) Pemeriksaan Berkala :Adalah pemeriksaan kesehatan yang
dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang
disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin
besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala
Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan
pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila
diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan
resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.
3) Pemeriksaan Khusus :Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan
pada khusus diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan
dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu
kesehatan pekerja. Sebagai unit di sektor kesehatan pengembangan K3
tidak hanya untuk intern di Tempat Kerja Kesehatan, dalam hal
memberikan pelayanan paripurna juga harus merambah dan memberi
panutan pada masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan
promotif dan preventif. Misalnya untuk mengamankan limbah agar
tidak berdampak kesehatan bagi pekerja atau masyarakat disekitarnya,
meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe act dan unsafe
condition agar tidak terjadi kecelakaan dan sebagainya.
Kesehatan dan keselamatan kerja di Tempat Kerja Kesehatan bertujuan
agar petugas, masyarakat dan lingkungan tenaga kesehatan saat bekerja selalu
dalam keadaan sehat, nyaman, selamat, produktif dan sejahtera.Untuk dapat
mencapai tujuan tersebut, perlu kemauan, kemampuan dan kerjasama yang baik
dari semua pihak. Pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan sebagai
lembaga yang bertanggung-jawab terhadap kesehatan masyarakat, memfasilitasi
pembentukan berbagai peraturan, petunjuk teknis dan pedoman K3 di tempat
kerja kesehatan serta menjalin kerjasama lintas program maupun lintas sektor
terkait dalam pembinaan K3 tersebut.
M. Promosi Kesehatan di Tempat Kerja
1. Pengertian
Merupakan komponen kegiatan pelayanan pemeliharaan/perlindungan
kesehatan pekerja dari suatu pelayanan kesehatan pekerja dari suatu pelayanan
kesehatan kerja.
2. Tujuan
Tujuan promosi kesehatan di tempat kerja adalah untuk mempengaruhi sikap
masing-masing pekerja mengenai kesehatannya secara individu, sehingga
dapat menentukan keputusan atas pilihan secara personal menuju gaya hidup
yang sehat dan lebih positif.
Tujuan khusus promosi kesehatan di tempat kerja adalah sebagai berikut:
a. Mempengaruhi pekerja untuk menerima dan memelihara gaya hidup yang
sehat dan positif
b. Mempengaruhi pekerja untuk menerima dan memelihara kebiasaan makan
makanan dengan kandungan gizi yang optimal
c. Memepengaruhi pekerja untuk berhenti merokok
d. Mmepengaruhi pekerja untuk mengurangi/menurunkan/menghilangkan
penyalahgunaan obat-obatan dan alkoho
e. Mempengaruhi pekerja untuk terbiasa mengatasi stress yang dialami
dalam kehidupannya
f. Mempengaruhi pekerja manajemen kemampuan P3K dan CPR
g. Mempengaruhi pekerja mengenai penyakit umum dan penyakit yang
berhubungan dengan pekerjaannya serta bagaimana mencegah serta
meminimalisasi akibatnya
h. Mengadakan penilaian menyeluruh secara medis
3. Manfaat
a. Bagi pihak manajemen tempat kerja
1) Meningkatkan dukungan terhadap program K3
2) Citra positif (tempat kerja yang maju dan peduli kesehatan)
3) Meningkatnya moral staff
4) Menurunnya angka kemungkinan karena sakit
5) Meningkatnya produktivitas
6) Menurunnya biaya kesehatan
b. Bagi pekerja
1) Meningkatnya percaya diri
2) Menurunnya stress
3) Meningkatnya semangat kerja
4) Meningkatnya kemampuan mengenai dan mencegah penyakit
5) Meningkatnya kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat sekitar
N. Penegakan Diagnosa
Secara teknis penegakkan diagnosis dilakukan dengan:
1. Anamnesis/ wawancara meliputi : identitas, riwayat
kesehatan, riwayat penyakit, keluhan.
2. Riwayat pekerjaan (kunci awal diagnosis)
a. Sejak pertama kali bekerja.
b. Kapan, bilamana, apa yang dikerjakan, bahan yang
digunakan, jenis bahaya yang ada, kejadian sama pada
pekerja lain, pemakaian alat pelindung diri, cara
melakukan pekerjaan, pekerjaan lain yang dilakukan,
kegemaran, kebiasaan lain (merokok, alkohol)
c. Sesuai tingkat pengetahuan, pemahaman pekerjaan.
3. Membandingkan gejala penyakit waktu bekerja dan dalam
keadaan tidak bekerja.
a. Waktu bekerja gejala timbul/ lebih berat, waktu tidak
bekerja/ istirahat gejala berkurang/ hilang.
b. Perhatikan juga kemungkinan pemajanan di luar
tempat kerja.
c. Informasi tentang ini dapat ditanyakan dalam
anamnesis atau dari data penyakit di perusahaan.
4. Pemeriksaaan fisik, yang dilakukan dengan catatan :Gejala
dan tanda mungkin tidak spesifik
d. Pemeriksaan laboratorium penunjang membantu
diagnostik klinik.
Dugaan adanya penyakit akibat kerja dilakukan juga
melalui pemeriksaan laboratorium khusus/ pemeriksaan
biomedik.
5. Pemeriksaan laboratorium khusus/ pemeriksaan biomedik
a. Misal: pemeriksaan spirometri, foto paru
(pneumokoniosis-pembacaan standard ILO)
b. Pemeriksaan audiometric
c. Pemeriksaan hasil metabolit dalam darah/ urine.
6. Pemeriksaan/pengujian lingkungan kerja atau data higiene
perusahaan, yang memerlukan:
a. kerjasama dengan tenaga ahli higiene perusahaan
b. kemampuan mengevaluasi faktor fisik/kimia
berdasarkan data yang ada
c. pengenalan secara langsung cara/sistem kerja,
intensitas dan lama pemajanan.
7. Konsultasi keahlian medis/keahlian lain
a. Seringkali penyakit akibat kerja ditentukan setelah
ada diagnosis klinik, kemudian dicari faktor kausa di
tempat kerja, atau melalui pengamatan/ penelitian
yang relatif lebih lama.
b. Dokter spesialis lainnya, ahli toksikologi dan dokter
penasehat (kaitan dengan kompensasi)
O. Kebijakan Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Era Global
1) Dalam bidang pengorganisasian
Di Indonesia K3 ditangani oleh 2 departemen; departemen
Kesehatan dan departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Pada Depnakertrans ditangani oleh Dirjen (direktorat jendral)
Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan, dimana ada 4
Direktur :
a. Direktur Pengawasan Ketenagakerjaan
b. Direktur Pengawasan Norma Kerja Perempuan dan Anak
c. Direktur Pengawasan Keselamatan Kerja, yang terdiri dari
Kasubdit:
1) Kasubdit mekanik, pesawat uap dan bejana tekan.
2) Kasubdit konstruksi bangunan, instalasi listrik dan
penangkal petir
3) Kasubdit Bina kelembagaan dan keahlian keselamatan
ketenagakerjaan
d. Direktur Pengawasan Kesehatan Kerja, yang terdiri dari
kasubdit:
1) Kasubdit Kesehatan tenaga kerja
2) Kasubdit Pengendalian Lingkungan Kerja
3) Kasubdit Bina kelembagaan dan keahlian kesehatan
kerja.
Pada Departemen Kesehatan sendiri ditangani oleh Pusat
Kesehatan Kerja Depkes. Dalam upaya pokok Puskesmas
terdapat Upaya Kesehatan Kerja (UKK) yang kiprahnya lebih
pada sasaran sektor Informal (Petani, Nelayan, Pengrajin, dll).
2) Dalam bidang regulasi
Regulasi yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah sudah
banyak, diantaranya :
a)UU No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
b)UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
c) KepMenKes No 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran
dan Industri.
d)Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1981 tentang
Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja.
e)Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1976 tentang
Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan.
f)Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1979 tentang
Kewajiban Latihan Hygiene Perusahaan K3 Bagi Tenaga
Paramedis Perusahaan.
g)Keputusan Menaker No Kep 79/MEN/2003 tentang
Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat Karena
Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja.
2) Dalam bidang pendidikan
Pemerintah telah membentuk dan menyelenggarakan
pendidikan untuk menghasilkan tenaga Ahli K3 pada berbagai
jenjang Pendidikan, misalnya :
a) Diploma 3 Hiperkes di Universitas Sebelas Maret
b) Strata 1 pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
khususnya peminatan K3 di Unair, Undip, dll dan jurusan
K3 FKM UI.
c) Starta 2 pada Program Pasca Sarjana khusus Program
Studi K3, misalnya di UGM, UNDIP, UI, Unair.
d) Pada beberapa Diploma kesehatan semacam Kesehatan
Lingkungan dan Keperawatan juga ada beberapa SKS dan
Sub pokok bahasan dalam sebuah mata kuliah yang
khusus mempelajari K3
P. Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Biologis :
1) Karakteristik usia : pekerja rata-rata berusia diatas 21 tahun dan 2 dari
jumlah pekerjanya sudah berusia lanjut.
2) Jenis kelamin : 8 pekerja wanita dan 1 pekerja laki-laki.
3) Masalah kesehatan : tidak ada.
4) Fungsi fisik : pekerja libur di hari Minggu, terkadang libur di hari
kerja (Senin-Sabtu) apabila ada keperluan keluarga.
Potensial hazard
1) Hazard fisik : Pekerja rentan mengalami gangguan kulit yang
disebabkan baik oleh faktor cuaca panas dan jarak tempat duduk
ketika membatik dengan malam (lilin) yang mudah meleleh.
2) Hazard biologi : lingkungan di sekitar tempat kerja berpotensi
mengalami kerusakan yang parah karena limbah yang dihasilkan.
3) Hazard kimia : Limbah yang dihasilkan mengandung bahan-bahan
kimia yang berbahaya yang berpotensi menimbulkan masalah
kesehatan.
4) Hazard ergonomi : perilaku pekerja ketika melakukan pengecapan
(mengecap) berdiri dan pekerja yang membatik melakuan tugasnya
dengan duduk.
5) Hazard psikososial : -
Gaya hidup
1) Konsumsi makanan : para pekerja tidak mempunyai jatah makanan,
mereka makan di rumah masing-masing apabila sudah memasuki jam
istirahat.
2) Aktivitas dan istirahat : para pekerja mulai istirahat saat dzuhur sekitar
pukul 12:00 – 13:00.
3) Penampilan : para pekerja memakai pakaian biasa saja karena tidak
ada tuntutan dari pekerjaan yang dijalani.
4) Penggunaan alat pelindung diri : tidak ada alat pelindung diri yang
digunakan akan tetapi beberapa bulan kemarin ada bantuan dari
pemerintah Jerman yang memberikan alat pelindung diri seperti
masker, sarung tangan, celemek, sepatu boot, dan penyediaan fasilitas
seperti ember untuk menampung cairan pewarna batik yang sudah
digunakan.
Sistem Kesehatan
Tidak ada alat pelindung diri yang digunakan pekerja karena sejak dulu
pekerja tidak pernah menggunakan alat pelindung diri dan pekerja
beranggapan sampai sekarang pekerja masih merasa aman-aman saja.
Sejauh ini tidak ada kecelakaan yang terjadi pada pekerja.
Diagnosa Keperawatan
a. Resiko terjadinya gangguan integritas kulit karena tidak ada alat pelindung
diri yang digunakan.
b. Resiko terhadap gangguan pada sistem pernapasan karena para pekerja
sering menghirup malam yang terlalu sering.
c. Resiko yang tinggi terhadap pencemaran lingkungan baik di tempat kerja
maupun lingkungan di sekitar tempat kerja tersebut.
Perencanaan
a. Memberikan pendidikan kesehatan terhadap pentingnya menggunakan alat
pelindung diri terutama sarung tangan untuk mencegah terkena kanker
kulit.
b. Memberikan penkes terhadap pentingnya alat pelindung diri seperti
masker agar tidak tehirup asap malam (lilin) ketika membatik
Memberikan bimbingan dan penkes mengenai kesehatan lingkungan
dalam pembuangan limbah batik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Murwani Anita, Skep. 2003. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan.
Yogyakarta. Fitramaya.
2. Rachman, Abdul, et al. 1990. Pedoman Studi Hiperkes pada Institusi
Pendidikan Tenaga Sanitasi. Jakarta: Depkes RI, Pusdiknakes.
3. Silalahi, Benet dan Silalahi, Rumondang. 1985. Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Jakarta : PT Pustaka Binaman Pressindo.
4. http://www.docstoc.com/docs/85086181/konsep-askep-komunitas-
lingkungan-kerja, diakses pada 14 November 2013.
5. http://jokoateng-jokoateng.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-
kelompok-khusus-oleh.html, diakses pada 14 November 2013.