23
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Mobilisasi dan Imobilisasi Oleh: Ayu Pramiswari 0902105067 Program Studi Ilmu Keperawatan

Laporan Pendahuluan-Mobilisasi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan Pendahuluan-Mobilisasi

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan

pada Pasien dengan Gangguan

Pemenuhan Kebutuhan Mobilisasi dan Imobilisasi

Oleh:

Ayu Pramiswari

0902105067

Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

2010

Page 2: Laporan Pendahuluan-Mobilisasi

A. Konsep Dasar Kebutuhan Dasar Manusia Gangguan Mobilisasi dan

Imobilisasi

I. Pengertian

Mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas,

mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna

mempertahankan kesehatannya. Sedangkan gangguan mobilisasi fisik

(imobilisasi) didefinisikan oleh North American Nursing Diagnosis Association

(NANDA) sebagai suatu keadaan ketika individu mengalami atau berisiko

mengalami keterbatasan gerak fisik (Kim et al, 1995 dalam Fundamental

Keperawatan Potter dan Perry, Ed. 4, Vol. 2). Mobilisasi dan Imobilisasi berada

pada suatu rentang dengan banyak tingkatan imobilisasi parsial di antaranya.

Beberapa klien mengalami kemunduran dan selanjutnya berada di antara rentang

mobilisasi-imobilisasi, tetapi pada klien lain, berada pada kondisi mobilisasi

mutlak dan berlanjut sampai jangka waktu tidak terbatas (Perry dan Potter,

1994). Perubahan dalam tingkat mobilisasi fisik dapat mengakibatkan instruksi

pembatasan gerak dalam bentuk tirah baring, pembatasan gerak fisik selama

penggunaan alat bantu eksternal (mis. Gips atau traksi rangka), pembatasan

gerakan volunter, atau kehilangan fungsi motorik.

II. Jenis Mobilisasi dan Imobilisasi

1. Jenis Mobilisasi

a. Mobilisasi penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak

secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan

menjalankan peran sehari-hari. Mobilisasi penuh ini merupakan fungsi

saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area

tubuh seseorang.

b. Mobilisasi sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak

dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena

dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada tubuhnya.

Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan

pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapat mengalami mobilisasi

sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol motorik dan

sensorik. Mobilisasi sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

Page 3: Laporan Pendahuluan-Mobilisasi

1. Mobilisasi sebagian temporer, merupakan kemampuan individu

untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Dapat

disebabkan oleh trauma reversible pada sistem musculoskeletal,

contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.

2. Mobilisasi permanen, merupakan kemampuan individu untuk

bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut

disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang ireversible, contohnya

terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang

belakang, poliomyelitis karena terganggunya system saraf motorik

dan sensorik.

2. Jenis Imobilisasi

a. Imobilisasi fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik

dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan,

seperti pada pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu

mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga tidak dapat

mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan.

b. Imobilisasi intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang

mengalami keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami

kerusakan otak akibat suatu penyakit.

c. Imobilisasi emosional, keadaan ktika seseorang mengalami pembatasan

secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam

menyesuaikan diri. Contohnya keadaan stress berat dapat disebabkan

karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan bagian

anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai.

d. Imobilisasi sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam

melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat

memengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.

III. Faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi

1. Gaya Hidup. Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan

mobilisasi seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau

kebiasaan sehari-hari.

2. Proses Penyakit/Cedera. Proses penyakit dapat memengaruhi kemampuan

mobilisasi karena dapat memengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh,

Page 4: Laporan Pendahuluan-Mobilisasi

orang yang mengalami fraktur femur akan mengalami keterbatasan

pergerakan dalam ekstremitas bawah.

3. Kebudayaan. Kemampuan melakukan mobilisasi dapat juga dipengaruhi

kebudayaan. Contohnya orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh

memiliki kemampuan mobilisasi yang kuat; sebaliknya ada orang yang

mengalami gangguan mobilisasi (kaki) karena adat dan kebudayaan tertentu

dilarang untuk beraktivitas.

4. Tingkat Energi. Energi adalah sumber untuk melakukan mobilisasi. Agar

seseorang dapat melakukan mobilisasi dengan baik, dibutuhkan energi yang

cukup.

5. Usia dan Status Perkembangan. Terdapat perbedaan kemampuan

mobilisasi pada tingkat usia yang berbeda. Hal ini dikarenakan kemampuan

atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan perkembangan usia.

IV. Perubahan Sistem Tubuh Akibat Imobilisasi

Apabila ada perubahan mobilisasi, maka setiap sistem tubuh berisiko terjadi

gangguan. Tingkat keparahan dari gangguan tersebut tergantung dari umur

klien, dan kondisi kesehatan secara keseluruhan, serta tingkat imobilisasi yang

dialami. Misalnya, perkembangan pengaruh imobilisasi lansia berpenyakit

kronik lebih cepat dibandingkan klien yang lebih muda (Perry dan Potter, 1994).

1. Perubahan Metabolisme

Secara umum imobilisasi dapat mengganggu metabolisme secara normal,

mengingat imobilisasi dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme

di dalam tubuh. Hal tersebut dapat dijumpai pada menurunnya basal

metabolism rate (BMR) yang menyebabkan berkurangnya energi untuk

perbaikan sel-sel tubuh, sehingga dapat memengaruhi gangguan oksigenasi

sel. Perubahan metabolisme imobilisasi dapat mengakibatkan proses

anabolisme menurun dan katabolisme meningkat. Keadaan ini juga dpat

berisiko meningkatkan gangguan metabolisme. Defisiensi kalori dan protein

merupakan karakteristik klien yang mengalami penurunan selera makan

sekunder akibat imobilisasi. Protein disintesis dan diubah menjadi asam

amino dalam tubuh untuk dibentuk kembali menjadi protein lain secara

konstan. Asam amino yang tidak digunakan akan diekskresikan. Tubuh

dapat mensintesa asam amino tertentu (nonesensial) tetapi tergantung pada

Page 5: Laporan Pendahuluan-Mobilisasi

protein yang dikonsumsi untuk menyediakan delapan asam amino esensial.

Jika lebih banyak nitrogen (produk akhir pemecahan asam amino) yang

diekskresikan dari pada yang dimakan dalam bentuk protein, maka tubuh

dikatakan mengalami keseimbangan nitrogen negatif, dan kehilangan berat

badan, penurunan massa otot, dan kelemahan akibat katabolisme jaringan.

Kehilangan protein menunjukkan penurunan massa otot terutama pada hati,

jantung, paru-paru, saluran pencernaan, dan sistem kekebalan (Long et al,

1993 dalam Fundamental Keperawatan Perry dan Potter ed.4, Vol.2).

Beberapa dampak perubahan metabolisme di antaranya adalah pengurangan

jumlah metabolisme, atropi kelenjar dan katabolisme protein,

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, demineralisasi tulang, gangguan

dalam mengubah zat gizi, dang gangguan gastrointestinal.

2. Ketidakseimbangan cairan dan Elektrolit

Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari

imobilisasi akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsentrasi

protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan

tubuh. Di samping itu, berkurangnya perpindahan cairan dari intravascular

ke interstisial dapat menyebabkan edema sehingga terjadi

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Ekskresi kalsium dalam urine

ditingkatkan melalui resorpsi tulang. Imobilisasi menyebabkan pelepasan

kalsium ke dalam sirkulasi. Dalam keadaan normal ginjal dapat

mengekskresi kelebihan kalsium. Jika ginjal tidak mampu berespon dengan

tepat maka terjadi hiperkalsemia (Holm, 1989 dalam Fundamental

Keperawatan Perry dan Potter Ed.4, Vol.2).

3. Gangguan Fungsi Gastriointestinal

Imobilisasi dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal. Hal ini

disebabkan karena imobilisasi dapat menurunkan hasil makanan yang

dicerna, sehingga penurunan jumlah masukan yang cukup dapat

menyebabkan keluhan, seperti perut kembung, mual, dan nyeri lambung

yang dapat menyebabkan gangguan proses eliminasi. Gangguan fungsi

gastrointestinal bervariasi dan mengakibatkan penurunan motilitas saluran

gastrointestinal. Konstipasi merupakan gejala umum. Diare sering terjadi

akibat impaksi fekal. Perawat harus waspada terhadap temuan penemuan

seperti ini yaitu bukan diare yang normal, tetapi lebih cair feses yang

Page 6: Laporan Pendahuluan-Mobilisasi

berjalan melalui area yang terjepit. Jika dibiarkan tidak ditangani, impaksi

fekal dapat mengakibatkan obstruksi usus mekanik sebagian ataupun

keseluruhan yang menyumbat lumen usus, menutup dorongan normal dari

cairan dan udara. Akibat adanya cairan dalam usus menimbulkan distensi

dan peningkatan tekanan intraluminal. Selanjutnya, fungsi usus menjadi

tertekan, terjadi dehidrasi, terhentinya absorbsi, dan gangguan cairan dan

elektrolit semakin memburuk.

4. Perubahan Sistem Pernapasan

Akibat imobilisasi, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan

terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses metabolisme

terganggu. Terjadinya penurunan kadar hemoglobin dapat menyebabkan

penurunan aliran oksigen dari alveoli ke jaringan, sehingga menyebabkan

anemia.

5. Perubahan Kardiovaskular

Sistem kardiovaskular juga dipengaruhi oleh imobilisasi. Ada tiga perubahan

utama yaitu hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja jantung, dan

pembentukan thrombus. Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan

darah sistolik 25 mmHg dan diastolik 10 mmHg ketika klien bangun dari

posisi berbaring atau duduk ke posisi berdiri. Pada klien imobilisasi, terjadi

penurunan sirkulasi volume cairan, pengumpulan darah pada ekstremitas

bawah, dan penurunan respon otonom. Faktor-faktor tersebut mengakibatkan

penurunan aliran balik vena, diikuti oleh penurunan curah jantung yang

terlihat pada penurunan tekanan darah (McCance and Huether, 1994 dalam

Fundamental Keperawatan Perry dan Potter Ed. 4, Vol.2). Jika beban kerja

jantung meningkat maka konsumsi oksigen juga meningkat. Oleh karena itu

jantung bekerja lebih keras dan kurang efisien selama masa istirahat yang

lama. Jika imobilisasi meningkat maka curah jantung menurun, penurunan

efisiensi jantung yang lebih lanjut dan peningkatan bebanm kerja. Klien juga

berisiko terjadi pembentukan thrombus. Kelainan aliran darah vena yang

lambat akibat tirah baring dan imobilisasi dapat menyebabkan akumulasi

trombosit, fibrin, faktor-faktor pembekuan darah, dan elemen sel-sel darah

yang menempel pada dinding bagian anterior vena atau arteri, kadang-

kadang menutup lumen pembuluh darah.

Page 7: Laporan Pendahuluan-Mobilisasi

6. Perubahan Sistem Muskuloskeletal

Perubahan yang terjadi dalam sistem musculoskeletal sebagai dampak dari

imobilisasi adalah sebagai berikut :

a. Pengaruh Otot. Akibat pemecahan protein, klien mengalami kehilangan

massa tubuh, yang membentuk sebagian otot. Oleh karena itu, penurunan

massa otot tidak mampu mempertahankan aktivitas tanpa peningkatan

kelelahan. Massa otot menurun akibat metabolisme dan tidak digunakan.

Jika imobilisasi berlanjut dan otot tidak dilatih, maka akan terjadi

penurunan massa yang berkelanjutan. Penurunan stabilitas terjadi akibat

kehilangan daya tahan, penururnan massa otot, atrofi dan kelainan sendi

yang aktual. Sehingga klien tersebut tidak mampu bergerak terus

menerus dan sangat berisiko untuk jatuh.

b. Pengaruh Skelet. Imobilisasi menyebabkan dua perubahan terhadap

skelet : gangguan metabolisme kalsium dan kelainan sendi. Karena

imobilisasi berakibat pada resorpsi tulang, sehingga jaringan tulang

menjadi kurang padat, dan terjadi osteoporosis (Holm, 1989 dalam

Fundamental Keperawatan Perry dan Potter Ed.4, Vol.2). Apabila

osteoporosis terjadi maka klien berisiko terjadi fraktur patologis.

Imobilisasi dan aktivitas yang tidak menyangga tubuh meningkatkan

kecepatan resorpsi tulang. Resorpsi tulang juga menyebabkan kalsium

terlepas ke dalam darah, sehingga mengakibatkan terjadi hiperkalsemia.

Imobilisasi dapat mengakibatkan kontraktur sendi dimana terjadi kondisi

abnormal dan biasanya permanen yang ditandai oleh sendi fleksi dan

terfiksasi. Hal ini disebabkan tidak digunakannya, atrofi, dan

pemendekan serat otot. Jika terjadi kontraktur maka sendi tidak dapat

mempertahankan rentang gerak dengan penuh. Sayangnya kontraktur

sering menjadikan sendi pada posisi yang tidak berfungsi (Lehmkuhl et

al, 1990 dalam Fundamental Keperawatan Perry dan Potter Ed. 4, Vol.

2). Satu macam kontraktur umum dan lemah yang terjadi adalah foot

drop, dimana kaki terfiksasi pada posisi plantarfleksi secara permanen.

Ambulasi sulit pada kaki dengan posisi ini.

7. Perubahan Sistem Integumen

Perubahan sistem integument yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit

karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilisasi dan terjadinya iskemia

Page 8: Laporan Pendahuluan-Mobilisasi

serta nekrosis jaringan superficial dengan adanya luka decubitus sebagai

akibat tekanan kulit yang kuat dan sirkulasi yang menurun ke jaringan.

8. Perubahan Eliminasi

Eliminasi urine klien berubah oleh adanya imobilisasi. Pada posisi tegak

lurus, urine mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu masuk ke dalam ureter dan

kandung kemih akibat gaya gravitasi. Jika klien dalam posisi rekumben atau

datar, ginjal dan ureter membentuk garis datar seperti pesawat. Ginjal yang

membentuk urine harus masuk ke dalam kandung kemih melawan gaya

gravitasi. Akibat kontraksi peristaltik ureter yang tidak cukup kuat melawan

gaya gravitasi, pelvis ginjal menjadi terisi sebelum urine masuk ke dalam

ureter. Kondisi ini disebut statis urine dan meningkatkan risiko infeksi

saluran perkemihan dan batu ginjal. Klien dengan imobilisasi berisiko terjadi

pembentukan batu karena gangguan metabolisme kalsium dan akibat

hiperkalsemia. Sejalan dengan masa imobilisasi yang berlanjut, asupan

cairan yang terbatas, dan penyebab lain seperti demam, akan mengakibatkan

resiko dehidrasi. Akibatnya haluaran urine menurun, umunya urine yang

diproduksi berkonsentrasi tinggi. Urine yang pekat ini meningkatkan risiko

terjadi batu dan infeksi. Perawatan perineal yang buruk setelah defekasi

terutama pada wanita, meningkatkan risiko kontaminasi saluran perkemihan

oleh bakteri Escherechia Coli. Penyebab lain infeksi saluran perkemihan

pada klien imobilisasi adalah pemakaian kateter urine menetap.

9. Perubahan Perilaku

Perubahan perilaku sebagai akibat imobilisasi, antara lain timbulnya rasa

bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan siklus

tidur, dan menurunnya koping mekanisme. Terjadinya perubahan perilaku

tersebut merupakan dampak imobilisasi karena selama proses imobilisasi

seseorang akan mengalami perubahan peran, konsep diri, kecemasan, dan

lain-lain.

Page 9: Laporan Pendahuluan-Mobilisasi

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

I. Pengkajian

1. Riwayat Keperawatan Sekarang

Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang menyebabkan

terjadi keluhan/gangguan dalam mobilisasi dan imobilisasi, seperti adanya

nyeri, kelemahan otot, kelelahan, tingkat mobilisasi dan imobilisasi, daerah

terganggunya mobilisasi dan imobilisasi, dan lama terjadinya gangguan

mobilisasi.

2. Riwayat Keperawatan Penyakit yang Pernah Diderita

Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan pemenuhan

kebutuhan mobilisasi, misalnya adanya riwayat penyakit sistem neurologis

(kecelakaan cerebrovascular, trauma kepala, peningkatan tekanan

intracranial, miastenia gravis, guillain barre, cedera medulla spinalis, dan

lain-lain), riwayat penyakit sistem kardiovaskular (infark miokard, gagal

jantung kongestif), riwayat penyakit musculoskeletal (osteoporosis, fraktur,

artritis), riwayat penyakit sistem pernapasan (penyakit paru obstruksi

menahun, pneumonia, dan lain-lain), riwayat pemakaian obat, seperti

sedative, hipnotik, depresan sistem saraf pusat, laksania, dan lain-lain.

3. Kemampuan Fungsi Motorik

Pengkajian fungsi motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki

kanan dan kiri untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan, atau

spastis.

4. Kemampuan Mobilisasi

Pengkajian kemampuan mobilisasi dengan tujuan untuk menilai kemampuan

gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah tanpa bantuan.

Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut :

Tingkat Aktivitas/Mobilisasi KategoriTingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh.Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat.

Tingkat 2Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain.

Tingkat 3Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan peralatan.

Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam

Page 10: Laporan Pendahuluan-Mobilisasi

perawatan.

5. Kemampuan Rentang Gerak

Pengkajian rentang gerak (range of motion-ROM) dilakukan pada daerah

seperti bahu, siku, lengan, panggul dan kaki.

Tipe GerakanDerajat Rentang Normal

Leher, Spina, ServikalFleksi : menggerakkkan dagu menempel ke dada 45Ekstensi : mengembalikan kepala ke posisi tegak 45Hiperekstensi : menekuk kepala ke belakang sejauh mungkin

10

Fleksi Lateral : memiringkan kepala sejauh mungkin ke arah setiap bahu

40-45

Rotasi : memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan sirkuler

180

BahuFleksi : menaikkan lengan dari posisi di samping tubuh ke depan ke posisi di atas kepala

180

Ekstensi : mengembalikan lengan ke posisi semula 180Abduksi : menaikkan lengan ke posisi samping di atas kepala dengan telapak tangan jauh dari kepala

180

Adduksi : menurunkan lengan ke samping dan menyilang tubuh sejauh mungkin

320

Rotasi dalam : dengan siku fleksi, memutar bahu dengan menggerakan lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam dan ke belakang

90

Rotasi luar : dengan siku fleksi, menggerakkan lengan sampai ibu jari ke atas dan samping kepala

90

Lengan BawahSupinasi : memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak tangan menghadap ke atas

70-90

Pronasi : memutar lengan bawah sehingga telapak tangan menghadap ke bawah

70-90

Pergelangan TanganFleksi : menggerakkan telapak tangan ke sisi dalam lengan bawah

80-90

Ekstensi : menggerakkan jari-jari sehingga jari-jari, tangan, dan lengan bawah berada dalam arah yang sama

80-90

Abduksi (fleksi radial) : menekuk pergelangan tangan miring (medial) ke ibu jari

Sampai 30

Adduksi (fleksi luar) : menekuk pergelangan tangan miring (lateral) ke arah lima jari

30-50

Jari-jari TanganFleksi : membuat pergelangan 90

Page 11: Laporan Pendahuluan-Mobilisasi

Ekstensi : meluruskan jari tangan 90Hiperekstensi : menggerakkan jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin

30-60

Ibu JariFleksi : menggerakkan ibu jari menyilang permukaan telapak tangan

90

Ekstensi : menggerakkan ibu jari lurus menjauh dari tangan 90PinggulFleksi : menggerakkan tungkai ke depan dan atas 90-120Ekstensi : menggerakkan kembali kesamping tungkai yang lain

90-120

LututFleksi : menggerakkan tumit ke arah belakang paha 120-130Ekstensi : mengembalikan tungkai ke lantai 120-130Mata KakiDorsifleksi : menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke atas

20-30

Plantarfleksi : menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk kebawah

45-50

6. Perubahan Intoleransi Aktivitas

Pengkajian intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan perubahan pada

sistem pernapasan, antara lain : suara napas, analisa gas darah, gerakan

dinding thorak, adanya mucus, batuk yang produktif diikuti panas, dan nyeri

saat respirasi. Pengkajian intoleransi aktivitas terhadap perubahan sistem

kardiovaskular, seperti nadi dan tekanan darah, gangguan sirkulasi perifer,

adanya thrombus, serta perubahan tanda vital setelah melakukan aktivitas

atau perubahan posisi.

7. Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi

Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral

atau tidak. Derajat kekuatan otot dapat ditentukan dengan :

Skala Persentase Kekuatan Normal

Karakteristik

0 0 Paralisis sempurna.

1 10Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di palpasi atau dilihat

2 25Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan topangan

3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi

4 75Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan melawan tahanan minimal

5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan tahanan

Page 12: Laporan Pendahuluan-Mobilisasi

penuh

8. Kaji Batasan Karakteristik

Kerusakan Mobilitas Fisik

Postur tubuh tidak stabil selama melakukan aktivitas rutin

Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar

Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus

Tidak ada koordinasi gerak atau gerakan tak ritmis

Keterbatasan ROM

Sulit terbalik

Perubahan gaya berjalan

Penurunan waktu reaksi

Gerakan menjadi napas pendek

Usaha yang kuat untuk perubahan gerak

Gerak lambat

Gerakan menyebabkan tremor

9. Kaji Faktor yang Berhubungan

Kerusakan mobilitas fisik

Pengobatan

Terapi pembatasan gerak

Kurang pengetahuan mengenai manfaat pergerakan fisik

IMT di atas 75% sesuai dengan usia

Kerusakan sensori persepsi

Nyeri, tidak nyaman

Kerusakan musculoskeletal dan neuromuscular

Intoleransi aktivitas/penurunan kekuatan dan stamina

Depresi mood atau cemas

Kerusakan kognitif

Penurunan kekuatan otot, control dan atau massa

Keengganan untuk memulai gerak

Gaya hidup menetap, tidak fit

Malnutrisi umum atau spesifik

Kehilangan integritas struktur tulang

Keterlambatan perkembangan

Page 13: Laporan Pendahuluan-Mobilisasi

Kekakuan sendi atau kontraktur

Keterbatasan daya tahan kardiovaskular

Berhubungan dengan metabolisme selular

Keterbatasan lingkungan fisik atau social

Kepercayaan terhadap budaya berhubungan dengan aktivitas yang

tepat disesuaikan dengan umur

II. Diagnosa Keperawatan

1. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal

patahnya jaringan tulang

III. Rencana Keperawatan

Dx Tujuan Intervensi Rasional

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan patahnya jaringan tulang

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam, klien dapat melakuakan aktivitas secara bertahap sesuai dengan batas kemampuannya dengan kriteria hasil :

1. Pasien menunjukan peningkatan mobilitas

2. Pasien menggunakan alat bantu dengan benar

3. Pasien dapat mempertahankan kekuatan otot

4. Pasien dapat mempertahankan fleksibilitas sendi

5. Kekuatan kontraksi otot meningkat

1. Kaji pergerakan atau aktivitas klien.

2. Berikan latihan ROM aktif dan ROM pasif.

3. Ukur kekuatan otot klien.

4. Ajarkan teknik berjalan khusus

5. Kolaborasi dengan fisioterapi dalam melatih pasien.

6. Dorong klien agar aktif menjalankan aktivitas sehari-hari secara mandiri sesuai kemampuan

7. Dorong melakukan aktivitas dengan alat bantu

1. Mengetahui tingkat kemandirian aktivitas klien

2. Melatih dan menjaga massa otot agar tidak atrofi.

3. Mengetahui perkembangan otot klien

4. Teknik berjalan khusus dapat mengimbangi gaya berjalan menyeret dan kecenderungan tubuh condong ke depan pada klien

5. Memberi terapi fisik pada pasien untuk menjaga dan meningkatkan aktivitas

6. Motivasi yang tinggi dari diri pasien dan latihan yang sering dilakukan akan mempercepat perbaikan mobilitas tubuh

Page 14: Laporan Pendahuluan-Mobilisasi

7. Penggunaan alat dapat membantu dalam menghindari aktivitas yang sedikit akibat keterbatasan mobilisasi

IV. Evaluasi

Evaluasi yang dihharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi

masalah gangguan mobilitas adalah sebagai berikut :

1. Peningkatan fungsi sistem tubuh

2. Peningkatan kekuatan dan ketahanan otot

3. Peningkatan fleksibilitas sendi

4. Peningkatan fungsi motorik, perasaan nyaman pada pasien, dan ekspresi

pasien menunjukkan keceriaan.

Bagan

Mobilitas Fisik

TerbatasTidak Terbatas

Sehat Disebabkan karena factor-faktor yang berhubungan seperti: pengobatan, terapi pembatasan gerak, kurang pengetahuan mengenai pembatasan gerak fisik,IMT 75% sesuai dengan usia, kerusakan sensori persepsi. Nyeri, tidak nyaman, kerusakan musculoskeletal dan neuromuscular, dll.

Keterbatasan dalam pergerakan fisik pada bagian tubuh tertentu atau pada satu atau lebih ekstremitas

Tanda/gejala sesuai dengan batasan karakteristik seperti : keterbatasan ROM, keterbatasan kamampuan melakukan keterampilan motorik kasar dan/atau halus, gerak lambat, dll.

Page 15: Laporan Pendahuluan-Mobilisasi

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marrilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan

Praktik, Ed.4. Vol.2. Jakarta : EGC

NANDA. 2006. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2005-2006. Jakarta :

Prima Medika

limul H., A. Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia-Aplikasi Konsep dan

Proses Keperawatan. Buku 1. Jakarta : Salemba Medika

Suratun, dkk. 2008. Seri Asuhan Keperawatan: Klien dengan Gangguan Sistem

Muskuloskeletal. Jakarta : EGC

Kerusakan Mobilitas Fisik