Upload
hanry-jp
View
47
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYAKIT JANTUNG PARU / KOR PULMONAL
A. Definisi
Menurut WHO ( 1963 ), Definisi Kor Pulmonal/Pulmonary Heart Disease adalah:
Keadaan patologis dengan di temukannya hipertrofi ventrikel kanan yang disebabkan oleh
kelainan fungsional dan struktur paru. Tidak termasuk kelainan karena penyakit jantung
primer pada jantung kiri dan penyakit jantung konginetal ( bawaan ).
Menurut Braunwahl ( 1980 ), Kor Pulmonal adalah: Keadaan patologis akibat hipertrofi/
dilatasi ventrikel kanan yang disebabkan oleh hipertensi pulmonal.
B. Etiologi
Penyebab penyakit pulmonary heart disease antara lain :
1. Penyakit paru menahun dengan hipoksia :
- Penyakit paru obstrutif kronik,
- Fibrosis paru,
- Penyakit fibrokistik,
- Cryptogenic fibrosing alveolitis,
- Penyakit paru lain yang berhubungan dengan hipoksia
2. Kelainan dinding dada :
- Kifos koliosis, torakoplasti, fibrosis pleura,
- Penyakit neuromuscular,
3. Gangguan mekanisme control pernafasan :
- Obesitas, hipoventilasi idopatik,
- Penyakit serebro vascular.
4. Obstruksi saluran nafas atas pada anak :
- Hipertrofi tonsil dan adenoid.
5. Kelainan primer pembuluh darah :
- Hipertensi pulmonal primer emboli paru berulang dan vaskulitis pembuluh darah paru.
C. Patofisiologi
Terjadinya penyakit ini diawali dengan kelainan struktural di paru, yakni kelainan di
parenkim paru yang bersifat menahun kemudian berlanjut pada kelainan jantung. Perjalanan
dari kelainan fungsi paru menuju kelainan fungsi jantung, secara garis besar dapat
digambarkan sebagai berikut:
1. Hipoventilasi alveoli
2. Menyempitnya area aliran darah dalam paru ( vascular bed )
3. Terjadinya shunt dalam paru
4. Peningkatan tekanan arteri pulmonal
5. Kelainan jantung kanan
6. Kelainan karena hipoksemia relatif pada miocard
D. Manifestasi Klinis
Informasi yang didapat bisa berbeda-beda antara satu penderita yang satu dengan yang
lain tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan pulmonary heart disease.
a.Kor-pumonal akibat Emboli Paru : sesak tiba-tiba pada saat istirahat, kadang-kadang
didapatkan batuk-batuk, dan hemoptisis.
b. Kor-pulmonal dengan PPOM : sesak napas disertai batuk yang produktif (banyak
sputum).
c.Kor pulmonal dengan Hipertensi Pulmonal primer : sesak napas dan sering pingsan jika
beraktifitas (exertional syncope).
d. Pulmonary heart disease dengan kelainan jantung kanan : bengkak pada perut dan
kaki serta cepat lelah.
Gejala predominan pulmonary heart disease yang terkompensasi berkaitan dengan
penyakit parunya, yaitu batuk produktif kronik, dispnea karena olahraga, wheezing respirasi,
kelelahan dan kelemahan. Jika penyakit paru sudah menimbulkan gagal jantung kanan,
gejala-gejala ini lebih berat. Edema dependen dan nyeri kuadran kanan atas dapat juga
muncul.
Tanda- tanda pulmonary heart disease misalnya sianosis, clubbing, vena leher distensi,
ventrikel kanan menonjol atau gallop ( atau keduanya), pulsasi sternum bawah atau
epigastrium prominen, hati membesar dan nyeri tekan, dan edema dependen.
Gejala- gejala tambahan ialah:
1.Sianosis
2.Kurang tanggap/ bingung
3.Mata menonjol
E. Pemeriksaan Penunjang
a.Pemeriksaan Ekg
Biasanya menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan dan abnormalitas atrium kanan. Sering
pula didapatkan aritmia ventrikuler dan atau supra ventrikuler.
b. Pemeriksaan Foto Thoraks
Tanda yang serimg didapatkan adalah :
1. kelainan pada parenkim paru, pleura maupun dinding thorak tergantung penyakit
dasarnya.
2. Pelebaran trunkus pulmonalis pada daerah hilus disertai penurunan gambaran
vaskuler paru drastis di daerah perifer, sehingga menimbulkan gambaran pohon gundul
(pruned tree).
3. Pembesaran ventrikel kanan.
4. Pelebaran Vena Cava Superior.
5. Jika ada empisema maka diafragma agak rendah, conus pulmonalis melebar
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pada penderita CP pemeriksaan fungsi paru menunjukkan kelainan restriktif atau
obstruksi berat (atau gabungan keduanya). Pemeriksaan AGD dapat menunjukkan adanya
hipoksia dan atau hiperkapnia/asidosis respiratorik. Pada beberapa penderita CP AGDnya
normal pada saat istirahat, tetapi pada saat beraktifitas pemeriksaan AGDnya menunjukkan
adanya hipoksia berat disertai hiperkapnia, hal ini membuktikan bahwa etiologi sesak
napasnya adalah kelainan paru. Pada penderita CP dengan hipoksia yang bermakna
(saturasi oksigen arterial £ 90%) seringkali menderita polisitemia.
d. Rontgen Dada
Radiografi dada menyingkirkan ada tidaknya penyakit parenkim paru dan ventrikel
kanan dan arteri pulmonalis yang menonjol atau membesar.
F. Penatalaksanaan
Terapi ditujukan pada proses- proses paru yang menyebabkan gagal jantung kanan.
Pemberian oksigen, pembatasan garam dan cairan, dan diuretik tetap dilakukan; digitalis
tidak diperlukan untuk gagal jantung kanan kecuali jika ada fibrilasi atrial.
a. Istirahat
b. Atasi infeksi saluran nafas
c. Memperbaiki ventilasi
d. Bronkodilator
e. Aspirasi sekret bronkus
f. O2 (1- 3 1/m)
Jika dekompensasi diberikan; digitalis, diuretik, dan diet yang rendah garam. Pemberian
digitalis harus berhati- hati, karena dalam keadaan hipoksia, dan kalium yang rendah mudah
terjadi, sehingga mudah terjadi asidosis respiratorik dan alkalosis metabolik, dan bahaya
intoksikasi lebih besar.
Antibiotik sering diberikan, dan dalam keadaan terpaksa juga diberikan oksigen dengan
alat pernafasan khusus supaya oksigen cukup didalam darah.
ASUHAN KEPERAWATAN
PANYAKIT JANTUNG PARU / COR PULMONAL
A. Pengkajian
1. Anamnesa ,meliputi:
a. Identitas pasien
Cor pulmonal dapat terjadi pada orang dewasa dan pada anak-anak. Untuk orang
dewasa, kasus yang paling sering ditemukan adalah pada lansia karena sering didapati
dengan kebiasaan merokok dan terpapar polusi. Hal ini di dasarkan pada epidemiologi
penyakit-penyakit yang menjadi penyebab cor pulmonal, karena hipertensi pulmonal
merupakan dampak dari beberepa penyakit yang menyerang paru-paru.
Untuk kasus anak-anak, umumnya terjadi cor pulmonal akibat obstruksi saluran napas
atas seperti hipertrofi tonsil dan adenoid.
Jenis pekerjaan yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah para pekerja
yang sering terpapar polusi udara dan kebiasaan merokok yang tinggi.
Lingkungan tempat tinggal yang dapat menjadi resiko terjadinya cor pulmonal adalah
lingkungan yang dekat daerah perindustrian, dan kondisi rumah yang kurang memenuhi
persyaratan runmah yang sehat. Contohnya ventilasi rumah yang kurang baik,hal ini
akan semakin memicu terjadinya penyakit-penyakit paru dan berakibat terjadinya kor
pulmonal.
b. Riwayat sakit dan Kesehatan
Keluhan utama
Pasien dengan cor pulmonal sering mengeluh sesak, nyeri dada
Riwayat penyakit saat ini
Pada pasien cor pulmonal, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih,
sesak, nyeri dada, batuk yang tidak produktif. Perlu juga ditanyakan mulai kapan
keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.
Penyebab kelemahan fisik setelah melakukan aktifitas ringan sampai berat.
- Seperti apa kelemahan melakukan aktifitas yang dirasakan, biasanya disertai sesak
nafas.
- Apakah kelemahan fisik bersifat local atau keseluruhan sistem otot rangka dan
apakah disertai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
- Bagaimana nilai rentang kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
- Kapan timbulnya keluhan kelemahan beraktifitas, seberapa lamanya kelemahan
beraktifitas, apakah setiap waktu, saat istirahat ataupun saat beraktifitas
Riwayat penyakit dahulu
Klien dengan kor pulmonal biasanya memilki riwayat penyakit seperti penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK), fibrosis paru, fibrosis pleura, dan yang paling sering adalah
klien dengan riwayat hipertensi pulmonal.
2. Pemeriksaan fisik : Review Of System (ROS)
a. B1 (BREATH)
Pola napas : irama tidak teratur
Jenis : Dispnoe
Suara napas : wheezing
Sesak napas (+)
b. B2 (BLOOD)
Irama jantung : ireguler s1/s2 tunggal (-)
Nyeri dada (+)
Bunyi jantung : murmur
CRT : tidak terkaji
Akral : dingin basah
c. B3 (BRAIN)
Penglihatan(mata)
- Pupil : tidak terkaji
- Selera/konjungtiva : tidak terkaji
Gangguan pendengaran/telinga: tidak terkaji
Penciuman (hidung) : tidak terkaji
Pusing
Gangguan kesadaran
d. B4 (BLADDER)
Urin:
- Jumlah : kurang dari 1-2 cc/kg BB/jam
- Warna : kuning pekat
- Bau : khas
Oliguria
e. B5 (BOWEL)
Nafsu makan : menurun
Mulut dan tenggorokan : tidak terkaji
Abdomen : asites
Peristaltic : tidak terkaji
f. B6 (BONE)
Kemampuan pergerakan sendi : terbatas
Kekuatan otot : lemah
Turgor : jelek
Oedema
3. Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya,
kecemasan terhadap penyakit.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan hipoksemia secara
reversible/menetap, refraktori dan kebocoran interstisial pulmonal/alveolar pada status
cedera kapiler paru.
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan sempitnya lapang respirasi dan
penekanan toraks.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan.dengan penurunan
nafsu makan (energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas, sehingga metabolism
berlangsung lebih cepat).
4. Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik dan keletihan.
5. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan oliguria.
C. Perencanaan Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas yang b.d. Hipoksemia secara reversible/menetap, refraktori dan
kebocoran interstisial pulmonal/alveolar pada status cedera kapiler paru.
Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk keperluan tubuh.
Kriteria hasil :
Klien tidak mengalami sesak napas.
Tanda-tanda vital dalam batas normal
Tidak ada tanda-tanda sianosis.
Pao2 dan paco2 dalam batas normal
Saturasi O2 dalam rentang normal
Intervensi dan Rasional :
Intervensi Rasional
Pantau frekuensi, kedalaman
pernapasan.Catat penggunaan otot
aksesori, nafas bibir, tidakmampuan
bicara/ berbincang.
Berguna dalam evaluasi derajat distress
pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit.
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu
pasien untuk memilih posisi yang mudah
untuk bernapas. Dorong nafas perlahan
atau nafas bibir sesuai kebutuhan atau
toleransi individu.
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan
posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk
menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea dan
kerja nafas.
Awasi secara rutin kulit dan warna
membrane mukosa.
Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku)
atau sentral (terlihat sekitar bibir/atau daun
telinga). Keabu-abuan dan diagnosis sentral
mengindikasikan beratnya hipoksemia.
Dorong mengeluarkan sputum;
penghisapan bila diindikasikan.
Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah
sumber utama gangguan pertukaran gas pada
jalan nafas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila
batuk tidak efektif.
Auskultasi bunyi nafas, catat area
penurunan aliran udara dan/atau bunyi
tambahan.
Bunyi nafas mugkin redup karena aliran udara
atau area konsolidasi. Adanya mengi
mengindikasikan secret. Krekel basah menyebar
menunjukkan cairan pada
intertisial/dekompensasi jantung.
Palpasi fremitus. Penurunan getaran fibrasi diduga ada
pengumpulan cairan atau udara terjebak.
Awasi tingkat kesadaran/ status mental.
Selidiki adanya perubahan.
Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum
pada hypoxia, GDA memburuk disertai bingung/
somnolen menunjukkan disfungsi sersbral yang
berhubungan dengan hipoksemia.
Evaluasi tingkat toleransi aktifitas.
Berikan lingkungan yang tenang dan
kalem. Batasi aktifitas pasien atau
dorong untuk tidur/ istirahat dikursi
selama fase akut. Mungkinkan pasien
melakukan aktifitas secara bertahap dan
tingkatkan sesuai toleransi individu.
Selama distress pernapasan berat/akut/refraktori
pasien secara total tak mampu melakukan
aktifitas sehari-hari karena hipoksemia dan
dispnea. Istirahat diselingi aktifitas perawatan
masih penting dari program pengobatan. Namun,
program latihan ditujukan untuk meningkatkan
ketahanan dan kekuatan tanpa menyebabkan
dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa
sehat.
Awasi tanda vital dan irama jantung Tachycardia, disritmia, dan perubahan tekanan
darah dapat menunjukkan efek hipoksemia
sistemik pada fungsi jantung.
1. Berikan penekanan SSP (misal:
ansietas, sedative, atau narkotik)
dengan hati-hati.
Digunakan untuk mengontrol ansietas/gelisah
yang meningkatkan konsumsi
oksigen/kebutuhan, eksaserbasi dispnea.
Dipantau ketat karena dapat terjadi gagal nafas.
Bantu instubasi, berikan/pertahankan
ventilasi mekanik,dan pindahkan UPI
sesuai instruksi pasien.
Terjadinya/kegagalan nafas yang akan datang
memerlukan penyelamatan hidup.
2. Ketidakefektifan pola napas b.d. Hipoksia.
Tujuan :
Memperbaiki atau mempertahankan pola pernapasan normal
Pasien mencapai fungsi paru-paru yang maksimal.
Kriteria hasil :
Pasien menunjukkan frekuensi pernapasan yang efektif.
Pasien bebas dari dispnea, sianosis, atau tanda-tanda lain distress
pernapasan
Intervensi dan Rasional :
Intervensi Rasional
Berikan posisi fowler atau semi
fowler
Memaksimalkan ekspansi paru, menurunkan
kerja pernapasan, dan menurunkan resiko
aspirasi
Ajarkan teknik napas dalam dan
atau pernapasan bibir atau
pernapasan diafragmatik abdomen
bila diindikasikan
Membantu meningkatkan difusi gas dan
ekspansi jalan napas kecil, memberika pasien
beberapa kontrol terhadap pernapasan,
membantu menurunkan ansietas.
Obserfasi TTV (RR atau frekuensi
permenit)
Mengetahui keadekuatan frekuensi pernapasan
dan keefektifan jalan napas
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. Penurunan nafsu makan
(energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas, sehingga metabolism berlangsung
lebih cepat).
Tujuan : Nafsu makan membaik.
Kriteria hasil :
Gizi untuk kebutuhan metabolik terpenuhi
Massa tubuh dan berat badan klien berada dalam batas normal.
Intervensi dan Rasional :
Intervensi Rasional
Beri motivasi pada klien untuk mengubah
kebiasaan makan.
Agar pasien mau memenuhi diet yang disarankan
untuk kebutuhan nutrisi dalam metabolisme.
Sajikan makanan untuk klien semenarik
mungkin.
Mengurangi anorexia pada pasien.
Pantau nilai laboratorium, khususnya
transferin, albumin, dan elektrolit.
Untuk mengetahui perkembangan asupan gizi klien
melalui sampel darah.
Timbang berat badan pasien pada interval
yang tepat.
Untuk mengetahui perkembangan klien dalam
mempertahankan berat badan normal.
Diskusikan dengan ahli gizi dalam
menentukan kebutuhan protein untuk
klien.
Untuk bisa lebih tepat memberikan diet kepada pasien
sesuai zat gizi dan kalori yang dibutuhkan.
Pertahankan kebersihan mulut yang baik.
Menambah nafsu makan dan membersihkan kuman-
kuman yang ada dalam mulut, sehingga makanan yang
klien makan akan terasa lebih nikmat.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbbangan antara suplai dan demand oksigen
Tujuan : keseimbanagn antara suplai dan demand oksigen.
Kriteria hasil : mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan di tunjukkan dengan
daya tahan, menunjukkan penghematan energi.
Intervensi dan Rasional :
Tindakan/ Intervensi Rasional
Beri bantuan untuk melaksanakan
aktifitas sehari-hari
Ajarkan klien bagaimana meningkatkan
rasa control dan mandiri dengan kondisi
yang ada
Ajarkan klien bagaimana menghadapi
aktifitas menghindari kelelahan dan
berikan periode istirahat tanpa gangguan
di antara aktifitaa
Istirahat memungkinkan tubuh
memperbaiki energy yang digunakan
selama aktifitas
Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai
menu makanan pasien
Dengan ahli gizi, perawat dapat
menentukan jenis-jenis makanan yang
harus dikonsumsi untuk memaksimalkan
pembentukan energi dalam tubuh pasien.
5. Perubahan pola eliminasi urin b.d. Penurunan curah jantung.
Tujuan : mengembalikan pola eliminasi urin normal.
Kriteria hasil : klien menunjukkan pola pengeluaran urin yang normal, klien
menunjukkan pengetahuan yang adekuat tentang eliminasi urin.
Intervensi dan Rasional :
Intervensi Rasional
Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan
warna saat dimana diuresis terjadi.
Pengeluaran urine mungkin sedikit dan
pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi
terlentang membantu diuresis sehingga
pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama
tirah baring.
Pantau/hitung keseimbangan intake dan
output selama 24 jam
Terapi diuretic dapat disebabkan oleh
kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan
(hipovolemia) meskipun edema/asites masih
ada.
Pertahakan duduk atau tirah baring dengan
posisi semifowler selama fase akut.
Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal
dan menurunkan produksi ADH sehingga
meningkatkan dieresis.
Pantau TD dan CVP (bila ada)
Hipertensi dan peningkatan CVP
menunjukkan kelebihan cairan dan dapat
menunjukkan terjadinya peningkatan
kongesti paru, gagal jantung.
Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia,
mual, distensi abdomen dan konstipasi.
Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut)
dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal.
Konsul dengan ahli diet. Perlu memberikan diet yang dapat diterima
klien yang memenuhi kebutuhan kalori
dalam pembatasan natrium.