51
LAPORAN PENELITIAN DISUSUN OLEH: DWI SETYO AJI / F1312039 PROGRAM S1 TRANSFER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

Laporan Penelitian

  • Upload
    ds-aji

  • View
    30

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan Penelitian

LAPORAN PENELITIAN

DISUSUN OLEH:

DWI SETYO AJI / F1312039

PROGRAM S1 TRANSFER AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2013

Page 2: Laporan Penelitian

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Reformasi dalam bidang pengelolaan keuangan daerah telah ditandai

dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah, Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi

Pemerintahan dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang

Pengelolaan Keuangan Daerah membuka peluang yang luas bagi daerah untuk

mengembangkan dan membangun daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan

prioritasnya masing-masing. Sebagai operasionalnya maka Menteri Dalam Negeri

telah mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13, Tahun 2006 tentang

Pengelolaan Keuangan Daerah. Dengan berlakunya Undang-Undang tersebut di

atas membawa konsekuensi bagi daerah dalam bentuk pertanggungjawaban atas

pengalokasian dana yang dimiliki dengan cara yang efisien dan efektif,

pemerintah kabupaten/kota maupun provinsi diwajibkan untuk menerbitkan

laporan keuangan sebagai pertanggungjawaban telah berakhirnya tahun anggaran

dan wajib diaudit oleh BPK.

Proses audit atas laporan keuangan pemerintah daerah dimulai sejalan

dengan berlakunya dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang

Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

sebagai salah satu lembaga tinggi negara, memegang peran yang strategis dalam

menilai kineja keuangan pemerintah daerah. Proses penilaian ini dilakukan

dengan cara memeriksa laporan pertanggungjawaban pemerintah daerah yang

berupa Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Untuk meningkatkan

kualitas audit, BPK telah menerbitkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara

Page 3: Laporan Penelitian

(SPKN) sesuai dengan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia

No. 1 Tahun 2007.

Dari hasil audit BPK terhadap 344 LKPD tahun 2005, hasilnya menunjukkan

sebanyak 5,23% LPKD mendapat opini wajar tanpa pengecualian

(WTP/unqualified), 84,6% memperoleh opini wajar dengan pengecualian

(WDP/qualified), 2,33% memperoleh pendapat. tidak wajar (TW/adverse) dan

sebanyak 7,86% memperoleh opini tidak memberikan pendapat

(TMP/disclaimer). Tidak jauh berbeda, untuk tahun 2008, dari 293 LKPD tahun

yang diperiksa BPK, sebanyak 8 LPKD atau 2,73% diberikan opini wajar tanpa

pengecualian (WTP), 217 LPKD atau 74% diberikan opini wajar dengan

pengecualian (WDP). Sebanyak 21 LPKD atau 7,16% mendapatkan opini tidak

wajar (TW) dan 47 LPKD atau 16% mendapatkan opini tidak memberikan

pendapat (disclaimer/TMP).

Hasil laporan audit BPK tersebut menjadi pertanyaan peneliti apakah hasil

pemberian opini oleh BPK tersebut disebabkan oleh rendahnya kualitas LKPD

tersebut ataukah ada faktor-faktor lain seperti moral reasoning, profesional dan

kompetensi auditor BPK yang menjadi penyebab tinggi atau rendahnya kualitas

audit yang dilakukan auditor BPK. Penelitian-penelitian tentang etika telah

banyak dilakukan baik di Indonesia maupun di luar negeri. Namun demikian

penelitian-penelitian tersebut fokus pada sektor swasta (misalnya, Faisal, 2007,

Faisal dan Rahayu, 2005; Nizarul Alim dkk, 2007; Margfirah dan Syahril, 2008;

Lindawati, 2003). Penelitian tentang etika di sektor publik khususnya di

pemerintah daerah masih sangat jarang dilakukan. Lewis dan Frank (2002)

menyatakan bahwa moral reasoning auditor pemerintah berbeda dengan auditor

sektor swasta. Perbedaan tersebut disebabkan oleh mekanisme peraturan yang ada.

Selain itu perlunya penelitian ini dilakukan karena maraknya praktek korupsi

dalam administrasi publik di pemerintahan daerah. Hal tersebut ditunjukkan oleh

banyaknya penyalahgunaan dana APBD oleh Kepala Daerah dan pejabat-pejabat

di pemerintahan daerah. Metzger (2002) memberikan alasan pentingnya

mempertimbangkan moral reasoning auditor pemerintah: Pertama, auditor

pemerintah adalah pihak yang dipercaya rakyat untuk mengawasi penggunaan dan

Page 4: Laporan Penelitian

pertanggungjawaban uang rakyat. Kedua, auditor pemerintah banyak menghadapi

konflik peran sebagai representasi lembaga pemerintah, disatu sisi mereka harus

tetap mempertahankan independensinya namun disisi lain mereka harus membuat

keputusan politik. Pentingnya melakukan pengujian pengaruh faktor skeptisisme

professional auditor terhadap kualitas audit antara lain karena semakin skeptis

seorang auditor maka akan semakin mengurangi tingkat kesalahan dalam

melakukan audit (Nelson, 2007; Hurtt et al, 2003; Bell et al, 2005). Carpenter et

al (2002) menyatakan bahwa auditor yang kurang memiliki sikap skeptisisme

professional akan menyebabkan penurunan kualitas audit. Berdasarkan uraian

diatas maka dalam penelitian ini yang menjadi permasalahan adalah apakah moral

reasoning dan sikap skeptisisme professional auditor mempengaruhi kualitas audit

atas laporan keuangan pemerintah daerah.

Mengingat pentingnya fungsi lembaga audit sektor publik dalam

memberikan penilaian atas kinerja keuangan pemerintah daerah, kualitas audit

BPK dan Inspektorat Provinsi telah menjadi fokus kajian oleh berbagai pihak. Hal

ini menyebabkan lembaga-lembaga tersebut menghadapi tuntutan profesionalisme

yang tinggi dari masyarakat. Tuntutan profesionalisme tersebut tentunya

mencakup berbagai nilai-nilai profesionalisme seperti kompetensi, independensi,

dan akuntabilitas. Padahal, auditor pemerintah yang bekerja pada lembaga

tersebut tentunya juga sering mengalami dilema moral, yakni ketika para auditor

berada dalam situasi yang rumit karena mereka sulit untuk memilih antara

kepentingan pribadi mereka atau kepentingan publik. Dilema moral ini juga

timbul karena adanya kebutuhan untuk memilih pilihan yang dapat berakibat baik

bagi satu pihak tapi tidak baik bagi pihak lainnya (Jusup, 2001:89). Dalam situasi

seperti di atas, tidak sedikit auditor yang lebih memilih kepentingan pribadi

mereka, sehingga terjadilah penyimpangan dan pelanggaran kode etik.

Hal-hal seperti di atas tentunya dapat dicegah oleh auditor dengan

menjunjung tinggi nilai-nilai profesionalisme seperti kompetensi, independensi,

dan akuntabilitas. Apalagi menurut DeAngelo (1981) kualitas audit yang

merupakan kemampuan auditor untuk menemukan kesalahan dan melaporkannya

kepada pihak-pihak yang berkepentingan ditentukan oleh kompetensi dan

Page 5: Laporan Penelitian

independensi. Nilai-nilai tersebut memiliki hubungan langsung terhadap kualitas

audit. Kompetensi didefinisikan oleh Irawati (2011) sebagai suatu keahlian yang

dimiliki seorang auditor yang berasal dari pengetahuan dan pengalaman.

Sementara independensi didefinisikan oleh Wati dkk (2010) sebagai sikap

seseorang untuk bertindak jujur, tidak memihak, dan melaporkan temuan-temuan

hanya berdasarkan bukti yang ada. Adapun akuntabilitas didefinisikan oleh Ardini

(2010) sebagai dorongan psikologi sosial yang dimiliki seseorang untuk

menyelesaikan kewajiban yang harus dipertanggungjawabkan kepada

lingkungannya.

Nilai-nilai kompetensi, independensi, dan akuntabilitas sangat penting

dimiliki oleh seorang auditor dalam rangka meningkatkan kualitas audit. Namun,

masalahnya auditor sering kali sangat sulit untuk mengimplementasikan nilai-nilai

kompetensi, independensi, dan akuntabilitas yang notabene adalah nilai-nilai

profesionalisme.

B. Rumusan Masalah

Atas dasar latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka khusus

penelitian ini bertujuan untuk menguji:

1. Apakah moral reasoning auditor pemerintah mempengaruhi kualitas

audit atas laporan keuangan pemerintah daerah dari sisi independensi,

kompetensi dan akuntabilitas?

2. Apakah skeptisisme professional auditor pemerintah mempengaruhi

kualitas audit atas laporan keuangan pemerintah daerah dari sisi

independensi, kompetensi dan akuntabilitas?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan dan kontribusi yang diharapkan

sebagai berikut ini:

Page 6: Laporan Penelitian

1. Dapat memberikan masukan kepada auditor tentang bagaimana

meningkatkan kualitas audit yang dilihat dari atribut kompetensi ,

independensi dan akuntabilitas.

2. Pentingnya penelitian tentang pengambilan keputusan etis dari

pemikiran dan penalaran dan perkembangan moral (moral reasoning and

development) untuk profesi auditor dengan 3 alasan. Pertama, penelitian

tentang moral reasoning ini dapat digunakan untuk memahami tingkat

kesadaran dan perkembangan moral auditor dan akan menambah

pemahaman tentang bagaimana perilaku auditor dalam menghadapi

konflik etika. Kedua, penelitian ini diharapkan akan lebih menjelaskan

problematika proses yang terjadi dalam menghadapi berbagai pengambilan

keputusan etis auditor yang berbeda-beda dalam situasi dilema etika.

Ketiga, hasil penelitian ini akan dapat membawa dan menjadi arahan

dalam tema etika dan dampaknya pada profesi auditor. Keempat, hasil

penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti tentang level of moral

reasoning auditor dan skeptisisme profesionalnya dalam hubungannya

dengan kualitas audit yang dihasilkan.

Page 7: Laporan Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

Sejak berakhirnya era pemerintahan orde baru dan terjadinya reformasi dalam

bidang pengelolaan keuangan negara, telah banyak dikeluarkan peraturan

perundangan demi tercapainya pengelolaan keuangan negara yang baik.

Dengan berlakunya Undang-Undang baru tersebut bentuk

pertanggungjawaban atas pengalokasian dana yang dimiliki dilakukan dengan

cara yang efisien dan efektif, pemerintah kabupaten/kota maupun provinsi

diwajibkan untuk menerbitkan laporan keuangan sebagai

pertanggungjawaban telah berakhirnya tahun anggaran dan wajib diaudit oleh

BPK.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memegang peran menilai kineja keuangan

pemerintah daerah. Proses penilaian ini dilakukan dengan cara memeriksa

laporan pertanggungjawaban pemerintah daerah yang berupa Laporan

Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Untuk meningkatkan kualitas audit,

BPK telah menerbitkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN)

sesuai dengan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia No.

1 Tahun 2007.

Hasil audit BPK tahun 2005 menunjukkan masih banyaknya opini WDP yang

diberikan kepada pemerintah daerah. Sedangkan pada tahun 2008 opini WDP

mencapai 74% dari keseluruhan hasil audit. Apakah hasil pemberian opini

oleh BPK tersebut disebabkan oleh rendahnya kualitas LKPD tersebut

ataukah ada faktor-faktor lain seperti moral reasoning, profesional dan

kompetensi auditor BPK yang menjadi penyebab tinggi atau rendahnya

kualitas audit yang dilakukan auditor BPK. Penelitian tentang etika di sektor

publik khususnya di pemerintah daerah masih sangat jarang dilakukan. Moral

reasoning auditor pemerintah berbeda dengan auditor sektor swasta hal itu

disebabkan oleh mekanisme peraturan yang ada. Pentingnya

mempertimbangkan moral reasoning auditor pemerintah dikarenakan auditor

pemerintah adalah pihak yang dipercaya rakyat untuk mengawasi penggunaan

dan pertanggungjawaban uang rakyat serta auditor pemerintah banyak

Page 8: Laporan Penelitian

menghadapi konflik peran sebagai representasi lembaga pemerintah,

sedangkan pentingnya melakukan pengujian pengaruh faktor skeptisisme

professional auditor terhadap kualitas audit adalah karena semakin skeptis

seorang auditor maka akan semakin mengurangi tingkat kesalahan dalam

melakukan audit. Hasil dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dra.

Indira Januarti,MSi,Ak Faisal,SE,Msi menyebutkan moral reasoning justru

berpengaruh negatif dengan kualitas audit meskipun hanya signifikan pada

alpha 10%, sehingga dapat disimpulkan hipotesis pertama yang menyatakan

moral reasoning berpengaruh positif terhadap kualitas audit tidak dapat

diterima. Hasil ini didukung statistik deskriptif yang menunjukkan bahwa

responden cenderung pada moral reasoning yang rendah. Namun demikian

hasil ini menunjukkan bahwa meskipun responden mempunyai moral

reasoning yang rendah tetapi kualitas auditnya tetap baik. Hal ini

diperlihatkan dengan arah yang negatif dan signifikan. Hipotesis kedua yang

menyatakan skeptisisme profesional auditor mempunyai pengaruh yang

positif terhadap kualitas audit dapat diterima. Hasil ini konsisten dengan

statistik deskriptif yang mengindikasikan bahwa responden menunjukkan

sikap skeptisisme yang tinggi.. Peneliti mengatakan bahwa kemungkinan

hasil ini disebabkan oleh sulit dan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk

mengisi kuesioner yang diberikan.

B. Rerangka Teoritis dan Hipotesis

Kualitas Audit

DeAngelo (1981) mendefinisikan kualitas audit sebagai kemampuan

auditor untuk menemukan pelanggaran pada laporan keuangan yang tidak

sesuai dengan Generally Accepted Accounting Principles (GAAP).

Menurut DeAngelo seberapa tinggi kompetensi dan independensi seorang

auditor dapat mempengaruhi kualitas audit.

Penelitian Crasswell dkk (1995), kualitas auditor diukur dengan

menggunakan ukuran auditor specialization. Crasswell menunjukkan

bahwa spesialisasi auditor pada bidang tertentu merupakan dimensi lain

dari kualitas audit. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa fee audit

Page 9: Laporan Penelitian

spesialis lebih tinggi dibandingkan auditor non spesialis. Hogan dan Jeter

(1999) menyatakan bahwa spesialisasi industri membuat auditor mampu

menawarkan kualitas audit yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak

spesialis. Sekar (2003) melakukan penelitian pengaruh spesialisasi industri

auditor sebagai proksi lain dari kualitas audit terhadap integritas laporan

keuangan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa spesialisasi auditor

berpengaruh positif terhadap integritas laporan keuangan. Deis dan Giroux

(1992) melakukan penelitian tentang empat yang hal dianggap mempunyai

hubungan dengan kualitas audit yaitu (1) lama waktu auditor telah

melakukan pemeriksaan terhadap suatu perusahaan (tenure), (2) jumlah

klien, (3) kesehatan keuangan klien dan (4) review oleh pihak ketiga.

Berikut adalah uraian mengenai beberapa dimensi kualitas audit yaitu

kompetensi, independensi, dan akuntabilitas.

a. Independensi

Kasidi (2007:24) mengemukakan bahwa independensi adalah sikap

tidak memihak kepada kepentingan siapapun dalam melakukan

pemeriksaan laporan keuangan. Sedangkan Wati dkk (2010)

menyatakan independensi merupakan sikap seseorang untuk bertindak

jujur, tidak memihak, dan melaporkan temuan-temuan hanya

berdasarkan bukti yang ada. Mulyadi dan Puradiredja (1998) juga

mendefinisikan independensi sebagai kejujuran dalam diri auditor

dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang

objektif serta tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan

maupun menyatakan pendapat.

Seorang auditor yang independen memiliki kebebasan yang cukup

untuk melakukan audit yang andal, meskipun independensi yang

sifatnya mutlak tidak mungkin dimiliki, auditor tetap harus memelihara

independensinya untuk menjaga tingkat kepercayaan pengguna atas

laporan yang dibuatnya (Murwanto dkk,Tanpa Tahun). Boynton, dkk

(2001:103) menyatakan bahwa seorang auditor harus bersikap

independen baik dalam kenyataan maupun dalam penampilan pada saat

Page 10: Laporan Penelitian

melaksanakan audit atau jasa atestasi lainnya. Independensi dalam

kenyataan (independence in fact) mengandung arti bahwa auditor harus

mempunyai kejujuran dalam mempertimbangkan semua fakta yang

ditemuinya dalam audit. Sementara independensi dalam penampilan

(independence in appearance) berarti bahwa auditor harus memiliki

independensi dari sudut pandang pihak lain yang mengetahui informasi

yang terkait dengan diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit.

Selain itu, dalam standar umum kedua yang merupakan standar audit

yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, juga dinyatakan

“Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi

dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor” (Murwanto dkk,

Tanpa Tahun:47).

Dalam standar di atas, jelas bahwa auditor dituntut untuk tidak

memihak kepada kepentingan siapa pun. Auditor independen tidak

hanya berkewajiban mempertahankan fakta bahwa ia independen,

namun ia harus pula menghindari keadaan yang dapat menyebabkan

pihak luar meragukan sikap independensinya (Murwanto dkk, Tanpa

Tahun). Selain itu dalam standar audit yang berlaku di lingkungan

BPK-RI dalam poin kedua independensi dijelaskan sebagai berikut.

Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan audit,

organisasi/lembaga audit dan auditor, baik pemerintah maupun akuntan

publik, harus independen (secara organisasi maupun secara pribadi),

bebas dari gangguan independensi yang bersifat pribadi dan yang di

luar pribadinya (ekstern), yang dapat memengaruhi independensinya,

serta harus dapat mempertahankan sikap dan penampilan yang

independen (Murwanto dkk, Tanpa Tahun:85).

b. Kompetensi

Lee dan Stone (1995) dalam Indah (2010) mendefinisikan kompetensi

sebagai sebuah keahlian yang secara eksplisit digunakan oleh auditor

untuk melakukan tugas auditnya secara objektif. Irawati (2011)

menyimpulkan bahwa kompetensi seorang auditor diperoleh dari

Page 11: Laporan Penelitian

pengetahuan dan pengalaman. Pengetahuan dan pengalaman dapat

bersifat umum dengan standar tinggi yang diikuti melalui pendidikan

khusus, sertifikasi, serta pengalaman kerja. Kompetensi yang diperoleh

ini harus selalu dipertahankan dan dikembangkan dengan terus-menerus

mengikuti penerbitan nasional dan internasional yang relevan dengan

akuntansi, auditing, dan keterampilan-keterampilan teknis lainnya

(Murwanto dkk, Tanpa Tahun). Sependapat dengan Irawati,

Christiawan (2002) juga mengungkapkan bahwa kompetensi sangat

terkait dengan pendidikan dan pengalaman. Lebih lanjut, Dreyfus dan

Dreyfus (1986) dalam Indah (2010:35) membedakan proses

pemerolehan keahlian menjadi lima tahap yaitu:

a) tahap novice yang merupakan tahap pengenalan akan kenyataan

dimana pendapat-pendapat yang dibuat hanya berdasarkan aturan-

aturan yang ada.

b) tahap advanced beginner yang merupakan tahap dimana

ketergantungan auditor terhadap aturan melebihi kemampuan

rasionalisasinya, namun pada tahap inilah auditor dapat menyeleksi

aturan yang sesuai dengan suatu tindakan.

c) tahap competence yang merupakan tahap dimana auditor telah

memiliki pengalaman yang cukup dalam menghadapi situasi yang

cukup kompleks. Tindakan yang diambil disesuaikan dengan tujuan

auditor, sementara aturan audit tidak begitu diperhatikan.

d) tahap proficiency yang merupakan tahap dimana terdapat rutinitas

dan auditor sangat bergantung pada pengalaman sebelumnya. tahap

expertise yang merupakan tahap dimana auditor mengetahui sesuatu

karena kematangan dan pemahamannya terhadap praktik yang ada.

Selain itu, auditor sudah mampu membuat keputusan maupun

menyelesaikan masalah dengan rasional tanpa terlalu bergantung pada

peraturan-peraturan yang ada melainkan lebih cenderung kepada intuisi

mereka.

Page 12: Laporan Penelitian

c. Akuntabilitas

Menurut Ardini (2010) akuntabilitas merupakan dorongan psikologi

sosial yang dimiliki seseorang untuk menyelesaikan kewajiban yang

harus dipertanggungjawabkan kepada lingkungannya. Dalam

melaksanakan tanggungjawab sebagai profesional setiap auditor harus

senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan nilai-nilai

profesionalisme dalam semua kegiatan yang dilakukan. Akuntabilitas

(tanggungjawab) yang harus dimiliki oleh auditor yaitu : tanggung

jawab kepada klien, tanggung jawab rekan seprofesi, dan tanggung

jawab dalam praktik lain. Hidayat (2011) juga mengungkapkan

akuntabilitas yaitu sebagai berikut.

Dalam sektor publik, akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk

kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan

pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang

telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban

yang dilaksanakan secara periodik (Stanbury, 2003). Akuntabilitas pada

penelitian (Elisha dan Icuk, 2010) menggunakan tiga indikator yaitu

meliputi: Motivasi, pengabdian pada profesi, dan kewajiban sosial.

Robbins 2008 dalam elisha dan icuk 2010, mendefinisikan motivasi

sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan

seorang individu untuk mencapai tujuannya. Dengan adanya motivasi

dalam bekerja, maka auditor diharapkan lebih memiliki intensitas, arah,

dan ketekunan sehingga tujuan organisasi dapat dicapai. Dalam

kaitannya dengan akuntabilitas seseorang, orang dengan akuntabilitas

tinggi juga memiliki motivasi yang tinggi dalam mengerjakan sesuatu.

Sementara kewajiban sosial merupakan pandangan tentang pentingnya

peranan profesi dan manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat

maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut (Rendy, 2007).

Moral Reasoning

Faisal (2007), Faisal dan Rahayu (2005), Thorne, Masey dan Jones (2004)

Lindawati (2003), Lord dan DeZoort (2001), Tsui dan Gul (1996),

Page 13: Laporan Penelitian

Ponemon dan Gabhart (1993), Ponemon (1992) serta Amstrong (1987).

Secara umum hasil penelitian-penelitian di atas menyatakan bahwa dalam

teori perkembangan moral kognitif (cognitive moral development), alasan

moral (moral reasoning) dapat dinilai dengan menggunakan tiga rerangka

yang terdiri dari tiga tahap yaitu pre-conventional level, conventional level

dan post conventional level. Moral development merupakan komponen

penting yang mempengaruhi moral reasoning seorang akuntan publik.

Hasil lainnya menyatakan bahwa derajat profesionalisme seorang akuntan

publik ditentukan oleh tingkat perkembangan moralnya (moral

development). (Lindawati , 2003)

Skeptisme Profesional

Hurtt (2007) mendefinisikan skeptisisme sebagai kecenderungan individu

untuk menunda memberikan kesimpulan hingga bukti audit cukup untuk

memberikan dukungan maupun penjelasan. Kee dan Knox’s (1970) dalam

Margfirah dan Syahril (2008), dalam model “Professional Scepticism

Auditor” menyatakan bahwa skeptisisme profesional auditor dipengaruhi

oleh beberapa faktor; faktor-faktor kecondongan etika, faktor-faktor situasi

dan pengalaman. Semakin skeptis seorang auditor maka semakin

mengurangi tingkat kesalahan dalam melakukan audit (Bell et al, 2005).

Carpenter et al (2002) menyatakan bahwa auditor yang kurang memiliki

sikap skeptisisme profesional akan menyebabkan penurunan kualitas audit.

Ida Suraida (2005), Marghfirah dan Syahril (2008) menguji hubungan

skeptisisme profesional auditor dengan ketepatan pemberian opini auditor

oleh akuntan publik dan apakah ada hubungan situasi audit, etika,

pengalaman, dan keahlian audit dengan ketepatan pemberian opini auditor

oleh akuntan publik. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara skeptisisme profesional auditor dan

ketepatan pemberian opini auditor oleh akuntan publik

Hipotesis yang dipakai dalam penelitian kali ini adalah :

H1: moral reasoning auditor mempunyai pengaruh yang positif terhadap

kualitas audit dilihat dari sisi independensi auditor.

Page 14: Laporan Penelitian

H2: moral reasoning auditor mempunyai pengaruh yang positif terhadap

kualitas audit dilihat dari sisi kompetensi auditor.

H3: moral reasoning auditor mempunyai pengaruh yang positif terhadap

kualitas audit dilihat dari sisi akuntabilitas.

H4: skeptisisme profesional auditor mempunyai pengaruh yang positif

terhadap kualitas audit dilihat dari sisi independensi auditor.

H5: skeptisisme profesional auditor mempunyai pengaruh yang positif

terhadap kualitas audit dilihat dari sisi kompetensi auditor.

H6: skeptisisme profesional auditor mempunyai pengaruh yang positif

terhadap kualitas audit dilihat dari sisi akuntabilitas.

Page 15: Laporan Penelitian

III.METODE PENELITIAN

A. Model Penelitian

Dalam penelitian ini analisis data menggunakan pendekatan Partial Least

Square (PLS). Alasan yang mendasari penggunaan PLS ini karena

penelitian ini menggunakan 101 konstruk (11 konstruk untuk mengukur

kualitas audit, 30 konstruk untuk mengukur skeptisisme professional

auditor dan 60 konstruk (12 konstruk x 5 vignettes) untuk mengukur moral

reasoning). Selain itu penggunaan PLS bertujuan untuk menangkap dari

konstruk-konstruk tersebut mana yang paling mempengaruhi kualitas

audit. Dalam analisis dengan PLS ada 2 hal yang dilakukan. Pertama,

menilai outer model atau measurement model adalah penilaian terhadap

reliabilitas dan validitas variabel penelitian. Ada tiga kriteria untuk menilai

outer model yaitu: convergent validity, discriminant validity dan

composite reliability. Kedua, menilai inner model atau structural model.

Pengujian inner model atau model struktural dilakukan untuk melihat

hubungan antara konstruk, nilai signifikansi dan R-square dari model

penelitian.

Untuk menguji keandalan dan reliabilitas suatu instrumen agar

kesimpulan yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan keadaan yang

sebenarnya, maka digunakanlah beberapa alat uji di bawah ini.

3.7.1 Uji Validitas

Uji validitas yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah alat ukur

yang ada dapat mengukur konsep yang seharusnya diukur. Pradita (2010)

yang

menggunakan korelasi bivariat untuk uji validitas mengungkapkan bahwa

dengan

menggunakan korelasi bivariat maka suatu item pernyataan dikatakan

valid jika

hasil korelasi antara masing-masing item pernyataan dan total konstruk

Page 16: Laporan Penelitian

signifikan. Signifikansi ditandai dengan tanda bintang yang terdapat pada

angka

Pearson Correlation tiap item.

Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas merupakan ukuran yang menunjukkan konsistensi dari alat

ukur dalam mengukur gejala yang sama di lain kesempatan (Purbayu,

2005

dalam Irawati, 2011). Uji ini menggunakan uji statistik dalam IBM SPSS

version

20 dimana suatu variabel dikatakan baik jika Cronbach Alpha >0,60.

Sangadji

dan Sopiah ( 2010 : 166) mengemukakan rumus yang digunakan untuk uji

reliabilitas yaitu :

Analisis Data

Teknik-teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan

dengan bantuan program computer IBM SPSS version 20 for windows.

Adapun

teknik-teknik analisis tersebut adalah sebagai berikut.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas berfungsi untuk mengetahui kepastian sebaran data yang

diperoleh terhadap data bersangkutan. Uji normalitas yang digunakan

adalah Kolmogrov-Smirnov. Tujuan uji ini adalah untuk mengetahui

apakah variabel yang dianalisis memenuhi kriteria distribusi normal yaitu

persentasenya lebih dari 5%.

Analisis Regresi Linear

Analisis regresi linear yang digunakan adalah analisis regresi linear

sederhana dengan model regresi adalah sebagai berikut.

Y1=β0 + β1X

Y2=β0 + β1X

Page 17: Laporan Penelitian

Y3=β0 + β1X

Keterangan :

Y1 = kompetensi

Y2 = independensi

Y3 = akuntabilitas

β0 = konstanta regresi

β1 = koefisien regresi X1

X1 = Moral reasoning

c. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan setelah hasil uji normalitas berdistribusi normal.

Hipotesis diuji dengan analisis regresi. Metode analisis yang digunakan

adalah uji t yang digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen. Ghozali (2009) dalam Pradita

(2010) mengemukakan cara melakukan uji t yaitu jumlah degree of

freedom (df) adalah 20 atau lebih, derajat kepercayaan sebesar 5%, dan

menolak Ho jika nilai t lebih besar dari dua pada nilai absolut.

B. Definisi dan Pengukuran Variabel

1. Kualitas Audit

Kualitas audit ditentukan oleh dua hal yaitu kompetensi dan independensi.

De Angelo (1981) mendefinisikan kualitas audit sebagai probabilitas

bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran pada sistem

akuntansi klien. Kualitas audit diukur berdasarkan indikator: (1) deteksi

salah saji, (2) kesesuaian dengan SAP, (3) kepatuhan terhadap SOP, (4)

risiko audit, (5) prinsip kehati-hatian, (6) proses pengendalian atas

pekerjaan oleh supervisor, dan (7) jumlah klien yang diaudit, (8)

komunikasi dengan klien, (9) ketepatan waktu penyelesaian audit, (10)

kecakapan asisten, (11) pengetahuan dari pendidikan strata, dan (12)

pengetahuan dari pelatihan dan kursus (13) pengungkapan kecurangan

Page 18: Laporan Penelitian

klien, (14) pemberian fasilitas dari klien. Semua item pertanyaan diukur

pada skala Likert.

Penelitian ini akan menghasilkan gambaran statistik deskriptif reponden.

Dan pengaruh masing-masing variabel independen yaitu moral reasoning

dan skeptisme profesional auditor disajikan melalui statistik deskriptif.

a. Kompetensi Kompetensi adalah keahlian yang dimiliki oleh seorang

auditor yang didapatkan dari pengetahuan dan pengalaman mereka.

Dalam penelitian ini kompetensi diukur dengan menggunakan

dimensi-dimensi kompetensi yang digunakan oleh Putra (2012) yaitu

mutu personal, pengetahuan umum dan keahlian khusus. Semua item

pernyataan tersebut diukur pada skala Likert 1 sampai 5.

b. Independensi adalah sebuah keadaan dimana auditor tidak dipengaruhi

oleh kepentingan siapapun, sehingga auditor dapat bersikap objektif

dalam menjalankan tugasnya. Dalam penelitian ini independensi

diukur dengan menggunakan dimensi-dimensi yang digunakan Putra

(2012) yaitu: hubungan dengan klien, independensi pelaksanaan

pekerjaan, dan independensi laporan. Terdapat beberapa pernyataan

sebagai indikator yang diukur pada skala Likert 1 sampai 5.

c. Akuntabilitas merupakan dorongan psikologi sosial yang dimiliki

seseorang untuk menyelesaikan kewajiban yang harus

dipertanggungjawabkan kepada lingkungannya (Ardini, 2010).

Akuntabilitas pada penelitian ini merujuk kepada pengukuran

akuntabilitas pada penelitian Elisha dan Icuk (2010) dalam Hidayat

(2011) yang menggunakan tiga indikator yaitu: motivasi, pengabdian

pada profesi, dan kewajiban sosial. Olehnya itu akuntabilitas pada

penelitian ini diwakili oleh 6 pernyataan yang diukur dengan

menggunakan skala Likert 1 sampai 5.

Seluruh jawaban responden kecuali yang menyangkut variabel moral

reasoning dan skpetisme professional diukur pada skala Likert 1 sampai 5.

Berikut adalah perinciannya:

Angka 1 = Sangat Tidak Setuju (STS)

Page 19: Laporan Penelitian

Angka 2 = Tidak Setuju (TS)

Angka 3 = Ragu-Ragu (RR)

Angka 4 = Setuju (S)

Angka 5 = Sangat Setuju (SS)

2. Moral reasoning

Penalaran moral (moral reasoning) atau disebut juga kesadaran moral

(moral judgment, moral thinking), adalah faktor penentu yang melahirkan

perilaku moral dalam pengambilan keputusan etis, sehingga untuk

menemukan perilaku moral yang sebenarnya hanya dapat ditelusuri

melalui penalarannya. Dalam penelitian ini dipakai Multidimensional

Ethics Scale (MES) untuk mengukur perkembangan moral. MES

menyediakan ukuran langsung atas orientasi etika pada sejumlah konstruk

moral (Cohen, Pant & Sharp, 1996). Dengan demikian, MES secara

spesifik mengidentifikasi rasionalisasi dibalik alasan moral dan mengapa

responden percaya bahwa suatu tindakan adalah etis. Lima konstruk moral

terefleksi dalam MES adalah:

a. Justice atau moral equity. Dalam instrumen penelitian ini, konstruk

justice direfleksikan oleh 4 pertanyaan (MR 1 – MR 4) yang akan

mengukur apakah tindakan seseorang itu adil (tidak adil), wajar (tidak

wajar), secara moral benar (tidak benar) dan diterima keluarga (tidak

diterima).

b. Relativism. Konstruk relativism ditunjukkan dalam 2 pertanyaan (MR

5 – MR 6) yang mengukur apakah tindakan seseorang itu secara

kultural dapat diterima (tidak dapat diterima) dan secara tradisional

dapat diterima atau tidak.

c. Egoism. Konstruk egoism diwakili oleh 2 pertanyaan (MR 7 – MR 8)

yang mengukur apakah tindakan seseorang menunjukkan promosi

(tidak) dari si pelaku dan menunjukkan personal (tidak) yang

memuaskan si pelaku.

Page 20: Laporan Penelitian

d. Utilitarianism. Konstruk ini direfleksikan oleh 2 pertanyaan (MR 9 –

MR 10) yang menanyakan apakah tindakan tertentu dari seseorang

apakah menghasilkan manfaat yang besar (kecil) dan tindakan tersebut

meminimalkan kerugian (memaksimalkan keuntungan).

e. Deontology atau contractual. Konstruk ini ditunjukkan oleh 2

pertanyaan (MR 11 – MR 12) yang mengukur apakah tindakan

seseorang tersebut melanggar (tidak melanggar) kontrak tertulis dan

melanggar (tidak) janji yang terucap.

Dalam penelitian ini responden diminta untuk menyelesaikan instrumen

etika multidimensional untuk 5 rangkaian dilema etika vignettes.

3. Skeptisisme Profesional Auditor

Di dalam SPAP (SPAP, 2001), menyatakan skeptisisme profesional

auditor sebagai suatu sikap yang mencakup pikiran yang selalu

mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti

audit. Variabel skeptisisme profesional auditor diukur dengan

menggunakan instrument The Hurtt Professional Skepticism Scale (2007)

yang dimodifikasi untuk lingkungan audit pemerintah. Instrumen ini terdiri

dari 30 item yang diukur dengan skala Likert 1 (sangat tidak setuju)

sampai 5 (sangat setuju). Semakin tinggi skornya menunjukkan semakin

skeptis seorang auditor.

C. Sampel Penelitian

Auditor yang dijadikan sampel adalah auditor pemerintah BPK RI yang

telah bekerja minimal satu tahun dan sudah pernah melakukan audit

laporan keuangan pemerintah daerah yang saat ini mengikuti tugas belajar

D3 ke S1 di UNS Surakarta. Sampel berkisar kurang lebih 35 orang

auditor. Data direncanakan akan dikumpulkan melalui survey yang

dilakukan melalui kuesioner. Diharapkan tingkat pengembalian yang

tinggi karena adanya pemberian langsung kuesioner dan pemantauan

pengisian kuesioner yang dibagikan.

Page 21: Laporan Penelitian

IV HASIL EMPIRIS

A. Statistik Deskriptif

Gambaran Umum Sampel

Jumlah kuesioner yang dikirim 35

Jumlah Kuesioner yang tidak kembali 13

Jumlah kuesioner yang kembali 22

Tingkat Pengembalian 62,8%

Deskripsi Karakteristik Responden Berdasarkan Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase

Laki-laki 19 87%

Perempuan 3 13%

Total 22 100%

Deskripsi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Usia Jumlah Persentase

< 25 tahun 0 0%

25-35 tahun 22 100%

36-55 tahun 0 0%

>55 tahun 0 0%

Deskripsi Karakteristik responden Berdasarkan Pengalaman Audit

Lama Mengaudit Jumlah Persentase

1-5 tahun 20 90%

6-10 ahun 1 5%

>10 tahun 1 5%

Total 22 100%

Page 22: Laporan Penelitian

Kemudian berdasarkan pengujian SPSS 21 mengenai reliabilitas variabel

independen moral reasoning (X1) didapatkan hasil sebagai berikut :

Reliability Statistics Variabel Moral Reasoning

Cronbach's

Alpha

Cronbach's

Alpha Based on

Standardized

Items

N of Items

.726 .751 11

Reliability Statistics Variabel Skeptisme

Profesional

Cronbach's

Alpha

Cronbach's

Alpha Based on

Standardized

Items

N of Items

.885 .889 29

Reliability Statistics Kompetensi Auditor

Cronbach's

Alpha

Cronbach's

Alpha Based on

Standardized

Items

N of Items

.850 .852 12

Reliability Statistics Independensi Auditor

Cronbach's

Alpha

Cronbach's

Alpha Based on

Standardized

Items

N of Items

.844 .860 7

Reliability Statistics Akuntabilitas Auditor

Page 23: Laporan Penelitian

Cronbach's

Alpha

Cronbach's

Alpha Based on

Standardized

Items

N of Items

.875 .881 6

Kemudian berdasarkan pengujian SPSS 21 mengenai normalitas data

menggunakan one sample kolmogorov-smirnov test didapatkan hasil

sebagai berikut :

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Variabel Moral

Reasoning

V14

N 22

Normal Parametersa,bMean 4.1364

Std. Deviation .67335

Most Extreme Differences

Absolute .110

Positive .083

Negative -.110

Kolmogorov-Smirnov Z .517

Asymp. Sig. (2-tailed) .952

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Variabel

Skeptisme Profesional

V45

N 22

Normal Parametersa,bMean 3.8818

Std. Deviation .42085

Most Extreme Differences

Absolute .093

Positive .092

Negative -.093

Kolmogorov-Smirnov Z .438

Asymp. Sig. (2-tailed) .991

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Page 24: Laporan Penelitian

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Variabel

Kompetensi Auditor

V58

N 22

Normal Parametersa,bMean 3.9583

Std. Deviation .39319

Most Extreme Differences

Absolute .138

Positive .138

Negative -.079

Kolmogorov-Smirnov Z .648

Asymp. Sig. (2-tailed) .795

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Variabel

Independensi Auditor

V66

N 22

Normal Parametersa,bMean 4.0584

Std. Deviation .38348

Most Extreme Differences

Absolute .288

Positive .288

Negative -.212

Kolmogorov-Smirnov Z 1.350

Asymp. Sig. (2-tailed) .052

a. Test distribution is Normal.

Page 25: Laporan Penelitian

b. Calculated from data.

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Akuntabilitas

Auditor

V73

N 22

Normal Parametersa,bMean 3.8409

Std. Deviation .43180

Most Extreme Differences

Absolute .265

Positive .265

Negative -.189

Kolmogorov-Smirnov Z 1.245

Asymp. Sig. (2-tailed) .090

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

B. Hasil Uji Hipotesis

Berdasarkan analisis regresi yang dilakukan menggunakan SPSS 21

didapatkan hasil sebagai berikut ;

1. Pengaruh Moral Reasoning (X1) terhadap Kompetensi (Y1)

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

V58 3.9583 .39319 22

V14 4.1364 .67335 22

Correlations

V58 V14

Pearson Correlation

V58 1.000 .236

V14 .236 1.000

Sig. (1-tailed)

V58 . .145

V14 .145 .

Page 26: Laporan Penelitian

N

V58 22 22

V14 22 22

Variables Entered/Removeda

Model Variables

Entered

Variables

Removed

Method

1 V14b . Enter

a. Dependent Variable: V58

b. All requested variables entered.

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

Durbin-Watson

1 .236a .056 .009 .39151 2.151

a. Predictors: (Constant), V14

b. Dependent Variable: V58

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression .181 1 .181 1.180 .290b

Residual 3.066 20 .153

Total 3.247 21

a. Dependent Variable: V58

b. Predictors: (Constant), V14

2. Pengaruh Moral Reasoning (X1) terhadap Independensi (Y2)

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

V66 4.0584 .38348 22

V14 4.1364 .67335 22

Page 27: Laporan Penelitian

Correlations

V66 V14

Pearson Correlation

V66 1.000 .181

V14 .181 1.000

Sig. (1-tailed)

V66 . .211

V14 .211 .

N

V66 22 22

V14 22 22

Variables Entered/Removeda

Model Variables

Entered

Variables

Removed

Method

1 V14b . Enter

a. Dependent Variable: V66

b. All requested variables entered.

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

Durbin-Watson

1 .181a .033 -.016 .38648 1.720

a. Predictors: (Constant), V14

b. Dependent Variable: V66

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression .101 1 .101 .675 .421b

Residual 2.987 20 .149

Total 3.088 21

a. Dependent Variable: V66

Page 28: Laporan Penelitian

b. Predictors: (Constant), V14

3. Pengaruh Moral Reasoning (X1) terhadap Akuntabilitas (Y3)

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

V73 3.8409 .43180 22

V14 4.1364 .67335 22

Correlations

V73 V14

Pearson Correlation

V73 1.000 .030

V14 .030 1.000

Sig. (1-tailed)

V73 . .447

V14 .447 .

N

V73 22 22

V14 22 22

Variables Entered/Removeda

Model Variables

Entered

Variables

Removed

Method

1 V14b . Enter

a. Dependent Variable: V73

b. All requested variables entered.

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

Durbin-Watson

1 .030a .001 -.049 .44225 1.503

Page 29: Laporan Penelitian

a. Predictors: (Constant), V14

b. Dependent Variable: V73

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression .004 1 .004 .018 .893b

Residual 3.912 20 .196

Total 3.915 21

a. Dependent Variable: V73

b. Predictors: (Constant), V14

4. Pengaruh Skeptisme (X2) terhadap Kompetensi (Y1)

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

V58 3.9583 .39319 22

V45 3.8818 .42085 22

Correlations

V58 V45

Pearson Correlation

V58 1.000 .121

V45 .121 1.000

Sig. (1-tailed)

V58 . .296

V45 .296 .

N

V58 22 22

V45 22 22

Variables Entered/Removeda

Model Variables

Entered

Variables

Removed

Method

1 V45b . Enter

Page 30: Laporan Penelitian

a. Dependent Variable: V58

b. All requested variables entered.

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

Durbin-Watson

1 .121a .015 -.035 .39995 1.921

a. Predictors: (Constant), V45

b. Dependent Variable: V58

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression .047 1 .047 .296 .593b

Residual 3.199 20 .160

Total 3.247 21

a. Dependent Variable: V58

b. Predictors: (Constant), V45

5. Pengaruh Skeptisme (X2) terhadap Independensi (Y2)

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

V66 4.0584 .38348 22

V45 3.8818 .42085 22

Correlations

V66 V45

Pearson Correlation

V66 1.000 .291

V45 .291 1.000

Sig. (1-tailed)

V66 . .095

V45 .095 .

Page 31: Laporan Penelitian

N

V66 22 22

V45 22 22

Variables Entered/Removeda

Model Variables

Entered

Variables

Removed

Method

1 V45b . Enter

a. Dependent Variable: V66

b. All requested variables entered.

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

Durbin-Watson

1 .291a .085 .039 .37597 1.665

a. Predictors: (Constant), V45

b. Dependent Variable: V66

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression .261 1 .261 1.846 .189b

Residual 2.827 20 .141

Total 3.088 21

a. Dependent Variable: V66

b. Predictors: (Constant), V45

6. Pengaruh Skeptisme (X2) terhadap Akuntabilitas (Y3)

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

V73 3.8409 .43180 22

V45 3.8818 .42085 22

Correlations

Page 32: Laporan Penelitian

V73 V45

Pearson Correlation

V73 1.000 .276

V45 .276 1.000

Sig. (1-tailed)

V73 . .107

V45 .107 .

N

V73 22 22

V45 22 22

Variables Entered/Removeda

Model Variables

Entered

Variables

Removed

Method

1 V45b . Enter

a. Dependent Variable: V73

b. All requested variables entered.

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

Durbin-Watson

1 .276a .076 .030 .42528 1.749

a. Predictors: (Constant), V45

b. Dependent Variable: V73

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression .298 1 .298 1.648 .214b

Residual 3.617 20 .181

Total 3.915 21

a. Dependent Variable: V73

b. Predictors: (Constant), V45

C. Pembahasan

Dari hasil SPSS di atas dapat disimpulkan bahwa

Page 33: Laporan Penelitian

1. Uji reliabilitas dilakukan untuk menguji konsistensi alat ukur yang

tetap menunjukkan hasil yang sama pada lain kesempatan. Penentuan

reliabilitas suatu alat penelitian adalah :

a. Jika Croanbach’s alpha < 0,6, maka reabilitas dikatakan buruk

b. Jika Croanbach’s alpha 0,6-0,79, maka reabilitas dikatakan cukup

c. Jika Croanbach’s alpha >0,8, maka reabilitas dikatakan baik

pengujian reliabilitas mendapatkan hasil sebagai berikut :

a. Croanbach’s alpha moral reasoning mencapai 0,726 atau 0,6-0,79

sehingga pengukurannya dikatakan cukup.

b. Croanbach’s alpha moral reasoning mencapai 0,885 atau > 0,8

sehingga pengukurannya dikatakan baik.

c. Croanbach’s alpha Kompetensi Auditor mencapai 0,850 atau > 0,8

sehingga pengukurannya dikatakan baik.

d. Croanbach’s alpha Independensi Auditor mencapai 0,844 atau > 0,8

sehingga pengukurannya dikatakan baik.

e. Croanbach’s alpha Akuntabilitas Auditor mencapai 0,875 atau > 0,8

sehingga pengukurannya dikatakan baik.

2. Pengujian Normalitas data dengan pengujian sampel kolmogorov-

smirnov menghasilkan data sebagai berikut :

a. Distribusi data variabel X1 terdistribusi normal dengan signifikansi

0,952

b. Distribusi data variabel X2 terdistribusi normal dengan signifikansi

0,991

c. Distribusi data variabel Y1 terdistribusi normal dengan signifikansi

0,795

d. Distribusi data variabel Y2 terdistribusi normal dengan signifikansi

0,052

e. Distribusi data variabel Y3 terdistribusi normal dengan signifikansi

0,09

3. Hasil Pengujian Regresi ANOVA

Page 34: Laporan Penelitian

a. Pengaruh X1 terhadap Y1 dengan nilai t 1,086 atau kurang dari 2

dengan signifikansi 0.290 atau lebih dari 0.05 yang berarti moral

reasoning tidak berpengaruh pada kompetensi auditor tugas belajar

di UNS.

b. Pengaruh X1 terhadap Y2 dengan nilai t 0,821 atau kurang dari 2

dengan signifikansi 0.421 atau lebih dari 0.05 yang berarti moral

reasoning tidak berpengaruh pada independensi auditor tugas

belajar di UNS.

c. Pengaruh X1 terhadap Y3 dengan nilai t 0,136 atau kurang dari 2

dengan signifikansi 0.893 atau lebih dari 0.05 yang berarti moral

reasoning tidak berpengaruh pada akuntabilitas auditor tugas

belajar di UNS.

d. Pengaruh X2 terhadap Y1 dengan nilai t 0,544 atau kurang dari 2

dengan signifikansi 0.593 atau lebih dari 0.05 yang berarti

skeptisme profesional tidak berpengaruh pada kompetensi auditor

tugas belajar di UNS.

e. Pengaruh X2 terhadap Y2 dengan nilai t 1,359 atau kurang dari 2

dengan signifikansi 0.189 atau lebih dari 0.05 yang berarti

skeptisme profesional tidak berpengaruh pada independensi auditor

tugas belajar di UNS.

f. Pengaruh X2 terhadap Y3 dengan nilai t 1,284 atau kurang dari 2

dengan signifikansi 0.214 atau lebih dari 0.05 yang berarti

skeptisme profesional tidak berpengaruh pada independensi auditor

tugas belajar di UNS.

Keterbatasan penelitian ini adalah karena terlalu sedikitnya

kuesioner yang kembali sehingga meyebabkan hasil penelitian kurang

bagus dan tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Hal ini

disebabkan sedikitnya waktu penelitian dan sempitnya sampel yang

dijadikan subjek penelitian. Diharapkan pada kesempatan selanjutnya

penelitian dapat lebih baik lagi dilaksanakan.

Page 35: Laporan Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Janurti, Dra, Indiarti Msi Ak, dan Faisal, Se, Msi. 2010. Pengaruh Moral

Reasoning Dan Skeptisisme Profesional Auditor Pemerintah Terhadap Kualitas

Audit Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. SNA XIII.

Page 36: Laporan Penelitian

Ida, Suraida. 2005. Pengaruh Etika, Kompetensi, Pengalaman Audit dan Risiko

Audit terhadap Skeptisisme Profesional Auditor dan Ketepatan Pemberian

Opini Akuntan Publik. Sosiohumaniora, Vol. 7 No. 3, November 2005: 186-

202.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 2001. Standar Profesional Akuntan Publik.

Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Arens, Alvin A, Randal J Elder, Mark S Beasley. 2012. Auditing and Assurance

Services. Pearson.14th Edition.

Lubis, Arfan Ikhsan. Akuntansi Keperilakuan. Salemba Empat. Edisi 2

Sekaran, Uma, Roger Bougie. 2013. Research Methods for Business. Wiley. 6th

Edition.

Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit Andi.