49
LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA TAHUN 2014 PENGARUH JENIS MEDIA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KADAR PROTEIN MIKROALGA Tetraselmis chuii Oleh : Anak Agung Made Dewi Anggreni, S.TP., M.Si (19741117 199903 2 001) Dr. Ir. Luh Putu Wrasiati, MP. (19651118 199903 2 001) Dibiayai dari Dana DIPA Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana Tahun Anggaran 2014 dengan Surat Perjanjian Kontrak No. 822F/UN.14.1.26/HK.00.04.03/2014 TANGGAL 13 Mei 2014 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA 2014

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA TAHUN 2014 … fileSemua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Akhir kata semoga laporan ini bermanfaat. Bukit Jimbaran, 15 Agustus 2014

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN PENELITIAN

DOSEN MUDA

TAHUN 2014

PENGARUH JENIS MEDIA TERHADAP PERTUMBUHAN

DAN KADAR PROTEIN MIKROALGA Tetraselmis chuii

Oleh :

Anak Agung Made Dewi Anggreni, S.TP., M.Si (19741117 199903 2 001)

Dr. Ir. Luh Putu Wrasiati, MP. (19651118 199903 2 001)

Dibiayai dari Dana DIPA Fakultas Teknologi Pertanian Universitas

Udayana Tahun Anggaran 2014 dengan Surat Perjanjian Kontrak

No. 822F/UN.14.1.26/HK.00.04.03/2014 TANGGAL 13 Mei 2014

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2014

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Penelitian : Pengaruh Jenis Media Terhadap Pertumbuhan dan Kadar

Protein Mikroalga Tetraselmis chuii

2. Ketua Peneliti

a. Nama lengkap dengan gelar : A.A. Made Dewi Anggreni, S.TP., M.Si.

b. Pangkat/Gol/NIP : Penata/ III c / 19741117 199903 2 001

c. Jabatan Fungsional : Lektor

d. Pengalaman penelitian : (terlampir dalam CV)

e. Program Studi/Jurusan : Teknologi Industri Pertanian

f. Fakultas : Teknologi Pertanian

g. Rumah/HP : Jln T. Buaji Gg. Lotus No. 21, Dps /

08123634329

h. E-mail : [email protected]

3. .....................

4. Pembimbing

a. Nama lengkap dengan gelar : Dr. Ir. Luh Putu Wrasiati, M.P.

b. Pangkat/Gol/NIP : Pembina/IVa/19651118 199003 2001

c. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala

d. Pengalaman penelitian : (terlampir dalam CV)

e. Program Studi/Jurusan : Teknologi Industri Pertanian

f. Fakultas : Teknologi Pertanian

5. Lokasi Penelitian : Fakultas Teknologi Pertanian, UNUD

6. ..................

a. Nama Instansi :

b. Alamat :

7. Jangka Waktu Penelitian : 6 Bulan

8. Biaya Penelitian : Rp. 7.500.000,00 (Tujuh juta lima ratus

ribu

rupiah)

Bukit Jimbaran, 24 Juni 2014

Mengetahui,

Ketua JurusanTIP FTP UNUD Ketua Tim Pelaksana,

(Ir. Sri Mulyani, M.P.) (A.A.M. Dewi Anggreni, S.TP.,M.Si)

NIP. 19610526 198603 2002 NIP. 19741117 199903 2 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Udayana

(Dr. Ir. Dewa Gede Mayun Permana, M.S)

NIP. 19591107 198603 1 004

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan

Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya maka laporan penelitian

ini bisa kami selesaikan tepat pada waktunya.

Laporan ini berjudul “PENGARUH JENIS MEDIA TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN KADAR PROTEIN MIKROALGA Tetraselmis

chuii”.

Pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana atas Dana

Penelitian melalui dana Dosen Muda FTP 2014.

2. Ketua Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Universitas Udayana.

3. Ketua Laboratorium Bioindustri dan Laboratorium Analisis Pangan Fakultas

Teknologi Pertanian, Universitas Udayana atas fasilitas yang telah diberikan.

4. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.

Akhir kata semoga laporan ini bermanfaat.

Bukit Jimbaran, 15 Agustus 2014

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL i LEMBAR PENGESAHAN ii KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI iv DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vii ABSTRAK viii ABSTRACT ix I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 2

1.3. Tujuan 2

II. TUNJAUAN PUSTAKA

2.1. Tetraselmis chuii 3

2.1.1. Morfologi Tetraselmis chuii 3

2.1.1. Morfologi Tetraselmis chuii 3

2.1.2. Sifat Ekologi Dan Fisiologi Tetraselmis chuii 4

2.1.3. Kegunaan Tetraselmis chuii 5

2.1.4. Kultur Tetraselmis chuii 6

2.1.5. Pertumbuhan Mikroalga 10

2.2. Media Kultur 12

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan waktu penelitian 18

3.2. Alat dan Bahan 18

3.2.1. Alat 18

3.2.2. Bahan 18

Halaman

3.3. Rancangan percobaan 19

3.4. Tahapan Penelitian 20

3.4.1. Sterilisasi Alat dan Bahan 21

3.4.2. Pembuatan Media 21

3.4.2.1.Tahapan atau langkah-langkah dalam

pembuatan media walne, BBM, BG-11,

dan MQ

21

3.4.2.2.Tahapan/langkah pembuatan media

pertanian

21

3.4.2.3.Tahapan pembuatan vitamin 22

3.4.2.4. Tahapan pembuatan trace metal 23

3.4.3. Pembuatan Starter Tetraselmis chuii dengan

Berbagai Jenis Media (sesuai perlakuan)

23

3.4.4. Produksi Biomassa Tetraselmis chuii 24

3.5. Parameter yang diamati 26

3.6. Prosedur Analisa 26

3.6.1. Perhitungan pertumbuhan sel Tetraselmis chuii 26

3.6.2. Pemanenan (harvesting) 27

3.6.3. Penetapan kadar protein 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kurva Pertumbuhan Tetraselmis chuii 29

4.2. Konsentrasi Biomassa sel Tetraselmis chuii 31

4.3. Kadar Protein Tetraselmis chuii 32

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 34

5.2. Saran 34

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1 Komposisi Media Walne, Media Pertanian, BBM,

Media BG-11, dan Media MQ

15

2 Komposisi Vitamin 16

3 Komposisi Trace Elemen Media Walne, Pertanian,

BBM, BG-11, dan MQ

17

4 Konsentrasi biomassa Tetraselmis chuii 31

5 Kadar protein Tetraselmis chuii pada berbagai jenis

media

32

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1 Morfologi T. chuii 4

2 Daur hidup dan cara reproduksi T. chuii 5

3 Kurva pertumbuhan mikroalga 12

4 Diagram alir tahapan produksi biomassa Tetraselmis

chuii pada berbagai jenis media (sesuai perlakuan)

25

5 Kurva pertumbuhan T. Chuii dalam berbagai media 29

PENGARUH JENIS MEDIA TERHADAP PERTUMBUHAN

DAN KADAR PROTEIN MIKROALGA Tetraselmis chuii

Oleh :

Anak Agung Made Dewi Anggreni dan Luh Putu Wrasiati

Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Universitas Udayana

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui pengaruh jenis media terhadap

konsentrasi biomassa dan kadar protein mikroalga Tetracelmis chuii, 2)

menentukan jenis media yang tepat untuk menghasilkan konsentrasi biomassa dan

kadar protein mikroalga Tetracelmis chuii yang tertinggi.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak kelompok (RAK) satu faktor

yaitu jenis media yang terdiri atas 5 jenis, yaitu: walne, Pertanian, BBM, BG-11,

dan MQ. Setiap perlakuan dikelompokkan menjadi 3 berdasarkan waktu produksi

biomassa sehingga diperoleh 15 unit percobaan. Data yang diperoleh dianalisis

dengan sidik ragam, dan dilanjutkan dengan uji BNT.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis media berpengaruh terhadap

pertumbuhan dan kadar protein mikroalga Tetraselmis chuii. Media BG - 11

merupakan media terbaik untuk menghasilkan konsentrasi biomassa sel

Tetraselmis chuii tertinggi, sebesar 2,88x106 sel/ml dan media MQ merupakan

media terbaik untuk menghasilkan kadar protein Tetraselmis chuii tertinggi

(16,25%).

kata kunci: biomassa, media, protein, Tetraselmis chuii.

THE INFLUENCE OF KIND OF MEDIA ON BIOMASS

CONCENTRATION AND PROTEIN CONTENT OF

MICROALGAE Tetraselmis chuii

by :

Anak Agung Made Dewi Anggreni dan Luh Putu Wrasiati

Study Program of Agricultural Industrial Technology, Faculty of

Agricultural Technology, Udayana University

ABSTRACT

The purpose of this research were 1) to determine the influence of kind of

media on biomass concentration and protein content of microalgae Tetraselmis

chuii, 2) to find out appropriate kind of media to obtain the highest biomass

concentration dan protein content of microalgae Tetraselmis chuii.

This research used randomized block design with single factor was kind

of media that consisted of five kind namely, Walne, Pertanian, BBM, BG-11, dan

MQ. Each treatment was done 3 times, in order to obtain 15 trial units. The

obtained data was analyzed using ANOVA follow by T-test.

Kind of media treatment had significant effect on biomass concentration

dan protein content of microalgae Tetraselmis chuii. Media of BG - 11 was the

best media to obtain the highest biomass concentration of microalgae Tetraselmis

chuii (2.88x106 cell/ml) and media of MQ was the best media to obtain the

highest protein concentration of microalgae Tetraselmis chuii (16,25%).

keywords: biomass, media, protein, Tetraselmis chuii.

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mikroalga merupakan organisme tumbuhan (fitoplankton) yang berukuran

sangat kecil. Dewasa ini mikroalga sudah banyak dimanfaatkan untuk berbagai

keperluan yaitu sebagai pakan, pangan, untuk industri farmasi, kesehatan,

organisme penyaring, makanan suplemen dengan kandungan protein, karbohidrat,

lipid dan berbagai mineral (Cresswell et al., 1989; Renaud et al., 1991).

Mikroalga dapat hidup di air tawar maupun air laut. Terdapat berbagai jenis

mikroalga yang hidup di laut, salah satunya adalah Tetracelmis chuii.

Tetraselmis chuii merupakan salah satu jenis mikroalga sangat potensial

untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan karena kandungan nutrisinya yang

cukup tinggi. yaitu protein sebesar 48,42%, karbohidrat sebesar 12,10%, dan

lemak 9,70% (Brown et.al., 1997). Lebih lanjut Cresswell (1989) menyatakan

bahwa dalam biomassa Tetraselmis chuii selain mengandung protein (50%),

lemak (20%), karbohidrat (20%), juga mengandung asam amino, vitamin, dan

mineral. Tetraselmis chuii memiliki klorofil (zat hijau daun) sehingga warnanya

hijau cerah dan dapat berfotosintesis.

Dalam proses pertumbuhannya T. Chuii dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Salah satu dari faktor tersebut adalah jenis media. Setiap jenis media memiliki

kandungan nutrien yang berbeda. Penggunaan media yang berbeda tentunya akan

menghasilkan biomassa dan kandungan protein yang berbeda pula. Media Walne

merupakan media umum yang digunakan dalam kultur massal mikroalga dan

menghasilkan kadar protein tertinggi pada kultur Spirulina platensis (Suminto,

2009). Media teknis pupuk pertanian sering digunakan dalam skala massal (di

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut Gondol) karena

diketahui mengandung nutrien yang cukup lengkap dengan harga murah. Media

BG11 juga dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroalga T. Chuii (Gunawan,

2012). Media BBM dan media MQ merupakan media yang kaya akan nitrogen

dan phosfor, dimana kedua nutrien tersebut sangat diperlukan dalam sintesis

protein. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian mengenai pengaruh jenis media

terhadap biomassa dan kadar protein T. Chuii sangat perlu untuk dilakukan.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut

1. Bagaimanakah pengaruh jenis media terhadap pertumbuhan dan kadar protein

mikroalga Tetracelmis chuii.

2. Pada jenis media apakah yang akan menghasilkan pertumbuhan dan kadar

protein mikroalga Tetracelmis chuii yang tertinggi.

1.3. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui pengaruh jenis media terhadap konsentrasi biomassa dan kadar

protein mikroalga Tetracelmis chuii.

2. Mengetahui jenis media yang tepat untuk menghasilkan konsentrasi biomassa

dan kadar protein mikroalga Tetracelmis chuii yang tertinggi.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tetraselmis chuii

2.1.1. Morfologi Tetraselmis chuii

Tetraselmis chuii merupakan mikroalga yang dikenal dengan istilah flagellata

berklorofil (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Butcher dalam Rostini (2007)

mengklasifikasikan kedudukan Tetraselmis chuii sebagai berikut : berasal dari

filum Chlorophyta, kelas Chlorophyceae, ordo Volvocales, sub ordo

Chlamidomonacea, genus Tetraselmis, dan spesies Tetraselmis chuii.

Tetraselmis chuii merupakan alga bersel tunggal, mempunyai empat buah

flagel berwarna hijau (green flagella). Flagella pada Tetraselmis chuii dapat

bergerak secara lincah dan cepat seperti hewan bersel tunggal. Ukuran Tetraselmis

chuii berkisar antara 7 – 12 mikron. Klorofil merupakan pigmen yang dominan

sehingga alga ini berwarna hijau, dipenuhi plastida kloroplas (Inansetyo dan

Kurniastuty, 1995). Pigmen klorofil Tetraselmis chuii terdiri dari dua macam

yaitu karotin dan xantofil. Inti sel jelas dan berukuran kecil serta dinding sel

mengandung bahan sellulosa dan pektosa (Rostini, 2007). Morfologi Tetraselmis

chuii disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Morfologi T. chuii (Sumber: Isnanstyo dan Kurniastuty, 1995)

2.1.2. Sifat Ekologi Dan Fisiologi Tetraselmis chuii

T. chuii dapat hidup di perairan payau dan laut (Djarijah, 1995), memiliki

toleransi salinitas 15-36 ppt, kisaran suhunya 15 – 36 ºC dan suhu optimalnya

berkisar antara 20 – 25 oC (Inansetyo dan Kurniastuty, 1995). Reproduksi T. chuii

dapat terjadi secara vegetatif aseksual dan seksual. Reproduksi T. chuii secara

aseksual dimulai dari sel vegetatif, kemudian membentuk 4 buah zoospora. Ketika

keempat zoospora telah terbentuk maka akan berlanjut pada penentuan letak

gamet. Setelah letak gamet ditentukan maka unit- unit gamet mengalami

pembelahan. Kemudian unit-unit gamet tersebut berkembang menjadi zygospora.

Reproduksi secara seksual atau yang biasa dikenal dengan istilah isogami diawali

dari terjadinya fusi antara gamet jantan dan gamet betina, kemudian kloroplas

bersatu. Setelah kloroplas bersatu maka akan terbentuk zygot baru (Isnansetyo

dan Kurniastuty, 1995). Proses reproduksi pada T. chuii dapat dilihat pada

Gambar 2.

Gambar 2. Daur hidup dan cara reproduksi T. chuii (Rostini, 2007)

T. chuii memiliki laju pertumbuhan dan adaptasi terhadap lingkungan yang

relatif cepat. Pola pertumbuhannya memiliki dua puncak populasi yaitu pada hari

ke enam dan pada hari ke sepuluh. T. chuii sensitif terhadap kepadatan sel yang

tinggi. Ketika dalam satu populasi sudah mencapai optimum maka penurunan

jumlah kepadatan sel pada populasi tersebut akan cepat. Hal ini disebabkan karena

T. chuii kandungan nutriennya habis terserap. Penyebab lain dari kematian T.

chuii kemungkinan karena kultur mudah terkontaminasi oleh alga lain (Sutomo,

2005).

2.1.3. Kegunaan Tetraselmis chuii

Dalam bidang budidaya dan perikanan T. chuii memiliki peran yang besar

dalam hal penyediaan pakan untuk larva ikan maupun non ikan. Hal tersebut

dikarenakan Tetraselmis chuii memiliki nilai gizi yang baik. Menurut Isnansetyo

dan Kurniastuty (1995), Tetraselmis chuii mengandung protein cukup tinggi yaitu

48,42 % dan lemak 9,70 %. Tetraselmis chuii dapat digunakan untuk

memproduksi pakan rotifer (Brachionus plicatilis) secara massal, ataupun dapat

juga dikonsumsi secara langsung oleh larva ikan hias, larva udang, larva teripang,

dan cukup bagus digunakan sebagai pakan dalam budidaya biomassa Artemia.

Selain dalam bidang budidaya dan perikanan Tetraselmis chuii juga memiliki

peranan terhadap manusia. Hal tersebut ditunjukkan dengan kemampuan

Tetraselmis chuii untuk dijadikan bio-indikator dalam penentuan kualitas suatu

perairan (Ferianita et al., 2005). Sani et al mengatakan bahwa Tetraselmis chuii

memiliki aktivitas antioksidan berkisar antara 2,55-31,29 mg/mL sehingga dapat

dimanfaatkan sebagai pangan fungsional.

2.1.4. Kultur Tetraselmis chuii

Kultur merupakan usaha perbanyakan dengan kondisi lingkungan yang

terkendali atau disesuaikan. Volume medium yang digunakan antara 0,5 liter

sampai dengan 3 liter (skala laboratorium). Kondisi lingkungan yang dikendalikan

dimaksudkan agar pertumbuhan Mikroalga optimum (Isnansetyo dan Kurniastuty,

1995). Sachlan dalam Rostini, (2007) menyatakan bahwa dalam kultur Mikroalga

ada dua tujuan, ialah monokultur dan kultur murni. Bila hendak mengkultur

Mikroalga sebagai makanan zooplankton cukuplah membuat monokultur,

misalnya sebagai makanan untuk Brachionus plicatilis, yang hidup di air payau.

Tetapi bila mengkultur Mikroalga untuk keperluan genetika, fisiologi atau siklus

hidup harus mengkultur Mikroalga yang bersangkutan secara murni, artinya tanpa

adanya bakteri.

Kultur Tetraselmis chuii dimulai dari kegiatan isolasi kemudian

dikembangkan sedikit demi sedikit secara bertingkat. Media kultur yang

dikembangkan mula-mula hanya beberapa mililiter, kemudian secara bertahap di

tingkatkan ke volume yang lebih besar hingga mencapai skala massal. Kultur

mikroalga hingga volume 3 liter masih dilakukan di dalam laboratorium sehingga

sering disebut dengan kultur skala laboratorium. Selanjutnya dilakukan kultur

semi outdoor yang dapat mencapai volume 60-100 liter. Kultur outdoor

merupakan tahapan kultur selanjutnya yang dimulai dari volume 1 ton hingga

lebih dari 20 ton, tergantung besar kecilnya skala pembenihan (Isnansetyo dan

Kurniastuty, 1995).

Keberhasilan budidaya Mikroalga sangat ditentukan oleh kemurnian,

kepadatan awal, pupuk, kualitas air, intensitas cahaya, suhu, pH, dan salinitas

serta sanitasi dan higienis (Achmad, 1993). Faktor-faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan suatu jenis Mikroalga dapat dikelompokkan menjadi faktor internal

dan faktor eksternal. Faktor internal yang berpengaruh terhadap sifat-sifat

pertumbuhan Mikroalga adalah faktor genetik (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

Faktor eksternal berkaitan dengan ketersediaan unsur hara makro dan mikro serta

kondisi lingkungan. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap

pertumbuhan Mikroalga antara lain cahaya, salinitas, suhu, kandungan O2,

kandungan CO2 dalam air, dan pH air (Taw, 1990).

Pertumbuhan Tetraselmis chuii dapat ditingkatkan dengan periode penyinaran

yang lebih lama, mengkontrol pH, dan pemasukkan urea sebagai tambahan

sumber nitrogen. Pertumbuhan Mikroalga dalam kultur secara visual dapat

ditandai dengan adanya perubahan warna air dari awalnya bening menjadi

berwarna (hijau muda kemudian menjadi hijau tua). Kejadian tersebut merupakan

indikasi meningkatnya ukuran sel dan bertambahnya jumlah sel yang secara

langsung akan berpengaruh terhadap kepadatan plankton.

Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan Tetraselmis chuii

adalah sebagai berikut :

1. Intensitas Cahaya

Intensitas cahaya merupakan jarak yang dapat ditembus oleh cahaya ke

dalam kultur. Semakin jauh jarak yang dapat ditembus oleh cahaya ke

dalam bak kultur Tetraselmis chuii, semakin besar kemungkinan kultur

melakukan fotosintesis secara merata, dan dengan terjadinya proses

fotosintesis, proses pertumbuhan kultur juga akan dapat berjalan dengan

baik (Slamet, 2008). Intensitas cahaya yang diperlukan tergantung pada

volume kultivasi dan densitas mikroalga. Semakin tinggi densitas dan

volume kultivasi semakin tinggi pula intensitas cahaya yang diperlukan.

Intensitas cahaya yang diperlukan untuk kultivasi pada erlemeyer adalah

1.000 lux, sedangkan untuk volume kultivasi yang lebih besar diperlukan

intensitas cahaya 5.000 - 10.000 lux (Lavens dan Sorgeloos, 1996). Pada

penelitian ini intensitas cahaya yang digunakan berkisar antara 1500 – 3000

lux.

2. pH

Tetraselmis chuii dapat hidup pada pH 7-8. Jika pH tidak sesuai dengan

habitatnya, pertumbuhan Mikroalga tersebut tidak akan berlangsung dengan

normal.

3. Salinitas

Salinitas merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan di

air, terutama dalam mempertahankan keseimbangan osmotik antara

protoplasma organisme dengan media air lingkungan. Salinitas optimum

untuk pertumbuhan Tetraselmis chuii berkisar antara 25 – 35‰. Pada

penelitian ini salinitas yang digunakan adalah 30 ‰.

4. Kandungan Karbondioksida (CO2)

Karbondioksida merupakan gas yang terpenting bagi Mikroalga. Hal ini

disebabkan karena CO2 mutlak diperlukan dalam proses fotosintesis yang

juga berpengaruh langsung terhadap proses pertumbuhannya. CO2 yang

berlebihan akan mengakibatkan pH menurun dari batas optimum.

5. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam pertumbuhan

mikroalga. Hal tersebut dikarenakan semakin tingginya kenaikan suhu pada

saat kulturisasi dapat meningkatkan kegiatan metabolisme dari kultur

mikroalga, dan dengan meningkatnya kegiatan metabolisme di dalam tubuh

mikroalga tersebut menyebabkan kebutuhan oksigen yang terlarut dalam

media kulturisasi semakin meningkat (Slamet, 2008). Suhu optimal untuk

kultivasi mikroalga antara 24 – 30 ºC, dan bisa berbeda – beda bergantung

lokasi, komposisi media yang digunakan serta jenis mikroalga yang

dikultivasi. Sebagian besar mikroalga dapat mentoleransi suhu antar 16 – 35

ºC. Temperatur di bawah 16

ºC dapat memperlambat pertumbuhan dan suhu

di atas 35 ºC dapat menimbulkan kematian pada beberapa spesies mikroalga.

6. Nutrien

Dalam kultur Mikroalga skala laboratorium dibutuhkan medium kultur

yang sesuai untuk pertumbuhannya. Menurut Cahyaningsih, dkk (2010)

Tetraselmis chuii umumnya menggunakan medium air laut dengan turbiditi

sama dengan nol atau sangat minimal. Medium air laut yang mengandung

nutrien lengkap sebagai medium tumbuh yaitu sumber nutrisi berupa

makronutrien (N, P, K, S, Na, Si, Ca) dan mikronutrien (Fe,Zn, Mn, Cu, Mg,

Mo, B). Unsur N, P, dan S berfungsi dalam pembentukan protein, K

berfungsi dalam proses metabolisme karbohidrat, Mg, Fe, dan Na

berfungsi dalam pembentukan klorofil dan karoten sedangkan Ca dan Si

berfungsi dalam pembentukan dinding sel. Selain media air laut yang

mengandung unsur lengkap sebagai media tumbuh, kultur Tetraselmis chuii

juga dapat ditambahkan pupuk sebagai penambahan kandungan dalam

medium kultur ( Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Penambahan pupuk

dalam medium dapat meningkatkan pertumbuhan Mikroalga 10 kali

lebih cepat dibandingkan dengan kultur Mikroalga tanpa penambahan

pupuk (Naughton, 1998).

2.1.5. Pertumbuhan Mikroalga

Fase pertumbuhan pada Mikroalga dapat diketahui dengan melakukan

pengamatan terhadap beberapa parameter pertumbuhan seperti besarnya ukuran

sel dan jumlah sel. Terdapat lima fase pertumbuhan Mikroalga selama proses

kulturisasi yang terdiri dari :

1. Fase lag

Fase lag adalah fase yang terjadi sesaat setelah penambahan inokulan ke

media kultur. Fase ini juga disebut fase adaptasi dimana pada fase ini kultur

umumnya hanya mengalami peningkatan ukuran sel tetapi belum terjadi proses

pembelahan sel.

2. Fase Eksponensial

Pada fase ini diawali dengan pembelahan sel dengan laju pertumbuhan yang

tetap. Pada kondisi kultur yang optimum, laju pertumbuhan pada fase ini akan

mencapai kondisi yang maksimal.

3. Fase Deklinasi

Fase ini ditandai dengan proses pembelahan sel tetap terjadi namun tidak

seintensif pada fase sebelumnya, sehingga laju pertumbuhannya menjadi lebih

rendah dibandingkan dengan fase sebelumnya.

4. Fase Stasioner

Pada fase ini laju pertumbuhan berbanding lurus dengan laju kematian

sehingga penambahan maupun pengurangan Mikroalga relatif sama, oleh karena

itu kepadatan kultur menjadi tetap.

5. Fase Kematian

Pada fase ini laju kematian lebih cepat dibandingkan dengan laju

pertumbuhan sehingga terjadi penurunan jumlah sel pada bak kulturisasi.

Penurunan kepadatan Mikroalga ditandai dengan perubahan kondisi optimum

yang dipengaruhi oleh suhu, intensitas cahaya, jumlah hara yang ada dan beberapa

kondisi lingkungan yang lain.Kurva pertumbuhan Mikroalga disajikan pada

Gambar 3.

Gambar 3. Kurva pertumbuhan mikroalga (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995)

2.2. Media Kultur Mikroalga

Dalam budidaya Mikroalga media kultur digunakan sebagai tempat untuk

tumbuh dan berkembang biak. Menurut Suriawira (dalam BBL Lampung, 2002),

susunan bahan baik bahan alami maupun bahan buatan yang digunakan untuk

pertumbuhan dan perkembangbiakan dinamakan media. Media yang digunakan

dalam budidaya Mikroalga berbentuk cair yang didalamnya terkandung beberapa

senyawa kimia yang merupakan sumber nutrient untuk keperluan hidupnya.

Selanjutnya menurut Chen dan Shetty (1991), pertumbuhan dan perkembangan

Mikroalga memerlukan berbagai nutrient yang diabsorbsi dari luar (media).

Secara garis besar kebutuhan unsur hara bagi kehidupan Mikroalga dapat

dibagi menjadi dua, yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara

makro terdiri dari N, P, K, S, Na, Si, dan Ca, sedangkan unsur hara mikro terdiri

dari Fe, Zn, Mn, Cu, Mg, Mo, Co, dan B. Unsur hara makro maupun mikro

diberikan dalam bentuk senyawa, unsur hara makro adalah unsur hara yang

diperlukan tanaman dalam jumlah yang relatif banyak.

Nitrogen (N) diberikan dalam bentuk NH4NO3, NH2PO4, NH2SO4. Berfungsi

untuk membentuk protein, lemak, dan berbagai senyawa organik lain,

pertumbuhan serta pembentukan sel secara vegetatif. Fosfor (P), diberikan dalam

bentuk KH2PO4, berfungsi untuk metabolisme energi, sebagai stabilitor membran

sel, pengaturan metabolisme alga, pengaturan produksi pati/amilum, pembentukan

karbohidrat, sangat penting dalam transfer energi, protein, dan sintesis asam

amino. Unsur kalium (K) memperkuat organ alga, memperlancar metabolisme

dan memperlancar penyerapan makanan, unsur S (sulfur) berperan dalam

pembentukan asam amino dan vitamin, unsur Ca (kalsium) berperan membantu

menyusun dinding sel, mengatur permeabilitas membran. Mg (magnesium)

diberikan dalam bentuk MgSO4.7H2O berperan dalam pembentukan klorofil,

pembentukan karbohidrat, lemak, vitamin, dan untuk meningkatkan kandungan

fofat serta pembentukan protein. Kalium (K), diberikan dalam bentuk KH2PO4.

Berfungsi untuk pemanjangan sel, memperkuat tubuh alga, memperlancar

metabolisme dan penyerapan makanan. Unsur S merupakan unsur yang penting

untuk pembentukan beberapa jenis protein, seperti asam amino dan vitamin B1.

Unsur mikro adalah unsur hara yang diperlukan Mikroalga dalam jumlah

yang sedikit namun harus ada dalam media pertumbuhannya. Unsur Fe biasanya

diberikan dalam bentuk senyawa FeCl3, berfungsi sebagai penyangga kestabilan

pH media dan berperan dalam pembentukan klorofil. Mn berperan sebagai

aktivator enzim, unsur Zn berperan sebagi aktivator enzim dan penyusun klorofil,

unsur Cu berperan sebagai bagian enzim fenolase, laktase, dan askorbat aksidase,

unsur B berfungsi dalam translokasi karbohidrat, sebagai aktivator dan inaktivator

zat pengatur tumbuh, unsur Cl berperan sebagai ion yang berpengaruh terhadap

aktivitas enzim, Mo berperan dalam membentuk enzim reduktase, sintesis asam

askorbat dan ikut dalam metabolisme fosfor.

Menurut Vonshak et al (2004) dan Sanchez-Luna et al (2006), kualitas

kandungan nutrien pada Mikroalga berkaitan dengan komposisi nutrien di media

kultur dan parameter kualitas airnya. Perbedaan kualitas air dan media kultur

diduga mengakibatkan perbedaan kandungan nutrisi pada Mikroalga yang

dihasilkannya. Hal ini berkaitan dengan kebutuhannya akan makro dan

mikronutrien untuk kehidupannya. Selain itu Mikroalga juga memerlukan

mikronutrien organik berupa unsur vitamin yang mampu menunjang

pertumbuhannya, antara lain Cobalamin (B12), Thiamin (B1) dan biotin (Taw,

1990 ; Andersen, 2005), serta menurut Jati et al., (2012), perbedaan media kultur

berpengaruh terhadap kandungan nutrisi yang dihasilkan.

Wijoseno (2011) mengatakan, Chlorella vulgaris yang dikultur pada tiga

jenis media yaitu Benneck, BG-11, dan Walne menunjukkan bahwa kelimpahan

tertinggi saat fasa stationer selama pengamatan adalah Chlorella vulgaris yang

dikultivasi dalam medium BG-11 yaitu mencapai 1,5 g/l. Kandungan klorofil dan

beta karoten tertinggi juga terdapat pada Chlorella vulgaris yang dikultur pada

medium BG-11 sebanyak 1,7% (klorofil) dan 0.325% (beta karoten). Penelitian

serupa juga dilakukan oleh Setyaningsih et al (2012), penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui kandungan pigmen fikosianin pada Spirulina platensis yang

dikultur pada media walne, media modifikasi MT, dan KT. Kandungan fikosianin

Spirulina platensis yang dikultivasi dalam media Walne, MT, dan KT yang

diekstraksi menggunakan aquades dan bufer fosfat berturut-turut adalah 7,49

mg/mL, 10,07 mg/mL, dan 0,71 mg/mL serta 6,68 mg/mL, 6,51 mg/mL, dan 1,77

mg/mL. Media Walne dan MT memberikan pengaruh berbeda nyata dengan

media KT terhadap kandungan fikosianin. Ardayani (2010) telah mengkultivasi

Mikroalga Chaetoceros gracilis pada media NPSi dengan variasi pencahayaan

untuk mengamati kandungan karotennya. Hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa kandungan karoten pada Chaetoceros gracilis yang dihasilkan pada

masing-masing perlakuan penyinaran selama 24 jam dan panen pada fase log

menghasilkan kandungan karoten sebanyak 0.27%, sedangkan pada perlakuan

penyinaran selama 24 jam dengan panen pada fase stasioner menghasilkan

kandungan karoten sebanyak 0.2%. Komposisi media walne, media pertanian,

media BBM, media BG-11, dan media MQ dapat dilihat pada Tabel 1, Tabel 2,

dan Tabel 3.

Tabel 1. Komposisi Media Walne, Media Pertanian, BBM, Media BG-11, dan Media MQ

Nutrisi Walne Pertanian BBM BG-11 MQ

Na2EDTA KOH

0,045 g -

- -

10 g 6.2 g

0,001 g -

- -

NaNO3 0,1 g - 12.5 g* 1,5 g -

H3BO3 0,0336 g - 5.75 g* - -

NaH2PO4 0,02 g - - - -

MnCl2.4H2O 0,00036 g - - - -

MgCl2.6H2O - - - - -

KCl - - - - -

NaHCO3 - - - - -

FeCl3.6H2O 0,0013 g - - - -

ZA - 160 g - - -

Urea - 240 g - - -

TSP - 80 g - - -

FeCL - 120 g - - -

NaEDTA - 120 g - - -

Larutan A : - - - -

KNO3

Aquadest - -

20.2 g 100,0 ml

Larutan B : Na2HPO4.12H2O CaCl2.6H2O FeCl3 HCI Akuadest

- - - - - - -

- - 4 g 4 g 2 g 2 ml 80 ml

KH2PO4 - - 8.75 g* - -

FeSO4.7H2O H2SO4

- -

- -

4.98 g 1 ml/l

- -

- -

NaCl - - 1.25 g* - -

Na2CO3 - - - 0,02 g -

CaCL2.2H2O - - 1.25 g* 0,036 g -

MgSO4.7H2O - - 3.75 g* 0,075 g -

K2HPO4 - - 3.75 g* 0,04 g -

Fe(OH)3 - - - 0,006 g -

C6H8O7 - - - 0,006 g -

NaSiO3.9H2O - - - - -

Aquadest 1L - - 1 L 180 ml

Air tawar - 1 L 1 L - -

Trace elemen 1 ml - 1 ml 1 ml - Ket : * = per 500 ml

Sumber : Kawaroe et al., 2010 ; Isnanstyo dan Kurniastuty, 1995

Tabel 2. Komposisi Vitamin

Bahan Kimia Walne Pertanian BBM BG-11 MQ

Vitamin : Biotin Vit. B12 Thiamin Thiamin HCL Aquadest

Vitamin H

0,1 g 0,1 g 2 g - 1 L -

- - - - - -

- - - - - -

- - - - - -

- 0.1 g 0.2 g - 1 L 0.1

Sumber : Kawaroe et al., (2010) ; Isnanstyo dan Kurniastuty (1995)

Tabel 3. Komposisi Trace Elemen Media Walne, Pertanian, BBM, BG-11, dan MQ

Nutrisi Walne Pertanian BBM BG-11 MQ

Na2EDTA - - - - -

ZnCl 0,021 mg - - - -

CoCl2 6H20 0,02 mg - - - -

H3BO3 - - 2.86 g 2,86 g -

(NH4)6 Mo7O24.4H2O 0,009 mg

- - - -

MnCl2.4H2O - - 1.81 g 1,81 g -

FeCL3.6H2O - - - - -

CoCL2.6H2O - - - - -

Na2MoO4.2H2O - - 0.39 0,39 g -

ZnSO4.7H2O - - 0.222 g 0,222 g -

Co(NO3)2.6H2O -

- 0.0494 g -

0,0494 g -

CuSO4 5H2O 0,02 mg

- 0.079 g

0,079 g -

Clewat 32 - - - - 20 g

Aquades 1 L - 1 L 1 L -

Sumber : Kawaroe et al. (2010) ; Isnanstyo dan Kurniastuty (1995)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioindustri dan Laboratorium

Analisis Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana. Waktu

pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Maret - Oktober 2014.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Alat – alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan

analitik (ohaus pioneer), pisau, baskom, plastik, tali, botol sampel, galon, alat

pengaduk, aerator (boyu S-4000 b), selang, batu aerasi, tutup silikon, botol heksan

1l, lampu neon (phillips), planktonnet, hemacytometer (neubauer improved),

cover glass (matsumita glass), hand counter (joyko), mikroskop (cole parmer),

Lux meter, corong plastik, sentrifuge (hettich rotofix 32), vortex (barntead

thermolyne), kompor gas (Quantum), autoclave (tommy), oven (ecocell), loyang,

lemari pendingin (sharp), laminar flow, lampu bunsen, pH meter, thermometer,

magnetic stirrer, erlenmeyer (pyrex), beacker glass (pyrex), pipet tetes (iwaki),

penjepit logam, vial plastik, hand refraktometer, alat destruksi, alat destilasi,

biuret, kapas, tissue, aluminium foil (klin pak).

3.2.2. Bahan

Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kultur Tetraselmis

chuii laut yang diperoleh dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya

Laut Gondol. Bahan-bahan yang digunakan untuk media tumbuh Mikroalga

meliputi : K2HPO4.3H2O , MgSO4.7H2O, CaCl2.2H2O, asam sitrit, ferit amonium

sitrat, Na2EDTA, Na2CO3, MnCl2.4H2O, ZnSO4.7H2O, Na2MoO4.2H2O,

CuSO4.5H2O, Co(NO3)2.6H2O, EDTA, Na2SiO3.H2O, Vitamin B12, Ferric

chloride (FeCl3), Manganous Chloride (MnCl2,5H2O), Boric acid (H3BO3), di-

sodium salt, Sodium di-hydrogen orthopHospHate (NaH2PO4,2H2O), Sodium

nitrate (NaNO3), Vitamin B1, Cobaltous chloride (CoCl2,6H2O), Ammonium

molybdate ((NH4)6Mo7O24, 4H2O), Cupric sulpHate (CuSO4,5H2O), ZA, Urea,

TSP, Cobalamin, dan Thiamin.

Bahan yang digunakan dalam proses analisis dan sterilisasi adalah: pelarut

PE, NaSO4, aquades, etanol, aseton, alkohol, HCL, Klorin, Na-Tiosulfat, H2SO4

pekat, indikator PP, NaOH.

3.3. Rancangan percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan

acak kelompok dengan satu faktor yaitu jenis media (M), yang terdiri atas 5 jenis

yaitu :

M1: Media Walne

M2: Media Pertanian

M3: BBM

M4:Media BG-11

M5: Media MQ

setiap perlakuan dikelompokkan menjadi 3 berdasarkan waktu produksi

biomassa sehingga diperoleh 15 unit percobaan.

Data yang diperoleh dari masing-masing perlakuan dianalisis dengan sidik

ragam, apabila perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter yang diamati

maka dilanjutkan dengan uji BNT (Steel dan Torrie, 1993).

3.4. Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan melalui tahapan sterilisasi peralatan, persiapan

media, kultivasi Mikroalga Tetraselmis chuii, pembuatan starter Tetraselmis chuii

pada jenis media yang berbeda, produksi biomassa Tetraselmis chuii pada media

yang berbeda, analisis konsentrasi biomassa dan analisis kadar protein Tetraselmis

chuii.

3.4.1. Sterilisasi Alat dan Bahan

Sterilisasi peralatan dan bahan dilakukan dengan tujuan untuk menghindari

adanya kontaminasi dari mikroorganisme lain. Peralatan yang akan digunakan

dalam kultivasi mikrolaga terlebih dahulu dicuci hingga bersih menggunakan air

tawar dan detergen, kemudian dilanjutkan dengan sterilisasi menggunakan

autoclave atau sterilisasi menggunakan bahan kimia seperti klorin, HCL, Na-

thiosulfat, dan alkohol. Sterilisasi peralatan gelas seperti erlenmeyer, gelas beaker,

pipet volume, dan botol kaca dilakukan didalam autoclave atau disterilisasi

dengan menggunakan HCL. Sterilisasi peralatan plastik seperti selang aerasi dan

tutup silikon disterilisasi dengan bahan kimia seperti klorin, Na-thiosulfat, dan

alkohol, sedangkan untuk sterilisasi bahan seperti air laut dilakukan di autoclave

atau dengan menggunakan klorin.

3.4.2. Pembuatan Media

Pada penelitian ini media yang digunakan dalam kultur Tetraselmis chuii

adalah media standar walne, media pertanian, BBM, BG-11, dan media MQ.

Komposisi media, vitamin, dan trace elemen dapat dilihat pada Tabel 1, Tabel 2,

dan Tabel 3.

3.4.2.1.Tahapan atau langkah-langkah dalam pembuatan media walne,

BBM, BG-11, dan MQ

Tahapan atau langkah-langkah dalam pembuatan media walne, BBM, BG-

11, dan MQ adalah sebagai berikut :

1. Menyiapkan bahan-bahan pada Tabel 1, kemudian ditimbang terlebih

dahulu sesuai dengan takarannya.

2. Semua bahan yang telah ditimbang dilarutkan dengan aquades sebanyak 1

liter .

3. Campuran larutan tersebut dipanaskan sambil diaduk hingga homogen

(larutan tersebut menjadi satu warna dan terdapat sedikit endapan).

4. Setelah homogen, pemanasan dihentikan dan media walne, BBM, BG-11,

dan MQ ditutup dengan aluminium foil dan bila tidak langsung digunakan

dapat disimpan dalam lemari pendingin. Apabila masih terdapat endapan

di dasar media maka endapan tersebut harus dipisahkan terlebih dahulu

sebelum disimpan.

3.4.2.2.Tahapan/langkah pembuatan media pertanian

Tahapan/langkah pembuatan media pertanian yaitu :

1. Menyiapkan bahan-bahan yang telah tertera pada tabel 1, kemudian bahan-

bahan tersebut ditimbang sesuai dengan takarannya.

2. Setelah semua selesai ditimbang, bahan-bahan tersebut dilarutkan pada

wadah yang berbeda-beda dengan menggunakan air tawar yang

mendidih/panas.

3. Selanjutnya, larutan dicampurkan satu persatu sambil diaduk agar

homogen. Untuk TSP dicampurkan paling terakhir dan sambil diaduk agar

tidak terjadi penggumpalan.

4. Setelah semua larutan dicampur dan homogen (larutan tersebut menjadi

satu warna), proses pembuatan media selesai, media pertanian dapat

disimpan dan diendapkan pada gelas beaker/erlmeyer dan ditutup dengan

aluminium foil.

5. Hasil endapan pada media tersebut dapat dipisahkan dengan cairannya

kemudian cairan tersebut disimpan di lemari pendingin.

3.4.2.3.Tahapan pembuatan vitamin

Tahapan pembuatan vitamin adalah sebagai berikut

1. Menyiapkan bahan-bahan kimia yang telah tertera pada tabel 2, kemudian

ditimbang sesuai dengan takarannya.

2. Semua bahan yang telah ditimbang diaduk sampai homogen dengan

aquades hangat (suhu 37-38 oC) sebanyak 1 liter .

3. Larutan vitamin yang telah siap digunakan ditutup dengan menggunakan

aluminium foil kemudian disimpan di ruangan pendingin.

3.4.2.4. Tahapan pembuatan trace metal adalah sebagai berikut :

Tahapan pembuatan trace metal adalah sebagai berikut :

1. Menyiapkan bahan-bahan kimia yang telah tertera pada tabel 3, kemudian

ditimbang sesuai dengan takarannya, selanjutnya semua bahan yang telah

ditimbang dilarutkan dengan aquades sebanyak 1 liter .

2. Campuran larutan tersebut dipanaskan sampai mendidih sambil diaduk

hingga homogen (larutan menjadi satu warna dan terdapat sedikit

endapan)

3. Setelah homogen, pemanasan dihentikan dan larutan trace metal ditutup

dengan aluminium foil dan disimpan di ruangan steril/lemari pendingin.

3.4.3. Pembuatan Starter Tetraselmis chuii dengan Berbagai Jenis Media

(sesuai perlakuan)

Pembuatan starter Tetraselmis chuii pada media yang berbeda dilakukan

dengan tujuan untuk memperpendek fase adaptasi pada media kultivasi yang lebih

besar. Starter Tetraselmis chuii dibuat masing-masing sebanyak 5 liter dengan

perbandingan air laut dan starter yaitu 70:30 dengan menggunakan galon yang

telah steril. Masing-masing galon yang telah berisi air laut dan starter

ditambahkan media walne, pertanian, BBM, BG-11 dan MQ sebanyak 1 ml/l.

Aerasi diberikan secara terus menerus selama proses kultivasi dengan tujuan

untuk meratakan penyebaran nutrien dan sirkulasi pada kultur sehingga proses

fotosintesis terjadi secara optimal. Selama proses kultivasi dilakukan pengamatan

setiap hari (1x24 jam) dengan memakai haemacytometer. Setelah pertumbuhan

Tetraselmis chuii mencapai waktu panen optimum (sesuai dengan waktu panen

yang telah ditentukan), starter Tetraselmis chuii dapat digunakan untuk proses

produksi biomassa pada berbagai jenis media (sesuai dengan perlakuan) dengan

volume yang lebih besar (25 L).

3.4.4. Produksi Biomassa Tetraselmis chuii

Produksi biomassa bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan kadar

protein Tetraselmis chuii dengan menggunakan perlakuan jenis media yang

berbeda. Tetraselmis chuii dikultivasi sebanyak 25 L dengan menggunakan galon

yang telah steril dengan mengggunakan starter yang telah dibuat sebelumnya.

Perbandingan air laut dan starter adalah 70:30. Masing-masing galon yang telah

berisi air laut dan starter ditambahkan media walne, pertanian, BBM, BG-11 dan

MQ dengan dosis 1 ml/l kultur (sesuai dengan perlakuan). Selama proses kultivasi

aerasi diberikan secara terus-menerus. Biomassa Tetraselmis chuii akan dianalisis

konsentrasinya pada saat waktu panen optimum. Biomassa yang dihasilkan

selanjutnya akan dianalisis kadar proteinnya. Tahapan produksi biomassa

Tetraselmis chuii pada berbagai jenis media (sesuai perlakuan) dapat dilihat pada

Gambar 4.

Gambar 4. Diagram alir tahapan produksi biomassa Tetraselmis chuii pada

berbagai jenis media (sesuai perlakuan)

Biomassa Tetraselmis chuii

pada media yang berbeda

Starter Tetraselmis chuii pada

media yang berbeda

Produksi Biomassa Tetraselmis chuii pada media

yang berbeda (sesuai perlakuan) dengan

perbandingan air laut dan starter 70:30

Analisis konsentrasi biomassa dan

kadar protein Tetraselmis chuii

Sterilisasi alat dan bahan

Pembuatan starter pada berbagai jenis media

(sesuai perlakuan) dengan perbandingan air laut

dan starter 70:30

Pembuatan media

Mulai

Alat dan bahan

Hasil analisis konsentrasi

biomassa dan kadar protein

Selesai

3.5. Parameter yang diamati

Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah konsentrasi biomassa sel T.

chuii dengan menghitung kepadatan sel T. Chuii ((Isnansetyo dan Kurniastuti,

1995; Mudjiman, 1984) dan analisis kadar protein T. Chuii dengan metode Makro

Kjeldahl (Sudarmadji et al., 1997).

3.6. Prosedur Analisa

3.6.1. Perhitungan pertumbuhan sel Tetraselmis chuii

Pertambahan kepadatan sel Mikroalga digunakan sebagai ukuran untuk

mengetahui pertumbuhan dari kultur. Selain untuk mengetahui pertumbuhan

kultur, perhitungan kepadatan sel juga dapat berguna untuk mengetahui kepadatan

starter saat kulturisasi ulang, kepadatan awal kulturisasi, dan kepadatan saat

pemanenan. Alat yang digunakan dalam peenghitungan Mikroalga adalah

haemacytometer (Isnansetyo dan Kurniastuti, 1995). Rumus untuk menghitung

kepadatan sel Mikroalga dapat dibedakan berdasarkan tingkat kepadatan sel yang

dihitung. Menurut Mudjiman (1984), rumus yang dapat digunakan untuk

menghitung kepadatan sel Mikroalga adalah sebagai berikut :

Bila kepadatan sel Mikroalga Rendah :

Jumlah Kepadatan Sel Mikroalga = Jumlah sel x 104

Keterangan :

104 = Konstanta Hemacytometer =

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 ℎ𝑒𝑚𝑎𝑐𝑦𝑡𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 =

1 𝑚𝑙

0.1𝑚𝑚

= 1000 𝑚𝑚

𝑜 .1 𝑚𝑚 = 1000 = 10

4

Bila kepadatan planktonnya tinggi :

Jumlah kepadatan sel Mikroalga = rata – rata jumlah sel x 25 x 104

Keterangan :

25 = Banyak kotak pada hemacytometer

104= kostanta hemacytometer =

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 ℎ𝑒𝑚𝑎𝑐𝑦𝑡𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 =

1 𝑚𝑙

0.1𝑚𝑚

= 1000 𝑚𝑚

𝑜 .1 𝑚𝑚 = 1000 = 10

4

Dalam penelitian ini rumus yang digunakan adalah rumus dengan kepadatan

rendah karena Tetraselmis chuii dalam pertumbuhannya memiliki kepadatan

yang rendah.

3.6.2. Pemanenan (harvesting)

Perubahan biomasa kultur akan diamati setiap 24 jam secara aseptis (Colla et

al., 2007). Setiap perlakuan dilakukan tiga kali ulangan. Kultur cair disaring,

dicuci dengan air destilat untuk menghilangkan garam, kemudian di sentrifugasi

15.000 rpm.

3.6.3. Penetapan kadar protein

Penentuan kadar protein dilakukan dengan cara menentukan jumlah N total

menurut metode Makro Kjeldahl (Sudarmadji et al., 1997).

Ditimbang 0,75 gram mie yang telah dihaluskan dan ditambahkan silen

(campuran CuSO4 : Na2SO4), dibungkus dalam kertas saring dan dimasukkan ke

dalam labu kjeldahl, ditambahkan 25 ml H2SO4 pekat. Kemudian dipanaskan

pada pemanas listrik dalam lemari asam, mula-mula dengan api kecil dan setelah

asap hilang api dibesarkan, pemanas dihentikan setelah cairan menjadi jernih dan

tidak berwarna. Setelah labu kjeldahl dan cairannya menjadi dingin kemudian

ditambahkan 300 ml aquadest dan diisi kertas lakmus dan ditambahkan larutan

NaOH 50% sampai cairan bersifat basis (kertas lakmus berubah menjadi berwarna

biru) serta ditambahkan batu didih.

Labu kjeldahl segera dipasang pada alat destilasi. Dipanaskan labu kjeldahl

sampai amoniak menguap semua, destilasi ditampung dalam Erlenmeyer yang

berisi 25 ml HCl 0,2N yang sudah diisi dengan indikator methyl red beberapa

tetes. Destilasi diakhiri sampai volume destilat 150 ml. Kelebihan HCl 0,2M

dalam destilat dititrasi dengan larutan basa standar (NaOH 0,2N), lalu dibuat

blanko yaitu semua proses di atas tetapi tanpa sampel.

Kadar protein dapat dihitung dengan rumus:

% N = (ml NaOH blanko – ml NaOH contoh) x N NaOH x 14,008

Bobot contoh x 10

% Protein = Total N x faktor konversi (5,83)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kurva Pertumbuhan Tetraselmis chuii

Produksi biomassa bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan kadar

protein Tetraselmis chuii dengan menggunakan perlakuan jenis media yang

berbeda. Tetraselmis chuii dikultivasi sebanyak 25 L dengan menggunakan galon

yang telah steril dengan mengggunakan starter yang telah dibuat sebelumnya.

Perbandingan air laut dan starter adalah 70:30. Pada proses produksi, air laut yang

dipergunakan memiliki salinitas 30 ppt, intensitas cahaya 3000 Lux.Waktu panen

dilakukan pada saat akhir fase eksponensial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan akhir fase eksponensial Tetraselmis chuii pada setiap jenis

media sehingga waktu panen Tetraselmis chuii pada setiap jenis media menjadi

berbeda (Gambar 5).

Gambar 5. Kurva pertumbuhan T. Chuii dalam berbagai media

Tetraselmis chuii memiliki laju pertumbuhan dan adaptasi terhadap

lingkungan yang relatif cepat. Pola pertumbuhannya memiliki dua puncak

populasi yaitu pada hari ke enam dan pada hari ke sepuluh. Tetraselmis chuii

sensitif terhadap kepadatan sel yang tinggi. Ketika dalam satu populasi sudah

mencapai optimum maka penurunan jumlah kepadatan sel pada populasi tersebut

akan cepat. Hal ini disebabkan karena Tetraselmis chuii kandungan nutriennya

habis terserap. Penyebab lain dari kematian Tetraselmis chuii kemungkinan

karena kultur mudah terkontaminasi oleh alga lain (Sutomo, 2005).

Gambar 6 menunjukkan bahwa pada media BG-11, media pertanian, dan

media BBM, akhir fase eksponensial Tetraselmis chuii dicapai pada hari ke 10

kultivasi. Pada media walne, akhir fase eksponensial Tetraselmis chuii dicapai

pada hari ke 9 kultivasi, sedangkan pada media MQ, akhir fase eksponensial

Tetraselmis chuii dicapai pada hari ke 5 kultivasi. Perbedaan akhir fase

eksponensial dapat disebabkan karena perbedaan komposisi nutrisi pada masing-

masing media. Fase eksponensial merupakan waktu panen terbaik bagi mikroalga

karena mikroalga tersebut berada pada kondisi optimal (Isnanstyo dan Kurniastuti,

1995; Kawaroe et al., 2010). Selain itu protein yang akan dianalisis selanjutnya

merupakan hasil metabolisme primer ( disebut metabolit primer) sehingga akan

dihasilkan pada saat fase eksponensial sehingga sangat tepat bila Tetraselmis

Chuii dipanen pada fase pertumbuhan eksponensial.

4.2. Konsentrasi Biomassa sel Tetraselmis chuii

Biomassa sel Tetraselmis chuii dipanen pada saat akhir fase eksponensial,

dimana perbedaan jenis media kultur menghasilkan akhir fase eksponensial yang

berbeda. Pada media BG-11, media pertanian, dan media BBM, akhir fase

eksponensial Tetraselmis chuii dicapai pada hari ke 10 kultivasi. Pada media

walne, akhir fase eksponensial Tetraselmis chuii dicapai pada hari ke 9 kultivasi,

sedangkan pada media MQ, akhir fase eksponensial Tetraselmis chuii dicapai

pada hari ke 5 kultivasi.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa jenis media berpengaruh

nyata (P>0,05) terhadap konsentrasi biomassa sel Tetraselmis chuii. Nilai rata-rata

konsentrasi biomassa sel Tetraselmis chuii disajikan pada Tabel 4 .

Tabel 4. Konsentrasi biomassa Tetraselmis chuii (sel/ml) pada berbagai jenis

media

Jenis media Konsentrasi biomassa (sel/ml)

Walne 1,51x106b

Pertanian 1,94x106b

BBM 2,19x106b

BG – 11 2,88x106a

MQ 1,25x106b

Keterangan : huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan

yang nyata (P>0,05).

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa konsentrasi biomassa sel Tetraselmis chuii

tertinggi dihasilkan pada jenis media BG - 11 sebesar 2,88x106 sel/ml, sedangkan

konsentrasi biomassa sel Tetraselmis chuii terendah dihasilkan pada media MQ

sebesar 1,25x106 sel/ml, yang tidak berbeda nyata dengan konsentrasi biomassa T.

chuii yang dikultivasi pada media Walne, media Pertanian dan media BBM.

Perbedaan konsentrasi biomassa erat kaitannya dengan komposisi media pada

setiap jenis media perlakuan. Tingginya konsentrasi sel T. chuii yang dikultivasi

pada media BG – 11 sejalan dengan penelitian Wijoseno (2011) yang menyatakan

bahwa media BG – 11 menghasilkan kepadatan sel Chlorella vulgaris tertinggi.

4.3. Kadar Protein Tetraselmis chuii

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa jenis media berpengaruh

nyata (P>0,05) terhadap kadar protein Tetraselmis chuii. Nilai rata-rata

konsentrasi biomassa sel Tetraselmis chuii disajikan pada Tabel 5 .

Tabel 5. Kadar protein Tetraselmis chuii pada berbagai jenis media

Jenis media Kadar Protein (%)

Walne 13,47 b

Pertanian 7,29 c

BBM 6,67 d

BG – 11 6,2 d

MQ 16,25 a

Keterangan : huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan

yang nyata (P>0,05).

Tabel 5 menunjukkan bahwa kadar protein tertinggi dihasilkan pada

Tetraselmis chuii yang dikultur pada media MQ (16,25%). Hasil penelitian ini

berbeda dengan Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) yang menyatakan bahwa T.

chuii mengandung protein yang tinggi (48,42%) dan lemak 9,70%. Kadar protein

terendah diperoleh pada Tetrasemis chuii yang dikultur pada media BBM

(6,67%). Perbedaan kadar protein Tetrasemis chuii berhubungan erat dengan

komponen nutrisi pada masing-masing media kultur. Menurut Kawaroe et al.,

(2010), unsur makronutrien nitrogen (N), fosfor (P), dan sulfur (S) diketahui

berkaitan dengan kandungan protein dalam sel. Selanjutnya Hu dan Gao (2006)

menyatakan bahwa peningkatan NaNO3 dan KH2PO4 pada media kultur akan

meningkatkan kandungan protein dan polyunsaturated fatty acids (PUFAs)

Nannochloropsis, tetapi akan menurunkan kandungan karbohidrat, lemak total

dan total fatty acid.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Jenis media berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kadar protein

mikroalga Tetraselmis chuii.

2. Media BG - 11 merupakan media terbaik untuk menghasilkan konsentrasi

biomassa sel Tetraselmis chuii tertinggi, sebesar 2,88x106 sel/ml dan

media MQ merupakan media terbaik untuk menghasilkan kadar protein

Tetraselmis chuii tertinggi (16,25%).

5.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai modifikasi media untuk

meningkatkan pertumbuhan dan kadar protein Tetraselmis chuii.

DAFTAR PUSTAKA

Abd El-baky HH, El-Baz FK, El Baroty GS. 2007b. Production of carotenoids

from marine microalgae and its evaluation as safe food colorant and

lowering cholesterol agent. Am-Euras J Agric & Environ Sci 3 : 434-444

Achmad, T.1993. Pedoman Teknis Pembenihan Ikan Bandeng. Pusat Penelitian

danPengembangan Perikanan badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. Jakarta.

Andersen, R.A. 2005. Algal Culturing Technique. Elsevier Academic Press. UK.

Ardayani, Y. 2010. Kandungan Pigmen Karoten Mikroalga Chaetoceross gracilis

yang Berpotensi Sebagai Antioksidan pada Kondisi Kultur yang Berbeda.

Skripsi. Departemen Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Arinardi, O. H.,Trimaningsih dan Suirdjo. 1994. Pengantar Tentang Plankton

Serta Kisaran Kelimpahan dan Plankton Predominan di Sekitar Pulau

Jawa dan Bali. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi.UPI-

Jakarta.108 hal.

Balai Budidaya Laut Lampung. 2002. Budidaya Mikroalga dan Zooplankton. Seri

Budidaya Laut No. 9 : 27-28

Bold, H.C., dan Wynne, M.J., 1985. Introduction to the Algae.Prentice-Hall.

New Jersey.

Britton G, Jensen SL, Pfander H. 1995. Carotenoids Isolation and Analysis.

Birkhauseerr Verlag, Switzerland.

Burtin P. 2003. Nutritional value of seaweeds. EJAF Che 2 : 498-503.

Cahyaningsih, S., Muchtar, A. N. M., Purnomo, S. J., Kusumaningrum, I., Pujiati.,

Haryono, A., Slamet., dan Asniar. 2010. Produksi Pakan Alami. Balai

Budidaya Air Payau Situbondo.

Chen, J and H.P.C Shetty. 1991. Culture Of Marine Feed Organisms. National

Inland Institute Kasetsart University Campus. Bangkhen, Bangkok,

Thailand. 38 p.

Chisti Y. 2007. Biodiesel FromMicroalgae. J. Biotechnology Advances 25 : 294 –

306.

Colla, L.M., Reinehr, C. Reinehr, and J.A. Costa. 2007. Production of Biomass

and Nutraceutical Compounds by Spirulina platensis under Different

Temperature and Nitrogen Regimes. Bioresour. Technol. 98 : 1489-1493.

Cresswel l RC, Rees TAV, and Shah N .1989. Alga and Cynobacterial

Biotechnology. Mc Graw Hill, London.

del Campo AJ, Garcia-Gonzalez M, Guerrero MG. 2007. Outdoor cultivation of

microalgae far carotenoid production : Current state and perspectives.

Appl Microb Biotechnol 74 : 1163-1174. DOI : 10.1007/s00253-007-

0844-9.

Djarijah, A.S. Ir., 1995. Pakan Alami. Kanisius : Yogyakarta.

Ferianita, M., Fachrul., Haeruman, H., Listari, C., dan Sitepu. 2005. Komunitas

Mikroalga sebagai Bio-Indikator kualitas perairan teluk Jakarta. Jurusan

Teknik Lingkungan. Fakultas Arsitektur Lansekap Teknologi Lingkungan.

Universitas Trisakti.

Gross, J. 1991. Pigment in Vegetables (Chlorophylls and Carotenoids. Van

Norstran Reinhold. New york.

Isnansetyo, A. dan Kurniastuti.1995. Teknik KultiurPhytoplankton dan

Zooplankton.Kanisius : Jogjakarta

Iwamoto H. 2004. Industrial Production Of Microalgal Cell-mass and Secondary

Products-Major Industrial Species : Chlorella. Dalam Richmond A.2004.

Handbook of Mikroalgal Culture : Biotecnology and Applied Phycology.

Blackwell Publishing.

Jati, F., Johannes Hutabarat, dan Vivi Endar Herawati. 2012. Pengaruh

Penggunaan Dua Jenis Media Kultur Teknis yang Berbeda Terhadap Pola

Pertumbuhan, Kandungan Protein, dan Asam Lemak Omega 3 EPA

(Chaetoceros gracilis). Journal Of Aquaculture Management and

Technology. 1. 1 : 221-235. http://ejournal

s1.undip.ac.id/index.php/jamt/article/download/642/641. Di akses pada

tanggal 7 Januari 2014.

Kabinawa I.N.K.2001. Cultivationn of Algae Chlorella Phyrenoidosa. Annual

Report of IC Biotech, Osaka Japan : 429-431.

Kawaroe, M., T. Partono, A. Sunudin, D.S. Wulan, dan D. Augustine. 2010.

Mikroalga :Potensi dan Pemanfaatannya untuk Produksi Bio Bahan

Bakar. IPB Press. Bogor.

Limantara L, Kusmita L. 2009. Biopigmen sebagai antioksidan potensial. Prosidig

Seminar Nasional Farmasi, Antioksidan dalam Sediaan Obat, Kosmetika,

Makanan dan Minuman . STIFAR Yayasan Farmasi. Semarang. P.1-28.

Lindqvist, A., Andersson S. 2002. Biochemical properties of purified recombinant

human β-carotene 15,15’ mono-oxygenase. The J of Biol Chem 277:

23942-23948. DOI : 10.1074/jbc.M202756200.

Meyer, B.S. and D.B. Anderson. 1952. Plant Physiology. Second Edition.

Maruzen Asian Edition, Japan : 784 pp.

Mudjiman, A. 1984.Makanan Ikan. Swadaya. Jakarta.

Naughton, S.J. 1998. Ekologi Umum. Yogyakarta.Gadjah Mada University Press.

[NREL] National Renewable Energy Laboratory. 2003. A Look Back at U.S

Department of Energy’s Aquatic Species Program – Biodiesel from Algae.

Colorado:NREL ; (NREL Report).

Nontji. 1999. Indonesian Potential in Developing Marine Biotecnology. In : S.

Soemodiharjo, R. Rachmaniar, s. Saono (eds). Prosidings Seminar

Bioteknologi Kelautan I’98. LIPI, Jakarta : 13-22.

Romomiharto, K. Dan S. Juwana. 2001. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang

Biota Laut. Penerbit Djambatan : Jakarta.

Rostini, I. 2007. “Kultur Mikroalga (Chlorella sp. dan Tetraselmis chuii) Pada

skala Laboratorium”. Karya Ilmiah. Universitas Padjajaran Fakultas

Perikanan

dan Ilmu kelautan.Jatinagor.

Sachlan, M. 1982. Planktonologi.Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas

Diponegoro. Semarang.

Sanchez-Luna, L.D., R.P. Bezerra, M.C. Matsudo, S. Sato, A. Converti, & J.C.M.

de Carvalho. 2006. Influences of pH, temperature and Urea molar flowrate

on Arthospira platensis fed-batch cultivation : A kinetic and

thermodynamic approach. Biotechnology and Bioengineering. 96 (4) :

702-711.

Sani R.N., Fitri C.N., Ria D.A., Jaya M.M. 2014. Analisis Rendemen Dan Skrining

Fitokimia Mikroalga. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2.2 : 121-126.

http://jpa.ub.ac.id/index.php/jpa/article/view/44. Di akses pada 7 Januari

2014.

Setyaningsih, I., Wini Trilaksani, dan Kustariyah. 2012. Pengembangan Kultivasi

Mikroalga Untuk Pangan Sehat Berbasis Mikroalga. Fakultas Perikanan

IPB. Bogor

Slamet, B. 2008. Studi Kualitas Lingkungan Perairan di Daerah Budidaya

Perikanan Laut di Teluk Kaping dan Teluk Pengametan Bali. Tesis.

Program Pascasarjana Universitas Udayana. Denpasar.

Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu

Pendekatan Biometrik. Terjemahan: M.Syah. Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

Strickland, J.D.H. 1960. Measuring the production of marine phytoplankton. Fish.

Res. Bull. 122 : 1-171.

Sutomo. 2005. Kultur tiga jenis Mikroalga (Teraselmis sp., Chlorella sp., dan

Chaetoceros gracillis) dan pengaruh kepadatan awal terhadap

pertumbuhan Chaetoceros gracillis di laboratorium. Oseanologi dan

limnologi di Indonesia 2005. No.37: 43-58.

Taw Nyan, DR. 1990. Petunjuk Pemeliharaan Kultur Murni dan Massal

Mikroalga. Proyek Pengembangan Budidaya Udang : United Nations

Development Programme Food dan Agliculture Organization Of The

United Nations. US. 34. Hal ( diterjemahkan oleh : Budiono M & Indah

W).

Vilchez C, Forjan E, Cuaresma M, Bedmar F, Garbayo I, Vega JM. 2011. Marine

carotenoids : biological functions and commercial applications. Mar Drugs

9 :319-333. DOI : 10.3390/md9030319

Vonshak, A. S. Boussiba; A. Abeliovich & A. Richmond. 2004. Production of

Spirirulina Platensis Biomass: Maintenance of monoalga culture outdoors.

Biotech. And Bioengineering. 25 (2): 341-349

Wigmore, Ann. The Wheatgrass Book. Avery Books, 1985.

Wijoseno,T. 2011. Uji Pengaruh Variasi Media Kultur terhadap Tingkat

Pertumbuhan dan Kandungan Protein, Lipid, Klorofil, dan Karotenoid

pada Mikroalga Chlorella vulgaris Buitenzorg. Skripsi. Departemen

Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok.

Wintermans, J.G.F.M., A. De Mots. 1965. Spectrophotometric characteristics or

chlorophylls a and b and their pheophytins in ethanol. Biochim. Biophys.

Acta. 109. : 448-453.

LAPORAN KEUANGAN

Laporan keuangan dapat dilihat pad Tabel di bawah ini

Tabel. Laporan keuangan

No. Keperluan Jumlah Harga

Satuan (Rp)

Total Harga

(Rp.)

JUMLAH DANA 7,500,000

POTONG PAJAK

(15%)

6,375,000

1. Bahan Kimia

Aquades 1 pail 76,000 76,000

PDA 1 kg 1,000,000 100,000

Clewat 32 1 kg 1,000,000 100,000

FeCl3 500 g 1,100,000 38,000

MnCl2,5H2O 500 g 950,000 95,000

H3BO3 500 g 750,000 75,000

EDTA, di-sodium salt 500 g 1,200,000 120,000

NaH2PO4,2H2O 500 g 1,100,000 110,000

NaNO3 500 g 800,000 80,000

ZnCl2 500 g 1,300,000 130,000

CoCl2,6H2O 500 g 1,500,000 150,000

(NH4)6Mo7O24, 4H2O 500 g 800,000 80,000

CuSO4,5H2O 500 g 850,000 85,000

Concentrated HCl 500 g 750,000 75,000

Vitamin B1 250 g 800,000 80,000

Vitamin B12 250 g 800,000 80,000

NaSiO3.9H2O 250 g 1,000,000 100,000

Fe(OH)3 38,000

C6H8O7 250 g 500,000 50,000

K2HPO4 250 g 700,000 50,000

MgSO4.7H2O 250 g 700,000 50,000

CaCl2.2H2O 250 g 500,000 250,000

Alkohol 2 L 43,000 86,000

2 Peralatan

Haemacytometer 1 buah 1,300,000 1,300,000

Stoples untuk

fermentasi

15 buah 33,000 495,000

Lampu TL + alat

listrik

2 buah 100,000 217,000

Selang plastik 35 meter 1500 47,500

Batu aerasi 33,000

Pompa aerator 1 buah 920,000 920,000

Pompa aerator 1 buah 178,000 178,000

Kapas 500 g 44,700 44,700

Klin pak aluminium 3 pak 18,625 53,950

Pipet tetes panjang 10 buah 2,000 10,000

Spuit 5 2 buah 7,500 15,000

Spuit 10 2 buah 10,000 20,000

3. Biaya analisis

a. Kadar Protein

15 sampel

50.000

750,000

4. Biaya analisis data 1 paket 100.000 100,000

5. Pengadaan laporan

penelitian

1 paket 100.000 100,000

Total (Rp.) 6,382,150,00