80
HUBUNGAN NILAI INDEKS MASSA TUBUH DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX ® TOOL PADA WANITA USIA ≥ 50 TAHUN DI KLUB BINA LANSIA PISANGAN CIPUTAT TAHUN 2015 Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN (S.Ked) Oleh : Ahmad Khoiron Nashirin NIM: 1112103000079 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M

Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

  • Upload
    lynhu

  • View
    219

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

HUBUNGAN NILAI INDEKS MASSA TUBUH

DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR

OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN

FRAX® TOOL PADA WANITA USIA ≥ 50 TAHUN DI

KLUB BINA LANSIA PISANGAN CIPUTAT TAHUN

2015

Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN (S.Ked)

Oleh :

Ahmad Khoiron Nashirin

NIM: 1112103000079

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H/2015 M

Page 2: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 2015

Ahmad Khoiron Nashirin

MateraiRp. 6.000

Page 3: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®
Page 4: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®
Page 5: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena rahmat dan karunia-Nya saya

dapat menyelesaikan penelitian dan laporan penelitian dengan judul “Hubungan

Nilai Indeks Massa Tubuh Dengan Nilai Risiko Fraktur Osteoporosis

berdasarkan Perhitungan Frax® Tool pada Wanita Usia ≥ 50 Tahun di Klub

Bina Lansia Pisangan Ciputat Tahun 2015” ini sesuai dengan waktu yang telah

ditentukan. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi

Muhammad SAW sehingga kita bisa menikmati zaman yang bebas dari kebodohan

dan bernafaskan islam.

Saya ingin berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi

dalam penyelesaian laporan penelitian ini. Terima kasih saya sampaikan kepada:

1. Prof. DR. (HC) Dr. MK Tajuddin, Sp. And dan Dr. H. Arif Sumantri, SKM.,

M.Kes. selaku Dekan lama dan baru Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Keseharatan UIN Jakarta

2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp. GK dan dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M.Epid

selaku Ketua lama dan baru Program Studi Pendidikan Dokter beserta

segenap dosen prodi Pendidikan Dokter yang telah membimbing dan

mengajarkan ilmu kepada saya selama menjalani masa pendidikan di

Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. dr. Nouval Shahab, SpU, PhD, FICS, FACS dan dr. Flori Ratna Sari, Ph.D

selaku Penanggung Jawab Modul Riset Program Studi Pendidikan Dokter

2012.

4. dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M.Epid sebagai pembimbing pertama walaupun di

tengah-tengah kesibukannya sebagai Kepala Program Studi Pendidikan

Dokter telah memberikan bimbingan dan pengarahan agar penelitian ini

berjalan dengan sebaik-baiknya.

5. dr. Nurmilasari, M.Biomed sebagai pembimbing kedua walaupun dalam

waktu yang singkat telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam

menyusun laporan penelitian ini.

Page 6: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

vi

6. Kedua orang tua saya M.Shonhajie dan Lailatul Badriyah yang selalu

memberikan doa, dukungan serta penyemangat selama proses belajar dan

penyelesaian penelitian ini.

7. Teman seperjuangan penelitian, Mohammed Shabat, Alfa Septiano, Sarah

Attauhidah dan Muthiah Miftahul H yang dengan kompak telah membantu,

dan berjuang bersama dalam penelitian ini.

8. Rekan kerja saya, M. Ilzam Nuzulul Hakiki selaku senior dan Majlis Pembina

Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan yang telah berkontribusi dalam

pelaksanaan pengambilan data di Klub Bina Lansia Pisangan Ciputat

9. Ibu Indah selaku pimpinan dan pengelola Klub Bina Lansia Pisangan Ciputat

yang telah mendukung untuk dilaksanakannya penelitian ini

10. Semua pihak yang telah memberi dukungan dan doa kepada saya yang tidak

dapat saya sebutkan satu persatu

Pada akhirnya, saya menyadari banyak kekurangan dalam laporan penelitian ini.

Saya mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan

proposal ini. Semoga penelitian ini bisa terlaksana dengan baik serta berguna dan

bermanfaat bagi banyak orang.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Jakarta, Oktober 2015

Peneliti

Page 7: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

vii

ABSTRAK

Ahmad Khoiron Nashirin. Program Studi Pendidikan Dokter. Hubungan

Nilai Indeks Massa Tubuh Dengan Nilai Risiko Fraktur Osteoporosis

berdasarkan Perhitungan FRAX® tool pada Wanita Usia ≥ 50 Tahun di Klub

Bina Lansia Pisangan Ciputat Tahun 2015

Asesmen terhadap faktor risiko fraktur osteoporosis kini menjadi rekomendasi

ketika terbatasnya penggunaan DXA sebagai gold standar diagnosis osteoporosis

di Indonesia. WHO bekerjasama dengan bagian pusat penyakit tulang metabolik

Universitas Sheffield telah menciptakan perangkat hitung yang bernama WHO risk

assesment fracture tool (FRAX® tool). FRAX® tool merupakan perangkat berbasis

online yang digunakan untuk menghitung tingkat risiko fraktur osteoporosis

berdasarkan faktor risiko klinis yang telah luas digunakan. Hasil perhitungannya

berupa persentase kemungkinan fraktur osteoporosis tulang mayor (proksimal

humerus, pergelangan tangan, vertebrae) dan femur dalam 10 tahun mendatang.

Indeks massa tubuh merupakan salah satu faktor risiko penting osteoporosis yang

juga diperhitungkan dalam penggunaan FRAX® tool. Untuk melihat hubungan

antara nilai indeks massa tubuh (IMT) dengan nilai risiko fraktur osteoporosis

berdasarkan FRAX® tool, peneliti menggunakan uji hipotesis korelatif Spearmen.

Hasil dari 55 responden menyatakan adanya hubungan (korelasi) antara nilai IMT

dengan nilai risiko fraktur osteoporosis mayor dan femur berdasarkan perhitungan

FRAX® tool (p = 0,027; p = 0,000 dengan r = 297; r = 0,467). Hasil ini memiliki

nilai korelasi negatif yang artinya semakin rendah nilai IMT seseorang, maka

semakin besar nilai risiko fraktur osteoporosisnya.

Kata Kunci: IMT, osteoporosis, FRAX® tool

Page 8: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

viii

ABSTRACT

Ahmad Khoiron Nashirin. Medical Education Program. Relationship between

Body Mass Index and Osteoporosis Fracture Risk Value using FRAX® tool

Calculation based on age ≥ 50 years of Women in Klub Bina Lansia Pisangan

Ciputat 2015

Assessment of the osteoporotic fracture risk factors is now become the

recommendation when the usage of DXA is limited as the gold standard for

diagnosis osteoporosis in Indonesia. WHO collaborating with centre for metabolic

bone disease University of Sheffield have created a device count named FRAX®

tool. FRAX® online-based tool is a device to calculate the osteoporotic fracture risk

factors based on clinical risk factors that have been widely used. Calculation results

in percentage of ten year probability of major osteoporotic fracture (proximal

humerus, wrist, vertebrae) and femoral neck. Body mass index is one of the

important risk factors for osteoporosis are also taken into account in the use FRAX®

tool. To see the relationship between the body mass index (BMI) and osteoporosis

fracture risk value based FRAX® tool, researcher using Spearman correlative

hypothesis test. The results of the 55 respondents stated that there is relationship

between the BMI value and the risk of major osteoporotic fractures and femur based

FRAX® calculation tool (p = 0.027; p = 0.000, r = 297; r = 0.467). These results

have a negative correlation value means that the lower the value of a person's BMI,

the greater the risk of fracture osteoporosis value.

Keywords : IMT, osteoporosis, FRAX® tool

Page 9: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ............................................................................................i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.........................................ii

LEMBAR PERSETUJUAN .............................................................................iii

LEMBAR PENGESAHAN ..............................................................................iv

KATA PENGANTAR.......................................................................................v

ABSTRAK .........................................................................................................vii

ABSTRACT.......................................................................................................viii

DAFTAR ISI......................................................................................................ix

DAFTAR TABEL .............................................................................................xii

DAFTAR GAMBAR.........................................................................................xiii

DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xv

DAFTAR SINGKATAN...................................................................................xvi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................2

1.3 Hipotesis........................................................................................................2

1.4 Tujuan Penelitian.... ......................................................................................3

1.3.1 Tujuan Umum .....................................................................................3

1.3.2 Tujuan Khusus ....................................................................................3

1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................................3

1.5.1 Bagi Institusi .......................................................................................3

1.5.2 Bagi Masyarakat .................................................................................4

1.5.3 Bagi Peneliti ........................................................................................4

1.5.4 Bagi Peneliti Lain ...............................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori..............................................................................................5

2.1.1 Pengertian Osteoporosis......................................................................5

2.1.2 Klasifikasi Osteoporosis .....................................................................6

Page 10: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

x

2.1.3 Fisiologi Pembentukan dan Perombakan Tulang (bone formation, bone

resorption) ..........................................................................................7

2.1.4 Osteoporosis pada Wanita...................................................................13

2.1.5 Faktor Risiko Osteoporosis.................................................................16

2.1.6 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Terjadinya Osteoporosis .....17

2.1.7 Penggunaan FRAX® tool dalam Menilai Risiko Fraktur pada

Osteoporosis .......................................................................................18

2.1.8 Kelemahan dan Keterbatasan Penggunaan FRAX® tool .....................19

2.1.9 Interpretasi Hasil Perhitungan FRAX® tool.........................................19

2.1.10 Panduan Pengisian Asesmen Faktor Risiko Osteoporosis

Menggunakan FRAX® tool ...............................................................22

2.1.11 Pemeriksaan BMD dan Diagnosis Osteoporosis ..............................24

2.1.12 Program Pencegahan dan Tatalaksana Osteoporosis pada Lanjut Usia

............................................................................................................26

2.2 Kerangka Teori..............................................................................................31

2.3 Kerangka Konsep ..........................................................................................32

2.4 Definisi Operasional......................................................................................33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian...........................................................................................35

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................................35

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ....................................................................35

3.4 Jumlah Sampel Penelitian .............................................................................35

3.5 Teknik Pengambilan Sampel Penelitian........................................................36

3.6 Kriteria Sampel Penelitian ............................................................................36

3.7 Alat dan Bahan..............................................................................................37

3.8 Alur Kerja Penelitian.....................................................................................38

3.9 Cara Kerja Penelitian ....................................................................................39

3.10 Identifikasi Variabel....................................................................................39

3.11 Rencana Manajemen Data...........................................................................39

Page 11: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

xi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Sampel

4.1.1 Usia Responden ..................................................................................41

4.1.2 Gambaran Indeks Massa Tubuh Responden.......................................43

4.2 Gambaran Faktor Risiko Klinis Osteoporosis Responden............................45

4.2.1 Riwayat Fraktur Sebelumnya pada Responden ..................................46

4.2.2 Riwayat Fraktur Femur pada Orang Tua Responden..........................47

4.2.3 Faktor Risiko Fraktur Osteoporosis Lain............................................48

4.3 Gambaran Hasil Perhitungan Faktor Risiko Fraktur Osteoporosis

Menggunakan FRAX® tool dan Interpretasinya.........................................49

4.4 Korelasi antara Nilai Indeks Massa Tubuh dengan Nilai Risiko Fraktur

Osteoporosis Berdasarkan Perhitungan FRAX® tool....................................51

4.5 Keterbatasan Penelitian.................................................................................52

4.6 Kajian Islam ..................................................................................................53

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan .......................................................................................................55

5.2 Saran..............................................................................................................55

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................57

LAMPIRAN.......................................................................................................61

Page 12: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penyebab osteoporosis sekunder.........................................................7

Tabel 2.2 Panduan pengisian FRAX® tool .........................................................23

Tabel 2.3 Kriteria diagnosis osteoporosis berdasarkan T-score..........................25

Tabel 2.4 Daftar bahan makanan dan kandungan kalsium di dalamnya.............27

Tabel 2.5 Definisi operasional ............................................................................33

Tabel 4.1 Sebaran Usia Responden di Klub Bina Lansia Pisangan, Ciputat Tahun

2015 ....................................................................................................42

Tabel 4.2 Gambaran Gambaran Status Gizi Responden di Klub Bina Lansia

Pisangan, Ciputat Berdasarkan Kriteria Asia-Pasifik ......................44

Tabel 4.3 Gambaran riwayat fraktur pada responden di Klub Bina Lansia

Pisangan, Ciputat ................................................................................46

Tabel 4.4 Gambaran faktor risiko klinis fraktur pada osteoporosis yang

didapatkan melalui wawancara 55 responden ....................................43

Tabel 4.4 Gambaran riwayat fraktur femur pada orang tua responden di Klub Bina

Lansia Pisangan, Ciputat ....................................................................47

Tabel 4.5 Interpretasi hasil perhitungan menggunakan FRAX® tool pada 55 wanita

usia ≥50 tahun di Klub Bina Lansia Pisangan, Ciputat tahun 2015 ...50

Tabel 4.6 Korelasi antara nilai IMT responden dengan nilai risiko fraktur

osteoporosis mayor dan femur (uji Spearmen) ................................51

Page 13: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gambaran mikro-arsitektur tulang ..................................................5

Gambar 2.2 Bagan masa klimakterium pada wanita...........................................10

Gambar 2.3 Osteoklastogenesis yang dipengaruhi oleh interaksinya dengan

osteoblast melalui RANKL (receptor activator of nuclear factor-

kappaß ligand) dan OPG (osteoprotegerin).....................................12

Gambar 2.4 Skema hubungan keterkaitan beberapa hormon dalam proses

modeling dan remodeling tulang......................................................13

Gambar 2.5 Skema hubungan penuaan dengan penurunan densitas tulang pada

pria dan wanita...............................................................................15

Gambar 2.6 Diagram interpretasi hasil asesmen faktor risiko osteoporosis

menggunakan FRAX® tool .............................................................21

Gambar 2.7 Alur/algoritma penetapan interpretasi hasil asesmen faktor risiko

osteoporosis menggunakan FRAX® tool ........................................22

Gambar 2.8 Alat Dual X-Ray Absorptiometry (DXA).......................................26

Gambar 2.9. Kerangka Teori...............................................................................31

Gambar 2.10 Kerangka Konsep ..........................................................................32

Gambar 2.11. Kerangka Teori.............................................................................23

Gambar 2.12. Kerangka Konsep .........................................................................24

Gambar 3.1 Alur Penelitian.................................................................................38

Gambar 4.1 Sebaran jumlah responden berdasarkan usia menggunakan diagram

batang ...............................................................................................43

Page 14: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

xiv

Gambar 4.2 Presentase status gizi responden .....................................................45

Gambar 4.3 Presentase tingkat risiko fraktur osteoporosis responden ...............50

Page 15: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tampilan perangkat hitung FRAX® tool

Lampiran 2. Hasil perhitungan nilai risiko fraktur osteoporosis mayor dan femur

menggunakan FRAX® tool

Lampiran 3. Kuesioner penghitungan risiko fraktur osteoporosis

Lampiran 4. Surat ethical approval penelitian

Lampiran 5. Riwayat Penulis

Page 16: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

xvi

DAFTAR SINGKATAN

BMD Bone Mineral Density

Depkes RI Departemen Kesehatan Republik Indonesia

GH Growth Hormone

IGF-1 Insulin-like Growth Factor-1

IMT Indeks Massa Tubuh

IOF International Osteoporosis Foundation

NOF National Osteoporosis Foundation

NOGG National Osteoporosis Guideline Group (UK)

OPG Osteoprotegerin

PTH Parathormone

WHO World Health Organization

Page 17: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Osteoporosis merupakan penyakit yang tersembunyi (silent disease) tanpa

adanya tanda-tanda khusus sampai pasien mengalami patah tulang akibat trauma

minimal.1,2 Dinyatakan sebagai kelainan tulang metabolik terbanyak yang menimpa

sekitar 28,7% pria dan 32,3% wanita di indonesia.3 Prevalensi osteoporosis meningkat

seiring dengan peningkatan usia, khususnya usia ≥ 50 tahun baik pada pria maupun

wanita.4 Banyak faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya osteoporosis. Identifikasi

faktor risiko osteoporosis dan fraktur akibat osteoporosis merupakan hal penting

mengingat penggunaan alat ukur BMD (bone mass density) saja dinilai kurang

optimal.5 Asesmen faktor risiko ini bermanfaat dalam penghematan biaya dan

penentuan terapi pada pasien yang diduga osteoporosis. WHO bekerjasama dengan

Universitas Sheffield telah menciptakan perangkat hitung untuk menilai risiko yang

dimiliki seorang individu serta kemungkinan terjadinya fraktur osteoporotik dalam 10

tahun ke depan dengan melihat data-data faktor risiko klinis seseorang.5,6,7 Penggunaan

FRAX® tool menjadi rekomendasi yang luas digunakan meskipun memiliki kekurangan

tersendiri.5,7,8

Indeks massa tubuh (IMT) merupakan faktor yang ikut berperan dalam

terjadinya osteoporosis dan menjadi faktor risiko timbulnya fraktur akibat

osteoporosis.9 Hasil dari beberapa studi menunjukkan penurunan densitas tulang lebih

sering ditemukan pada individu lanjut usia dengan IMT yang rendah. Oleh karenanya,

WHO menjadikan IMT sebagai faktor risiko klinis terjadinya osteoporosis.6,10,11,12

Penelitian tentang asesmen faktor risiko fraktur osteoporosis ini sebelumnya

belum pernah dilakukan khususnya di daerah Pisangan, Ciputat. Masing-masing faktor

risiko osteoporosis yang akan diteliti memiliki keterkaitan satu sama lain dalam

menentukan nilai risiko fraktur osteoporosis yang dihitung menggunakan metode

FRAX® tool. Oleh karenanya, peneliti bermaksud untuk melihat adanya hubungan

Page 18: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

2

faktor risiko indeks massa tubuh terhadap nilai risiko fraktur osteoporosis yang

dihitung menggunakan FRAX® tool serta melihat seberapa besar korelasinya. Nilai

faktor risiko osteoporosis yang dihitung menggunakan FRAX® tool ini dibagi menjadi

dua, yakni 1) faktor risiko osteoporosis mayor yang menilai prediksi terjadinya fraktur

pada tulang pergelangan tangan, proksimal humerus dan tulang belakang 2) faktor

risiko osteoporosis pada leher femur yang menilai prediksi terjadinya fraktur tulang

femur.5,13 Penelitian ini dilakukan pada responden wanita usia lebih dari 50 tahun di

Klub Bina Lansia Pisangan, Ciputat tahun 2015.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Apakah peningkatan Indeks Massa Tubuh dapat menurunkan nilai risiko

fraktur osteoporosis mayor berdasarkan perhitungan FRAX® tool pada

wanita usia ≥50 tahun di Klub Bina Lansia Pisangan, Ciputat?

1.2.2. Apakah peningkatan Indeks Massa Tubuh dapat menurunkan nilai risiko

fraktur osteoporosis leher femur berdasarkan perhitungan FRAX® tool pada

wanita usia ≥50 tahun di Klub Bina Lansia Pisangan, Ciputat?

1.3. Hipotesis

1.3.1. Peningkatan Indeks Massa Tubuh dapat menurunkan nilai risiko fraktur

osteoporosis mayor berdasarkan perhitungan FRAX® tool pada wanita usia

≥50 tahun di Klub Bina Lansia Pisangan, Ciputat

1.3.2. Peningkatan Indeks Massa Tubuh dapat menurunkan nilai risiko fraktur

osteoporosis leher femur berdasarkan perhitungan FRAX® tool pada wanita

usia ≥50 tahun di Klub Bina Lansia Pisangan, Ciputat

Page 19: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

3

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan faktor risiko indeks massa tubuh dengan nilai

risiko fraktur osteoporosis berdasarkan perhitungan menggunakan

FRAX® tool pada wanita usia ≥50 tahun di klub Bina Lansia Pisangan,

Ciputat.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui hubungan antara nilai Indeks Massa Tubuh dengan

dengan nilai risiko fraktur osteoporosis mayor berdasarkan

perhitungan FRAX® tool pada wanita usia ≥50 tahun di Klub Bina

Lansia Pisangan, Ciputat

2. Mengetahui hubungan antara nilai Indeks Massa Tubuh dengan

dengan nilai risiko fraktur osteoporosis leher femur berdasarkan

perhitungan FRAX® tool pada wanita usia ≥50 tahun di Klub Bina

Lansia Pisangan, Ciputat

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Institusi

a. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan dalam

pengembangan ilmu pengetahuan khususnya terkait hubungan

faktor risiko status gizi dengan nilai risiko fraktur osteoporosis

berdasarkan perhitungan menggunakan FRAX® tool pada wanita

usia ≥50 tahun

b. Menjadi pemicu untuk dilakukan penelitian lebih lanjut terkait

hubungan faktor risiko status gizi dengan nilai risiko fraktur

osteoporosis berdasarkan perhitungan menggunakan FRAX® tool

pada wanita usia ≥50 tahun

c. Sebagai bahan referensi bagi peneliti berikutnya terkait hubungan

faktor risiko status gizi dengan nilai risiko fraktur osteoporosis

Page 20: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

4

berdasarkan perhitungan menggunakan FRAX® tool pada wanita

usia ≥50 tahun

1.5.2. Bagi Masyarakat

a. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat terkait faktor-faktor

risiko fraktur akibat osteoporosis yang bisa dinilai secara klinis

(clinical risk factors)

b. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang hasil

perhitungan faktor risiko klinis osteoporosis menggunakan FRAX®

tool dan interpretasinya

c. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat khususnya tentang

hubungan faktor risiko indeks massa tubuh dengan risiko fraktur

osteoporosis

1.5.3. Bagi Peneliti

a. Memberikan pengetahuan dan pengalaman dalam penelitian

deskriptif analitik.

b. Mendapatkan manfaat untuk mengamalkan ilmu pengetahuan

yang sudah dipelajari di Program Studi Pendidikan Dokter UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta

c. Mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran

1.5.4. Bagi Peneliti Lain

Hasil dari penelitian yang kami lakukan ini diharapkan dapat menjadi

bahan referensi bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian

selanjutnya demi kemajuan ilmu pengetahuan.

Page 21: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Pengertian Osteoporosis

WHO mendefinisikan osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang

ditandai dengan berkurangnya massa tulang disertai adanya perubahan mikroarsitektur

jaringan tulang, mengakibatkan meningkatnya resiko terjadinya fraktur tulang

(fragility fracture). Atas dasar tersebut, WHO menetapkan diagnosis osteoporosis

berdasarkan densitas massa tulang (bone mass density) dengan nilai t-score -2,5 atau

kurang.6,14 Meskipun keadaan trabekular tulang mengalami pengeroposan dan korteks

tulang lebih tipis dari normal, namun bagian struktur tulang yang tersisa termineralisasi

dengan baik. Ini yang membedakan dengan osteomalacia, yang mana terjadi akibat

tidak adekuatnya proses mineralisasi tulang.10,15 Melemahnya kekuatan tulang (bone

strength) pada osteoporosis disebabkan oleh perubahan pada komponen mineral dan

matriks tulang, trabekular tulang, korteks tulang serta adanya mikrofraktur pada tulang.

Berkurangnya kekuatan tulang ini menyebabkan tulang bersifat rapuh dan mudah

terjadi fraktur.4,14,15

Gambar 2.1. Gambaran mikro-arsitektur tulang: (A) tulang normal (B) tulang

osteoporotik

Sumber: U.S. Department of Health and Human Services, 2004.

Page 22: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

6

2.1.2. Klasifikasi Osteoporosis

Osteoporosis menurut penyebabnya dibagi menjadi dua, yakni osteoporosis

primer dan sekunder.

1. Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak disebabkan oleh adanya

kelainan lain yang bersifat spesifik. Osteoporosis jenis ini terdiri dari: 1)

osteoporosis primer idiopatik (idiopathic primary osteoporosis) pada anak

dan remaja yang jarang ditemukan, dan 2) osteoporosis berhubungan dengan

usia (age-related osteoporosis) pada manusia usia lanjut (pasca-menopause

pada wanita), jenis ini adalah yang paling sering ditemukan.

2. Osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang terjadi akibat adanya

penyakit spesifik lain atau obat-obatan. Osteoporosis jenis ini lebih sering

ditemukan pada pria atau wanita pre-menopause.4,15

Osteoporosis berhubungan dengan usia merupakan jenis osteoporosis yang

paling banyak ditemukan. Pada wanita, satu dari tiga wanita yang berumur lebih dari

50 tahun memiliki resiko fraktur karena osteoporosis. Sedangkan pada pria, satu dari

lima pria dengan usia lebih dari 50 tahun memiliki resiko fraktur karena osteoporosis.

Bagian tulang yang sering mengalami fraktur adalah tulang belakang (spine),

proksimal femur (hip) dan distal lengan bawah (forearm). Resiko ini akan meningkat

seiring dengan penambahan usia.4,14

Page 23: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

7

Tabel 2.1. Penyebab osteoporosis sekunder

Sumber: U.S. Department of Health and Human Services, 2004.

2.1.3. Fisiologi Pembentukan dan Perombakan Tulang (bone forming, bone

resorption)

Tulang merupakan organ struktural yang memiliki 3 fungsi utama, yakni

untuk penegak (support), proteksi (protection) dan gerakan (leverage). Komposisi

tulang yang terdiri dari sel tulang dan matriks yang menjadi tempat endapan mineral

tulang berupa kristal hidroksiapatit (Ca3(PO4)2) membentuk tulang menjadi organ

Page 24: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

8

yang memiliki kekuatan sehingga tulang bisa meredam gaya/trauma tanpa mengalami

kerusakan.4,15

Selain itu, fungsi lain tulang adalah sebagai sistem penyimpan mineral penting

yakni kalsium (Ca) dan fosfat (PO4). Tulang yang merupakan organ konstan, secara

berkala mengalami proses pembentukan (bone forming) dan perombakan tulang (bone

resorption). Dua proses ini diperankan oleh dua sel yang ada di tulang. Osteoblas

berperan dalam pembentukan tulang, sedangkan osteoklas berperan dalam perombakan

tulang yang mana aktivitasnya mendapat pengaruh dari osteoblas. Faktor-faktor yang

mempengaruhi proses modeling dan remodeling tulang antara lain adalah:

1. Hormon-hormon yang berkaitan dengan regulasi kalsium. Hormon-hormon

ini berperan penting dalam menjaga kesehatan tulang, terdiri dari:

a) Hormon paratiroid (PTH) yang mengatur kadar kalsium darah,

disekresikan oleh kelenjar paratidoid. Produksinya meningkat ketika

terjadi penurunan kadar kalsium plasma di bawah normal (normalnya 8,8-

10,4 mg/dL). Beberapa efek yang diakibatkan PTH adalah:

Pada tubulus renalis ginjal. Meningkatkan absorpsi kalsium dan

menurunkan absorbsi (restriksi) fosfat.

Pada parenkim ginjal. Peingkatan kadar PTH meningkatkan konversi

metabolit vitamin D 25-hydroxycholecalciferol [25-OHD] menjadi

bentuk aktif 1,25-dihydroxycholecalciferol [1,25-(OHD)2D].

Bentuk aktif inilah yang sekaligus berperan sebagai hormon yang

membantu PTH dalam mengatur kadar kalsium darah.

Pada intestinal. PTH memiliki efek absorbsi kalsium tidak langsung

melalui aktivasi 1,25-dihydroxycholecalciferol [1,25-(OHD)2D] di

parenkim ginjal.

Pada tulang. PTH menstimulasi perombakan tulang (resorpsi) oleh

osteoklas untuk meningkatkan kalsium dan fosfat darah. Target aksi

PTH adalah terhadap peningkatan ekspresi RANKL (receptor

activator of nuclear factor-kappaß ligand), yakni suatu mediator

Page 25: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

9

pembentukan osteoklas yang dihasilkan oleh osteoblas. Target kedua

PTH adalah terhadap hambatan pembentukan osteoprotegerin (OPG)

yang merupakan reseptor bebas terhadap RANKL (dihasilkan juga

oleh osteoblas) sehingga hambatan terhadap osteoclastogenesis tidak

terjadi.15,16

b) Kalsitriol (1,25-dihydroxycholecalciferol). Merupakan hormon yang

terbentuk dari vitamin D oleh enzim di ginjal dan hati. Peran utama

kalsitriol adalah meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat di usus.4

Selain itu, kalsitriol juga mampu meningkatkan proses resorpsi tulang

melalui osteoclastogenesis.15

c) Kalsitonin yang berfungsi melawan efek PTH, dihasilkan oleh sel C

kelenjar tiroid. Bekerja menurunkan kadar kalsium darah dengan

meningkatkan ekskresinya melalui tubulus ginjal dan menghambat

osteoklas sehingga resorpsi tulang menurun.4,16

2. Hormon-hormon seks yang terlibat adalah estrogen wanita dan testosteron

pria. Estrogen memiliki efek positif dalam menghambat osteoklas melalui

peningkatan produksi dan aktivitas OPG. Efek lain estrogen adalah terhadap

peningkatan absorbsi kalsium di intestinal serta stimulasi osteoblas.4,15

Testosteron (androgen) juga memiliki efek yang sama dengan estrogen. Selain

mampu berefek pada penghambatan resorpsi tulang dan stimulasi

pembentukan tulang, testosteron juga sebagai sumber estrogen melalui hasil

dari konversinya di sel lemak.4 Pada wanita, terdapat fase dalam perubahan

sekresi estrogen. Penurunan hormon estrogen secara fisiologis dimulai dari

usia 35 tahun dan berakhir sampai usia 65 tahun. Masa ini disebut masa

klimakterium yang digambarkan pada gambar 2.3 di bawah ini:

Page 26: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

10

Gambar 2.2. Bagan masa klimakterium pada wanita

Sumber: Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2008.

3. Hormon-hormon lain yang terlibat antara lain:

a) Hormon pertumbuhan (GH) dari kelenjar pituitari yang menstimulasi

insulin-like growth factor-1 (IGF-1) pada osteoblas tulang, berperan

dalam pembentukan tulang (bone formation). Sekresi hormon

pertumbuhan ini berkurang seiring dengan bertambahnya usia.4

b) Hormon tiroid yang berperan dalam meningkatkan metabolism sel tulang,

berefek pada pembentukan (bone formation) dan perombakan tulang

(bone resorption). Hormon ini bekerja terhadap osteoklas secara langsung

atau bekerja terhadap osteoblas yang memediasi proses resorpsi osteoklas

sehingga menyebabkan osteoporosis.4,15

c) Hormon kortisol yang disekresikan oleh kelenjar adrenal. Memiliki efek

terhadap penghambatan pembentukan tulang (bone formation), penurunan

absorpsi kalsium di intestinal dan peningkatan eksresinya di tubulus

ginjal. Kortisol juga memiliki efek langsung terhadap stimulasi ekspresi

RANKL dan menghambat ekspresi OPG di osteoblas.15 Bentuk sintetik

kortisol yang dikenal sebagai glukokortikoid juga memiliki efek yang

sama sehingga menjadi salah satu faktor risiko utama osteoporosis.4

Page 27: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

11

4. Stress mekanis. Aktivitas yang menumpu beban (weight bearing) dan

kontraksi otot menyebabkan peningkatan pulsasi vaskular ke tulang. Stress

mekanis ini dipercayai mampu menunjang kekuatan tulang melalui regulasi

hormon pertumbuhan lokal. Oleh karena itu, orang dengan aktivitas rendah

dan imobilisasi lama memiliki resiko untuk terjadi osteoporosis.15 Menurut

sebuah studi, terdapat hubungan antara wanita menopause yang memiliki

aktivitas fisik kurang dari 20 menit dengan osteoporosis.4

5. Diet dan asupan nutrisi. Diet yang direkomendasikan dan terbukti berfungsi

sebagai tindakan preventif primer sekaligus sekunder adalah diet kalsium,

vitamin D dan vitamin K.4,17 Vitamin D meningkatkan absorbsi kalsium di

usus, sedangkan vitamin K mampu meningkatkan reabsorpsinya di tubulus

ginjal. Diet fosfat terbukti tidak memiliki efek yang signifikan terhadap

densitas tulang. Bahkan diet fosfat tinggi akan mengurangi absorbsi kalsium.17

Kebutuhan kalsium per-hari sekitar 800-1.000 mg untuk dewasa dan

meningkat pada usia 50 tahun ke atas, wanita hamil dan menyusui sampai

1.200 mg, sedangkan pada anak-anak sekitar 200-400 mg per-hari.15 Asupan

vitamin D yang dibutuhkan sekitar 20 mikrogram dan terbukti diet vitamin D

20 mikrogram ini bersama dengan 1.200 mg kalsium mampu mengurangi

risiko fraktur osteoporosis. Konsumsi alkohol berlebih juga berefek

menghambat diferensiasi dan akititas osteoblas di tulang, mengurangi

absorpsi kalsium di usus dan konversi vitamin D ke dalam bentuk aktifnya.17

Seseorang yang mengkonsumsi alkohol berlebih (lebih dari 2 unit per-hari)

risiko untuk mengalami fraktur osteoporosis meningkat sebanyak 40%

dibandingkan mengkonsumsi alkohol dengan dosis sedang (<2 unit per-hari)

atau tidak sama sekali.14

6. Adanya penyakit-penyakit tertentu yang berkaitan erat dengan osteoporosis.

penyakit tersebut meliputi

a. Rheumatoid arthritis. Merupakan penyakit inflamasi kronik yang

memiliki hubungan erat dengan penurunan massa tulang. lebih sering

ditemukan pada perempuan daripada laki-laki (2-3 kali lipat). Pada fase

Page 28: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

12

aktif penyakit ini, peningkatan konsentrasi sitokin inflamasi (IL-1, IL-6,

TNFα) menyebabkan penurunan massa lemak dan otot sehingga kekuatan

otot melemah. Hal ini menimbulkan efek negatif terhadap kekuatan tulang

(BMD). Ditambah lagi dengan adanya penggunaan terapi glukokortikoid

pada pasien rheumatoid arthritis yang juga berperan dalam pengeroposan

tulang.18 Penyakit lain yang berhubungan dengan penggunaan

glukokortikoid seperti systemic lupus erithematosus (SLE) dan crohn

disease juga berperan dalam pengeroposan tulang.13

b. Penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan osteoporosis seperti:

osteogenesis imperfekta, diabetes tipe I, hipertiroidisme kronis,

hipogonadisme, paget disease, menopause dini, malnutrisi menahun atau

malabsorpsi dan penyakit hati menahun.10,13,15

Gambar 2.3. Osteoklastogenesis yang dipengaruhi oleh interaksinya dengan osteoblas

melalui RANKL (receptor activator of nuclear factor-kappaß ligand) dan OPG

(osteoprotegerin)

Sumber: U.S. Department of Health and Human Services, 2004.

Page 29: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

13

Gambar 2.4. Skema hubungan keterkaitan beberapa hormon dalam proses modeling

dan remodeling tulang (telah dimodifikasi)

Sumber: Sherwood L, 2010.

2.1.4. Osteoporosis pada Wanita

Osteoporosis merupakan penyakit yang umum ditemui pada usia lanjut di

seluruh dunia, terutama pada wanita pasca menopause. Osteoporosis terjadi baik pada

pria maupun wanita lanjut usia, namun kejadiannya menjadi dua sampai tiga kali lebih

sering pada wanita lanjut usia. Meskipun faktor lain seperti faktor genetik dan nutrisi

Page 30: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

14

juga ikut berperan, namun patofisiologi yang dominan diakibatkan oleh defisiensi

estrogen dan androgen.6,10,19

Pada prosesnya, wanita mengalami dua fase dalam penurunan massa tulang

berhubungan dengan peningkatan usia. Selama sekitar 10 tahun setelah menopause

(≥ 50 tahun), penurunan massa tulang akibat peningkatan resorpsi tulang mengalami

peningkatan menjadi 3% per-tahun dibandingkan dengan periode dekade kedua setelah

menopause yang hanya sekitar 0,3%.15 Fase pertama adalah fase cepat (high-turnover

osteoporosis), dimana terjadi pada masa menopause (40 tahun) sampai sekitar 4-8

tahun kemudian. Pada fase cepat ini, wanita kehilangan 5-10 persen bagian kortikal

tulang dan 20-30 persen trabekular tulang. Hal ini disebabkan karena penurunan

produksi estrogen ovarium secara dramatis sehingga mengakibatkan peningkatan

perombakan tulang dan penurunan pembentukan tulang. Peningkatan resorpsi tulang

merupakan proses yang dominan. Peningkatan kadar kasium darah melebihi normal

(hiperkalemia) sebagai akibat dari peningkatan resorpsi tulang dapat dikompensasi

dengan peningkatan ekskresinya di ginjal, penurunan absorpsi di intestinal dan efek

inhibisi parsial terhadap produksi PTH. Pada akhirnya, diduga karena perubahan

peningkatan deteksi osteoblas terhadap beban akibat penurunan massa tulang

mengakibatkan tulang berespon untuk mengurangi resorpsinya dan fase cepat pun

berakhir. Fase kedua adalah fase lambat (low-turnover osteoporosis), dimana terjadi

mengikuti setelah terjadinya fase cepat dan berlanjut seiring dengan bertambahnya

usia. Penurunan massa tulang terjadi 20-25 persen pada bagian korteks dan trabekular

tulang. Fase ini terjadi akibat beberapa faktor diantaranya gangguan

pembentukan/formasi tulang, penurunan diet kalsium dan vitamin D, penurunan

aktivitas fisik serta gangguan pengaturan keseimbangan kalsium oleh estrogen.

Penurunan kadar vitamin D adalah yang paling sering pada wanita usia lanjut.20

Penurunan kadar kalsium darah yang diakibatkan oleh penurunan absorpsi usus dan

peningkatan ekskresinya di ginjal mengakibatkan peningkatan produksi PTH.

Hiperparatiroidisme sekunder akan mengakibatkan peningkatan resorpsi tulang.4,20

Page 31: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

15

Berbeda dengan wanita, laki-laki hanya mengalami satu fase dalam penurunan

massa tulang, yakni fase lambat. Penurunan massa tulang sekitar 20-25 persen pada

bagian korteks dan trabekular tulang. Fenomena ini disebabkan oleh banyaknya jumlah

serum sex hormone binding globulin (bentuk ikatan antara hormon seks dengan

protein). Dengan adanya ikatan dengan globulin ini menyebabkan testosteron dan

estrogen tidak bisa digunakan oleh tubuh (inaktif). Efek selanjutnya adalah sama

seperti yang terjadi pada wanita lanjut usia, namun penurunan pembentukan tulang

merupakan proses dominan yang dialami laki-laki lanjut usia.20

Gambar 2.5. Skema hubungan penuaan dengan penurunan densitas tulang pada pria

dan wanita

Sumber: U.S. Department of Health and Human Services, 2004.

Page 32: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

16

2.1.5. Faktor Risiko Osteoporosis

Menurut International Osteoporosis Foundation (IOF), faktor risiko

osteoporosis dibagi menjadi dua bagian, yakni faktor risiko tetap atau tidak bisa

dirubah dan faktor risiko yang bisa dirubah. Semakin banyak faktor risiko yang dimiliki

seseorang, semakin besar pula risiko untuk mengalami osteoporosis di kemudian hari.14

Karena pada osteoporosis tidak diketahui adanya tanda awal melemahnya kekuatan

tulang, identifikasi faktor risiko osteoporosis sejak dini diperlukan untuk mencegah

terjadinya fraktur osteoporotik di kemudian hari.1

A. Faktor risiko yang tidak bisa diubah/tetap (fixed risks)

1. Usia (50 tahun atau lebih)

2. Wanita

3. Riwayat keluarga osteoporosis

4. Riwayat fraktur sebelumnya

5. Ras/suku (lebih sering pada kaukasia dan asia, insidensi fraktur proksimal

femur dan tulang belakang pada ras kulit hitam lebih rendah daripada ras

kulit putih)

6. Menopause/histerektomi

7. Penggunaan glukokortikoid jangka panjang

8. Arthritis reumatoid

9. Hipogonadisme primer/sekunder (pada laki-laki)

B. Faktor risiko yang bisa diubah (modifiable risks)

1. Alkohol

2. Merokok

3. IMT rendah

4. Asupan nutrisi rendah (termasuk kalsium)

5. Defisiensi vitamin D

6. Kelainan makan/pencernaan

Page 33: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

17

7. Jarang olahraga

8. Sering jatuh (karena gangguan primer yang mendasarinya seperti:

gangguan mata, demensia, imobilisasi, gangguan neuromuskular)14

2.1.6. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Terjadinya Osteoporosis

Indeks massa tubuh merupakan faktor yang ikut berperan dalam terjadinya

osteoporosis dan menjadi faktor risiko timbulnya fraktur akibat osteoporosis. Menurut

Scottish Intercollegiate Guidelines Network, penurunan berat badan atau status gizi

yang kurang (BMI rendah) menjadi indikator penurunan densitas tulang (BMD).9 Hasil

dari beberapa studi menunjukkan penurunan densitas tulang (BMD) lebih sering

ditemukan pada manusia lanjut usia dengan IMT yang rendah. Oleh karenanya, indeks

massa tubuh dijadikan sebagai faktor risiko klinis terjadinya osteoporosis oleh WHO.6,10,11,12

Hubungan signifikan IMT dengan osteoporosis ini disebabkan karena

berkurangnya efek protektif jaringan lemak subkutan terhadap densitas tulang pada

wanita lanjut usia. IMT ini merupakan salah satu parameter dalam menilai status gizi

seseorang. Seseorang dengan IMT 20 kg/m2 mengalami peningkatan risiko fraktur dua

kali lipat dibandingkan dengan seseorang yang memiliki IMT 25 kg/m2.21 Sedangkan

wanita dengan status gizi berlebih (overweight) atau obesitas memiliki status absorpsi

kalsium yang lebih baik dan resorpsi tulang yang lebih rendah pasca menopause

daripada wanita dengan status gizi normal. Karena alasan inilah, dianjurkan bagi

wanita lanjut usia memiliki status gizi sedikit berlebih selama tidak memiliki risiko

terhadap penyakit kardiovaskular.17 Wanita dan pria obesitas juga akan mengalami

peningkatan konversi hormon androgen menjadi estrogen. Di sisi lain, peningkatan

jaringan lemak tubuh menyebabkan peningkatan beban dan berefek positif terhadap

pembentukan tulang.12,22

Page 34: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

18

2.1.7. Penggunaan FRAX® tool dalam Menilai Risiko Fraktur pada

Osteoporosis

WHO telah merumuskan beberapa faktor risiko yang berperan terhadap

terjadinya osteoporosis. Faktor-faktor risiko tersebut digunakan untuk memperkirakan

kemungkinan terjadinya fraktur karena osteoporosis dalam 10 tahun mendatang

melalui WHO risk assesment fracture tool. FRAX® tool merupakan alat hitung berbasis

komputer (bisa diakses melalui: www.shef.ac.uk/FRAX) yang digunakan menilai

tingkat risiko terjadinya fraktur osteoporosis pada individu dengan usia lebih dari 40

tahun. Prediksi terhadap terjadinya fraktur osteoporotik dalam 10 tahun ke depan dapat

diperoleh melalui asesmen faktor risiko klinis osteoporosis baik disertai hasil

pengukuran BMD pada femoral neck maupun tidak.5,6,7 Hasil akhir meliputi nilai

prediksi terhadap kemungkinan terjadinya fraktur (%) pada leher tulang femur (femoral

neck) dan pada bagian tulang mayor lain (pergelangan tangan, proksimal humerus dan

tulang belakang) dalam 10 tahun kemudian yang telah dikalibrasikan di masing-masing

negara (45 negara) termasuk Indonesia.5

Adapun faktor-faktor risiko klinis osteoporosis meliputi:

1. Usia

2. Jenis kelamin

3. Riwayat fraktur osteoporotik sebelumnya

4. IMT rendah

5. Penggunaan glukokortikoid oral lebih dari 5 mg/hari atau prednison

selama lebih dari 3 bulan

6. Arthritis rheumatoid

7. Osteoporosis sekunder

8. Riwayat fraktur proksimal femur pada orang tua.

9. Merokok

10. Alkohol (3 kali minum atau lebih per hari)

Page 35: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

19

Faktor-faktor risiko di atas dianggap mampu berperan secara independen

dalam terjadinya osteoporosis dan mampu meningkatkan risiko fraktur

osteoporosis.7

Terdapat perbedaan rekomendasi atau saran dalam penggunaan FRAX® tool.

Untuk prediksi terhadap kemungkinan fraktur pada tulang femur, kombinasi antara

faktor risiko klinis dan nilai BMD pada tulang femur mampu meningkatkan sensitivitas

perhitungan. Sedangkan pada prediksi pada fraktur osteoporotik pada bagian lain

(major osteoporotic fracture) hasilnya akan lebih baik jika dikombinasikan dengan

penggunaan pengukuran nilai BMD pada bagian tulang perifer misalnya kalkaneus.

Berdasarkan hasil perhitungan FRAX® tool ini dapat ditentukan batas kapan intervensi

terapi pada osteoporosis diperlukan.6,13

2.1.8. Kelemahan dan Keterbatasan Penggunaan FRAX® tool

Meskipun sangat bermanfaat untuk menilai risiko osteoporosis yang dimiliki

oleh seorang individu, FRAX® tool dinilai memiliki keterbatasan dalam

penggunaannya. Salah satu yang paling jelas terlihat pada penentuan dosis/jumlah pada

beberapa faktor risiko. Misalnya pada seorang individu dengan riwayat dua fraktur

osteoporotik seharusnya memiliki faktor risiko lebih besar dibandingkan dengan

seorang yang hanya memiliki riwayat satu fraktur osteoporotik. Namun pada FRAX®

tool belum ditentukan penentuan dosis pada faktor risiko tertentu secara aritmatik.

Begitu juga dengan dosis konsumsi obat glukokortikoid, rokok dan alkohol.5,23

Kelemahan lainnya adalah tidak memasukkan jatuh sebagai faktor risiko mengingat

fraktur osteoporotik sangat kuat hubungannya dengan adanya riwayat jatuh. Faktor lain

seperti kebiasaan olahraga, asupan vitamin D dan kalsium juga tidak dicantumkan

dalam penghitungan dengan metode FRAX® tool ini.23

2.1.9. Interpretasi Hasil Perhitungan FRAX® tool

Metode asesmen faktor risiko menggunakan FRAX® tool (tanpa BMD pada

leher femur) ini menghasilkan kesimpulan yang terdiri dari 3 interpretasi, yakni risiko

Page 36: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

20

tinggi, sedang dan rendah. Berdasarkan hal tersebut, terdapat ambang/batas untuk

dilakukan terapi (intervention threshold) dan ambang/batas untuk perlunya dilakukan

pengukuran BMD pada femoral neck (lower assessment threshold).5,6,7 Penggunaan

batas intervensi ini didasarkan pada alasan efektivitas biaya (cost effectiveness) dan

digunakan sebagai pedoman menentukan langkah klinisi selanjutnya terhadap pasien.

NOGG (National Osteoporosis Guideline Group UK) telah menentukan langkah

selanjutnya bagi klinisi dalam penatalaksanaan hasil penghitungan FRAX® tool ini.

1. Jika risiko fraktur rendah, pasien disarankan untuk mengatur diet nutrisi dan

olahraga tanpa menggunakan obat-obatan.

2. Jika risiko fraktur sedang, penggunaan DXA diindikasikan untuk kemudian

dihitung kembali risiko frakturnya.

3. Jika risiko fraktur tinggi, terapi mengunakan obat-obatan

direkomendasikan.5,7

Namun menurut NOF (National Osteoporosis Foundation), batas penggunaan terapi

obat-obatan menurut hasil FRAX® tool tidak diberlakukan. Indikasi diberlakukannya

terapi ditentukan berdasarkan perkiraan klinisi dan faktor lain yang dimiliki pasien

seperti adanya kondisi komorbid lainya.1

Page 37: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

21

Gambar 2.6. Diagram interpretasi hasil asesmen faktor risiko osteoporosis

menggunakan FRAX® tool. Garis putus-putus merupakan batas nilai ditetapkannya

terapi pada pasien osteoporosis.

Sumber: Kanis JA, McCloskey EV. Johansson H, Cooper C, Rizzoll R, Reginster JY;

2012

Page 38: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

22

Gambar 2.7. Alur/algoritma penetapan interpretasi hasil asesmen faktor risiko

osteoporosis menggunakan FRAX® tool. CRFs = Clinical Risk Factors

Sumber: Kanis JA, McCloskey EV. Johansson H, Cooper C, Rizzoll R, Reginster JY;

2012

2.1.10. Panduan Pengisian Asesmen Faktor Risiko Osteoporosis Menggunakan

FRAX® tool

FRAX® tool merupakan perangkat hitung yang bisa diakses secara online

(lampiran 1). Semua pertanyaan faktor-faktor risiko klinis dijawab dengan jawaban ya

atau tidak. Faktor risiko klinis osteoporosis dijelaskan pada tabel 2.2 di bawah ini.24

Page 39: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

23

Tabel 2.2. Panduan pengisian FRAX® tool

Poin Keterangan

Usia Model ini bisa digunakan untuk pasien berusia 40 sampai

90 tahun. Jika usia pasien dibawah atau diatas kisaran

tersebut, maka program komputer akan menghitung

kemungkinannya untuk usia 40 atau 90 tahun

Jenis kelamin Pria atau wanita. Pilih yang sesuai

Berat Badan Berat badan ditulis dalam satuan Kg.

Tinggi Badan Tinggi badan ditulis dalam satuan cm

Riwayat patah

tulang

Adanya riwayat patah tulang memberikan gambaran yang

lebih akurat tentang patah tulang yang terjadi secara

spontan pada usia dewasa, atau patah tulang karena trauma

yang tidak mungkin terjadi pada orang yang sehat.

Masukkan jawaban Ya atau Tidak. Termasuk juga patah

tulang yang hanya terdeteksi dari pengamatan radiografis

(patah tulang belakang morphometric)

Riwayat patah

tulang Femur dari

orang tua

Diisi dengan riwayat patah tulang Femur pada ibu atau ayah

pasien. Jawab Ya atau Tidak.

Perokok Jawab Ya atau Tidak tergantung dari kondisi pasien pada

saat ini, apakah pasien masih merokok atau tidak.

Perhitungan menggunakan asumsi pemakaian dosis rata-

rata (1 bungkus per-hari)

Glukokortikoid Jawab Ya jika pasien pernah mengkonsumsi glukokortikoid

atau saat ini tengah mengkonsumsi glukokortikoid selama

lebih dari 3 bulan dengan dosis prednisolone 5 mg perhari

atau lebih (atau dosis glukokortikoid lain yang setara).

Perhitungan menggunakan asumsi pemakaian dosis rata-

rata.

Page 40: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

24

Poin Keterangan

Artritis reumatoid Jawab Ya jika pasien memang pernah terdiagnosa

menderita artritis rheumatoid berdasarkan klinis ataupun

laboratorium. Jika tidak pernah jawab Tidak.

Osteoporosis

sekunder

Jawab Ya jika pasien memiliki kelainan yang erat kaitannya

dengan osteoporosis.Termasuk type I (insulin dependent)

diabetes, osteogenesis imperfecta dewasa, untreated long-

standing hyperthyroidism, hypogonadism, menopause dini (

< 45 tahun), malnutrisi menahun atau malabsorption serta

penyakit hati menahun.

Minuman

beralkohol 3

unit/takar sehari

atau lebih

Jawab Ya jika pasien mengkonsumsi minuman beralkohol

sebanyak 3 unit/takar sehari atau lebih. Satu unit/takar

alkohol ukurannya berbeda-beda di setiap negara, antara 8 –

10 gr. Ukuran Ini setara dengan ukuran standar untuk satu

gelas bir (285 cc), ukuran standar untuk satu takaran

minuman keras (30 cc), ukuran sedang untuk satu gelas

anggur (120 cc) atau ukuran satu takaran jenis minuman

berakohol yang diminum sebelum makan (60 cc).

Perhitungan menggunakan asumsi pemakaian dosis rata-

rata.

Bone mineral

density (BMD)

(BMD) Silahkan pilih mesin scanning DXA yang

digunakan dan masukkan nilai BMD leher Femur

2.1.11. Pemeriksaan BMD dan Diagnosis Osteoporosis

Jenis pemeriksaan untuk menilai densitas tulang yang menjadi “gold

standard” adalah dual x-ray absorptiometry (DXA) pada proksimal femur (hip), tulang

belakang (spine) atau lengan bawah (forearm). Nilai BMD mendeskripsikan massa

Page 41: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

25

mineral tulang per luas area (gram/cm2), interpretasinya bisa ditentukan dengan nilai

T-score.1,6

Hasil dari pemeriksaan ini menjadi standar diagnosis osteoporosis. Selain itu,

hasil BMD ini juga bisa digunakan untuk memprediksi seberapa besar risiko fraktur

yang akan terjadi dengan melihat beberapa faktor risiko yang lain. Karena penetapan

nilai BMD ini memiliki sensitivitas rendah serta tidak menjadi standar baku risiko

terjadinya fraktur osteoporosis. Bahkan sebagian besar individu mengalami fraktur

osteoporotik meskipun T-score nya di atas -2,5, khususnya pada keadaan

osteopenia.6,7,14,24 Penggunaan alat DXA sebagai “gold standar” diagnosis osteoporosis

juga memiliki dua kelemahan utama, yaitu biaya yang mahal dan jarangnya

ketersediaan alat khususnya di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia.25,26

Tabel 2.3. Kriteria diagnosis osteoporosis berdasarkan T-score

Sumber: World Health Organization, 2007

Page 42: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

26

Gambar 2.8. Alat Dual X-Ray Absorptiometry (DXA)

Sumber: http://dokita.co/blog/pemeriksaan-kepadatan-mineral-tulang-bone-

mineral-density-scan/

2.1.12. Program Pencegahan dan Tatalaksana Osteoporosis pada Lanjut Usia

Osteoporosis merupakan penyakit yang ditimbulkan oleh banyak faktor

(multifactorial disease). Selain terapi farmakologis, terdapat rekomendasi terapi non-

farmakologis melalui edukasi terhadap semua pasien yang memiliki risiko.1,14

Beberapa program yang direkomendasikan untuk semua pasien yang sudah terbukti

atau memiliki risiko osteoporosis adalah:

1. Asupan kalsium dan vitamin D yang baik. Asupan kalsium dan vitamin D rutin

setiap hari dapat menurunkan risiko fraktur dan menjaga kesehatan tulang.

Asupan kalsium sekitar 1.200 mg per-hari dengan mengkonsumsi susu atau

produk olahannya sekitar 3 porsi per-hari. Dan bisa ditambah dengan sayuran

seperti brokoli dan kubis dan buah-buahan. Minum minuman mineral yang

mengandung kalsium juga direkomendasikan.1,6,17 Namun, harus berhati-hati jika

asupan kalsium ini lebih dari 1.200-1.500 mg per-hari karena bisa menimbulkan

risiko terbentuknya batu ginjal dan penyakit kardiovaskular. Konsumsi makanan

Page 43: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

27

yang mengandung kalsium dengan porsi kecil-kecil lebih direkomendasikan,

sedangkan porsi besar sebaiknya dikonsumsi saat malam hari.17 Selain itu,

vitamin D berguna untuk meningkatkan penyerapan kalsium di usus. Asupan

yang direkomendasikan sekitar 20 mikrogram per-hari. Pasein bisa mendapatkan

sumber vitamin D dari ikan, hati dan susu. Asupan protein yang baik juga

direkomendasikan untuk pasien osteoporosis sekitar 1gr/kgBB per-hari.4,7,17

Tabel 2.4. Daftar bahan makanan dan kandungan kalsium di dalamnya

Kelompok bahan makanan Bahan makanan Mg Ca/gr bahan

Susu dan produknya Susu sapi

Susu kambing

Keju

Yoghurt

Susu pabrik

116

129

90-1180

150

1450-2000

Ikan Teri kering

Teri segar

Sarden kaleng

1200

500

354

Sayuran Bayam

Sawi

Daun papaya

Brokoli

267

220

353

110

Kacang-kacangan dan bahan

olahannya

Kacang panjang

Susu kedelai

Tempe

Tahu

347

250

129

124

Sumber: Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2008.

Page 44: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

28

2. Olahraga dengan beban dan pencegahan jatuh. Pasien bisa melakukan lari

(jogging), berjalan, menaiki tangga, tai-chi atau bermain tenis.18

Latihan/olahraga ini dilakukan sebanyak 2-5 hari selama 20-60 menit. Depkes RI

sendiri mencanangkan program senam osteoporosis untuk meningkatkan

densitas tulang pada penderita osteoporosis. Terdapat empat jenis latihan fisik

yang boleh dilakukan bagi penderita osteoporosis, empat jenis latihan fisik

tersebut adalah:

a) Latihan fisik berjalan secara teratur dengan kecepatan minimal 3 mph (4,5

km) per jam selama 50 menit, 5 kali dalam seminggu

b) Latihan kekuatan otot, menggunakan beban. Ditekankan untuk melatih

daerah panggul, paha, punggung, lengan, pergelangan tangan dan bahu.

c) Latihan untuk meningkatkan keseimbangan dan kelincahan.

d) Latihan ekstensi punggung dengan cara duduk di kursi dan

melengkungkan punggung ke belakang.2

Diharapkan program latihan beban ini mampu meningkatkan massa dan

kekuatan otot, keseimbangan tubuh dan kekuatan tulang. Program latihan ini

juga berefek besar terhadap pencegahan jatuh.1,4,26 Tindakan pencegahan jatuh

lain yang bisa dilakukan diantaranya modifikasi tempat tinggal menjadi

seaman mungkin dan melakukan pemeriksaan penglihatan, pendengaran serta

neurologi.1,4

3. Hindari merokok dan konsumsi alkohol. Merokok dan alkohol merupakan faktor

risiko penting terjadinya osteoporosis. Merokok berefek pada tulang baik secara

langsung maupun tak langsung. Secara langsung, kandungan cadmium dan

nikotin pada rokok memiliki efek toksik terhadap tulang. Adapun secara tidak

langsung, rokok dapat menurunkan absorpsi kalsium di usus, mempengaruhi

pengaturan vitamin D dan hormon-hormon lain yang berperan dalam regulasi

tulang atau juga bisa berpengaruh terhadap penurunan berat badan dan aktivitas.

Sedangkan konsumsi alkohol berlebih juga berefek menghambat diferensiasi dan

aktivitas osteoblas di tulang, mengurangi absorpsi kalsium di usus dan konversi

Page 45: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

29

vitamin D ke dalam bentuk aktifnya. Alkohol juga bisa meningkatkan eliminasi

kalsium dan magnesium tubuh yang berperan dalam pembentukan tulang.4

Adapun pemberian terapi obat-obatan diberlakukan khususnya pada wanita

atau pria usia 50 tahun atau lebih sebagai agen untuk menurunkan risiko terjadinya

fraktur osteoporotik. Keadaan pasien umumnya telah mengalami kehilangan massa

tulang yang cukup berat. Kriteria pemberian terapi obat-obatan pada pasien

osteoporosis antara lain:

1. Ditemukan adanya fraktur atau tanda-tanda fraktur pada proksimal femur atau

tulang belakang.

2. Nilai T-score ≤ -2,5 pada proksimal femur atau tulang belakang setelah

penyebab osteoporosis sekunder dianggap tidak ada.

3. Pasien dengan ambang batas intervensi berdasarkan risk assessment fracture

tool sesuai rekomendasi WHO melalui analisa FRAX® tool.1,5,6,14

Pilihan terapi obat-obatan yang diberikan adalah:

a. Selective estrogen-receptor modulators (SERMs). Merupakan obat non-

steroid dengan target aksi reseptor estrogen sebagai agonis atau antagonis

estrogen sesuai jaringan target. Raloxifene merupakan satu-satunya obat

yang luas digunakan sebagai tindakan pencegahan dan terapi pada

osteoporosis pasca menopause.5 Selain itu, raloxifene juga mampu

menurunkan risiko terjadinya kanker payudara.1

b. Bisphosphonate. Merupakan inhibitor poten resorpsi tulang dan mampu

menurunkan jumlah dan aktivitas osteoklas. Direkomendasikan sebagai

terapi osteoporosis pasca menopause. Meskipun bioavailabilitas oral

rendah dan absorpsinya di usus dihambat oleh makanan (kalsium, besi,

kopi, teh, jus jeruk), namun cepat terdeposit di tulang dan waktu paruhnya

sangat lama. Alendronate 70 mg dan risendronate 35 mg per-minggu

merupakan yang paling luas digunakan.5,15

Page 46: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

30

c. Calcitonin. Bekerja menghambat resorpsi tulang. Digunakan secara injeksi

atau melalui nasal spray. Selain itu, obat ini juga memiliki efek analgesik

sehingga menjadi terapi pilihan pada osteoporosis dengan nyeri akut.5,14

d. Parathyroid hormone. Obat yang diberikan lewat injeksi subkutan tiap hari

ini mampu meningkatkan jumlah dan aktivitas osteoblas sehingga terjadi

peningkatan pembentukan dan massa tulang. Dosis yang diberikan sekitar

20 µg untuk teriparatide (PTH sintetik) dan 100 µg PTH per-hari injeksi

subkutan.5

e. Strontium ranelate. Juga digunakan untuk terapi osteoporosis pasca

menopause. Berefek minimal dalam menghambat resorpsi tulang dan

stimulasi pembentukan tulang. Peningkatan dosis strontium ranelate

berhubungan dengan peningkatan BMD tulang. Dosis yang diberikan 2

gram (sachet) perhari. Strontium ranelate dikontraindikasikan untuk pasien

dengan gannguan ginjal serius.5,14

Terapi yang tersedia di Indonesia antara lain raloxifene, calcitonin dan

bisphosphonate. Terapi kombinasi juga bisa digunakan, antara lain kombinasi obat

bisphosphonate dan non-bisphosphonate.1,3,5,14

Page 47: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

31

2.2. Kerangka Teori

Gambar 2.9. Kerangka teori

Page 48: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

32

2.3. Kerangka Konsep

Gambar 2.10. Kerangka konsep

Page 49: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

33

2.5. Definisi Operasional

Tabel 2.5. Definisi operasional

No Variabel Definisi Alat ukur Carapengukuran

Skalapengukuran

1 Usia Keterangan umurkronologis (dalam tahun)

Wawancara Numerik

2 Indeks massa

tubuh

Keterangan angka yangdidapatkan dari rasioberat badan terhadaptinggi badan. Merupakanalat/cara sederhana untukmelihat status gizi orangdewasa.

TimbangandanMeteran

Berat badan(kg) dibagidengankuadrat tinggibadan (m)

Numerik

3 Riwayatpatah tulang

Keterangan yangmenunjukkan adanyariwayat patah tulang padasubjek penelitian baikpatah tulang yang terjadisecara spontan pada usiadewasa maupun patahtulang karena traumaminimal yang tidakmungkin terjadi padaorang sehat.

Wawancara Kategorik(Ya/Tidak)

4 Riwayatpatah tulangFemur dariorang tua

Keterangan yangmenunjukkan adanyariwayat patah tulang padaorang tua (ayah/ibu)

Wawancara Kategorik(Ya/Tidak)

5 Merokok Keterangan yangmenunjukkan adanyakebiasaan merokok padasubjek penelitian saatkondisi sekarang denganmenghitung berdasarkanpemakaian dosis rata-rata(± satu bungkus perhari)

Wawancara Kategorik(Ya/Tidak)

6 Riwayatkonsumsiobatglukokortikoid

Keterangan yangmenunjukkan adanyariwayat konsumsi obatglukokortikoid (misalprednisone 5 mg perhari)

Wawancara Kategorik(Ya/Tidak)

Page 50: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

34

selama lebih dari 3 bulanmaupun pada saatkondisi sekarang.

7 Reumatoidarthritis

Keterangan yangmenunjukkan adanyapenyakit rheumatoidartritis yang dideritaseseorang baik yangsudah terdiagnosamaupun yangmenunjukkan adanyagejala klinis rheumatoidartritis (peradangan dannyeri pada persendiankecil (poliartritis),deformitas persendian,kaku sendi lebih dari 30menit dll)

Wawancara Kategorik(Ya/Tidak)

8 Osteoporosis

sekunder

Keterangan yangmenunjukkan adanyakelainan/penyakit lain yang erathubungannya denganosteoporosis (diabetestipe I, osteogenesisimperfekta,hipertiroidisme kronis,hipogonadisme,menopause dini,malnutrisi menahun ataumalabsorpsi, penyakithati menahun)

Wawancara Kategorik(Ya/Tidak)

9 Minuman

beralkohol 3

unit/hari

Keterangan yangmenunjukkan adanyakebiasaan meminumminuman beralkoholsebanyak 3 unit/takarperhari (300 ccbir/anggur)

Wawancara Kategorik(Ya/Tidak)

Page 51: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

35

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan menggunakan desain cross

sectional untuk mengetahui hubungan (korelasi) nilai IMT dengan nilai hasil

perhitungan faktor risiko fraktur osteoporosis menggunakan FRAX® tool wanita

usia ≥50 tahun di Klub Bina Lansia Pisangan, Ciputat tahun 2015

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu : Minggu, 12 Juli 2015

Tempat : Klub Bina Lansia Pisangan, Ciputat

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi : Semua warga wanita dengan usia ≥50 tahun

Populasi terjangkau : Semua warga wanita dengan usia ≥50 tahun di

Kelurahan Pisangan, Ciputat

Sampel : Semua warga wanita dengan usia ≥50 tahun di

kelurahan Pisangan, Ciputat yang datang ke posyandu untuk menghadiri acara

buka bersama dan santunan di Pamulang

3.4. Jumlah Sampel Penelitian

Rumus besar sampel berdasarkan pertanyaan penelitian analitis korelatif.

n= { , [ ]}2 + 3

Page 52: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

36

keterangan.

Zα = deviat baku alfa

Zẞ = deviat baku beta

r = korelasi minimal yang dianggap bermakna

Kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5%, hipotesis 1 arah , sehingga Zα

= 1,64. Kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 10%, maka Zẞ = 1,28.

Korelasi minimal yang dianggap bermakna ditetapkan sebesar 0,4.

n= { , [ ]}2 + 3

{( , , ), [ ,, ]}2 + 3

50,51 dibulatkan menjadi 51

3.5. Teknik Pengambilan Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sample yang digunakan peneliti dalam penelitian ini

adalah consecutive sampling, yakni memasukkan semua subjek yang sesuai

dengan kriteria penelitian yang ada di Klub Bina Lansia Pisangan, Ciputat.

3.6. Kriteria Sampel Penelitian

3.6.1. Kriteria inklusi:

Warga wanita dengan usia ≥50 tahun di kelurahan Pisangan, Ciputat yang

datang ke posyandu untuk menghadiri acara buka bersama dan santunan di

Pamulang

3.6.2. Kriteria eksklusi:

Tidak ada

Page 53: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

37

3.7. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Timbangan berat badan

2. Meteran

3. Kertas identifikasi faktor risiko menurut FRAX® tool

4. Bolpoin

5. Laptop dan alat hitung FRAX® tool

6. Program software SPSS 22

Page 54: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

38

3.8. Alur Kerja Penelitian

Gambar 3.1. Alur penelitian

Perizinan ke Klub BinaLansia Pisangan Ciputat

Persiapan penelitian

Melakukan pemeriksaanberat badan dan tinggi

badan

Penyajian dan analisa data

Melakukan asesmen danwawancara mengenai faktor

risiko klinis osteoporosis

Penghitungan data masing-masing sampel

menggunakan FRAX® tool

Berdiskusi denganpenanggung jawab Klub

Bina Lansia terkait waktuyang tepat untuk

dilakukannya penelitian

1. Jenis kelamin2. Indeks massa tubuh3. Riwayat fraktur

sebelumnya4. Riwayat fraktur

femur pada orangtua

5. Merokok6. Glukokortikoid7. Rheumatoid arthritis8. Osteoporosis

sekunder9. Alkohol

1. Kemungkinan frakturosteoporosis tulang mayor(%)

2. Kemungkinan frakturosteoporosis tulang femur(%)

Page 55: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

39

3.9. Cara Kerja Penelitian

1. Melakukan persiapan penelitian di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Mengurus perizinan melakukan penelitian di Klub Bina Lansia Pisangan,

Ciputat.

3. Melakukan diskusi dengan penanggung jawab Klub Bina Lansia Pisangan

terkait waktu yang tepat untuk dilakukannya penelitian

4. Melakukan pendataan jumlah warga wanita yang datang ke Posyandu

5. Melakukan pemeriksaan berat badan dan tinggi badan

6. Melakukan wawancara mengenai faktor-faktor risiko klinis osteoporosis

7. Melakukan perekapan data dan perhitungan masing-masing data responden

menggunakan FRAX® tool

8. Menyajikan dan menganalisa data dengan menggunakan program SPSS 22

3.10. Identifikasi Variabel

3.10.1. Variabel terikat (dependen)

Nilai hasil perhitungan risiko fraktur osteoporosis mayor dan femur

berdasarkan FRAX® tool dalam skala numerik

3.10.2. Variabel bebas (independen)

Nilai indeks massa tubuh (IMT) dalam skala numerik

3.11. Rencana Manajemen Data

3.11.1. Pengolahan data

1. Coding, yaitu data diberi kode sesuai dengan kriteria masing-masing

2. Entry, yaitu memasukkan data ke dalam program computer

3. Editing, yaitu meliputi kelengkapan jawaban dan tulisan yang jelas

Page 56: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

40

3.11.2. Analisis data

Melakukan uji korelatif untuk menilai korelasi menggunakan uji

Pearson. Jika syarat uji Pearson tidak terpenuhi, maka dilakukan uji

Spearmen sebagai alternatif untuk menentukan korelasi antara nilai IMT

dengan nilai risiko fraktur osteoporosis berdasarkan perhitungan

FRAX® tool

Page 57: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

41

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan dengan melihat hasil data primer yang didapatkan

pada wanita lanjut usia (usia ≥50 tahun) yang merupakan anggota klub Bina Lansia

Pisangan, Ciputat, Tangerang Selatan pada tanggal 12 Juli 2015. Didapatkan subjek

penelitian sebanyak 55 orang yang telah menyetujui untuk dilakukan asesmen terkait

faktor risiko fraktur osteoporosis yang dimiliki masing-masing individu.

4.1. Karakteristik Sampel

4.1.1. Usia Responden

Jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 55 wanita lansia yang berusia

lebih dari 50 tahun. Alasan didapatkannya responden wanita adalah karena anggota

Klub Bina Lansia ini rata-rata terdiri dari wanita dan hanya sedikit yang berjenis

kelamin laki-laki. Responden terdiri dari usia 52 tahun sampai 90 tahun dengan rata-

rata usia responden adalah 65,45 tahun (SD=7,852). Data usia ini diperoleh melalui

wawancara dengan responden tanpa adanya bukti tertulis misalnya surat tanda

kelahiran atau kartu tanda penduduk.

Page 58: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

42

Tabel 4.1. Sebaran Usia Responden di Klub Bina Lansia Pisangan, Ciputat

Usia menjadi salah satu faktor risiko kuat terhadap terjadinya osteoporosis

maupun fraktur akibat osteoporosis.13 Salah satu penyebab utama adalah faktor

hormonal dimana defisiensi estrogen terjadi (pasca-menopause).1,7,16 Selama 10 tahun

semenjak menopause, seorang wanita akan mengalami fase cepat kehilangan massa

tulang (sekitar 30% per-tahun). Setelah periode ini selesai, kehilangan massa tulang

terjadi secara lambat (sekitar 0,3% per-tahun).15 Menurut studi kohort yang dilakukan

oleh Siu L dkk (1987), terdapat hubungan yang signifikan antara peningkatan usia

dengan peningkatan kejadian fraktur osteoporotik pada leher femur dan penurunan

massa tulang pada lengan bawah (radial midshaft).27 Oleh karena itu, usia menjadi salah

satu faktor risiko penting dalam menentukan risiko fraktur osteoporosis terlebih pada

wanita.6,24

No Usia Frekuensi

(n)

Presentase

(%)

No Usia Frekuensi

(n)

Presentase

(%)

1 52 1 1,8 13 65 3 5,5

2 54 1 1,8 14 66 3 5,5

3 55 2 3,6 15 67 3 5,5

4 56 2 3,6 16 68 3 5,5

5 57 4 7,3 17 69 1 1,8

6 58 2 3,6 18 70 2 3,6

7 59 2 3,6 19 71 2 3,6

8 60 3 5,5 20 72 2 3,6

9 61 1 1,8 21 73 2 3,6

10 62 2 3,6 22 77 3 5,5

11 63 3 5,5 23 80 3 5,5

12 64 4 7,3 23 90 1 1,8

Jumlah 27 49% Jumlah 28 51%

Page 59: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

43

Gambar 4.1. Sebaran jumlah responden berdasarkan usia menggunakan diagram

batang

4.1.2. Gambaran Indeks Massa Tubuh Responden

Pengukuran berat badan dan tinggi badan responden di Klub Bina Lansia

Pisangan, Ciputat dilakukan dengan menggunakan alat pengukur timbangan dan

meteran. Dalam prosedurnya pengukuran tinggi badan dengan mengukur dari ujung

telapak kaki sampai ujung kepala menggunakan meteran ini dinilai kurang akurat untuk

mengukur tinggi badan lansia. Metode yang direkomendasikan adalah menggunakan

formlula Gibson (1993) dengan mengukur tinggi lutut bagi orang dengan usia >59

Page 60: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

44

tahun ( Pria = (2,02 x tinggi lutut (cm)) – (0,04 x umur (tahun)) + 64,19 ; wanita =

(1,83 x tinggi lutut (cm)) – (0,24 x umur (tahun)) + 84,88)) ).28

Status gizi 55 responden dari Klub Bina Lansia Pisangan, Ciputat jika dilihat

menurut kriteria asia pasifik dapat digambarkan melalui tabel 4.2. Status gizi responden

paling banyak terdiri dari status gizi normal dengan jumlah 17 responden (30,91%) dan

diikuti oleh obesitas grade I (n=13; 23,6%), gizi berlebih (n=11; 20%), gizi kurang

(n=9; 16,36%) serta obesitas grade II dengan jumlah 5 responden (9,09%).

Tabel 4.2. Gambaran Status Gizi Responden di Klub Bina Lansia Pisangan, Ciputat

Berdasarkan Kriteria Asia-Pasifik

Status Gizi (IMT) Frekuensi (n) Presentase (%)

Gizi Kurang; <18,5(Underweight)

9 16%

Gizi Normal

;18,5-22,9

17 31%

Gizi Berlebih; 23-24,9

(Overweight)

11 20%

Obesitas Grade I

;25-30

13 24%

Obesitas Grade II

; >30

5 9%

Jumlah 55 100%

Page 61: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

45

Gambar 4.2. Presentase status gizi responden

4.2. Gambaran Faktor Risiko Klinis Osteoporosis Responden

Faktor risiko klinis osteoporosis yang direkomendasikan untuk diidentifikasi

merupakan hasil dari bukti-bukti beberapa penelitian internasional (meta-analisis).

Penghitungan risiko osteoporosis menjadi metode yang perlu dilakukan daripada

penggunaan pengukuran BMD saja. Atas dasar inilah, WHO menggalakkan strategi

secara global yang berfokus pada pencegahan, penanganan dan suveilans

osteoporosis.13

Dari hasil asesmen melalui wawancara dan perkiraan klinis (clinical

judgement) faktor risiko klinis fraktur pada osteoporosis (riwayat fraktur sebelumnya,

riwayat fraktur femur pada orang tua, merokok, glukokortikoid, rheumatoid arthritis,

osteoporosis sekunder, alkohol) pada 55 responden, didapatkan sebanyak 6 pasien

mengaku pernah mengalami fraktur sebelumnya. Pada faktor risiko adanya riwayat

Page 62: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

46

fraktur femur pada orang tua, hanya ada 4 responden yang membenarkan adanya faktor

risiko tersebut. Bahkan terdapat 1 responden yang memiliki dua faktor risiko sekaligus,

yaitu memiliki riwayat fraktur sebelumnya dan adanya riwayat fraktur femur pada

orang tuanya. Faktor risiko yang lain sama sekali tidak ditemukan pada responden yang

kami wawancarai.

4.2.1. Riwayat Fraktur Sebelumnya

Dari hasil wawancara, didapatkan hanya 6 responden yang mengaku memiliki

riwayat fraktur sebelumnya. Sedangkan 49 responden mengaku tidak memiliki riwayat

fraktur sebelumnya.

Tabel 4.3. Gambaran riwayat fraktur pada responden di Klub Bina Lansia

Pisangan, Ciputat

Riwayat Fraktur

Sebelumnya

Frekuensi (n) Presentase (%)

Pernah mengalami fraktur

sebelumnya

6 11%

Tidak pernah mengalami

fraktur sebelumnya

49 89%

Jumlah 55 100%

Adanya riwayat fraktur sebelumnya menandakan tulang kemungkinan

memiliki BMD yang rendah. Risiko fraktur osteoporotik menjadi lebih besar pada

pasien yang telah mengalami fraktur sebelumnya dibandingkan orang yang belum

pernah mengalami fraktur.29 Tulang yang sering mengalami fraktur diantaranya tulang

femur, lengan bawah dan tulang belakang.4,13,14

Page 63: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

47

4.2.2. Riwayat Fraktur Femur pada Orang Tua

Dari hasil wawancara, didapatkan hanya 4 responden yang memiliki riwayat

fraktur femur pada orang tua mereka. Sedangkan 51 responden mengaku tidak

memiliki riwayat tersebut.

Tabel 4.4. Gambaran riwayat fraktur femur pada orang tua responden di Klub

Bina Lansia Pisangan, Ciputat

Riwayat Fraktur

Femur pada Orang Tua

Frekuensi (n) Presentase (%)

Terdapat riwayat fraktur

femur pada orang tua

4 7%

Tidak terdapat riwayat

fraktur femur pada orang

tua

51 93%

Jumlah 55 100%

Adanya riwayat fraktur femur pada orang tua menandakan berperannya faktor

genetik terhadap osteoporosis. Faktor genetik ini cukup berpengaruh terhadap BMD

tulang. Sekitar 80% kepadatan tulang diturunkan secara genetik.2 Beberapa studi

menunjukkan adanya perbedaan massa tulang yang lebih kecil antara kembar

monozigot daripada dizigot. Menurut beberapa studi, adanya riwayat fraktur

osteoporotik pada orang tua setelah usia 50 tahun akan meningkatkan risiko fraktur

pada anak.30

Page 64: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

48

4.2.3. Faktor Risiko Fraktur Osteoporosis yang Lain (Merokok,

Glukokortikoid, Rheumatoid Arthritis, Osteoporosis Sekunder, Alkohol)

Dari 55 responden yang diteliti melalui proses wawancara dan perkiraan

klinis, tidak didapatkan responden mengaku memiliki faktor-faktor risiko tersebut.

Menurut peneliti, hal ini dikarenakan karakteristik responden yang semuanya berjenis

kelamin wanita dan jarangnya faktor-faktor risiko tersebut untuk ditemukan. Meskipun

begitu, faktor-faktor risiko tersebut dinilai berpengaruh sehingga perlu untuk dilakukan

pembahasan satu-persatu.

Studi tentang efek rokok terhadap penurunan BMD telah dipublikasikan,

sebuah studi meta-analisis menjelaskan bahwasannya seseorang dengan kebiasaan

merokok memiliki risiko fraktur osteoporosis lebih besar dibandingkan dengan non-

perokok.31

Penggunaan obat glukokortikoid yang berperan dalam pengeroposan tulang

juga menjadi faktor risiko terjadinya fraktur pada semua usia. Menurut beberapa

penelitian, risiko fraktur pada tulang femur, lengan bawah dan bahu meningkat menjadi

dua kali lipat pada pasien yang mengkonsumsi glukokortikoid.32

Menurut beberapa studi, rheumatoid arthritis memiliki hubungan dengan

terjadinya fraktur pada femur, tulang belakang dan pelvis.34 Hal ini dikarenakan adanya

proses patologis pada penyakit rheumatoid arthritis sendiri maupun adanya keterkaitan

dengan penggunaan glukokortikoid.13

Konsumsi minuman beralkohol akan mengakibatkan osteoporosis sekunder

terutama pada laki-laki.13 Seseorang yang mengkonsumsi alkohol berlebih (lebih dari

2 unit per-hari) risiko untuk mengalami fraktur osteoporosis meningkat sebanyak 40%

dibandingkan mengkonsumsi alkohol dengan dosis sedang (<2 unit per-hari) atau tidak

sama sekali.14

Page 65: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

49

4.3. Gambaran Hasil Penghitungan Faktor Risiko Fraktur Osteoporosis

Menggunakan FRAX® tool dan Interpretasinya

Interpretasi nilai faktor risiko terjadinya fraktur osteoporosis dalam 10 tahun

ke depan berbeda menurut tiap kategori umur seseorang. Semakin bertambahnya usia,

maka batas ambang (threshold) nilai hasil perhitungan FRAX® tool juga semakin

tinggi.5 Interpretasi hasil perhitungan menggunakan FRAX® tool pada 55 wanita usia

≥50 tahun di Klub Bina Lansia Pisangan, Ciputat tahun 2015 adalah sebagai berikut:

1. 49 responden (89,1%) memiliki kemungkinan fraktur osteoporosis ringan dan

disarankan untuk mengatur diet nutrisi dan olahraga tanpa menggunakan

terapi obat-obatan.

2. 5 responden (9,1%) memiliki kemungkinan fraktur osteoporosis sedang,

penggunaan DXA diindikasikan untuk kemudian dihitung kembali risiko

frakturnya.

3. 1 responden (1,8%) memiliki kemungkinan fraktur osteoporosis tinggi,

sehingga penggunaan terapi mengunakan obat-obatan direkomendasikan pada

pasien ini. Pasien ini (59 tahun) mengaku memiliki riwayat fraktur

sebelumnya dan riwayat fraktur tulang femur pada orang tuanya meskipun

status gizinya adalah obesitas derajat II.

Menurut National Osteoporosis Guideline Group (UK), interpretasi ini

digunakan sebagai pedoman klinisi dalam melakukan tindakan selanjutnya.5,7

Sedangkan menurut National Osteoporosis Foundation pada batas tindakan terapi,

perlu diperhitungkan berdasarkan analisa klinisi dan adanya faktor lain seperti kondisi

komorbid yang menyertai.1

Page 66: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

50

Tabel 4.5. Interpretasi hasil perhitungan menggunakan FRAX® tool pada 55 wanita usia

≥50 tahun di Klub Bina Lansia Pisangan, Ciputat tahun 2015

Kategori Frekuensi (n) Presentase (%) Tingkat Risiko

Lower assessment

threshold

49 89,1 Risiko Fraktur

Osteoporosis Ringan

Upper assessment

threshold

5 9,1 Risiko Fraktur

Osteoporosis Sedang

Intervention

threshold

1 1,8 Risiko Fraktur

Osteoporosis Tinggi

Gambar 4.3. Presentase tingkat risiko fraktur osteoporosis responden

89%

9% 2%

Presentase Tingkat Risiko Fraktur Osteoporosis Responden

Risiko Fraktur Osteoporosis Ringan

Risiko Fraktur Osteoporosis Sedang

Risiko Fraktur Osteoporosis Tinggi

Page 67: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

51

4.4. Korelasi antara Nilai Indeks Massa Tubuh dengan Nilai Risiko Fraktur

Osteoporosis Berdasarkan Perhitungan FRAX® tool

Uji korelasi dilakukan untuk melihat seberapa besar hubungan yang dimiliki

dua variabel. Untuk melihat korelasi antara nilai IMT responden dengan nilai risiko

fraktur osteoporosis mayor dan femur digunakan uji hipotesis korelatif Spearmen. Uji

ini dipilih dikarenakan data nilai risiko fraktur osteoporosis mayor dan femur memiliki

distribusi tidak normal (Test of normality Kolmogorov-Smirnov: p = 0,000).

Tabel 4.6. Korelasi antara nilai IMT responden dengan nilai risiko fraktur osteoporosis

mayor dan femur (uji Spearmen)

Korelasi P value Arah

korelasi

Koefisien korelasi

(r)

Nilai IMT dengan nilai risiko

fraktur osteoporosis mayor

0,027 Negatif (-) -0,297

Nilai IMT dengan nilai risiko

fraktur osteoporosis femur

0,000 Negatif (-) -0,467

Kedua korelasi ini sama-sama signifikan (p < 0,05), nilai negatif menunjukkan

bahwa semakin besar nilai IMT yang dimiliki responden semakin kecil risiko fraktur

osteoporosis yang dimiliki. Korelasi nilai IMT dengan nilai risiko fraktur osteoporosis

mayor memiliki kekuatan korelasi yang lemah (r = 0,297). Sedangkan korelasi nilai

IMT dengan nilai risiko fraktur osteoporosis femur memiliki kekuatan korelasi sedang

(r = 0,467). Hasil ini membuktikan bahwasannya indeks massa tubuh berperan dalam

meningkatkan nilai risiko fraktur osteoporosis berdasarkan perhitungan FRAX® tool

meskipun dipengaruhi perbedaan faktor risiko lain seperti usia, riwayat fraktur

sebelumnya serta riwayat fraktur femur pada orang tua.

Hasil sebuah studi yang dilakukan oleh Montazerifar F dkk (2014) pada 80

wanita post-menopause menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara indeks

massa tubuh dengan nilai BMD pada lumbar spine (p=0,02;r=0,31). Sedangkan

Page 68: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

52

korelasi antara indeks massa tubuh dengan nilai BMD pada femur neck bernilai tidak

signifikan (p=0,128;r=0,209).33 Studi lain yang dilakukan oleh Mardas AK dkk (2014)

menyatakan indeks massa tubuh merupakan faktor yang ikut berperan dalam terjadinya

osteoporosis dan menjadi faktor risiko timbulnya fraktur akibat osteoporosis.9 Hasil

dari beberapa studi menunjukkan penurunan densitas tulang (BMD) lebih sering

ditemukan pada manusia lanjut usia dengan IMT yang rendah. Oleh karenanya, WHO

menjadikan indeks massa tubuh sebagai faktor risiko klinis terjadinya osteoporosis.6,10,11,12

Hubungan signifikan IMT dengan osteoporosis ini disebabkan karena

berkurangnya efek protektif jaringan lemak subkutan terhadap densitas tulang pada

wanita lanjut usia. Seseorang dengan IMT 20 kg/m2 mengalami peningkatan risiko

fraktur dua kali lipat dibandingkan dengan seseorang yang memiliki IMT 25 kg/m2.21

Sedangkan wanita dengan status gizi berlebih (overweight) atau obesitas memiliki

status absorpsi kalsium yang lebih baik dan resorpsi tulang yang lebih rendah pasca

menopause daripada wanita dengan IMT normal. Karena alasan inilah, dianjurkan bagi

wanita lanjut usia memiliki status gizi sedikit berlebih selama tidak memiliki risiko

terhadap penyakit kardiovaskular.17 Wanita dan pria obesitas juga akan mengalami

peningkatan konversi hormon androgen menjadi estrogen. Di sisi lain, peningkatan

jaringan lemak tubuh menyebabkan peningkatan beban dan berefek positif terhadap

pembentukan tulang.12,22

4.5. Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik yang hanya diikuti oleh

responden sebanyak 55 orang. Peneliti menilai sulitnya mengumpulkan

responden lebih banyak lagi karena keterbatasan waktu dan tenaga, sementara

nggota Klub Bina Lansia juga terbatas.

2. Sampel pada penelitian ini hanya diambil dari Klub Bina Lansia Pisangan,

Ciputat dan tidak mengambil dari populasi yang lebih luas lagi.

3. Penelitian ini hanya melihat besarnya faktor risiko fraktur osteoporosis pada

wanita usia ≥50 tahun. Peneliti tidak menyertakan laki-laki sebagai responden

Page 69: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

53

karena keterbatasan waktu dan tenaga, sementara anggota laki-laki Klub Bina

Lansia berjumlah sedikit.

4. Penelitian ini tidak menggunakan metode pengukur tinggi badan yang lebih

akurat khususnya pada wanita usia >60 tahun. Hanya menggunakan metode

pengukuran tinggi badan dengan keadaan berdiri menggunakan alat ukur

meteran.

5. Penilaian faktor risiko fraktur osteoporosis (berupa riwayat patah tulang

sebelumnya, riwayat patah tulang femur pada orangtua, merokok, riwayat

konsumsi obat glukokortikoid, reumatoid arthritis, adanya osteoporosis

sekunder, minuman beralkohol 3 unit/hari) berdasarkan pada wawancara dan

perkiraan klinis (clinical judgement) yang cepat. Hal ini disebabkan

keterbatasan waktu untuk menilai faktor risiko tersebut lebih cermat lagi.

6. Terdapat kemungkinan bias pada asesmen faktor risiko klinis dikarenakan

responden berusia lanjut.

4.6. Kajian Islam

Wanita merupakan makhluk Tuhan yang memiliki perbedaan dengan

pasangannya, yakni laki-laki. Salah satu pembedanya adalah perubahan fase kehidupan

wanita seiring dengan bertambahnya usia. Berbeda dengan laki-laki yang memiliki

masa subur terus-menerus sepanjang hidupnya, wanita memiliki masa dimana terjadi

proses berhentinya fungsi organ reproduksi. Masa ini dinamakan menopause, yang

menyebabkan menurunnya produksi hormon seks oleh organ reproduksi (estrogen)

setelah usia lebih dari 40 tahun. Fenomena ini mengakibatkan salah satu fungsi

estrogen dalam mengendalikan keseimbangan massa tulang terganggu. Oleh karena

itu, wanita pasca menopause memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami

pengeroposan tulang (osteoporosis) dibandingkan laki-laki. Pembeda ini merupakan

suatu keistimewaan yang telah diberikan oleh Allah SWT. Firman Allah dalam surat

An-Nisa' (4): 32:

Page 70: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

54

“Janganlah kamu iri hati terhadap keistimewaan yang dianugrahkan Allah terhadap

sebahagian kamu atas sebahagian yang lain laki-laki mempunyai hak atas apa yang

diusahakan dan perempuan juga mempunyai hak atas apa yang di usahakannya”

Salah satu tindakan pencegahan terjadinya osteoporosis pada masa tua adalah

melakukan diet makan-makanan yang baik untuk kekuatan tulang. Allah berfirman

dalam Al Qur’an surat Al A’raf ayat 31:

“Hai anak sekalian manusia makan-makanlah yang halal lagi baik daripada yang

terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena

syaitan musuh yang nyata bagimu.”

Berdasarkan ayat di atas, kita diperintahkan untuk memakan-makanan yang halal dan

baik serta tidak berlebih-lebihan. Salah satu makanan yang baik untuk mendukung

kekuatan tulang ini adalah susu, ikan, sayur-sayuran dan kacang-kacangan karena

memiliki kandungan kalsium di dalamnya. Kalsium ini bermanfaat untuk kesehatan

dan kekuatan tulang sehingga menjadi kebutuhan nutrisi tubuh. Kebutuhan kalsium

bagi wanita yang sudah berusia tua adalah sekitar 1.200 mg per harinya. Selain untuk

memenuhi kebutuhan kalsium, makan dengan kandungan gizi yang cukup dapat

berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi yang baik bermanfaat dalam

menurunkan risiko fraktur osteoporosis. Namun terdapat rambu-rambu bahwa kita

dilarang untuk berlebihan dalam hal makan karena akan berakibat terhadap timbulnya

penyakit-penyakit lainnya seperti diabetes, penyakit jantung, stroke dan sebagainya.

Allah juga melarang meminum alkohol (khamr) dan berdosa besar bagi yang

meminumnya. Dan juga sebagaimana kita tahu bahwasannya minum-minuman

beralkohol juga menjadi faktor risiko osteoporosis serta dapat berperan dalam

meningkatkan risiko fraktur osteoporosis. Keterangan ini sebagaimana dalam surat Al

Baqarah ayat 219 yang menjelaskan tentang larangan meminum alkohol.

Page 71: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

55

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

1. Terdapat korelasi antara nilai Indeks Massa Tubuh dengan nilai risiko fraktur

osteoporosis mayor berdasarkan perhitungan FRAX® tool pada wanita usia

≥50 tahun di Klub Bina Lansia Pisangan, Ciputat (p = 0,027) dengan arah

korelasi negatif dan kekuatan korelasi lemah (r = 0,297)

2. Terdapat korelasi antara nilai Indeks Massa Tubuh dengan nilai risiko fraktur

osteoporosis leher femur berdasarkan perhitungan FRAX® tool pada wanita

usia ≥50 tahun di Klub Bina Lansia Pisangan, Ciputat (p = 0,000) dengan arah

korelasi negative dan kekuatan korelasi sedang (r = 0,467)

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat beberapa saran yang diberikan

sebagai berikut:

a. Bagi masyarakat

1. Wanita dengan risiko ringan berdasarkan perhitungan FRAX® tool

disarankan untuk mengatur diet nutrisi serta olahraga yang teratur. Hal ini

dikarenakan wanita maupun pria dengan usia ≥50 tahun memiliki risiko

terjadinya pengeroposan tulang. Serangkaian tindakan pencegahan

osteoporosis direkomendasikan untuk menghindari terjadinya fraktur

osteoporosis yang berefek terhadap mortalitas dan morbiditas pasien.

Tindakan pencegahan tersebut meliputi asupan kalsium dan vitamin D yang

baik, olahraga dan pencegahan jatuh serta menghindari merokok dan

minuman beralkohol.

2. Wanita dengan risiko yang sedang berdasarkan perhitungan FRAX® tool

disarankan untuk melakukan pemeriksaan densitas tulang menggunakan

Page 72: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

56

DXA. Namun hal ini memiliki kendala dikarenakan ketersediaan alat DXA

sebagai gold standard diagnosis osteoporosis masih minim di Indonesia.

3. Tindakan terapi obat-obatan disarankan bagi responden dengan risiko berat

berdasarkan perhitungan FRAX® tool menurut NOGG. Sedangkan menurut

IOF, penentuan terapi melihat dari kondisi komorbid lain.

b. Bagi Pemerintah

Indonesia sebagai negara berkembang dinilai masih kurang dalam pemenuhan

fasilitas-fasilitas penunjang kesehatan. Minimnya jumlah alat pengukur standar

pada osteoporosis menyebabkan osteoporosis sebagai silent disease dan jarang

terdeteksi sampai terjadinya frakur karena tulang menjadi keropos. Penggunaan

asesmen faktor risiko fraktur osteoporosis pada wanita usia tua (pasca

menopause) direkomendasikan menurut beberapa studi. FRAX® tool sebagai

alat hitung untuk menilai besarnya risiko fraktur karena osteoporosis

bermanfaat dalam penghematan biaya sekaligus sebagai pedoman penentuan

langkah klinisi dalam menangani pasien osteoporosis. Pemerintah hendaknya

bisa memberikan regulasi yang jelas dan terarah dalam penggunaan FRAX® tool

ini mengingat Indonesia menjadi salah satu dari 45 negara yang telah

dikalibrasikan penggunaannya.

c. Bagi peneliti

Dalam penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan untuk melakukan asesmen

faktor risiko osteoporosis pada wanita maupun pria usia lanjut dengan jumlah

sampel yang lebih banyak lagi. Terlebih lagi jika penelitian dilakukan pada pria

dan wanita sekaligus/berpasangan. Penilaian faktor risiko klinis osteoporosis

dilakukan dengan metode yang lebih terstandarisasi misalnya adanya bukti

tertulis untuk mengetahui faktor risiko usia responden, metode pengukuran

tinggi badan yang sesuai untuk usia lanjut dan sebagainya.

Page 73: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

57

DAFTAR PUSTAKA

1. National Osteoporosis Foundation. Clician’s guide to prevention and treatment

of osteoporosis. Washington DC: National Osteoporosis Foundation. 2010.

2. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman pengendalian osteoporosis.

Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2008

3. Mithal A, Dhingra V, Lau Edith. The Asian audit epidemiology, cost and

burden of osteoporosis in asia 2009. International Osteoporosis Foundation.

2009. p. 28-29.

4. U.S. Department of Health and Human Services. Bone health and osteoporosis:

a report of the surgeon general. Rockville MD: U.S. Department of Health and

Human Services, Office of The Surgeon General. 2004.

5. Kanis JA, McCloskey EV. Johansson H, Cooper C, Rizzoll R, Reginster JY.

European guidance for the diagnosis and management of osteoporosis in

postmenopausal women. Osteoporos Int. 2012 October 19. doi:

10.1007/S00198-012-2074-y.

6. World Health Organization. WHO scientific group on the assessment of

osteoporosis at primary health care level. World Health Organization. 2007.

7. Compston J, Cooper A, Cooper C, Francis R, Kanis JA, Marsh D, et al.

Guideline for the diagnosis and management of osteoporosis in postmenopausal

women and men from the age of 50 years in the UK. London: National

Osteoporosis Guideline Group. 2014.

8. Kanis JA, Oden A, Johansson H, Borgstrom F, Strom O, McCloskey EV. Frax®,

a new tool for assessing fracture risk: clinical applications and intervention

thresholds. Medicographia. 2010; 1: 32

9. Mardas A K, Sulaf AH, Alkazzaz A. Effect of body mass index and physical

activities on risk of osteoporosis in Babylon Iraq. Medical Journal of Babylon.

2014; 11(1): 173-187

Page 74: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

58

10. Salter B. textbook of disorders and injuries of the musculoskeletal system 3th

ed. Baltimore: Williams & Wilkins. 1990. Chapter 9, Generalized and

disseminated disorder; p. 190-194.

11. Nguyen TV. Center JR, Eisman JA. Osteoporosis in elderly men and women:

effects of dietary calcium, physical activity, and body mass index. Journal of

Bone and Mineral Research. 2000; 15(2): 322-331

12. Salamat MR, Salamat AH, Abedi I, Janghorbani M. Relationship between

weight, body mass index, and bone mineral density in men referred for dual-

energy x-ray absorptiometry scan in Isfahan, iran. Hindawi Publishing

Corporation. 2013; 2013: 1-7. doi: 10.1155.2013/205963

13. World Health Organization. Assessment of osteoporosis at the primary health

care level. WHO Collaborating Centre for Metabolic Bone Diseases, University

of Sheffield. 2007

14. International Osteoporosis Foundation [internet]. [place unknown]:

International Osteoporosis Foundation; [date unknown] [cited 2015 June 05].

Available from: http://www.iofbonehealth.org/osteoporosis.

15. Solomon L, Warwick D, Nayagam S. Apley’s system of orthopaedics and

fractures. 9th ed. London: Holder Arnold. 2010. Chapter 7, Metabolic and

endocrine disorder; p. 117-134.

16. Sherwood L. Human physiology from cells to systems 7th ed. Canada:

Brook/Cole Cengange Learning. 2010. Chapter 19, The peripheral endocrine

glands; p. 726-729.

17. Stransky M, Rysava L. Nutrition as prevention and treatment of osteoporosis.

Institute of Physiology Academy of Sciences of the Czech Republic. 2009;

58(1): 7-11

18. Sarkis KS, Salvador MB, Pinheiro MM, Silva RG, Zerbini CA, Martini LA.

Association between osteoporosis and rheumatoid arthritis in women: a cross-

sectional study. Sao Paulo Med J. 2009; 127(4): 216-222

19. Hadji P, Klein S, Gothe H, Haussier B, Thomas Kless, Torsten S, et al. The

epidemiology of osteoporosis - bone evaluation study (BEST): an analysis of

Page 75: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

59

routine health insurance data. Dtsch Arztebl Int. 2013; 110(4): 52-57. doi:

10.3238/arztebl.2013.0052.

20. Khosla S, Riggs BW. Pathophysiology of age-related bone loss and

osteoporosis. Elsevier Inc. 2005; 34(2005): 1015-1030. doi:

10.1016/j.ecl.2005.07.009

21. International Osteoporosis Foundation [internet]. [place unknown]:

International Osteoporosis Foundation; [date unknown] [cited 2015 June 05].

Available from: http://www.iofbonehealth.org/osteoporosis

22. Ravn P, Cizza G, Bjarnason NH, Thompson D, Daley M, Wasnich RD, et al.

Low body mass index is an important risk factor for low bone mass and

increased bone loss in early postmenopausal women. Journal of Bone and

Mineral Research. 1999; 14(9): 1622-1627

23. McCloskey E. FRAX® Identifying people at high risk of fracture: WHO

fracture risk assessment tool, a new clinical tool for informed treatment

decisions. Switzerland: International Osteoporosis Foundation. 2009

24. World Health Organization Collaborating Centre for Metabolic Bone Disease

University of Sheffield UK [internet]. [place unknown]: University of Sheffield

UK; [date unknown] [cited 2015 June 05]. Available from:

http://www.sheffield.ac.uk/FRAX.

25. Cheng S, Njeh CF, Fan B, Cheng X, Hans D, et al. Influence of region of

interest and bone size on calcaneal BMD: implication for the accuracy of

quantitative ultrasound assessments at the calcaneus. The British Journal of

Radiology. 2002 January; 75: 59-68.

26. Papaioannou A, Morin S, Cheung AM, Atkinson S, Brown JP, Feldman S, et

al. Clinical practice guidelines for the diagnosis and management of

osteoporosis in Canada: background and technical report. Ontario: Juravinski

Research Centre. 2010.

27. Hui SL, Slemenda CW, Johnston CC. Age and bone mass as predictors of

fracture in a prospective study. Journal of Clinical Investigation. 1998; 81:

1804-1809.

Page 76: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

60

28. Chumlea WC, Roche AF, Steinbaugh ML. Estimating stature from knee height

for persons 60 to 90 years of age. J Am Geriatr Soc. 1985; 33(2): 116–20

29. Johnell O, Kanis JA, Oden A, Sernbo I, Redlund-Johnell I, Petterson C et al.

Fracture risk following an osteoporotic fracture. Osteoporos Int. 2004; 15: 175-

179. doi: 10.1007/s00198-003-1514-0

30. Bauer DC, Brower WS, Cauley JA, Orwoll ES, Scott JC, Black DM et al.

Factors associated with appendicular bone mass in older women: the study of

Osteoporotic Fractures Research Group. Annals of Internal Medicine. 1993;

118: 657-665

31. Kanis JA, Johnell O, Oden A, Johansson H, De Laet C, Eisman JA et al.

Smoking and fracture risk: a meta-analysis. Osteoporos Int. 2005; 16: 155-162

32. Van Staa TP, Leufkens HG, Abenhaim L, Zhang B, Cooper C. Oral

corticosteroids and fracture risk: relationship to daily and cumulative doses.

Rheumatology. 2000; 39: 1383-1389

33. Montazerifar F, Karajibani M, Alamian S, Sandough M, Zakeri Z, DashipourAR. Age, weight and body mass index effect on bone mineral density inpostmenopausal women. Health Scope. 2014 May; 3(2): 1-5

Page 77: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

61

LAMPIRAN

Lampiran 1 Tampilan metode fracture risk assessment tool (FRAX® tool) yang dapat

diakses melalui http://www.sheffield.ac.uk/FRAX/tool.jsp?country=19

Page 78: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

62

Lampiran 2 Hasil perhitungan nilai risiko fraktur osteoporosis mayor dan femurmenggunakan FRAX® tool

Page 79: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

63

Page 80: Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37786...DENGAN NILAI RISIKO FRAKTUR OSTEOPOROSIS BERDASARKAN PERHITUNGAN FRAX®

64

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ahmad Khoiron Nashirin

Tempat Tanggal Lahir : Pasuruan. 14 Desember 1993

Alamat : Jl. SD Inpres, Pisangan, Ciputat

Email : [email protected]

No.Telepon : 085749679311

Riwayat Pendidikan :

TK PGRI Sidogiri, Kraton, Pasuruan (1999-2000)

SDN Sidogiri, Kraton, Pasuruan (2000-2006)

MTs Al-Yasini, Wonorejo, Pasuruan (2006-2009)

MAN KRATON Al-Yasini Pasuruan (2009-2012)

FKIK Prodi Pendidikan Dokter UIN Syarif

Hidayatullah Jakarat (2012-sekarang)