Upload
bertha-julisti
View
4.809
Download
16
Embed Size (px)
Citation preview
PENGERINGAN BERBAGAI PRODUK PANGAN
A. PRINSIP
Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan, yang
memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari
permukaan bahan, yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas.
B. TUJUAN
1. Melakukan kombinasi berbagai metode pengawetan dan pengeringan untuk membuat
produk pangan kering
2. Melakukan berbagai pengeringan berbagai produk pangan dengan berbagai alat yang
sesuai
3. Menilai kualitas produk olahan pangan yang dikeringkan
C. TINJAUAN PUSTAKA
Bahan pangan yang dihasilkan dari produk-produk pertanian pada umumnya mengandung
kadar air. Kadar air tersebut apabila masih tersimpan dan tidak dihilangkan, maka akan
dapat mempengaruhi kondisi fisik bahan pangan. Contohnya, akan terjadi pembusukan
dan penurunan kualitas akibat masih adanya kadar air yang terkandung dalam bahan
tersebut. Pembusukan terjadi akibat dari penyerapan enzim yang terdapat dalam bahan
pangan oleh jasad renik yang tumbuh dan berkembang biak dengan bantuan media kadar
air dalam bahan pangan tersebut.
Mikroorganisme membutuhkan air untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya. Jika
kadar air pangan dikurangi, pertumbuhan mikroorganisme akan diperlambat.
Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan adanya suatu proses penghilangan atau
pengurangan kadar air yang terdapat dalam bahan pangan sehingga terhindar dari
pembusukan ataupun penurunan kualitas bahan pangan. Salah satu cara sederhananya
adalah dengan melalui proses pengeringan. Pengeringan merupakan tahap awal dari
adanya pengawetan.
Pengeringan akan menurunkan tingkat aktivitas air (Water Activity) atau Aw yaitu jumlah
air yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakannya), berat dan volume pangan.
Prinsip utama dari pengeringan adalah penurunan kadar air untuk mencegah aktivitas
mikroorganisme. Pada banyak produk, seperti sayuran, terlebih dahulu dilakukan proses
pengecilan ukuran (misalnya diiris) sebelum dikeringkan. Pengecilan ukuran akan
meningkatkan luas permukaan bahan sehingga akan mempercepat proses pengeluaran air.
Sebelum dikeringkan, bahan pangan sebaiknya diblansir untuk menginaktifkan enzim
yang dapat menyebabkan perubahan warna pangan menjadi coklat.
Pengeringan dengan cara penjemuran dibawah sinar matahari merupakan suatu metode
pengeringan tertua. Proses penguapan air berjalan lambat, sehingga pengeringan dengan
cara penjemuran hanya dilakukan didaerah yang iklimnya panas dan kering. Bahan yang
dijemur mudah terkontaminasi melalui polusi dan binatang seperti tikus dan lalat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan, yaitu:
1. Faktor yang berhubungan dengan udara pengering.
Yang termasuk dalam golongan ini adalah suhu, kecepatan volumetrik aliran udara
pengering, dan kelembaban udara.
2. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan.
Yang termasuk dalam golongan ini adalah ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan
parsial dalam bahan.
Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air menuju udara karena
adanya perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan.
Tujuan pengeringan antara lain agar produk dapat disimpan lebih lama, mempertahankan
daya fisiologi biji-bijian/benih, mendapatkan kualitas yang lebih baik. (Gunarif Taib,
1988)
Proses pengeringan tebagi dalam tiga kategori, yaitu:
1. Pengeringan udara dan pengeringan yang berhubungan langsung di bawah tekanan
atmosfir. Dalam hal ini panas dipindahkan menembus bahan pangan, baik dari udara
maupun permukaan yang dipanaskan. Uap air dipindahkan dengan udara.
2. Pengeringan hampa udara. Keuntungan dalam pengeringan hampa udara didasarkan
pada kenyataan bahwa penguapan air terjadi lebih cepat pada tekanan rendah daripada
tekanan tinggi. Panas yang dipindahkan dalam pengeringan hampa udara pada
umumnya secara konduksi, kadang-kadang secara pemancaran.
3. Pengeringan beku. Pada pengeringan beku, uap air disublimasikan keluar dari bahan
pangan beku. Struktur bahan pangan dipertahankan dengan baik pada kondisi ini.
Suhu dan tekanan yang sesuai harus dipersiapkan dalam alat pengering untuk
menjamin terjadinya proses sublimasi. (Earle, 1969)
Metode Pengeringan:
1. Pengeringan alami.
Pengeringan alami terdiri dari:.
a. Sun Drying
Pengeringan dengan menggunakan sinar matahari sebaiknya dilakukan di tempat
yang udaranya kering dan suhunya lebih dari 100o Fahrenheit. Pengeringan dengan
metode ini memerlukan waktu 3-4 hari. Untuk kualitas yang lebih baik, setelah
pengeringan, panaskan bahan di oven dengan suhu 175 o Fahrenheit selama 10-15
menit untuk menghilangkan telur serangga dan kotoran lainnya
b. Air Drying
Pengeringan dengan udara berbeda dengan pengeringan dengan menggunakan
sinar matahari. Pengeringan ini dilakukan dengan cara menggantung bahan di
tempat udara kering berhembus. Misalnya di beranda atau di daun jendela. Bahan
yang biasa dikeringkan dengan metode ini adalah kacang-kacangan.
Kelebihan Pengeringan Alami adalah tidak memerlukan keahlian dan peralatan khusus, serta
biayanya lebih murah. Kelemahan Pengeringan Alami adalah membutuhkan lahan yang luas,
sangat tergantung pada cuaca, dan sanitasi hygiene sulit dikendalikan.
2. Pengeringan Buatan
Pengeringan buatan terdiri dari:
a. Menggunakan alat Dehidrator
Pengeringan makanan memerlukan waktu yang lama. Dengan menggunakan alat
dehydrator, makanan akan kering dalam jangka waktu 6-10 jam. Waktu
pengeringan tergantung dengan jenis bahan yang kita gunakan.
b. Menggunakan oven
Dengan mengatur panas, kelembaban, dan kadar air, oven dapat digunakan
sebagai dehydrator. Waktu yang diperlukan adalah sekitar 5-12 jam. Lebih lama
dari dehydrator biasa. Agar bahan menjadi kering, temperature oven harus di atas
140o derajat Fahrenheit.
Kelebihan Pengeringan Buatan adalah suhu dan kecepatan proses pengeringan dapat diatur
seuai keinginan, tidak terpengaruh cuaca, sanitisi dan higiene dapat dikendalikan. Kelemahan
Pengeringan Buatan adalah memerlukan keterampilan dan peralatan khusus, serta biaya lebih
tinggi dibanding pengeringan alami.
D. ALAT DAN BAHAN
Alat Bahan Oven listrik Tray Dryer Cold Storage Peralatan dapur
Ikan kurisi segar Buah Pisang raja Garam Larutan sulfit
E. PROSEDUR
a. Pengeringan Pisang (Sale Pisang)
1. Pisang dikupas dan bagian luar daging pisang bersihkan dengan cara dikerok
menggunakan sendok
2. Kemudian pisang dipotong memanjang menjadi 2 bagian
3. Pisang dibagi menjadi 4 bagian, kemudian masing-masing bagian ditimbang, catat
masing-masing hasil penimbangan sebagai berat awal bahan
4. Daging buah pisang yang telah dipotong memanjang kemudian disusun dalam
tray dryer
5. Bahan dikeringkan dengan menggunakan 4 metode yang berbeda, yaitu :
a. Pengeringan dengan sinar matahari langsung
b. Kombinasi pengeringan sinar matahari langsung dengan Cabinet Dryer
c. Pengeringan dengan Cabinet Dryer
d. Pengeringan dengan Dehydrator
6. Pengamatan organoleptik dan perhitungan kadar air dilakukan selama proses
pengeringan.
b. Pengeringan Ikan (Ikan Asin)
1. Ikan dibersihkan, insang dan isi perut dibuang. Ikan kemudian ditrimming : yaitu
ikan dibelah memanjang pada bagian punggung, dari kepala sampai ekor.
2. Ikan ditimbang dan hasil penimbangan dicatat sebagai berat awal bahan
3. Ikan kemudian disusun dalam wadah, dan ditaburi garam sebanyak 30% dari berat
total ikan, kemudian dimasukan kedalam cold storage dan disimpan selama 3 hari
4. Ikan dibersihkan, lalu dikeringkan dengan sinar matahari
5. Pengamatan organoleptik dan perhitungan kadar air dilakukan selama proses
pengeringan.
F. DATA HASIL PENGAMATAN
a. Pengeringan Pisang Tanpa Natrium Bisulfit
Perlakuan Berat Awal (g)
Berat Kering (g)
Kadar Air (%)
Pengeringan dengan sinar matahari langsung
690 223 32,32
Kombinasi pengeringan matahari langsung dengan cabinet drier
690 196 28,40
Pengeringan dengan cabinet drier 690 156 22,60Pengeringan dengan dehydrator 610 128 20,98
Hasil Organoleptik
1. Pengeringan dengan sinar matahari langsung
Tekstur semi basah dengan bagian luar sedikit mengkilat akibat proses karamelisasi,
pada beberapa bagian tertentu di bagian luar mengering, kenyal, rasa sangat manis,
aroma khas pisang dan sedikit tercium aroma gula, warna kehitaman dan sedikit
mengerak
2. Pengeringan kombinasi sinar matahari dengan Cabinet Dryer
Tekstur kering, sedikit kenyal, sedikit basah dibagian dalam, rasa manis, aroma khas
pisang tidak terlalu tajam dan tercium aroma gula, warna kecoklatan sedikit
mengkilat.
3. Pengeringan dengan Cabinet Dryer
Tekstur semi basah, tidak terlalu basah dibagian dalam, sangat kenyal, rasa manis,
aroma khas pisang tidak terlalu menyengat, dan tidak tercium aroma gula, warna
kecoklatan agak mengkilat
4. Pengeringan dengan Dehydrator
Tekstur semi basah, warna kecoklatan mengkilat dan merata, rasa sangat manis,
aroma khas pisang menyengat, dan tercium aroma gula
b. Pengeringan Pisang Dengan Natrium BisulfitPerlakuan Berat Awal
(g)Berat Kering
(g)Kadar Air
(%)Pengeringan dengan sinar matahari langsung
870 525 39,66
Kombinasi pengeringan matahari langsung dengan cabinet drier
1000 420 58
Pengeringan dengan cabinet drier 1000 - Missing dataPengeringan dengan dehydrator 506,5 651,9 60,7
Hasil organoleptik
1. Pengeringan dengan sinar matahari langsung
Tekstur lembek,semi basah, manis sedang, kurang kenyal, aroma khas pisang raja
sedikit beraroma gula
2. Pengeringan kombinasi matahari langsung dengan Cabinet Dryer
Tekstur lembek, bau khas hampir hilang, tidak beraroma gula, manis sednag, kurang
kenyal
3. Pengeringan dengan Cabinet Dryer -
4. Pengeringan dengan Dehydrator
Semi basah, kenyal tidak alot, manis sedang,wangi khas pisang raja, bagian bawah
agak kehitaman
c. Pengeringan Ikan (Ikan Asin)
Jenis Ikan Berat basah ikan (g)
Berat setelah direndam (g)
Berat setelah pengeringan (g)
Kadar air (%)
Ikan Kurisi 2.810 2.845 1.080 38,43Hasil organoleptik
Ikan bertekstur keras tapi tidak patah, warna kekuningan, dengan bau garam khas
G. PEMBAHASAN
1. Pengeringan Pisang
Praktikum pengeringan pisang ini dilakukan dengan 2 perlakuan berbeda, yang pertama
buah pisang tidak direndam dengan natrium bisulfit dan yang kedua direndam dengan
larutan natrium bisulfit. 2 perlakuan berbeda ini dilakukan oleh 2 kelompok berbeda dan
jenis buah pisang yang dipergunakan untuk praktikum pengeringan bahan pangan ini
adalah pisang raja.
Produk yang dihasilkan dari pengeringan buah pisang adalah sale pisang, berdasarkan
SNI 01-4319-1996 menyatakan bahwa sale pisang adalah makanan semi basah dibuat dari
buah pisang segar dengan cara pengeringan dan atau peng-asapan dengan atau tanpa
penambahan pengawet.
Gambar 1. Sale Pisang
Proses pengeringan pisang dilakukan dengan menggunakan 4 malat berbeda, yaitu
pengeringan dengan menggunakan sinar matahari langsung, pengeringan kombinasi sinar
matahari dengan cabinet dryer, pengeringan dengan cabinet dryer, dan terakhir
pengeringan dengan menggunakan dehydrator.
a. Pengeringan dengan menggunakan sinar matahari
Pada pisang yang dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari langsung, prosesnya
berjalan hampir 1 minggu, potongan buah pisang disusun diatas tray dan dijemur dibawah
terik matahari.
Berdasarkan hasil penimbangan dan perhitungan, sale pisang tanpa bisulfit memiliki
kandungan air sebesar 32,32%. Sedangkan untuk sale pisang dengan bisulfit memiliki
kandungan air sebesar 39,66%. Bedasarkan hasil penimbangan dan perhitungan tersebut
dapat diketahui bahwa proses pengeringan tidak merata dan menghasilkan sale pisang
dengan kandungan air yang berbeda cukup jauh. Padahal baik sale pisang tanpa bisulfit
maupun dengan bisulfit, dijemur pada tempat yang sama dengan waktu penjemuran yang
hampir berbarengan. Cara pengeringan ini bahan pertanian yang dikeringkan berada pada
kondisi dimana suhu dan aliran udara yang bervariasi sehingga hasil pengeringan menjadi
tidak seragam.
Pengeringan dengan sinar matahari ini mempunyai laju yang lambat dan memerlukan
perhatian lebih. Bahan harus dilindungi dari serangan serangga dan ditutupi pada malam
hari. Selain itu pengeringan matahari sangat rentan terhadap resiko kontaminasi
lingkungan, sehingga pengeringan sebaiknya jauh dari jalan raya atau udara yang kotor
(Toftgruben, 1977)
Produk yang dihasilkan pun tidak terlalu memuaskan. Hal ini dapat diketahui dari sifat
organoleptik sale pisang yang dihasilkan dari kedua perlakuan tersebut. Pada sale pisang
tanpa bisulfit, sale pisang yang dihasilkan memiliki tekstur yang semi basah dengan
bagian luar sedikit mengkilat akibat proses karamelisasi, , kenyal, rasa sangat manis,
aroma khas pisang dan sedikit tercium aroma gula, warna kehitaman dan sedikit
mengerak. Selain itu terjadi pula Case hardening, yang merupakan suatu keadaan
dimana bagian luar (permukaan) bahan sudah kering sedangkan bagian di dalamnya
masih basah yang disebabkan karena suhu pengeringan terlalu tinggi. Case hardening
juga dapat disebabkan karena adanya perubahan kimia tertentu misalnya penggumpalan
protein pada permukaan bahan karena adanya panas atau terbentuknya dekstrin dari pati
yang jika dikeringkan akan menjadi bahan yang massif (keras) pada permukaan bahan.
Warna kehitaman dan mengerak di beberapa bagian merupakan hal yang tidak diinginkan
dan tidak disukai oleh konsumen. Dengan kata lain hal ini merupakan penurunan mutu.
Hal yang hampir sama terjadi pada sale pisang yang direndam terlebih dahulu dengan
bisulfit, yaitu tekstur lembek, semi basah, manis sedang, kurang kenyal, aroma khas
pisang raja sedikit beraroma gula.
Jika dibandingkan dengan SNI 01-4319-1996 tentang sale pisang, maka kadar air pada
sale pisang dari kedua perlakuan dan dikeringkan dengan cara menggunakan sinar
matahari langsung maka hasilnya keduanya memenuhi kritesia, karena berdasarkan SNI
01-4319-1996, kadar air dalam sale pisang yang diperbolehkan adalah maksimal 40%,
dan kadar air pada sale pisang yang tanpa perendaman adalah 32,32% sedangkan kadar
air pada sale pisang dengan perendaman bisulfit adalah 39,66%.
b. Kombinasi Pengeringan Sinar Matahari Langsung dengan Cabinet Dyer
Seperti halnya pada pengeringan dengan menggunakan sinar matahari langsung, bahan
yang dikeringkan juga diberi perlakuan yang sama, yaitu yang pertama tanpa direndam
dengan bisulfit dan yang kedua direndam terlebih dahulu dengan bisulfit.
Proses pengeringan dilakukan bertahap, tahap yang pertama potongan pisang yang
disusun diatas tray dryer dikeringkan menggunakan sinar matahari langsung sampai kira-
kira sale layu dan bagian luar sedikit terkaramelisasi. Pada tahap kedua, potongan sale
pisang yang setengah jadi tersebut kemudian dikeringkan dengan menggunakan Cabinet
Dryer dengan suhu ± 60oC sampai kadar air mencapai ± 30%.
Dari hasil perhitungan, diketahui bahwa kadar air dalam sale pisang tanpa perendaman
bisulfit adalah 28,40%. Sedangkan kadar air untuk sale pisang yang direndam dengan
bisulfit adalah 58%. Dari hasil tersebut, maka sale yang direndam dengan bisulfit tidak
memenuhi persyaratan SNI 01-4319-1996 yang mengharuskan kadar air sale pisang
maksimal 40%.
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa sifat organoleptik dari sale pisang tanpa
perendaman dengan bisulfit adalah Tekstur kering, sedikit kenyal, sedikit basah dibagian
dalam, rasa manis, aroma khas pisang tidak terlalu tajam dan tercium aroma gula, warna
kecoklatan sedikit mengkilat.
dan sifat organoleptik untuk sale pisang dengan perendaman bisulfit adalah Tekstur
lembek, bau khas hampir hilang, tidak beraroma gula, manis sedang, kurang kenyal. Hasil
ini sedikit mendekati kualitas yang diinginkan oleh konsumen, hanya saja dengan
pengeringan kombinasi ini aroma khas dari pisang tidak terlalu tajam, selain itu tekstur
sale yang tidak terlalu kenyal mengakibatkan sale pisang dari pengeringan kombinasi ini
tidak terlalu disukai panelis.
c. Pengeringan dengan Cabinet Dryer
Pengeringan dengan Cabinet Dryer menggunakan suhu 60oC selama ± 12 jam. Jenis
pengeringan ini tidak disarankan untuk pengeringan pangan karena energi yang
digunakan kurang efisien daripada alat pengering (Dehydrator). Selain itu sulit
mengontrol suhu rendah pada cabinet dryer dan pangan yang dikeringkan lebih rentan
hangus (Hughes dan Willenberg, 1994)
Dari hasil perhitungan, kadar air dalam sale pisang tanpa perendaman bisulfit adalah
22,60%, hal ini membuktikan bahwa sale pisang tanpa perendaman bisulfit memenuhi
standar SNI 01-4319-1996 untuk kadar air maksimal dalam bahan. Sedangkan kadar air
untuk sale pisang yang direndam dengan bisulfit tidak diketahui karena terjadi missing
data yang menyebabkan kadar air dan sifat organoletik pada bahan tidak dapat diketahui.
Dari hasil pengamatan organoleptik bahan, sale pisang tanpa perendaman bisulfit
memiliki Tekstur semi basah, tidak terlalu basah dibagian dalam, sangat kenyal, rasa
manis, aroma khas pisang tidak terlalu menyengat, dan tidak tercium aroma gula, warna
kecoklatan agak mengkilat. Hasil ini disukai oleh panelis, karena mendekati kualitas yang
diinginkan. Hanya saja seperti halnya pada pengeringan kombinasi, proses pengeringan
dengan cabinet dryer ini aroma khas dari pisang tidak terlalu tajam.
d. Pengeringan dengan Dehydrator
Pengeringan dengan Dehydrator menggunakan 60oC selama ± 8 jam. Pada pengeringan
dengan menggunakan Dehydrator ini, kadar air dalam sale pisang tanpa perendaman
bisulfit adalah 20,98% sedangkan kadar air untuk sale pisang yang direndam dengan
bisulfit adalah 60,7%. Dari hasil perhitungan kadar air dalam bahan, diketahui bahwa sale
pisang tanpa perendaman bisulfit memiliki kadar air yang lebih rendah dan memenuhi
standar mutu SNI 01-4319-1996.
Dari hasil pengamatan organoleptik bahan, sale pisang tanpa perendaman bisulfit
memiliki Tekstur semi basah, warna kecoklatan mengkilat dan merata, rasa sangat manis,
aroma khas pisang menyengat, dan tercium aroma gula. Sedangkan pengamatan
organoleptik untuk sale pisang dengan perendaman bisulfit adalah Semi basah, kenyal
tidak alot, manis sedang,wangi khas pisang raja, bagian bawah agak kehitaman. Hasil
pengeringan pisang dengan menggunakan Dehydrator ini sangat disukai oleh panelis,
karena sangat mendekati kualitas yang diinginkan. Yaitu aroma khas pisang yang tidak
hilang, kering yang merata pada bagian luar, dan warna kecoklatan akibat Browning atau
“heat damage” yang disukai konsumen.
2. Pengeringan Ikan
Ikan asin adalah bahan makanan yang terbuat dari daging ikan yang diawetkan dengan
menambahkan banyak garam. Dengan metode pengawetan ini daging ikan yang biasanya
membusuk dalam waktu singkat dapat disimpan di suhu kamar untuk jangka waktu
berbulan-bulan, walaupun biasanya harus ditutup rapat. Menurut SNI 01-2721-1992,
definisi ikan asin kering adalah suatu produk olahan ikan dengan cara penggaraman dan
pengeringan dalam bentuk utuh atau disiangi atau berupa potongan.
Gambar 2. Ikan yang dikeringkan
Ikan yang dipergunakan saat praktikum adalah ikan jenis kurisi yang sebelumnya dibelah
terlebih dahulu, hal ini dilakukan agar garam mudah meresap ke dalam daging. Karena
perbedaan kepekatan dan tekanan osmosis, kristal-kristal garam akan menarik cairan sel
dalam daging ikan keluar dari tubuhnya. Sementara itu partikel garam meresap masuk ke
dalam daging ikan. Proses ini berlangsung hingga tercapai keseimbangan konsentrasi
garam di luar dan di dalam daging. Konsentrasi garam yang tinggi dan menyusutnya
cairan sel akan menghentikan proses autolisis dan menghambat pertumbuhan bakteri
dalam daging ikan.
Setelah penambahan garam, ikan lalu dimasukan kedalam cold storage dengan suhu -
40oC selama 3 hari. Kecepatan penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dipengaruhi oleh
beberapa hal. Di antaranya:
Konsentrasi garam, semakin tinggi konsentrasi garam yang digunakan, semakin cepat
proses masuknya garam ke dalam daging ikan. Akan lebih baik apabila digunakan
garam kristal untuk mengasinkan.
Jenis garam, garam dapur murni (NaCl 95%) lebih mudah diserap dan menghasilkan
ikan asin dengan kualitas yang lebih baik. Garam rakyat mengandung unsur-unsur
lain (Mg, Ca, senyawa sulfat), kotoran, bakteri dan lain-lain yang dapat menghambat
penetrasi garam dan merusak rasa ikan.
Ketebalan daging ikan, semakin tebal daging ikan, proses pengasinan akan
membutuhkan waktu yang semakin lama dan garam yang lebih banyak. Sehingga
ikan-ikan besar biasanya dibelah-belah, dikeping atau diiris tipis sebelum diasinkan.
Kadar lemak dalam daging, kadar lemak yang tinggi (di atas 2%) akan memperlambat
penetrasi garam ke dalam daging ikan.
Kesegaran daging ikan, ikan yang kurang segar memiliki daging yang lebih lunak dan
cairan tubuh yang mudah keluar, sehingga proses pengasinan bisa lebih cepat. Namun
juga garam yang masuk dapat terlalu banyak sehingga ikan menjadi terlalu asin dan
kaku.
Suhu daging ikan, semakin tinggi suhu daging ikan, semakin cepat garam masuk ke
dalam tubuh ikan.
Setelah 3 hari didalam cold storage kemudian ikan di thawing dan dikeringkan dengan
menggunakan sinar matahari. Perlakuan spesifik dilakukan pada bahan sebelum
dikeringkan, yaitu ikan direndam air dan garam yang terdapat dalam wadah menjadi larut,
air rendaman tersebut dibuang kemudian ditambahkan kembali air bersih dan ikan di
thawing dengan cara dimasukan kedalam pendingin sampai tekstur daging ikan tidak
beku.
Perlakuan spesifik ini memberikan hasil yang cukup signifikan pada sifat organoleptik
bahan. Setelah dilakukan penggorengan pada produk hasil pengeringan ikan tersebut, rasa
dari produk menjadi tidak terlalu asin, dan hal ini lebih disukai panelis dibandingkan
dengan ikan yang memiliki rasa yang sangat asin.
Kadar air dalam produk ikan asin ini adalah sebesar 38,43%. Berdasarkan persyaratan
SNI 01-2721-1992 tentang ikan asin kering, kadar air maksimal dalam bahan adalah 40%.
Karena kadar air ikan asin kurisi memiliki kadar air yang lebih rendah dari persyaratan
SNI, maka ikan asin kurisi memenuhi persyaratan tersebut.
H. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa sale pisang dengan perlakuan perendaman
natrium bisulfit menghasilkan sale pisang yang tidak jauh berbeda dengan sale pisang
tanpa perendaman.
Perlakuan pengeringan dengan menggunakan Dehydrator menghasilkan sale pisang yang
lebih disukai oleh panelis, karena semua parameter organoleptik-nya memenuhi
keinginan panelis, yaitu warna yang kecoklatan mengkilat, rasa manis, dan aroma khas
pisang yang tajam.
Kadar air ikan asin dengan penambahan 30% garam adalah 38,43%. Peerlakuan spesifik
dengan melarutkan garam dalam wadah dan membuangnya menghasilkan ikan asin
dengan rasa yang tidak terlalu asin dan disukai oleh panelis.
I. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2004. Teknik Penggaraman dan Pengeringan. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional
Buckle, et al. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Noor, Z. 1997. Perilaku Selulase Buah Pisang dalam Penyimpanan Udara
Termodifikasi. Makalah pada Seminar Nasional Teknologi 2007, Yogyakarta,.
Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit Gramedia.
http://www.shvoong.com
http://jut3x.multiply.com
http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/12477/2/D09nda.pdf .