20
PENGERINGAN BERBAGAI PRODUK PANGAN A. PRINSIP Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan, yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan, yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas. B. TUJUAN 1. Melakukan kombinasi berbagai metode pengawetan dan pengeringan untuk membuat produk pangan kering 2. Melakukan berbagai pengeringan berbagai produk pangan dengan berbagai alat yang sesuai 3. Menilai kualitas produk olahan pangan yang dikeringkan C. TINJAUAN PUSTAKA Bahan pangan yang dihasilkan dari produk-produk pertanian pada umumnya mengandung kadar air. Kadar air tersebut apabila masih tersimpan dan tidak dihilangkan, maka akan dapat mempengaruhi kondisi fisik bahan pangan. Contohnya, akan terjadi pembusukan dan penurunan kualitas akibat masih adanya kadar air yang terkandung dalam bahan tersebut. Pembusukan terjadi akibat dari penyerapan enzim yang terdapat dalam bahan pangan oleh jasad renik yang tumbuh dan berkembang biak dengan bantuan media kadar air dalam bahan pangan tersebut.

Laporan Pengeringan Bahan Pangan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan Pengeringan Bahan Pangan

PENGERINGAN BERBAGAI PRODUK PANGAN

A. PRINSIP

Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan, yang

memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari

permukaan bahan, yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas.

B. TUJUAN

1. Melakukan kombinasi berbagai metode pengawetan dan pengeringan untuk membuat

produk pangan kering

2. Melakukan berbagai pengeringan berbagai produk pangan dengan berbagai alat yang

sesuai

3. Menilai kualitas produk olahan pangan yang dikeringkan

C. TINJAUAN PUSTAKA

Bahan pangan yang dihasilkan dari produk-produk pertanian pada umumnya mengandung

kadar air. Kadar air tersebut apabila masih tersimpan dan tidak dihilangkan, maka akan

dapat mempengaruhi kondisi fisik bahan pangan. Contohnya, akan terjadi pembusukan

dan penurunan kualitas akibat masih adanya kadar air yang terkandung dalam bahan

tersebut. Pembusukan terjadi akibat dari penyerapan enzim yang terdapat dalam bahan

pangan oleh jasad renik yang tumbuh dan berkembang biak dengan bantuan media kadar

air dalam bahan pangan tersebut.

Mikroorganisme membutuhkan air untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya. Jika

kadar air pangan dikurangi, pertumbuhan mikroorganisme akan diperlambat.

Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan adanya suatu proses penghilangan atau

pengurangan kadar air yang terdapat dalam bahan pangan sehingga terhindar dari

pembusukan ataupun penurunan kualitas bahan pangan. Salah satu cara sederhananya

adalah dengan melalui proses pengeringan. Pengeringan merupakan tahap awal dari

adanya pengawetan.

Pengeringan akan menurunkan tingkat aktivitas air (Water Activity) atau Aw yaitu jumlah

air yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan dan

perkembangbiakannya), berat dan volume pangan.

Page 2: Laporan Pengeringan Bahan Pangan

Prinsip utama dari pengeringan adalah penurunan kadar air untuk mencegah aktivitas

mikroorganisme. Pada banyak produk, seperti sayuran, terlebih dahulu dilakukan proses

pengecilan ukuran (misalnya diiris) sebelum dikeringkan. Pengecilan ukuran akan

meningkatkan luas permukaan bahan sehingga akan mempercepat proses pengeluaran air.

Sebelum dikeringkan, bahan pangan sebaiknya diblansir untuk menginaktifkan enzim

yang dapat menyebabkan perubahan warna pangan menjadi coklat.

Pengeringan dengan cara penjemuran dibawah sinar matahari merupakan suatu metode

pengeringan tertua. Proses penguapan air berjalan lambat, sehingga pengeringan dengan

cara penjemuran hanya dilakukan didaerah yang iklimnya panas dan kering. Bahan yang

dijemur mudah terkontaminasi melalui polusi dan binatang seperti tikus dan lalat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan, yaitu:

1. Faktor yang berhubungan dengan udara pengering.

Yang termasuk dalam golongan ini adalah suhu, kecepatan volumetrik aliran udara

pengering, dan kelembaban udara.

2. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan.

Yang termasuk dalam golongan ini adalah ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan

parsial dalam bahan.

Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air menuju udara karena

adanya perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan.

Tujuan pengeringan antara lain agar produk dapat disimpan lebih lama, mempertahankan

daya fisiologi biji-bijian/benih, mendapatkan kualitas yang lebih baik. (Gunarif Taib,

1988)

Proses pengeringan tebagi dalam tiga kategori, yaitu:

1. Pengeringan udara dan pengeringan yang berhubungan langsung di bawah tekanan

atmosfir. Dalam hal ini panas dipindahkan menembus bahan pangan, baik dari udara

maupun permukaan yang dipanaskan. Uap air dipindahkan dengan udara.

2. Pengeringan hampa udara. Keuntungan dalam pengeringan hampa udara didasarkan

pada kenyataan bahwa penguapan air terjadi lebih cepat pada tekanan rendah daripada

Page 3: Laporan Pengeringan Bahan Pangan

tekanan tinggi. Panas yang dipindahkan dalam pengeringan hampa udara pada

umumnya secara konduksi, kadang-kadang secara pemancaran.

3. Pengeringan beku. Pada pengeringan beku, uap air disublimasikan keluar dari bahan

pangan beku. Struktur bahan pangan dipertahankan dengan baik pada kondisi ini.

Suhu dan tekanan yang sesuai harus dipersiapkan dalam alat pengering untuk

menjamin terjadinya proses sublimasi. (Earle, 1969)

Metode Pengeringan:

1. Pengeringan alami.

Pengeringan alami terdiri dari:.

a. Sun Drying

Pengeringan dengan menggunakan sinar matahari sebaiknya dilakukan di tempat

yang udaranya kering dan suhunya lebih dari 100o Fahrenheit. Pengeringan dengan

metode ini memerlukan waktu 3-4 hari. Untuk kualitas yang lebih baik, setelah

pengeringan, panaskan bahan di oven dengan suhu 175 o Fahrenheit selama 10-15

menit untuk menghilangkan telur serangga dan kotoran lainnya

b. Air Drying

Pengeringan dengan udara berbeda dengan pengeringan dengan menggunakan

sinar matahari. Pengeringan ini dilakukan dengan cara menggantung bahan di

tempat udara kering berhembus. Misalnya di beranda atau di daun jendela. Bahan

yang biasa dikeringkan dengan metode ini adalah kacang-kacangan.

Kelebihan Pengeringan Alami adalah tidak memerlukan keahlian dan peralatan khusus, serta

biayanya lebih murah. Kelemahan Pengeringan Alami adalah membutuhkan lahan yang luas,

sangat tergantung pada cuaca, dan sanitasi hygiene sulit dikendalikan.

 

2. Pengeringan Buatan

Pengeringan buatan terdiri dari:

a. Menggunakan alat Dehidrator

Pengeringan makanan memerlukan waktu yang lama. Dengan menggunakan alat

dehydrator, makanan akan kering dalam jangka waktu 6-10 jam. Waktu

pengeringan tergantung dengan jenis bahan yang kita gunakan.

b. Menggunakan oven

Dengan mengatur panas, kelembaban, dan kadar air, oven dapat digunakan

sebagai dehydrator. Waktu yang diperlukan adalah sekitar 5-12 jam. Lebih lama

Page 4: Laporan Pengeringan Bahan Pangan

dari dehydrator biasa. Agar bahan menjadi kering, temperature oven harus di atas

140o derajat Fahrenheit.

Kelebihan Pengeringan Buatan adalah suhu dan kecepatan proses pengeringan dapat diatur

seuai keinginan, tidak terpengaruh cuaca, sanitisi dan higiene dapat dikendalikan. Kelemahan

Pengeringan Buatan adalah memerlukan keterampilan dan peralatan khusus, serta biaya lebih

tinggi dibanding pengeringan alami.

D. ALAT DAN BAHAN

Alat Bahan Oven listrik Tray Dryer Cold Storage Peralatan dapur

Ikan kurisi segar Buah Pisang raja Garam Larutan sulfit

E. PROSEDUR

a. Pengeringan Pisang (Sale Pisang)

1. Pisang dikupas dan bagian luar daging pisang bersihkan dengan cara dikerok

menggunakan sendok

2. Kemudian pisang dipotong memanjang menjadi 2 bagian

3. Pisang dibagi menjadi 4 bagian, kemudian masing-masing bagian ditimbang, catat

masing-masing hasil penimbangan sebagai berat awal bahan

4. Daging buah pisang yang telah dipotong memanjang kemudian disusun dalam

tray dryer

5. Bahan dikeringkan dengan menggunakan 4 metode yang berbeda, yaitu :

a. Pengeringan dengan sinar matahari langsung

b. Kombinasi pengeringan sinar matahari langsung dengan Cabinet Dryer

c. Pengeringan dengan Cabinet Dryer

d. Pengeringan dengan Dehydrator

6. Pengamatan organoleptik dan perhitungan kadar air dilakukan selama proses

pengeringan.

b. Pengeringan Ikan (Ikan Asin)

1. Ikan dibersihkan, insang dan isi perut dibuang. Ikan kemudian ditrimming : yaitu

ikan dibelah memanjang pada bagian punggung, dari kepala sampai ekor.

Page 5: Laporan Pengeringan Bahan Pangan

2. Ikan ditimbang dan hasil penimbangan dicatat sebagai berat awal bahan

3. Ikan kemudian disusun dalam wadah, dan ditaburi garam sebanyak 30% dari berat

total ikan, kemudian dimasukan kedalam cold storage dan disimpan selama 3 hari

4. Ikan dibersihkan, lalu dikeringkan dengan sinar matahari

5. Pengamatan organoleptik dan perhitungan kadar air dilakukan selama proses

pengeringan.

F. DATA HASIL PENGAMATAN

a. Pengeringan Pisang Tanpa Natrium Bisulfit

Perlakuan Berat Awal (g)

Berat Kering (g)

Kadar Air (%)

Pengeringan dengan sinar matahari langsung

690 223 32,32

Kombinasi pengeringan matahari langsung dengan cabinet drier

690 196 28,40

Pengeringan dengan cabinet drier 690 156 22,60Pengeringan dengan dehydrator 610 128 20,98

Hasil Organoleptik

1. Pengeringan dengan sinar matahari langsung

Tekstur semi basah dengan bagian luar sedikit mengkilat akibat proses karamelisasi,

pada beberapa bagian tertentu di bagian luar mengering, kenyal, rasa sangat manis,

aroma khas pisang dan sedikit tercium aroma gula, warna kehitaman dan sedikit

mengerak

2. Pengeringan kombinasi sinar matahari dengan Cabinet Dryer

Tekstur kering, sedikit kenyal, sedikit basah dibagian dalam, rasa manis, aroma khas

pisang tidak terlalu tajam dan tercium aroma gula, warna kecoklatan sedikit

mengkilat.

3. Pengeringan dengan Cabinet Dryer

Tekstur semi basah, tidak terlalu basah dibagian dalam, sangat kenyal, rasa manis,

aroma khas pisang tidak terlalu menyengat, dan tidak tercium aroma gula, warna

kecoklatan agak mengkilat

4. Pengeringan dengan Dehydrator

Tekstur semi basah, warna kecoklatan mengkilat dan merata, rasa sangat manis,

aroma khas pisang menyengat, dan tercium aroma gula

Page 6: Laporan Pengeringan Bahan Pangan

b. Pengeringan Pisang Dengan Natrium BisulfitPerlakuan Berat Awal

(g)Berat Kering

(g)Kadar Air

(%)Pengeringan dengan sinar matahari langsung

870 525 39,66

Kombinasi pengeringan matahari langsung dengan cabinet drier

1000 420 58

Pengeringan dengan cabinet drier 1000 - Missing dataPengeringan dengan dehydrator 506,5 651,9 60,7

Hasil organoleptik

1. Pengeringan dengan sinar matahari langsung

Tekstur lembek,semi basah, manis sedang, kurang kenyal, aroma khas pisang raja

sedikit beraroma gula

2. Pengeringan kombinasi matahari langsung dengan Cabinet Dryer

Tekstur lembek, bau khas hampir hilang, tidak beraroma gula, manis sednag, kurang

kenyal

3. Pengeringan dengan Cabinet Dryer -

4. Pengeringan dengan Dehydrator

Semi basah, kenyal tidak alot, manis sedang,wangi khas pisang raja, bagian bawah

agak kehitaman

c. Pengeringan Ikan (Ikan Asin)

Jenis Ikan Berat basah ikan (g)

Berat setelah direndam (g)

Berat setelah pengeringan (g)

Kadar air (%)

Ikan Kurisi 2.810 2.845 1.080 38,43Hasil organoleptik

Ikan bertekstur keras tapi tidak patah, warna kekuningan, dengan bau garam khas

G. PEMBAHASAN

1. Pengeringan Pisang

Praktikum pengeringan pisang ini dilakukan dengan 2 perlakuan berbeda, yang pertama

buah pisang tidak direndam dengan natrium bisulfit dan yang kedua direndam dengan

larutan natrium bisulfit. 2 perlakuan berbeda ini dilakukan oleh 2 kelompok berbeda dan

jenis buah pisang yang dipergunakan untuk praktikum pengeringan bahan pangan ini

adalah pisang raja.

Page 7: Laporan Pengeringan Bahan Pangan

Produk yang dihasilkan dari pengeringan buah pisang adalah sale pisang, berdasarkan

SNI 01-4319-1996 menyatakan bahwa sale pisang adalah makanan semi basah dibuat dari

buah pisang segar dengan cara pengeringan dan atau peng-asapan dengan atau tanpa

penambahan pengawet.

Gambar 1. Sale Pisang

Proses pengeringan pisang dilakukan dengan menggunakan 4 malat berbeda, yaitu

pengeringan dengan menggunakan sinar matahari langsung, pengeringan kombinasi sinar

matahari dengan cabinet dryer, pengeringan dengan cabinet dryer, dan terakhir

pengeringan dengan menggunakan dehydrator.

a. Pengeringan dengan menggunakan sinar matahari

Pada pisang yang dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari langsung, prosesnya

berjalan hampir 1 minggu, potongan buah pisang disusun diatas tray dan dijemur dibawah

terik matahari.

Berdasarkan hasil penimbangan dan perhitungan, sale pisang tanpa bisulfit memiliki

kandungan air sebesar 32,32%. Sedangkan untuk sale pisang dengan bisulfit memiliki

kandungan air sebesar 39,66%. Bedasarkan hasil penimbangan dan perhitungan tersebut

dapat diketahui bahwa proses pengeringan tidak merata dan menghasilkan sale pisang

dengan kandungan air yang berbeda cukup jauh. Padahal baik sale pisang tanpa bisulfit

maupun dengan bisulfit, dijemur pada tempat yang sama dengan waktu penjemuran yang

hampir berbarengan. Cara pengeringan ini bahan pertanian yang dikeringkan berada pada

kondisi dimana suhu dan aliran udara yang bervariasi sehingga hasil pengeringan menjadi

tidak seragam.

Pengeringan dengan sinar matahari ini mempunyai laju yang lambat dan memerlukan

perhatian lebih. Bahan harus dilindungi dari serangan serangga dan ditutupi pada malam

Page 8: Laporan Pengeringan Bahan Pangan

hari. Selain itu pengeringan matahari sangat rentan terhadap resiko kontaminasi

lingkungan, sehingga pengeringan sebaiknya jauh dari jalan raya atau udara yang kotor

(Toftgruben, 1977)

Produk yang dihasilkan pun tidak terlalu memuaskan. Hal ini dapat diketahui dari sifat

organoleptik sale pisang yang dihasilkan dari kedua perlakuan tersebut. Pada sale pisang

tanpa bisulfit, sale pisang yang dihasilkan memiliki tekstur yang semi basah dengan

bagian luar sedikit mengkilat akibat proses karamelisasi, , kenyal, rasa sangat manis,

aroma khas pisang dan sedikit tercium aroma gula, warna kehitaman dan sedikit

mengerak. Selain itu terjadi pula Case hardening, yang merupakan suatu keadaan

dimana bagian luar (permukaan) bahan sudah kering sedangkan bagian di dalamnya

masih basah yang disebabkan karena suhu pengeringan terlalu tinggi. Case hardening

juga dapat disebabkan karena adanya perubahan kimia tertentu misalnya penggumpalan

protein pada permukaan bahan karena adanya panas atau terbentuknya dekstrin dari pati

yang jika dikeringkan akan menjadi bahan yang massif (keras) pada permukaan bahan.

Warna kehitaman dan mengerak di beberapa bagian merupakan hal yang tidak diinginkan

dan tidak disukai oleh konsumen. Dengan kata lain hal ini merupakan penurunan mutu.

Hal yang hampir sama terjadi pada sale pisang yang direndam terlebih dahulu dengan

bisulfit, yaitu tekstur lembek, semi basah, manis sedang, kurang kenyal, aroma khas

pisang raja sedikit beraroma gula.

Jika dibandingkan dengan SNI 01-4319-1996 tentang sale pisang, maka kadar air pada

sale pisang dari kedua perlakuan dan dikeringkan dengan cara menggunakan sinar

matahari langsung maka hasilnya keduanya memenuhi kritesia, karena berdasarkan SNI

01-4319-1996, kadar air dalam sale pisang yang diperbolehkan adalah maksimal 40%,

dan kadar air pada sale pisang yang tanpa perendaman adalah 32,32% sedangkan kadar

air pada sale pisang dengan perendaman bisulfit adalah 39,66%.

b. Kombinasi Pengeringan Sinar Matahari Langsung dengan Cabinet Dyer

Seperti halnya pada pengeringan dengan menggunakan sinar matahari langsung, bahan

yang dikeringkan juga diberi perlakuan yang sama, yaitu yang pertama tanpa direndam

dengan bisulfit dan yang kedua direndam terlebih dahulu dengan bisulfit.

Proses pengeringan dilakukan bertahap, tahap yang pertama potongan pisang yang

disusun diatas tray dryer dikeringkan menggunakan sinar matahari langsung sampai kira-

Page 9: Laporan Pengeringan Bahan Pangan

kira sale layu dan bagian luar sedikit terkaramelisasi. Pada tahap kedua, potongan sale

pisang yang setengah jadi tersebut kemudian dikeringkan dengan menggunakan Cabinet

Dryer dengan suhu ± 60oC sampai kadar air mencapai ± 30%.

Dari hasil perhitungan, diketahui bahwa kadar air dalam sale pisang tanpa perendaman

bisulfit adalah 28,40%. Sedangkan kadar air untuk sale pisang yang direndam dengan

bisulfit adalah 58%. Dari hasil tersebut, maka sale yang direndam dengan bisulfit tidak

memenuhi persyaratan SNI 01-4319-1996 yang mengharuskan kadar air sale pisang

maksimal 40%.

Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa sifat organoleptik dari sale pisang tanpa

perendaman dengan bisulfit adalah Tekstur kering, sedikit kenyal, sedikit basah dibagian

dalam, rasa manis, aroma khas pisang tidak terlalu tajam dan tercium aroma gula, warna

kecoklatan sedikit mengkilat.

dan sifat organoleptik untuk sale pisang dengan perendaman bisulfit adalah Tekstur

lembek, bau khas hampir hilang, tidak beraroma gula, manis sedang, kurang kenyal. Hasil

ini sedikit mendekati kualitas yang diinginkan oleh konsumen, hanya saja dengan

pengeringan kombinasi ini aroma khas dari pisang tidak terlalu tajam, selain itu tekstur

sale yang tidak terlalu kenyal mengakibatkan sale pisang dari pengeringan kombinasi ini

tidak terlalu disukai panelis.

c. Pengeringan dengan Cabinet Dryer

Pengeringan dengan Cabinet Dryer menggunakan suhu 60oC selama ± 12 jam. Jenis

pengeringan ini tidak disarankan untuk pengeringan pangan karena energi yang

digunakan kurang efisien daripada alat pengering (Dehydrator). Selain itu sulit

mengontrol suhu rendah pada cabinet dryer dan pangan yang dikeringkan lebih rentan

hangus (Hughes dan Willenberg, 1994)

Dari hasil perhitungan, kadar air dalam sale pisang tanpa perendaman bisulfit adalah

22,60%, hal ini membuktikan bahwa sale pisang tanpa perendaman bisulfit memenuhi

standar SNI 01-4319-1996 untuk kadar air maksimal dalam bahan. Sedangkan kadar air

untuk sale pisang yang direndam dengan bisulfit tidak diketahui karena terjadi missing

data yang menyebabkan kadar air dan sifat organoletik pada bahan tidak dapat diketahui.

Page 10: Laporan Pengeringan Bahan Pangan

Dari hasil pengamatan organoleptik bahan, sale pisang tanpa perendaman bisulfit

memiliki Tekstur semi basah, tidak terlalu basah dibagian dalam, sangat kenyal, rasa

manis, aroma khas pisang tidak terlalu menyengat, dan tidak tercium aroma gula, warna

kecoklatan agak mengkilat. Hasil ini disukai oleh panelis, karena mendekati kualitas yang

diinginkan. Hanya saja seperti halnya pada pengeringan kombinasi, proses pengeringan

dengan cabinet dryer ini aroma khas dari pisang tidak terlalu tajam.

d. Pengeringan dengan Dehydrator

Pengeringan dengan Dehydrator menggunakan 60oC selama ± 8 jam. Pada pengeringan

dengan menggunakan Dehydrator ini, kadar air dalam sale pisang tanpa perendaman

bisulfit adalah 20,98% sedangkan kadar air untuk sale pisang yang direndam dengan

bisulfit adalah 60,7%. Dari hasil perhitungan kadar air dalam bahan, diketahui bahwa sale

pisang tanpa perendaman bisulfit memiliki kadar air yang lebih rendah dan memenuhi

standar mutu SNI 01-4319-1996.

Dari hasil pengamatan organoleptik bahan, sale pisang tanpa perendaman bisulfit

memiliki Tekstur semi basah, warna kecoklatan mengkilat dan merata, rasa sangat manis,

aroma khas pisang menyengat, dan tercium aroma gula. Sedangkan pengamatan

organoleptik untuk sale pisang dengan perendaman bisulfit adalah Semi basah, kenyal

tidak alot, manis sedang,wangi khas pisang raja, bagian bawah agak kehitaman. Hasil

pengeringan pisang dengan menggunakan Dehydrator ini sangat disukai oleh panelis,

karena sangat mendekati kualitas yang diinginkan. Yaitu aroma khas pisang yang tidak

hilang, kering yang merata pada bagian luar, dan warna kecoklatan akibat Browning atau

“heat damage” yang disukai konsumen.

2. Pengeringan Ikan

Ikan asin adalah bahan makanan yang terbuat dari daging ikan yang diawetkan dengan

menambahkan banyak garam. Dengan metode pengawetan ini daging ikan yang biasanya

membusuk dalam waktu singkat dapat disimpan di suhu kamar untuk jangka waktu

berbulan-bulan, walaupun biasanya harus ditutup rapat. Menurut SNI 01-2721-1992,

definisi ikan asin kering adalah suatu produk olahan ikan dengan cara penggaraman dan

pengeringan dalam bentuk utuh atau disiangi atau berupa potongan.

Page 11: Laporan Pengeringan Bahan Pangan

Gambar 2. Ikan yang dikeringkan

Ikan yang dipergunakan saat praktikum adalah ikan jenis kurisi yang sebelumnya dibelah

terlebih dahulu, hal ini dilakukan agar garam mudah meresap ke dalam daging. Karena

perbedaan kepekatan dan tekanan osmosis, kristal-kristal garam akan menarik cairan sel

dalam daging ikan keluar dari tubuhnya. Sementara itu partikel garam meresap masuk ke

dalam daging ikan. Proses ini berlangsung hingga tercapai keseimbangan konsentrasi

garam di luar dan di dalam daging. Konsentrasi garam yang tinggi dan menyusutnya

cairan sel akan menghentikan proses autolisis dan menghambat pertumbuhan bakteri

dalam daging ikan.

Setelah penambahan garam, ikan lalu dimasukan kedalam cold storage dengan suhu -

40oC selama 3 hari. Kecepatan penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dipengaruhi oleh

beberapa hal. Di antaranya:

Konsentrasi garam, semakin tinggi konsentrasi garam yang digunakan, semakin cepat

proses masuknya garam ke dalam daging ikan. Akan lebih baik apabila digunakan

garam kristal untuk mengasinkan.

Jenis garam, garam dapur murni (NaCl 95%) lebih mudah diserap dan menghasilkan

ikan asin dengan kualitas yang lebih baik. Garam rakyat mengandung unsur-unsur

lain (Mg, Ca, senyawa sulfat), kotoran, bakteri dan lain-lain yang dapat menghambat

penetrasi garam dan merusak rasa ikan.

Ketebalan daging ikan, semakin tebal daging ikan, proses pengasinan akan

membutuhkan waktu yang semakin lama dan garam yang lebih banyak. Sehingga

ikan-ikan besar biasanya dibelah-belah, dikeping atau diiris tipis sebelum diasinkan.

Page 12: Laporan Pengeringan Bahan Pangan

Kadar lemak dalam daging, kadar lemak yang tinggi (di atas 2%) akan memperlambat

penetrasi garam ke dalam daging ikan.

Kesegaran daging ikan, ikan yang kurang segar memiliki daging yang lebih lunak dan

cairan tubuh yang mudah keluar, sehingga proses pengasinan bisa lebih cepat. Namun

juga garam yang masuk dapat terlalu banyak sehingga ikan menjadi terlalu asin dan

kaku.

Suhu daging ikan, semakin tinggi suhu daging ikan, semakin cepat garam masuk ke

dalam tubuh ikan.

Setelah 3 hari didalam cold storage kemudian ikan di thawing dan dikeringkan dengan

menggunakan sinar matahari. Perlakuan spesifik dilakukan pada bahan sebelum

dikeringkan, yaitu ikan direndam air dan garam yang terdapat dalam wadah menjadi larut,

air rendaman tersebut dibuang kemudian ditambahkan kembali air bersih dan ikan di

thawing dengan cara dimasukan kedalam pendingin sampai tekstur daging ikan tidak

beku.

Perlakuan spesifik ini memberikan hasil yang cukup signifikan pada sifat organoleptik

bahan. Setelah dilakukan penggorengan pada produk hasil pengeringan ikan tersebut, rasa

dari produk menjadi tidak terlalu asin, dan hal ini lebih disukai panelis dibandingkan

dengan ikan yang memiliki rasa yang sangat asin.

Kadar air dalam produk ikan asin ini adalah sebesar 38,43%. Berdasarkan persyaratan

SNI 01-2721-1992 tentang ikan asin kering, kadar air maksimal dalam bahan adalah 40%.

Karena kadar air ikan asin kurisi memiliki kadar air yang lebih rendah dari persyaratan

SNI, maka ikan asin kurisi memenuhi persyaratan tersebut.

H. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa sale pisang dengan perlakuan perendaman

natrium bisulfit menghasilkan sale pisang yang tidak jauh berbeda dengan sale pisang

tanpa perendaman.

Perlakuan pengeringan dengan menggunakan Dehydrator menghasilkan sale pisang yang

lebih disukai oleh panelis, karena semua parameter organoleptik-nya memenuhi

Page 13: Laporan Pengeringan Bahan Pangan

keinginan panelis, yaitu warna yang kecoklatan mengkilat, rasa manis, dan aroma khas

pisang yang tajam.

Kadar air ikan asin dengan penambahan 30% garam adalah 38,43%. Peerlakuan spesifik

dengan melarutkan garam dalam wadah dan membuangnya menghasilkan ikan asin

dengan rasa yang tidak terlalu asin dan disukai oleh panelis.

I. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2004. Teknik Penggaraman dan Pengeringan. Jakarta: Departemen

Pendidikan Nasional

Buckle, et al. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Noor, Z. 1997. Perilaku Selulase Buah Pisang dalam Penyimpanan Udara

Termodifikasi. Makalah pada Seminar Nasional Teknologi 2007, Yogyakarta,.

Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan.

Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit Gramedia.

http://www.shvoong.com

http://jut3x.multiply.com

http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/12477/2/D09nda.pdf .