Upload
tiena-manurun
View
148
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
biokimi
Citation preview
BAB I
SIFAT BAHAN
1.1 n-butanol
Butanol adalah hidrokarbon rantai panjang bersifat non-polar, tidak larut
dalam air, titik nyalanya tinggi, serta mempunyai tekanan uap rendah (0,3 psi).
Keuntungan butanol yaitu angka oktana dan kandungannya tinggi hanya sekitar
10% lebih rendah dari pada bensin, titik nyalanya sebesar 35 °C, sehingga tidak
mudah terbakar tapi menjadi masalah jika digunakan pada suhu udara rendah.
Kelemahan butanol yaitu bersifat toksisitas dan kenyataan pada proses fermentasi
butanol (dapat dibuat dari ganggang, mahkota dewa, buah naga) memancarkan
bau busuk (Hajjah, 2013).
Gambar 1. Struktur Butanol
1.2 Asam Asetat
Asam asetat dalam ilmu kimia disebut juga acetid acid atau acidum
aceticum, akan tetapi di kalangan masyarakat asam asetat biasa disebut cuka atau
asam cuka. Asam cuka merupakan cairan yang rasanya asam
(Keenan, dkk., 1989).
Asam asetat adalah merupakan senyawa kimia asam organik yang dikenal
sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki
rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3COOH.
Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri penting. Dalam
industri makanan asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman
(Keenan, dkk., 1989).
Sifat fisika dari asam asetat adalah berbentuk cairan jernih, tidak
berwarna, berbau menyengat, berasa asam, mempunyai titik beku 16,6 0C, titik
didih 118,1 0C dan larut dalam alkohol, air, dan eter. Asam asetat tidak larut
dalam karbon disulfida. Asam asetat dibuat dengan fermentasi alkohol oleh
bakteri Acetobacter. Pembuatan ini biasa dilakukan dalam pembuatan cuka
makan. Asam asetat mempunyai rumus molekul CH3COOH dan bobot molekul
60,05 (Suharsono, 1970).
Asam asetat mengandung tidak kurang dari 36,0 % b/b dan tidak lebih dari
37,0 % b/b C2H4O2. Asam asetat mudah menguap di udara terbuka, mudah
terbakar, dan dapat menyebabkan korosif pada logam. Asam asetat larut dalam air
dengan suhu 20 0C, etanol pekat, dan gliserol pekat. Asam asetat jika diencerkan
tetap bereaksi asam. Penetapan kadar asam asetat biasanya menggunakan basa
natrium hidroksida, dimana 1 mL natrium hidroksida 1 N setara dengan 60,05 mg
CH3COOH (Keenan, dkk., 1989).
Gambar 2. Struktur Asam Asetat
1.3 Akuades (H2O)
Akuades adalah cairan yang tidak berwarna dan tidak berbau, massa molar
sebesar 18,0153 g/mol, rumus molekulnya adalah H2O, densitas dan fase sebesar
0,998 g/cm3; cairan dan 0,92 g/cm3; padatan. Akuades merupakan pelarut yang
baik yang memiliki pH 7 (netral), aquades bukan merupakan zat pengoksidasi
kuat tetapi lebih bersifat reduktor dan reaksi dari aquades sendiri dapat terjadi jika
direaksikan dengan logam alkali atau alkali tanah (Keenan, dkk., 1989).
Gambar 3. Akuades
1.4 Ninhidrin
Ninhidrin adalah suatu reagen berguna untuk mendeteksi asam amino dan
menetapkan konsentrasinya dalam larutan. Senyawa ini merupakan hidrat dari
triketon siklik, dan bila bereaksi dengan asam amino menghasilkan zat berwarna
ungu. Ninhidrin merupakan suatu oksidator sangat kuat yang dapat menyebabkan
terjadinya dekarboksilasi oksidatif asam α-amino untuk menghasilkan CO2.NH3
dan suatu aldehid dengan satu atom karbon kurang daripada asam amino induknya
(Hart, dkk., 2003). Ninhidrin adalah senyawa organik dengan rumus kimia
C9H6O4. Merupakan padatan kristal berwarna putih yang larut dalam air dan
alkohol. Ninhidrin digunakan sebagai pereaksi untuk uji adanya gugus amino
bebas dan karboksil dalam protein dengan memberikan warna biru
(Daintith, 2008).
Gambar 4. Struktur Ninhidrin
1.5 Glisin
Glisin (Gly, G) atau asam amino etanoat adalah asam amino alami paling
sederhana. Glisin Memiliki rumus kimia C2H5NO2, titik leburnya 290 °C, massa
jenisnya 1,607 g cm-3, titik isoelektrik 10,76; nama sistematiknya adalah
asam 2-aminoetanoat. Asam amino ini bagi manusia bukan merupakan asam
amino esensial karena tubuh manusia dapat mencukupi kebutuhannya. Glisin
merupakan satu-satunya asam amino yang tidak memiliki isomer optik karena
gugus residu yang terikat pada atom karbon alfa adalah atom hidrogen sehingga
terjadi simetri. Jadi, tidak ada L-glisin atau D-glisin (Hart, dkk., 2003).
Gambar 5. Struktur Glisin
1.6 Asam Aspartat
Asam aspartat (atau sering disebut aspartat saja, karena terionisasi di
dalam sel), merupakan satu dari 20 asam amino penyusun protein. Asparagin
merupakan asam amino analognya karena terbentuk melalui aminasi aspartat pada
satu gugus hidroksilnya. Asam aspartat memiliki rumus kimia
C4H7NO4, titik leburnya 270-271 °C, massa jenisnya 1,23 gcm-3 ,
titik isoelektrik 2,77, nama sistematiknya adalah asam 2S-2-
aminobutandioat (Hart, dkk., 2003).
Gambar 6. Struktur Asam Aspartat
1.7 Alanin
Alanin (Ala, A) atau asam 2-aminopropanoat merupakan salah satu asam
amino bukan esensial. Bentuk yang umum di alam adalah L-alanin (S-alanin)
meskipun terdapat pula bentuk D-alanin (R-alanin) pada dinding sel bakteri dan
sejumlah antibiotika. L-alanin merupakan asam amino proteinogenik yang paling
banyak dipakai dalam protein setelah leusin (7,8 % dari struktur primer dari 1.150
contoh protein). Alanin adalah sebuah asam α-amino dengan rumus kimia
CH3CH(NH2)COOH. L-isomer dari alanin merupakan satu dari 22 proteinogenik
asam amino yang membangun protein. Kodenya adalah GCU, GCC, GCA, dan
GCG. L-alanin diklasifikasikan sebagai asam amino nonpolar. Alanin memiliki
rumus kimia C3H7NO2, massa molekul = 89,1 g/mol; titik lebur = 2970C; massa
jenis = 1,401 g/cm3. (Hart, dkk., 2003).
Gambar 7. Struktur Alanin
1.8 Iodine
Iodin adalah padatan berkilauan berwarna hitam kebiru-biruan, menguap
pada suhu kamar menjadi gas ungu biru dengan bau menyengat. Iod membentuk
senyawa dengan banyak unsur, tapi tidak sereaktif halogen lainnya, yang
kemudian menggeser iodida. Iod menunjukkan sifat-sifat menyerupai logam. Iod
mudah larut dalam kloroform, karbon tetraklorida, atau karbon disulfida yang
kemudian membentuk larutan berwarna ungu yang indah. Iod hanya sedikit larut
dalam air. Iodine adalah unsur kimia dengan nomor atom 53 dan massa atom
126,9044. Iodine bukan unsur logam, dalam bentuk padat berwarna abu-abu
kehitaman, sedangkan dalam bentuk gas berwarna ungu. Mempunyai titik lebur
113,5 0C dan titik didih 184,35 0C (Emerald, 2012).
Gambar 8. Iodium
1.9 Buffer
Larutan penyangga, atau buffer adalah larutan yang digunakan untuk
mempertahankan nilai pH tertentu agar tidak banyak berubah selama reaksi kimia
berlangsung. Sifat yang khas dari larutan penyangga ini adalah pH-nya hanya
berubah sedikit dengan pemberian sedikit asam kuat atau basa kuat
(Anonim, 2013).
Buffer fosfat memiliki bentuk berupa cairan, tak berwarna, tidak berbau,
nilai pH 7,4, titik didih 100 0C, merupakan toksisitas akut dimana sifat bahaya
tidak bisa diabaikan, tetapi relatif mustahil terjadi karena rendahnya konsentrasi
dari bahan terlarut dan bahan ini harus ditangani dengan hati-hati lazimnya jika
menangani bahan kimia, adapun penyimpanannya tertutup sangat rapat pada suhu
15 0C - 25 0C (Keenan, dkk., 1989).
Buffer fosfat memiliki bentuk berupa cairan, tak berwarna, tak berbau,
nilai pH 6,8; titik lebur -5 0C; titik didih 109 0C; larut dalam air; penyimpanannya
tertutup sangat rapat adapun suhunya tidak ada batasan (Keenan, dkk., 1989).
Buffer asam asetat adalah senyawa organik dengan rumus kimia
CH3COOH atau C2H4O2. Karena pelepasan proton (H+), asam asetat memiliki
karakter asam. Asam asetat adalah lemah asam monoprotik yang memiliki nilai
pKa 4,75. Meskipun diklasifikasikan sebagai asam lemah, asam asetat pekat
bersifat korosif, dan menyebabkan iritasi pada kulit (Gufiralla, 2013).
Gambar 9. Buffer
1.10 Saliva (Enzim Amilase)
Saliva adalah cairan kental yang diproduksi oleh kelenjar ludah. Kelenjar-
kelenjar ludah tersebut terletak di bawah lidah, daerah otot pipi dan di daerah
dekat langit-langit. Saliva mengandung 99,5 % air dan 0,5 % bermacam-macam
yaitu ada zat-zat seperti kalsium (zat kapur), fosfor, natrium, magnesium dan lain-
lain. Mucyn adalah bahan yang dapat menyebabkan sifat air menjadi kental dan
licin. Sedangkan amylase adalah enzim yang dapat memecah zat tepung menjadi
zat tepung lainnya yang lebih halus dengan tujuan mencernanya, sehingga
nantinya dapat diserap oleh dinding usus halus. Enzim adalah bahan yang dapat
atau memang bertugas untuk mempercepat suatu reaksi bahan seperti halnya
memecah bahan lain, tetapi kandungan dan sifat dari enzim itu sendiri tidak
berubah dari aslinya (Ircham, dkk., 1993).
Enzim amilase berfungsi untuk mengubah karbohidrat menjadi gula
sederhana. Enzim amilase juga berfungsi untuk mengubah tepung menjadi gula.
Secara umum enzim memiliki sifat : bekerja pada substrat tertentu, memerlukan
suhu tertentu, keasaman (pH) tertentu pula (Lorensa, 2012).
1.11 Natrium Klorida
Natrium klorida, juga dikenal dengan garam dapur atau halit adalah
senyawa kimia dengan rumus molekul NaCl. Senyawa ini adalah garam yang
paling mempengaruhi salinitas laut dan cairan ekstraselular pada banyak
organisme multiselular. Sebagai komponen utama pada garam dapur, natrium
klorida sering digunakan sebagai bumbu dan pengawet makanan. Natrium klorida
adalah garam yang berbentuk kristal atau bubuk berwarna putih. Natrium Klorida
dapat larut dalam air. Natrium klorida mempunyai massa molekul 58,44 g/mol;
densitas 2,16 g/cm3; titik lebur 801 0C; titik didih 1465 0C; dan kelarutannya
dalam air 35,9 g/100 mL (25 0C) (Anonim, 2013).
Gambar 11. NaCl
1.12 Larutan Pati
Pati (amilum) sangat banyak dijumpai pada tumbuhan. Amilum adalah
polimer glukosa. Amilum ada dua macam ikatan glikosidik karena amilum
mempunyai dua komponen, yaitu ∝-amilosa dan amilo pektin. Monomer-
monomer glukosa pada ∝-amilosa dihubungkan oleh ikatan 1,4 ∝ glikosidik,
sedangkan pada amilopektin, yang merupakan rantai cabang amilum, ikatannya
adalah 1,6 ∝ glikosidik. Salah satu dari unsure utama pati yang terdiri dari rantai
bercabang dan tersusun atas 24-30 residu glukosa yang disatukan oleh ikatan 1-4
di dalam rantai tersebut serta oleh 1-6 pada titik percabangan. Amilosa adalah
polimer linear dari ∝-D-glukosa, sekitar 50-300 unit-unit glukosa yang
dihubungkan antara satu dengan lainnya. Dalam larutan, rantai amilosa berbentuk
heliks menyerupai kumparan, karena adanya ikatan dengan konfigurasi pada
setiap unit glukosa. Kumparan yang berbentuk tabung ini memungkinkan
terbentuknya senyawa kompleks dengan molekul lain (Daintith, 2008).
Karbohidrat putih, tanpa rasa dan tanpa bau, sangat penting bagi tumbuhan
terdiri atas rantai bercabang molekul-molekul glukosa yang dihasilkan dalam
proses fotosintesis. Adanya amilum ditandai dengan warna biru kehitaman dengan
penambahan iodine (Suharsono, 1970).
Gambar 12. Larutan pati
BAB II
PERHITUNGAN DAN PROSEDUR
2.1 Pembuatan Glisin 0,5 % 200 mL
Dik : Volume = 200 mL
Kadar = 0,5 %
Dit : Massa = ?
Penyelesaian :
% b/V = gram z at terlarutmL larutan
x 100 %
0,5 % = gram zat terlarut200
x 100 %
Gram zat terlarut = 0,5 % x 200100 %
= 100 %100 %
= 1
Padatan glisin ditimbang sebanyak 1 gram menggunakan neraca analitik.
Kemudian dilarutkan dengan akuades sebanyak 200 mL. Diaduk dengan
menggunakan batang pengaduk hingga larut.
2.2 Pembuatan Asam Aspartat 0,5 % 200 mL
Dik : Volume = 200 mL
Kadar = 0,5 %
Dit : Massa = ?
Penyelesaian :
% b/V = gram zat terlarutmL larutan
x 100 %
0,5 % = gram zat terlarut200
x 100 %
Gram zat terlarut = 0,5 % x 200100 %
= 100 %100 %
= 1
Padatan asam aspartat ditimbang sebanyak 1 gram menggunakan neraca
analitik. Kemudian dilarutkan dengan akuades sebanyak 200 mL. Diaduk dengan
menggunakan batang pengaduk hingga larut.
2.3 Pembuatan Alanin 0,5 % 200 mL
Dik : Volume = 200 mL
Kadar = 0,5 %
Dit : Massa = ?
Penyelesaian :
% b/V = gram zat terlarutmL larutan
x 100 %
0,5 % = gram zat terlarut200
x 100 %
Gram zat terlarut = 0,5 % x 200100 %
= 100 %100 %
= 1
Padatan alanin ditimbang sebanyak 1 gram menggunakan neraca analitik.
Kemudian dilarutkan dengan akuades sebanyak 200 mL. Diaduk dengan
menggunakan batang pengaduk hingga larut.
2.4 Pembuatan Ninhidrin 0,5 % 100 mL
Dik : Volume = 100mL
Kadar = 0,5 %
Dit : Massa = ?
Penyelesaian :
% b/V = gram zat terlarutmL larutan
x 100 %
0,5 % = gram zat terlarut100
x 100 %
Gram zat terlarut = 0,5 % x 100100 %
= 0,5
Padatan ninhidrin ditimbang sebanyak 0,5 gram menggunakan neraca
analitik. Kemudian dilarutkan dengan akuades sebanyak 100 mL. Diaduk dengan
menggunakan batang pengaduk hingga larut.
2.5 Pembuatan Amilum 1 % 500 mL
Dik : Volume = 500 mL
Kadar = 1 %
Dit : Massa = ?
Penyelesaian :
% b/V = gram zat terlarutmL larutan
x 100 %
1 % = gram zat terlaru t500
x 100 %
Gram zat terlarut = 1 % x 500
100 % = 5
Padatan amilum ditimbang sebanyak 5 gram menggunakan neraca analitik.
Kemudian dilarutkan dengan aquades sebanyak 500 mL. Diaduk dengan
menggunakan batang pengaduk hingga larut. Dipanaskan di atas hot plate hingga
larutan bening.
2.6 Pembuatan L-leusin 0,01 M 10 mL
Dik : Volume = 10 mL = 0,01 L
Konsentrasi = 0,01 M
Dit : Massa = ?
Penyelesaian :
Mol = M x V
= 0,01 x 0,01
= 0,0001 mol
Massa = mol x Mr
= 0,0001 x 131,18
= 0,0131 gram
Padatan L-leusin ditimbang sebanyak 0,0131 gram menggunakan neraca
analitik. Kemudian dilarutkan dengan akuades sebanyak 10 mL. Diaduk dengan
menggunakan batang pengaduk hingga larut.
2.7 Pembuatan L-Metionin 0,01 M 10 mL
Dik : Volume = 10 mL
Konsentrasi = 0,01 M
Dit : Massa = ?
Penyelesaian :
Mol = M x V
= 0,01 x 0,01
= 0,0001 mol
Massa = mol x Mr
= 0,0001 x 149,21
= 0,0149 gram.
Padatan L-Metionin dimasukkan perlahan-lahan ke dalam gelas kimia
dengan menggunakan sendok tanduk sambil ditimbang menggunakan neraca
analitik sebanyak 0,0149 gram. Setelah itu dilarutkan dalam 1 mL akuades dalam
gelas kimia sambil diaduk dengan menggunakan batang pengaduk. Kemudian
larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan air sampai 10
mL atau batas skala labu ukur. Lalu dihomogenkan. Setelah itu dimasukkan ke
dalam botol reagen.
2.8 Pembuatan L-Fenil Alanin 0,01 M 10 mL
Dik : Volume = 10 mL = 0,01 L
Konsentrasi = 0,01 M
Dit : Massa = ?
Penyelesaian :
Mol = M x V
= 0,01 x 0,01
= 0,0001 mol
Massa = mol x Mr
= 0,0001 x 165,19
= 0,0165 gram.
Padatan L-Fenil alanin dimasukkan perlahan-lahan ke dalam gelas kimia
dengan menggunakan sendok tanduk sambil ditimbang menggunakan neraca
analitik sebanyak 0,0165 gram. Setelah itu dilarutkan dalam 1 mL akuades dalam
gelas kimia sambil diaduk dengan menggunakan batang pengaduk. Kemudian
larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan air sampai 10
mL atau batas skala labu ukur. Lalu dihomogenkan. Setelah itu dimasukkan ke
dalam botol reagen.
2.9 Pembuatan Ninhidrin 2 % 100 mL dalam Aseton
Dik : Volume = 100 mL
Kadar = 2 %
Dit : Massa = ?
Penyelesaian :
% b/V = gram z at terlarutmL larutan
x 100 %
2 % = gram zat terlarut100
x 100 %
Gram zat terlarut = 2 % x 100100 %
= 200 %100 %
= 2
Padatan ninhidrin ditimbang sebanyak 2 gram menggunakan neraca
analitik. Kemudian dilarutkan dengan aseton sebanyak 100 mL. Diaduk dengan
menggunakan batang pengaduk hingga larut.
2.10 Albumin
Dua buah telur ayam dipisahkan antara kuning telur dan ovalbuminnya
atau dikenal dengan putih telur. Putih telur tersebut dimasukkan ke dalam gelas
ukur. Dimasukkan pelarut (akuades) kedalam gelas ukur yang berisi putih telur
hingga volume mencapai 500 mL, sambil di aduk. Larutan albumin yang telah
diaduk, didiamkan. Kemudian, larutan tersebut disaring dengan kertas saring, dan
dimasukkan ke dalam botol reagen.
2.11 Hopkins-Cole
%bV
= (gram ekuivalen zat terlarut
volume larutan) x 100 %
5% = (x gram)(100 mL) x 100 %
x = (100 mL x5 %
100 %)
x = 5 gram
Magnesium ditimbang sebanyak 5 gram dengan neraca. Tetapi sebelum
menimbang magnesium timbanglah terlebih dahulu gelas kimia kosong, lalu
tambahkan sedikit demi sedikit bubuk magnesium hingga 5 gram. Bubuk
magnesium kemudian dihaluskan/ditumbuk. Bubuk magnesium yang telah
dihaluskan kemudian ditambahkan akuades. Aduk hingga larut di lemari asam.
Tambahkan asam oksalat jenuh (asam oksalat yang telah dilarutkan bersama
akuades). Campuran ini diencerkan. Tambahkan CH3COOH hingga benar-benar
asam. Kemudian disaring dengan kertas saring, hasil saringannya kemudian
dimasukkan ke dalam gelas kimia 500 mL dan ditambahkan akuades. Setelah itu
dimasukkan ke dalam botol reagen yang sudah diberi label.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2013a, Larutan Penyangga, (online) (http://id.wikipedia.org/wiki/Larutan_penyangga, diakses tanggal 28 Februari 2013, pukul 18.45 WITA).
Anonim, 2013b, Natrium Klorida, (online) (http://id.wikipedia.org/wiki/Natrium_klorida, diakses tanggal 21 Februari 2013, pukul 16.30 WITA).
Daintith, J., 2008, Kamus Lengkap Kimia, Erlangga, Jakarta.
Emerald, A., 2012, Hidrogen, Klor, Iodin, Nitrogen, Fosfor dan Oksigen, (online) (http://akualmansyur.blogspot.com/2012/07/hidrogen-klor-iodin-nitrogen-fosfor-dan.html, diakses tanggal 20 Februari 2013, pukul 21.00 WITA).
Gufiralla, M. Z., 2013, Larutan Penyangga (Buffer) (online), (http://mzoenagu.blogspot.com/2013/02/ larutan – penyangga - buffer - asam-asetat.html, diakses tanggal 14 Maret 2013 pukul 12.54 WITA).
Hajjah, A., 2013, Alkohol Butanol, (online) (http://azzahajjah.files.wordpress.com/2013/01/butanol1.pptx, diakses tanggal 21 Februari 2013, pukul 16.00 WITA).
Hart, H., Craine, L.E., dan Hart, J.D., 2003, Kimia Organik : Suatu Kuliah Singkat Edisi Kesebelas, diterjemahkan oleh Suminar Setiati Achmadi, Erlangga, Jakarta.
Ircham, M., Ediati, S., dan Sidarto, S., 1993, Penyakit-penyakit Gigi dan Mulut Pencegahan dan Perawatannya, Liberty, Yogyakarta.
Keenan, C.W., Kleinfelter, D.C., dan Wood, J.H., 1989, Ilmu Kimia untuk Universitas: Edisi Keenam, Erlangga, Jakarta.
Lorensa, E., 2012, Makalah Enzim Amilase, (online) (http://blog.ub.ac.id/eka29/2012/04/26/tugas-enzim-amilase/, diakses tanggal 21 Februari 2013, pukul 15.55 WITA).
Suharsono, 1970, Biokimia, Erlangga, Jakarta.
LEMBAR PENGESAHAN
Makassar, 22 Februari 2013
Asisten Praktikan
ARKIEMAH HAMDA MARTINA SANDAPARE