35
BAB IV PELAKSANAAN KEGIATAN 4.1 Aktifitas Praktek Kerja Lapang Tabel 4.1 Aktifitas PKL di peternakan ayam PT. Lawang Unggas Sentosa No Waktu Aktifitas Pembimbing lapangan 1. Minggu ke-1 Tanggal: 23-27 Desember 2013 1. Penyerahan proposal kepada pemilik peternakan PT. Lawang Unggas Sentosa 2. Pengenalan dan pengarahan lapangan/tempat PKL drh. Misrans yah drh. Misrans yah 2. Minggu ke- 2 Tanggal: 3- 11 Januari 2014 1. Aktifitas kandang meliputi : a. Membantu pemberian pakan ayam b. Mengambil telur di dalam kandang. c. Meratakan pakan didalam tempat pakan. d. Mengambil ayam yang telah mati e. Membantu membersihkan vial bekas vaksin f. Memasukkan bangkai ayam kedalam tangki pembuangan 2. Wawancara dan diskusi dengan dokter hewan di drh. Misrans yah drh. Misrans yah 20

laporan pkl.doc

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IV

PELAKSANAAN KEGIATAN

4.1 Aktifitas Praktek Kerja Lapang

Tabel 4.1 Aktifitas PKL di peternakan ayam PT. Lawang Unggas SentosaNoWaktuAktifitasPembimbing lapangan

1.Minggu ke-1Tanggal: 23-27 Desember 20131. Penyerahan proposal kepada pemilik peternakan PT. Lawang Unggas Sentosa2. Pengenalan dan pengarahan lapangan/tempat PKL drh. Misransyah

drh. Misransyah

2.Minggu ke- 2Tanggal: 3-11 Januari 20141. Aktifitas kandang meliputi :

a. Membantu pemberian pakan ayamb. Mengambil telur di dalam kandang.

c. Meratakan pakan didalam tempat pakan.

d. Mengambil ayam yang telah matie. Membantu membersihkan vial bekas vaksinf. Memasukkan bangkai ayam kedalam tangki pembuangan2. Wawancara dan diskusi dengan dokter hewan di peternakandrh. Misransyahdrh. Misransyah

3Minggu ke-3Tanggal: 12-18 Januari 20141. Aktifitas kandang meliputi

a. Membantu pemberian pakan ayamb. Mengambil telur di dalam kandang.

c. Meratakan pakan didalam tempat pakan.

d. Mengambil ayam yang telah matie. Pengamatan dan menandai ayam yang diduga coryzaf. Memasukkan bangkai ayam ke dalam tangki pembuanganMembantu seleksi telur di gudang telurBp. Selamet

4Minggu ke-4Tanggal: 19-25 Januari 20141. Aktifitas kandang meliputi

a. Persiapan pencampuran obat dan pengobatan coryzab. Menghitung jumlah ayam pada flok 32c. Meratakan pakan di dalam tempat pakan.

d. Pengambilan telur didalam kandang.

e. Membantu seleksi ayam pada flok 16 yang akan di afkirf. Vaksiansi ND IB Kandang 17g. Membantu pemberian vaksin coryza pada flok 162. Diskusi dengan dokter hewan di peternakandrh. Misransyah

drh. Misransyah

5Minggu ke-5Tanggal: 26-31 Januari 20141. Aktifitas kandang meliputi

a. Seleksi ayam pada flok 31

b. Nekropsi ayam yang diduga coryza

c. Pelaporan hasil kepada dokter hewan dan identifikasi

d. Membantu pengobatan coryzae. Membantu seleksi ayam pada flok 1-30

2. Diskusi dengan dokter hewan di peternakandrh. Misransyah

drh. Misransyah

6Minggu ke-6Tanggal: 2 Februari 20141. Aktifitas kandang meliputi

a. Melakukan nekropsi pada ayam yang diduga coryzab. Dokumentasi antibiotic untuk coryza pada gudang obat

c. Konsultasi pada dokter hewan tentang pengobatan

d. Pemberian vandel sebagai kenang-kenangan dan mengucapkan terimaksih pada dokter hewan dan pemilik perusahaan PT. Lawang Unggas Sentosadrh. Misransyah

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Keadaan Umum Lokasi Peternakan

Kandang ayam petelur PT. Lawang Unggas Sentosa terletak di Desa Sidodadi, Kecamatan Lawang, Malang. Jawa Timur. Jarak PT. Lawang Unggas Sentosa ini dari jalan raya 6 km, dengan jarak yang relatif dekat ini memudahkan akomodasi dan mempermudah dalam hal transportasi baik itu pakan ayam, obat-obatan dan lain sebagainya.

Untuk lokasi perkandangan pada PT. Lawang Unggas Sentosa ini terdiri dari 34 kandang dengan populasi ayam sekitar 150.000 ekor rata-rata satu flok/kandang terdiri dari 5000 ekor ayam petelur.Suhu rata-rata di peternakan ini adalah 20C-29C. Menurut Sudaryani dan Santoso (2000) bahwa suhu optimum kandang antara 21C-27C. Suhu dan kelembaban yang baik pada kandang ayam dapat mencegah dari berbagai penyakit saluran pernafasan yang nantinya akan menyebabkan infeksi sekunder yang lain.

PT. Lawang Unggas Sentosa memiliki luas sekitar 7 hektar yang terdiri dari 34 bangunan kandang untuk grower dan layer.5.1.1 Tata Laksana Manajemen Kandang

Bangunan kandang pada peternakan ini adalah tipe battery (Lampiran 1), hal ini disesuaikan dengan kondisi iklim tropis di Indonesia dan dapat mengurangi panas di dalam kandang serta memperlancar sirkulasi udara, sehingga ayam akan mendapatkan cukup oksigen untuk metabolisme tubuh dan untuk mencegah dari stress. Hal ini sesuai pernyataan Sudarmono (2003), bahwa sistim kandang battery sangat menunjang peredaran udara segar, semakin banyak bagian kandang yang terbuka akan semakin baik pergantian udara di dalam kandang.

Letak bangunan kandang yang posisinya lebih tinggi dari permukaan tanah, berfungsi untuk menghindari genangan air pada musim hujan, arah bangunan membujur dari timur ke barat dengan tujuan agar ayam tidak terlalu banyak terpapar sinar matahari. Sedangkan atap kandang menggunakan tipe monitor yang terbuat dari asbes. Jenis atap ini dapat mengurangi panas dalam kandang, karena atap ini dapat membantu dan bertindak sebagai ventilasi di dalam kandang, sehingga ayam tidak mudah stress (Sudaryani dan Santosa, 2000).

Kandang battery di PT.Lawang Unggas Sentosa ini terbuat dari kawat dan bertingkat dua (Gambar 2). Susunan kandang battery ini efisien dalam penggunaan tempat, tenaga kerja dan penghematan ruang kandang. Sudarmono (2003) menyatakan penggunaan kandang battery dapat menghindari sifat kanibal, mengurangi penularan penyakit, mempermudah recording, seleksi dan culling. Satu kandang battery berukuran 40 x 40 x 40 cm diisi dua ekor ayam. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sudarmono (2003), bahwa satu ekor ayam yang dipelihara di kandang battery membutuhkan 800 cm yang artinya satu buah battery berukuran 20 x 40 cm.

Kandang mempunyai ukuran panjang yang berbeda, yaitu kandang yang panjang berukuran 110 m dengan tinggi 5 meter dan kandang yang pendek berukuran 70 m dengan tinggi 3,5 m serta mempnyai lebar yang sama yaitu 6 m. Jarak antar kandang pada peternakan ini sama dengan lebar kandangnya yaitu sekitar 6 m. Menurut Sudarmono (2003) jarak antar kandang untuk kelompok umur yang sama diatur dengan jarak minimal 6-7 m, sedangkan untuk kelompok umur ayam yang berbeda diatur dengan jarak lebih lebar yaitu sekitar 10 m. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi penyebaran penyakit pada umur yang berbeda, khususnya pada ayam muda yang antibody tubuhnya belum cukup kuat.

Tempat pakan di PT. Lawang Unggas Sentosa ini terbuat dari paralon berbentuk setengah lingkaran dengan ukuran 5 inchi atau 13,5 cm (Gambar 3), pengisian pakan tidak lebih dari sepertiga dari permukaan tempat pakan ayam, sehingga dapat meminimalisir terbuangnya pakan. Tempat pakan disusun dibawah tempat minum dan posisinya disesuaikan dengan tinggi ayam, yaitu sejajar dengan punggung ayam. Sudarmono (2003) menyatakan bahwa posisi tempat pakan yang sejajar dengan punggung ayam bertujuan untuk mempermudah ayam dalam menjangkaunya.

Tampat minum berbentuk nipple dengan ukuran diameter 0,5 inchi ( Lampiran 4), tatakan nipple ukuran 10 cm x 11 cm. Tempat minum tiap kandang dilengkapi dengan satu tangki primer isi 200 liter dan dua tangki sekunder isi 20 -25 liter. Menurut Martono (2002) wadah minum kandang layer berbentuk nipple yaitu apabila ayam menekan nipple tersebut keatas secara otomatis air akan mengalir kebawah. Keuntungan dari nipple ini adalah jumlah konsumsi air minum bisa diperkirakan, air minum lebih bersih, perawatan lebih mudah karena tidak perlu membersihkan dan kemungkinan tertular penyakit lewat air minum bisa ditekan.

5.2 Penyakit Infeksius Coryza

Penyakit infeksius coryza yang disebabkan oleh Haemophilus paragallinarum yang ditemukan pada peternakan ini cukup banyak seperti pada bulan Desember tepatnya pada saat musim pancaroba hampir setengah dari jumlah ayam di kandang terjangkit penyakit coryza dan ayam yang terserang adalah ayam dengan rata-rata umur 18 minggu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gordon dan Jordan (1982) dan Blackall dkk (1997), bahwa penyebaran penyakit ini hampir ditemukan di seluruh dunia, terutama di daerah yang beriklim tropis. Wabah penyakit sering terjadi pada musim peralihan dari penghujan ke musim kemarau atau sebaliknya. Ayam yang sembuh dari sakit tahan terhadap reinfeksi sekurang-kurangnya untuk satu tahun

Untuk mendiagnosa ayam yang terjangkit coryza pada PT. Lawang Unggas Sentosa adalah dengan mengamati beberapa ciri dan gejala yang tampak secara fisik seperti nafsu makan ayam turun yang disertai dengan penurunan produksi, ayam nampak lemas, mata sayu seperti mengantuk, ayam ambruk, daerah sekitar mata nampak besar khususnya pada daerah sinus infraorbilatis, terdapat leleran di sekitar lubang hidung. Dari hasil pengamatan penyakit snot yang menyerang pada peternakan ini kebanyakan diantaranya adalah peradangan pada pinggir kelopak mata (Gambar 5.1). Gejala klinis dari penyakit ini ditandai dengan keluarnya eksudat dari hidung yang mula-mula berwarna kuning dan encer (sereous), tetapi lama-lama berubah menjadi kental dan bernanah dengan bau yang khas (mucopurulent), bagian paruh di sekitar hidung tampak kotor atau berkerak oleh sisa pakan yang menempel pada eksudat. Sinus infraorbitalis membengkak, yang ditandai dengan pembengkakan sekitar mata dan muka. Kadang-kadang disertai suara ngorok dan ayam penderita sulit bernafas. Penurunan nafsu makan dan diare sering terjadi, sehingga pertumbuhan ayam menjadi terhambat dan kerdil (Hardjoutomo, 1985; Gordon dan Jordan, 1982; Blackall dkk, 1997). Gambar 5.1: ayam yang terserang penyakit infeksius coryza.

Pada PKL ini dilakukan pengamatan perubahan patologi yang terjadi pada ayam dengan cara nekropsi dengan tujuan untuk mengetahui secara pasti perubahan-perubahan yang terjadi pada ayam yang terjangkit coryza. Secara umum ayam yang terjangkit penyakit coryza ditemukan adanya peradangan kataralis akut pada membrane mukosa cavum nasi dan sinus. Sering ditemukan adanya konjungtivitis dan edema subkutan pada daerah fasialis dan pial. Pada penyakit ini, jarang ditemukan peradangan pada paru dan kantung udara, satu atau kedua belah sinus infraorbital akan berisi cairan kental (Gambar 5.2) (Fadilah dan Roni, 2004).

Gambar 5.2 Adanya cairan kental pada daerah sinus infraorbitalis

Gambaran patologi anatomi hasil nekropsi pada ayam yang terjangkit penyakit infeksius coryza biasanya disertai dengan gambaran patologi anatomi dari gejala penyakit lain seperti penyakit Chronic Respiratory Disease (CRD) dan Infectious Laryngotracheitis (ILT) yang ditandai dengan adanya bercak darah pada trachea dan kebengkakan pada ginjal (Gambar 5.3) dan hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan Info Medion (2007), bahwa dimungkinkan ayam yang terjangkit penyakit infeksius coryza terjangkit pula infeksi sekunder yang mengikutinya seperti Mycoplasma (CRD) dan Infectious Laryngotracheitis (ILT) seperti yang ditemukan di lapangan.

Infeksi sekunder tersebut juga terkadang menjadi masalah dalam proses diagnosa penyakit infeksius coryza karena kemiripan dari gejala klinis yang ditimbulkan. Hal ini diperkuat pula oleh pernyataan Poernomo (1975); Gordon dan Jordan (1982), bahwa biasanya penyakit ini merupakan komplikasi dengan penyakit lain, seperti Fowl pox, Mycoplasma (CRD), New castle disease (ND), Infectious bronchitis (IB), Infectious laryngotracheitis (ILT) dan lain-lain (Tabel 5.1).

Gambar 5.3 Adanya kebengkakan pada daerah ginjal.

Ayam-ayam yang menderita Infeksius coryza, bila tidak disertai infeksi lain akan sembuh dalam 14-21 hari. Apabila disertai infeksi sekunder, misalnya Infeksius bronchitis (IB), Infeksius laringotraheitis (ILT), Mycoplasma atau Cronic Respiratory Diseases (CRD), maka perjalanan penyakit dapat beberapa bulan (Gordon dan Jordan, 1982).

Table 5.1 Differential diagnosa penyakit infeksius coryza (Dharma dan putra, 1997)Cronical respiratory disease (CRD)Infeksius laringotraheitis

(ILT)Infeksious bronchitis

(IB)

Penyebab penyakit:

Mycoplasma gallisepticumPenyebab penyakit:

Herpes virus Penyebeb penyakit:

Corona virus

Gejala klinis penting:

Gangguan pernaasan

Hidung berair, lender

Pembengkakan sinus kepalaGejala klinis penting:

Gangguan pernafasan lebih jelas daripada IB

Conjunctivitis

Eksudat mukopurulent dari hidungGejala klinis penting:

Anak ayam: gangguan pernafasan + transudate dari hidung

Ayam dewasa: gangguan pernafasan, produksi turun, mutu telur buruk

Specimen yang harus diambil:

Ayam utuh

Trachea, paru-paru,kantong udara, proventrikulus, hati, limpa, ginjal, otakSpecimen yang harus diambil:

Serum

Ayam utuh

Trachea, paru-paru, laring, ginjal, otakSpecimen yang harus diambil:

Ayam utuh

Trachea, paru-paru, ginjal, otak

Tujuan pemeriksaan:

PA

Kultur dan HPTujuan pemeriksaan:

Serologi

PA

Kultur

HPTujuan pemeriksaan:

PA

Kultur

HP

5.3 Pencegahan penyakit infeksius coryza5.3.1 Biosecurity

Biosecurity adalah semua tindakan yang merupakan pertahanan pertama untuk pengendalian wabah dan dilakukan untuk mencegah semua kemungkinan kontak/penularan dengan peternakan tertular dan penyebaran penyakit (Dwicipto, 2010). Ada beberapa macam pelaksanaan dan tahapan biosecurity yang sudah diterapkan dan dilakukan di PT. Lawang Unggas Sentosa, diantaranya adalah:

1. Kontrol Lalu Lintas

Kontrol terhadap lalu lintas yang telah diberlakukan pada PT. Lawang Unggas Sentosa adalah seperti menyarankan semua personil dan pengunjung untuk melakukan mandi semprot pada ruangan yang telah disediakan (Gambar 5), mengenakan pakaian khusus dan masker yang telah disediakan (Gambar 6) hal ini diberlakukan untuk mencegah penyebaran penyakit yang dimungkinkan berasal dari luar perkandangan kedalam lokasi perkandangan.

Selain itu lalu lintas kendaraan yang memasuki areal peternakan juga dimonitor dengan ketat seperti kendaraan yang memasuki farm harus melewati kolam disinfeksi, pada PT. Lawang Unggas Sentosa ini ada kolam disinfeksi untuk kendaraan masuk menuju halaman farm disertai penyemprot desinfektan dengan sprayer tekanan tinggi yang akan menyemprot seluruh bodi kendaraan (Gambar 7) dan kolam yang harus dilewati oleh kendaraan dari halaman pabrik yang akan menuju ke lokasi perkandangan (Gambar 8).2. Pencatatan Riwayat Flok

Pencatatan riwayat flok pada PT. Lawang Unggas Sentosa ini dilakukan secara rutin setiap harinya yang meliputi pencatatan ayam sehat dan pencatatan ayam yang sakit atau mati dan juga meliputi pengecekan terhadap titer darahnya yang dilakukan dengan mengirim sampel serum (Gambar 9) namun untuk pengambilan dan pengiriman serum ini rata-rata dilakukan setiap selesai vaksin kurang lebih 5-7 hari pasca vaksinasi dan pengiriman di lab yang berada di luar farm, hal ini dilakukan karena belum ada fasilitas yang memadai untuk mengecek titer di dalam farm.

3. Sanitasi

Sanitasi yang dilakukan pada PT. Lawang Unggas Sentosa ini meliputi sanitasi kandang yang dilakukan setiap sore hari pada pukul 16.00 (Gambar 13) dan juga melakukan pembersihan dan penyemprotan kandang yang akan dilakukan sebelum hewan masuk dengan disinfektan, dilakukan penyemprotan ketika hewan masuk dalam lingkungan peternakan beserta sarana pengangkutnya. Selain itu dilakukan juga sanitasi terhadap sarana dan prasarana yang meliputi pencucian eggtray dan kotak tempat mengambil ayam afkiran pada kolam yang airnya telah terlebih dahulu di campur dengan larutan iodin (Gambar 10).4. Kontrol terhadap pakanKontrol pakan yang telah dilakukan pada PT. Lawang Unggas Sentosa meliputi pengawasan terhadap kualitas bahan baku seperti pengecekan kadar air dan mengirimkan sampel bahan baku ke laboratorium yang berada di luar farm untuk selanjutnya di uji proksimat untuk mengetahui kualitas kandungan pakan. Melakukan upaya pencegahan berkembangnya toksin jamur dengan menambahkan toxin binder yang mengandung hydrate sodium calcium aluminosilicate (HSCAS), yang berfungsi untuk menekan atau menghilangkan pengaruh negatif dari racun jamur. Melakukan sanitasi pada truk pengangkut bahan baku pakan pada saat akan memasuki halaman farm. Memperhatikan lama penyimpanan bahan baku atau penyimpanan pakan jadi.5. Kontrol Air MinumKontrol air minum yang dilakukan pada PT. Lawang Unggas Sentosa ini adalah meliputi secara teratur melakukan flushing (penggelontoran) air di instalasi air dalam kandang minimal seminggu sekali. Perlakuan ini dilakukan mengingat seringnya peternak memberikan vitamin, mineral ataupun antibiotik melalui air minum. Selain itu juga pemberian kaporit dan klorin dilakukan secara rutin setiap sebulan sekali hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mematikan bakteri atau mikroorganisme yang mencemari air minum ayam.

6. Kontrol limbah (sisa-sisa) produksi dan ayam mati

Kontrol limbah pada PT. Lawang Unggas Sentosa terbagi menjadi dua yaitu sisa limbah non organik dan organik. Untuk sampah non organik seperti kardus bekas tempat obat ayam dan lain-lain biasanya akan langsung dibakar di tempat pembuangan sampah yang sekaligus di fungsikan sebagai tempat pembakaran yang letaknya berada di halaman luar farm (Gambar 11), untuk bangkai ayam biasanya akan langsung dipisahkan dan dimasukkan dalam tangki besar tempat pembuangan limbah yang berada di dalam farm (Gambar 12). Sedangkan pengambilan limbah kotoran ayam (feses) tersebut dilakukan pembeli yang menggunakan sebagi pupuk. Hal ini dimaksudkan agar kebersihan disekitar kandang tetap terjaga dan tidak menimbulkan bau yang berlebihan.5.3.2 Vaksinasi Coryza Vaksin coryza pada peternakan di PT. Lawang Unggas Sentosa ini dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu pada umur 6 sampai 9 minggu dan dilakukan pengulangan yaitu pada umur 12 sampai dengan 18 minggu yang diberikan secara injeksi yaitu melalui intramuskuler sebanyak 0,5 ml. Jenis vaksin yang digunakan adalah vaksin mati (killed) trivalent serotype A, B dan C. Pada peternakan ini juga dilakukan pemberian vitamin seperti vitamin A, D, E, K sesudah dan sebelum vaksinasi yang bertujuan untuk menjaga daya tahan tubuh ayam selama proses vaksin berlangsung.

Setelah dilakukan pemberian vaksin maka akan dilakukan pengambilan sampel darah untuk dicek titer antibodinya, pengambilan sampel serum ini dilakukan 2 minggu pasca vaksinasi. Apabila hasil pengecekan titer antibodi yang dilakukan masih rendah maka akan dilakukan evaluasi dan melakukan revaksinasi.5.4 Penanganan pada saat terjangkit penyakit infeksius coryza

Penanganan pada saat ayam terserang penyakit infeksius coryza adalah ayam yang mati kemudian sebagian akan dinekropsi untuk melihat perubahan patologi anatomi yang terjadi untuk penegakan diagnosa dan setelah itu akan dimasukkan ke dalam tangki pembuangan bangkai ayam, sedangkan ayam yang terinfeksi dan masih bertahan akan dipisahkan dari ayam yang sehat dengan menempatkannya pada kandang yang terpisah dari ayam lain yang tidak terinfeksi. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk meminimalisir penyebaran penyakit coryza karena penyebaran penyakit dalam kandang sangat cepat, baik secara kontak langsung dengan ayam-ayam sakit, maupun tidak langsung melalui air minum, udara, dan peralatan yang tercemar (Hinz, 1981).Setelah ayam yang terinfeksi coryza dipisahkan dari ayam yang sehat kemudian ayam mulai diberi treatment atau pengobatan berupa antibiotik, dengan pemberian secara injeksi/suntik pada bagian dada atau paha dan juga pemberian melalui air minum. Untuk pemberian obat secara injeksi pada perusahaan ini menggunakan oxytetracycline. Pengulangan pemberian oxytetracyline dilakukan hanya sekali dan selanjutnya di lakukan monitoring sampai ayam sehat kembali. Oxytetracyline adalah antibiotik golongan tetracyline , struktur kimia dari oxytetracyline memiliki gugus R1 H , R2 CH3,- OH , R3 OH,-H (Gunawan dan Sulistia, 2007).Oxytetracyclin adalah kelompok antibiotika yang sering dipakai dalam bidang veteriner. Oxytetracycline merupakan antibiotika berspektrum luas. Oxytetracyclin dapat dipakai dengan berbagai cara yang normal dalam pemberian obat. Absorbsi melalui intestine cepat untuk semua hewan, sedangkan pada unggas absorbsinya terbatas pada usus bagian atas. Tidak dianjurkan pemberian secara parenteral pada mamalia karena menyebabkan rasa nyeri yang sangat (Gunawan dan Sulistia, 2007).Mekanisme kerja obat oxytetracyline menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit terjadi dua proses dalam masuknya antibiotik kedalam ribosom bakteri gram negatif, pertama secara difusi pasif melalui kanal hidrofilik , kedua melalui sistem transpor aktif. Setelah masuk antibiotik berikatan secara reversible dengan ribosom 30S dan mencegah ikatan tRNA-aminoasil pada kompleks mRNA ribosom , hal tersebut mencegah perpanjangan rantai peptida yang sedang tumbuh dan berakibat terhentinya sintesis protein. Efek antimikroba dari golongan tetracyline termasuk antibiotik yang bersifat bacteriostatic hanya mikroba yang cepat membelah yang dapat dipengaruhi obat ini (Gunawan dan Sulistia, 2007).Spektrum golongan tetracyline memperlihatkan spektrum antibakteri yang luas meliputi bakteri gram positif- negatif, aerobik dan anerobik selain itu juga aktif terhadap mycoplasma, ricketsia, clamydia, dan protozoa tertentu (Gunawan dan Sulistia, 2007).Distribusi dalam plasma semua jenis tetracyline terikat oleh protein plasma dalam jumlah bervariasi. Pemberian injeksi 200 mg/ml oxytetracyline dengan dosis 0,25 ml/kg BB Metabolisme obat golongan ini tidak dimetabolisme secara berarti di hati. Eksresi golongan tetracyline dieksresi melalui urine berdasarkan filtrasi glomerulus dan sebagian besar obat yang dieksresikan kedalam lumen usus ini mengalami sirkulasi enterohepatic maka obat ini masih terdapat dalam darah untuk waktu yang lama selama pengobatan dihentikan (Gunawan dan Sulistia, 2007).Pada peternakan ini pengobatan dilakukan hanya sekali sehari menggunakan oxytetracyline karena obat ini bersifat long acting dan masih terdapat dalam darah untuk waktu yang lama selama pengobatan dihentikan. Efek samping penggunaan antibiotika oxytetracyline jika digunakan dalam jangka waktu yang sangat lama adalah mengakibatkan penurunan kadar vitamin B di dalam tubuh dengan cara mengganggu penyerapan vitamin B di usus, gangguan tersebut juga menggangu aktifitas bakteri flora normal yang hidup di dalam usus sehingga menyebabkan gangguan pencernaan seperti diare.

Namun penggunaan obat oxytetracyclin di PT. Lawang Unggas Sentosa sering tidak menimbulkan efek kesembuhan seperti yang diinginkan, hal ini dimungkinkan telah terjadi resistensi dari bakteri patogen terhadap antibiotik jenis ini maka perlu dilakukan pemberian antibiotika jenis yang lain seperti streptomisin sebagai pilihan antibiotik selanjutnya.

Streptomisin termasuk antibiotika yang berspektrum sempit (narrow spectrum), streptomisin sangat efektif digunakan terhadap bakteri gram negatif. Streptomisin mempunyai struktur kimia yang sangat kompleks yang mengandung gugus streptidin, hidroksilasi basa dan streptobiosamin yang termasuk senyawa glikosida disakarida dan stabil pada temperature kamar, PH 6-8 dan tidak rusak oleh penicillinase (Katzung, 1997).Streptomisin tidak diabsorbsi melalui saluran pencernaan, efek samping dicapai dengan pemberian secara parenteral. Bentuk preparat oral streptomisin sering dikombinasikan dengan sulfonamide hanya untuk terapi enteritis. Absorbsi pada pemberian intramuskuler konsentrasi maksimal di dalam darah dicapai dalam waktu 60-90 menit setelah pemberan obat, sedangkan pada pemberian subkutan lebih lama, namun jarang dipakai secara subkutan, demikian pula dengan intravena dengan konsentrasi di dalam darah secara cepat dan tinggi dapat menimbulkan efek nerotoksik dan neurotoksik (Katzung, 1997).Streptomisin bekerja menghambat sintesis protein kuman penyebab penyakit pada ribosom melalui perubahan kode genetik yang yang dibawa oleh t-RNA atas perintah dari m-RNA, shingga akan terbentuk protein baru yang nonfungsional untuk kehidupan bakteri. Dosis efektif streptomycin pada pemakaian intramuskuler untuk ayam 2,5 mg/kg BB (Katzung, 1997).Pemakaian streptomycin yang dilakukan di PT. Lawang Unggas Sentosa sering dikombinasikan dengan pemberian vitamin B complek yang mengandung vitamin B1, vitamin B2, vitamin B6, nicotinamide dan D-panthenol. Penambahan vitamin B complek ini dilakukan untuk memperbaiki nafsu makan.BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN6.1 Kesimpulan

1. Langkah pencegahan penyakit coryza di PT. Lawang Unggas Sentosa ini dilakukan dengan penerapan biosecurity yang meliputi kontrol lalu lintas, pencatatan riwayat flok, sanitasi, kontrol terhadap pakan, kontrol air minum, kontrol limbah sisa dan ayam mati. Selain itu dilakukan pencegahan berupa vaksinasi coryza yang dilakukan secara teratur dengan mengguanakan vaksin killed trivalent serotype A, B dan C.2. Penanganan penyakit coryza pada peternakan di PT. Lawang Unggas Sentosa ini menggunakan dua macam antibiotik yaitu oxytetracyclin dan streptomycin. Selain itu diberi penambahan B complek yang akan dicampur dengan antibiotik streptomycin, diharapkan dengan penambahan B complek maka akan memperbaiki nafsu makan ayam sedangkan penanganan untuk bangkai ayam di PT. Lawang Unggas Sentosa ini mempunyai tangki pembuangan bangkai ayam.

6.2 Saran

1. Recording sebaiknya lebih diperbaiki lagi, karena ditemukan berbagai ketidakcocokan antara data di lapangan dengan data yang masuk.

2. Kebersihan kandangnya supaya lebih diperhatikan lagi karena ditemukan adanya tempat minum ayam yang terdapat sisa pakan di dalamnya, kemudian kandang di bagian belakang kandang sering ditemukan banyak terdapat sarang laba-laba.

3. Pelatihan harus sering diberikan kepada anak kandang dan mandornya terutama dengan hal yang berkaitan tentang pentingnya manajemen ternak, selain itu juga harus sering mengupgrade anak kandang dan mandornya tentang beberapa hal yang berkenaan dengan penanganan ayam petelur masa kini.

4. Semak belukar di sekitar kandang sebaiknya di pangkas pendek, karena semak belukar yang lebat bisa jadi sarang bermacam-macam penyakit seperti tempat persembunyian nyamuk, lalat dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKABadan pusat statistik. 2001. Penduduk Indonesia: Hasil Sensus Penduduk Tahun 2000. Seri L2.2. Badan Pusat Statistik, Jakarta.Blackall, P.J. and G.G. Reid. 1997. Furher characterization of Haemophilus paragallinarum and Haemophilus avium. Vet. Microbiol. 7: 359-367.Blackall, P.J., M. Matsumoto, and R. Yamamoto. 1997. Infectious coryza. In: Diseases of Poultry. 10th. ed. Calnek, B.W. et al. (ed). The Iowa State University Press. Iowa. USA.

Buckle. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan: Purnomo H, Adiono. Jakarta: Universitas Indonesia Press.Cahyono, B.1995. Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging (Broiler). Yogyakarta: Pustaka Nusatama.Charles, R.T. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Kanisus. Yogyakarta.Dharma, D.M.N. dan A.A.G. Putra 1997. Penyidikan Penyakit Hewan. CV Bali Media Adhikarsa Denpasar.Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur. 2012. Populasi ternak kabupaten sumenep 2009-2011.

Dwicipto. 2010.Manajemen Kesehatan dan Kesejahteraan Ternak.Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung.Fadilah, R. 2004. Kunci Sukses Beternak Ayam Broiler di Daerah Tropis. Jakarta: Agromedia PustakaGordon, R.F. and F.T.W. Jordan . 1982. Infectious coryza (Haemophilus gallinarum; H. paragallinarum). London: In: Poultry Disease. 2th. ed. Bailliere Tindal.

Gunawan, S dan Sulistia. 2007. Farmakologi dan terapi edisi 5. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Hadi, I.K. 2001. Biosekuritas Farm Pembibitan Ayam (1). Poultry Indonesia. Desember 260: 88-90.Hardjoutomo, S. 1985. Snot Menular Pada Ayam Petelur. I. Wabah snot menular pada peternakan ayam sambilan di Kabupaten Bogor. Penyakit Hewan. 30: 13-18.Info Medion. 2011. Saat Awal Menjadi Penentu. (online), (http//:www.Info.medion.co.id, diakses tanggal 5 November 2013)

Info Medion. 2007. Cara Jitu Atasi Korisa. (online), (http//:www.Info.medion.co.id, diakses tanggal 2 November 2013)

Katzung Bertram.1997. Farmakologi Dasar dan Klinik.ed .6. Jakarta: EGC.Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 1998. Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI, LIPI, Jakarta.Martono, P. P. 2002. Membuat Kandang Ayam. Penebar Swadaya. Jakarta.

Miao, D., P. Zhang, Y. Gong, T. Yamaguchi, Y. Iritani and P.J. Blackall. 2000. The development and application of blocking ELISA kit for the diagnosis of infectious coryza. Avian Pathol. 29: 219 225.Muharsini, S. 2012. Inovasi Ayam dan Olahan Tingkatkan Kesehatan Lingkungan dan Pendapatan Petani. Agro Inovasi. Jakarta.

Purnomo, H. 1997. Studi Tentang Stabilitas Protein Daging dan Dendeng Selama Penyimpanan. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Malang: Universitas Brawijaya.Poernomo, S. 1975. Haemophilus paragallinarum pada ayam di Indonesia. I. Isolasi Haemophilus paragallinarum dari ayam. Bulletin Lembaga Penelitian Penyakit Hewan. 8-9: 13-23.

Rusianto, N. 2008. Management Beternak ayam Petelur. Surabaya: Privo Sakurazy MedtecindoShane, S.M. 1998. Buku Pedoman Penyakit Unggas. American Soybean Association. Indonesia. 95-97.

Sudaryani, T. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sudaryani, T dan H. Santosa. 2000. Pemeliharaan Ayam Ras Petelur di Kandang Battery. Cetakan ke-8. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sudarmono, A. S. 2003. Pedoman Pemeliharan Ayam Ras Petelur. Kanisius. Yogyakarta.

Suprijatna, E. Umiyati, dan A. Ruhyat. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.

Tati, A dan Supar, 2007. Pengendalin Coryza Infeksius Pada ayam. Balai Besar Penelitian Veteriner. Bogor. 26 agustus 2007-17 desember 2007. hlm. 188-189.

Wingkel, P.T. 1997. Biosecurity in Poultry Production: Where are we and where do we go? Prosiding 11th International Congress of the World Poultry Association.Zhang, P., P.J. Blackall, T. Yamaguchi and Y. Iritani, 1999. A monoclonal antibody blocking ELISA for the detection of serovar-specific antibodies to Haemophilus paragallinarum. Avian Dis. 43: 75 82.Lampiran I. Lay out lokasi peternakan PT Lawang Indah Lestari

Lampiran II. Struktur kepegawaian di PT. Lawang Unggas Sentosa

Sumber: Data PT. Lawang Unggas Sentosa

Lampiran III. Dokumentasi Kegiatan PKL

Gambar 1

Gambar 2

Gambar 3

Gambar 4

Gambar 5

Gambar 6

Gambar 7

Gambar 8

Gambar 9

Gambar 10

Gambar 11

Gambar 12

Gambar 13K20

K12

K19

K15

K18

A17

K11

K14

A16

K13

K1

K9

K2

K6

K3

K4

K10

K7

K5

K8

K27

K32

K34

K26

K31

K33

K30

K29

K28

K25

K24

K23

K22

K21

A

B

C

H

T

C

D

F

E

G

J

I

E

P

M

L

L

U

Keterangan :

A: Pos satpam J : Sanitasi pegawai

B: Mess pegawai K : Kandang

C: Mess karyawan L : Pembuangan bangkai

D: Dapur M : Parkir

E: Sanitasi kendaraan N : Toilet

F: Kantor pegawai

G: Gudang obat

H: Gudang pakan

I: Gudang telur

J: Sanitasi pegawai/karyawan

K : Kandang

L: Sumur pembuangan ayam mati

P: Parkir

T: Toilet

Manajer

Pengawas Kandang

Pengawaas Gudang Telur

Pengawas Gudang Pakan

kesehatan

Pekerja

Pekerja

Satpam

Sopir + Kenek

43