Upload
rachmad-dwi-p
View
309
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
plasma nutfah
Citation preview
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang mendapatkan ranking atau peringkat
2B dalam diversitas tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia
memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang tinggi. Pemanfaatan
keanekaragaman hayati agar dapat berkesinambungan, maka tindakan
eksploitasi sumber daya alam harus disertai dengan tindakan perlindungan
dan pelestarian. Ketersediaan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan
dasar, dan tersedianya cukup ruang untuk hidup pada tingkat kestabilan sosial
tertentu disebut daya dukung lingkungan. Singkatnya, daya dukung
lingkungan ialah kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan
semua makhluk hidup. Dalam UU No 12 tahun 1992, pasal 1 butir 2, plasma
nutfah diartikan sebagai substansi yang terdapat dalam kelompok mahluk
hidup dan merupakan sumber sifat keturunan yang dapat dimanfaatkan.
Menyadari peran penting plasma nutfah yang merupakan kekayaan alam yang
sangat berharga bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peran
penting lainnya yaitu plasma nutfah ini dapat dimanfaatkan dan
dikembangkan untuk menciptakan jenis unggul atau kultivar baru.
Kekayaan sumber daya hayati taanaman obat tradisional dapat
dikembangkan menjadi industri obat tradisional seperti yang telah dilakukan
di beberapa daerah di Indonesia maupun di luar negeri. Pesatnya
perkembangan industri obat tradisional yang masih mengandalkan sumber
pasokan sampai kini sebagian besar sekitar 85% bahan baku berasal dari
hutan atau habitat alami telah berdampak negatif terhadap eksistensi tanaman
obat. Terdapat puluhan jenis tanaman mulai mengalami erosi genetik atau
timbulnya kelangkaan tanaman obat.
Upaya mempertahankan keberadaan plasma nutfah adalah konservasi.
Konservasi tersebut secara garis besar terdiri dari konservasi in-situ dan
konservasi ex-situ. Kesediaan yang lestari dari plasma nutfah secara ex-situ
dilakukan antara lain dengan upaya rejuvenasi atau pembaharuan
viabilitasnya, dan juga dapat dilakukan eksplorasi untuk mencari,
mengumpulkan, dan meneliti jenis plasma nutfah tertentu untuk
mengamankan dari kepunahan.
Tidak cukup dengan kegiatan rejuvenasi dan eksplorasi saja, namun
plasma nutfah yang sudah terkoleksi harus diberdayakan dengan cara
dikarakterisasi (sifat-sifat agronominya) dan dievaluasi (ketahanan cekaman
biotik dan abiotik). Evaluasi bisa dilakukan secara morfologi/fenotipe atau
secara molekular agar supaya dapat dimanfaatkan secara tepat. Selain itu
untuk mempermudah mendapatkan informasi dari koleksi plasma nutfah yang
kita koleksi maka perlu dilakukan dokumentasi yang memadai, sebaiknya
dilakukan secara komputerisasi sehingga membentuk suatu database yang
dapat diakses secara mudah oleh para peneliti atau yang memerlukannya.
Pemanfaatan plasma nutfah tanaman obat yang lebih sederhana adalah
menggunakanya secara langsung untuk industri obat tradisional juga dapat
menghindarkan dari kepunahan asalkan diimbangi dengan upaya pelestarian
dan pengamanan plasma nutfah.
Dari tahun ke tahun terjadi degradasi generasi lahan yang cepat seiring
dengan erosi plasma nutfah. Banyak jenis tumbuhan asli sukar dijumpai
bahkan punah jika dicari ditempat-tempatnya yang asli. Diantara berbagai
plasma nufah yang ada, maka tumbuhan obat merupakan kelompok tumbuhan
yang erosinya tergolong pesat. Mengingat manfaat tumbuhan obat bagi
kebutuhan manusia maka dilakukan usaha pelestariannya. Praktikum Plasma
Nutfah ini dianggap perlu, karena selain mahasiwa akan mempelajari tentang
keanekaragaman sumber hayati tanaman obat, mahasiswa juga dituntut dapat
melestarian tanaman obat secara in-sit dan ex-situ. Praktikum ini bertujuan
untuk menerapkan teori yang didapat saat diruang kuliah dengan praktek di
lapangan sehingga mahasiswa mampu dan ikut serta dalam upaya pelestarian
tanaman obat di Indonesia.
2. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum Plasma Nutfah ini antara lain sebagai berikut :
a. Mahasiswa mengetahaui macam keanekaragaman plasma nutfah di alam
bebas.
b. Mahasiswa mampu mengidentifikasikan jenis-jenis plasma nutfah
c. Mahasiswa mengetahaui dan mampu melestarikan tanaman obat secara in-
situ
d. Mahasiswa terampil dalam membudidayakan tanaman obat untuk
pelestarian ek-situ
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Keanekaragaman Hayati
Sebagai sumber genetik, plasma nutfah merupakan sumber sifat yang
dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk perbaikan genetik tanaman
dalam rangka menciptakan jenis unggul atau kultivar baru untuk memenuhi
kebutuhan umat manusia. Tanpa adanya sumber-sumber gen, maka upaya
memperoleh kultivar-kultivar yang lebih sesuai untuk kebutuhan manusia
tidak akan berhasil. Semakin beragam sumber genetik, semakin besar peluang
untuk merakit varietas unggul baru yang diinginkan (Sumarno, 2007).
Plasma nutfah adalah keanekaragaman genetik yang dimiliki oleh satu
spesies tanaman atau seluruh kisaran keanekaragaman sifat di dalam satu
jenis tana-man budidaya. Kekayaan plasma nutfah adalah banyaknya kultivar,
strain, galur, kerabat liar, land races, mutan yang dimiliki oleh setiap spesies
tanaman. Pengelolaan plasma nutfah tanaman di Indonesia tersebar di
berbagai instansi tanpa ada koordinasi dan kebijakan pengelolaan secara
nasional (Sastrapraja dkk, 1989).
Indonesia sudah sejak lama menggunakan tanaman herbal obat sebagai
obat alternatif, khususnya setelah terjadi krisis ekonomi yang melanda
Indonesia. Tanaman obat dipakai sebagai pengobatan alternatif/pilihan bagi
ekonomi lemah. Tanaman obat ini sedang menjadi isu di negara-negara
berkembang dan bagaimana memberikan perlindungan hukum terhadap
tanaman obat. Maka negara-negara berkembang perlu untuk mempelajarinya
(Junus, 2000).
Plasma nutfah adalah keanekaragaman genetik yang dimiliki oleh satu
spesies tanaman atau seluruh kisaran keanekaragaman sifat di dalam satu
jenis tana-man budidaya. Kekayaan plasma nutfah adalah banyaknya kultivar,
strain, galur, kerabat liar, land races, mutan yang dimiliki oleh setiap spesies
tanaman. Pengelolaan plasma nutfah tanaman di Indonesia tersebar di
berbagai instansi tanpa ada koordinasi dan kebijakan pengelolaan secara
nasional (Sastrapraja dkk, 1989).
Di Amerika Serikat menurut, dari 45 macam obat penting berasal dari
tumbuhan obat tropika, 14 spesies barasal dari Indonesia diantaranya obat anti
kanker vinblastin dan vincristine yang berasal dari tapak dara (Catharanthus
roseus) dan obat hipertensi reserpine yang berasal dari puleai pandak
(Rauvolfia serpentina). Dari penelitian yang telah dilakukan Sirait (2001)
menunjukan bahwa 80% tanaman-tanaman obat untuk jamu didominasi oleh
famili Zingiberaceae menyusul Piperaceae dan Umbeliferae. Ketiga famili
tersebut mempunyai aroma, warna bunga, umbi yang jelas dan mudah
ditanam (Pramono, 2001).
2. Pelestarian In Situ
Teknik konservasi plasma nutfah secara umum terdiri dari konservasi
in-situ dan konservasi ex-situ. Konservasi in-situ bersifat pasif, karena dapat
terlaksana dengan hanya mengamankan tempat tumbuh alamiah sesuatu jenis.
Dengan demikian jenis-jenis tersebut diberi kesempatan berkembang dan
bertahan dalam keadaan lingkungan alam dan habitatnya yang asli, tanpa
campur tangan manusia. Selanjutnya disebutkan bahwa cara kedua dilakukan
dengan lebih aktif, yaitu memindahkan sesuatu jenis ke suatu lingkungan atau
tempat pemeliharaan baru (Pedoman Pengelolaan Plasma Nutfah, 2002).
Keragaman plasma nutfah dapat dipertahankan dalam bentuk kebun
koleksi, penyimpanan benih, kultur jaringan, kultur serbuk sari, atau bagian
tanaman lainnya. konservasi plasma nutfah secara ex-situ merupakan cara
pelestarian yang aman dan efisien dan membuat sumber genetik selalu
tersedia bagi para pemulia dan pengguna lainnya (Ford Llyod et al., 1986).
Hal yang perlu diperhatikan dalam usaha pemanfaatan tumbuhan obat
adalah kelestarian dari jenis tumbuhan tersebut agar tidak punah. Upaya
peningkatan budidaya, selain melestarikan sumber bahan OT (Obat
Tradisional)/OAI (Obat Asli Indonesia), diharapkan dapat mengembangkan
produksi tumbuhan obat dalam negeri, dan selanjutnya dapat diekspor
sehingga memberikan nilai tambah dalam pertumbuhan ekonomi
(Muharso, 2000).
Untuk pelestarian tumbuhan obat, agaknya kecenderungan ini perlu
dikaji manfaatnya. Berbicara mengenai pelestarian keanekaragaman hayati,
usaha ini di negara–negara yang sedang berkembang seperti Indonesia
memang menjumpai banyak tantangan. Tanpa mengkaitkannya dengan
pembangunan nasional secara menyeluruh, pemerintah akan menganggap
usaha pelestarian itu sebagai beban, bukan sebagai peluang
(Sastrapradja, 1989).
Plasma nutfah tanaman ekonomis yang telah dilestarikan di seluruh
dunia berjumlah sekitar 3,9 juta aksesi koleksi. Sekitar 53% dimiliki oleh
negara-negara maju (Amerika, Eropa, dan Rusia), 16% dimiliki oleh lembaga
penelitian pertanian internasional (seperti IRRI, ICRISAT, CIMMYT, CIAT,
CIP), dan hanya 31% dimiliki oleh negara-negara sedang berkembang di
Afrika, Asia, dan Amerika Latin (Fagi dkk, 1996).
Permasalahan pelestarian Tumbuhan Obat Indonesia menurut
disebabkan karena a) Kerusakan habitat, b) Punahnya budaya dan penge-
tahuan tradisional penduduk asli/lokal di dalam atau sekitar hutan, c)
Pemanenan tumbuhan obat yang berle-bihan. Adanya eksploitasi terhadap
kayu yang sekaligus pohon tersebut yang juga merupakan spesies tumbuhan
obat juga merupakan ancaman terhadap kelestarian tumbuhan obatnya
(Zuhud et al.,2001).
3. Pelestarian Ex Situ
C. METODOLOGI PRAKTIKUM
1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
a. Keanekaragaman Sumber Hayati Tanaman Obat
Praktikum Plasma Nutfah tentang Keanekaragaman Sumber Hayati
Tanaman Obat dilaksanakan selama 2 minggu yaitu pada tanggal 11-24
Maret 2013 di Pasar Tradisional daerah Karanganyar yaitu Pasar Jongke.
b. Pelestarian In-situ
Praktikum Plasma Nutfah tentang Pelestarian In-situ dilaksanakan
pada hari Minggu, 7 April 2013 di Toh Kuning Karangpandan dan
Jumantono, Karanganyar.
c. Pelestarian Tanaman Kencur dengan Cara Ex-situ
Praktikum plasma nutfah tentang Pelestarian Tanaman Kencur
dengan Cara Ex-situ dilaksanakan pada hari Jumat, 20 Mei 2011 di Rumah
Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
d. Pelestarian Tanaman Kunyit dengan Cara Ex-situ
Praktikum plasma nutfah tentang Pelestarian Tanaman Kunyit
dengan Cara Ex-situ dilaksanakan pada hari Jumat, 20 Mei 2011 di Rumah
Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
e. Pelestarian Tanaman Jahe dengan Cara Ex-situ
Praktikum plasma nutfah tentang Pelestarian Tanaman Jahe dengan
Cara Ex-situ dilaksanakan pada hari Jumat, 20 Mei 2011 di Rumah Kaca
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
f. Pelestarian Tanaman Temulawak dengan Cara Ex-situ
Praktikum plasma nutfah tentang Pelestarian Tanaman Temulawak
dengan Cara Ex-situ dilaksanakan pada hari Jumat, 20 Mei 2011 di Rumah
Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Alat dan bahan
a. Alat
1) Alat tulis
2) Kamera
3) Pot
4) Sekop
b. Bahan
1) Media tanam, berupa pasir, tanah, dan pupuk kandang
2) Bibit tanaman obat : kencur, kunyit, jahe, temulawak
3. Cara Kerja
a. Keanekaragaman Sumberdaya Hayati
1) Melakukan survey di pasar jenis-jenis simplisia
2) Melakukan inventarisasi jenis-jenis tanaman obat
3) Mencari di lapangan tanaman dari simplisia yang didapat di pasar
4) Menguraikan cara hidup tanaman tersebut
5) Menunjukkan dengan foto tanaman dan simplisia yang disurvey
b. Pelestarian In-situ
1) Melakukan survey di pasar jenis-jenis simplisia
2) Mencari di lapang tanaman dari simplisia yang didapat di pasar
3) Menguraikan cara hidup tanaman tersebut
4) Menunjukkan dengan foto tanaman dan simplisia yang disurvey dan
melampirkannya dalam laporan sementara
c. Pelestarian Tanaman Kencur (Kaempferia galanga)
1) Menyiapkan media tanam yang telah dihomogenkan, yaitu tanah dan
pupuk kandang dengan perbandingan 2:1
2) Menanam bibit yang telah disiapkan dengan kedalaman 3 cm
3) Menyiram bibit dan memelihara tanaman
4) Mengamati pertumbuhan dari tanaman
d. Pelestarian Tanaman Kunyit (Curcuma longa)
1) Menyiapkan media tanam yang telah dihomogenkan, yaitu tanah dan
pupuk kandang dengan perbandingan 2:1
2) Menanam bibit yang telah disiapkan dengan kedalaman 3 cm
3) Menyiram bibit dan memelihara tanaman
4) Mengamati pertumbuhan dari tanaman
e. Pelestarian Tanaman Jahe (Zingiber officinale)
1) Menyiapkan media tanam yang telah dihomogenkan, yaitu tanah dan
pupuk kandang dengan perbandingan 2:1
2) Menanam bibit yang telah disiapkan dengan kedalaman 3 cm
3) Menyiram bibit dan memelihara tanaman
4) Mengamati pertumbuhan dari tanaman
f. Pelestarian Tanaman Temulawak (Curcuma xanthorrhiza)
1) Menyiapkan media tanam yang telah dihomogenkan, yaitu tanah dan
pupuk kandang dengan perbandingan 2:1
2) Menanam bibit yang telah disiapkan dengan kedalaman 3 cm
3) Menyiram bibit dan memelihara tanaman
4) Mengamati pertumbuhan dari tanaman
Gambar 1.1 Tanaman Kunyit
D. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
1. Keanekaragaman Hayati dan Pelestarian In Situ
a. Hasil Pengamatan
1) Tanaman Kunyit (Curcuma longa)
Kegunaan : - Penyedap masakan, bumbu dan pewarna
masakan
- Menyembuhkan Sakit perut, diare, dan perut
kembung
- Mengurangi rasa nyeri dan lelah pada saat haid
- Melancarkan aliran peredaran darah
Harga pasar : - Basah : Rp 4000/kg
- Kering : Rp 40.000/kg
Habitat :
kunyit dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis mulai dari
ketinggian 240 m dpl sampai 2000 m dpl. Habitatnya di daerah dengan
curah hujan 2000-2400 mm per tahun. Jenis tanah yang diinginkan
tanaman kunyit adalah tanah yang ringan dengan bahan organik tinggi.
Kunyit tumbuh di daerah yang memiliki intensitas cahaya penuh atau
daerah yang ternaungi.
Syarat Budidaya :
1. Iklim
a. Tanaman kunyit dapat tumbuh baik pada daerah yang memiliki
intensitas cahaya penuh atau sedang, sehingga tanaman ini sangat
baik hidup pada tempat- tempat terbuka atau sedikit naungan.
b. Pertumbuhan optimum dicapai pada daerah yang memiliki curah
hujan 1500-4000 mm per tahun. Bila ditanam di daerah curah
hujan kurang dari 1000 mm per tahun, maka sistem pengairan
harus diusahakan cukup dan tertata baik. Tanaman ini dapat
dibudidayakan sepanjang tahun. Pertumbuhan yang paling baik
adalah pada penanaman awal musim hujan.
c. Suhu udara yang optimum bagi pertumbuhan dan produksi
tanaman kunyit ini antara 19o- 30oC.
2. Ketinggian tempat
a. Kunyit tumbuh baik di dataran rendah sampai dataran tinggi
(antara 2000 - 2400 m dpl).
b. Untuk mendapatkan produksi rimpang kunyit yang tinggi, maka
sebaiknya ditanam di dataran rendah yang tempatnya terbuka. Di
dataran tinggi yang iklimnya sejuk dan lembab, produksi rimpang
sedikit berkurang dan pertumbuhan tanaman lambat, tetapi kadar
minyat atsirinya tinggi.
3. Media tanam
a. Kunyit tumbuh subur pada tanah liat berpasir (lempung berpasir)
yang gembur, subur, dan berpengairan baik.
b. Untuk memperoleh persyaratan tanah yang subur dan gembur,
maka tanah perlu diolah secara sempurna dan cukup dalam serta
ditambahkan pupuk organik.
Gambar 2.1 Tanaman Mahkota Dewa
Gambar 1.1 Tanaman Sirih
2) Tanaman Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa)
Kegunaan :
Harga pasar :
Habitat :
Syarat Budidaya :
3) Tanaman Sirih (Piper betle)
Kegunaan :
Harga pasar :
Habitat :
Syarat Budidaya :
Gambar 1.1 Tanaman Temu Ireng
Gambar 1.1 Tanaman Temu Ireng
4) Tanaman Temu Ireng (Curcuma aeruginosa)
Kegunaan :
Harga pasar :
Habitat :
Syarat Budidaya :
5) Tanaman Pala (Myristica fragans)
Kegunaan :
Harga pasar :
Habitat :
Syarat Budidaya :
b. Pembahasan
2. Pelestarian Ex Situ
a. Hasil Pengamatan
Tabel 1.1 Pertumbuhan Tanaman Kencur (Kaempferia galanga)
No Minggu ke-Keadaan Tanaman Jumlah
Tunas
Jumlah
DaunHidup Mati
1 I
2 II
3 III
4 IV
5 V
6 VI
7 VII
Sumber : Laporan Sementara
Tabel 1.1 Pertumbuhan Tanaman Kunyit (Curcuma longa)
No Minggu ke-Keadaan Tanaman Jumlah
Tunas
Jumlah
DaunHidup Mati
1 I
2 II
3 III
4 IV
5 V
6 VI
7 VII
Sumber : Laporan Sementara
Tabel 1.1 Pertumbuhan Tanaman Jahe (Zingiber officinale)
No Minggu ke-Keadaan Tanaman Jumlah
Tunas
Jumlah
DaunHidup Mati
1 I
2 II
3 III
4 IV
5 V
6 VI
7 VII
Sumber : Laporan Sementara
Tabel 1.1 Pertumbuhan Tanaman Temulawak (Curcuma xanthorrhiza)
No Minggu ke-Keadaan Tanaman Jumlah
Tunas
Jumlah
DaunHidup Mati
1 I
2 II
3 III
4 IV
5 V
6 VI
7 VII
Sumber : Laporan Sementara
b. Pembahasan
E. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1997. Manfaat Pekarangan Untuk Tanaman Obat Keluarga. Agromedia Pustaka: Jakarta
Anonima. 2008. Khasiat Temulawak. http://id.wikipedia.org (Diakses pada hari Senin tanggal 27 April 2008 pukul 17.10)
Anonimb. 2011. Profil Tanaman Obat di Kabupaten Sumedang. Pemerintah Kabupaten Sumedang. Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Hal. 37.
Arifin, S., M. Ghulamahdi dan L.K. Darusman, 2001. Standardisasi teknologi penyediaan bahan aneka tanaman/tanaman obat. Seminar sehari synchronisasi pengadaan benih sumber Tanaman hias dan Aneka tanaman. Jakarta , 26 Juli 2001. 13 hal.
Arifin, Z. 1985. Pengolahan Hasil Produksi Tanaman Obat Sebagai Bagan Baku Jamu. Gramedia: Jakarta
Atjung. 1981. Tanaman Obat Dan Minuman Segar. CV. Yasaguna: Jakarta
Barnes, J., L.A. Anderson, J.D. Phillipson. 2002. Herbal Medicines. Second Edition. Pharmaceutical Press London. 530p.
Bermawie, N and U. Sutisna. 1999. Conservation and Productivity Improvement of Medicinal Plants in Indonesia. The second Meeting of The Asean Experts Group on Herbal and Medicinal Plants. Cisarua, Bogor, 13-15 July 1999.
Dalimartha S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia 2. Jakarta: Trubus Agriwidya. 214 hlm.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Direktorat jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta
Edi, Santoso. 1990. Bisnis Empon-empon dari Jamu Gendong Sampai Keluar Negeri. Trubus No. 245, April Th. XXII
Ford-Llyod, B. and M. Jackson. 1986. Plant Genetic Resources; an Introduction to their conservation and use. Edward Arnold, London.
Gunawan, D. dan S. Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta.
Hartono, Sugeng. 2001. Tanaman Apotik Hidup. Aneka Ilmu: Semarang
Herawati, Irma. 2000. Kajian Model Tata Ruang Instalasi Tanaman Obat Di Kebun Unit Konservasi Dan Budidaya Biofarmaka Pusat Studi Biofarmaka Institut Pertanian Bogor - Biofarmaka IPB
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III. Terjemahan Badan Litbang Kehutanan. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.
Isnanar, W. 2004. Kumpulan 1001 Ramuan Obat Tradisonal Indonesia. Mitra Binaan: Sidoarjo
Januwati M, Muhammad H. 1992. Cara Budidaya Pegagan (Centella asiatica L.). Warta Tumbuhan Obat Indonesia 1 (2) : 42-44
Junus, E. 2000. HaKI dalam Tanaman Obat. Makalah seminar “Tumbuhan Obat di Indonesia”, Kerjasama Indonesian Resource Centre for Indigenous Knowledge (INRIK), Universitas Pajajaran dan yayasan Ciungwanara dengan Yayasan KEHATI. 26-27 April 2000.
Komisi Nasional Plasma Nutfah. 2002. Pedoman Pengelolaan Plasma Nutfah. Deptan. Badan Litbang Pertanian. 42 halaman.
Lasmadiwati, E., Herminati, M.M., Indriani, Y.H. 2003. Pegagan, meningkatkan daya ingat, membuat awet muda, menurunkan gejala stres, meningkatkan stamina. Penebar Swadaya. Jakarta. 70 hal
Muharso, 2000. Kebijakan Pemanfaatan Tumbuhan Obat Indonesia. Makalah seminar “Tumbuhan Obat di Indonesia”, Kerjasama Indonesian Resource Centre for Indigenous Knowledge (INRIK), Universitas Pajajaran dan yayasan Ciungwanara dengan Yayasan KEHATI. 26-27 April 2000.
Permintaan Jahe Tahun 1998. (1989). Vademekum Bahan Obat Alam. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 411 Hal.
Pramono, E. 2001. Pengembangan Agromedisin Indonesia: Pemanfaatan Sumberdaya Alam Indonesia menjadi Komoditas Farmasi Unggulan.
Rachmawaty R. 2005. Pengaruh Naungan dan Jenis Pegagan (Centella asiatica L. (Urban)) Terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Kandungan Triterpenoidnya Sebagai Bahan Obat. [Skripsi] Departemen Budidaya Pertanian Faperta IPB.
Rukmana, Rahmat. 1994. Temulawak Tanaman Rempah dan Obat. Kanisius: Yogyakarta
Sastrapradja, S. D. 1989. Pengelolaan Sumber Hayati Indonesia. Kasus Khusus Tumbuhan Obat. . Makalah seminar “Tumbuhan Obat di Indonesia”, Kerjasama Indonesian Resource Centre for Indigenous Knowledge (INRIK), Universitas Pajajaran dan yayasan Ciungwanara dengan Yayasan KEHATI. 26-27 April 2000.
Sudiarto, Hobir, M. Rahardjo, Rosita SMD dan H. Nurhayati. 1999. Dukungan Teknologi Budidaya untuk Pengembangan Industri Obat Tradisional.
Makalah disampaikan pada Lokakarya Pengembangan Agribisnis Berbasis Biofarmaka tanggal 13 –15 November 1999 di Jakarta. 21 hal.
Sumarno, 2007. Penggunaan bioteknologi dalam pemanfaatan dan pelestarian plasma nutfah tumbuhan untuk perakitan varietas unggul. Seminar Nasional Pemanfaatan dan Pelestarian Plasma Nutfah. Kerjasama Pusat Penelitian Bioteknologi IPB dan KNPN. Deptan.
Sunaryo., Fagi 1996. Penggunaan bioteknologi dalam pemanfaatan dan pelestarian plasma nutfah tumbuhan untuk perakitan varietas unggul. Seminar Nasional Pemanfaatan dan Pelestarian Plasma Nutfah. Kerjasama Pusat Penelitian Bioteknologi IPB dan KNPN Deptan.
Supriadi dkk., 1997. Tumbuhan obat Indonesia. Penggunaan dan Khasiatnya. Edisi pertama Agustus 2001. PPO: 10.2.4. Pustaka Populer Obor. 145 hal.
Tumbuhan Obat Hutan. Kasus Masyarakat Meru Betiri. Makalah seminar “Tumbuhan Obat di Indonesia”, Kerjasama Indonesian Resource Centre for Indigenous Knowledge (INRIK), Universitas Pajajaran dan yayasan Ciungwanara dengan Yayasan KEHATI. 26-27 April 2000.
Widiyastuti, Yuli. 1997. Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat Komersial. Trubus Agriwidya: Karanganyar
Zuhud, E. A.M, Azis, S., M. Ghulamahdi, N. Andarwulan, L.K. Darusman. 2001. Dukungan teknologi pengembangan obat asli Indonesia dari segi budidaya, pelestarian dan pasca panen. Lokakarya Pengembangan Agribisnis berbasis Biofarmaka. Pemanfaatan dan Pelestarian Sumber Hayati mendukung Agribisnis Tanaman Obat.