Click here to load reader
Upload
ristiyaadiwiratama
View
39
Download
21
Embed Size (px)
DESCRIPTION
LAPORAN PENYIMAPANAN BIBIT BAWANG MERAH
Citation preview
V. PENYIMPANAN BIBIT BAWANG MERAH
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Bawang merah merupakan tanaman semusim dan memiliki umbi
yang berlapis, mempunyai akar serabut, dengan daun berbentuk silinder
berongga. Di Indonesia perbanyakan tanaman bawang merah dengan
menggunakan umbi karena di negara tropis, budidaya bawang merah tidak
menghasilkan biji sedangkan di negara subtropis, perbanyakan tanaman
bawang merah dengan biji. Bawang merah merupakan tanaman semusim
yang berbentuk rumput, berbatang pendek dan berakar serabut.
Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki
banyak manfaat dan bernilai ekonomis tinggi serta mempunyai prospek
pasar yang menarik. Selama ini budidaya bawang merah diusahakan
secara musiman (seasonal), yang pada umumnya dilakukan pada musim
kemarau (April-Oktober), sehingga mengakibatkan produksi dan harganya
berfluktuasi sepanjang tahun. Cara untuk mencegah terjadinya fluktuasi
produksi dan fluktuasi harga yang sering merugikan petani, maka perlu
diupayakan budidaya yang dapat berlangsung sepanjang tahun antara lain
melalui budidaya di luar musim (off season).
Jumlah bawang merah yang dikonsumsi oleh setiap orang relatif
sedikit tetapi diperlukan setiap hari sehingga ketersediaannya harus kontinyu.
Di lain pihak, bawang merah merupakan tanaman musiman yang
ketersediaannya melimpah pada musim panen dan berkurang bila musimnya
telah lewat. Kondisi semacam ini seringkali menyebabkan fluktuasi harga
yang tinggi dan tidak terpenuhinya kebutuhan masyarakat.
2. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum penyimpanan bibit bawang merah yaitu :
a. Melatih agar praktikan memahami bagaimana cara penyimpanan
benih bawang merah dengan lingkungan mikro yang telah
dikondisikan.
42
43
b. Mempertahankan viabilitas benih tetap baik sampai saat sebelum
benih ditanam.
c. Mempertahankan daya simpan.
d. Membandingkan penyimpanan bawang merah antara yang disimpan
di dalam kondisi oksigen yang minimal dengan sistem curah.
B. Tinjauan Pustaka
Umbi bibit yang baik adalah yang tidak mengandung penyakit, tidak
cacat dan tidak terlalu lama disimpan (4 bulan) dalam gudang. Faktor yang
cukup menentukan kualitas umbi bibit bawang merah adalah ukuran umbi.
Diameter umbi bibit yang besar cenderung dapat menyediakan cadangan
makanan yang banyak diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan
selanjutnya di lapangan. Syarat umbi bawang merah yang digunakan sebagai
bibit adalah umbi yang diperoleh dari tanaman yang sehat dan dipanen cukup
tua sekitar umur 70-90 hari, tergantung varietas, tempat penanaman dan
kondisi tanaman itu sendiri (Wibowo 2009).
Bawang merah termasuk golongan benih rekalsitran, yaitu benih yang
sangat peka terhadap pengeringan dan akan mengalami kemunduran pada
kadar air dan suhu yang rendah. Biji pada saat masak fisiologis memiliki
kandungan air yang relatif tinggi. Benih dengan golongan ini memiliki ciri-
ciri antara lain hanya mampu hidup dalam kadar air tinggi (36-90%).
Penurunan kadar air pada benih golongan ini akan berakibat penurunan
viabilitas benih hingga kematian, sehingga benih golongan ini tidak bisa
disimpan dalam kadar air rendah. Benih yang bersifat rekalsitran, akan mati
kalau kadar airnya diturunkan sebelum mencapai kering dan tidak tahan di
tempat yang bersuhu rendah (Sukarman et al. 2006).
Berbeda dengan benih golongan ortodoks, yaitu benih yang pada saat
panen atau telah masak fisiologis memiliki kandungan kadar air yang relatif
rendah. Benih kelompok ortodoks dicirikan oleh sifatnya yang bisa
dikeringkan tanpa menglami kerusakan. Viabilitas benih ortodoks tidak
mengalami penurunan yang berarti dengan penurunan kadar air hingga di
bawah 20%, sehingga benih tipe ini bisa disimpan dalam kadar air yang
44
rendah. Benih ortodok tidak mati walaupun dikeringkan sampai kadar air
yang relatif sangat rendah dengan cara pengeringan cepat dan juga tidak mati
kalau benih itu disimpan dalam keadaan suhu yang relatif rendah
(Razzak 2012).
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan bibit
bawang merah adalah suhu ruangan dan dalam kelembaban ruangan. Suhu
yang baik untuk menyimpan bibit bawang merah adalah 25-300C. Tingkat
kelembaban ruangan 70-80%. Bawang merah yang digunakan untuk bibit
minimal sudah disimpan 2 bulan dengan penyimpanan yang baik
(Musaddad dan Sinaga 2004).
Cara pengeringan yang dilakukan petani bawang merah umumnya
dimulai dengan proses pelayuan selama 2-3 hari. Kemudian dilanjutkan
dengan proses penjemuran di bawah sinar matahari selama 7-10 hari. Cara
pengeringan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah cuaca adalah
pengeringan secara mekanik. Proses pengeringan mekanik dapat digunakan
dengan menggunakan beberapa alat pengering seperti Cabinet Dryer, kipas,
ruang pengering berventilasi tanpa sumber panas buatan dan ruang
berpembangkit Vorteks. Pengeringan berpengaruh terhadap mutu dan daya
simpan umbi bawang merah. Keunggulan pengeringan buatan adalah bahan
yang dikeringkan akan lebih seragam mutunya, prosesnya cepat serta
terhindar dari bahan asing yang tidak diinginkan (Histifarina et al 2008).
Vigor benih dicerminkan oleh dua informasi tentang viabilitas,
masing-masing kekuatan tumbuh dan daya simpan benih. Kedua nilai
fisiologis ini menempatkan benih pada kemungkinan kemampuannya untuk
tumbuh menjadi tanaman normal meskipun keadaan biofisik lapangan
produksi suboptimum atau sesudah benih melampaui suatu periode simpan
yang lama. Kemunduran benih diartikan sebagai turunnya mutu benih, sifat
atau viabilitasnya yang mengakibatkan vigor dan kualitas benih menurun.
Kemunduran tersebut tidak dapat dicegah namun dapat dikurangi laju
kecepatan kemundurannnya selama penyimpanan (Sutopo 2002).
45
Lama penyimpanan bibit bawang merah adalah waktu yang
diperlukan untuk menyimpan benih sampai bibit siap tanam atau masa
dormanse. Bibit bawang merah yang baik adalah pada penyimpanan 4-8
bulan. Dicirikan: bila bibit dibelah sudah tumbuh tunah yang berwarna hijau
yang panjangnya setengah panjang umbi (Surojo 2006).
Penggunaan wadah penyimpanan tertutup yang dapat melindungi
benih dari perubahan kadar air. Kaleng timah, kaleng aluminium, tabung
gelas dan juga kantong polyethylen serta kantong aluminium merupakan
tempat penyimpanan yang aman bagi benih karena sifatnya yang kedap
udara. Penyimpanan benih baik pada kondisi kadar oksigen rendah maka di
perlukan kedap udara (Hartman dan Kester 2001).
C. Metodologi Praktikum
1. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Penyimpanan Bibit Bawang Merah dilaksanakan pada hari
Kamis tanggal 3 Oktober 2013 pukul 15.30 WIB di Laboratorium
Ekologi dan Manajemen Produksi Tanaman Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
2. Alat dan Bahan
a. Alat
1) Kuali (gentong)
2) Lilin
3) Alas lilin
4) Aluminium foil
5) Korek api
b. Bahan
1) Bibit bawang merah (Allium ascalonicum L.)
3. Cara Kerja
a. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan (bibit bawang merah,
gentong, lilin, aluminium foil, korek api, dan alas lilin).
b. Memasukkan bibit bawang merah ke dalam gentong (hampir penuh).
c. Memasukkan lilin ke dalam gentong dan menyalakannya.
46
d. Menutup gentong dengan kertas aluminium foil.
e. Sebagian bibit bawang merah disimpan dengan cara sistem curah
pada ruangan terbuka (suhu kamar).
f. Mengamati perkecambahan bibit dengan uji daya kecambah dan
kecepatan kecambah.
g. Mengamati perubahan persentase rusak dan umur simpan bibit dan
mengamati pertumbuhan bibit dengan cara uji daya kecambah dan
kecepatan kecambah.
h. Membandingkan antara yang disimpan pada gentong (suhu dan
Kelembapan terkendali) dengan yang disimpan pada sistem curah.
D. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil Pengamatan
Tabel 5.1 Hasil Pengamatan Penyimpanan Bibit Bawang Merah (Allium cepa) dalam Gentong
Penyimpanan Berat (gr) KK (%) DK (%) Kondisi Benih
Awal 43,18 20 20 Baik, tidak ada yang busuk atau berjamur
1 Bulan 38,38 100 100 Baik, tidak ada yang busuk atau berjamur
2 Bulan 36,70 100 100 Baik, tidak ada yang busuk atau berjamur
Sumber : Hasil Pengamatan
Tabel 5.2 Hasil Pengamatan Penyimpanan Bibit Bawang Merah (Allium cepa) dalam Besek
Penyimpanan Berat (gr) KK (%) DK (%) Kondisi BenihAwal 38,25 - - -
1 Bulan 34,62 80 100 Baik, tidak ada yang busuk atau berjamur
2 Bulan 32,75 80 100 Baik, tidak ada yang busuk atau berjamur
Sumber : Hasil Pengamatan
2. Analisis Data
Analisis data yang dilakukan pada acara II Uji Daya Kecambah
Benih yaitu Daya Kecambah (DK) dan Kecepatan Kecambah (KK) :
DK = Jumlahbenihyangberkecambah
Jumlahkeseluruhanbenihyangdikecambahkan×100 %
47
KK =Jumlah benih yangberkecambah
Jumlah keseluruhan benih yang dikecambahkan×100 %
a. Penyimpanan Bibit Bawang Merah (Allium cepa) dalam Gentong
KK Awal = 15
×100 % = 20%
KK 1 Bulan = 55
×100 % = 100%
KK 2 Bulan = 55
×100 % = 100%
DK Awal = 15
×100 % = 20%
DK 1 Bulan = 55
×100 % = 100%
DK 2 Bulan = 55
×100 % = 100%
b. Penyimpanan Bibit Bawang Merah (Allium cepa) dalam Besek/Curah
KK 1 Bulan = 45
×100 % = 80%
KK 2 Bulan = 45
×100 % = 80%
DK 1 Bulan = 55
×100 % = 100%
DK 2 Bulan = 55
×100 % = 100%
Gambar 5.2 Kecambah Bawang Merah Kondisi Curah 1 Bulan
Penyimpanan
Gambar 5.3 Kecambah Bawang Merah Kondisi Curah 2 Bulan
Penyimpanan
Gambar 5.4 Kecambah Bawang
Merah Kondisi Gentong Awal Pengamatan
Gambar 5.5 Kecambah Bawang
Merah Kondisi Gentong 1 Bulan
Penyimpanan
Gambar 5.5 Kecambah Bawang
Merah Kondisi Gentong 2 Bulan
Penyimpanan
48
3. Pembahasan
Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan budidaya
berbagai tanaman pertanian. Sebagai bahan perbanyakan tanaman, benih
harus memiliki mutu yang tinggi baik genetik, fisik maupun fisiologis
agar dapat menghasilkan tanaman yang tumbuh vigor dan berproduksi
tinggi. Benih yang bermutu tinggi akan mengalami kemunduran pada
saat penyimpanan (Sutopo 2002).
Benih tanaman pertanian dapat dikelompokkan atas tiga
kelompok benih, yaitu benih ortodok, rekalsitran dan intermediate.
Penge-lompokan tersebut didasarkan atas kepekaannya terhadap
pengeringan dan suhu. Benih ortodok tahan terhadap pengeringan,
membutuhkan kadar air dan suhu rendah untuk mempertahankan
hidupnya. Sebaliknya, benih rekalsitran sangat peka terhadap
pengeringan, mengalami kemunduran pada kadar air dan suhu yang
rendah. Sementara benih intermediate berada di antara kedua sifat
ortodok dan rekalsitran (Hasanah 2002).
Penyimpanan merupakan cara mempertahankan mutu produk
yang masih hidup dan memperpanjang daya guna bawang merah (Allium
ascallonicum). Penurunan mutu bawang merah (Allium ascallonicum)
selama penyimpanan secara garis besar diakibatkan oleh kerusakan
mekanis, fisiologis dan mikro organisme yang dicirikan dengan
penurunan kadar air, tumbuhnya tunas, pelukaan umbi dan tumbuhnya
akar. Cara penyimpanan umbi bibit yang baik adalah menyimpannya
dalam bentuk ikatan di atas para-para dapur atau disimpan di gudang
khusus dengan pengasapan. Ketersediaan gudang yang luas mutlak
dibutuhkan untuk menyimpan benih bawang merah (Allium
ascallonicum). Hal ini disebabkan karena bawang merah (Allium
ascallonicum) untuk persiapan benih harus dengan dompolan (ikatan)
dan tidak dapat ditumpuk dengan ikatan umbi lainnya, karena perlu
diletakkan diatas para-para. Sehingga, dengan demikian kualitas bawang
merah (Allium ascallonicum) benar-benar terjaga secara fisiologis
49
sehingga saat akan ditanam kondisi umbi bawang sudah siap
(Tuban 2013). Pada praktikum ini, cara penyimpanan di gudang tersebut
diganti dengan penyimpanan bawang merah (Allium ascallonicum) di
dalam gentong dan untuk pengasapannya digantikan dengan cara
pemberian lilin di dalam gentong yang dinyalakan. Tujuan dari
pemberian lilin atau pengasapan adalah untuk pengawetan yang cukup
baik.
Pada praktikum ini, penyimpanan bawang merah (Allium
ascallonicum) disimpan dalam 2 kondisi yang berbeda yaitu dalam
gentong dan dalam besek. Bawang merah (Allium ascallonicum)
disimpan dalam 2 bulan. Khusus untuk yang disimpan dalam gentong,
sebelum disimpan, bawang merah (Allium ascallonicum)
dikecambahkan. Setelah dilakukan penyimpanan, bawang merah (Allium
ascallonicum) yang disimpang dalam kedua kondisi tersebut
dikecambahkan. Pada penyimpanan bawang merah (Allium
ascallonicum) sebelum dan sesudah penyimpanan, bawang merah
(Allium ascallonicum) di ukur beratnya. Kemudian pada penyimpanan
gentong, awal penanaman sebelum disimpan, bibit bawang merah
(Allium ascallonicum) ditanam di nampan yang telah diberi tanah dan
diletakkan di dalam ruangan. Pada penanaman setelah penyimpanan
selama 1 dan 2 bulan di dalam besek maupun gentong, bibit bawang
merah (Allium ascallonicum) ditanam di polybag yang telah diberi tanah
dan diletakkan di luar ruangan. Sebelum ditanam, untuk memacu
pertumbuhan, bibit bawang merah (Allium ascallonicum) dipotong
ujungnya. Kemudian diamati kecepatan kecambahnya pada hari ke-4 dan
daya kecambahnya pada hari ke-7. Pada hari ke-7 ini, bawang merah
(Allium ascallonicum) dicabut untuk dilihat kondisinya.
Pada penyimpanan bibit bawang merah (Allium ascallonicum) di
dalam gentong, pada awal sebelum disimpan sampai dengan setelah
penyimpanan 1 bulan dan 2 bulan yaitu didapatkan beratnya sebesar
43,18 gram, 38,38 gram dan 36,70 gram. Pada penyimpanan bibit
50
bawang merah (Allium ascallonicum) di dalam besek, pada awal sebelum
disimpan sampai dengan setelah penyimpanan 1 bulan dan 2 bulan yaitu
didapatkan beratnya sebesar 38,25 gram, 34,62 gram dan 32,75 gram.
Berdasarkan data diatas terlihat bahwa, penyusutan yang lebih besar pada
saat pengukuran berat pada bulan ke-1 bila dibandingkan sebelum
dengan yang disimpan, kemudian pada bulan ke-2, penyusutan hanya
terjadi dari setengah penyusutan sebelumnnya. Hal tersebut menunjukkan
bahwa lama penyimpanan dapat mempengaruhi berat bawang merah
(Allium ascallonicum) menjadi semakin menurun atau beratnya semakin
menyusut.
Data hasil pengamatan pada pengujian diawal masa penen dengan
perlakuan simpan dalam gentong didapati berat benih 43,18 gram, pada
bulan pertama turun menjadi 38,38 gram dan di bulan terakhir
pengamatan turun mejadi 36,70 gram. Daya kecambah bibit bawang
merah yang diamati mula-mula 20%, pada pengamatan bulan pertama
dan kedua naik hingga mencapai 100%. Pada perlakuan penyimpanan
besek berat awal benih 38,25 gram, dibulan pertama turun menjadi 34,62
gram dan diakhir pengamatan pada bulan kedua turun lagi menjadi 32,75
gram. Daya kecambah yang diperoleh pada bulan pertama dan kedua
mencapai 100%, artinya semua bibit dapat tumbuh.
Daya kecambah benih pada penyimpanan hingga dua bulan lebih
baik apabila dibandingkan dengan saat setelah penen, karena benih
bawang merah mengalami masa dorman setelah proses pemananenan
selama 4-8 bulan, sehingga pengujian pada saat benih selesai di panen
akan menghasilkan data viabilitas yang tidak sesuai karena benih pada
saat itu masih berada pada masa dormansinya, hal ini sesuai dengan
pengamatan yang telah dilangsungkan dimana benih mencapai viabilitas
100% pada penyimpanan yang lebih lama.
51
E. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil pengamatan
dan pembahasan acara Penyimpanan Bibit Bawang Merah ini adalah:
a. Penyimpanan bibit bawang merah yang baik adalah pada saat kadar
air benih berkisar 80%, suhu simpan antara 25-300C, kelembaban
berkisar 60-80%, ruang simpan harus steril dan dapat mencegah
pengaruh lingkungan yang dapat merusak bibit.
b. Cara penyimpanan umbi bibit yang baik adalah menyimpannya
dalam bentuk ikatan di atas para-para dapur atau disimpan di gudang
khusus dengan pengasapan.
c. Pada praktikum ini, cara penyimpanan di gudang diganti dengan
penyimpanan di dalam.
d. Tujuan dari pemberian lilin atau pengasapan adalah untuk
pengawetan yang cukup baik.
e. Lama penyimpanan dapat mempengaruhi berat bawang merah
(Allium ascallonicum) menjadi semakin menurun atau beratnya
semakin menyusut.
f. Semakin lama penyimpanan maka berat bibit akan berkurang
menandakan terjadinya penurunan kadar air pada bibit.
g. Pada praktikum penyimpanan yang paling baik adalah pada gentong
hampa oksigen dengan KK dan DK bulan pertama dan kedua
mencapai 100%. Lama penyimpanan yang paling baik untuk
meningkatkan viabilitas benih yaitu selama 2 bulan.
2. Saran
Praktikum acara Penyimpanan Bibit Bawang Merah ini telah
berlangsung dengan baik dan tertib, untuk praktikum-praktikum kedepan
diharapkan berjalan sebaik ini atau lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Hartman, K.T. and D. E. Kester 2001. Plant Propagation-Principles and Practices 3rd ed. Prentice Hall, Inc. New Jersey : Englewood Cliffs.
Hasanah M 2002. Peranan Mutu Fisiologik Benih dan Pengembangan Industri Benih Tanaman Industri. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 22 (1): 84-90.
Histifarina, D. dan D. Musaddad 2008. Pengaruh Cara Pelayuan Daun, Pengeringan dan Pemangkasan Daun Terhadap Mutu dan Daya Simpan Bawang Merah. J.Hort 8(1): 1036-1047.
Musaddad, D. dan R.M Sinaga. 2004. Pengaruh Suhu Penyimpanan terhadap Mutu Bawang Merah (Allium ascalonicum L.). Bul. Penel.Hort. Vol. 26. No. 2.
Razzak 2012. Pengertian Jenis Benih Ortodoks dan Rekalsitran dan Cara Penyimpanannya. http://razzakoke.blog.com. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2013.
Sukarman, D. Rusmin, dan M. Hasanah 2006. Pengaruh Penderaan dan Perkecambahan terhadap Viabilitas Benih Jambu Mete. J. Penenilian Tanaman Industri 1(6):284-290.
Surojo G 2006. Penggunaan Benih dan Pemeliharaan Bawang Merah. Nganjuk : Dipertabun.
Sutopo L 2002. Teknologi Benih. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Tuban 2013. Kunci Keberhasilan Usaha Bawang Merah. http://bbppketindan.info. Diakses pada 8 Desesember 2013.
Wibowo, S 2009. Budidaya Bawang Bawang Putih, Bawang Putih, Bawang Bombay. Penebar Swadaya. Jakarta.