Upload
reza-rusandi
View
323
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Penyakit hipertensi atau yang secara umum dikenal dengan penyakit darah
tinggi adalah suatu penyakit yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah
yang menetap di atas batas normal, disepakati batas diastolik adalah 90 mmHg atau
sistolik 140 mmHg (Price & Wilson, 2006). Hipertensi dikenal juga sebagai silent
disease karena gejala yang hampir tidak terdeteksi atau dirasakan penderitanya
sendiri. Penelitian selama 75 tahun belakangan masih belum memberikan
penjelasan yang akurat mengenai etiologi dan patogenesis penyakitnya, sehingga
selama ini yang dikaitkan dengan penyebabnya adalah beberapa faktor resiko yang
memicu terjadinya hipertensi (Price & Wilson, 2006; Gray et al., 2003).
Tekanan darah yang tinggi merupakan hasil curah jantung dan resistensi
vaskular, sehingga tekanan darah akan meningkat jika curah jantung meningkat,
resistensi vascular bertambah, atau keduanya. Namun hipertensi sebagai kondisi
klinis hanya akan diketahui beberapa tahun setelah mekanisme yang berkaitan terus
berlanjut. Hal ini mengakibatkan beberapa mekanisme fisiologis kompensasi telah
dimulai. Beberapa kompensasi tubuh yang dilakukan guna mempertahankan
homeostasis, fisilogis dan metabolisme tubuh lambat laun akan mengakibatkan
dampak negatif tersendiri. Sebagai contoh tekanan darah yang tinggi
mengakibatkan kerja ginjal menjadi terpacu, sehingga pada titik tertentu kerja
ginjal malah akan menurun dan menganggu normalitas lain dari fisiologis tubuh.
Kerja jantung yang lebih berat pada penyakit hipertensi juga mengakibatkan
kelainan tersendiri pada anatomi jantung yang berdampak pada penurunan daya
kerja jantung tersebut. Pada titik tertentu akan mengakibatkan gangguan lain pada
organ tubuh lain atau yang disebut dengan komplikasi.
Hipertensi sebagai suatu penyakit jangka panjang dan bersifat komplikatif
hendaknya senantiasa terkontrol guna menghindari terjadinya komplikasi pada
penderita. Beberapa kiat dilakukan dalam pengontrolan penyakit hipertensi, seperti
menghindari faktor-faktor resiko dan pemicu hipertensi dan tingkat keparahannya,
1
rajin berolahraga, dan yang terpenting adalah rajin mengontrol tekanan darah serta
berkonsultasi dengan dokter.
Dokter sebagai tenaga medis berperan sebagai pemberi pelayanan
kesehatan, baik berupa tindakan pemeriksaan, pengobatan, maupun tindakan
memberikan saran kepada pasien. Dalam Sistem Kesehatan Nasional diharapkan
seorang dokter umum dapat memberikan firstline terapi bagi pasien sebagai
penanganan dini, dan pencegahan komplikasi, dalam hal ini komplikasi penyakit
hipertensi.
I.2. Dasar Teori
I.2.1. Dokter Keluarga
Dokter keluarga adalah dokter yang menyelenggarakan upaya pemeliharaan
kesehatan dasar paripurna dengan menggunakan pendekatan menyeluruh untuk
memecahkan masalah yang dihadapi oleh individu dalam keluarga dan oleh setiap
anggota keluarga dalam kelompok masyarakat yang memilihnya sebagai mitra
utama pemeliharaan kesehatan (Depkes RI cit Sunarto, 2007). Dokter keluarga
adalah dokter yang dapat memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi
komunitas dengan titik berat kepada keluarga, ia tidak hanya memandang penderita
sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak hanya
menanti secara pasif tetapi bila perlu aktif mengunjungi penderita atau
keluarganya. Pembahasan mengenai dokter keluarga adalah hal yang mencakup
seluruh spektrum ilmu kedokteran tingkat yang orientasinya adalah untuk
memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang berkesinambungan dan
menyeluruh kepada satu (Wahyuni, 2003).
Pelayanan dokter keluarga merupakan salah satu upaya penyelenggaraan
kesehatan perorangan di tingkat primer untuk memenuhi ketersediaan,
ketercapaian, keterjangkauan, kesinambungan dan mutu pelayanan kesehatan bagi
masyarakat. Diharapkan akan mampu mengatasi permasalahan kesehatan yang
hingga sekarang belum terselesaikan karena belum jelasnya bentuk sub sistem
pelayanan kesehatan dan terkait dengan sub sistem pembiayaan kesehatan kesatuan
2
individu, keluarga dan masyarakat dengan memperhatikan faktor-faktor
lingkungan, ekonomi dan sosial budaya (Asmah et al, 2008).
Tugas dokter keluarga :
1. Menyelenggarakan pelayanan primer secara paripurna, menyeluruh,
dan bermutu guna penapisan untuk pelayanan spesialistik yang
diperlukan.
2. Mendiagnosis secara cepat dan memberikan terapi secara cepat dan
tepat.
3. Memberikan pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien pada
saat sehat dan sakit.
4. Memberikan pelayanan kedokteran kepada individu dan keluarganya.
5. Membina keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya
peningkatan taraf kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan
rehabilitasi.
6. Menangani penyakit akut dan kronik.
7. Melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke
rumah sakit.
8. Tetap bertanggung jawab atas pasien yang dirujukan ke dokter
spesialis atau dirawat di rumah sakit.
9. Memantau pasien yang telah dirujuk atau di konsultasikan.
10. Bertindak sebagai mitra, penasihat dan konsultan bagi pasiennya.
11. Mengkoordinasikan pelayanan yang diperlukan untuk kepentingan
pasien.
12. Menyelenggarakan rekam medis yang memenuhi standar.
13. Melakukan penelitian untuk mengembangkan ilmu kedokteran secara
umum dan ilmu kedokteran keluarga secara khusus.
Wewenang dokter keluarga :
1. Menyelenggarakan rekam medis yang memenuhi standar.
2. Melaksanakan pendidikan kesehatan bagi masyarakat.
3. Melaksanakan tindak pencegahan secara efektif.
4. Mengobati penyakit akut dan kronik di tingkat primer.
3
5. Mengatasi keadaan gawat darurat pada tingkat awal.
6. Melakukan tindak prabedah, bedah minor, rawat pasca bedah di unit
pelayanan primer.
7. Melakukan perawatan sementara.
8. Menerbitkan surat keterangan medis.
9. Memberikan masukan untuk keperluan pasien rawat inap.
10. Memberikan perawatan dirumah untuk keadaan khusus.
Dokter keluarga harus mempunyai kompetensi khusus yang lebih daripada
seorang lulusan fakultas kedokteran pada umumnya. Kompetensi khusus inilah
yang perlu dilatihkan melalui program pelatihan ini. Yang dicantumkan disini
hanyalah kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap dokter keluarga secara garis
besar. Rincian mengenai kompetensi ini, yang dijabarkan dalam bentuk tujuan
pelatihan, akan tercantum dibawah judul setiap modul pelatihan yang terpisah
dalam berkas tersendiri karena akan lebih sering disesuaikan dengan perkembangan
ilmu dan teknologi kedokteran.
Macam-macam kompetensi dokter keluarga :
a. Menguasai dan mampu menerapkan konsep operasional kedokteran
keluarga.
b. Menguasai pengetahuan dan mampu menerapkan ketrampilan klinik
dalam pelayanan kedokteran keluarga.
c. Menguasai ketrampilan berkomunikasi.
d. Menyelenggarakan hubungan profesional dokter-pasien.
e. Memiliki ketrampilan manajemen pelayanan klinik.
f. Memberikan pelayanan kedokteran berdasarkan etika moral dan
spiritual.
g. Memiliki pengetahuan dan ketrampilan di bidang pengelolaan
pelayanan kesehatan termasuk sistem pembiayaan (asuransi kesehatan
/ JPKM).
Untuk menunjang tugas dan wewenang dokter keluarga diperlukan sistem
pelayanan dokter keluarga yang terdiri atas komponen :
4
a. Dokter keluarga yang menyelenggarakan pelayanan primer di klinik
dokter keluarga.
b. Dokter spesialis yang menyelenggarakan pelayanan sekunder di klinik
dokter spesialis.
c. Rumah sakit rujukan.
d. Asuransi kesehatan / sistem pembiayaan.
e. Seperangkat peraturan penunjang.
Dalam sistem ini, kontak pertama pasien dengan dokter akan terjadi di
klinik dokter keluarga yang selanjutnya akan menentukan dan mengkoordinasikan
keperluan pelayanan sekunder jika dipandang perlu sesuai SOP standar yang
disepakati. Pasca pelayanan sekunder, pasien akan segera dirujuk balik ke klinik
dokter keluarga untuk pemantauan lebih lanjut. Tata selenggara pelayanan seperti
ini akan diperkuat oleh ketentuanyang diberlakukan dalam auransi / JPKM.
I.2.2. Hipertensi
Hipertensi ialah salah satu penyakit tersering yang menyerang manusia
diseluruh dunia. Dihubungkan dengan tingkat kematian dan kesakitan serta biaya
yang dikeluarkan maka hipertensi dianggap sebagai salah satu ancaman kesehatan
publik. Didefinisikan sebagai peningkatan abnormal tekanan darah dalam jangka
waktu lama. Berdasarakan rekomendasi dari the Seventh Report of the Joint
National Committee of Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi dari tekanan darah (dinyatakan dalam mmHg)
adalah sebagai berikut (Dreisbach & Sarmah, 2010):
Normal† - Sistolik kurang dari 120, diastolik kurang dari 80
Prehipertensi - Sistolik 120-139, diastolik 80-99
Stage 1 - Sistolik 140-159, diastolik 90-99
Stage 2 – Sistolik lebih dari atau sama dengan 160, diastolic lebih dari atau
sama dengan 100
5
Patogenesis hipertensi sangat kompleks, faktor yang bermacam-macam
memodulasi tekanan darah agar sesuai untuk perfusi jaringan yang adekuat,
termasuk mediator humoral, reaktivitas vaskuler, sirkulasi volume darah, viskositas
darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah, dan stimulasi saraf. Patogenesis
yang mungkin untuk hipertensi telah dikatikan dengan banyak faktor, termasuk
faktor predisposisi genetik, tingkat konsumsi garam, dan kerja hormone adrenergik.
Sekalipun genetik memberikan kontribusi terbesar terhadap terjadinya hipertensi,
namun mekanisme yang pasti belum bisa dijelaskan (Dreisbach & Sarmah, 2010).
Riwayat alami hipertensi berkembang dari tahap tak terdeteksi sampai tahap
terdeteksi. Setelah periode asimptomatik, hipertensi yang persisten atau menetap
akan berkembang menjadi hipertensi yang lebih kompleks, dimana bisa terjadi
kemungkinan gangguan organ seperti jantung, ginjal, retina, dan sistem saraf pusat.
Proses dimulai dengan tahap prehipertensi pada penderita berusia 10 sampai 30
tahun, ke tahap hipertensi awal pada usia 20-40 tahun lalu tahap hipertensi yang
mulai terdeteksi pada usia 30-50 tahun sampai pada hipertensi yang komplikativ
pada usia 40-60 tahun (Dreisbach & Sarmah, 2010).
Beberapa faktor yang memicu terjadinya hipertensi adalah faktor genetik
yang sulit untuk dipaparkan mekanismenya, faktor merokok yang merangsang
proses aterosklerosis karena efek langsungnya terhadap arteri. Karbonmonoksida
dapat menyebabkan hipoksia jaringan arteri, nikotin menyebabkan mobilisasi
katekolamin yang dapat menambah reaksi trombosit dan menyebabkan kerusakan
pada dinding arteri, sedang glikoprotein yang terdapat pada tembakau dapat
menimbulkan reaksi hipersensitiv pada dinding arteri. Asupan garam yang berlebih
dikaitkan dengan sifat natrium yang meretensi air. Faktor diabetes mellitus yang
dikaitkan dengan proses ateroskelorosis dan mikroangiopati. Kegemukan sendiri
bukan faktor resiko yang berdiri sendiri, karena pada umumnya selalu diikuti oleh
fakotr-faktor lainnya seperti stress yang berlebih dan lain-lain. (Rilantono et al,
1996).
Hipertensi yang persisten bersifat sangat komplikatif. Keterlibatan jantung
dalam hipertensi memberikan dampak perubahan anatomi jantung seperti LVH,
pembesaran atrium kiri, kegagalan sistolik dan diastolic, serta penyakit iskemik
6
jantung. LVH dihubungkan dengan peningkatan angka kematian. Kemungkinan
peningkatan resistensi arteri koroner membawa pada penurunan aliran darah
menuju miokard yang hipertropi dan mengakibatkan gejala penyakit jantung
koroner. Hipertensi masih merupakan penyebab utama gagal jantung kongestif.
Terapi antihipertensi telah didemonstrasikan secara signifikan mampu mengurangi
resiko kematian dari stroke dan penyakit jantung koroner (Dreisbach & Sarmah,
2010).
Miokardium mengalami perubahan struktur sebagai dampak dari
meningkatnya afterload. Mycosite jantung sebagai respon dari hipertropi
memungkinkan jantung memompa dengan lebih kuat menahan tekanan yang
meningkat. Bagaimanapun fungsi kontraksi dari atrium kiri tetap normal sampai
pada tahap berikutnya, namun pada akhirnya malah mengurangi luas ruangan,
ventrikel sehingga membatasi pengisian diastolik dan stroke volume. Hal ini akan
berujung pada terbatasnya suplai darah yang dipompa dan mempengaruhi perfusi
organ-organ termasuk jantung itu sendiri (Dreisbach & Sarmah, 2010).
Hipertensi yang menetap dapat menyebabkan hemoragik dan stroke
ateroembolik atau ensefalopati. Baik sistolik atau diastolic yang terlalu tinggi
sangat beresiko, tekanan diastolic yang melebihi 100mm Hg dan sistolik yang
melebihi 160 mmHg telah menunjukkan resiko tinggi penyebab stroke (Dreisbach
& Sarmah, 2010).
Dua penelitian telah mendemonstrasikan bahwa reduksi tekanan darah
dapat meningkatkan kerja ginjal, nefrosklerosis adalah salah satu komplikasi yang
mungkin terjadi akibat hipertensi jangka panjang. Sistem rennin-angiontensin
mempengaruhi progress dari kelainan ginal. Angiotensin II bertindak di bagian
arteriola aferen dan efferen, namun kebanyakan di eferen yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraglomerular hal ini memberikan dampak berupa
albuminuria. Mengurangi tekanan intraglomerular menggunakan ACE inhibitor
relah dibuktikan bermanfaat bagi pasien dengan penyakit diabetik nefropati,
bahkan pada pasien yang tidak mengidap hipertensi. Kombinasi peningkatan
volume darah yang disaring dan aktivasi sistem RAA dipercaya sebagai faktor
utama kegagalan ginjal pada pasien (Dreisbach & Sarmah, 2010).
7
Hipertensi dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada
anamnesis 70-80% kasus hipertensi esensial didapat riwayat hipertensi dalam
keluarga. Sebagian besar hipertensi esensial timbul pada usia 25-45 tahun, dan
hanya 20% timbul di bawah 20 tahun atau di atas 50 tahun. Gejala klinik yang
mungkin timbul akibat hipertensi adalah sakit kepala, rasa tidak nyaman di
tengkuk, sukar tidur, epistaksis, disines atau migren, sampai keluhan mudah marah.
Hasil penyelidikan gejala klinik hipertensi di Paris adalah sebagai berikut: gejala
sakit kepala menduduki urutan pertama (40,5%), disusul palpitasi (28,5%),
nokturi (20,4%), disiness (20,8%) dan tinitus (13,8%). Gejala lain yang dikeluhkan
mungkin akibat dari komplikasi yang timbul, seperti gangguan penglihatan,
gangguan neurologi, gejala gagal jantung, dan gejala gangguan fungsi ginjal.
Hal lain yang perlu ditanyakan kepada penderita guna kepentingan terapi
bila sebelumnya telah diketahui menderita hipertensi adalah: informasi pengobatan
sebelumnya meliputi jenis obat, dosis, efektifitas, dan efek samping yang mungkin
timbul. Penyakit yang sedang atau pernah diderita seperti diabetes militus, penyakit
ginjal dan penyakit jantung serta penyakit kelenjar tiroid. Kemungkinan penderita
sedang mengkonsumsi obat karena penyakit lain, yang mungkin menimbulkan efek
samping kenaikan tekanan darah, seperti golongan steroid, golongan penghambat
monoamin oksidase dan golongan simpatomimetik. Kebiasaan makan penderita
(terutama asupan garam), minuman alkohol dan konsumsi rokok. Faktor stres
psikis. Pada wanita perlu ditanyakan tentang riwayat kehamilan dan persalinan
(pre-eklamsi dan eklamsi), serta pemakaian alat kontrasepsi.
Pada pemeriksaan fisik peninggian tekanan darah sering merupakan satu-
satunya tanda klinik hipertensi, sehingga diperlukan hasil pengukuran darah yang
akurat. Beberapa faktor akan mempengaruhi hasil pengukuran, seperti faktor
pasien, faktor alat dan tempat pengukuran harus mendapat perhatian.
Pengukuran ideal dilakukan dengan cara setelah penderita berbaring selama 5
menit. Pengukuran sebaiknya dilakukan sebanyak 3-4 kali dengan interval 5-10
menit. Tensi dipompa sampai di atas tekanan sistolik, kemudian dibuka perlahan
dengan kecepatan 2-3 mmHg per-denyut jantung.
8
Penangan hipertensi adalah usaha untuk mengurangi faktor resiko
terjadinya peningkatan tekanan darah. Penatalaksanaan umum adalah
penatalakasanaan tanpa obat-obatan, yang menurut beberapa ahli sama pentingnya
dengan penatalaksanaan farmakologik, bahkan mempunyai beberapa keuntungan,
terutama pada pengobatan hipertensi ringan. Beberapa hal yang bisa dilakukan
adalah diet rendah garam , disamping bermanfaat menurunkan tekanan darah, diet
rendah garam juga berfungsi untuk mengurangi resiko hipokalemi yang timbul
pada pengobatan dengan diuretik. Diet rendah lemak telah terbukti pula bisa
menurunkan tekanan darah. Berhenti merokok dan berhenti mengkonsumsi alkohol
telah dibuktikan dalam banyak penelitian bisa menurunkan tekanan darah.
Menurunkan berat badan setiap penurunan 1 kg berat badan akan menurunkan
tekanan darah sekitar 1,5 – 2,5 mmHg. Olah raga teratur berguna untuk membakar
timbunan lemak dan menurunkan berat badan, menurunkan tekanan perifer dan
menimbulkan perasaan santai, yang kesemuanya berakibat kepada penurunan
tekanan darah.
Penatalakasanaan hipertensi dengan obat-obatan di Puskesmas disesuaikan
dengan ketersediaan obat yang ada di Puskesmas pula, yaitu :
Golongan Diuretik:
a. Hidroklorotiasid 25 mg(HCT)
-Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang.
-Dosis : 1-2 X 25-50 mg.
-Efek samping : hipokalemi, hiponatremi, hiperurikalemi,
hiperkolesterolemi, hiperglikemi, kelemahan atau kram otot, muntah dan
disines.
-Kontra indikasi : DM, Gout Artritis, riwayat alergi (Sindrom Steven
Johnson).
-Terapi hipertensi pada usia lanjut dengan HCT lebih banyak efek
sampingnya dari pada efektifitasnya. Untuk menghindari efek hipokalemi
maka diberikan asupan Kalium 1 X 500 mg, atau memperbanyak makan
pisang.
9
b. Furosemid 40 mg
- Indikasi : hipertensi ringan sampai berat.
- Dosis : 1-2 X 40-80 mg.
- Efek samping : sama dengan HCT.
- Kontra indikasi : DM, gout artritis, riwayat alergi (Sindrom Steven
Johnson).
2. Golongan Inhibitor Simpatik (Beta Blocker)
a. Propranolol 40 mg
-Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang.
-Dosis : 3 X 40-160 mg.
– Efek samping : depresi, insomnia, mimpi buruk, pusing, mual, diare,
obstipasi, bronkospasme, kram otot dan bradikardi serta gagal jantung.
– Kontra indikasi : DM, gagal jantung, asma, depresi.
3. Golongan Penghambat Enzim Konversi Angiotensin (ACE I)
a. Kaptopril 25 mg
– Indikasi : hipertensi ringan sampai berat
– Dosis : dosis awal 2-3 X 12,5-25 mg, bila setelah 1-2 minggu belum
ada respon dosis dinaikkan 2-3 X 50 mg.
Kaptopril harus diberikan 1 jam sebelum makan.
– Efek samping : pruritus, retensi kalium ringan, proteinuri, gagal
ginjal, neutropeni dan agranulositosis, mual dan muntah, gangguan
pengecap, parestesia, bronkospame, limfadenopati dan batuk-batuk.
– Kontra indikasi : asma
4. Golongan Antagonis Kalsium
a. Diltiazem 30 mg
– Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang.
– Dosis : 3-4 X 30 mg.
10
– Efek samping : Bradikardi, dizziness, sakit kepala, mual, muntah,
diare, konstipasi, udem ekstremitas bawah, shoulder and elbow pain.
– Kontra indikasi : Sick sinus Syndrome, AV Block.
b. Nifedipin 10 mg
– Indikasi : hipertensi ringan sampai berat.
– Dosis : 3 X 10-20 mg
– Efek samping : Bradikardi, dizziness, sakit kepala, mual, muntah,
diare, konstipasi, udem ekstremitas bawah, shoulder and elbow pain.
– Kontra indikasi : Sick sinus Syndrome, AV Block.
Pastikan dalam terapi menggunakan prinsip tapering off penghentian terapi
hipertensi dengan mengurangi dosis secara perlahan. Hal ini ditujukan untuk
menghindari efek “rebound fenomena”, yaitu peningkatan kembali tekanan darah
setelah penghentian terapi obat-obatan secara mendadak. Penurunan dosis
disesuaikan dengan penurunan tekanan darah.
11
KEDOKTERAN KELUARGABAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
Nomor Status:Nomor Berkas Keluarga:Tanggal Kunjungan Pertama Kali:
BERKAS KELUARGA Nama Mahasiswa : Reza K. A. RusandiNIM : 07711030Kelompok / Tahun : 14/ 2010
BERKAS KESEHATAN KELUARGA
Perhatian: 1. Pertanyaan atau permintaan informasi dilakukan langsung, jelas, sopan2. Isilan jawaban/hasil pemeriksaan pada kolom yang tersedia3. Lingkari jawaban yang diberikan4. Tiap keluarga yang telah dibuat berkasnya dibuat kartu identitas berkas keluarga
A. IDENTITAS
I. KEPALA KELUARGA II. PASANGAN
1. Nama : Murjiyono Supriyati
2. Umur : 57 tahun 54 tahun
3. Jenis kelamin : L P
4. Status perkawinan : Kawin Kawin
5. Agama : Islam Islam
6. Suku bangsa : Jawa Jawa
7. Pendidikan : STN SD
8. Pekerjaan : Buruh pelabuhan Ibu Rumah Tangga
9. Alamat lengkap : RT 05 RW 02 Desa Sumberejo Kec. Mertoyudan
II. PROFIL KELUARGA
No Nama Umur Pend. PekerjaanHubungan Keluarga
Status Perkawinan
Keteterangan Kesehatan
1 Supriyati 54th SD Ibu Rumah Tangga
Istri Menikah Sehat
2 Mujiyanto 34th SMA Buruh Pabrik
Anak Pertama
Menikah Sehat
3 Sukarti 31 th SMP Karyawan Toko
Kelontong
Anak Kedua
Menikah Sehat
4 Tri Purwati 29 th SMA Usaha Anak Ketiga Menikah Sehat
12
Warung5 Salastri 27 th SMA Ibu Rumah
TanggaAnak
KeempatMenikah Sehat
III. GENOGRAM
Murjiyono Supriyati (57 tahun) (54 tahun)
Mujiyanti Sukarti T. Purwati Salastri (34 tahun) (31 thn) (29 thn) (27 thn)
B. Denah rumah dari Puskesmas
C. EKONOMI KELUARGA
13
Puskesmas
Rumah Pasien
1. Rumah (permanen, semidarurat, temlan)
2. Barang mewah (TV, Video, AC, Kulkas, Setrika Listrik, dll)
3. Daya listrik (cantolan, KPA)
4. Lain-lainTidak termasuk penilaian:- Penghasilan keluarga perbulan
- Pengeluaran keluarga perbulan
D. PERILAKU KESEHATAN KELUARGA1. Pelayanan promotif dan
preventif bayi dan balita
2. Pembinaan kesehatan anggota keluarga lainnya
3. Pelayanan pengobatan
4. Jaminan kesehatan
E. POLA MAKAN KELUARGABayi, balita, anak, dewasa, usia lanjut
F. AKTIVITAS KELUARGA/PENGISIAN WAKTU LUANG1. Aktivitas fisik
Rumah semi permanen milik pribadi
setrika listrik, tv, radio
450 watt
600 ribu/bulan600-700 ribu/ bulan
Rajin mengikuti posyandu setiap bulannya.
Jika sakit keluarga selalu berobat ke puskesmas, sering juga konsultasi tentang penyakit di puskesmas.
Puskesmas Mertoyudan 1 Magelang, RS. Sardjito.
Bapak Murjiyono dan Ibu Supriyati mengikuti Jamkesmas.
Pola makan 3 kali sehari menggunakan nasi, sayur, lauk-pauk: tahu, tempe, dan ikan.
Bapak dan ibu sering olahraga jalan santai berkeliling lingkungan sekitar.
Keluarga sering mengikuti pengajian
14
2. Aktivitas mental
G. LINGKUNGAN1. Sosial rumah asal
2. Fisik rumah asal:- luas bangunan
- ventilasi dan cahaya
- limbah dan jamban
- tempat bermain
- sumber air bersih
H. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA1. Penyakit turunan2. Riwayat penyakit keluarga
(jenis, siapa, kapan, tindakan)
dan kegiatan-kegiatann keagamaan lain, serta kegiatan PKK.
Lingkungan rumah berada di kawasan desa, lingkungan kurang bersih, hubungan dengan tetangga baik.
Luas bangunan 36m2
Ventilasi dan pencahayaan cukup.Kamar mandi hanya 1, terdapat jamban, namun dengan keadaan yang kurang bersih
Terasa depan rumah, dengan keadaan kurang bersih.
Dari sumur, ada pompanya. Air biasanya ditampung dulu lalu dimasak.
HipertensiIbu & Tante : Hipertensi, sudah lama, meninggal dunia.
I. DAFTAR PERMASALAHAN DALAM KELUARGA
No Jenis Permasalahan Waktu Terjadinya
Rencana Penatalaksanaan
Sasaran
15
1
2
Kepala keluarga mengidap penyakit hipertensi
Beban psikis keluarga karena kepala keluarga yang tidak produktiv menyebabkan keadaan ekonomi keluarga terganggu.
4 tahun yang lalu sampai sekarang.
Sekarang
Memberikan terapi berupa medikamentosa, dan masukan agar pasien mengontrol penyakitnya guna untuk menghindari komplikasi, dan mengembalikan produktivitas kerja (menjaga keadaan ekonomi keluarga)
Edukasi keluarga agar sabar dan mendukung Kepala Keluarga.
Kepala Keluarga
Keluarga
J. DIAGNOSIS KELUARGA
Keluarga yang cukup besar dengan kepala keluarga mengidap hipertensi
yang menyebabkan penderita tak lagi produktivitas menyebabkan keadaan
ekonomi terganggu.
K. PROGNOSIS
Penyakit hipertensi yang diderita kepala keluarga memiliki prognosis
kurang baik, mengingat usia pasien yang memang sudah tidak muda lagi.
Keadaan ekonomi keluarga terancam menurun karena produktivitas kepala
keluarga sudah berkurang.
L. PENATALAKSANAAN MASALAH KELUARGA
Memberikan edukasi, informasi, dan anjuran yang mampu menumbuhkan
kesadaran pasien dan keluarga untuk bersama-sama mengontrol penyakit
16
hipertensi yang diderita guna memperbaiki produktivitas yang menurun guna
menjaga kesejahteraan keluarga. Memberikan motivasi pada pasien dan
keluarga untuk sabar dan berusaha.
L.1. MEDIKAMENTOSA DAN/ATAU TINDAKAN
NoPermasalahan
KeluargaTindakan
PenyelesaianSasaran Hasil Ket.
1 Kepala keluarga menderita hipertensi
Kontrol rutin puskesmas
Kepala Keluarga
Kondisi membaik, keparahan menurun.
Dengan kontrol rutin, diharapkan membantu meningkatkan derajat kesehatan pasien.
L.2. EDUKASI DAN PEMBINAAN KELUARGA
Tanggal Pelaksanaan
Topik Sasaran Hasil tindakanNama
Pelaksana2-9-2010 Hipertensi dan cara
mengontrolnyaKeluarga Pasien dan keluarga lebih
memahami tentang hipertensi, terutama komplikasi dan cara pencegahannya.
Catatan : (kesan mahasiswa terhadap penerimaan keluarga)
Penerimaan pasien terhadap mahasiswa baik. Keluarga sangat
bersahabat dan selalu menjawab pertanyaan dengan ramah dan
terbuka.
17
KEDOKTERAN KELUARGABAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
Nomor Status:Nomor Berkas Keluarga:Tgl Kunjungan Pertama:
BERKAS KESEHATAN PASIEN Nama Mahasiswa : Reza K. A. RusandiNIM : 07711030Kelompok / tahun : 14 / 2010
BERKAS KESEHATAN PASIEN
IdentitasNamaUmurJenis KelaminAgamaSuku BangsaPendidikanPekerjaanStatus PerkawinanPasien datang sendiri/rujukanWaktu kunjungan awalAlamat
Riwayat PenyakitKeluhan utama
Keluhan tambahan
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit dahulu
Murjiyono57 tahunLIslamJawa STNBuruh pelabuhanMenikah
2 Sept 2010RT 05, RW 02 Sumberejo, Mertoyudan, Magelang
Pusing, kepala terasa berputar.
Badan lemas, kadang dada terasa sesak dan keseimbangan menurun.
Kepala terasa pusing, pandangan tidak bisa fokus lantaran perasaan berputar-putar yang dirasakan pasien. Badan terasa lemas, dan saat berjalan terasa hilang keseimbangan sehingga sempat terjatuh. Terkadang dada terasa sesak sehingga sulit bernafas.
Semenjak Sekolah Dasar pasien mengaku sudah sering merasakan sakit kepala yang demikian, terutama saat berjalan kaki pulang dari sekolah. Namun pasien menganggapnya sebagai sakit kepala biasa, keadaan terus berlanjut sampai pasien menikah. Akhirnya pasien memeriksakan kedokter dan didiagnosis hipertensi pada tahun 1971. Pasien masih belum begitu memperhatikan penyakitnya, cenderung membiarkannya, sampai ketika usia
18
Riwayat kelahiran, pertumbuhan perkembanga
Riwayat penyakit keluarga
Pemeriksaan FisikTinggi badanBerat badanNadiNafasSuhuTekanan darahKeadaan umumKeadaan giziMata MulutTHTLeherJantungParuAbdomen Ektremitas AtasEkstremitas BawahPalpasi arteri
Pola makan/minum
Aktivitas mental dan fisik
Lingkungan sosial
Ciri kepribadian /
mencapai 50 tahun pasien merasakan penyakitnya mulai mengganggu. Pada tahun 2006, setelah pasien solat maghrib tiba-tiba pasien tak bisa berbicara dan bergerak selama 4 jam, pasien dilarikan ke rumah sakit. Semenjak saat itu pasien mulai memperhatikan penyakitnya.
-
-Ibu dan tante pasien mengidap hipertensi-Ibu dan tante pasien meninggal lantaran serangan jantung.
Tanggal 2 September 20101737082x/ menit30 kali/menit-185/ 145Lemah
----(tidak mau diperiksa)(tidak mau diperiksa)(tidak mau diperiksa)Normal/normalNormal/ normal-
Makan tiga kali sehari menu utama tahu, tempe, ikan, minum cukup.
Mengikuti kegiatan RT setiap bulannya, pengajian setiap malam jumat, dan sering olahraga berjalan kaki disekitar lingkungan.
Sering berinteraksi dengan tetangga, rajin mengikuti kegiatan lingkungan.
Bersemangat, ramah, sabar.
19
klasifikasi psikiatri
Hasil pemeriksaan penunjang
-
EKG (data dari puskesmas)-Normal synus rhythm-Left atrial enlargement-Borderline ECG
Daftar Masalah Pasien
Masalah Saat Timbul Rencana Tindakan KetrPusing serasa berputar
Hipertensi
Sekarang
Sekarang
Dilakukan pemeriksaan CT scan untuk kecurigaan adanya neoplasma dikepala.
Meneruskan pengobatan yang diberikan dokter, dan memastikan pasien memiliki kesadaran untuk mengontrol penyakitnya.
Diagnosis Kerja
Aksis I : Pusing serasa berputar, dan tekanan darah yang tinggi.
Aksis II : Pasien merasa sedih karena keterbatasan aktivitas
Aksis III : -
Aksis IV : -
Aksis V : Pasien mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Prognosis
Kurang baik, karena mengingat usia pasien yang sudah tidak muda dan hasil
pemeriksaan penunjang pasien memperlihatkan adanya perubahan kelainan
anatomi jantung pasien (hipertropi atrium kiri).
Catatan tindakan / pengobatan / konseling
Masalah Tindakan Hasil KetrPusing serasa
Medikamentosa:Diberikan analgetik untuk
Berdasarkan hasil yang
20
berputar
Hipertensi
mengurangi rasa pusing.Nonmedikamentosa (edukasi):Banyak istirahat, untuk sementara hindari kegiatan yang membutuhkan banyak energi.
MedikamentosaMengikuti yang diberikan dokter di puskesmas: Piracetam 400mg 1x sehari Nifedipin 2x sehari HCT 1x sehari Vit 2x sehari
didapat dari pengakuan pasien setelah mendapat resep obat dari dokter puskesmas:Dada sesak berkurang, pusing sedikit berkurang, sudah bisa berjalan walaupun perlahan..
Instruksi penatalaksanaan pasien selanjutnya
Pasien tetap diberikan pengobatan yang sama, dengan tambahan berupa saran-saran
guna membantu pencegahan komplikasi yang terjadi karena hipertensi. Pasien
diberikan surat pengantar untuk melakukan pemeriksaan kepala CT scan.
Catatan pemeriksaan selanjutnya
Pemeriksaan kepala CT scan untuk menegaskan ada tidaknya pertumbuhan
neoplasma.
Mengetahui,
Dosen Pembimbing Lapangan
( dr. Umi )
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Price, S. A., Wilson L. M., 2002, Patofisiologi Konsep Klinis Proses–Proses Penyakit Jilid 2., Edisi 6, EGC, Jakarta
2. Rilantono, L.I., et al., 1996. Buku Ajar Kardiologi., FKUI, Jakarta
3. Gray, H.H., et al., 2002, Lecture Notes Kardiologi., Edisi 4, Erlangga,
Jakarta.
4. Dreisbach, A. W., Sharma, S.,Hypertension., eMedicine Journal. 2010.
5. Wahyuni, A. S., Pelayanan Dokter Keluarga, USU Library. 2003
6. Asmah N., et al., Implementasi Pelayanan Kesehatan Model Dokter Keluarga Di Kota Bontang., KMPK UGM, Yogyakarta. 2008.
22