59
LAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI DI PT. CORE LABORATORIES INDONESIA JAKARTA Oleh: Wisnu Rochman Hidayatullah NIS 07.53.06085 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor 2011

Laporan Prakerin Corelab Wisnu Z17

Embed Size (px)

DESCRIPTION

weAT/,JWAEKLTWKH.TBLAEWYNSERYNSDTVMURDTUSXdrhhbsegbzetzetb xe

Citation preview

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI

    DI PT. CORE LABORATORIES INDONESIA

    JAKARTA

    Oleh:

    Wisnu Rochman Hidayatullah

    NIS 07.53.06085

    KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

    Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri

    Sekolah Menengah Analis Kimia

    Bogor

    2011

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI

    DI PT. CORE LABORATORIES INDONESIA

    JAKARTA

    Sebagai Syarat untuk Mengikuti Ujian Akhir Sekolah Menengah Analis Kimia

    Bogor

    Tahun Ajaran 2010/2011

    oleh

    Wisnu Rochman Hidayatullah

    NIS 07.53.06085

    KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

    Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri

    Sekolah Menengah Analis Kimia

    Bogor

    2011

  • LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

    Disetujui dan disahkan oleh:

    Disetujui oleh:

    Pembimbing I, Pembimbing II,

    Miftahudin, M.Si Veralyn Andayani

    Supervisor PCTE Group Leader

    Tribology

    Pembimbing III,

    Drs. Ahma Yulius Usman

    NIP 19630120 199011 1 001

    Disahkan oleh,

    Kepala Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor

    Dra. Hadiati Agustine NIP 19570817 198103 2 002

  • iv

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillaahirabbilalamin.

    Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan

    nikmat dan karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada

    Baginda Besar Nabi Muhammad SAW kepada Para Sahabatnya, Keluarganya,

    serta Para Pengikutnya sampai akhir zaman.

    Penulis dengan keterbatasan pengetahuan, wawasan serta kemampuan

    mencoba memberikan yang terbaik sehingga dapat menyelesaikan laporan praktik

    kerja industri (Prakerin) di Laboratorium Petroleum Chemistry di PT Core

    Laboratories Indonesia yang dilaksanakan sejak tanggal 1 November 2010

    sampai dengan 1 Februari 2011 guna memenuhi salah satu syarat kelulusan di

    Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor (SMAKBo) program studi Analis Kimia.

    Laporan ini berjudul Praktik Kerja Industri di PT Core Laboratories

    Indonesia yang menekankan pada "Uji Spesifikasi Mutu Minyak Solar sebagai

    Bahan Bakar Diesel". Laporan ini berisi tentang pendahuluan, (uraian maksud dan

    tujuan Prakerin), institusi Prakerin, Tinjauan Pustaka (uraian tentang komoditas

    yang dianalisis dan teori dari parameter-parameter), Metode Analisis hasil dan

    pembahasan, simpulan dan saran, daftar pustaka, dan lampiran.

    Namun Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan prakerin ini tidak

    lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan

    rasa terima kasih kepada :

    1. Dra. Hadiati Agustine selaku kepala Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor,

    2. Rahman Arief, STP, selaku Wakil Kepala Sekolah Bidang Kerja Sama,

    3. Mark Forbes, selaku Senior Supervisor, Reservoir Fluids Laboratory, &

    Petroleum Service Division,

    4. Miftahudin, M.Si, selaku Supervisor di laboratorium Petroleum Chemistry,

    Tribology, & Environmental,

    5. Veralyn Andayani, selaku Group Leader Lube Oil Division,

    6. Drs. Ahma Yulius Usman, selaku Pembimbing sekolah yang telah membantu

    penyusun dalam melaksanakan Praktik Kerja Industri,

  • v

    7. Ayah, Bunda, yang senyumnya selalu mendamaikan hati, dan adikku yang

    selalu memberi semangat,

    8. Rekan seperjuangan Praktik Kerja Industri di PT. Corelab Indonesia, Guruh

    Nurijal dan Adi Nuryadi,

    9. Teman seperjuangan angkatan 53 NAFTALENT FORCES,

    10. Bang Mamet, Mas Heri, Bang Adjie dan Mba Pipit yang senantiasa menjadi

    guru terbaik di laboratorium,

    11. Seluruh staff dan karyawan Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor, juga

    staff dan karyawan PT. Core Laboratories Indonesia, serta semua pihak yang

    tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, yang telah membantu

    kelancaran Praktik Kerja Industri.

    Penulis dengan segala kerendahan hati menyadari bahwa laporan prakerin

    yang disusun ini masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan

    maupun penyajian materinya. Oleh karena itu, Penulis memohon maaf yang

    sebesar-besarnya serta berharap atas segala masukan baik berupa saran maupun

    kritik yang membangun dari pembaca.

    Wassalamualaikum Wr.Wb.

    Bogor, Februari 2010

    Penulis

  • vi

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR............................................................................................. iv

    DAFTAR ISI ........................................................................................................... vi

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ viii

    DAFTAR TABEL ................................................................................................... ix

    DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................x

    BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

    A. Latar Belakang ................................................................................... 1

    B. Tujuan Prakerin.................................................................................. 2

    C. Sistematika Laporan........................................................................... 4

    BAB II INSTITUSI TEMPAT PRAKTIK KERJA INDUSTRI ......................... 5

    A. Sejarah Singkat PT Corelab Indonesia .............................................. 5

    B. Struktur Organisasi ............................................................................ 6

    C. Tugas dan Fungsi ............................................................................... 7

    D. Fasilitas dan Sarana ........................................................................... 7

    E. Kegiatan ............................................................................................. 7

    F. Administrasi Laboratorium ................................................................ 8

    G. Disiplin Kerja..................................................................................... 8

    H. Keselamatan dan Kesehatan Kerja .................................................... 8

    I. Kebijakan Etika ................................................................................... 9

    BAB III KEGIATAN DI LABORATORIUM ................................................... 11

    A. Minyak Bumi ................................................................................... 11

    B. Proses Pengolahan Minyak Bumi .................................................... 11

    C. Solar (Diesel fuel) ............................................................................ 16

    D. Parameter-parameter Analisa Bahan Bakar Solar............................ 19

    E. Metode Analisis ............................................................................... 27

    BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 37

    A. Hasil Analisis ................................................................................... 37

    B. Pembahasan...................................................................................... 38

    BAB VI SIMPULAN DAN SARAN.................................................................. 42

  • vii

    A. Simpulan .......................................................................................... 42

    B. Saran................................................................................................. 42

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 43

    LAMPIRAN .......................................................................................................... 44

  • viii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. PROSES DISTILASI BERTINGKAT................................................ 15

  • ix

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1. Komposisi Elemental Minyak Bumi ....................................................... 11

    Tabel 2. Kategori Minyak Bumi Berdasarkan Kadar Belerang ............................ 22

    Tabel 3. Data Hasil Analisis Bahan Bakar Solar Sampel FG 11009-3 ................. 38

  • x

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Alat-Alat yang Terdapat di dalam Laboratorium ............................. 44

    Lampiran 2. Pembacaan Skala Hidrometer untuk Cairan Transparan .................. 45

    Lampiran 3. Pembacaan Skala Hidrometer untuk Cairan Non-Transparan.......... 45

    Lampiran 4. Gambar Struktur Organisasi di PT Corelab Indonesia ..................... 45

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Dewasa ini, ilmu kimia telah berkembang bukan saja pada materi

    kimia tetapi juga pada teknologi dan instrumentasi. Perubahan yang sangat

    jelas dapat dilihat pada hasil percobaan dan kecepatan cara kerja analisis.

    Tetapi itu semua tidak berarti bahwa teori dan prinsip dasar mengenai teori

    kimia dan cara kerja dapat diabaikan, melainkan dapat digunakan untuk

    mempelajari metode dan teknik peralatan yang lebih lanjut.

    Sejalan dengan meningkatnya pembangunan di sektor industri maka

    tidak dapat dielakkan lagi sekolah-sekolah kejuruan, tak terkecuali Sekolah

    Menengah Analis Kimia Bogor harus mampu menghadapi tuntutan dan

    tantangan yang senantiasa muncul dalam kondisi seperti sekarang ini.

    Mengingat tuntutan dan tantangan masyarakat industri di tahun-tahun

    mendatang akan semakin meningkat dan bersifat padat pengetahuan dan

    keterampilan, maka pengembangan pendidikan menengah kejuruan

    khususnya rumpun kimia analisis harus difokuskan kepada kualitas lulusan.

    Berkaitan dengan itu, maka pola pengembangan yang digunakan dalam

    pembinaan sistem pendidikan menjadi sangat penting. Seperti halnya sekolah

    menengah kejuruan lainnya, Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor

    (SMAKBO) mempunyai visi dan mengemban misi sebagai berikut.

    Visi

    Menjadi sekolah menengah analis kimia nasional bertaraf internasional yang

    menghasilkan lulusan professional dan bermartabat.

  • 2

    Misi

    1. Melaksanakan pendidikan analis kimia kejuruan yang berkualitas mampu

    memenuhi kebutuhan masyarakat dunia usaha dan dunia industri baik

    tingkat nasional maupun internasional.

    2. Meningkatkan kemitraan nasional dan membina kemitraan internasional.

    3. Membina dan menyelenggarakan fungsi sosial dan kemasyarakatan.

    Dengan memperhatikan visi dan misi di atas, Sekolah Menengah

    Analis Kimia Bogor wajib mengadakan praktik kerja industri sesuai dengan

    program studinya.

    B. Tujuan Prakerin

    Kemajuan teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan khususnya

    pada bidang kimia telah memainkan peran penting seorang analis di sektor

    industri. Untuk mempersiapkan serta memantapkan diri terhadap ilmu

    pengetahuan dan mengembangkan kemampuan sebagai langkah menuju

    dunia kerja dan masyarakat, maka Sekolah Menengah Analis Bogor

    mendukung dan memenuhi program tersebut.

    SMAK Bogor sebagai sekolah kejuruan yang memiliki program

    tersebut, mewajibkan para siswa kelas 13 untuk melaksanakan praktik kerja

    industri pada semester VIII selama tiga bulan sesuai dengan kurikulum

    sekolah. Kegiatan praktik kerja industri ini dilaksanakan pada instansi

    pemerintah maupun swasta.

    Pelaksanaan Praktik Kerja Industri (Prakerin) mempunyai tujuan

    umum sebagai berikut:

    1. Meningkatkan kemampuan dan memantapkan keterampilan siswa sebagai

    bekal menuju dunia kerja sesungguhnya yang sesuai dengan program studi

    kimia analisis.

    2. Menumbuhkembangkan dan memantapkan sikap profesional dan tanggung

    jawab siswa dalam rangka memasuki dunia kerja sesuai dengan bidangnya.

    3. Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman kerja siswa pada aspek-aspek

    usaha yang potensial dalam dunia kerja seperti struktur organisasi, displin

  • 3

    kerja, manajemen, lingkungan, bidang usaha, jenjang karir dan sistem

    kerja.

    4. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyesuaikan diri pada

    suasana atau iklim kerja yang sebenarnya.

    5. Meningkatkan, memperluas, dan memantapkan proses penyerapan

    teknologi baru dari dunia kerja ke sekolah atau sebaliknya.

    6. Memperoleh masukan dan umpan balik guna memperbaiki dan

    mengembangkan kesesuaian pendidikan kejuruan.

    7. Meningkatkan pengetahuan siswa dalam hal penggunaan instrument kimia

    analisis yang lebih modern.

    8. Memperkenalkan fungsi dan tugas seorang analis kimia kepada lembaga-

    lembaga dan perusahaan industri di tempat Prakerin (sebagai konsumen

    tenaga analis kimia)

    Kegiatan Praktik Kerja Industri ini dapat dilaksanakan di suatu

    instansi atau perusahaan yang menggunakan tenaga analis sebagai

    pegawainya pada bagian tertentu. Setelah melaksanakan dan menyelesaikan

    Praktik Kerja Industri ini, setiap siswa diwajibkan membuat laporan hasil

    kerjanya, yang bertujuan untuk:

    1. Mengumpulkan data, baik untuk kepentingan sekolah maupun untuk

    kepentingan pribadi dan perusahaan.

    2. Siswa mampu mencari alternatif pemecahan masalah secara lebih luas dan

    mendalam.

    3. Siswa mampu memahami, memantapkan, dan mengembangkan pelajaran

    yang didapat di sekolah dan penerapannya dalam dunia kerja.

    4. Menambah perbendaharaan kepustakaan yang menunjang peningkatan

    pengetahuan siswa.

  • 4

    C. Sistematika Laporan

    Laporan Praktik Kerja Industri ini dibagi dalam beberapa bagian yang

    disusun sebagai berikut:

    1. Bagian Pertama

    a. Lembar Judul

    b. Lembar Persetujuan Pembimbing dan Pengesahan Kepala Sekolah

    c. Kata Pengantar

    d. Daftar Isi

    e. Daftar Gambar

    f. Daftar Tabel

    2. Pendahuluan

    a. Latar Belakang Pelaksanaan Prakerin

    b. Uraian Tujuan Prakerin

    c. Sistematika Laporan Prakerin

    3. Institusi Tempat Prakerin

    a. Sejarah PT Corelab Indonesia

    b. Struktur Organisasi

    c. Tugas dan Fungsi

    d. Fasilitas dan Sarana

    e. Kegiatan

    f. Administrasi

    g. Disiplin Kerja

    h. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

    i. Kebijakan Etika

    4. Kegiatan di Laboratorium

    5. Hasil dan Pembahasan

    6. Simpulan dan Saran

    7. Daftar Pustaka

    8. Lampiran

  • 5

    BAB II

    INSTITUSI TEMPAT PRAKTIK KERJA INDUSTRI

    A. Sejarah Singkat PT Corelab Indonesia

    Core Laboratories International adalah sebuah perusahaan

    multinasional yang bergerak di bidang jasa perminyakan. Kantor pusatnya

    berkedudukan di Houston, Texas, Amerika Serikat, dan mulai beroperasi di

    Indonesia tahun 1969 dengan Field Core Analysis, Mud Logging dan PVT.

    Pada saat itu Core Laboratories beralamat di jalan Petogogan No. 34 Jakarta

    Selatan.

    Pada tahun 1972, Core Laboratories Indonesia bekerja sama dengan

    LEMIGAS. Kerjasama ini bertujuan untuk meningkatkan kegiatan operasi di

    bidang Field Core Analysis dengan membentuk Production service dan pada

    tahun 1973, Production Service mulai bekerja sama dengan LEMIGAS. Sesuai

    dengan anjuran Pemerintah bahwa perusahaan asing harus bekerjasama dengan

    perusahaan nasional, maka pada tahun 1980 Corelab International

    bekerjasama dengan PT Seta Yasa dan kegiatan operasionalnya pindah ke jalan

    Kebon Sirih No. 46. Kegiatan operasi meliputi bidang Mud Logging,

    Production Analysis, dan Core Analysis.

    Pada tahun 1985, perusahaan berubah status menjadi Penanaman Modal

    Asing (PMA) dengan nama PT Corelab Indonesia dan bekerjasama dengan PT

    Wahana Bakti Muda, kegiatan operasi meliputi:

    1. Mud Logging (sudah dijual sejak tahun 1987).

    2. Production Service (dipisah sejak tahun 1992).

    3. PVT.

    4. Chemistry.

    5. Biostatigrafi.

    6. Petrologi.

    7. Geochemistry.

    Sejak menjadi PMA, kegiatan berpindah dari jalan Kebon Sirih No. 46 ke

    Cilandak Commercial Estate, Building 303 dan 404, jalan Cilandak KKO,

  • 6

    Jakarta Selatan. Kegiatan operasi bertambah dengan dibukanya jasa pelayanan

    di bidang lingkungan pada tahun 1998.

    B. Struktur Organisasi

    PT Corelab Indonesia adalah suatu perusahaan swasta yang memberikan

    jasa pelayanan di bidang minyak dan gas bumi serta merupakan perusahaan

    asing yang menjadi cabang dari Core Laboratories International yang berpusat

    di Houston, Amerika Serikat.

    PT Corelab Indonesia dipimpin oleh seorang Manajer Operasional, yang

    langsung membawahi bidang-bidang sebagai berikut:

    1. Bidang Geoscience, yang meliputi:

    a. Divisi Geokimia.

    b. Divisi Biostatigrafi.

    2. Bidang Petroleum Chemistry and Environmental, yang meliputi:

    a. Divisi Petroleum Chemistry.

    b. Divisi Tribology.

    c. Divisi Environmental.

    3. Bidang Reservoir Fluid, yang meliputi:

    a. Divisi Wellsite Services.

    b. Divisi PVT Laboratory.

    4. Bidang Rock Properties, yang meliputi:

    a. Divisi Core Analisis.

    b. Divisi Special Core Analisis.

    c. Divisi Reservoir Geology (Petrology).

  • 7

    C. Tugas dan Fungsi

    PT Corelab Indonesia sebagai perusahaan asing mempunyai tugas dan

    fungsi sebagai berikut:

    1. Melakukan penelitian dan pengembangan teknologi eksplorasi dan

    eksploitasi minyak dan gas bumi.

    2. Memberikan pelayanan jasa laboratorium dan petunjuk teknologi

    eksploitasi minyak dan gas bumi.

    3. Melakukan penelitian dan pelayanan jasa di bidang lingkungan.

    D. Fasilitas dan Sarana

    Fasilitas utama untuk menjalankan tugas dan fungsi PT Corelab

    Indonesia di antaranya adalah:

    1. Laboratorium analisis, beserta seluruh kelengkapannya.

    2. Buku-buku tentang minyak dan gas bumi.

    3. Komputer.

    4. Tenaga Ahli.

    E. Kegiatan

    PT Corelab Indonesia dalam melaksanakan tugas dan fungsinya,

    melakukan kegiatan yang tersusun dalam berbagai program yaitu tentang

    studi, penelitian maupun pelayanan jasa. Jasa penelitian yang dapat diberikan

    oleh PT Core Laboratories Indonesia antara lain:

    1. Biostatigrafi.

    2. Geokimia.

    3. Analisis Reservoir Fluid.

    4. Analisis Core Convensionsal dan Special.

    5. Evaluasi Mutu dari Minyak dan Gas Bumi.

    6. Analisis Produk Minyak dan Gas Bumi.

    7. Pengujian Mutu Minyak Pelumas.

    8. Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

    9. Analisis Limbah Industri dan Domestik.

  • 8

    F. Administrasi Laboratorium

    Sesuai dengan pengembangan dan pelayanan teknologi, maka bagi yang

    membutuhkan, PT Corelab Indonesia dapat melayani kegiatan jasa

    laboratorium. Adapun prosedur yang harus dilalui untuk setiap sampel yang

    masuk adalah sebagai berikut :

    1. Konsumen menyerahkan sampel yang akan diperiksa kepada petugas

    penerima contoh.

    2. Petugas penerima contoh melakukan pendataan identitas sampel,

    kemudian didistribusikan sampel tersebut ke laboratorium yang sesuai

    dengan permintaan analisis dari konsumen.

    3. Setelah analisis selesai hasil akan diperiksa oleh bagian Quality Control

    yang kemudian dilaporkan ke Manajer laboratorium untuk disahkan.

    4. Hasil analisis yang telah disahkan kemudian dilanjutkan ke bagian

    pengiriman dan diteruskan kepada konsumen yang bersangkutan.

    G. Disiplin Kerja

    Jam kerja di PT Corelab Indonesia dimulai pukul 07.30 WIB hingga

    pukul 16.25 WIB, dengan waktu istirahat selama 45 menit mulai pukul 11.45

    WIB hingga pukul 12.30 WIB. Dalam waktu satu minggu terdapat lima hari

    kerja, dari hari Senin sampai Jumat. Jumlah jam kerja seminggu sesuai dengan

    ketentuan Kementerian Tenaga Kerja yaitu 40 jam seminggu. Untuk

    meningkatkan disiplin kerja, setiap karyawan memiliki kartu jam kerja

    sehingga perusahaan dapat mengetahui jam masuk dan keluar karyawan

    kantor.

    Peraturan dibuat dalam bentuk Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) yang

    ditandatangani oleh pihak manajemen dan pengurus unit kerja FSPS I

    (Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia). Ketentuan-ketentuan lain yang

    menyangkut ketenagakerjaan disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku di

    Indonesia.

    H. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

    Para pekerja yang bekerja di tempat-tempat berbahaya diwajibkan untuk

    memakai alat-alat keselamatan kerja seperti masker, kacamata keselamatan,

    sepatu keselamatan, sarung tangan, dan lain-lain. Latihan evakuasi kecelakaan

  • 9

    pun secara berkala dilakukan. Bagi pekerja yang lalai dikenakan sanksi berupa

    surat peringatan ataupun tidak mendapat penggantian biaya pengobatan atau

    rumah sakit bila terjadi kecelakaan.

    Alat-alat keselamatan dan kesehatan yang tersedia seperti pemadam

    kebakaran, alarm, boorwater atau eyewash, dan lain sebagainya. Bagi

    karyawan maupun keluarga yang sakit, biaya pengobatan diganti 100 % oleh

    perusahaan, dan juga secara rutin diadakan pemeriksaan mata cuma-cuma,

    serta diselenggarakan juga asuransi rawat inap untuk karyawan dan

    keluarganya. Selain itu kesehatan karyawan merupakan hal utama bagi

    perusahaan, maka setiap dua kali sepekan disediakan sarana lapangan untuk

    berolahraga.

    I. Kebijakan Etika

    Setiap pekerja di PT Core Laboratories harus dapat memahami

    kebijakan etika yang dikeluarkan oleh perusahaan, di mana isi dari kebijakan

    etika itu adalah:

    1. Core Laboratories dan cabangnya dengan kebijakan ini mengakui usaha

    dan keuntungan legal dengan cara yang pantas. Kebijakan ini untuk

    diterapkan dan dijalankan diseluruh perusahaan.

    2. Seluruh karyawan setiap saat harus bertingkah laku dan bekerja di

    perusahaan dengan cara yang jujur dan beretika.

    3. Komitmen dan ketaatan karyawan terhadap cara yang pantas harus

    dikembangkan melalui pelatihan, dengan contoh, dan dengan dukungan

    etikal dan teknikal terhadap fungsi kerja, tugas dan situasi karyawan.

    4. Petunjuk dan/atau bantuan yang jelas harus diberikan kepada karyawan

    demi untuk pemenuhan pengambilan keputusan yang tepat baik untuk

    tugas-tugas rutin ataupun untuk keadaan luar biasa.

    5. Mekanisme untuk membangkitkan dan menunjukkan masalah etika

    internal harus diketahui oleh karyawan.

    6. Seluruh karyawan yang mengetahui adanya urusan pekerjaan yang tidak

    pantas yang dilakukan oleh karyawan lain harus melaporkan segera kepada

    supervisor, manajer, Compliance Officer atau Helpline.

  • 10

    7. Karyawan yang melaporkan pelanggaran terhadap kebijakan ini harus

    dilindungi dari intimidasi dan tuduhan yang ditimbulkan dari laporan

    tersebut.

    8. Karyawan tidak perlu takut akan tindakan balasan yang timbul dari

    pertengkaran dengan rekan sekerja atau atasan.

  • 11

    BAB III

    KEGIATAN DI LABORATORIUM

    A. Minyak Bumi

    Minyak mentah atau crude oil adalah cairan coklat kehijauan sampai

    hitam yang terutama terdiri dari karbon dan hidrogen. Teori yang paling

    umum digunakan untuk menjelaskan asal-usul minyak bumi adalah organic

    source materials. Teori ini menyatakan bahwa minyak bumi merupakan

    produk perubahan secara alami dari zat-zat organik yang berasal dari sisa-sisa

    tumbuhan dan hewan yang mengendap selama ribuan sampai jutaan tahun.

    Akibat dari pengaruh tekanan, temperatur, kehadiran senyawa logam dan

    mineral serta letak geologis selama proses perubahan tersebut, maka minyak

    bumi akan mempunyai komposisi yang berbeda di tempat yang berbeda.

    Minyak bumi memiliki campuran senyawa hidrokarbon sebanyak 50-

    98% berat, sisanya terdiri atas zat-zat organik yang mengandung belerang,

    oksigen, dan nitrogen serta senyawa-senyawa anorganik seperti vanadium,

    nikel, natrium, besi, aluminium, kalsium, dan magnesium. Secara umum,

    komposisi minyak bumi dapat dilihat pada tabel berikut:

    Komposisi Persentase

    Karbon (C) 84 87

    Hidrogen (H) 11 14

    Sulfur (S) 0 3

    Nitrogen (N) 0 1

    Oksigen (O) 0 2

    Tabel 1. Komposisi Elemental Minyak Bumi

    B. Proses Pengolahan Minyak Bumi

    Minyak bumi baru dapat dimanfaatkan setelah dipisahkan melalui

    penyulingan atau distilasi bertingkat. Dasar pemisahan masing-masing fraksi

    minyak bumi adalah perbedaan titik didih. Proses penyulingan dikerjakan

    dengan menggunakan kolom atau menara distilasi. Di dalam kolom ini pada

  • 12

    jarak tertentu terdapat pelat-pelat yang mempunyai sejumlah bubble caps.

    Maksud dilengkapi pelat-pelat tersebut adalah untuk memudahkan pemisahan

    antara berbagai fraksi dan trayek suhu yang berbeda-beda.

    Minyak mentah dimasukkan ke dalam tangki, kemudian dipanaskan

    kurang lebih 350o

    C dan dipompakan ke dalam kolom distilasi. Minyak yang

    menguap bergerak ke atas melalui bubble caps, sedangkan minyak cair turun

    ke bawah.

    Fraksi-fraksi yang dihasilkan pada berbagai temperatur penyulingan

    ada yang berwujud gas, cair dan padat. Fraksi yang berwujud gas terdari atas

    metana, etana, propana, iso-butana, dan n-butana yang mempunyai titik didih

    sangat rendah. Campuran gas ini mempunyai nilai kalori tinggi dan banyak

    digunakan sebagai bahan bakar rumah tangga. Fraksi yang berwujud cair

    adalah bensin, minyak tanah dan solar. Fraksi minyak bumi yang berwujud

    padat adalah parafin dan aspal.

    Fraksi-fraksi yang dihasilkan dari destilasi bertingkat minyak bumi

    adalah sebagai berikut:

    1. Gas

    Gas merupakan senyawa hidrokarbon dengan tiga atau empat

    atom karbon dengan titik didih maksimum 40 oC. Pada temperatur dan

    tekanan normal berbentuk gas dan dapat dicairkan dengan tekanan

    tertentu. Digunakan sebagai bahan bakar cair di rumah tangga seperti

    LPG (Liquiefied Petroleum Gas).

    2. Gasoline (bensin)

    Gasoline merupakan senyawa hidrokarbon dengan rantai C5-C11

    dengan titik didih antara 40 oC sampai 200 oC. Digunakan sebagai Bahan

    Bakar Pesawat Terbang (Avgas). Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

    (Mogas)

    3. Naftha

    Naftha merupakan senyawa hidrokarbon dengan jarak didih

    antara 65 oC 150 oC. Digunakan sebagai bahan bakar dasar proses

    reforming dan sebagai pelarut dalam industri.

  • 13

    4. Kerosin (minyak tanah)

    Kerosin merupakan senyawa hidrokarbon dengan jarak didih

    antara 150 oC 300 oC, terdiri dari hidrokarbon dengan rantai C11 dan

    C12. Digunakan sebagai bahan bakar rumah tangga dan untuk

    penerangan. Fraksi kerosine yang lebih ringan yaitu yang jarak didihnya

    150 oC sampai 230 oC digunakan sebagai bahan bakar pesawat jet

    (avtur).

    5. Gas oil (solar)

    Gas oil merupakan senyawa hidrokarbon yang memiliki jarak

    didih antara 230oC 350oC. Digunakan sebagai bahan bakar mesin

    diesel. Kerosin dan gas oil merupakan fraksi destilat pertengahan.

    6. Minyak pelumas

    Minyak pelumas merupakan hasil minyak bumi yang mempunyai

    titik didih di atas gas oil. Digunakan sebagai pelumas mesin-mesin motor

    untuk mengurangi gesekan antara dua mesin.

    7. Lilin parafin

    Lilin parafin merupakan hasil minyak bumi yang diperoleh

    dengan cara pengembunan terhadap destilasi hampa. Titik leburnya di

    atas 40 oC dan berbentuk kristal di bawah 40 oC.

    8. Minyak bakar

    Minyak bakar pada umumnya terdiri dari residu penyulingan

    atmosfirik dan penyulingan hampa. Digunakan sebagai bahan bakar

    untuk mesin-mesin diesel berkecepatan rendah dan ketel uap pada kapal

    laut.

    9. Aspal

    Aspal merupakan hasil minyak bumi yang berasal dari residu

    penyulingan minyak mentah asphaltik, tetapi komposisi asli dari aspal

    belum diketahui dengan pasti. Digunakan sebagai bahan untuk pelapis

    jalan.

  • 14

    10. Destilat berat

    Destilat berat terdiri dari senyawa-senyawa hidrokarbon yang

    mempunyai titik didih sekitar 305 oC atau di atasnya dan senyawa ini

    lebih kompleks dari senyawa parafin, naften dan aromatik. Fraksi ini

    merupakan fraksi minyak pelumas.

    11. Residu

    Diperoleh setelah distilasi vakum pada temperatur tinggi.

    Merupakan campuran yang sangat kompleks dan sukar dianalisa. Residu

    banyak mengandung senyawa-senyawa poliaromat dan sedikit

    mengandung parafin.

    Pada pemrosesan minyak bumi melibatkan 2 proses utama, yaitu:

    1. Proses pemisahan (separation processes)

    Unit operasi yang digunakan dalam penyulingan minyak biasanya

    sederhana tetapi yang kompleks adalah interkoneksi dan interaksinya.

    2. Proses konversi (convertion processes)

    Hampir 70% dari minyak mentah di proses secara konversi di USA,

    mekanisme yang terjadi berupa pembentukan ion karbonium dan radikal

    bebas.

    Proses pemisahan yang dilakukan adalah distilasi, absorpsi, adsorpsi,

    filtrasi, kristalisasi, dan ekstraksi. Sedangkan proses konversi yang dilakukan

    adalah cracking atau pyrolisis, polimerisasi, alkilasi, hidrogenasi,

    hydrocracking, isomerisasi, dan aromatisasi.

    Proses pengilangan pertama-tama adalah mengubah komponen

    minyak menjadi fraksi-fraksi yang laku dijual berupa beberapa tipe dari

    destilasi. Beberapa perlakuan kimia dan pemanasan dilakukan untuk

    memperbaiki kualitas dari produk minyak mentah yang diperoleh. Misalnya

    pada tahun 1912 permintaan gasolin melebihi supply dan untuk memenuhi

    permintaan tersebut maka digunakan proses pemanasan dan tekanan yang

    tinggi untuk mengubah fraksi yang tidak diharapkan. Molekul besar menjadi

    yang lebih kecil dalam jarak titik didih gasolin, proses ini disebut cracking.

  • 15

    Gambar 1. PROSES DISTILAS I BERTINGKAT

  • 16

    C. Solar (Diesel fuel)

    Solar (gas oil) merupakan produk minyak bumi yang mempunyai titik

    didih antara 230 oC sampai 350 oC. Bahan bakar mesin diesel sebagian besar

    terdiri dari senyawa hidrokarbon dan senyawa nonhidrokarbon. Senyawa

    hidrokarbon yang dapat ditemukan dalam bahan bakar diesel antara lain

    parafinik, naftenik, olefin dan aromatik. Sedangkan untuk senyawa

    nonhidrokarbon terdiri dari senyawa yang mengandung unsur non logam,

    yaitu S, N, O dan unsur logam seperti vanadium, nikel dan besi.

    Penggolongan bahan bakar mesin diesel berdasarkan jenis putaran

    mesinnya, dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu:

    1. Automotive Diesel Oil (ADO), yaitu bahan bakar yang digunakan untuk

    mesin dengan kecepatan putaran mesin di atas 1000 rpm (rotation per

    minute). Bahan bakar jenis ini yang biasa disebut sebagai bahan bakar

    diesel. Biasanya digunakan untuk kendaraan bermotor.

    2. Industrial Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin-

    mesin yang mempunyai putaran mesin kurang atau sama dengan 1000

    rpm, biasanya digunakan untuk mesin-mesin industri. Bahan bakar jenis

    ini disebut minyak diesel.

    Mesin-mesin dengan putaran mesin yang cepat (>1000 rpm)

    membutuhkan bahan dengan karakteristik tertentu yang berbeda dengan

    minyak diesel. Karakteristik yang diperlukan berhubungan dengan auto

    ignition (kemampuan menyala sendiri), kemudaham mengalir dalam saluran

    bahan bakar, kemampuan untuk teratomisasi, kemampuan lubrikasi, nilai

    kalor dan karakteristik lain.

    Minyak bumi parafinik merupakan jenis minyak bumi yang paling

    baik untuk diolah menjadi minyak solar, karena minyak solar yang dihasilkan

    mempunyai kualitas penyalaan yang baik walaupun pada temperatur rendah.

  • 17

    Solar dalam penggunaannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu

    yaitu:

    1. Penyalaan

    Sifat penyalaan dalam bahan bakar diesel dinilai dengan Angka

    Setana (cetane number) yang diukur dengan mesin pengukur standar.

    Angka setana menunjukan kemampuan bahan bakar tersebut untuk

    menyala dengan sendirinya dalam ruang bakar dari motor diesel. Sifat

    penyalaan yang sesuai dengan kebutuhan mesin, akan terjadi pembakaran

    yang teratur tanpa terjadi ketukan.

    2. Penguapan

    Kemudahan penguapan bahan bakar diesel merupakan faktor

    penting untuk mendapatkan pembakaran yang memuaskan. Kemudahan

    menguap ditunjukkan dengan pengujian desitlasi metode ASTM.D 89.

    3. Pemompaan dan penyemprotan

    Minyak solar harus cukup encer dan cair agar mudah dalam

    pemompaan dan penyemprotan. Untuk ini viskositas dan titik tuang

    ditentukan batas-batasnya.

    Viskositas yang terlalu rendah akan mengakibatkan kebocoran

    pada pompa injeksi bahan bakar. Sebaliknya viskositas yang terlalu tinggi

    akan mempengaruhi kerja pompa injeksi. Di samping itu juga akan

    mengakibatkan tetesan-tetesan minyak mempunyai ukuran yang relatif

    besar, yang mana tetesan-tetesan ini akan lambat menyala dan dapat

    menempel pada dinding silinder yang dapat membentuk karbon atau

    mengalir ke bawah, ke dalam karter dan akan mengencerkan minyak

    pelumas yang menyebabkan keausan pada mesin tersebut.

    4. Sifat-sifat lain

    Sifat-sifat lain bahan bakar diesel yang harus juga diperhatikan

    adalah kebersihan bahan bakar dari kotoran, kecenderungan bahan bakar

    untuk memberikan endapan karbon dan kandungan belerang.

  • 18

    Adanya kotoran dalam bahan bakar diesel merupakan salah satu

    faktor yang dapat menyebabkan keausan bagian-bagian pompa injeksi

    bahan bakar. Keausan dapat dilihat dari parameter kadar abu.

    Kecenderungan bahan bakar diesel untuk memberikan endapan

    karbon dapat diukur dengan pengujian karbon residu. Kandungan belerang

    yang tinggi dalam bahan bakar diesel dapat mengakibatkan korosi pada

    silinder, cincin torak, bantalan dan saluran pembuangan gas hasil

    pembakaran.

  • 19

    D. Parameter-parameter Analisa Bahan Bakar Solar

    Parameter yang dikerjakan pada analisa bahan bakar solar, yaitu:

    1. Color Berdasarkan Metode ASTM D 1500

    Warna menunjukkan terang atau gelapnya suatu minyak pelumas,

    diukur dari intensitas cahaya yang dapat menembus sejumlah minyak

    tertentu. Perbedaan warna dari minyak itu karena variasi minyak mentah,

    viskositasnya, cara dan derajat destilasi serta jenis dan jumlah aditif di

    dalamnya

    2. Specific Gravity Berdasarkan Metode ASTM D 1298

    Specific Gravity adalah suatu kualitas dari suatu besaran yang

    diperoleh dari perbandingan kerapatan suatu minyak dengan kerapatan air

    pada suhu yang telah ditentukan. Pembacaan skala pada alat hidrometer yang

    dicelupkan ke dalam contoh dikonversikan pada tabel maka nilai gravitasi

    spesifik dapat diketahui.

    Sifat ini penting dalam perdagangan dan biasa dinyatakan dalam oAPI

    (American Petroleum Institute) gravity yang diukur pada tekanan 1 atm dan

    temperatur 60oF. API Gravity adalah fungsi khusus pada densitas relatif pada

    60oF yang ditunjukkan dengan:

    API Gravity : (141.5 / specific gravity ) 131.5

    Berat jenis adalah perbandingan berat suatu senyawa pada volume yang

    sama dan pada temperatur tertentu yaitu pada 60oF.

    3. Titik Nyala Berdasarkan Metode ASTM D 93

    Titk nyala adalah suhu terendah pada saat minyak solar mulai menyala

    di atas permukaan bahan bakar saat dilewatkan api. Semakin rendah titik

    nyala suatu zat maka zat tersebut semakin mudah terbakar. Tujuan penentuan

    titik nyala ini yaitu untuk keamanan dalam pemakaian, penyimpanan, dan

    pengangkutan terhadap sampel itu sendiri.

  • 20

    4. Viskositas Kinematik Berdasarkan Metode ASTM D 445

    Viskositas adalah tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan dalam

    pipa kapiler terhadap gaya gravitasi, biasanya dinyatakan dalam waktu yang

    diperlukan untuk mengalir pada jarak tertentu. Jika viskositas semakin tinggi,

    maka tahanan untuk mengalir akan semakin tinggi. Karakteristik ini sangat

    penting karena mempengaruhi kinerja injektor pada mesin diesel. Atomisasi

    bahan bakar sangat bergantung pada viskositas, tekanan injeksi serta ukuran

    lubang injektor. Viskositas yang lebih tingi akan membuat bahan bakar

    teratomisasi menjadi tetesan yang lebih besar dengan momentum tinggi dan

    memiliki kecenderungan untuk bertumbukan dengan dinding silinder yang

    relatif lebih dingin. Hal ini menyebabkan pemadaman flame dan peningkatan

    deposit dan emisi mesin. Bahan bakar dengan viskositas lebih rendah

    memproduksi spray yang terlalu halus dan tidak dapat masuk lebih jauh ke

    dalam silinder pembakaran, sehingga terbentuk daerah fuel rich zone yang

    menyebabkan pembentukan jelaga. Viskositas juga menunjukkan sifat

    pelumasan atau lubrikasi dari bahan bakar. Viskositas yang relatif tinggi

    mempunyai sifat pelumasan yang lebih baik. Pada umumnya, bahan bakar

    harus mempunyai viskositas yang relatif rendah agar dapat mudah mengalir

    dan teratomisasi. Hal ini dikarenakan putaran mesin yang cepat

    membutuhkan injeksi bahan bakar yang cepat pula. Namun tetap ada batas

    minimal karena diperlukan sifat pelumasan yang cukup baik untuk mencegah

    terjadinya keausan akibat gerakan piston yang cepat.

    Viskositas kinematik adalah pengukuran kekentalan berdasarkan

    waktu mengalirnya contoh dalam pipa kapiler yang dinyatakan dalam

    centistoke (cSt). Besarnya viskositas tersebut tergantung pada komposisi

    fluida. Pada umumnya makin tinggi derajat API maka viskositasnya semakin

    tinggi.

    5. Kadar Air Berdasarkan Metode ASTM D 4377

    Penentuan kadar air yaitu untuk mengetahui kandungan air yang

    terdapat dalam minyak bumi dan produk-produknya. Air yang terkandung

    dalam minyak dapat menurunkan kualitas dari minyak bumi tersebut. Karena

  • 21

    air akan berpengaruh pada proses pengolahan dan dapat merusak bila terdapat

    dalam produk-produknya

    6. Copper Strip Corrosion Berdasarkan Metode ASTM D 130

    Copper Strip Corrosion ini berguna untuk menunjukkan sifat

    korosifitas bahan bakar karena adanya belerang atau senyawa belerang

    lainnya. Pengujian ini sangat penting untuk menjamin bahwa bahan bakar

    tidak akan menimbulkan korosi pada bagian-bagian sistem yang terbuat dari

    tembaga atau campurannya. Di samping itu pengujian bermanfaat untuk

    mengetahui timbulnya sifat korosi bahan bakar selama penyimpanan dalam

    tanki. Sifat korosi ini timbul karena adanya aktifitas bakteri pereduksi sulfat,

    sehingga terbentuk H2S oleh sebab itu adanya air pada dasar tanki harus

    dihindarkan karena dalam air inilah bakteri itu hidup. Reaksi yang terjadi

    yaitu:

    4 Fe + SO42- + 4 H2O

    Hidrogenase FeS + 3 Fe (OH)2 + 2 OH-

    7. Titik Tuang Berdasarkan Metode ASTM D 97

    Titik tuang adalah temperatur terendah dimana minyak bumi dan

    produknya masih dapat mengalir atau masih dapat dituang di bawah kondisi

    tersebut apabila didinginkan pada kondisi tertentu, dan waktu yang

    diperlukan Untuk melihat titik tuang contoh maksimal 5 detik. Titik tuang

    mempunyai arti yang sangat besar bagi bahan bakar premium terutama bila

    digunakan pada suhu rendah. Titik tuang sebagai indikasi tentang sifat

    pemompaan dan kemampuan alir pada suhu rendah. Titik tuang ini

    dipengaruhi oleh derajat ketidakjenuhan (angka iodium), semakin tinggi

    ketidakjenuhan maka titik tuang semakin rendah. Titik tuang juga

    dipengaruhi oleh panjang rantai karbon, semakin panjang rantai karbon maka

    semakin tinggi titik tuang. Karakteristik ini ditentukan dengan menggunakan

    metode ASTM D 97.

    8. Calculated Cetane Index Berdasarkan Metode ASTM D 976

    Calculated Cetane Index atau indeks setana terhitung adalah suatu

    angka yang didapatkan dari hasil perhitungan tertentu antara API Gravity dan

    suhu pada 50% volume destilasi. Atau dapat juga ditentukan dari grafik

  • 22

    (terlampir). Tujuan penentuan indeks setana terhitung adalah untuk

    mengetahui kualitas suatu bahan bakar. Angka setana yang tinggi

    menunjukkan bahwa bahan bakar dapat menyala pada temperatur yang relatif

    rendah, dan sebaliknya angka setana rendah menunjukkan bahan bakar baru

    dapat menyala pada temperatur yang relatif tinggi. Penggunaan bahan bakar

    mesin diesel yang mempunyai angka setana yang tinggi dapat mencegah

    terjadinya knocking karena begitu bahan bakar diinjeksikan ke dalam silinder

    pembakaran maka bahan bakar akan langsung terbakar dan tidak terakumulasi

    9. Kadar Belerang Berdasarkan Metode ASTM D 4249

    Kadar belerang adalah jumlah belerang yang terkandung dalam

    contoh. Sulfur yang terkandung dalam bahan bakar dengan adanya air dapat

    membentuk asam yang bersifat.

    Kadar sulfur dalam bahan bakar diesel dari hasil penyulingan pertama

    (straight-run) sangat bergantung pada asal minyak mentah yang akan diolah.

    Pada umumnya, kadar sulfur dalam bahan bakar diesel adalah 50-60% dari

    kandungan-kandungan dalam minyak mentahnya. Kandungan sulfur yang

    berlebihan dalam bahan bakar diesel dapat menyebabkan terjadinya keausan

    pada bagian-bagian mesin. Hal ini terjadi karena adanya partikel-partikel

    padat yang terbentuk ketika terjadi pembakaran dan dapat juga disebabkan

    karena keberadaan oksida

    Minyak bumi Kadar belerang (% berat)

    Kadar belerang tinggi >2.0

    Kadar belerang sedang 0.1-0.2

    Kadar belerang rendah 0.1

    Tabel 2. Kategori Minyak Bumi Berdasarkan Kadar Belerang

  • 23

    10. Conradson Carbon Residu berdasarkan metode ASTM D 189

    Conradson Carbon Residue (CCR) adalah kandungan residu karbon

    yang tersisa setelah minyak menguap dan terbakar pada waktu dan kondisi

    tertentu yang dinyatakan dalam % berat. Parameter ini untuk mengetahui

    besarnya kecenderungan terbentuknya Karbon dalam minyak pada suatu

    mesin akibat pembakaran yang tidak sempurna. Deposit Karbon tidak disukai

    karena tetap membara walaupun mesin sudah dimatikan dan bila terbentuk

    deposit yang keras akan mempercepat proses pengausan. Deposit Karbon

    dapat menyumbat lubang penyemprotan bahan bakar yang tidak diinginkan.

    CCR ditentukan dengan metode ASTM D 189 dari 10 % residu (diperoleh

    dari hasil destilasi 10 % terakhir) dibakar tanpa udara pada suhu tinggi

    sampai penguapan dari bagian yang dapat menguap selesai. Sisa dari

    pembakaran ditimbang dan dihitung dalam % berat

    11. Kandungan Sedimen Berdasarkan Metode ASTM D 473

    Tujuan penentuan kandungan sedimen ini untuk mengetahui kualitas

    bahan bakar. Sedimen di dalam bahan bakar akan segera menyumbat saringan

    bahan bakar dan juga dapat membentuk deposit pada sistem injeksi atau

    ruangan pembakaran.

    12. Kadar Abu

    Kadar abu dari bahan bakar berasal dari senyawa logam yang

    memang terdapat di dalam bahan bakar atau dapat juga berasal dari sabun

    metal yang larut dalam bahan bakar yang terbentuk akibat pengolahan alkali

    pada proses netralisasi asam. Abu, sebagian akan keluar dari ruang

    pembakaran, tetapi sedikit bagian yang tertinggal akan menyebabkan

    gangguan pada mesin, mempercepat proses pengikisan (abu yang keras) dan

    berupa deposit di dalam ruang pembakaran.

  • 24

    13. Angka Asam Total

    Bilangan asam total adalah jumlah basa yang dinyatakan dalam mg

    KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam yang ada di dalam 1 gram

    contoh. Penentuan TAN ini penting untuk mengetahui tingkat keasaman dari

    contoh. Karena asam ini dengan adanya air akan mengakibatkan korosi

    14. Angka Asam Kuat

    Bilangan asam kuat adalah jumlah basa yang dinyatakan dalam mg

    KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam kuat di dalam 1 gram contoh.

    Asam ini didapatkan dalam contoh yang sudah diekstrak dalam air panas.

    15. Destilasi Berdasarkan Metode ASTM D 86

    Destilasi berdasarkan metode ini bertujuan menganalisis secara mudah

    dan cepat untuk mengetahui produk hasil pengolahan dari kilang dan untuk

    menentukan kemurnian contoh. Destilasi berdasarkan metode ini titik didih

    awal : 5%, 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, 95% dan titik

    didih (% volume).

    Destilasi ini hanya dapat dilakukan pada tekanan atmosfir dan pada

    temperatur di bawah 375oC.

    16. Sistem Karl Fischer

    Prosedur ini digunakan jika penentuan air dengan cara penentuan

    kehilangan bobot pada pengeringan tidak memungkinkan atau jika jumlah air

    yang ditentukan hanya sedikit. Metode ini berdasarkan reduksi Iod oleh

    Sulfur dioksida dengan adanya air dan basa (Piridin).

    Iod dan Sulfur dioksida digunakan dalam larutan terpisah atau

    disatukan dalam satu larutan sebagai larutan Karl Fischer. Dalam praktek

    dibutuhkan pelarut yang dapat melarutkan baik Sulfur dioksida ataupun Iod.

    Berdasarkan hal inilah maka Piridin dan Metanol digunakan sebagai pelarut.

    Larutan Karl Fischer mengandung Metanol, Piridin, Sulfur dioksida dan

    Iod. Iod dan Belerang dioksida membentuk kompleks dengan Piridin, dan bila

    terdapat air, maka kedua kompleks ini dengan kelebihan Piridin bereaksi

    dengan air tersebut.

    C5H5N.I2 + C5H5N.SO2 + C5H5N + H2O 2 C5H5N+ + 2 I- + C5H5N.SO3

  • 25

    Metanol perlu untuk mengikat C5H5N.SO3, agar tidak bereaksi dengan air

    C5H5N.SO3 + CH3OH C5H5NH+ + CH3OSO3

    -

    Metanol dengan kelebihan besar menjamin reaksi di atas dan mencegah

    reaksi ini :

    C5H5N.SO3 + H2O C5H5NH+ + HOSO3

    -

    Perhitungan menjadi cukup sulit karena tidak spesifik untuk air.

    Pada reaksi stokhiometri reaksi Karl Fischer, yang harus diperhatikan

    adalah bahwa tanpa adanya Metanol, satu mol air membutuhkan setengah mol

    Iod. Jika menggunakan Metanol, maka perbandingannya adalah 1:1 yaitu satu

    mol air menggunakan satu mol Iod. Seperti pada reaksi yang telah

    disederhanakan berikut ini :

    Reaksi tanpa Metanol : I2 + SO2 + 2 H2O H2SO4 + 2 HI

    Reaksi dengan Metanol : I2 + SO2 +H2O + CH3OH H3C-OSO3H + 2 HI

    Penentuan titik akhir dapat ditentukan dengan tiga cara :

    a. Penentuan Secara Visual

    Titik akhir secara visual dapat ditunjukkan dengan perubahan

    warna dari larutan berwarna kuning menjadi cokelat, merupakan petunjuk

    kelebihan pereaksi Karl Fischer. Hal ini menunjukkan kelebihan kompleks

    Piridin-Iod setelah air habis bereaksi.

    b. Penentuan Secara Amperometri

    Penentuan titik akhir dengan amperometer ini yang diukur adalah

    perubahan kekuatan arus yang dipasang pada saat tegangan tetap (10-500

    mV) pada kedua elektroda. Selama titrasi persamaan reaksi akan berjalan

    irreversible dari kiri ke kanan. Sebelum titik ekuivalen, tidak ada aliran

    arus karena Iod yang ditambahkan segera direduksi oleh Belerang

    dioksida. Segera setelah titik ekuivalen tercapai, yang dapat diketahui

    dengan terbentuknya Iod berlebih. Pada katoda Iod akan direduksi menjadi

    Iodida. Sedangkan di anoda, Iodida akan dioksidasi kembali menjadi Iod

    dengan membebaskan dua elektron. Karena itu, akan terjadi aliran arus

    yang akan mengakibatkan bertambahnya kekuatan arus.

  • 26

    c. Penentuan dengan Voltametri

    Penentuan titik akhir dengan voltmeter terjadi pada saat adanya

    perbedaan tegangan dan arus yang tetap antara kedua elektroda (1-10 A)

    yang mengalir sehingga terjadi depolarisasi. Depolarisasi ini menghasilkan

    perbedaan yang tajam pada tahanan dan akibatnya akan terjadi perubahan

    tegangan antara kedua elektroda.

  • 27

    E. Metode Analisis

    Penetapan-penetapan berikut ini dilakukan untuk menentukan mutu

    bahan bakar solar.

    1. Analisis Specific Gravity (SG) Pada 60/60 0F dengan Metode ASTM D

    1298; 2006

    Dasar :

    Analisis specific gravity atau kerapatan dilakukan dengan metode

    hidrometri dengan menggunakan hidrometer. Alat ini telah diatur

    sedemikian rupa sehingga besarnya gaya ke atas yang dialami hidrometer

    ketika dicelupkan ke dalam cairan akan sebanding dengan jumlah zat

    terlarut dalam cairan tersebut dan telah dikalibrasi dengan skala gr/ml.

    Reaksi :

    Alat dan Bahan :

    a. Hidrometer.

    b. Gelas ukur 250 ml.

    c. Termometer skala 0F.

    d. Bahan bakar solar.

    Cara kerja:

    a. Gelas ukur dibilas dengan larutan contoh yang akan diperiksa.

    b. Diisi gelas ukur dengan contoh (250 ml).

    c. Hidrometer dicelupkan ke dalam contoh, dan didiamkan sampai stabil.

    d. Nilai API gravity dibaca pada skala yang berimpit dengan permukaan

    cairan dan diukur suhu suhu contoh.

    Pengamatan :

    Nilai hasil pembacaan pada alat adalah nilai API gravity pada suhu kerja,

    kemudian dicari nilai API gravity pada suhu 60OF dan specific gravity

    pada tabel.

  • 28

    2. Titik Nyala dengan Metode ASTM D 93; 2010

    Dasar :

    Penetapan ini dilakukan dengan memanaskan contoh, dan diukur suhu

    pada saat timbul nyala yang dicatat sebagai nilai titik nyala contoh

    tersebut.

    Reaksi : -

    Alat dan Bahan :

    a. Flash Point Cleveland Close Cup Tester, Stan Hope Seta Flash Point.

    b. Pembakar.

    c. Temperatur.

    Cara Kerja:

    a. Contoh dimasukkan ke dalam mangkuk uji, kemudian termometer

    dipasang hingga mengenai contoh.

    b. Kemudian diletakkan pada lubang pemanas, dan mangkuk uji ditutup

    dengan pengaduk yang telah dipasang pengaduk.

    c. Termometer dipasang hingga mengenai contoh dan tidak bersentuhan

    dengan pengaduk

    d. Api dan pemanas dinyalakan dan diatur suhunya.

    e. Termometer dibaca untuk setiap kenaikan 5oF dengan cara

    melewatkan api penguji ke dalam contoh sampai timbul nyala api

    sesaat pada permukaan contoh.

    3. Titik Tuang dengan Metode ASTM D 97; 2009

    Dasar :

    Penetapan ini dilakukan dengan cara menurunkan suhu contoh sampai

    contoh tersebut tidak bisa dituang lagi selama sepuluh detik.

  • 29

    Alat dan Kerja :

    a. Alat pendingin.

    b. Tabung silinder gelas.

    c. Gabus.

    d. Termometer.

    e. Bahan bakar solar.

    Cara Kerja:

    a. Contoh dimasukkan dalam tabung penguji.

    b. Termometer dimasukkan ke dalam tabung penguji.

    c. Contoh didinginkan.

    d. Tiap penurunan 5 0F tabung dimiringkan dalam posisi horisontal

    untuk melihat contoh masih bergerak atau tidak selama 5 detik.

    e. Suhu dicatat ketika contoh tak bergerak dan ditambahkan 5 0C yaitu

    sebagai nilai pour point

    Pengamatan:

    Bila contoh sudah membeku dan saat dituangkan selama 10 detik contoh

    tidak mengalir lagi, maka suhunnya dicatat.

    4. Penetapan Kadar Air dalam Bahan Bakar Solar dengan Metode Karl

    Fischer

    Metode ini untuk penetapan kadar air dengan kadar 50-1000 mg/L

    dalam minyak.

    Dasar :

    Kadar air yang terdapat dalam minyak solar dapat diketahui kadarnya atas

    dasar reduksi yod oleh belerang dioksida (SO2) dalam air dan basa yaitu

    piridin. Dalam metode ini dipakai pereaksi Fischer yang terdiri dari

    larutan iod, belerang dioksida dan piridin dalam metanol mutlak

    (anhydrous).

    Reaksi :

    CH3OH + SO2 + H2O + I2 +3 R3N 3 R3NH+ + CH3OSO3

    - + 2 I-

  • 30

    Alat dan bahan :

    a. Alat Karl Fischer

    b. Syringe 5 ml

    c. Pereaksi Karl Fischer

    d. Pelarut Karl Fischer

    e. Bahan bakar solar

    Cara kerja:

    a. Alat dan stirer dinyalakan.

    b. Pelarut ditambahkan sampai elektroda terendam.

    c. Pelarut dinetralkan dengan penitar sampai titik akhir (volume penitar

    I).

    d. 10 ml contoh dipipet dan dimasukkan ke dalam pelarut.

    e. Contoh dititrasi sampai titik akhir.

    Penghitungan :

    Kadar air (ppm) = faktor x volume penitar x 1000

    volume contoh

    5. Viskositas Kinematik dengan Metode ASTM D 445; 2009

    Dasar :

    Viskositas dapat ditentukan dengan mengukur laju aliran cairan yang

    melalui tabung berbentuk silinder. Penentuan di sini meliputi viskositas

    kinematik dari contoh yang harganya merupakan perkalian dari waktu

    aliran dengan faktor tabung viskometer.

    Alat dan Bahan:

    a. Viskometer.

    b. Termometer.

    c. Stopwatch.

    d. Pompa vakum.

    e. Bahan bakar solar.

    f. Minyak tanah.

    g. Toluen.

    h. Silicon oil.

  • 31

    Cara kerja:

    a. Viskometer yang akan dipakai dibersihkan dan dikeringkan.

    b. Penangas minyak dan termostat dinyalakan dan diatur suhunya.

    c. Contoh dimasukkan kedalam viskometer.

    d. Didiamkan selama 15 menit, hingga panasnya homogen.

    e. Contoh diperiksa dengan cara menghisap contoh dengan pompa

    vakum sampai di bawah tanda batas.

    f. Waktu alir diukur mulai tanda batas awal sampai tanda batas akhir.

    Penghitungan : V = C x t

    Keterangan : V = viskositas kinematik (cSt)

    C = faktor (konstanta) viskometer (cSt/detik)

    t = waktu alir (detik)

    6. Kadar Belerang dengan Metode ASTM D 4249; 2010

    Dasar :

    Pada penentuan belerang dan sulfat ini dilakukan dengan metode sinar X.

    Sampel disimpan dalam suatu wadah khusus yang kemudian ditembak

    menggunakan sinar X.

    Alat dan Bahan:

    a. 1 set X-Ray Flurescence Sulphur Analyzer Tanaka Scientific model

    RX 620 S.

    b. Film transparan sinar X.

    c. Bahan bakar solar.

    Cara kerja:

    a. Standar atau sampel yang akan dianalisa disiapkan.

    d. Standar atau sampel dimasukkan ke dalam sampel cell yang

    sebelumnya telah di lapisi film transparan sinar X.

    b. Preparasi pengukuran harus dilakukan secara hati-hati agar sinar X

    tidak terhalang, terutama pada bagian film transparan sinar X.

    c. Pengaturan pada alat dilakukan.

    d. Hasil akan keluar secara otomatis dalam bentuk Print Paper.

  • 32

    7. Destilasi dengan Metode ASTM D 86; 2009

    Dasar :

    Sejumlah contoh didestilasi pada keadaan vakum sampai dengan nilai end

    point atau sampai suhu 375 oC. Kemudian dilakukan pembacaan

    temperatur-temperatur dan destilat yang didapat ditampung pada jarak

    tertentu maka dapat diketahui fraksi-fraksi yang terkandung di dalam

    contoh.

    Alat dan Bahan:

    a. Labu destilasi.

    b. Gelas ukur 100 ml.

    c. Batu didih.

    d. Termometer.

    e. Alat destilasi.

    f. Bahan bakar solar.

    Cara kerja:

    a. Contoh sebanyak 100 ml dimasukkan dalam labu destilasi.

    b. Labu destilasi diletakkan sedemikian rupa pada alat destilasi.

    c. Termometer diletakkan pada posisi yang benar.

    d. Alat dinyalakan, kemudian suhunya diatur.

    e. Suhu dicatat pada saat pertama kali menetes sebagai nilai IBP, 5%,

    10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, dan EP ( end

    point).

    f. Bila destilasi telah selesai, alat dimatikan.

    8. Conradson Carbon Residue dengan Metode ASTM D 189; 2006

    Dasar :

    Sejumlah contoh diletakkan dalam cawan dan contoh dibakar tanpa adanya

    oksigen. Residu yang berupa kerak akan terbentuk dalam waktu yang akan

    ditentukan pemanasannya. Kemudian cawan didinginkan dan ditimbang,

    dihitung sebagai persen berat.

    Reaksi : Contoh C + H2O

  • 33

    Alat dan Bahan:

    a. Cawan porselin.

    b. Neraca analitik digital.

    c. Pembakar Meker.

    d. Stopwatch / timer.

    e. Alat CCR.

    Cara kerja:

    a. Ditimbang contoh sebanyak kurang lebih 3 gram.

    b. Diletakkan dalam alat CCR sedemikian rupa hingga udara luar tidak

    mungkin masuk.

    c. Dibakar dengan pembakar Meker selama 30 menit.

    d. Cawan didinginkan dan ditimbang.

    e. Kadarnya dihitung dalam % berat.

    Penghitungan :

    9. Color berdasarkan metode ASTM D 1500; 2009

    Dasar :

    Contoh dimasukkan ke dalam tabung silinder kemudian dimasukkan ke

    dalam alat lalu dibandingkan dengan warna standar yang terdapat pada

    alat.

    Alat : a. Tabung silinder.

    b. Alat Color ASTM.

    Cara Kerja :

    a. Alat Color ASTM dinyalakan.

    b. Larutan contoh dimasukkan kedalam tabung silinder sampai tanda

    garis.

    c. Warna contoh dibandingkan dengan warna yang terdapat pada alat.

    Perhitungan : Hasil sudah tercantum pada alat.

  • 34

    10. Angka Asam Total (Total Acid Number) dengan Metode ASTM D 974;

    2008

    Dasar :

    Contoh dilarutkan dalam campuran Toluen, iso-propil alkohol yang

    memiliki kandungan air yang sedikit dan dititar dengan KOH alkohol

    dengan metode Titrimetri. Titik akhir terjadi pada saat perubahan warna

    indikator p-naphtolbenzen dari warna sindur menjadi hijau-cokelat.

    Reaksi : H+ + KOH alkohol K+ + H2O

    Alat :

    1. Buret 20 ml.

    2. Erlenmeyar 250 ml.

    Bahan :

    1. KOH alkohol 0,1 N.

    2. Pelarut (campuran Toluen, iso-propil alkohol dan sedikit air).

    3. Indikator p-naphtolbenzen.

    Cara kerja :

    1. Contoh ditimbang kurang lebih 2 gram ke dalam Erlenmeyer.

    2. Ditambahkan 100 ml pelarut dan 2 tetes Indikator p-naphtolbenzen

    (larutan berwarna sindur).

    3. Larutan dititar dengan KOH alkohol 0,1 N yang sudah distandarisasi

    hingga titik akhir berwarna hijau-cokelat.

    Pembuatan pelarut :

    1000 ml Toluen + 1000 ml iso-propil alkohol + 10 ml aquadest.

    Pembuatan larutan KOH alkohol 0,1 N :

    1. Kalium Hidrogen Ptalat (KHP) ditimbang kurang lebih 0,1 gram ke

    dalam Erlenmeyer.

    2. Ditambahkan 100 ml aquadest dan indikator PP.

    3. Dititrasi dengan KOH alkohol sampai titik akhir merah muda seulas.

    Perhitungan :

    gram contoh

    (V contoh -V blanko) x bst KOH x N KOH alkohol TAN (mg KOH/g) =

  • 35

    Keterangan :

    KHP = Kalium Hidrogen Phtalat (bst = 204,2).

    11. Kadar Abu (Ash Content) dengan Metode ASTM D 482; 2007

    Dasar :

    Sampel ditimbang dalam suatu wadah yang kemudian dipanaskan hingga

    zat zat yang terkandung menguap dan berubah menjadi abu pada

    pemanasan 700-750C. Kadar abu adalah selisih bobot awal dan bobot

    setelah pemijaran.

    Alat dan Bahan :

    1. Cawan platina

    2. Tanur

    3. Hot plate

    4. Timbangan

    Cara kerja:

    1. Cawan platina dipanaskan ke dalam tanur pada 700-800oC selama 10

    menit atau lebih. Lalu didinginkan hingga mencapai suhu ruangan

    dalam desikator tanpa desikant dan timbang sampai pada angka

    pendekatan 0.1 mg. Penimbangan terhadap cawan dilakukan sesegera

    mungkin saat cawan telah dingin. Pemanasan diulangi sampai

    bobotnya tetap atau hanya memiliki perbedaan kurang dari 0.5 mg.

    2. Jumlah sampel yang digunakan untuk pengujian tergantung pada

    kandungan abu dari sampel. Sampel ditimbang ke dalam cawan 10 -

    20 g sampai angka pendekatan 0.1 mg (sisa abu dari berat sampel

    sesungguhnya harus tidak boleh lebih dari 20 mg bila hal ini terjadi

    maka, pengujian harus diulang dengan menggunakan sampel yang

    lebih sedikit). Cawan dan sampel dipanaskan sampai sampelnya dapat

    dinyalakan. Temperatur stabil dipertahankan agar sampel terus

    ml

    1000

    N KOH alkohol = gram KHP

    Bst KHP x

  • 36

    terbakar secara merata sehingga akan meninggalkan karbon dan abu.

    Cawan platina dipastikan tidak menyentuh bagian nyala bunsen yang

    akan menyebabkan berkurangnya berat cawan tersebut.

    3. Bila sampel mengandung cukup kelembaban yang akan menyebabkan

    terjadinya buih dan berkurangnya bahan, sampel dibuang dan

    dipergunakan sampel yang baru, kemudian ditambahkan 1 - 2 ml

    propan-2-ol sebelum dipanaskan. Bila tidak berhasil ditambahkan 10

    ml 1:1 v/v toluene:propan-2-ol ke dalam sampel dan campurkan

    secara merata. Beberapa lembar kertas saring ditempatkan ke dalam

    cawan dan dipanaskan, saat kertas saring mulai terbakar sebagian

    besar air akan terbuang. Atau ditambahkan campuran toluene/propan-

    2-ol, 2 ml sampai 3 ml pada saat, pemanasan antara penambahan

    sampai air telah hilang.

    4. Residu dipanaskan pada tanur 775 oC sampai karbonnya hilang. Lalu

    dinginkan dalam desikator tanpa desikan lalu ditimbang sampai pada

    angka pendekatan 0.1 mg.

    5. Cawan dipanaskan pada 775 oC selama 20 - 30 menit. Didinginkan

    dalam desikator tanpa menggunakan desikan lalu ditimbang setelah

    dingin sampai dengan angka pendekatan 0.1 mg. Pemanasan diulangi

    dan dtimbang kembali sampai beratnya konstan atau hanya

    mempunyai perbedaan kurang dari 0.5 mg.

    Perhitungan :

    Kadar abu (% m/m) = [w/W] x 100

    Keterangan : w = Berat abu (g)

    W = Berat sampel (g)

  • 37

    BAB V

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil Analisis

    Berdasarkan hasil analisis bahan bakar solar, didapatkan data analisis

    dibandingkan dengan spesifikasi Dirjen MIGAS untuk bahan bakar diesel

    jenis high speed diesel (HSD) seperti terlihat pada tabel berikut :

    Parameter Uji Hasil Dirjen MIGAS

    K/24/DJM/2006 No.3675 HSD 48

    Satuan Metode

    1. Color ASTM

    2. API Gravity @ 60 oF

    Density @ 15 oF

    3. Flash Point

    4. Kinematic.Viscosity @

    40 C

    5. Water Content

    6. Copper Strip Corrosion

    (3 hrs/50 oC)

    7. Pour Point

    8. Cetane Index

    9. Total Sulphur

    10. Conradson Carbon

    Residue

    on 10 % Distllation

    Residue

    11. Ash Content

    12. Sediment

    13. Distillation Rec. Basis :

    IBP

    5% vol.

    10% vol.

    20% vol.

    8.0

    34.0

    855

    62

    3.52

    437

    1a

    -6

    49.4

    0.390

    0.06

    0.006

    0.008

    150

    194

    210

    236

    Max 3.0

    -

    815 870

    Min. 60

    2.0 - 5.0

    Max. 500

    No. 1 max

    Max.18

    Min. 45

    Max. 0.35

    Max. 0.10

    Max. 0.01

    Max. 0.01

    -

    -

    Kg/m3

    C

    cSt

    ppm

    -

    C

    -

    % wt

    % wt

    % wt

    % wt

    C

    ASTM D 1500

    ASTM D 1298

    ASTM D 1298

    ASTM D 93

    ASTM D 445

    Karl Fischer

    ASTM D 130

    ASTM D 97

    ASTM D 976

    ASTM D 4294

    ASTM D 189

    ASTM D 482

    ASTM D 473

    ASTM D 86

  • 38

    30% vol.

    40% vol.

    50% vol.

    60% vol.

    70% vol.

    80% vol.

    90% vol.

    95% vol.

    End Point

    Recovery, % vol.

    Residue, % vol.

    Loss, % vol.

    14. Strong Acid Number

    15. Total Acid Number

    257

    273

    287

    300

    314

    330

    350

    365

    374

    98

    1.5

    0.5

    NIL

    0.11

    Max 370

    NIL

    Max. 0.6

    mg KOH/g

    mg KOH/g

    ASTM D 664

    ASTM D 664

    Tabel 3. Data Hasil Analisis Bahan Bakar Solar Sampel FG 11009-3

    B. Pembahasan

    Berdasarkan hasil analasis yang diperoleh dapat diketahui bahwa

    hampir semua parameter yang diujikan telah memenuhi persyaratan dari

    Dirjen Migas. Namun untuk warna ASTM dan kandungan sulfur total tidak

    memenuhi persyaratan. Hal ini menunjukkan bahwa sampel tersebut telah

    mengalami kontaminasi.

    Hasil pengamatan warna yang dilakukan didapatkan hasil yang tidak

    sesuai persyaratan Dirjen Migas, yaitu sebesar 8.0. Warna minyak

    menunjukkan indikasi kesempurnaan pada proses penyulingannya. Minyak-

    minyak yang berbeda jarak didihnya dan berbeda asal minyak mentahnya

    akan mempunyai warna yang berbeda pula. Produk-produk penyulingan yang

    berwarna menunjukkan indikasi:

    (a) terjadinya peruraian termis;

    (b) masuknya material yang berwarna gelap;

  • 39

    Perubahan warna tersebut dapat disebabkan oleh peruraian

    (dekomposisi) yang terjadi karena suhu terlalu tinggi. Perubahan warna

    karena masuknya material disebabkan karena melubernya material itu ke

    dalam peralatan yang kapasitasnya telah maksimum.

    Pada umumnya warna dari minyak bumi ditentukan oleh berat

    jenisnya, jika berat jenisnya tinggi warna menjadi hijau kehitam-hitaman,

    sedangkan jika berat jenisnya rendah warna akan coklat kehitam-hitaman, ini

    disebabkan karena adanya pengotor, misalnya dari oksidasi senyawa

    hidrokarbon, karena hidrokarbon sendiri tidak memperlihatkan warna tertentu

    (SOEBROTO, 1990).

    Hasil analisis kandungan sulfur total kali ini diperoleh nilai yang lebih

    tinggi dari persyaratan Dirjen Migas. Parameter ini merupakan salah satu

    parameter yang cukup penting. Sulfur yang terkandung dalam contoh kali ini

    dengan adanya air dapat membentuk asam yang bersifat korosif.. Sulfur yang

    tinggi dalam solar memiliki efek nyata pada mesin, pengerakan pada piston,

    katup-katup, cincin-cincin maupun silinder mesin. Akibatnya mesin

    memerlukan seringnya pergantian minyak dan harus memakai pelumas

    beraditif tinggi. Sulfur yang diperbolehkan dalam bahan bakar tergantung

    pada kecepatan dan tujuan penggunaan mesin.

    Berdasarkan hasil analasis yang diperoleh dapat diketahui nilai API

    Gravity @ 60 oC yang diperoleh dari sampel yaitu sebesar 34.0. Hal ini

    menunjukkan bahwa sampel tersebut masih memenuhi standar. API Gravity

    @ 60 oC tidak berhubungan langsung terhadap kinerja mesin, tetapi

    menunjukkan indikasi tentang viskositas, sifat destilas, dan heating value.

    Solar yang lebih berat akan memiliki harga pemanasan yang lebih besar,

    walaupun kadang-kadang menggunakan solar yang lebih berat dibanding

    ukuran mesin, akan menghasilkan lebih banyak asap dan bau akibat

    pembakaran yang tidak sempurna.

    Titik nyala (Flash Point) tidak memberikan korelasi langsung pada

    mesin, tapi diperiksa untuk menjamin faktor keselamatan dalam penyimpanan

    maupun pengangkutan. Selain itu titik nyala juga mengindikasikan adanya

  • 40

    kontaminasi bahan yang lebih mudah menguap dan mudah menyala dalam

    bahan yang kurang volatil.

    Kekentalan (Viscosity) mempengaruhi ukuran butiran bahan bakar

    yang disemprotkan ke dalam ruang pembakaran. Kekentalan yang terlalu

    tinggi akan menyebabkan tekanan ekstrim pada sistem injeksi, menurunkan

    daya atomisasi dan mengeringkan penyemprotan. Di lain pihak kekentalan

    terlalu rendah dapat menaikan asupan secara abnormal akibat aliran yang

    berlebihan, dan kurang melumasi mesin akibatnya menimbulkan keausan.

    Kandungan Air (Water content) dalam bahan bakar merupakan faktor

    penting yang berhubungan dengan keadaan penyaring (filter fuel), peralatan

    injeksi dan bagian mesin yang lain. Adanya kandungan air yang teremulsi

    dalam minyak yang membeku akan menghalangi asupan bahan bakar ke

    dalam mesin. Pemeriksaan kadar air ini menjadi cukup sulit dilakukan karena

    dalam jumlah kecil air yang teremulsi tidak terlihat, dan bila lebih banyak

    akan terkumpul di dasar botol sampel sebagai butiran yang nyata, oleh

    karena itu pemipetan menjadi faktor kesalahan karena sulitnya

    menghomogenkan contoh.

    Angka asam total merupakan kandungan asam total yang tidak boleh

    terdapat pada solar, hal ini berhubungan kepada umur mesin. Solar yang

    memilki sifat korosifitas yang tinggi dapat merusak sistem dengan

    mengkorosi mesin. Angka asam kuat adalah kandungan asam kuat yang

    terdapat pada solar, biasanya jumlah angka asam kuat lebih sedikit atau di

    bawah angka asam total.

    Titik tuang (pour point) yang didapatkan dari hasil analisis yaitu

    sebesar -6 oC, masih sesuai dengan persyaratan Dirjen Migas. Titik tuang

    adalah suhu ketika cairan tidak dapat mengalir lagi. Pada titik tuang solar

    tidak dapat dipompa melalui sistem injeksi. Penyaring akan tersumbat oleh

    lilin saat mesin dioperasikan di dekat titik tuang, oleh karena itu parameter ini

    diperlukan untuk mengetahui kondisi operasi mesin.

    Indeks Cetana adalah ukuran mutu kenyalaan solar dan membantu

    pembakaran. Kebutuhannya tergantung pada ukuran dan desain mesin, sifat

    kecepatan, variasi beban dan kondisi atmosfir. Pada lokasi ketinggian dan

  • 41

    suhu rendah membutuhkan nilai yang lebih tinggi. Hasil analisis kali ini

    diperoleh nilai Indeks Setana sebesar 49.4. Hasil tersebut sesuai dengan

    persyaratan Dirjen Migas yaitu sebesar minimal 45.

    Residu karbon (CCR) memiliki hubungan dengan adanya deposit pada

    mesin. Harga CCR menunjukkan korelasi dengan kebersihan pembakaran.

    Deposit karbon tidak disukai karena tetap membara walupun mesin sudah

    dimatikan, juga menyumbat lubang penyemprot bahan bakar. Jumlah CCR

    yang terkandung dalam contoh FG 11009-3 ini termasuk rendah sehingga

    memenuhi persyaratan Dirjen Migas.

    Destilasi yang dilakukan dalam laboratorium bertujuan untuk

    mengetahui seberapa banyak bahan bakar yang hilang dalam pembakaran.

    Sifat penguapan yang diinginkan tergantung dari ukuran dan kecepatan mesin

    yang dipakai. Sifat penguapan yang terlalu rendah akan menyulitkan

    atomisasi yang berdampak pada berkurangnya tenaga. Namun bila terlalu

    tinggi juga mengakibatkan penurunan tenaga, karena terjadinya vapour lock

    dan dapat menimbulkan detonasi.

    Di dalam kilang minyak, destilasi dilakukan untuk memisahkan antar

    fraksi dan memurnikan hasil fraksi dari residu. Berdasarkan analisis pada

    Solar FG 11009-3 memberikan hasil yang sesuai dan dapat dimasukkan

    dalam spesifikasi Dirjen MIGAS.

  • 42

    BAB VI

    SIMPULAN DAN SARAN

    A. Simpulan

    Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa sampel bahan bakar solar

    FG 11009-3 yang dianalisis tidak memenuhi standar setelah dilakukan

    perbandingan terhadap standar Dirjen MIGAS K/ 24/ DJM/ 2006 No. 3675

    HSD 48. Sampel tersebut memiliki nilai Warna ASTM dan kadar sulfur total

    yang tinggi dan melebihi standar, sehingga sampel FG 11009 tidak layak

    untuk dipergunakan sebagai bahan bakar.

    B. Saran

    Sebaiknya diadakan uji recovery secara berkala untuk tiap alat /

    metoda yang digunakan guna menjamin akurasi data analisis Laboratorium

    Chemistry.

  • 43

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonim. 1994. Annual book of ASTM Standards. Petroleum Product, Lubricants, and Fossil Fuels. Vol. 05. 01. Section 5. Philadelphia.

    Anonim, 2001. Portofolio Bahan Bakar Cair. Depok : Universitas Indonesia.

    Anonim. 2003. Bahan Bakar Minyak, Elpiji, dan BBG. Pertamina.

    Anonim. 2010. Panduan Praktik Kerja Industri. Bogor : SMAKBo.

    Habson, G. D. Modern Petroleum Technology. 4 th ed. Aplied Science Publisher Ltd. Great Britain.

    Sumarna, Adi. dkk. 2002. Pengantar Kimia Analisis II (Titrimetri). Bogor : SMAKBo.

    Tian, Ari. 2001. Analisis Bahan Bakar Solar. Bogor : SMAKBo.

  • 44

    LAMPIRAN

    API Gravity Pour Point

    Condradson Carbon

    Residue

    Karl Fischer

    Lampiran 1. Alat-alat yang terdapat di dalam laboratorium

  • 45

    Total Acid Number Copper Strip Corrosion

    Pensky-Martens Closed

    Cup Flash Point

    XRF Sulphur Analyzer

  • 46

    Automatic Distillation Color ASTM

    Sediment Analysis Kinematic Viscosity @ 40oC

  • 47

    cairan

    Permukaan cairan Bagian yang

    diperhatikan

    Bagian bawah

    miniskus

    Pembacaan skala

    pada garis ini

    miniskus

    Permukaan cairan

    Lampiran 2. Pembacaan Skala Hidrometer untuk Cairan Transparan

  • 48

    bagian yang diperhatikan

    cairan

    Permukaan cairan

    miniskus

    Pembacaan skala

    pada garis ini

    miniskus

    Permukaan cairan

    Lampiran 3. Pembacaan Skala Hidrometer untuk Cairan Non-Transparan

  • 49

    PT. CORE LABORATORIES INDONESIA

    Lampiran 4. Gambar Struktur Organisasi di PT Corelab Indonesia