78
UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 21 JANUARI – 4 FEBRUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER LENI RANTY, S. Farm. 1206197702 ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013 Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN

DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 21 JANUARI – 4 FEBRUARI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

LENI RANTY, S. Farm. 1206197702

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK JUNI 2013

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 2: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN

DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 21 JANUARI – 4 FEBRUARI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

LENI RANTY, S. Farm. 1206197702

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK JUNI 2013

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 3: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

iii

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 4: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan laporan Praktek Kerja Profesi

Apoteker di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada periode 21 Januari

– 04 Februari 2013. Penulisan laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi

salah satu syarat untuk mencapai gelar Apoteker pada Fakultas Farmasi

Universitas Indonesia.

Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai

pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu,

saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Desko Irianto, SH., MM. selaku Kasubbag Tata Usaha Direktorat Bina

Pelayanan Kefarmasian dan pembimbing atas bantuan, bimbingan, dan

kesempatan yang telah diberikan kepada penulis.

2. Dr. Anton Bahtiar, M.Biomed., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah

menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam

penyusunan laporan ini.

3. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S, selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

melaksanakan praktek kerja profesi apoteker ini.

4. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi

Universitas Indonesia yang telah membantu penulis melaksanakan praktek

kerja profesi apoteker ini.

5. Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt., Ph.D selaku Direktur Jenderal Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk mengenal Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

6. Dra. Dettie Yuliati, Apt., M.Si. selaku Direktur Bina Pelayanan Kefarmasian

atas bantuan, bimbingan dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis

untuk mengenal direktorat ini;

7. dr. Zorni Fadia selaku Kasubdit Standardisasi, Dra. Dara Amelia, Apt., MM.

selaku Kasubdit Farmasi Komunitas, Drs. Bon Sirait, Apt., M.Sc., PH. selaku

Kasubdit Farmasi Klinik, Dra. Hidayati Mas’ud, Apt., MM. selaku Kasubdit

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 5: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

v

Penggunaan Obat Rasional beserta staf yang telah banyak membantu dan

membimbing penulis.

8. Seluruh staf dan karyawan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia atas

segala keramahan, pengarahan dan bantuan yang telah diberikan kepada

penulis selama melaksanakan PKPA.

9. Seluruh staf pengajar dan tata usaha Program Profesi Apoteker Fakultas

Farmasi Universitas Indonesia atas bantuan yang telah diberikan kepada

penulis.

10. Orang tua yang senantiasa memberikan dukungan moril dan finansial kepada

penulis.

11. Seluruh teman-teman apoteker angkatan 76 yang telah memberikan banyak

sekali bantuan dan dukungan kepada penulis.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala

kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari masih banyak

kekurangan dalam penulisan laporan ini, namun penulis berharap semoga laporan

ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Penulis

2013

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 6: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Leni Ranty. S. Farm. NPM : 1206197702 Program Studi : Apoteker Fakultas : Farmasi Jenis Karya : Laporan Praktek Kerja Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 21 Januari – 04 Februari 2013. Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok Pada Tanggal : 17 Agustus 2013

Yang menyatakan

(Leni Ranty, S. Farm.)

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 7: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .......................................................................................... i HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................................... vi DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... ix 1. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1 1.2 Tujuan ......................................................................................................... 2

2. TINJAUAN UMUM ........................................................................................ 3

2.1 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ............................................... 3 2.1.1 Dasar Hukum ..................................................................................... 3 2.1.2 Visi dan Misi ..................................................................................... 3 2.1.3 Tujuan ............................................................................................... 4 2.1.4 Nilai-nilai .......................................................................................... 4 2.1.5 Struktur Organisasi ............................................................................ 5 2.1.6 Fungsi ................................................................................................ 6 2.1.7 Strategi .............................................................................................. 6

2.2 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan ......................... 7 2.2.1 Tugas Pokok dan Fungsi .................................................................... 7 2.2.2 Sasaran Kebijakan ............................................................................. 7 2.2.3 Struktur Organisasi ............................................................................ 9

2.3 Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan ........ 9 2.3.1 Tugas ................................................................................................. 9 2.3.2 Fungsi ................................................................................................ 10 2.3.3 Struktur Organisasi ............................................................................ 10

2.4 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan .............................. 10 2.4.1 Tugas ................................................................................................. 10 2.4.2 Fungsi ................................................................................................ 11

2.4.3 Struktur Organisasi ............................................................................ 11 2.5 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian ..................................................... 12

2.5.1 Tugas ................................................................................................. 12 2.5.2 Fungsi ................................................................................................ 12 2.5.3 Struktur Organisasi ............................................................................ 12

2.6 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ............................. 13 2.6.1 Tugas ................................................................................................. 13 2.6.2 Fungsi ................................................................................................ 13 2.6.3 Struktur Organisasi ............................................................................ 13

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 8: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

viii

2.7 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian ................................. 14 2.7.1 Tugas ................................................................................................. 14 2.7.2 Fungsi ................................................................................................ 14 2.7.3 Struktur Organisasi ............................................................................ 14

3. TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA PELAYANAN

KEFARMASIAN ............................................................................................. 15 3.1 Tugas dan Fungsi........................................................................................ 15 3.2 Struktur Organisasi ..................................................................................... 16

3.2.1 Subdirektorat Standarisasi .................................................................. 17 3.2.2 Subdirektorat Farmasi Komunitas ...................................................... 17 3.2.3 Subdirektorat Farmasi Klinik ............................................................. 18 3.2.4 Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional ........................................... 19

3.3 Kegiatan ..................................................................................................... 19 3.3.1 Sub Direktorat Standarisasi ................................................................ 19 3.3.2 Sub Direktorat Farmasi Komunitas .................................................... 20 3.3.3 Sub Direktorat Farmasi Klinik ........................................................... 20 3.3.4 Sub Direktorat Penggunaan Obat Rasional ......................................... 21

4. PELAKSANAAN DAN PENGAMATAN ...................................................... 23 5. PEMBAHASAN ............................................................................................... 26

5.1 Subdirektorat Farmasi Komunitas ............................................................... 26 5.2 Subdirektorat Farmasi Klinik ...................................................................... 28 5.3 Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional ................................................... 29 5.4 Subdirektorat Standardisasi ........................................................................ 30 5.5 Persiapan Dalam Implementasi SJSN ......................................................... 31

6. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 33

6.1 Kesimpulan ................................................................................................ 33 6.2 Saran .......................................................................................................... 33

DAFTAR ACUAN ............................................................................................... 35

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 9: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ....... 36 Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan .......................................................................................... 37 Lampiran 3. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian ............. 38

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 10: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak dasar setiap individu dan salah satu unsur

kesejahteraan yang dapat diwujudkan melalui upaya kesehatan. Upaya kesehatan

adalah kegiatan memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk

mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan

diselenggarakan melalui peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan

(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan

(rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan

berkesinambungan (Presiden Republik Indonesia, 2009a). Upaya kesehatan dapat

terlaksana bukan hanya melalui peran serta pemerintahan dan masyarakat, namun

juga perlu diimbangi dengan peran serta dari tenaga kesehatan antara lain dokter,

apoteker dan perawat dalam mendukung program kesehatan pemerintah.

Pelayanan kesehatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif akan berkaitan dengan obat-obatan. Oleh karena itu salah satu upaya

dalam bidang pelayanan kesehatan adalah peningkatan mutu pelayanan obat

melalui peningkatan ketepatan, rasionalisasi, efisiensi penggunaan dan informasi

obat. Peran apoteker harus secara maksimal dapat dirasakan oleh masyarakat.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009, Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia sebagai regulator memiliki Direktorat Jenderal

Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat ini bertanggung jawab dalam

perumusan kebijakan, standarisasi teknis dan regulasi di bidang pembinaan

kefarmasian dan alat kesehatan yang mendorong peningkatan peran apoteker

dalam pelayanan kesehatan. Pelayanan kefarmasian yang pada awalnya

berorientasi ke obat (drug oriented) berubah menjadi orientasi kepada pasien

(patient oriented) sesuai dengan tujuan dari Pharmaceutical Care, yaitu tanggung

jawab profesi apoteker dalam mengoptimalkan terapi obat untuk meningkatkan

kualitas hidup masyarakat.

Kegiatan pelayanan kefarmasian yang komprehensif menuntut apoteker

dan calon apoteker untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 11: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

2

Universitas Indonesia

agar dapat berinteraksi aktif dengan pasien secara langsung. Bentuk interaksi yang

dapat dilakukan antara lain melaksanakan pemberian informasi, konseling dan

monitoring penggunaan obat. Agar tercapainya terapi obat yang optimal maka

apoteker harus memiliki pengetahuan yang memadai untuk menyadari dan

mengawasi kemungkinan kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses

pelayanan serta mampu berkomunikasi dengan pasien dan tenaga kesehatan lain

dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional.

Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia menyelenggarakan

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang bekerja sama dengan Kementerian

Kesehatan, khususnya Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Tujuan diselenggarakan PKPA ini agar para calon apoteker dapat mengetahui dan

memahami peran, tugas, dan fungsi dari Kementerian Kesehatan, khususnya

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Selain itu, diharapkan

mahasiswa apoteker mengetahui, mempelajari, dan memahami kebijakan-

kebijakan, penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria, prosedur, dan

bimbingan teknis serta evaluasi di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian.

1.2. Tujuan

Tujuan dilaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di

Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian sebagai berikut :

a. Memahami ruang lingkup kerja, tugas pokok dan fungsi Direktorat Bina

Pelayanan Kefarmasian.

b. Memahami program kerja yang sedang dijalankan oleh masing-masing

subdirektorat di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, yakni :

1) Memahami program kerja yang dijalankan subdirektorat Farmasi

Komunitas.

2) Memahami program kerja yang dijalankan subdirektorat Farmasi Klinik.

3) Memahami program kerja yang dijalankan subdirektorat Penggunaan

Obat Rasional (POR).

c. Memahami kerjasama subdirektorat dalam Direktorat Bina Pelayanan

Kefarmasian dalam rangka persiapan implementasi SJSN.

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 12: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

3 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN UMUM

2.1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) merupakan

badan pelaksana pemerintah di bidang kesehatan, dipimpin oleh Menteri

Kesehatan yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden (Menteri Kesehatan

Republik Indonesia, 2010). Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun

2009, nama Kementerian Kesehatan digunakan untuk mengganti nama

sebelumnya yaitu Departemen Kesehatan (Peraturan Presiden No. 47/2009).

Tugas Kementerian Kesehatan adalah menyelenggarakan urusan di bidang

kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden (Menteri Kesehatan

Republik Indonesia, 2010).

2.1.1. Dasar Hukum

a. Peraturan Presiden RI No. 47 tahun 2009 tentang pembentukan dan

organisasi kementerian negara

b. Peraturan Presiden RI No. 24 tahun 2010 tentang kedudukan, tugas dan

fungsi kementerian negara serta susunan organisasi, tugas dan fungsi eselon I

kementerian negara

c. Peraturan Menteri Kesehatan RI no.1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang

organisasi dan tata kerja kementerian kesehatan

2.1.2. Visi dan Misi

Kemenkes RI periode 2010-2014 memiliki visi “Masyarakat Sehat yang

Mandiri dan Berkeadilan” (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011a).

Untuk mencapai visinya maka Kementerian Kesehatan menetapkan misi sebagai

berikut (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011a) :

a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan

masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani.

b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya

kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan.

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 13: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

4

Universitas Indonesia

c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya kesehatan.

d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.

2.1.3. Tujuan

Tujuan Kementerian Kesehatan adalah Terselenggaranya pembangunan

kesehatan secara berhasil-guna dan berdaya-guna dalam rangka mencapai derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Menteri Kesehatan Republik

Indonesia, 2011a).

2.1.4. Nilai-Nilai

Untuk mewujudkan visi dan misi yang telah dirumuskan maka nilai-nilai

yang diyakini dan dijunjung tinggi oleh Kementerian Kesehatan adalah sebagai

berikut (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011a) :

a. Prorakyat

Kementerian kesehatan selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan

menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Hal tersebut dimaksudkan agar

tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang.

Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya adalah salah satu hak

asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama, dan status sosial

ekonomi.

b. Inklusif

Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak

karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh

Kementerian Kesehatan saja. Oleh sebab itu, seluruh komponen masyarakat

(meliputi lintas sektor, organisasi profesi, organisasi masyarakat, pengusaha,

masyarakat madani, dan masyarakat bawah) harus ikut berpartisipasi secara

aktif.

c. Responsif

Program kesehatan yang dirancang Kementerian Kesehatan harus sesuai

dengan kebutuhan dan keinginan rakyat. Kementerian Kesehatan harus

tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, disesuaikan dengan situasi

kondisi setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor tersebut

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 14: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

5

Universitas Indonesia

menjadi dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda

sehingga penanganan yang diberikan dapat berbeda pula.

d. Efektif

Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang

telah ditetapkan, dan bersifat efisien.

e. Bersih

Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi,

dan nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel.

2.1.5. Struktur Organisasi

Kementerian Kesehatan memiliki susunan organisasi yang menunjang

pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Struktur organisasi Kementerian

Kesehatan terdiri atas (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010) :

a. Sekretariat Jenderal.

b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan.

c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.

e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

f. Inspektorat Jenderal.

g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi.

j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat.

k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan.

l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi.

m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal.

n. Pusat Data dan Informasi.

o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri.

p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan.

q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan.

r. Pusat Komunikasi Publik.

s. Pusat Promosi Kesehatan.

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 15: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

6

Universitas Indonesia

t. Pusat Inteligensia Kesehatan.

u. Pusat Kesehatan Haji.

Bagan struktur organisasi Kementerian Kesehatan dapat dilihat pada lampiran 1.

2.1.6. Fungsi

Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Kesehatan

menyelenggarakan fungsi sebagai berikut (Menteri Kesehatan Republik

Indonesia, 2010):

a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan.

b. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab

Kementerian Kesehatan.

c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan.

d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan

Kementerian Kesehatan di daerah.

e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.

2.1.7. Strategi

Untuk mewujudkan visi Kementerian Kesehatan periode tahun 2010-2014

dan sesuai dengan misi yang telah ditetapkan maka pembangunan kesehatan

dilaksanakan dengan strategi sebagai berikut (Menteri Kesehatan Republik

Indonesia, 2011a):

a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta, dan masyarakat madani

dalam pembangunan kesehatan melalui kerja sama nasional dan global.

b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu, dan

berkeadilan, serta berbasis bukti dengan pengutamaan pada upaya promotif

dan preventif.

c. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk

mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional.

d. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang

merata dan bermutu.

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 16: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

7

Universitas Indonesia

e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat

kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan

farmasi, alat kesehatan, dan makanan.

f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan, berdaya

guna, dan berhasil guna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang

bertanggung jawab.

2.2. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

2.2.1. Tugas Pokok dan Fungsi

Tugas pokok Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

adalah merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan Standardisasi teknis di

bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan (Menteri Kesehatan Republik

Indonesia, 2010). Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

melaksanakan tugas dan menyelenggarakan fungsi (Menteri Kesehatan Republik

Indonesia, 2010) :

a. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.

b. Pelaksanaan kebijakan bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.

c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dibidang pembinaan

kefarmasian dan alat kesehatan.

d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian

dan alat kesehatan.

e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan.

2.2.2. Sasaran Kebijakan

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal

Bina Kefarmasian memiliki Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Sasaran

hasil program yang tersusun dalam RENSTRA 2010-2014 Kementerian

Kesehatan adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang

memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran

hasil pada tahun 2014 adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 17: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

8

Universitas Indonesia

100%. Untuk mencapai sasaran hasil tersebut, maka kegiatan yang akan dilakukan

meliputi:

a. Peningkatan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

Luaran: Meningkatnya ketersediaan Obat Esensial Generik di Sarana

Pelayanan Kesehatan Dasar.

Indikator pencapaian luaran tersebut pada tahun 2014 adalah:

1) Persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%.

2) Persentase penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan

sebesar 80%.

3) Persentase instalasi farmasi Kab/Kota sesuai standar sebesar 80%.

b. Peningkatan Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan

Luaran: Meningkatnya mutu dan keamanan alat kesehatan dan Peralatan

Kesehatan Rumah Tangga (PKRT).

Indikator pencapaian luaran tersebut pada tahun 2014 adalah:

1) Persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar memenuhi

persyaratan keamanan, mutu, dan manfaat sebesar 95%.

2) Persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi

persyaratan cara produksi yang baik sebesar 60%.

3) Persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan

distribusi sebesar 70%.

c. Peningkatan Pelayanan Kefarmasian

Luaran: Meningkatnya penggunaan obat rasional melalui pelayanan

kefarmasian yang berkualitas untuk tercapainya pelayanan kesehatan yang

optimal.

Indikator pencapaian luaran tersebut pada tahun 2014 adalah:

1) Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang

melaksanakan pelayanan kefarmasiaan sesuai standar sebesar 45%.

2) Persentase Puskesmas Perawatan yang melaksanakan pelayanan

kefarmasian sesuai standar sebesar 15%.

3) Persentase penggunanaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan

dasar pemerintah sebesar 60%.

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 18: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

9

Universitas Indonesia

d. Peningkatan Produksi dan Distribusi Kefarmasian

Luaran:

1) Meningkatnya produksi bahan baku dan obat lokal serta mutu sarana

produksi dan distribusi kefarmasian.

2) Meningkatnya kualitas produksi dan distribusi kefarmasian.

3) Meningkatnya produksi bahan baku obat dan obat tradisional produksi di

dalam negeri.

Indikator pencapaian luaran tersebut pada tahun 2014 adalah:

1) Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri

sebanyak 45 jenis.

2) Jumlah standar produk kefarmasian yang disusun dalam rangka

pembinaan produksi dan distribusi sebanyak 10 standar.

2.2.3. Struktur Organisasi

Ditjen Binfar dan Alkes dipimpin oleh Direktur Jenderal yang

bertanggung jawab langsung kepada Menteri Kesehatan (Menteri Kesehatan

Republik Indonesia, 2010). Struktur Ditjen Binfar dan Alkes terdiri atas (Menteri

Kesehatan Republik Indonesia, 2010):

a. Sekretariat Direktorat Jenderal

b. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

c. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian

d. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan

e. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.

Bagan struktur organisasi dapat dilihat pada lampiran 2.

2.3. Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan

2.3.1. Tugas

Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

memiliki tugas untuk melaksanakan pelayanan teknis administrasi kepada semua

unsur di lingkungan Ditjen Binfar dan Alkes (Menteri Kesehatan Republik

Indonesia, 2010).

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 19: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

10

Universitas Indonesia

2.3.2. Fungsi

Fungsi Sekretariat Ditjen Binfar dan Alkes terdiri dari (Menteri Kesehatan

Republik Indonesia, 2010):

a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program dan anggaran.

b. Pengelolaan data dan informasi.

c. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional dan

hubungan masyarakat.

d. Pengelolaan urusan keuangan.

e. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan gaji, rumah

tangga dan perlengkapan.

f. Evaluasi dan penyusunan laporan.

2.3.3. Struktur Organisasi

Sekretariat Ditjen Binfar dan Alkes terdiri atas (Menteri Kesehatan

Republik Indonesia, 2010):

a. Bagian Program dan Informasi.

b. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat

c. Bagian Keuangan

d. Bagian Kepegawaian dan Umum

e. Kelompok Jabatan Fungsional.

2.4. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

2.4.1. Tugas

Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas

melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan

norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK), serta pemberian bimbingan teknis

dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan (Menteri Kesehatan

Republik Indonesia, 2010).

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 20: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

11

Universitas Indonesia

2.4.2. Fungsi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010)

a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga

obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta

pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.

b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat,

penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta

pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.

c. Penyiapan penyusunan NSPK di bidang analisis dan standardisasi harga

obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan,serta

pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.

d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi

harga obat, penyediaan, dan pengelolaan obat publik dan perbekalan

kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan

perbekalan kesehatan, dan evaluasi program obat publik dan perbekalan

kesehatan.

e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis

dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan

perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik

dan perbekalan kesehatan.

f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat

2.4.3. Struktur Organisasi

Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas

(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010):

a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat.

b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan

Kesehatan.

e. Subbagian Tata Usaha.

f. Kelompok Jabatan Fungsional.

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 21: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

12

Universitas Indonesia

2.5. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian

2.5.1. Tugas

Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan

penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan NSPK serta

pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian

(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

2.5.2. Fungsi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010)

a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas,

farmasi klinik dan penggunaan obat rasional.

b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi

klinik dan penggunaan obat rasional.

c. Penyiapan penyusunan NSPK di bidang standardisasi, farmasi komunitas,

farmasi klinik dan penggunaan obat rasional.

d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas,

farmasi klinik dan penggunaan obat rasional.

e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di

bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat

rasional.

f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.

2.5.3. Struktur Organisasi

Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri atas (Menteri Kesehatan

Republik Indonesia, 2010):

a. Subdirektorat Standardisasi

b. Subdirektorat Farmasi Komunitas

c. Subdirektorat Farmasi Klinik

d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional

e. Subbagian Tata Usaha

f. Kelompok Jabatan Fungsional.

Bagan struktur organisasi dapat dilihat pada lampiran 3.

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 22: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

13

Universitas Indonesia

2.6. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan

2.6.1. Tugas (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010)

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas

melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan

NSPK serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan

distribusi alat kesehatan serta perbekalan kesehatan rumah tangga.

2.6.2. Fungsi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010)

a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi

dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan

sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

c. Penyusunan NSPK di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi

alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi,

standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah

tangga.

e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian,

inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan

rumah tangga.

f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.

2.6.3. Struktur Organisasi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010)

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas :

a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan

b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In Vitro dan Perbekalan

Kesehatan Rumah Tangga

c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah

Tangga

d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi

e. Subbagian Tata Usaha

f. Kelompok Jabatan Fungsional.

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 23: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

14

Universitas Indonesia

2.7. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian

2.7.1. Tugas

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas

melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan

NSPK, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan

distribusi kefarmasian (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

2.7.2. Fungsi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010)

a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi

kefarmasian.

b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.

c. Penyiapan penyusunan NSPK di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.

d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di

bidang produksi dan distribusi kefarmasian.

e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di

bidang produksi dan distribusi kefarmasian.

f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.

g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.

2.7.3. Struktur Organisasi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010)

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri atas:

a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional.

b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan.

c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan

Sediaan Farmasi Khusus.

d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat.

e. Subbagian Tata Usaha.

a. Kelompok Jabatan Fungsional

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 24: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

15 Universitas Indonesia

BAB 3

TINJAUAN KHUSUS

DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN

Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian adalah direktorat baru yang

berada dibawah Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Direktorat ini adalah gabungan dari Direktorat Farmasi Klinik dan Direktorat

Penggunaan Obat Rasional. Adapun Dasar hukum perubahan struktur organisasi

tersebut ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Kementerian Kesehatan yang merupakan perubahan dari Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 (Menteri

Kesehatan Republik Indonesia, 2010; Menteri Kesehatan Republik Indonesia,

2005). Dalam peraturan tersebut diatur fungsi dan tugas Direktorat Bina

Pelayanan Kefarmasian.

3.1. Tugas dan Fungsi

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1144/MENKES/PER/VIII/2010 pasal 568, Direktorat Bina Pelayanan

Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan

pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan NSPK serta pemberian bimbingan teknis

dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugas

sebagaimana dimaksud dalam pasal 568, Direktorat Pelayanan Kefarmasian

menyelengarakan fungsi:

a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas,

farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional.

b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi

klinik, dan penggunaan obat rasional.

c. Penyiapan penyusunan NSPK di bidang standardisasi, farmasi komunitas,

farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional.

d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi

komunitas,farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional.

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 25: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

16

Universitas Indonesia

e. Pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di

bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat

rasional.

f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.

3.2. Struktur Organisasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1144/MENKES/PER/VII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian

Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian yang berada di bawah

naungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri atas:

a. Subdirektorat Standardisasi

b. Subdirektorat Farmasi Komunitas

c. Subdirektorat Farmasi Klinik

d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional

e. Subbagian Tata Usaha

f. Kelompok Jabatan Fungsional

Tiap subdirektorat dan subbagian dipimpin oleh seorang kepala

subdirektorat dan Kepala Subbagian untuk bagian Tata Usaha. Setiap

subdirektorat memiliki dua seksi, seperti Subdirektorat Standardisasi yang

memiliki Seksi Standardisasi Pelayanan Kefarmasian dan Seksi Standardisasi

Penggunaan Obat Rasional. Kemudian, Subdirektorat Farmasi Komunitas terdiri

atas Seksi Pelayanan Farmasi Komunitas dan Seksi Pemantauan dan Evaluasi

Farmasi Komunitas. Subdirektorat Farmasi Klinik memiliki seksi Pelayanan

Farmasi Klinik dan Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Klinik. Serta yang

terakhir Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional yang terdiri atas Seksi Promosi

Penggunaan Obat Rasional dan Seksi Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat

Rasional. Selanjutnya, tiap subdirektorat tersebut membawahi empat staf untuk

melaksanakan tugas dan fungsinya.

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 26: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

17

Universitas Indonesia

3.2.1. Subdirektorat Standardisasi

Subdirektorat Standardisasi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan

bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan NSPK di bidang

pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional. Dalam melaksanakan tugas

tersebut, Subdirektorat Standardisasi menyelenggarakan fungsi (Menteri

Kesehatan Republik Indonesia, 2010):

a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pelayanan

kefarmasian dan penggunaan obat rasional.

b. Penyiapan bahan penyusunan NSPK di bidang pelayanan kefarmasian dan

pedoman di bidang pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional.

c. Penyiapan bahan evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pelayanan

kefarmasian dan penggunaan obat rasional.

Subdirektorat Standardisasi terdiri atas:

a. Seksi Standardisasi Pelayanan Kefarmasian

Seksi Standardisasi Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melakukan

penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan NSPK di bidang

pelayanan kefarmasian.

b. Seksi Standardisasi Penggunaan Obat Rasional

Seksi Standardisasi Penggunaan Obat Rasional mempunyai tugas melakukan

penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan NSPK di bidang

penggunaan obat rasional.

3.2.2. Subdirektorat Farmasi Komunitas

Subdirektorat Farmasi Komunitas mempunyai tugas melaksanakan

penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan NSPK

serta bimbingan teknis, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang farmasi

komunitas. Dalam melaksanakan tugas tersebut Subdirektorat Farmasi Komunitas

menyelenggarakan fungsi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010) :

a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang farmasi

komunitas.

b. Penyiapan bahan penyusunan NSPK dan pedoman di bidang farmasi

komunitas.

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 27: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

18

Universitas Indonesia

c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang farmasi komunitas.

d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang

farmasi komunitas.

Subdirektorat Farmasi Komunitas terdiri atas:

a. Seksi pelayanan Farmasi Komunitas

Seksi pelayanan Farmasi Komunitas mempunyai tugas melakukan penyiapan

bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan NSPK di

bidang farmasi komunitas.

b. Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Komunitas

Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Komunitas mempunyai tugas

melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pemantauan, dan evaluasi

serta penyusunan laporan di bidang farmasi komunitas.

3.2.3. Subdirektorat Farmasi Klinik

Subdirektorat Farmasi Klinik mempunyai tugas melaksanakan penyiapan

bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan NSPK serta

bimbingan teknis, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang farmasi klinik.

Dalam melaksanakan tugas tersebut Subdirektorat Farmasi Klinik

menyelenggarakan fungsi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010):

a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang farmasi

klinik.

b. Penyiapan bahan penyusunan NSPK dan pedoman di bidang farmasi klinik.

c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang farmasi klinik.

d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang

farmasi klinik.

Subdirektorat Farmasi Klinik terdiri atas:

a. Seksi Pelayanan Farmasi Klinik

Seksi pelayanan Farmasi Klinik mempunyai tugas melakukan penyiapan

bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan NSPK di bidang

farmasi klinik.

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 28: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

19

Universitas Indonesia

b. Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Klinik

Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Klinik mempunyai tugas

melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pemantauan, dan evaluasi serta

penyusunan laporan di bidang farmasi klinik.

3.2.4. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional

Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional mempunyai tugas melaksanakan

penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan NSPK

serta bimbingan teknis, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang farmasi

klinik. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Subdirektorat Penggunaan Obat

Rasional menyelenggarakan fungsi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia,

2010):

a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang

penggunaan obat rasional.

b. Penyiapan bahan bimbingan teknis promosi dan pemberdayaan masyarakat di

bidang penggunaan obat rasional.

c. Penyiapan bahan pengendalian, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan

laporan di bidang penggunaan obat rasional.

Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional terdiri atas:

a. Seksi Promosi Penggunaan Obat Rasional

Seksi Promosi Penggunaan Obat Rasional mempunyai tugas melakukan

penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan

NSPK di bidang penggunaan obat rasional.

b. Seksi Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional

Seksi Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional tugas melakukan

penyiapan bahan bimbingan teknis, pemantauan, dan evaluasi serta

penyusunan laporan di bidang penggunaan obat rasional.

3.3. Kegiatan

3.3.1. Subdirektorat Standardisasi

Subdirektorat Standardisasi memiliki kegiatan sebagai berikut :

a. Penyusunan daftar obat esensial nasional (DOEN).

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 29: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

20

Universitas Indonesia

b. Penyusunan formularium nasional 2013.

c. Review data obat berdasarkan bukti ilmiah.

d. Pencetakan buku pedoman dan standar.

e. Advokasi implementasi pedoman dan standar di wilayah barat.

f. Advokasi implementasi pedoman dan standar di wilayah tengah.

g. Advokasi implementasi pedoman dan standar di wilayah timur.

3.3.2. Subdirektorat Farmasi Komunitas

Subdirektorat Farmasi Komunitas memiliki kegiatan sebagai berikut :

a. Penyusunan konsep peraturan perizinan toko obat .

b. Koordinasi lintas sektor dalam rangka peningkatan pelayanan kefarmasian.

c. Updating software PIO.

d. Advokasi pelayanan kefarmasian di PUSKESMAS kepada mahasiswa

program profesi apoteker.

e. Revisi pedoman pelayanan informasi obat (PIO).

f. Revisi modul TOT pelayanan kefarmasian di PUSKESMAS.

g. Pembuatan audiovisual tentang pelayanan kefarmasian di komunitas.

h. Percepatan mutu pelayanan kefarmasian di PUSKESMAS perawatan wilayah

timur.

i. Percepatan mutu pelayanan kefarmasian di PUSKESMAS perawatan wilayah

tengah.

j. Percepatan mutu pelayanan kefarmasian di PUSKESMAS perawatan wilayah

barat.

3.3.3. Subdirektorat Farmasi Klinik

Subdirektorat Farmasi Klinik memiliki kegiatan sebagai berikut :

a. Penyusunan pedoman evaluasi penggunaan obat.

b. Pencetakan buku standar pelayanan kefarmasian di RS.

c. Penyusunan pedoman pelayanan kefarmasian untuk terapi HIV AIDS.

d. Sosialisasi standar dan pedoman pelayanan kefarmasian.

e. Peningkatan kemampuan SDM IFRS dalam rangka peningkatan kualitas

pelayanan kefarmasian Regional I - Jawa Timur.

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 30: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

21

Universitas Indonesia

f. Peningkatan kemampuan SDM IFRS dalam rangka peningkatan kualitas

pelayanan kefarmasian Regional II - Jawa Timur.

g. Peningkatan kemampuan SDM IFRS dalam rangka peningkatan kualitas

pelayanan kefarmasian Regional III - Jawa Timur.

h. Peningkatan kualitas pelayanan kefarmasian apoteker dalam menghadapi

Universal Coverage untuk meningkatkan Patient Safety –Jakarta.

i. Peningkatan kapasitas SDM Instalasi Farmasi Rumah Sakit dalam rangka

menghadapi akreditasi Rumah Sakit versi 2012.

j. Joint training tenaga kesehatan (dokter/apoteker/perawat).

k. Sosialisasi sistem pelaporan pelayanan kefarmasian secara elektronik.

l. Health technology assesment (HTA) terkait kajian aplikasi Indonesian Case

Base Groups (INA CBGs).

3.3.4. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional

Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional (POR) memiliki kegiatan

sebagai berikut :

a. Penggerakan POR di provinsi Papua.

b. Evaluasi implementasi penggerakan POR di 12 provinsi.

c. Penggerakan POR di provinsi Bengkulu.

d. Peningkatan kapasitas teknik tenaga kesehatan (KAPTEK NAKES) di

PUSKESMAS (PKM) melalui implementasi modul PPOR dan sistem

pelaporan e-yanfar di PKM.

e. Sosialisasi modul POR di PKM (Jambi).

f. Sosialisasi modul POR di PKM (Kalimantan Selatan).

g. Evaluasi penggerakan POR di provinsi Kep. Riau.

h. Evaluasi penggerakan POR di provinsi Sulawesi Barat.

i. Pemberdayaan masyarakat dalam rangka peningkatan POR di provinsi

Lampung.

j. Pemberdayaan masyarakat dalam rangka peningkatan POR di provinsi Bali.

k. Rapat koordinasi lintas sektor dalam rangka pemantapan program

pemberdayaan masyarakat.

l. Penyebaran informasi POR dan obat generik (OG).

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 31: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

22

Universitas Indonesia

m. Sosialisasi modul POR dan sistem pelaporan e-yanfar di PKM (Sulawesi

Selatan).

n. Workshop penggunaan antibiotik yang tepat bagi tenaga kesehatan di

Kalimantan Tengah.

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 32: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

23 Universitas Indonesia

BAB 4

PELAKSANAAN DAN PENGAMATAN

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) UI angkatan LXXVI di Direktorat

Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI

dilaksanakan pada tanggal 21 Januari hingga 04 Februari 2013. Hari pertama

kegiatan PKPA dimulai pada pukul 10.00 WIB diawali dengan acara perkenalan

antara pihak Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Kementerian Kesehatan RI dengan pihak program profesi apoteker UI. Acara

perkenalan ini dilaksanakan di ruang 805 yaitu ruang rapat Direktorat Jenderal

Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Pihak Direktorat Jenderal Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan diwakili oleh Bapak Kamit Waluyo, SH. selaku

perwakilan dari sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Pada acara perkenalan ini para peserta

PKPA diberikan pengantar umum dan pengarahan yang berkaitan dengan

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian

Kesehatan RI.

Peserta PKPA diberikan pembekalan berupa penjelasan mengenai visi,

misi, kedudukan, tugas, fungsi, dan struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI oleh Bapak Kamit

Waluyo, SH. Selaku Kepala Subbagian Kepegawaian. Pembekalan ini dilakukan

agar para peserta PKPA dapat menjalankan tugas selama berlangsungnya kegiatan

PKPA di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan baik.

Pada pelaksanaan PKPA ini, peserta dibagi menjadi empat kelompok yang

masing-masing terdiri dari 6-7 orang, dan dibagi ke dalam empat direktorat di

bawah koordinasi Ditjen Binfar Alkes. Kelompok peserta PKPA yang

ditempatkan di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian dibimbing oleh Bapak

Desko Irianto SH., MM. selaku Kasubbag Tata Usaha Direktorat Bina Pelayanan

Kefarmasian. Pada hari pertama pelaksanan PKPA, peserta belum berkenalan

dengan Direktur, Kepala Subdirektorat dan Kepala Sub Bagian Tata Usaha karena

sedang tidak ada di tempat (tugas dinas). Para peserta hanya diperkenalkan

dengan sebagian staf Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Pada hari kelima

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 33: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

24

Universitas Indonesia

peserta PKPA mendapatkan pengarahan dari Ibu Fachriah selaku Kepala Seksi

Pelayanan Farmasi Komunitas dari subdirektorat Farmasi Komunitas yang

menjadi salah satu subdirektorat yang ada di Direktorat Bina Pelayanan

Kefarmasian. Ibu Fachriah memberikan penjelasan umum singkat mengenai

Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian dan memberikan pemaparan panjang

mengenai hal-hal yang dilakukan pada bagian pekerjaannya yakni di subdirektorat

Farmasi Komunitas. Kegiatan PKPA dilanjutkan dengan pemberian materi oleh

subdirektorat lainnya yang ada di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Materi

subdirektorat Penggunaan Obat Rasional diberikan oleh Ibu Erie Gusnellyanti,

S.Si., Apt. selaku Kepala Seksi Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat

Rasional. Materi subdirektorat Farmasi Klinik diberikan oleh Bapak Candra

Lesmana, S.Farm.

Selanjutnya, peserta PKPA mendapatkan tugas khusus dari subdirektorat

yang ada di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Dua orang peserta PKPA

mendapatkan tugas khusus dari subdirektorat Farmasi Komunitas berupa analisa

perbandingan good pharmacy practice (GPP) di India dan Afrika Selatan dengan

GPP Indonesia. Dua orang peserta PKPA lainnya mendapatkan tugas khusus dari

subdirektorat Farmasi Klinik berupa pelayanan kefarmasian di ruang ICU

(Intensive Care Unit) dan Drug Related Problems (DRP) yang terjadi di ruang

ICU. Sisa peserta PKPA lainnya mendapat tugas khusus dari subdirektorat

Penggunaan Obat Rasional (POR) berupa pemantauan dan evaluasi POR di

fasilitas pelayanan kesehatan, pengendalian biaya obat melalui penggunaan obat

rasional, dan seleksi obat yang cost-effective untuk mendukung SJSN.

Kegiatan PKPA di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian berlangsung

selama dua pekan. Dalam pekan pertama, peserta PKPA diberikan kesempatan

untuk menyelesaikan laporan umum kegiatan PKPA. Peserta PKPA mendapatkan

informasi mengenai kegiatan yang dilakukan di setiap subdirektorat di Direktorat

Bina Pelayanan Kefarmasian. Penyusunan laporan umum dilakukan melalui

observasi dan diskusi dengan pembimbing–pembimbing beberapa subdirektorat

dari pemaparan materi yang diberikan. Selain itu, penyusunan juga dilakukan

dengan menelusuri beberapa literatur yang disarankan pembimbing seperti

Permenkes No.1144 Tahun 2011. Pada pekan kedua, peserta PKPA diberikan

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 34: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

25

Universitas Indonesia

kesempatan untuk berdiskusi dengan pembimbing dalam penyelesaian tugas

khusus yang diberikan oleh subdirektorat. Penyusunan laporan khusus dilakukan

dengan mendalami literatur yang ditelusuri secara individual disertai diskusi

intensif antar individu dengan pembimbing masing-masing. Pada pertemuan akhir

PKPA, peserta mempresentasikan hasil dari tugas yang telah dikerjakan.

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 35: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

26 Universitas Indonesia

BAB 5

PEMBAHASAN

Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian merupakan gabungan dari

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik dengan Direktorat Bina

Penggunaan Obat Rasional yang dibentuk sesuai Permenkes No. 1144 tahun 2010.

Jam kerja operasional direktorat ini pada hari senin hingga kamis dimulai pukul

08.00 - 16.00 WIB sedangkan hari jumat dimulai pada pukul 07.30 – 16.30.

Direktorat ini terdiri dari 38 orang personil (14 struktural dan 24 staf). Jabatan

struktural terdiri dari seorang Direktur Bina Pelayanan Kefarmasian, seorang

Kepala Subbagian Tata Usaha, empat orang Kepala Subdirektorat dan dua kepala

seksi yang masing-masing berada di bawah Kepala Subdirektorat.

Staf yang berada di bawah Kepala Subbagian Tata Usaha sebanyak 5

orang ditambah 4 orang staf honorer. Staf yang berada di bawah Subdirektorat

Farmasi Klinik sebanyak 3 orang ditambah 1 staf honorer. Staf yang berada di

bawah Subdirektorat Standardisasi sebanyak 3 orang ditambah 2 orang staf

honorer. Staf yang berada di bawah Subdirektorat Farmasi Komunitas sebanyak 4

orang, dan staf yang berada di bawah Subdirektorat POR sebanyak 1 orang

ditambah 1 orang staf honorer. Staf-staf yang ada tersebut berasal dari latar

belakang pendidikan yang beragam, yakni apoteker, ahli madya farmasi, dokter,

sarjana komputer dan hukum.

5.1. Subdirektorat Farmasi Komunitas

Salah satu subdirektorat yang berada di bawah Direkorat Bina Pelayanan

Kefarmasian adalah bidang farmasi komunitas. Subdirektorat ini mempunyai

tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan

dan penyusunan NSPK serta bimbingan teknis, evaluasi, dan penyusunan

laporan di bidang farmasi komunitas (Menteri Kesehatan Republik Indonesia,

2010). Salah satu program yang sedang di fokuskan adalah peningkatan peran dan

fungsi Apoteker di puskemas. Puskesmas merupakan unit pelayanan teknis dari

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang berada di wilayah kecamatan yang

melaksanakan tugas-tugas operasional di bidang kesehatan. Peningkatan sumber

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 36: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

27

Universitas Indonesia

daya manusia di puskemas memiliki peran yang sangat penting dalam

meningkatkan mutu pelayanan dalam rangka memelihara kesehatan masyarakat.

Untuk mencapai hal tersebut dilakukan upaya seperti pelatihan-pelatihan bagi

tenaga kesehatan di puskesmas (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

2011b). Masalah yang dihadapi oleh Subdirektorat Farmasi Komunitas dalam

menjalankan program ini adalah pada saat ini diketahui bahwa penyebaran

apoteker di puskesmas masih belum merata, hanya sekitar 18%. Setelah dilakukan

pemantauan, ternyata masalah ini timbul dikarenakan banyaknya apoteker yang

tidak bekerja sesuai bidang profesi pendidikannya dan beralih bekerja di bidang

lain. Kurangnya pengaturan penyebaran kerja apoteker di sarana pelayanan

kesehatan seperti puskesmas serta ketidaktahuan peran apoteker di puskesmas juga

berkontribusi menimbulkan terjadinya masalah ini.

Hal ini memberikan dorongan untuk dilakukannya pemerataan distribusi

apoteker di Indonesia agar semua puskesmas di Indonesia memiliki apoteker

sehingga pelayanan kefarmasian untuk masyarakat dapat terlaksana dan lebih

terjangkau khususnya di sarana pelayanan kesehatan dasar milik pemerintah.

Subdirektorat Farmasi Komunitas pun banyak menjalankan advokasi ke perguruan

tinggi mengenai peran dan fungsi apoteker di Puskesmas.

Program lain yang sedang dijalankan oleh Subdirektorat Farmasi

Komunitas yaitu melakukan advokasi mengenai peran dan fungsi apoteker di

apotek. Pelayanan kefarmasian di apotek saat ini telah bergeser, semula hanya

berorientasi pada pelayanan produk (product oriented) menjadi pelayanan yang

bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (patient oriented). Advokasi

mengenai peran dan fungsi apoteker di apotek bertujuan untuk pemerataan

distribusi pelayanan kesehatan dimana apotek sebagai salah satu tempat pelayanan

informasi obat kepada masyarakat. Dalam hal ini berlaku bahwa tidak ada

pelayanan bila tidak ada apoteker.

Subdirektorat Farmasi Komunitas juga membuat Software PIO (Pelayanan

Informasi Obat) yang diupdate setiap dua tahun sekali. Software PIO dalam bentuk

compact disc dan online melalui website ini dikembangkan dalam rangka

peningkatan mutu pelayanan kefarmasian yang lebih baik menuju pelayanan

kesehatan yang paripurna. Pelayanan informasi obat adalah salah satu bentuk

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 37: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

28

Universitas Indonesia

pekerjaan kefarmasian yang diberikan kepada konsumen selaku pengguna obat

berdasarkan kepada konsep pharmaceutical care. Software PIO ini juga

melengkapi buku-buku, leaflet, poster, standar dan pedoman pelayanan

kefarmasian yang sudah ada (Kementeri Kesehatan Republik Indonesia, 2011b).

5.2. Subdirektorat Farmasi Klinik

Subdirektorat Farmasi Klinik mempunyai tugas melaksanakan penyiapan

bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan NSPK serta

bimbingan teknis, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang farmasi klinik.

Subdirektorat Farmasi Klinik terdiri atas Seksi Pelayanan Farmasi Klinik serta

Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Klinik (Menteri Kesehatan Republik

Indonesia, 2010). Salah satu tujuan dari Subdirektorat Farmasi Klinik adalah

meningkatkan peran dan fungsi apoteker di instalasi farmasi rumah sakit dalam

rangka peningkatan pelayanan kefarmasian. Subdirektorat Farmasi Klinik

melakukan upaya peningkatan pelayanan farmasi klinik melalui program seperti

advokasi kepada manajemen rumah sakit, training atau pelatihan untuk apoteker

dan tenaga kefarmasian tentang pelayanan farmasi klinik, penyusunan NSPK, dan

program lain yang dapat meningkatkan kompetensi tenaga kefarmasian.

Salah satu program yang sedang dijalankan oleh Subdirektorat Farmasi

Klinik adalah penyusunan pedoman pelayanan kefarmasian di ruang ICU.

Pelayanan Farmasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan pelayanan

lain di rumah sakit, oleh karena itu diperlukan upaya untuk mengarahkan kesatuan

pandang para apoteker menuju terwujudnya peningkatan mutu pelayanan sesuai

dengan pedoman yang ditetapkan guna mencapai peningkatan derajat kesehatan

masyarakat. Pasien yang di rawat diruang perawatan intensif rentan terhadap

permasalahan yang terkait dengan terapi obat karena umumnya polifarmasi.

Polifarmasi dapat meningkatkan resiko terjadinya interaksi obat sehingga

menimbulkan masalah baru bagi pasien. Peranan apoteker pada pasien perawatan

intensif masih terbatas. Oleh karena itu perlu diidentifikasi terlebih dahulu

frekuensi dan jenis masalah terkait obat, serta intervensi apoteker untuk

menurunkan jumlah masalah terkait dengan obat yang bermanfaat meminimalkan

resiko yang timbul oleh terapi obat. Pelayanan kefarmasian di ruang ICU

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 38: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

29

Universitas Indonesia

bertujuan untuk memberikan terapi obat yang tepat, aman, rasional dan efisien

untuk pasien dalam kerjasama dan tanggung jawab bersama dengan profesional

kesehatan lainnya. Dengan demikian, sistem yang efektif dalam penulisan resep,

pengeluaran dan memberikan terapi obat yang optimal harus dibentuk, untuk

mengurangi morbiditas terkait obat.

5.3. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional

Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional (POR) terdiri dari Seksi Promosi

Penggunaan Obat Rasional dan Seksi Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan

Obat Rasional. Salah satu program dari subdirektorat ini yaitu membuat

kebijakan-kebijakan tentang penggunaan obat rasional di puskesmas dan rumah

sakit. Penggunaan obat rasional penting untuk meningkatkan efektifitas dan

efisiensi biaya pengobatan, mempermudah akses masyarakat untuk memperoleh

obat dengan harga yang terjangkau, mencegah dampak penggunaan obat yang

tidak tepat yang dapat membahayakan pasien dan meningkatkan kepercayaan

masyarakat (pasien) terhadap mutu pelayanan kesehatan.

WHO memperkirakan bahwa lebih dari 50% dari seluruh obat di dunia

diresepkan, diberikan dan dijual dengan cara yang tidak tepat dan separuh dari

pasien menggunakan obat secara tidak tepat. Permasalahan tentang pemberian

obat yang berlebihan pada pasien ISPA merupakan masalah umum di Indonesia.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah obat yang diberikan

cenderung berlebih terutama obat antibiotik dan steroid (Dwiprahasto, 2006).

Dalam kenyataannya, masih banyak terdapat praktek penggunaan obat yang

tidak rasional yang terjadi dalam praktek sehari-hari dan umumnya tidak

disadari oleh para klinisi, misalnya asam mefenamat diresepkan untuk mengatasi

demam padahal tersedia parasetamol yang jelas lebih aman.

Dalam rangka meningkatkan penggunaan obat rasional agar tercapai

pelayanan kesehatan yang bermutu kepada masyarakat di fasilitas pelayanan

kesehatan dilakukan penggerakan penggunaan obat rasional. Penggerakan

penggunaan obat rasional merupakan kegiatan pembinaan POR yang terarah,

sistematis, terkoordinir dan berkesinambungan dengan menyertakan wilayah

atau daerah dan lembaga atau perorangan untuk melaksanakan POR bersama-

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 39: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

30

Universitas Indonesia

sama dengan mengembangkan pelaksanaannya pada pelayanan kesehatan dasar,

rujukan, maupun kepada masyarakat. Prioritas pengembangannya yaitu dengan

melakukan pembinaan kepada tenaga kesehatan di Fasilitas Pelayanan

Kesehatan Dasar Pemerintah dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Rujukan

Pemerintah serta dilakukan pemberdayaan masyarakat dengan melakukan

edukasi mengenai POR. Keberhasilan program penggerakan POR sangat

bergantung kepada penerapan langkah-langkah program penggerakan POR yang

didukung oleh puskesmas dan rumah sakit serta seluruh upaya berbagai

pemangku kepentingan terkait (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

2012).

Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan membina kader-kader

disetiap puskesmas di daerah sebagai wujud usaha pendekatan pemerintah kepada

masyarakat. Promosi penggunaan obat rasional dilaksanakan secara gencar

sebagai antisipasi penanggulangan kesadaran masyarakat yang rendah terhadap

penggunaan obat rasional. Penggunaan obat tidak rasional dapat berakibat buruk

bagi kesehatan masyarakat dan apabila tidak ditanggulangi dapat mempengaruhi

generasi yang akan datang. Penggunaan obat rasional (POR) tidak dapat

dipisahkan dari Pelayanan Farmasi Klinik dan Komunitas karena tercapainya

POR merupakan hasil dari kualitas pelayanan Farmasi Klinik dan Komunitas yang

baik.

5.4. Subdirektorat Standardisasi

Subdirektorat Standardisasi menyusun standar dan pedoman sebagai acuan

dalam melaksanakan pelayanan farmasi klinik dan komunitas sehingga

mewujudkan pengobatan yang rasional. Subdirektorat Standardisasi terdiri dari

Seksi Standardisasi Pelayanan Kefarmasian dan Seksi Standardisasi Penggunaan

Obat Rasional. Program kerja Subdirektorat Standardisasi pada tahun 2013 antara

lain penyusunan daftar obat esensial nasional (DOEN), penyusunan formularium

nasional 2013, review data obat berdasarkan bukti ilmiah, pencetakan buku

pedoman dan standar serta advokasi implementasi pedoman dan standar.

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 40: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

31

Universitas Indonesia

5.5. Persiapan Dalam Implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional

(SJSN)

Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk

menjamin agar setiap rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak.

Kebutuhan dasar hidup yang layak yang dimaksud oleh UU SJSN adalah

kebutuhan esensial setiap orang agar dapat hidup layak demi terwujudnya

kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Konsep dasar jamkesnas telah diatur dalam dua UU yaitu UU SJSN

nomor 40/2004 dan UU BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Nomor

24/2011. Program jamkesnas diatur oleh UU SJSN sedangkan UU BPJS mengatur

tatalaksana badan penyelenggaranya. Walaupun UU sudah ditetapkan sejak tahun

2004 namun untuk mengimplementasikannya tidak mudah.

Pemerintah yang berfungsi sebagai regulator harus menetapkan peraturan-

peraturan dan standar-standar terkait SJSN. Pemerintah harus mengatur sistem

pelayanan kesehatan, mengatur standarisasi kualitas pelayanan kefarmasian, obat,

dan alat kesehatan, mengatur tarif pelayanan kesehatan.

Untuk itu Dalam rangka menghadapi SJSN (Sistem Jaminan Sosial

Nasional) Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian sedang bekerja keras untuk

menyusun kebijakan-kebijakan yang terkait dengan SJSN. Semua subdirektorat

yang berada di bawah Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian sedang menyusun

kebijakan dan program yang nantinya diharapkan dapat digunakan dalam

implementasi SJSN. Fokus persiapan implementasi SJSN antara lain fasilitas

kesehatan, sistem rujukan dan infrastruktur, pembiayaan, tranformasi

kelembagaan dan program, regulasi, kefarmasian dan alat kesehatan, SDM,

sosialisasi dan advokasi.

Subdirektorat farmasi komunitas misalnya sedang bekerja keras membuat

peraturan dimana pada nantinya setiap puskesmas harus memiliki apoteker. Hal

ini penting karena pada era SJSN nantinya setiap pasien yang sakit pertama kali

akan dirujuk terlebih dahulu ke sistem pelayanan kesehatan dasar yaitu

puskesmas. Sehingga kebutuhan tenaga apoteker dalam manajemen pengadaan

obat dan pelayanan informasi obat kepada pasien sangat diperlukan. Saat ini tidak

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 41: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

32

Universitas Indonesia

semua puskesmas sudah memiliki apoteker. Penyebabnya antara lain kurang

meratanya penyebaran apoteker itu sendiri di indonesia dan juga kurangnya

informasi bagi para apoteker untuk bisa bekerja di puskesmas.

Bila SJSN sudah diterapkan maka pengobatan segala jenis penyakit akan

dijamin oleh BPJS. Akan tetapi pengobatan untuk satu jenis penyakit saja

terdapat banyak pilihan. Oleh karena itu BPJS akan menjamin pengobatan yang

paling cost effective. Namun bila peserta ingin mendapatkan pengobatan yang

terbaik dan lebih mahal maka peserta dapat membayar sendiri selisih biaya yang

tidak dijamin oleh BPJS. Walaupun pengobatan yang dijamin oleh BPJS adalah

yang paling cost effective tapi bukan berarti pengobatan tersebut dibawah standar

dan tidak rasional. Untuk menjamin hal tersebut tidak terjadi maka subdirektorat

standarisasi dan penggunaan obat rasional harus menjamin bahwa masyarakat

memperoleh obat yang aman, bermutu, dan efektif dengan biaya yang terjangkau.

Adapun upaya yang dilakukan untuk meningkatkan penggunaan obat rasional

antara lain melalui penetapan DOEN dan formularium nasional yang memuat

daftar obat yang akan digunakan dan dijamin oleh BPJS, pedoman penggunaan

obat berbasis bukti ilmiah (EBM), monitoring dan evaluasi peresepan dan

kepatuhan terhadap formularium nasional, advokasi, sosialisasi dan promosi

penggunaan obat generik dan penggunaan antibiotik secara rasional, peningkatan

mutu pelayanan kefarmasian melalui pembinaan dan peningkatan kapasitas SDM

(apoteker), penerapan farmasi klinik dalam pelayanan yang sesuai standar,

pemberdayaan masyarakat dalam penggunaan obat rasional.

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 42: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

33 Universitas Indonesia

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

a. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan

penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan NSPK

serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan

kefarmasian.

b. Program peningkatan peran dan fungsi apoteker di puskesmas dan apotek

yang sedang dijalankan oleh Subdirektorat Farmasi Komunitas bertujuan

untuk pemerataan distribusi pelayanan kesehatan dimana puskesmas dan

apotek sebagai salah satu tempat pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan

informasi obat kepada masyarakat.

c. Penyusunan pedoman pelayanan kefarmasian di ruang ICU yang merupakan

salah satu program Subdirektorat Farmasi Klinik bertujuan untuk

memberikan terapi obat yang tepat, aman, rasional dan efisien untuk pasien

dalam kerjasama dan tanggung jawab bersama dengan profesional kesehatan

lainnya.

d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional melakukan program penggerakan

penggunaan obat rasional agar tercapainya pelayanan kesehatan yang

bermutu kepada masyarakat di fasilitas pelayanan kesehatan.

e. Dalam rangka persiapan implementasi SJSN berbagai subdirektorat

bekerjasama dalam penyusunan kebijakan-kebijakan yang terkait SJSN yaitu

mengatur sistem pelayanan kesehatan, mengatur standarisasi kualitas

pelayanan kefarmasian, obat, dan alat kesehatan, mengatur tarif pelayanan

kesehatan.

6.2. Saran

a. Sebaiknya kegiatan PKPA di Kemenkes RI dilaksanakan dengan waktu yang

lebih lama agar peserta mendapat bekal pengetahuan yang lebih mendalam.

b. Sebaiknya penempatan peserta PKPA sesuai dengan peminatan studi yang

diambil, misalnya di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian ditempatkan

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 43: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

34

Universitas Indonesia

peserta PKPA yang memiliki peminatan di bidang yang sama, seperti

peminatan pelayanan.

c. Sosialisasi program pemerintah mengenai pelayanan informasi obat lebih

ditingkatkan agar masyarakat bisa memperoleh penjelasan yang akurat

mengenai obat dan pengobatan terutama masyarakat di pedalaman.

d. Pedoman-pedoman yang telah dibuat sebaiknya didistribusikan ke sarana

pelayanan kesehatan dan institusi pendidikan.

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 44: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

35 Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

Dwiprahasto, I. (2006). Peningkatan Mutu Penggunaan Obat di Puskesmas Melalui Pelatihan Berjenjang Pada Dokter dan Perawat. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, 09 (02), 94-101.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2005). Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No. 1575/Menkes/PER/XI/2005 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan. Jakarta.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2011a). Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 021/MENKES/SK/I/2011 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014. Jakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011b). Profile Direktorat Jenderal

Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2010. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Modul Penggerakan

Penggunaan Obat Rasional. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009b). Peraturan Presiden Republik Indonesia

Nomor 47 Tahun 2009 Tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara. Jakarta.

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 45: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

LAMPIRAN

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 46: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

36

Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 47: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

37

Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN

DAN ALAT KESEHATAN

DIREKTUR BINA OBAT PUBLIK

DAN PERBEKALAN KESEHATAN

DIREKTUR BINA

PELAYANAN KEFARMASIAN

DIREKTUR BINA PRODUKSI DAN

DISTRIBUSI ALAT

KESEHATAN

DIREKTUR BINA PRODUKSI DAN

DISTRIBUSI KEFARMASIAN

SEKRETARIS DIREKTORAT

JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 48: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

38

Lampiran 3. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian

DIREKTUR BINA PELAYANAN KEFARMASIANDra. Dettie Yuliati, Apt., M.Si

KASUBDIT FARMASI KLINIK

Ellon Sirait, Apt., M.Sc.,PH

KASIE PELAYANAN FARMASI KLINIK

Sri Bintang L., Apt., M.Si.

KASIE PEMANTAUAN & EVALUASI FARKLIN

Helsy Pahlemy Apt., M.Farm.

KASUBDIT FARMASI KOMUNITAS

Dara Amelia, Apt.,MM

KASIE PELAYANAN FARMASI KOMUNITAS

Fachriah Syamsuddin, S.Si.,Apt

KASIE PEMANTAUAN & EVALUASI FARKOM

Indah Susanti D., S.Si., Apt.

KASUBDIT PENGGUNAAN OBAT

RASIONALDra. Hidayati Mas'ud, Apt.,

MM

KASIE PROMOSI PORDra. Vita Picola H., Apt.

KASIE PEMANTAUAN & EVALUASI POR

Erie Gusnellyanti S.Si, Apt..

KASUBDIT STANDARISASIdr. Zorni Fadia

KASIE STANDARISASI POR

Dra. Ardiyani, Apt., M.Si

KASIE STANDARISASI YANFAR

Sari Mutiarani, S.Si., Apt

KASUBBAG TUDesko Irianto, SH

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 49: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

UNIVERSITAS INDONESIA

DRUG RELATED PROBLEMS (DRP) DI INTENSIVE CARE

UNIT (ICU)

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

LENI RANTY, S. Farm.

1206197702

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

JUNI 2013

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 50: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii

1. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Tujuan ...................................................................................................... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 3

2.1 Definisi Intensive Care Unit .................................................................... 3

2.2 Ruang Lingkup Pelayanan di ICU ........................................................... 3

2.3 Kriteria pasien.......................................................................................... 3

2.4 Alur Pelayanan ICU ................................................................................ 4

2.5 Indikasi Masuk dan Keluar ICU .............................................................. 5

2.6 Peranan Farmasis .................................................................................... 8

2.7 Pelayanan dispensing di ICU ................................................................... 8

2.8 Masalah Terkait Obat (Drug Related Problem/DRP) ........................... 10

2.8.1 Definisi masalah Terkait Obat ...................................................... 10

2.8.2 Klasifikasi masalah Terkait Obat ................................................ 10

2.9 Contoh Drug Related Problem yang Terjadi di Ruang ICU .................. 13

2.9.1 Masalah Dispensing Sediaan Steril .............................................. 13

2.9.2 Masalah Pada Saat Pemberian Obat Suntik ................................. 16

2.9.3 Masalah Pemilihan Jenis Obat ...................................................... 18

2.9.4 Masalah Penggunaan Obat .......................................................... 18

3. METODOLOGI PENGKAJIAN ................................................................ 21 3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian .............................................................. 21

3.2 Metode Pengkajian ................................................................................ 21

4. PEMBAHASAN ............................................................................................ 22

5. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 25

5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 25

5.2 Saran ...................................................................................................... 25

DAFTAR ACUAN ................................................................................................ 26

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 51: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Alur Pelayanan ICU di RS ................................................................... 4

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 52: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Asuhan kefarmasian (Pharmaceutical care) adalah tanggung jawab

langsung apoteker pada pelayanan yang berhubungan dengan pengobatan pasien

dengan tujuan mencapai hasil yang ditetapkan yang memperbaiki kualitas hidup

pasien. Asuhan kefarmasian tidak hanya melibatkan terapi obat tapi juga

keputusan tentang penggunaan obat pada pasien. Termasuk keputusan untuk tidak

menggunakan terapi obat, pertimbangan pemilihan obat, dosis, rute dan metode

pemberian, pemantauan terapi obat dan pemberian informasi dan konseling pada

pasien (American Society of Hospital Pharmacists, 1993).

Masalah terkait obat (Drug-Related Problem/DRP) oleh Pharmaceutical

Care Network Europe (PCNE) didefinisikan sebagai setiap kejadian yang

melibatkan terapi obat yang secara nyata atau potensial terjadi akan

mempengaruhi hasil terapi yang diinginkan. Suatu kejadian dapat disebut masalah

terkait obat bila pasien mengalami kejadian tidak diinginkan baik berupa keluhan

medis atau gejala dan ada hubungan antara kejadian tersebut dengan terapi obat.

PCNE mengidentifikasi permasalahan yang terkait dengan obat, yaitu: (1)

Efektivitas terapi, (2) Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki/ROTD, (3) biaya

terapi, (4) masalah lainnya.(Pharmaceutical Care Network Europe, 2010).

Ruang Perawatan Intensif (ICU=Intensive Care Unit) adalah bagian dari

bangunan rumah sakit dengan kategori pelayanan kritis, selain instalasi bedah dan

instalasi gawat darurat. Ruang Perawatan Intensif merupakan instalasi pelayanan

khusus di rumah sakit yang menyediakan pelayanan yang komprehensif dan

berkesinambungan selama 24 jam. Dalam rangka mewujudkan Ruang Perawatan

Intensif yang memenuhi standar pelayanan dan persyaratan mutu, keamanan dan

keselamatan perlu didukung oleh bangunan dan prasarana (utilitas) yang

memenuhi persyaratan teknis (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012).

Pasien yang di rawat di ruang perawatan intensif rentan terhadap

permasalahan yang terkait dengan terapi obat karena umumnya polifarmasi.

Polifarmasi dapat meningkatkan resiko terjadinya interaksi obat sehingga

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 53: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

2

Universitas Indonesia

menimbulkan masalah baru bagi pasien. Peranan apoteker pada pasien perawatan

intensif masih terbatas. Oleh karena itu perlu diidentifikasi terlebih dahulu

frekuensi dan jenis masalah terkait obat yang umum terjadi di ruang ICU untuk

menurunkan jumlah masalah terkait dengan obat yang bermanfaat meminimalkan

resiko yang timbul oleh terapi obat.

1.2. Tujuan

a. Mendapatkan informasi mengenai tujuan perawatan pasien di ruang Intensive

Care Unit (ICU).

b. Mendapatkan informasi mengenai masalah terkait obat (drug related

problem).

c. Mengidentifikasikan masalah-masalah terkait obat (drug related problem)

yang umum terjadi di ruang Intensive Care Unit (ICU) rumah sakit.

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 54: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

3 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Intensive Care Unit

Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang

mandiri (instalasi di bawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan

perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi

pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyakit-penyakit yang

mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa. ICU menyediakan

kemampuan dan sarana, prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang

fungsi-fungsi vital dengan menggunakan keterampilan staf medik, perawat, dan

staf lain yang berpengalaman dalam mengelola keadaan tersebut (Menteri

Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

2.2. Ruang Lingkup Pelayanan ICU (Menteri Kesehatan Republik Indonesia,

2010)

Ruang lingkup pelayanan yang diberikan di ICU adalah sebagai berikut:

a. Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit-penyakit akut yang

mengancam nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit

sampai beberapa hari.

b. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus melakukan

pelaksanaan spesifik problema dasar.

c. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi yang

ditimbulkan oleh penyakit atau iatrogenik.

d. Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang kehidupannya sangat

tergantung pada alat/mesin dan orang lain.

2.3. Kriteria Pasien

Pada dasarnya pasien yang dirawat di ICU adalah pasien dengan gangguan

akut yang masih diharapkan reversible (pulih kembali) mengingat ICU adalah

tempat perawatan yang memerlukan biaya tinggi dilihat dari segi peralatan dan

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 55: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

4

Universitas Indonesia

tenaga (yang khusus). Pasien yang dirawat di ICU adalah (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2011):

a. Pasien yang memerlukan intervensi medis segera oleh tim intensive care.

b. Pasien yang memerlukan pengelolaan fungsi sistem organ tubuh secara

terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga dapat dilakukan pengawasan yang

konstan dan metode terapi titrasi.

c. Pasien sakit kritis yang memerlukan pemantauan kontinu dan tindakan segera

untuk mencegah timbulnya dekomposisi fisiologis.

Dasar pengelolaan pasien ICU adalah pendekatan multidisiplin tenaga

kesehatan dari beberapa disiplin ilmu terkait yang dapat memberikan

kontribusinya sesuai dengan bidang keahliannya dan bekerja sama di dalam tim

yang dipimpin oleh seorang dokter intensivis sebagai ketua tim. Kegiatan

pelayanan pasien di ICU di samping multi disiplin juga antar profesi, yaitu profesi

medik, profesi perawat, dan profesi lain. Agar dicapai hasil optimal maka perlu

peningkatan mutu SDM secara berkelanjutan, menyeluruh, dan mencakup semua

profesi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Kebutuhan pelayanan kesehatan pasien ICU adalah tindakan resusitasi

yang meliputi dukungan hidup untuk fungsi-fungsi vital seperti Airway (fungsi

jalan napas), breathing (fungsi pernapasan), Circulation (fungsi sirkulasi), Brain

(fungsi otak), dan fungsi organ lain, dilanjutkan dengan diagnosis dan terapi

definitif (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

2.4. Alur Pelayanan ICU (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011)

Gambar. 2.1 Alur Pelayanan ICU di RS

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 56: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

5

Universitas Indonesia

Pasien yang memerlukan pelayanan ICU dapat berasal dari:

a. Pasien dari IGD (ED = Emergency Department)

b. Pasien dari HCU (High Care Unit)

c. Pasien dari kamar operasi atau kamar tindakan lain, seperti kamar bersalin,

ruang endoskopi, ruang dialisis, dan sebagainya.

d. Pasien dari bangsal (ruang rawat inap)

2.5. Indikasi Masuk dan Keluar ICU

Tujuan dari pelayanan adalah memberikan pelayanan medik tertitrasi dan

berkelanjutan serta mencegah fragmentasi pengelolaan. Pasien sakit kritis

meliputi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010):

a. Pasien-pasien yang secara fisiologis tidak stabil dan memerlukan dokter,

perawat, profesi lain yang terkait secara terkoordinasi dan berkelanjutan, serta

memerlukan perhatian yang teliti, agar dapat dilakukan pengawasan yang

kertat dan terus menerus serta terapi titrasi;

b. Pasien-pasien yang dalam bahaya mengalami dekompensasi fisiologis

sehingga memerlukan pemantauan ketat dan terus menerus serta dilakukan

intervensi segera untuk mencegah timbulnya penyulit yang merugikan.

Sebelum pasien dimasukkan ke ICU, pasien dan/atau keluarganya harus

mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai dasar pertimbangan mengapa

pasien harus mendapatkan perawatan di ICU, serta tindakan kedokteran yang

mungkin akan dilakukan selama pasien dirawat di ICU. Penjelasan tersebut

diberikan oleh Kepala ICU atau dokter yang bertugas. Atas penjelasan tersebut

pasien dan/atau keluarganya dapat menerima/menyatakan persetujuan untuk

dirawat di ICU. Persetujuan dinyatakan dengan menandatangani formulir

informed consent (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Pada keadaan sarana dan prasarana ICU yang terbatas pada suatu rumah

sakit diperlukan mekanisme untuk membuat prioritas apabila kebutuhan atau

permintaan akan pelayanan ICU lebih tinggi daripada kemampuan pelayanan yang

dapat diberikan. Kepala ICU akan bertanggung jawab atas kesesuaian indikasi

perawatan pasien di ICU. Bila kebutuhan masuk ICU melebihi tempat tidur

tersedia. Kepala ICU menentukan berdasarkan prioritas medik, pasien mana yang

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 57: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

6

Universitas Indonesia

akan dirawat di ICU. Prosedur untuk melaksanakan kebijakan ini harus dijelaskan

secara rinci untuk tiap ICU (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

a. Kriteria masuk

ICU memberikan pelayanan antara lain pemantauan yang canggih dan terapi

yang intensif. Dalama keadaan penggunaan tempat tidur yang tinggi, pasien

yang memerlukan terapi intensif (prioritas 1) didahulukan dibandingkan

pasien yang memerlukan pemantauan intensif (prioritas 3). Penilaian objektif

atas beratnya penyakit dan prognosis hendaknya digunakan untuk

menentukan prioritas masuk ke ICU (Menteri Kesehatan Republik Indonesia,

2010).

1) Pasien prioritas 1 (satu)

Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang

memerlukan terapi intensif dan tertitrasi, seperti: dukungan/bantuan

ventilasi dan alat bantu suportif organ sistem yang lain, infus obat-obat

vasoaktif kontinu, obat anti aritmia kontinu, pengobatan kontinu

tertitrasi, dan lain-lainnya. Contoh pasien kelompok ini antara lain, pasca

bedah kardiotoksik, pasien sepsis berat, gangguan keseimbangan asam

basa dan elektrolit yang mengancam nyawa. Institusi setempat dapat

membuat kriteria spesifik untuk masuk ICU, seperti derajat hipoksemia,

hipotensi di bawah tekanan darah tertentu. Terapi pada pasien prioritas 1

(satu) umumnya tidak mempunyai batas.

2) Pasien prioritas 2 (dua)

Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU, sebab

sangat beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya

pemantauan intensif menggunakan pulmonary arterial catheter. Contoh

pasien seperti ini antara lain mereka yang menderita penyakit dasar

jantung paru, gagal ginjal akut dan berat atau yang telah mengalami

pembedahan major. Terapi pada pasien prioritas 2 tidak mempunyai

batas, karena kondisi mediknya senantiasa berubah.

3) Pasien prioritas 3 (tiga)

Pasien golongan ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak stabil status

kesehatan sebelumnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 58: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

7

Universitas Indonesia

akutnya, secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuh dan

atau manfaat terapi di ICU pada golongan ini sangat kecil. Contoh pasien

ini antara lain pasien dengan keganasan metastatik disertai penyakit

infeksi, pericardial tamponade, sumbatan jalan napas, atau pasien

penyakit jantung, penyakit paru terminal disertai komplikasi penyakit

akut berat. Pengelolaan pada pasien golongan ini hanya untuk mengatasi

kegawatan akutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai

melakukan intubasi atau resusitasi jantung paru.

4) Pengecualian

Dengan pertimbangan luar biasa, dan atas persetujuan kepala ICU,

indikasi masuk pada beberapa golongan pasien bisa dikecualikan, dengan

catatan bahwa pasien-pasien golongan demikian sewaktu-waktu harus

bisa dikeluarkan dari ICU agar fasilitas ICU yang terbatas tersebut dapat

digunakan untuk pasien prioritas 1,2,3 (satu, dua, tiga). Pasien yang

tergolong demikian antara lain :

a) Pasien yang memenuh kriteria masuk tetapi menolak terapi

penunjangan hidup yang agresif dan hanya demi “perawatan yang

aman” saja. Ini tidak menyingkirkan pasien dengan perintah “DNR

(Do Not Resuscitate)”. Sebenarnya pasien-pasien ini mungkin

mendapat manfaat dari tunjangan canggih yang tersedia di ICU

untuk meningkatkan kemungkinan survivalnya.

b) Pasien dalam keadan vegetatif permanen.

c) Pasien yang telah dipastikan mengalami mati batang otak. Pasien-

pasien seperti itu dapat dimasukan ke ICU untuk menunjang fungsi

organ hanya untuk kepentingan donor organ.

Prioritas pasien ICU juga dapat dibedakan berdasarkan warna untuk

mengidentifikasi dan mencatat kondisi dan tindakan medik terhadap pasien.

Pengelompokan berdasarkan warna terdiri dari (Inoue, S., Sonoda, A., Oka,

K., & Fujisaki, S., 2006):

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 59: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

8

Universitas Indonesia

1) Prioritas 1 : MERAH (Immediate)

Pasien dengan kondisi mengancam nyawa, memerlukan evaluasi dan

intervensi segera.

2) Prioritas 2 : KUNING (Delayed)

Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang kurang berat

dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat.

3) Prioritas 3 : HIJAU (Minor)

Pasien memerlukan perawatan, namun tidak membutuhkan tindakan

segera.

4) Prioritas 0 : HITAM (Deceased)

Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin diresusitasi.

b. Kriteria Keluar (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010)

Prioritas pasien dipindahkan dari ICU berdasarkan pertimbangan medis oleh

kepala ICU dan tim yang merawat pasien.

2.6. Peranan Farmasis

Peran farmasis dalam farmasi klinis antara lain mengkaji instruksi

pengobatan atau resep pasien; mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah

yang berkaitan dengan obat dan alat kesehatan; memantau efektifitas dan

keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan; memberikan informasi kepada

petugas kesehatan, pasien/keluarga; memberi konseling kepada pasien/keluarga;

melakukan pencampuran obat suntik; melakukan penyiapan nutrisi parenteral;

melakukan penanganan obat kanker; melakukan penentuan kadar obat dalam

darah; melakukan pencatatan setiap kegiatan dan melaporkan setiap kegiatan

(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004)

2.7. Pelayanan Dispensing di ICU

Dispensing merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap

validasi, interpretasi, menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket,

penyerahan obat dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem

dokumentasi. Tujuan dilakukannya dispensing antara lain mendapatkan dosis

yang tepat dan aman, menyediakan nutrisi bagi penderita yang tidak dapat

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 60: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

9

Universitas Indonesia

menerima makanan secara oral atau emperal, dan menurunkan total biaya obat

(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Pelayanan dispensing yang ada di

ruang ICU yaitu pelayanan dispensing sediaan steril (aseptic dispensing).

Dispensing sediaan steril merupakan rangkaian perubahan bentuk obat dari

kondisi semula menjadi produk baru dengan proses pelarutan atau penambahan

bahan lain yang dilakukan secara aseptis oleh apoteker di sarana pelayanan

kesehatan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009b).

Dispensing dapat dibedakan berdasarkan atas sifat sediaannya (Menteri

Kesehatan Republik Indonesia, 2004):

a. Dispensing sediaan farmasi khusus

1) Dispensing sediaan farmasi parenteral nutrisi

Merupakan kegiatan pencampuran nutrisi parenteral yang dilakukan oleh

tenaga yang terlatih secara aseptis sesuai kebutuhan pasien dengan

menjaga stabilitas sediaan, formula standar dan kepatuhan terhadap

prosedur yang menyertai.

Kegiatan yang dilakukan:

a) Mencampur sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, mineral

untuk kebutuhan perorangan.

b) Mengemas ke dalam kantong khusus untuk nutrisi.

2) Dispensing sediaan farmasi pencampuran obat steril

Melakukan pencampuran obat steril sesuai kebutuhan pasien yang

menjamin kompatibilitas, dan stabilitas obat maupun wadah sesuai

dengan dosis yang ditetapkan.

Kegiatan yanng dilakukan antara lain:

a) Mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infus

b) Melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut

yang sesuai

c) Mengemas menjadi sediaan siap pakai

b. Dispensing sediaan farmasi berbahaya

Merupakan penanganan obat kanker secara aseptis dalam kemasan

siap pakai sesuai kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan

pengendalian pada keamanan terhadap lingkungan, petugas maupun sediaan

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 61: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

10

Universitas Indonesia

obatnya dari efek toksik dan kontaminasi dengan menggunakan alat

pelindung diri, mengamankan pada saat pencampuran, distribusi, maupun

proses pemberian kepada pasien sampai pembuangan limbahnya.

Secara operasional dalam mempersiapkan dan melakukan harus sesuai

prosedur yang ditetapkan dengan alat pelindung diri yang memadai, sehingga

kecelakaan terkendali. Kegitan yang dilakukan antara lain:

1) Melakukan perhitungan dosis secara akurat

2) Melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai

3) Mencampur sediaan obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan

4) Mengemas dalam kemasan tertentu

5) Membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku

2.8. Masalah terkait obat (Drug-Related Problem/DRP)

2.8.1. Definisi Masalah Terkait Obat

Masalah terkait obat dapat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas

kualitas hidup pasien serta berdampak juga terhadap ekonomi dan sosial pasien.

Pharmaceutical Care Network Europe mendefinisikan masalah terkait obat (DRP)

adalah kejadian suatu kondisi terkait dengan terapi obat yang secara nyata atau

potensial mengganggu hasil klinis kesehatan yang diinginkan (Pharmaceutical

Care Network Europe, 2010).

2.8.2. Klasifikasi Masalah Terkait Obat

Pharmaceutical Care Network Europe mengelompokkan masalah terkait

obat sebagai berikut (Pharmaceutical Care Network Europe, 2010) :

a. Efektivitas terapi (Treatment effectiveness)

Terdapat (potensi) masalah karena efek farmakoterapi yang buruk.

Permasalahan yang timbul antara lain :

1) Tidak ada efek terapi obat atau kegagalan terapi.

2) Efek pengobatan tidak optimal.

3) Efek yang tidak diinginkan dari terapi.

4) Indikasi tidak tertangani.

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 62: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

11

Universitas Indonesia

b. Reaksi obat yang tidak dikehendaki/ROTD (Adverse Drug Reaction/ADR)

Pasien menderita kesakitan atau kemungkinan menderita kesakitan akibat

suatu efek yang tidak diinginkan dari obat. Permasalahan yang timbul antara

lain :

1) Kejadian yang tidak diinginkan (nonalergi).

2) Kejadian yang tidak diinginkan (alergi).

3) Reaksi toksisitas.

c. Biaya terapi (Treatment costs)

Terapi obat lebih mahal dari yang dibutuhkan. Permasalahan yang timbul

antara lain :

1) Biaya terapi obat lebih tinggi dari yang sebenarnya dibutuhkan.

2) Terapi obat yang tidak perlu.

d. Masalah lainnya (Others)

Masalah lainnya misalnya: pasien tidak puas dengan terapi akibat hasil terapi

dan biaya pengobatan, keluhan yang tidak jelas (memerlukan klarifikasi lebih

lanjut).

Permasalahan diatas dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Menurut

PCNE (2010) penyebab tersebut antara lain :

a. Pemilihan obat (Drug selection)

Penyebab DRP terkait pemilihan obat yaitu :

1) Obat yang tidak tepat (termasuk kontraindikasi).

2) Penggunaan obat tanpa indikasi.

3) Kombinasi obat dengan obat atau obat dengan makanan yang tidak tepat.

4) Duplikasi yang tidak tepat.

5) Indikasi penggunaan obat tidak ditemukan.

6) Terlalu banyak obat yang diresepkan untuk indikasi yang ditemukan.

7) Terdapat obat lain yang lebih cost effective

8) Dibutuhkan obat yang sinergis atau obat yang bekerja mencegah

kelanjutan penyakit namun tidak diberikan.

9) Muncul indikasi baru selama terapi obat.

b. Bentuk sediaan obat (Drug form)

Pemilihan bentuk sediaan yang tidak sesuai dengan kondisi pasien.

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 63: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

12

Universitas Indonesia

c. Pemilihan dosis (Dose selection)

Peyebab DRP berkaitan dengan dosis dan jadwal penggunaan obat yaitu :

1) Dosis terlalu rendah.

2) Dosis terlalu tinggi.

3) Frekuensi regimen dosis berkurang.

4) Frekuensi regimen dosis berlebih.

5) Tidak ada monitoring terapi obat.

6) Masalah farmakokinetik yang membutuhkan penyesuaian dosis.

7) Memburuk atau membaiknya penyakit yang membutuhkan penyesuaian

dosis.

d. Durasi terapi (Treatment duration)

Penyebab DRP berkaitan dengan durasi terapi antara lain :

1) Durasi terapi terlalu singkat.

2) Durasi terapi terlalu lama.

e. Proses penggunaan obat (Drug use process)

Penyebab DRP berkaitan dengan cara pasien menggunakan obat, diluar

instruksi penggunaan pada etiket antara lain :

1) Waktu penggunaan dan atau interval dosis yang tidak tepat.

2) Obat yang dikonsumsi kurang.

3) Obat yang dikonsumsi berlebihan.

4) Obat sama sekali tidak dikonsumsi.

5) Obat yang digunakan salah.

6) Penyalahgunaan obat.

7) Pasien tidak mampu menggunakan obat sesuai instruksi.

f. Persediaan (Logistics)

Penyebab DRP berkaitan dengan ketersediaan obat dispensing, yaitu :

1) Obat yang diminta tidak tersedia.

2) Kesalahan peresepan (hilangnya infomasi penting).

3) Kesalahan dispensing (salah obat atau salah dosis).

g. Pasien (Patient)

Penyebab DRP berkaitan dengan kepribadian atau perilaku pasien, yaitu :

1) Pasien lupa minum obat.

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 64: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

13

Universitas Indonesia

2) Pasien menggunakan obat yang tidak diperlukan.

3) Pasien mengkonsumsi makanan yang berinteraksi dengan obat.

4) Pasien tidak benar menyimpan obat.

h. Lainnya (Other)

Penyebab lain atau tidak ada penyebab yang jelas.

2.9 Contoh Drug Related Problem yang Terjadi di Ruang ICU

2.9.1 Masalah Dispensing Sediaan Steril

Penyiapan obat suntik dan infus intravena umumnya disertai dengan

resiko-resiko yang tidak diinginkan salah satunya yaitu obat berinteraksi dengan

zat lainnya. Interaksi antar obat dengan zat lainnya dapat menimbulkan suatu

perubahan yang tidak diinginkan yang lebih dikenal dengan inkompatibilitas (B.

Braun Melsungen AG, 2011). Inkompatibilitas ada 3 macam, yaitu:

a. Fisika (B. Braun Melsungen AG, 2011)

Reaksi fisik obat biasanya berupa pemisahan fase atau terbentuknya

endapan disebabkan karena perubahan hubungan antara ionisasi dan

nonionisasi dan perubahan kelarutan. Perubahan yang terjadi dapat

mengakibatkan:

1) Sinergisme

Meningkatnya efek dari obat dimana efek kombinasi lebih besar daripada

jumlah masing-masing obat bertindak secara independen.

2) Antagonisme

Efektivitas obat menurun dimana efek kombinasi obat kurang

dibandingkan dengan jumlah masing-masing obat bertindak secara

independen.

3) Efek baru

Efek yang tidak muncul ketika obat diberikan independen. Efek baru

muncul ketika obat dikombinasi dengan zat lain seperti toksisitas.

Nilai pH dan kapasitas buffer dari larutan IV dan obat adalah faktor

utama yang bertanggung jawab pada terjadinya interaksi secara fisik.

Dispensing sediaan infus dengan suatu larutan obat umumnya dilakukan di

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 65: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

14

Universitas Indonesia

ICU. Obat memiliki pengaruh yang besar dalam menentukan pH larutan

infus. Umumnya obat bersifat basa lemah yang kemudian membentuk garam

larut air dengan asam yang sesuai. Perubahan nilai pH pada tabung infus,

misalnya karena penambahan obat lain dapat menyebabkan terlepasnya basa

dari garamnya. Karena kelarutan basa rendah dalam air maka dapat

menimbulkan terbentuknya endapan. Proses endapan yang terjadi dipengaruhi

oleh jumlah obat yang ditambahkan dan kapasitas buffer-nya. Reaksi yang

terjadi karena perubahan pH biasanya berlangsung dengan cepat dan dapat

diidentifikasi dalam beberapa sentimeter pada sistem tabung infus.

Terbentuknya endapan dapat diamati secara visual yang terlihat dalam bentuk

kristal atau keruhnya larutan. Inkompatibilitas fisik juga dapat terjadi karena

reaksi antara obat dengan bahan plastik (efek adsorpsi). Hal ini menyebabkan

obat terikat dengan zat pengadsorpsi dan sukar dilepaskan sehingga

menyebabkan penurunan konsentrasi obat yang diberikan kepada pasien.

b. Kimia (B. Braun Melsungen AG, 2011)

Inkompatibilitas kimia berarti obat tersebut secara kimia terdegradasi

karena oksidasi, reduksi, hidrolisis atau dekomposisi. Reaksi kimia dapat

terlihat melalui perubahan warna, terbentuknya endapan atau larutan menjadi

keruh. Akibatnya jumlah zat berkhasiat berkurang atau terbentuknya zat yang

bersifat toksik. Inkompatibilitas dapat terjadi antara:

1) Obat dengan larutan IV dimana larutan IV sebagai pelarutnya

2) Dua obat yang dikombinasi dalam jalur infus yang sama atau diberikan

diberikan satu per satu tetapi masih dalam jalur infus yang sama.

3) Obat dengan bahan tambahan seperti pengawet, buffer, stabilizer dan

pelarut.

4) Obat dengan material dari wadah (misalnya PVC) atau alat medis yang

menyebabkan obat menempel pada wadah plastik atau gelas atau dapat

diadsorpsi oleh wadahnya.

Selain masalah inkompatibilitas, masalah lain yang dijumpai pada saat

formulasi obat suntik, yaitu (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009a):

1) Dapat terkontaminasi oleh mikroba

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 66: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

15

Universitas Indonesia

2) Dapat terkontaminasi oleh lingkungan sekitarnya dan terkontaminasi oleh

mikroba yang terdapat dalam pelarut untuk sediaan rekonstitusi.

3) Dapat terbentuk busa untuk sediaan rekonstitusi jika obat mudah untuk

foaming (berbusa).

4) Jika ampul dipatahkan, pecahan kaca ampul tersebut dapat masuk kesediaan,

melukai petugas serta peracikan sediaan dapat mencemari lingkungan

sekitarnya.

5) Jika sediaan menggunakan vial timbul kesulitan memasukkan pelarut atau

obat yang telah direkonstitusi karena adanya tekanan dalam vial (beberapa

vial dibuat dengan tekanan didalamnya). Jika vial tersebut tidak memiliki

tekanan didalamnya, maka udara perlu dikeluarkan terlebih dahulu sebelum

penambahan pelarut. Jumlah udara yang keluar masuk ke dalam syringe harus

sama dengan jumlah pelarut yang ditambahkan. Sebelum mengeliminasi obat

yang telah direkonstitusi dari dalam vial, perbedaan tekanan harus dihitung

lagi. Udara perlu ditambahkan ke dalam vial sebanding dengan jumlah obat

yang dieliminasi atau hilang.

Cara mengatasi masalah pada saat dispensing sediaan steril, yaitu (Trisna,

Y., & Arafat, F., 2012):

a. Pencampuran obat dilakukan dengan teknik aseptis dalam laminar airflow

cabinet di ruang bersih yang memenuhi standar untuk menjamin sterilitas

obat.

b. Obat dihitung dan disiapkan secara khusus dan teliti oleh petugas yang

terlatih untuk meminimalkan kesalahan pengobatan.

c. Petugas farmasi memiliki pengetahuan yang baik dalam hal kompatibilitas

dan stabilitas obat, sehingga kerusakan obat akibat inkompatibilitas atau

instabilitas obat dapat dicegah.

d. Semua petugas setiap tahun menjalani proses validasi teknik aseptik yang

dimaksudkan untuk menjaga kualitas teknik aseptik.

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 67: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

16

Universitas Indonesia

2.9.2 Masalah Pada Saat Pemberian Obat Suntik (Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, 2009a)

a. Nyeri

Nyeri yang sangat hebat akibat injeksi timbul bila yang diinjeksikan adalah

larutan yang osmolaritasnya tinggi atau pHnya ekstrim, meskipun banyak

obat menyebabkan kekejangan vena (misalnya, dopamin).

b. Ekstravasasi

Ekstravasasi adalah bocornya obat dari vena ke dalam jaringan di sekitarnya.

Hal ini dapat terjadi karena batang jarum menembus vena, atau karena obat

bersifat korosif dan merusak vena. Larutan yang osmolaritasnya tinggi dan

pH larutan yang ekstrim lebih sering menyebabkan ekstravasasi. Kerusakan

jaringan disekitar vena dapat meluas. Tanda-tanda ekstravasasi meliputi:

1) Nyeri, rasa kurang enak, rasa terbakar atau bengkak di tempat injeksi

2) Tahanan terhadap gerakan penghisap alat suntik

3) Aliran cairan infus tidak lancar

Jika diduga ada ekstravasasi maka tindakan yang dapat dilakukan adalah:

1) Hentikan injeksi dengan segera

2) Tinggalkan kanula/jarum pada tempatnya

3) Keluarkan obat (aspirasikan) melalui kanula/jarum

4) Naikkan anggota badan

5) Konsultasikan ke dokter spesialis untuk mengobati efek obat tersebut

c. Tromboflebitis

Tromboflebitis kadang-kadang disebut flebitis adalah radang vena yang

penyebabnya hampir sama dengan penyebab ekstravasasi. Sangat nyeri dan

disertai dengan kemerahan pada kulit, kadang-kadang disepanjang vena.

Tromboflebitis dapat menyebabkan kebekuan darah. Resiko dapat dikurangi

dengan cara:

1) Menggunakan vena besar

2) Menghindari infus yang pannjang

3) Menghindari pH ekstrim atau larutan hiperosmolar

4) Dianjurkan untuk diberikan dengan aliran darah cepat dan aliran infus

cepat

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 68: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

17

Universitas Indonesia

5) Menggunakan cakram nitrat (nitrat patches) di atas tempat injeksi untuk

meningkatkan aliran darah

6) Menambahkan heparin pada larutan infus (1 unit/ml)

7) Menggunakan penyaring dalam jalur infus (0,22 mikron)

8) Staf yang berpengalaman

d. Embolisme

Sumbatan dapat disebabkan oleh endapan obat yang mengendap yang kontak

dengan darah atau gumpalan sel-sel darah akibat reaksi obat. Emboli udara,

disebabkan oleh udara yang masuk vena, dapat berakibat fatal.

e. Infeksi

Infeksi sering kali masuk pada tempat kateter menembus kulit, dan itu

sebabnya banyak infeksi yang dikatkan infus yang disebabkan bakteri gram

positif koagulase-negatif yang umum terdapat pada kulit. Organisme yang

sering diisolasi dari ujung kanula adalah Staphylococcus aureus atau S.

epidermis. Risiko terkena infeksis sitemik meningkat pada penggunaan vena

sentral.

f. Reaksi alergi

Obat-obat yang cenderung menimbulkan reaksi alergi adalah: produk darah,

antibiotik, aspirin, obat anti inflamasi non steroid (AINS), heparin,

penghambat transmisi neuro muskuler. Reaksi alergi tidak hanya terjadi

sebagai respon terhadap bahan aktif dalam sediaan, tetapi juga terhadap

bahan-bahan tambahan dalam produk misalnya kremafor. Tanda-tanda alergi

meliputi bersin-bersin, sesak nafas, demam, sianosis, pembengkakan jaringan

lunak, dan perubahan tekanan darah. Epinefrin merupakan pengobatan yang

paling efektif, dan harus diberikan segera dan di bawah pengawasan medis

yang cermat. Reaksi minor (ruam kulit, reaksi urtikaria) dapat ditangani atau

dicegah dengan hidrokortison atau suatu antagonis histamin seperti

Chlorpeniramini Maleas (CTM).

g. Syok (speed shock)

Beberapa obat bila diberikan terlalu cepat dapat menyebabkan berbagai

komplikasi antara lain hipotensi, kolaps, bradikardi, dan kesulitan pernafasan.

Hal ini digambarkan sebagai speed shock.

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 69: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

18

Universitas Indonesia

2.9.3. Masalah Pemilihan Jenis Obat

Salah satu drug related problem yang terjadi di ICU bersumber pada

pemilihan obat-obat dengan manfaat dan keamanan yang samar-samar atau obat-

obat yang mahal pada alternatif yang sama dengan harga lebih murah juga

tersedia. Cara pemakaian obat memerlukan pertimbangan farmakokinetika, yakni:

cara pemberian, besar dosis, frekuensi pemberian dan lama pemberian, sampai ke

pemilihan cara pemakaian yang paling mudah diikuti oleh pasien dan paling aman

serta efektif untuk pasien. Oleh karena sebagian besar pemberian suntikan yang

terjadi umumnya tidak ada indikasi secara jelas, sering tidak memberikan

kelebihan manfaat dibandingkan alternatif lain. Juga perlu dipertimbangkan di sini

adalah kemungkinan terjadinya interaksi bila diberikan obat lebih dari satu.

Ketepatan pasien serta penilaiannya mencakup pertimbangan apakah ada

kontraindikasi atau adakah kondisi khusus yang memerlukan penyesuaian dosis

secara individual. Apakah ada keadaan yang merupakan faktor konsitusi

terjadinya efek samping obat pada penderita. Jika kemudian terjadi efek samping

tertentu, bagaimana menentukan dan menanganinya (Vance, M. A., & Millington,

M. R., 1986).

2.9.4. Masalah Penggunaan Obat (Sharma, B., Bhattacharya, A., Gandhi, R.,

Sood, J., & Rao, B. K., 2008)

Pengadaan obat-obatan di ruang ICU mengambil sekitar 10-23% dari

keseluruhan dana karena pasien ICU lebih banyak membutuhkan obat

dibandingkan dengan pasien lainnya. Obat-obatan yang seringkali menyebabkan

masalah antara lain oksigen, antibiotik, sedatif, analgesik dan agent penghambat

neuromuskular.

a. Oksigen

Oksigen adalah obat yang paling umum digunakan di ruang ICU. Terdapat

indikasi, kontraindikasi, dan panduan yang jelas untuk penggunaan inhalasi

oksigen yang rasional. Efektifitas oksigen harus dimonitor untuk menghindari

toksisitas. Ketika oksigen diberikan dengan konsentrasi melebihi 21%, paru-

paru adalah organ pertama yang dikenai. Ketika menghirup lebih dari 50-60%

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 70: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

19

Universitas Indonesia

atau untuk jangka waktu yang lama, terjadi perubahan fisiologis dan efek

racun kemungkinan terjadi.

Perubahan yang pertama terjadi pada fungsi atau struktur pulmonari

adalah: penurunan oxygen-dependent respiratory drive, ketidaknyamanan

substernal dari akut trakeobronkitis (sampai 4 jam) hingga penurunan

kecepatan mukus trakeal akibat kehilangan silia epitelium. Target selanjutnya

dari toksisitas O2 termasuk:

Retina. Angiogenesis mengarah kepada retrolental fibroplasia terjadi

ketika bayi yang baru lahir terpapar oksigen dengan tekanan tinggi.

Sistem saraf pusat: terapi hiperbarik oksigen dimana tekanan melebihi 200

kPa (2 atm) dapat menyebabkan CNS toksisitas. Gejalanya berupa kejang

dan perubahan visual, yang dapat ditangani dengan menurunkan tekanan

oksigen menjadi normal.

b. Agen Antimikroba

Kebanyakan pasien di ruang ICU mendapat satu atau kombinasi antimikroba

baik secara empiris maupun berdasarkan bukti klinis. Klinisi harus

memeriksa kultur darah maupun cairan tubuh lainnya sebelum memulai terapi

obat berdasarkan diagnosis bakteriologis. Bagaimanapun semua perawatan

secara empiris harus di evaluasi ulang setelah 48-72 jam. Penggunaan

berlebihan, penyalahgunaan, terapi yang tidak perlu dan resistensi antibiotik

adalah masalah global. Dengan dilakukannya program pengawasan yang

aktif, teknik diagnostik invasif, penggunaan agen kombinasi, siklus

antimikroba, penindaklanjutan pedoman pelatihan dan evaluasi efektifitas

kebijakan praktek adalah salah satu cara dalam pencegahan resistensi

antibiotik.

c. Sedativ dan Analgetik

Ansietas, delirium, agitasi dan rasa nyeri adalah penyakit yang umum terjadi

di ruang ICU. Benzodiazepin, propofol, opioid, dexmedetomidin, barbiturat,

butyrophenon, klonidin, haloperidol dan isofluran telah banyak digunakan

sebagai sedativ di ruang ICU. Opioid seperti morfin dan fentonil serta

Analgesik Antiinflamasi Nonsteroid (AINS) merupakan obat yang sering

digunakan untuk mengatasi rasa nyeri. Sedativ dan obat golongan narkotik

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 71: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

20

Universitas Indonesia

dapat menyebabkan instabilitas pada sistem kardiovaskuler dan depresi

sistem saluran penapasan. Benzodiazepin sebaiknya diberikan dengan cara

berulang daripada diberikan melalui infus karena dapat meningkatkan resiko

akumulasi dan memperpanjang efek sedasi bila diberikan melalui infus.

Monitoring terhadap laju pernapasan secara kontinu perlu dilakukan untuk

meningkatkan keamanan terhadap pasien yang menerima injeksi intravena

obat golongan opioid.

d. Neuromuscular Blocking Agents (NMBAs)

NMBAs di ruang ICU digunakan untuk memfasilitasi intubasi, mengontrol

aktivitas otot berbahaya dalam hubungannya dengan sedasi, memungkinkan

ventilasi mekanis pada pasien yang menjalani hiperkapnia permisif.

Penggunaan monitoring neuromuskular untuk memonitor efek NMBAs

diperlukan dan mungkin dapat mencegah dosis obat yang berlebihan dan

menghindari masalah jangka panjang seperti miopati, polineuropati, dan

interaksi obat. Kehilangan kesadaran, ulkus dekubitus, cedera saraf, abrasi

kornea, vena trombus adalah masalah lain yang disebabkan NMBAs. Joint

task force (2002) pedoman praktek klinik untuk penggunaan NMBAs di ICU

merekomendsikan bahwa pasien harus mendapat sedasi dan analgesik

sebelum penggunaan NMBAs.

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 72: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

21 Universitas Indonesia

BAB 3

METODOLOGI PENGKAJIAN

3.1. Waktu dan Tempat Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 21 Januari 2013 – 4 Februari 2013

yang bertempat di Subdirektorat Farmasi Klinik, Direktorat Bina Pelayanan

Kefarmasian, Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Kefarmasian dan Alat

Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

3.2. Metode Pengkajian

Metode yang digunakan dalam pengkajian mengenai identifikasi masalah

terkait obat (drug related problem) di ruang ICU dengan melakukan studi literatur

(studi pustaka). Pustaka yang digunakan dalam penyusunan kajian ini bersumber

dari peraturan dan pedoman yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia serta artikel-artikel yang berasal dari internet.

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 73: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

22 Universitas Indonesia

BAB 4

PEMBAHASAN

Perawatan intensif ditujukan pada pasien dengan variasi penyakit yang

luas yang melibatkan perawatan pasien dengan penyakit berat yang mengancam

jiwa. Semakin banyak jumlah obat yang digunakan semakin besar potensi

terjadinya interaksi obat. Pasien sakit kritis lebih sering mengalami toksisitas, efek

samping obat dan komplikasi dari reaksi obat lebih berat, lama, dan dihubungkan

dengan angka kematian yang lebih tinggi. (Bongard, F. S., Sue, D. Y., & Vintch,

J., 2008). Oleh karena itu terapi obat di ruang ICU menjadi lebih rumit.

Penggunaan obat yang tepat dapat menyelamatkan hidup pasien. Namun

penggunaan regimen dosis obat yang sudah umum seringkali dapat menjadi

masalah terkait obat seperti kegagalan terapi, interaksi obat, dan resiko tinggi

terhadap reaksi obat yang tidak diinginkan. Penentuan regimen dosis harus

dilakukan secara hati-hati untuk mendapatkan hasil terapi yang ideal (John, J. L.,

Devi, P., John, J., & Guido, S., 2011) .

Masalah terkait obat dapat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas

kualitas hidup pasien serta berdampak juga terhadap ekonomi dan sosial pasien.

Pharmaceutical Care Network Europe mendefinisikan masalah terkait obat (DRP)

adalah kejadian suatu kondisi terkait dengan terapi obat yang secara nyata atau

potensial mengganggu hasil klinis kesehatan yang diinginkan (Pharmaceutical

Care Network Europe, 2010).

Salah satu masalah terkait obat yang terjadi di ruang ICU yaitu dispensing

sediaan steril. Dispensing sediaan steril merupakan rangkaian perubahan bentuk

obat dari kondisi semula menjadi produk baru dengan proses pelarutan atau

penambahan bahan lain yang dilakukan secara aseptis oleh apoteker disarana

pelayanan kesehatan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009b). Dari

aspek keselamatan pasien (patient safety), dispensing sediaan steril merupakan

pelayanan yang penting untuk dilakukan oleh Instalasi Farmasi. Umumnya

sediaan steril diberikan secara intravena. Kita mengetahui bahwa obat yang

diberikan secara intravena langsung masuk ke sirkulasi darah, sehingga jika ada

kesalahan atau ketidaktepatan dalam penyiapan ataupun dalam pemberian obat

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 74: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

23

Universitas Indonesia

tersebut, dapat berakibat fatal bagi pasien. Selain itu risiko infeksi nosokomial

mungkin terjadi akibat kontaminasi mikroorganisme jika dispensing sediaan steril

tersebut dilakukan tanpa fasilitas yang sesuai standar (Trisna, Y., & Arafat, F.,

2012). Pekerjaan kefarmasian tersebut memerlukan teknik khusus dengan latar

belakang pengetahuan antara lain sterilitas, sifat fisikokimia dan stabilitas obat,

ketidaktercampuran obat serta risiko bahaya pemaparan obat (Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, 2009a).

Pemberian obat secara intravena banyak dilakukan di ruang perawatan

intensif untuk mendapatkan reaksi yang lebih cepat. Pemberian melalui cara ini

banyak menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan pada lokasi injeksi seperti

timbulnya rasa nyeri, ekstravasasi, tromboflebitis, embolisme, infeksi, reaksi

alergi dan syok. Untuk mencegah terjadinya reaksi yang tidak diinginkan tersebut

petugas memerlukan keterampilan khusus dan menggunakan teknik aseptis.

Ketidaktepatan pemilihan obat pada pasien merupakan salah satu kejadian

DRP yang perlu diperhatikan karena obat merupakan salah satu unsur terpenting

dalam upaya pelayanan kesehatan. Penanganan dan pencegahan berbagai penyakit

tidak dapat lepas dari tindakan terapi obat. Berbagai pilihan obat saat ini telah

tersedia, sehingga perlu pertimbangan yang cermat dalam memilih suatu obat

untuk penyakit, sehingga apabila terjadi kesalahan dalam pemilihan obat maka

akan mengakibatkan kegagalan dalam terapi (Menteri Kesehatan Republik

Indonesia, 2004).

Pengobatan merupakan salah satu unsur yang penting dalam upaya

penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Dalam hal ini farmasis dalam

memberikan rekomendasi obat harus bertindak hati-hati agar aman bagi penderita.

Farmasis harus memperhatikan lima tepat (five rights). Lima tepat ini meliputi

tepat pasien, tepat obat, tepat dosis, tepat waktu dan tepat rute. Setiap ke”tepat”an

farmasis memerlukan pengetahuan dan keterampilan (Kusmarjathi, N. K., 2009).

Ketepatan pasien serta penilaiannya mencakup pertimbangan apakah ada

kontraindikasi atau adakah kondisi-kondisi khusus yang memerlukan penyesuaian

dosis secara individual. Apakah ada keadaan yang merupakan faktor konstitusi

terjadinya efek samping obat pada penderita. Jika kemudian terjadi efek samping

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 75: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

24

Universitas Indonesia

tertentu bagaimana menentukan dan menanganinya (Vance, M. A., & Millington,

M. R., 1986).

Masalah penggunaan obat tidak lepas dari timbulnya kasus efek samping

obat. Karena setiap obat mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan efek

samping, oleh karena seperti halnya efek farmakologik, efek samping obat juga

merupakan hasil interaksi yang kompleks antara molekul obat dengan tempat

kerja spesifik dalam sistem biologik tubuh. Kalau suatu efek farmakologik terjadi

secara ekstrim, efek samping obat pun akan menimbulkan pengaruh buruk

terhadap sistem biologik tubuh.

Efek samping tidak mungkin untuk dihindari atau dihilangkan sama sekali,

tetapi dapat ditekan atau dicegah seminimal mungkin untuk menghindari faktor-

faktor resiko yang sebagian besar sudah diketahui. Upaya pencegahan dan

penanganan dari efek samping obat yaitu saat ini diketahui bahwa sangat banyak

pilihan obat yang tersedia untuk efek farmakologi yang sama. Masing-masing

obat mempunyai keunggulan dan kekurangan masing-masing, baik dari segi

manfaat maupun kemungkinan efek sampingnya. Satu hal yang perlu diperhatikan

adalah jangan terlalu terpaku pada obat baru dimana efek-efek samping yang

jarang namun fatal kemungkinan besar belum ditemukan. Selain itu penguasaan

terhadap efek samping yang paling sering dijumpai atau paling dikenal dari suatu

obat akan sangat bermanfaat dalam melakukan evaluasi pengobatan.

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 76: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

25 Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

a. Perawatan intensif ditujukan untuk perawatan dan terapi pasien-pasien yang

menderita penyakit, cedera atau penyakit-penyakit yang mengancam nyawa

atau potensial mengancam nyawa.

b. DRP adalah setiap kejadian yang melibatkan terapi obat yang secara nyata

atau potensial terjadi akan mempengaruhi hasil terapi yang diinginkan.

c. Contoh DRP yang terjadi di ICU yaitu masalah dispensing sediaan steril,

masalah pada pemberian obat secara intravena, masalah pemilihan obat dan

masalah pada penggunaan obat. Dispensing sediaan steril merupakan

pelayanan yang penting untuk dilakukan oleh Instalasi Farmasi. Jika ada

kesalahan atau ketidaktepatan dalam penyiapan ataupun dalam pemberian

obat tersebut, dapat berakibat fatal bagi pasien. Pemberian melalui intravena

banyak menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan seperti timbulnya rasa

nyeri, ekstravasasi, tromboflebitis, embolisme, infeksi, reaksi alergi dan syok.

Untuk mencegahnya petugas memerlukan keterampilan khusus dan

menggunakan teknik aseptis. Pemilihan obat merupakan salah satu faktor

yang penting dalam menunjang keberhasilan terapi. Dalam memilih obat

farmasis harus dapat menerapkan 5 tepat. Masalah penggunaan obat tidak

lepas dari timbulnya kasus efek samping obat. Efek samping tidak mungkin

untuk dihindari atau dihilangkan sama sekali, tetapi dapat ditekan atau

dicegah seminimal mungkin untuk menghindari faktor-faktor resiko yang

sebagian besar sudah diketahui.

5.2. Saran

a. Perlu dibentuk kerjasama tim kesehatan yang lebih baik lagi dalam

menangani pasien untuk mencegah terjadinya masalah yang terkait obat.

b. Perlu ditingkatkan peranan apoteker dalam penanganan terapi obat untuk

pasien yang dirawat di ruang intensif.

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 77: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

26 Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

American Society of Hospital Pharmacists. (1993). ASHP Statement on

Pharmaceutical Care. Am J Hosp Pharm., 50:1720-3.

B. Braun Melsungen AG. (2011). Drug Incompatibility: Risk Prevention in

Infusion Therapy. Melsungen.

Bongard, F. S., Sue, D. Y., & Vintch, J. R. (2008). Current Diagnosis and

Treatment Critical Care (3rd ed.). New York: McGraw-Hill/Lange.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009a). Pedoman Pencampuran

Obat Suntik dan Penanganan Sediaan Sitostatika. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009b). Pedoman Dasar Dispensing

Sediaan Steril. Jakarta.

Inoue, S., Sonoda, A., Oka, K., & Fujisaki, S. (2006). Triage With RFID Tags. In

Pervasive Health Conference and Workshops, Innsbruck, Austria.

John, J. L., Devi, P., John, J., & Guido, S. (2011). Drug Utilization Study of

Antimicrobial Agents in Medical Intensive Care Unit of A Tertiary Care

Hospital. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, 4 (2),

81-84.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Keputusan Direktur Jenderal

Bina Upaya Kesehatan Nomor HK.02.04/I/1966/11 Tentang Petunjuk

Teknis Penyelenggaraan Pelayanan Intensiva Care Unit (ICU) di Rumah

Sakit. Jakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Pedoman Teknis Ruang

Perawatan Intensif Rumah Sakit. Jakarta.

Kusmarjathi, N. K. (2009). Penerapan Prinsip “Enam Tepat” Dalam Pemberian

Obat Oleh Perawat Di Ruang Rawat Inap Berdasarkan UU No. 23 Tahun

1992. Kertha Wicaksana, 15 (2), 114-119.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 Tentang Standar

Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit. Jakarta.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1778/Menkes/SK/XII/2010 Tentang Pedoman

Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit.

Jakarta.

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013

Page 78: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351341-PR-Leni Ranty-Laporan.pdf · Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

27

Universitas Indonesia

27

Pharmaceutical Care Network Europe. (2010). Classification for Drug Related

Problems (revised 14-01-2010vm) V6.2. February 2, 2013.

http://www.pcne.org/sig/drp/documents/PCNE%20classification%20V6-

2.pdf

Sharma, B., Bhattacharya, A., Gandhi, R., Sood, J., & Rao, B. K. (2008).

Pharmacovigilance in Intensive Care Unit – An Overview. Indian Journal

of Anaesthesia, 52 (4), 373-384.

Trisna, Y., & Arafat, F. (2012). Pelayanan Aseptic Dispensing. Januari 30, 2013.

http://www.rscm.co.id/index.php?bhs=in&id=PEL0000004.

Vance, M. A., & Millington, M. R. (1986). Principle of Irrational Drug Therapy.

International Journal of Health Sciences, 16(3), 355-61.

Laporan praktek…., Leni Ranty , FF, 2013