226
i UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY KARYA ILMIAH AKHIR MISFATRIA NOOR 1106043040 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2014 Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

LAPORAN PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-4/20391165-SP...i UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN

  • Upload
    others

  • View
    15

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • i

    UNIVERSITAS INDONESIA

    LAPORAN PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN

    MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN GANGGUAN

    SISTEM KARDIOVASKULER DENGAN

    PENDEKATAN MODEL

    ADAPTASI ROY

    KARYA ILMIAH AKHIR

    MISFATRIA NOOR

    1106043040

    FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

    PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN

    KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

    2014

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • ii

    UNIVERSITAS INDONESIA

    LAPORAN PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN

    MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN GANGGUAN

    SISTEM KARDIOVASKULER DENGAN

    PENDEKATAN MODEL

    ADAPTASI ROY

    KARYA ILMIAH AKHIR

    Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mendapatkan

    Gelar Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah

    MISFATRIA NOOR

    1106043040

    FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

    PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN

    KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

    2014

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • vi

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat, dan

    hidayahNya sehingga penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini dapat diselesaikan.

    Penulisan Karya Ilmiah Akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu

    syarat dalam menyelesaikan pendidikan spesialis keperawatan dan untuk

    mencapai gelar Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah pada Fakultas Ilmu

    Keperawatan Universitas Indonesia. Karya Ilmiah Akhir ini berjudul “Laporan

    Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah Pada Pasien Gangguan Sistem

    Kardiovaskuler Dengan Pendekatan Model Adaptasi Roy”.

    Penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan serta

    arahan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini saya mengucapkan

    terima kasih yang tak terhingga kepada :

    1. Ibu Prof. Dra. Elly Nurachmah, S.Kp, M.App.Sc, DN.Sc, selaku supervisor

    utama (Pembimbing I) yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran untuk

    mengarahkan saya dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini.

    2. Ibu Tuti Herawati, S.Kp, MN, selaku supervisor (Pembimbing II) yang telah

    menyediakan waktu, tenaga, pikiran untuk mengarahkan saya dalam

    penyusunan karya ilmiah akhir ini.

    3. Ibu Dr. Ns. Rita Sekarsari, S.Kp, MHSM, Sp.KV, selaku supervisor klinik

    yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran untuk mengarahkan saya

    dalam bimbingan di RSJPDHK sehingga tersusunnya karya ilmiah akhir ini.

    4. Ibu Dra. Juniati Sahar, MA, PhD, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan

    Universitas Indonesia.

    6. Ibu Henny Permatasari, S.Kp, MN selaku Ketua Program Studi Pascasarjana

    Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

    7. Direktur Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta

    yang telah memberikan persetujuan atas permohonan pelaksanaan praktik

    residensi.

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • vii

    8. Seluruh dosen, staf, dan seluruh civitas akademika di Fakultas Ilmu

    Keperawatan Universitas Indonesia yang telah membantu dan memfasilitasi

    penulis selama mengikuti pendidikan spesialis.

    9. Seluruh pembimbing klinik di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah

    Harapan Kita Jakarta yang telah menyediakan waktu dan memberikan

    ilmunya dalam proses bimbingan selama praktik residensi.

    10. Papanda Madjoari Noor, Ibunda Nurhasni (Almrh), Bapak mertua, Uda

    Mas, Uda Firman, Uda Pepi, Uni Memi, Ayang dan Uncu, ponakan

    tersayang dan teristimewa suamiku tercinta Bambang Wijayono, SH yang

    selalu memberikan doa dan banyak bantuan dukungan material dan moril

    dengan penuh kesabaran dalam menyelesaikan pendidikan spesialis

    keperawatan dan karya ilmiah akhir ini.

    11. Seluruh sahabat dan teman-teman seperjuangan Residensi Keperawatan

    Medikal Bedah Cardiolovers yang telah memberikan bantuan dan motivasi

    dalam menyelesaikan karya ilmiah akhir ini.

    Penulis menyadari bahwa karya ilmiah akhir ini masih jauh dari kesempurnaan,

    untuk itu diharapkan masukan dan saran demi kesempurnaan. Akhir kata, saya

    berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah

    membantu. Semoga karya ilmiah akhir ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu

    keperawatan dimasa yang akan datang.

    Depok, Juli 2014

    Penulis

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • ix

    ABSTRAK

    Nama : Misfatria Noor

    Program Studi : Spesialis Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Ilmu

    Keperawatan Universitas Indonesia

    Judul : Laporan Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah

    Pada Pasien Gangguan Sistem Kardiovaskuler Dengan

    Pendekatan Model Adaptasi Roy

    Praktik spesialis Keperawatan Medikal Bedah peminatan kardiovaskuler ini

    bertujuan untuk melakukan praktik dengan mengaplikasikan peran perawat

    melalui pendekatan Model Adaptasi Roy. Peran sebagai pemberi asuhan

    keperawatan diterapkan pada 30 orang pasien gangguan kardiovaskuler dan satu

    orang pasien kelolaan utama yaitu pasien post operasi Coronary Artery Bypass

    Graft (CABG). Peran sebagai peneliti dalam melakukan penerapan tindakan

    keperawatan yang berbasis pembuktian ilmiah (evidence based nursing practice)

    yaitu dengan membuktikan terapi musik sebagai salah satu teknik pengurangan

    nyeri dan respon fisiologis pasien post operasi jantung terbuka. Peran sebagai

    inovator melalui pelaksanaan kegiatan praktik klinik konsultan keperawatan di

    unit rawat jalan pada pasien Congestif Heart Failure (CHF) yang bertujuan untuk

    memberikan konsultasi dan praktik keperawatan terhadap pasien dengan masalah

    sistem kardiovaskuler khususnya CHF. Hasil praktik ini menunjukan bahwa

    Model Adaptasi Roy efektif digunakan pada pasien gangguan kardiovaskuler, dan

    terapi musik efektif untuk mengurangi nyeri dan menstabilkan respon fisiologis

    pasien post CABG, selain itu praktik klinik konsultan keperawatan pada pasien

    CHF di unit rawat jalan dapat memberikan pengetahuan dan meningkatkan

    kemampuan pasien melakukan perawatan dirumah.

    Kata Kunci : Praktik Keperawatan Medikal Bedah, Model Adaptasi Roy,

    Coronary Artery Bypass Graft (CABG), Terapi Musik, Nyeri dan Respon

    Fisiologis, Praktek Klinik Konsultan Keperawatan.

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • x

    ABSTRACT

    Name : Misfatria Noor

    Programe : Medical Surgical Nursing Specialists Faculty of Nursing

    University of Indonesia

    Title : Reports Of Medical Surgical Nursing Practice Residency In

    Patents With Cardiovascular System Disosrdes Roy

    Adaptation Model Approach

    Medical Surgical Nursing Practice specialist cardiovascular specialization aims

    to practice by applying the approach to the role of nurses through the Roy

    Adaptation Model. Role as provider of nursing care applied to 30 patients of

    cardiovascular disorders and one patient that the patient's primary management

    of postoperative coronary artery bypass graft (CABG). Role as a researcher in

    performing nursing actions based on the application of scientific evidence

    (evidence based nursing practice) to prove that music therapy as a pain reduction

    techniques and physiological responses of patients post open heart surgery. Role

    as an innovator through the implementation of clinical practice nursing

    consultant in the outpatient unit in patients congestive Heart Failure (CHF)

    which aims to provide consultation and nursing practice to patients with CHF,

    especially cardiovascular system problems. The result of this practice shows that

    the Roy Adaptation Model effectively used in patients with cardiovascular

    disorders, and music therapy effective for reducing pain and stabilizing the post-

    CABG patient's physiological responses, in addition to the clinical practice of

    nursing consultant in CHF patients in the outpatient unit can provide knowledge

    and improve patient doing home care.

    Keyword: Medical Surgical Nursing Practice, Roy Adaptation Model, Coronary

    Artery Bypass Graft (CABG), Music Therapy, Pain and Physiological Response,

    Consultant Clinical Nursing Practice.

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • Universitas Indonesia

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ……………………………………………………….. i

    PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME.………………………………... ii

    PERNYATAAN ORISINALITAS.....................…...………………………. iii

    LEMBAR PERSETUJUAN………………………………………………… iv

    LEMBAR PENGESAHAN............................................................................. v

    KATA PENGANTAR ……………………………………………………… vi

    PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..…………………………. vii

    ABSTRAK…………………………………………………………………... viii

    DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. ix

    DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x

    DAFTAR BAGAN ......................................................................................... xi

    DAFTAR TABEL........................................................................................... xii

    DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii

    BAB I: PENDAHULUAN

    1

    1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1

    1.2 Tujuan........................................................................................................ 8

    1.3 Manfaat...................................................................................................... 8

    BAB II : STUDI PUSTAKA

    10

    2.1 Konsep Penyakit Jantung Koroner 10

    2.1.1 Definis ….………..……………………………………………… 10

    2.1.2 Penyebab …………….…………..……………………………… 10

    2.1.3 Patofisiologi ........………………………………………………... 14

    2.1.4 Klasifikasi Penyakit Jantung Koroner …...……………………… 15

    2.1.5 Manifestasi Klinis ……………………………………………….. 18

    2.1.6 Pemeriksaan Penunjang ………………………………………… 18

    2.1.7 Penatalaksanaan ………………………………………………… 21

    2.2 Konsep Coronary Artery Bypass Graft (CABG) ……………………… 22

    2.2.1 Pengertian ……………………………………………………….. 22

    2.2.2 Indikasi …………………………………………………………. 23

    2.2.3 Kontraindikasi …………………………………………………. 24

    2.2.4 Komplikasi …………………………………………………….. 25

    2.2.5 Teknik Operasi CABG ………………………………………… 26

    2.3 Konsep Model Adaptasi Roy …………………………………………. 28

    2.3.1 Gambaran Umum Model Adaptasi Roy ……………………….. 28

    2.3.2 Proses Keperawatan Menurut Model Adaptasi Roy …………… 32

    2.3.3 Penerapan Model Adaptasi Roy Pasien Post Operasi CABG ….. 45

    2.4 EBNP Terapi Musik …………………………………………………… 54

    2.4.1 Pengertian Terapi Musik ……………………………………….. 54

    2.4.2 Pengaruh Musik Terhadap Nyeri ………………………………. 55

    2.4.3 Bunyi Dalam Terapi Musik ……………………………………. 56

    2.4.4 Manfaat Terapi Musik …………………………………………. 58

    2.4.5 Jenis Terapi Musik ……………………………………………. 60

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • Universitas Indonesia

    2.5 Nyeri …………………………….…………………………………….. 62

    2.5.1 Pengertian Nyeri ……………………………………………….. 62

    2.5.2 Fisiologi Nyeri …………………………………………………. 62

    2.5.3 Mekanisme Nyeri Pasca Bedah ………………………………… 65

    2.5.4 Pengukuran Nyeri ………………………………………………. 66

    2.6 Parameter Fisiologi ……………………………………………………. 67 2.7 Proyek Inovasi Praktek Klinik Konsultan Keperawatan ……………… 70

    2.7.1 Pengertian Praktek Keperawatan Profesional ………………..... 70

    2.7.2 Tujuan dan Ruang Lingkup Praktek Keperawatan Profesional ... 70

    2.7.3 Karakteristik Praktek Keperawatan Profesional ……………….. 71

    2.7.4 Pengertian Konsultan Keperawatan …..………………………… 72

    2.7.5 Peran Konsultan Keperawatan ………………………………….. 72

    BAB III: PROSES RESIDENSI

    74

    3.1 Laporan Analisis Kasus Kelolaan ……………………………………... 74

    3.1.1 Gambaran Kasus Kelolaan ……………………………………… 74

    3.1.2 Penerapan Model Adapatasi Roy Pada Kasus Kelolaan ………... 76

    3.2 Laporan Penerapan EBNP Terapi Musik ……………………………… 106

    3.2.1 Latar Belakang …………………………………………….….… 102

    3.2.2 Hasil Penelusuran Jurnal …………………………………….….. 104

    3.2.3 Praktik Keperawatan Berbasis Bukti ………………………….... 106

    3.2.4 Hasil Penerapan EBNP Terapi Musik ……………………….…. 108

    3.3 Proyek Inovasi Praktek Klinik Konsultan Keperawatan …………….… 112

    3.3.1 Analisis Situasi ……………………………………………….…. 112

    3.3.2 Praktek Klinik Konsultan Keperawatan ……... 115

    3.3.3 Konsep Konsultan Keperawatan Klinik ……………………….. 118

    3.3.4 Penerapan Inovasi Praktek Klinik Konsultan Keperawatan …… 118

    BAB IV : PEMBAHASAN

    123

    4.1 Pembahasan Kasus Kelolaan dengan Pendekatan Model Adaptasi Roy... 123

    4.2 Analisis Penerapan Model Adaptasi RoyPada 30 Kasus Kelolaan …….. 136

    4.3 Refleksi dan Rekomendasi Penerapan Model Adaptasi Roy …………... 148

    4.4 Pembahasan Pelaksanaan EBNP Terapi Musik .......................................

    4.5 Rekomendasi EBNP Terapi .....................................................................

    4.6 Pembahasan Pelaksanaan Proyek Inovasi.................................................

    4.7 Rekomendasi Proyek Inovasi....................................................................

    150

    154

    156

    160

    BAB V: SIMPULAN DAN SARAN

    161

    5.1 Simpulan ……………………………………………………………….. 161

    5.2 Saran ……………………………………………………………………. 162

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 1 Universitas Indonesia

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Sistem kardiovaskular merupakan suatu sistem yang terdiri jantung dan pembuluh

    darah, memiliki struktur yang unik yang meliputi distribusi peredaran darah ke

    seluruh tubuh dimana memberikan suplay makanan dan oksigen ke sel dan

    mengeluarkan sisa metabolisme, dan karbon monoksida dari jaringan ( Moser &

    Riegel, 2008).

    Fungsi utama jantung adalah memompakan darah keseluruh tubuh sehingga dapat

    menyediakan oksigen ke seluruh tubuh dan membersihkan tubuh dari hasil

    metabolisme (karbondioksida). Jantung melaksanakan fungsi tersebut dengan

    mengumpulkan darah yang kekurangan oksigen dari seluruh tubuh dan memompanya

    ke dalam paru-paru, dimana darah akan mengambil oksigen dan membuang

    karbondioksida. Jantung kemudian mengumpulkan darah yang kaya oksigen dari

    paru-paru dan memompanya ke jaringan di seluruh tubuh (Price & Wilson, 2006).

    Jantung merupakan organ vital yang sangat penting bagi tubuh. Gangguan pada

    jantung dapat menyebabkan gangguan pada seluruh sistem seperti gangguan

    vaskularisasi darah, gangguan pmenuhan oksigen dan gangguan metabolisme tubuh

    yang berdampak sangat fatal apabila tidak segera diatasi (Black & Hawks, 2005).

    Ketika terjadi gangguan sistem kardiovaskuler terjadi proses oksigenisasi dan perfusi

    akan menurun sehingga dapat menimbulkan masalah mengancam hidup. Beberapa

    masalah dalam sistem kardiovaskuler akan membuat sistem kardiovaskuler berkerja

    berat untuk memenuhi kebutuhan proses oksigenisasi dan perfusi (Ignatavicius &

    Walicek, 2010)

    Secara umum penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian utama

    diberbagai penjuru dunia. Pada tahun 2005, di amerika diperkirakan 12.4 juta orang

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 2

    Universitas Indonesia

    menderita penyakit ini, dan 1,1 juta diantaranya menjadi serius. Fenomena yang sama

    juga terjadi di Indonesia, prevalensi penyakit jantung di Indonesia semakin

    meningkat dari tahun ke tahun.

    Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit penyebab kematian pertama didunia

    dalam sepuluh tahun terakhir ini menjadi penyebab kesakitan dan kematian pertama

    didunia yang disusul penyakit kanker dan degeneratif. Menurut WHO pada tahun

    2008 angka kejadian penyakit kardiovaskuler mencapai 18 % kejadian dari semua

    Negara (Yahya, 2010). Penyakit kardiovaskuler yang paling sering terjadi adalah

    hipertensi, disritmia, penyakit jantung koroner (PJK) dan atau berakhir pada gagal

    jantung. Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK) yang

    merupakan salah satu rujukan nasional sehingga dapat mewakili angka kejadian

    gangguan kardiovaskuler di Indonesia. Pada tahun 2011 angka yang paling tinggi

    dirawat di RSJPDHK adalah PJK sebanyak 1553 orang, disusul oleh gagal jantung

    sebanyak 1443 orang kemudian aritmia tanpa penyerta 54 orang.

    Laporan World Health Organization (WHO) pada September 2009 mengatakan

    bahwa penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian pertama saat ini.

    Pada tahun 2004, diperkirakan 17,1 juta orang meninggal akibat PJK (Yahya, 2010).

    Menurut Black dan Hawks (2009) PJK merupakan penyebab utama kematian di

    Amerika Serikat saat ini dan diperkirakan 900.000 kasus terjadi setiap tahunnya.

    Tidak hanya di Amerika Serikat angka PJK mengalami kenaikan di Indonesia angka

    PJK juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, angka PJK di Indonesia seperti

    yang telah diuraikan diatas PJK menduduki urutan pertama dengan angka kunjungan

    relatif tinggi dari tahun ke tahun pada tahun 2009 adalah sekitar 1856 orang, tahun

    2010 mengalami penurunan sekitar 20 % dengan jumlah 1419 dan pada tahun 2011

    mengalami peningkatan sekitar 10 % dengan jumlah kunjungan PJK sebesar 1553

    orang.

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 3

    Universitas Indonesia

    Angka kesakitan dan kematian ini bisa diturunkan apabila penanganan dalam

    pelaksanaan PJK tepat. Cara mencegah terjadinya kematian atau iskemik otot-otot

    jantung adalah meningkatkan kebutuhan oksigen dan atau menurunkan kebutuhan

    oksigen miokard termasuk memperbaiki metabolisme energi miokard melalui

    pencegahan primer dan sekunder. Pencegahan primer yaitu mencegah PJK dengan

    mengurangi faktor resiko, salah satu faktor resiko PJK adalah hipertensi dimana

    hipertensi juga merupakan penyakit kardiovaskuler yang terbanyak. Pencegahan

    sekunder yaitu mencegah agar tidak terjadi PJK yang berulang, pencegahan tersebut

    dapat melalui penatalaksanaan tindakan medis. Tujuan dari penatalaksanaan PJK

    adalah mencegah terjadinya kematian atau terjadinya iskemik bertambah parah,

    apabila iskemik bertambah parah pompa jantung menurun menyebabkan suplai darah

    ke semua jaringan menurun juga, sehingga komplikasi PJK akan terjadi seperti

    gangguan irama jantung dan gagal jantung yang juga masuk dalam kategori penyakit

    jantung yang paling tersering (Moser & Riegel, 2008). Dibutuhkan tim multidispliner

    khususnya perawat untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pasien yang

    mengalami gangguan kardiovaskuler sehingga dapat memberikan pelayanan yang

    terbaik bagi masyarakat.

    Keperawatan profesional didunia berkembang sangat pesat, termasuk keperawatan di

    Indonesia. Keperawatan indonesia sangat bergantung pada keberhasilan dalam

    melakukan perubahan mendasar pada pelaksanaan asuhan keperawatan, terutama

    yang ada di rumah sakit. Perubahan yang menunjukkan bahwa memang benar

    keperawatan adalah sebuah profesi, dan asuhan keperawatan merupakan tindakan

    profesional dalam mengatasi masalah keperawatan. Sejalan dengan perkembangan

    ini, disadari benar bahwa untuk dapat melaksanakan asuhan keperawatan profesional

    dengan baik dan benar harus didasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang terdapat

    dalam rumusan kompetensi perawat seorang perawat profesional (Husin, 2013).

    Pergeseran cara pandang tentang pelaksanaan asuhan keperawatan profesional

    berdasarkan kompetensi menjadi asuhan keperawatan berdasarkan berdasarkan bukti

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 4

    Universitas Indonesia

    atau fakta yang dikenal sebagai evidence based nursing practice (EBNP). Asuhan

    keperawatan berdasarkan EBNP lebih menekankan pada kemungkinan keberhasilan

    asuhan keperawatan yang diperoleh dari hasil pengamatan cermat tindakan

    keperawatan yang digunakan dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang

    diberikan. Dengan diterapkannya asuhan keperawatan berdasarkan EBNP memicu

    dilakukan riset keperawatan ilmiah yang lebih terarah pada upaya meningkatkan

    mutu asuhan keperawatan.

    Pelayanan asuhan keperawatan kardiovaskuler merupakan salah satu bentuk

    pelayanan asuhan keperawatan spesialistik diantara beberapa pelayanan keperawatan

    spesialistik lainya. Pelayanan asuhan keperawatan kardiovaskuler dilaksanakan oleh

    ners spesialis kardiovaskuler dalam upaya mengatasi masalah keperawatan

    kardiovaskuler yang dihadapi pasien. Dalam melaksanakan pelayanan asuhan

    keperawatan kardiovaskuler, ners spesialis kardiovaskuler harus berpikir kritis pada

    seluruh proses keperawatan.

    Dalam upaya menjadi ners spesialis keperawatan medikal bedah (KMB) dengan

    kekhususan masalah kardiovaskuler, residen menjalankan praktek residensi KMB.

    Kegiatan praktik residensi KMB ini dijalankan selama kurang lebih satu tahun yang

    bertempat di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (PJNHK) Jakarta. Praktek klinik

    ini terdiri dari dua semester yaitu tanggal September sampai Desember 2013 dan

    Februari sampai Mei 2014.

    Selama Praktik residensi tersebut residen menjalankan perannya sebagai pemberi

    asuhan keperawatan dengan mengelola beberapa pasien dengan gangguan sistem

    kardiovaskuler, sebagai pendidik dengan melakukan pendidikan kesehatan kepada

    pasien dengan masalah kardiovaskuler dan memberikan pendidikan kepada ners

    generalis, sebagai peneliti yaitu dengan melakukan asuhan keperawatan berbasis

    EBNP, dan sebagai inovator dengan melakukan proyek inovasi dalam bidang

    keperawatan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan.

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 5

    Universitas Indonesia

    Praktek klinik yang dijalani residensi yang menjalankan peran perawat spesialis

    sebagai pemberi asuhan keperawatan tingakat lanjut, residen telah mengelola 30

    pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler seperti ACS, gagal jantung,

    malfungsi katup, bedah jantung, dan gangguan aritmia. Pelaksanaan asuhan

    keperawatan dengan mengelolah pasien dengan masalah kardiovaskuler dilakukan di

    Instalasi Gawat Darurat (IGD), Cardiovascular Care Unit (CVCU), Intensive Care

    Unit (ICU) bedah dewasa, Intermediate Ward Medikal (IWM), Intermediate Ward

    Bedah (IWB), dan Gedung Perawatan II (GP II) , Poliklinik ( rawat jalan) sampai

    dengan ruang rehabilitasi PJNHK.

    Asuhan keperawatan yang diberikan menggunakan pendekatan Model Adaptasi Roy

    (MAR). Penerapan teori ini betujuan untuk membantu seseorang beradaptasi terhadap

    perubahan kebutuhan fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi selama

    sehat dan sakit (Tomey & Aligood, 2010). Diketahui bahwa pasien-pasien yang

    mengalami gangguan kardiovaskuler membutuhkan proses adaptasi untuk dapat

    bertahan menjalankan kehidupan MAR sangat efektif untuk diterapkan. Proses

    asuhan keperawatannya terdiri dari enam langkah yaitu pengkajian perilaku,

    pengkajian stimulus, diagnosa keperawatan, intervensi dan implementasi, serta

    evaluasi. Model Adaptasi Roy, pengkajian yang berfokus pada pengkajian perilaku

    dan stimulus dari pasien dan keluarga berdasarkan 4 mode adaptasi : fisiologis,

    konsep diri, fungsi peran, dan interdependensi yang didalamnya juga ada

    dilakukannya pemeriksaan fisik. Penetapan diagnosa keperawatan menurut Model

    Adaptasi Roy merupakan tahap ketiga dengan cara mengelompokkan sesuai sistem

    yang maladaptif sesuai dengan urutan dan dihubungkan dengan perilaku dengan

    stimulus. Tahap keempat dan kelima adalah intervensi dan implementasi keperawatan

    pada Model

    Adaptasi Roy bertujuan untuk mempertahankan, meningkatkan atau mengubah

    perilaku maladaptif menjadi adaptif, dalam model ini intervensi ada dua klasifikasi

    yang dapat dijalankan adalah regulator dan kognator melalui pendidikan kesehatan

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 6

    Universitas Indonesia

    untuk mencapai koping yang efektif. Selanjutnya tahap keenam adalah evaluasi,

    dalam Model Adaptasi Roy dilakukan untuk menilai efektifitas intervensi

    keperawatan, untuk beberapa perilaku yang masih maladaptif maka dilakukan lagi

    pengkajian ulang untuk mencapai perilaku adaptif (Roy, 2009).

    Peran perawat pemberi asuhan keperawatan dilakukan bersamaan dengan peran

    lainnya seperti kolaborator dan advokasi. Peran kolaborator yaitu dengan membantu

    pasien dalam penatalaksanaan yang mendukung asuhan keperawatan seperti

    pemberiaan obat-obatan, diet, fisioterapi untuk fase rehabilitasi. Peran advokasi yaitu

    memberikan aspek legal kepada pasien dengan memberikan informed concern dalam

    tindakan kepada pasien serta membela pasien dalam pemberian layanan kesehatan

    yang sudah dirasakan tidak sesuai dengan keilmuan.

    Peran perawat spesialis yang dilakukan selain pemberi asuhan keperawatan ada peran

    sebagai peneliti melalui pembuktian terhadap intervensi keperawatan dengan

    melakukan critical review jurnal hasil penelitian agar mampu mengimplementasikan

    Evidence Base Nursing Practice (EBNP) melalui tindakan keperawatan. Dalam

    pelaksanaan perannya sebagai peneliti maka EBNP yang diterapkan residen adalah

    terkait tindakan keperawatan melalui manajemen nyeri pada pasien post operasi

    CABG yang mengalami sternotomy. Efek dari pemotongan sternum setelah operasi

    yaitu menimbulkan rasa nyeri yang hebat dari pasien yang merupakan tantangan

    dalam melangsungkan kehidupan (Wang et al, 2010). Salah satu terapi komplementer

    yang sering digunakan untuk mengurangi nyeri perbaikan parameter fisiologis adalah

    terapi musik. Terapi musik menjadi metode yang sederhana, aman , dan efektif untuk

    mengurangi respon fisiologis berpotensi menimbulkan bahaya akibat rasa nyeri yang

    timbul pada pasien setelah mengalami operasi jantung terbuka (Ozer, N et al., 2013).

    Musik memiliki efek positif terhadap suasana hati, kecemasan dan rasa sakit dan

    mempengaruhi keadaan fisiologis pada pasien yang telah dilakukan operasi jantung.

    Music dapat menurunkan produksi hormon cortisone. Secara teori mendengarkan

    musik akan melepaskan endorfin dan untuk mengurangi kadar katekolamin , sehingga

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 7

    Universitas Indonesia

    menghasilkan tekanan darah lebih rendah dan penurunan kebutuhan untuk analgesik .

    Selain itu, denyut jantung dan laju pernapasan ditingkatkan dan penurunan konsumsi

    oksigen ( Twiss et al., 2006).

    Peran perawat spesialis selanjutnya yang dilakukan residen adalah melakukan inovasi

    sesuai kebutuhan ruangan yang digunakan sebagai lahan praktik. Inovasi yang

    dilakukan oleh residen adalah secara berkelompok yaitu dengan melakukan praktek

    keperawatan berkelanjutan/ Praktek klinik konsultan keperawatan pada pasien pasca

    rawat dengan dengan masalah kardiovaskuler khususnya gagal jantung / Congestif

    Heart Failure (CHF). Diharapkan dengan adanya proyek inovasi ini akan dibuka

    tempat praktek konsultan keperawatan di ruang rawat jalan / poliklinik. Sehingga

    peran perawat dalam meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga untuk mencapai

    derajat kesehatan yang diinginkan dapat tercapai. Pelayanan keperawatan yang

    diberikan di praktik keperawatan tersebut meliputi pemenuhan kebutuhan fisik,

    pendekatan psikologi, pendidikan kesehatan yang dialami.

    Peran inovator atau agen pembaharu juga tidak terlepas dari peran sebagai role model

    dalam menerapkan intervensi menggunakan pedoman dengan baik dan benar serta

    memberikan contoh kepada para perawat-perawat yang ada di ruangan. Peran sebagai

    pemimpin diberikan dengan mengajak atau mempengaruhi perawat untuk senantiasa

    dan konsisten dalam memberikan intervensi keperawatan sehingga harapan

    peningkatan kualitas asuhan keperawatan tercapai melalui usaha preventif, promotif,

    dan rehabilitasi.

    Berdasarkan uraian diatas maka dalam penulisan analisa praktik residensi ini residen

    akan memaparkan analisis kegiatan praktik ini dalam menjalankan peran sebagai

    perawat spesialis yang meliputi pemberi asuhan keperawatan yang didalamnya ada

    peran sebagai pendidik, kolaborasi, dan advokasi, menerapkan tindakan keperawatan

    berbasis pembuktian ilmiah dan melakukan inovasi untuk meningkatkan kualitas

    asuhan keperawatan untuk mencapai derajat kesehatan pasien yang optimal.

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 8

    Universitas Indonesia

    1.2 Tujuan Penulisan

    Adapun tujuan penulisan analisis praktek residensi ini terdiri dari tujuan umum dan

    tujuan khusus yang dijelaskan sebagai berikut:

    1.2.1 Tujuan Umum

    Tujuan penulisan ini secara umum memberikan gambaran yang menyeluruh

    tentang hasil analisis dari kegiatan praktik residensi KMB peminatan Sistem

    Kardiovaskular di PJNHK Jakarta denga menggunakan pendekatan Model

    Adaptasi Roy menerapkan tindakan keperawata yang berbasis pembuktian

    ilmiah atau EBNP dan melakukan proyek inovasi untuk meningkatkan mutu

    asuhan keperawatan ditatanan layanan kardiovaskuler.

    1.2.2 Tujuan Khusus

    1.2.2.1 Menganalisa praktik resdensi sebagai peranpemberi asuhan keperawatan

    medikal bedah pada pasien yang mengalami gangguan sistem kardiovaskuler

    dengan menggunakan pendekatan model Adaptasi Roy

    1.2.2.2 Peran dalam melakukan penerapan tindakan keperawatan yang berbasis

    pembuktian ilmiah (EBNP) yang diperoleh dari hasil analisis penelitian-

    penelitian terkait terapi musik sebagai salah satu intervensi keperawatan

    dalam mengatasi masalah nyeri dan parameter fisiologi.

    1.2.2.3 Peran sebagai inovator melalui praktek keperawatan pada pasien post

    admission di unit rawat jalan untuk meningkatkan professional keperawatan

    dalam memberikan pelayanan yang berkelanjutan / praktek klinik konsultan

    keperawatan pada pasien pasca rawatan di di unit rawat jalan.

    1.3 Manfaat Penulisan

    1.3.1 Pendidikan

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang asuhan

    keperawatan pasien dengan masalah kardiovaskuler dengan pendekatan teori

    Model adaptasi Roy .

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 9

    Universitas Indonesia

    1.3.2 Pelayanan

    Penulisan ini akan memberikan gambaran dan dasar pemberian asuhan

    keperawatan pasien dengan masalah kardiovaskuler dengan pendekatan teori

    Model adaptasi Roy. Dengan penerapan teori ini dalam asuhan keperawatan akan

    meningkatkan pengetahuan dan kompetensi perawat dalam tatanan layanan

    keperawatan kardiovaskuler,

    1.3.3 Pengembangan Keilmuan Keperawatan.

    Hasil praktik residensi keperawatan dapat memberikan banyak manfaat dengan

    menjadikan salah satu bentuk dukungan teori keperawatan Model adaptasi Roy

    dalam memperkaya aplikasi teori keperawatan tersebut, menambah wawasan

    dan pengetahuan bagi perawat klinik di layanan kardiovaskuler khususnya

    residen yang menjalankan praktik klinik di PJNHK Jakarta dalam memberikan

    asuhan keperawatan pada pasien gangguan sistem kardiovaskuler dengan

    mengaplikasikan peran ners spesialis.

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 10 Universitas Indonesia

    BAB 2

    TINJAUAN TEORITIS

    2.1 Penyakit Jantung Koroner

    2.1.1 Pengertian

    Penyakit jantung korone diartikan sebagai perkembangan arterosklerosis pada arteri

    koroner yang menyebabkan penyempitan dan terhambat aliran darah, ketika aliran

    darah terjadi penyempitan dan penghambatan suplai aliran darah ke jantung menjadi

    berkurang maka terjadi ketidakseimbangan kebutuhan oksigen yang memungkinkan

    miokardium mengalami iskemia, injuri dan infark pada akhirnya pompa jantung

    menjadi tidak efektif (Black&Hawks, 2009)

    Penyakit jantung koroner merupakan suatu keadaan komplek yang dikarakteristikan

    dengan penyempitan arteri koroner internal dan disebabkan oleh adanya lesi dan

    arterosklerosis serta mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh darah dengan

    pelepasan platelet yang mengarah pada keadaan tahapan protrombotik pada otot

    jantung (Moser & Riegel, 2008).

    2.1.2 Penyebab

    Penyebab utama PJK umumnya disebabkan oleh karena adanya inflamasi dan

    penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah koroner. Inflamasi dan

    penumpukan lemak tersebut dicetuskan oleh beberapa faktor seperti faktor yang yang

    tidak bisa dimodifikasi (umur, jenis kelamin, dan keturunan) dan bisa dimodifikasi

    (merokok, hipertensi, kolesterol, diabetes, kurang aktivitas, dan obesitas) serta faktor

    yang berkontribusi (stres dan hemosistin) (Black & Hawks, 2009).

    a. Faktor yang tidak bisa dimodifikasi (Nonmodifiable Risk Factor)

    1. Keturunan

    Black dan Hawks (2009) menjelaskan bahwa anak yang orangtuanya sudah

    mengalami penyakit jantung lebih tinggi beresiko terkena PJK. Peningkatan resiko

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 11

    Universitas Indonesia

    ini berhubungan dengan faktor keturunan seperti hipertensi, diabetes, obesitas dan

    peningkatan kolesterol, yang kesemua ini merupakan faktor resiko penyakit jantung

    Keturunan merupakan faktor predisposisi dan penting yang dapat menyebabkan

    PJK, walaupun mekanisme terkait dengan keturunan tidak dapat dijelaskan (Lewis,

    Dirksen, Heitkamper, Bucher, & Camera , 2011).

    2. Jenis Kelamin

    Awalnya PJK lebih banyak diderita oleh laki-laki dan persepsi ini bergeser bahwa

    pada tahun 1999 angka kematian PJK sama antara perempuan dan laki-laki,

    walaupun laki-laki beresiko lebih besar untuk terkena PJK hal ini disebabkan

    karena perempuan mengalami menopause yang meningkatkan terjadinya PJK

    selain perempuan menopause diketahui bahwa perempuan yang mengkonsumsi

    kontrasepsi oral juga akan beresiko PJK karena dapat meningkatkan tekanan

    darah, salah satu faktor resiko terjadinya PJK (Black & Hawks 2009).

    3. Umur

    Peningkatan umur pada seseorang termasuk salah satu faktor resiko terjadinya

    PJK. Tanda dan gejala PJK terjadi umumnya pada orang yang umurnya diatas 40

    tahun dan 4 dari 5 orang akan menderita PJK pada umur lebih dari 65 tahun (Black

    & Hawks 2009).

    b. Faktor yang bisa dimodifikasi (Modifiable Risk Factor)

    1. Rokok

    Perokok aktif maupun pasif akan beresiko terkena PJK karena menghirup zat

    kimia yang terkandung dalam rokok. Khususnya zat berbahaya dalam rokok

    seperti Tar dan Nikotin berperan aktif dalam merusak struktur dan fungsi dari

    pembuluh darah.Tar mengandung hidrokarbon dan subtansi karsinogenik. Nikotin

    yang masuk dalam pembuluh darah akan merangsang katekolamin dan bersama-

    sama dengan zat yang terkandung dalam rokok merusak lapisan pembuluh darah

    koroner, kerusakan itu selanjutnya akan mempertebal dan merapuhkan dinding

    pembuluh darah, disamping itu nikotin juga meningkatkan pelepasan epinefrin dan

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 12

    Universitas Indonesia

    norepinefrin yang membuat pembuluh darah menjadi vasokontriksi. Vasokontriksi

    ini akan membuat tekanan darah dan nadi meningkat, dan kebutuhan oksigen

    meningkat (Black & Hawks, 2009). Perokok dalam pathogenesis PJK merupakan

    hal yang kompleks, diantaranya : timbulnya aterosklerosis, peningkatan

    trombogenesis dan vasokosntriksi, peningkatan tekanan darah dan denyut jantung,

    provokasi aritmia jantung, peningkatan kebutuhan oksigen miokar, penurunan

    kapasitas pengangkutan oksigen (Graw, Dawkins, Morgan & Simpson, 2005).

    2. Kolesterol

    Peningkatan kolesterol terutama LDL (Low Density Lipoprotein) yang merupakan

    lemak tubuh yang tidak bermanfaat dalam tubuh. LDL yang berlebihan ini akan

    menembus dinding pembuluh darah dan ditelan oleh makrofag, selanjutnya terjadi

    proses pengerasan dan penebalan dinding pembuluh darah yang berujung pada

    penyempitan pembuluh darah (Black & Hawks, 2009). Kolesterol dalam darah

    ditranspor dalam bentuk lipoprotein, 75% merupakan Low Density Lipoprotein

    (LDL), dan 20% merupakan High Density Lipoprotein (HDL). Kadar LDL yang

    rendah memiliki peran yang baik pada PJK dan terdapat hubungan terbalik antara

    kadar LDL dan insidensi PJK (Graw, Dawkins, Morgan & Simpson, 2005).

    3. Aktifitas fisik

    Aktivitas fisik akan mengurangi resiko PJK karena dapat meningkatkan HDL yang

    bermanfaat bagi tubuh, menurunkan LDL dan trigliserida, menurunkan tekanan

    darah, meningkatkan sensitifitas insulin, dan menurunkan indeks masa tubuh.

    Orang yang kurang aktivitas akan beresiko mengalami PJK karena tujuan dari

    aktivitas tersebut belum tercapai (Black & Hawks, 2009). Aktifitas fisik aerobic

    teratur menurunkan resiko PJK. Olah raga teratur dapat menurunkan insiden PJK

    20-40% (Graw, Dawkins, Morgan & Simpson, 2005).

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 13

    Universitas Indonesia

    4. Obesitas

    Obesitas akan menambah beban kerja jantung, jantung diperintah bekerja lebih

    kuat memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen selain itu

    obesitas juga sering identik dengan peningkatan kadar kolesterol yang merupakan

    penyebab terjadi PJK (Black & Hawks, 2009). Terdapat keterkaitan antara berat

    badan, peningkatan tekanan darah, peningkatan kolesterol dara, diabetes mellitus

    tidak tergantung insulin dan tingkat aktifitas fisik yang rendah (Graw, Dawkins,

    Morgan & Simpson, 2005).

    5. Diabetes mellitus

    Resiko terjadi PJK pada pasien dengan NIDDM adalah dua hingga empat kali

    lebih tinggi daripada populasi umum. Diabetes merupaan faktor resiko independen

    terjadi PJK yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme lipid dan

    peningkatan trombogenesis.

    Diabetes melitus merupakan peningkatan glukosa dalam darah, glukosa dalam

    darah meningkat apabila kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl atau kadar

    glukosa darah puasa ≥ 160 mg/dl. Peningkatan glukosa disebabkan karena

    ketidakcukupan insulin, glukosa yang terlalu banyak melewati pembuluh darah

    koroner akan lebih cepat membuat pembuluh darah menebal dan mengeras, dan

    bila dibiarkan pembuluh darah koroner akan menyempit dan tersumbat, secara

    otomatis jantung akan mengalami gangguan pasokan oksigen (Yahya, 2010).

    6. Tekanan darah tinggi

    Tekanan darah tinggi mengakibatkan peningkatan kerja jantung dengan

    meningkatkan afterload sehingga beban ventrikel kiri meningkat, membesar dari

    struktur anatominya dan akan melemahkan pompa jantung dan dilanjutkan dengan

    suplai darah ke miokardium menjadi sedikit dan tidak seimbang yang nantinya

    akan terjadi iskemia, injuri dan infark (Black & Hawks, 2009).

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 14

    Universitas Indonesia

    2.1.3 Patofisiologi

    Arterosklerosis pembuluh darah merupakan penyakit arteri koroner yang paling

    sering ditemukan. Arterosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan

    fibrosa dalam dalam arteri koroner, sehingga secara progresif mempersempit

    lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran

    darah akan meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium. Bila

    penyakit ini semakin lanjut, maka penyempitan lumen diikuti perubahan

    vaskuler yang mengurangi kemampuan pembuluh darah untuk melebar dengan

    demikian keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen menjadi

    terganggu, dan akan membahayakan miokardium distal dari daerah lesi (Price &

    Wilson, 2006).

    Proses terjadinya aterosklerosis pada arteri diuraikan sebagai berikut (Aaronson

    & Ward, 2010)

    a. Dinding arteri menebal secara fokal oleh proliferasi sel otot polos intima dan

    deposisi jaringan ikat fibrosa yang keras. Selubung ini menonjol ke dalam

    lumen vaskuler, membatasi aliran darah, seringkali menyebabkan iskemik

    pada jaringan yang disuplai oleh arteri.

    b. Suatu kumpulan lunak lipid ekstraseluler dan debris sel berakumulasi dibawah

    selubung fibrosa (athero merupakan bahasa yunani yang artinya bubur).

    Penumpukkan ini melemahkan dinding arteri sehingga selubung fibrosa dapat

    robek atau retak. Akibatnya, darah masuk ke dalam lesi dan terbentuk trombus

    (bekuan darah). Trombus ini, atau materi yang keluar dari lesi yang ruptur,

    dapat terbawa ke vascular bed aliran (upstream) sehingga meyumbat

    pembuluh yang lebih kecil. Sumbatan ini dapat menyebabkan infark miokard

    jika terjadi pada arteri koroner, atau menyebabkan stroke jika terjadi dalam

    arteri serebri.

    c. Endotel diatas lesi menghilang sebagian atau seluruhnya. Ini dapat

    menyebabkan trombus yang terus berlanjut, sehingga menyebabkan oklusi

    aliran intermiten seperti pada angina tak stabil.

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 15

    Universitas Indonesia

    d. Lapisan sel otot polos media di bawah lesi mengalami degenerasi. Hal ini

    melemahkan dinding vaskular, yang dapat mengembang dan akhirnya ruptur

    dan menyumbat di pembuluh darah.

    2.1.4 Klasifikasi Penyakit Jantung Koroner

    Penyakit jantung koroner dapat diklasifikasikan dalam dua bentuk yaitu

    Chronic Stable Angina Pectoris dan Acute Coronary Syndrome (ACS),

    diuraikan sebagai berikut

    a. Angina Pektoris Stabil (APS)

    yaitu penyakit jantung koroner yang ditandai dengan ketidaknyamanan pada

    dada yang berkepanjangan dan stabil serta merupakan bentuk awal dari

    penyakit jantung koroner. Proses terjadinya angina pectoris stabil diawali

    dengan adanya stimulus injuri (hipertensi, hiperkolestrolemia) yang

    menyebabkan kerusakan endotel mengakibatkan proliferasi sel otot polos

    dan berpindahnya makrofag kedalam dinding pembuluh darah. Gambaran

    EKG pada penderita ini tidak khas tetapi suatu kelainan, biasanya ST

    depresi yang mengindikasi adanya iskemik (Lewis, Dirksen, Heitkamper,

    Bucher, & Camera , 2011; Ong & Patacsil, 2007, Basha, 2008).

    b. Akut koroner sindrom (ACS)

    ACS merupakan suatu kelompok dari trombus gangguan arteri koroner yang

    merupakan kelanjutan dari miokardium yang mengalami iskemia (Moser &

    Riegel, 2008). ACS terbagi atas 3 yaitu :

    1. Unstable Angina Pectoris (UAP)

    UAP hampir sama dengan APS tetapi mekanisme patofisiologi dan sifat

    nyeri berbeda, tetapi tetap belum ada kerusakan sel-sel otot jantung.

    Secara patologi UAP terjadi karena ruptur plak yang tidak stabil, sehingga

    tiba-tiba terjadi oklusi subtotal dari pembuluh darah koroner yang

    sebelumnya terjadi penyempitan yang minimal. Ruptur plak yang tidak

    stabil terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan adanya

    infiltrasi sel makrofag. Ruptur terjadi pada bagian depan jaringan fibrosa

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 16

    Universitas Indonesia

    menjadi trombus dengan adanya interaksi yang terjadi antara lemak, sel

    otot polos, dan kolagen menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin.

    Sebagai reaksi terhadap gangguan endotel, terjadi agregasi platelet dan

    platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang luas

    menyebabkan vasokontriksi dan trombus. Gambaran EKG bisa ada

    kelainan kadang juga tidak ditemukan kelainan, ditemukan pada angina

    tidak stabil 4 % memiliki EKG normal (Sudoyo dkk, 2006; Lewis,

    Dirksen, Heitkamper, Bucher, & Camera , 2011; Ong & Patacsil, 2007;

    Basha, 2008).

    2. Non ST segmen Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI)

    NSTEMI merupakan bentuk dari infark miokard, keadaan ini sudah

    terdapat kerusakan dari sel otot jantung yang ditandai dengan keluarnya

    enzim yang ada didalam sel otot jantung seperti: Creatinin Kinase (CK),

    CK-MB, Troponin T, dan lain-lain. NSTEMI dapat disebabkan oleh

    penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen

    miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena

    thrombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada

    arteri koroner diawali dengan ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tak

    stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang banyak, densitas otot polos

    yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang

    tinggi. Gambaran EKG pada NSTEMI mungkin tidak ada kelainan, tetapi

    yang jelas tidak ada penguatan ST elevasi yang baru. Pada umumnya

    pasien dengan NSTEMI gambaran EKG disertai dengan NQMI (no

    Qwave Myocardial Infarction) dan hanya sedikit yang mengalami QMI

    (Qwave Myocardial Infarction) (Sudoyo dkk, 2006).

    3. ST segmen Elevation Myocardial Infarction (STEMI)

    STEMI mirip dengan Acute NSTEMI. STEMI terjadi jika aliran darah

    koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak

    aterosklerosis yang ada sebelumnya. Pada STEMI oklusi menutupi

    pembuluh darah sebesar 100 %. Pada STEMI gambaran patologis klasik

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 17

    Universitas Indonesia

    terdiri dari fibrin red thrombus, yang dipercayai menjadi dasar sehingga

    STEMI dapat berespon terhadap terapi trombolitik, dan selanjutnya pada

    lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin)

    memicu aktivasi trombosit yang melepaskan tromboksan A2

    (vasokonstriktor lokal yang poten). Gambaran EKG sudah menunjukkan

    ada kelainan berupa ST elevasi yang baru atau timbulnya Bundle Branch

    Block yang baru. Selain itu, gambaran EKG STEMI pada umumnya QMI

    dan hanya sedikit yang mengalami NQMI (Sudoyo dkk, 2006).

    Bagan 2.1

    The spectrum of ACS ECG = electrocardiogram; NSTEMI= non-ST-

    elevation myocardial infarction; STEMI = ST-elevation

    myocardial infarction.

    (Sumber: ESC Guideline, 2011)

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 18

    Universitas Indonesia

    2.1.5 Manifestasi Klinis

    Secara umum penyakit jantung koroner dimanifestasikan dengan nyeri dada.

    Nyeri dada yang terjadi bervariasi tergantung dengan masalah dialami. Ada

    beberapa perbedaan antara manifestasi klinis nyeri dada pada pasien dengan

    akut koroner sindrom dan angina pectoris stabil. Dapat dilihat pada tabel

    berikut :

    Tabel 2.1

    Perbedaan Nyeri ACS

    Tipe Nyeri dada

    sifat durasi frekwensi waktu Bantuan

    Nitrat

    Gejala lain

    AMI Nyeri hebat >30 menit Nyeri menetap

    Saat

    istirahat

    Tidak

    menolong

    Cemas,

    keringat

    dingin, mual

    APS Sedang -berat

    15-30 menit Frekwensi

    meningkat

    Istirahat

    dan

    aktifitas

    Biasanya

    tidak

    menolong

    Cemas,

    pusing

    UAP ringan

  • 19

    Universitas Indonesia

    Tabel 2.2

    Karakteristik Gelombang EKG ACS

    Gambaran EKG Kategori diagnostik

    ST segmen elevasi STEMI

    LBBB STEMI

    ST segmen depresi NSTEMI ACS

    Transient ST segmen elevasi NSTEMI ACS

    T inverse NSTEMI ACS

    Old Bundle Brunch Block Belum jelas

    Normal ECG Belum jelas

    (Sumber: Moser&Riegel, 2008)

    Tabel 2.3.

    Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG

    (Sumber: Ramrakha, 2006)

    Gambaran ECG berdasarkan keadaan patofisiologi arteri koroner dan

    miokardial. Gambaran ECG dengan gambar T depresi maka menunjukkan

    otot-otot jantung mengalami iskemia, sedangkan otot jantung mengalami

    injuri dengan manifestasi dari gambaran ECG dengan ST Elevasi, dan

    Lokasi Perubahan gambaran EKG Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5

    Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3

    Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6 dan I dan aVL

    Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6 dan inversi gelombang

    T/elevasi ST/gelombang Q di I dan aVL

    Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, dan V5-V6 (kadang-

    kadang I dan aVL).

    Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan aVF

    Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, V1-V3

    True

    posterior

    Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi di V1-V3. Gelombang

    T tegak di V1-V2 RV

    RV

    infarction

    Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R). Biasanya ditemukan

    konjungsi pada infark inferior. Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam

    pertama infark.

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 20

    Universitas Indonesia

    gambaran ECG dengan adanya gelombang Q menunjukkan bahwa otot

    jantung sudah mengalami infark.

    b. Laboratorium

    Pemeriksaan laboratorium pada pasien PJK meliputi pemeriksaan CK-CKMB,

    Troponin I, Troponin T dan mioglobin. Pemeriksaan laboratorium terutama

    troponin memegang peranan penting dalam menegakkan PJK dan

    membedakan antara STEMI, UAP, dan NSTEMI. Troponin lebih spesifik dan

    sensitif daripada enzim jantung tradisional seperti creatine kinase (CK),

    isoenzim nya MB (CK-MB), dan mioglobin. Peningkatan troponin jantung

    mencerminkan kerusakan sel miokard, yang pada NSTEMI dapat

    mengakibatkan embolisasi distal dari platelet yang kaya trombus yang

    dihasilkan dari pecahnya plak pecah atau terkikis, sebab itu troponin dapat

    dilihat sebagai penanda pengganti pembentukkan trombus aktif.

    Tabel 2.4

    Nilai Laboratorium Biomarker ACS

    Biomarker Nilai positif waktu

    Troponin T Lebih dari 2,0 mcg/ml Mulai meningkat dalam 3-12

    jam setelah infark.

    Puncaknya 12-48 jam.

    Normal dalam 14 hari

    Troponin I Lebih dari 0,03 mcg/L Mulai meningkat dalam 3-12

    jam setelah infark.

    Puncaknya 24 jam. Normal

    dalam 10-15 hari

    CK-CKMB Bervariasi Meningkat mulai dari 3-12

    jam. Puncaknya : 24 jam

    Normal dalam 48-72 jam

    Mioglobin Meningkat dua kali lipat dari

    mioglobin dalam 2 jam

    pertama. Mioglobin negatif

    4-8 jam setelah gejala

    miokardia

    infark dapat diabaikan

    Mulai meningkat dalam 1-4

    jam. Puncaknya : 6-7 jam

    Normal dalam 24 jam

    (Sumber : Moser&Riegel, 2008)

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 21

    Universitas Indonesia

    c. Angiography

    Angiografi jantung adalah salah satu cara dengan menggunakan sinar X dan

    kontras yang disuntikkan kedalam arteri koroner untuk melihat apakah ada

    penyempitan pada arteri koroner. Angiografi biasa juga disebut dengan

    kateterisasi jantung. Indikasi dilakukan angigrafi: gejala penyakit koroner

    meskipun telah mendapat terapi medis adekuat, penentuan prognosis pada

    psien dengan PJK, Nyeri dada stabil dengan perubhan iskemik bermakna pada

    tes latihan, iskemik reversible luas pada pindai perfusi miocard, pasien dengan

    nyeri dada tanpa etiologi yang jelas, sindroma koroner tidak stabil, pasca

    infark miocard non gelombang Q, aritmia lanjut atau berulang(takikardi

    vetrikel), Pasien yang mengalami pembedahan penyakit katub jantung,

    sebelum pembedahan koreksi terhadap infark yang berhubungan dengan defek

    septum ventrikel atau rupture otot papilaris akibat infark (Graw, Dawkins,

    Morgan & Simpson, 2005).

    d. Echocardiography

    Echocardiography dapat dilakukan untuk membantu mengkaji struktur dari

    penyakit jantung seperti pergerakan dinding yang tidak normal dalam

    hitungan detik atau menit dari penyumbatan arteri koroner, efusi perikardium,

    kelainan katup jantung, hipertropi ventrikel kiri, atau ejeksi fraksi yang

    rendah.

    e. Exercise stress test

    Biasa disebut dengan treadmill test, Test ini berperan dalam menggambarkan

    dimana pasien kemungkinan kecil mengalami PJK dengan pemeriksaan

    laboratorium dan masih menunjukkan gejala PJK. Uji latih ini bila pasien

    sudah stabil dengan pemberian medikamentosa dan menunjukkan tanda resiko

    tinggi perlu pemeriksaan exercise test dengan alat treadmill. Bila hasilnya

    negatif maka prognosisnya baik dan sebaliknya.

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 22

    Universitas Indonesia

    2.1.7. Penatalaksanaan

    Penatalaksanaan segera saat kontak dengan pasien yang mengalami serangan

    penyakit jantung koroner akut (ACS, UAP), melakukan bedrest total,

    pemberian O2, memberikan aspirin 300 mg kunyah untuk memblokade

    agregasi trombosit lebih lanjut, pemberian nitrat dapat menurunkan kerja

    jantung dan mengontrol nyeri, pemberian morfin bersamaan dengan antiemetic

    untuk meredakan nyeri. Penatalaksanaan lanjut adalah dengan pemberian

    aspirin, β-bloker dan inhibitor ACE dapat mengurangi komplikasi dan resiko

    infark (Aaronson & Ward, 2010).

    Penanganan penyakit jantung koroner menurut Hamm (2011) menggunakan

    pengobatan dan revaskularisasi :

    a. Anti Iskemik seperti β blocker, Nitrat, Calcium Chanel Blocker, dan anti

    anginal lainnya (Nicorandil dan Ivabradine)

    b. Anti Platelet seperti Aspirin, P1Y12 reseptor inhibitor (Clopidogrel,

    Prasugrel, Ticagrelor), Glycoprotein IIB/IIIA reseptor inhibitor

    (Abciximab)

    c. Anti Koagulan seperti Unfractioned Fractioned Heparin (UFH) dan Low

    Molecular Weigh Heparins (LMWHs)

    d. Revaskularisasi seperti Percutaneous Coronary Intervention (PCI) jika 1

    atau 2 arteri mengalami gangguan dan Coronary Artery Bypas Grafting

    (CABG) jika ketiga arteri utama mengalami gangguan (Aaronson & Ward,

    2010).

    Terapi non farmakologi disamping pemberian oksigen dan istirahat pada waktu

    datangnya serangan angina misalnya, maka hal yang telah disebut diatas seperti

    perubahan life style (termasuk berhenti merokok), penurunan BB, penyesuaian diet,

    olahraga teratur merupakan terapi non farmakologis yang dianjurkan, termasuk

    pemakaian obat secara terus menerus sesuai yang disarankan dokter dan mengontrol

    faktor resiko, serta bila perlu melibatkan keluarga dalam pengobatan pasien, dapat

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 23

    Universitas Indonesia

    dimasukkan juga ke dalam pendidikan kesehatan (Health Educational). (Yahya,

    2010)

    2.2 Coronary Artery Bypass Graft (CABG)

    2.2.1 Pengertian

    CABG atau bedah pintas koroner yang disebut juga dengan bypass adalah jenis

    tindakan operasi jantung yaitu dengan membuat saluran baru melewati 3 bagian

    arteri koroner yang mengalami penyempitan. Operasi bypass pertama kali

    dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1960 sedangkan penggunaan mesin

    jantung paru sudah terlebih dahulu dilakukan pada tahun 1954 (Brunner &

    Suddarth,2002)

    Menurut Black & Hawks (2009), CABG adalah tindakan pembedahan dengan

    memotong sumbatan satu atau lebih arteri koroner dan menggantinya dengan

    vena savena, arteri mamaria, atau arteri radialis sebagai saluran atau pengganti

    pembuluh darah.

    Coronary Artery Bypass Grafting, atau operasi CABG, adalah teknik yang

    menggunakan pembuluh darah dari bagian tubuh yang lain untuk memintas

    (melakukan bypass) arteri yang menghalangi pemasokan darah ke jantung.

    CABG bertujuan untuk membuat rute dan saluran baru pada arteri yang

    terbendung sehingga oksigen dan nutrisi dapat mencapai otot jantung (Corwin,

    2001).

    CABG adalah sebuah prosedur pembedahan di mana pembuluh darah dari

    bagian lain dari tubuh yang dicangkokkan ke dalam arteri koroner yang

    tersumbat di bawah oklusi sedemikian rupa sehingga aliran darah dapat

    melewati sumbatan. (Alkaissi, 2012).

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 24

    Universitas Indonesia

    Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) merupakan salahsatu penangana

    intervensi dari Penyakit Jantung Koroner (PJK), dengan cara membuat saluran

    baru melewati bagian Arteri Coronaria yang mengalami penyempitan atau

    penyumbatan (Feriyawati, 2006).

    2.2.2 Indikasi

    CABG diindikasikan dilakukan bila ketiga arteri koroner utama mengalami

    gangguan (triple vessel disease), bila cabang utama koroner kiri mengalami

    stenosis yang signifikan, dan bila lesi tidak dapat diatasi dengan PCI, dan bila

    fungsi ventrikel kiri buruk (Aaronson & ward, 2010).

    (Muttaqin, 2009) menyebutkan indikasi CABG adalah :

    a. CAD, Penyempitan lebih dari 50% dari left main disease atau left

    main equivalent yaitu penyempitan yang menyerupai left main arteri

    misalnya ada penyempitan bagian proksimal dari arteri anterior

    desenden dan arteri sirkumflex

    b. Penderita yang gagal dilakukan ballonisasi dan stent

    c. Penderita dengan vessel disease yaitu tiga arteri koroner semuanya

    mengalami penyempitan yang bermakna dimana fungsi jantung mulai

    menurun (EF < 50%)

    d. Penyempitan satu atau dua pembuluh darah namun pernah mengalami

    gagal jantung.

    e. Anatomi pembuluh darah sesuai dengan CABG

    f. Angina yang tidak dapat dikontrol dengan terapi medis

    g. Angina yang tidak stabil

    h. Uji toleransi latihan positif atau sumbatan yang tidak dapat ditangani

    oleh PTCA

    2.2.3 Kontraindikasi

    Secara pasti kontraindikasi untuk CABG tidak ada sumbatan yang lebih dari

    70% masih mengakibatkan aliran darah yang tidak adekuat pada pintasan

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 25

    Universitas Indonesia

    sehingga dapat terjadi bekuan darah pada CABG (Ignatavicius & Work, 2010).

    Kontraindikasi CABG adalah gangguan cerebrovascular akut dan gangguan

    perdarahan (Alboushi, 2007)

    Kontraindikasi CABG (Muttaqin, 2009).

    a. Faktor usia yang sudah tua

    b. Pasien dengan penyakit pembuluh darah koroner kronik akibat DM dan EF

    sangat rendah

  • 26

    Universitas Indonesia

    d. Kelebihan cairan, merupakan masalah yang jarang terjadi pada pasien

    paska bedah jantung. Tekanan arteri pulmonal, PCWP dan CVP

    meningkat. Biasanya diberikan diuretik dan kecepatan pemberian cairan

    via intra vena diperlambat.

    e. Gangguan afterload sering disebabkan oleh perubahan suhu tubuh

    pasien. Pada hipotermia terjadi kontriksi pembuluh darah sehingga

    terjadi peningkatan afterload. Penanganannya dengan menghangatkan

    kembali pasien secara bertahap, dan jika diperlukan dilakukan

    pemberian vasodilator sementara menunggu penghatan. Sebaliknya

    demam atau kondisi hipertermi akan meningkatkan afterload.

    Penangannya dengan menjaga normotermia tubuh atau dengan

    pemberian vasopressor.

    f. Hipertensi, terjadi akibat peningkatan afterload. Jika pasien sudah

    mengalami hipertensi sebelum pembedahan maka penatalaksanaan

    terapi disesuaikan seperti sebelum operasi.

    g. Aritmia yang dipengaruhi karena penurunan curah jantung.

    h. Gangguan kontraktilitas karena jantung tidak mampu memompakan

    darah sesuai kebutuhan tubuh.

    i. Hemothorax dan pneumothorax, adanya insisi atau perlukaan pada

    thorax dan komponennya dapat menyebabkan perdarahan dan masuknya

    udara.

    j. Atelektasis disebabkan obat-obat anastesi dan efek negatif dari pasien.

    k. Pneumonia

    l. Emboli paru disebabkan oleh heparinisasi selama operasi dan

    hemodilusi setelah operasi

    m. Stroke

    2.2.5 Teknik Operasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG)

    Ada dua teknik yang digunakan dalam operasi CABG yaitu on pump dan off

    pump. Pada operasi on pump prosedur dijalankan menggunakan alat mekanis

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 27

    Universitas Indonesia

    jantung paru sedangkan teknik operasi off pump tidak menggunakan jantung

    paru sehingga jantung tetap berdetak secara normal dan paru-paru berfungsi

    secara biasa saat operasi dilakukan.

    a. On pump

    Kriteria pasien dilakukan On pump

    1. Pasien yang direncanakan operasi secara elektif

    2. Hemodinamik stabil

    3. EF dalam batas normal fungsi LV utuh

    4. Usia tua disertai penyakit seperti aterosklerosis aorta, disfungsi ginjal

    atau paru

    5. Mempunyai komplikasi dengan mesin CPB

    6. Satu sampai dua vessel disease di anterior

    b. Off Pump

    CABG Off Pump (OPCAB) yaitu CABG yang dilakukan tanpa

    menggunakan mesin pintas jantung-paru atau Cardiopumonary

    Bypass sebagai pengobatan penyakit jantung koroner. Off-pump

    bypass arteri koroner dikembangkan sebagai alternatif untuk

    menghindari komplikasi bypass cardiopulmonary selama operasi

    jantung (Kasuari, 2002).

    Selain itu OPCAB dikaitkan dengan manfaat klinis lain seperti

    penurunan risiko stroke atau masalah memori, pasien juga biasanya

    memiliki pemulihan lebih cepat dan perawatan di rumah sakit yang

    lebih pendek, lebih sedikit transfusi darah, serta mengurangi

    terjadinya masalah imflammatory / masalah respon imun yang tidak

    diinginkan.(Wikipedia,2010)

    Pada teknik CABG off Pump jantung berdenyut normal dan paru –

    paru pun berfungsi seperti biasa. Pada teknik operasi ini suhu

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 28

    Universitas Indonesia

    diturunkan menjadi 280 – 320 C yang bertujuan untuk menurunkan

    kebutuhan jaringan akan oksigen seminim mungkin, heart rate

    dipertahankan antara 60 – 80 x/mnt, tekanan arteri dipertahankan 70

    – 80 mmHg. Suhu diturunkan dengan cara pendinginan topical yaitu

    dengan cara irigasi otot jantung dengan ringer dingin 40 C, jantung

    direndam dalam cairan dan memakai ringer dingin seperti bubur (ice

    slush).

    1. Kriteria pasien untuk off pump (Bojar, Robert M. 2011)

    a. Pasien yang direncanakan operasi elektif

    b. Hemodinamik stabil

    c. Ejection Fraction dalam batas normal

    d. Pembuluh distal yang cukup besar

    e. Konduit yang cukup baik untuk digunakan

    2. Kontra indikasi off pump

    a. Hemodinamik tidak stabil

    b. Kardiomegali atau CHF

    c. LV EF < 35%

    d. Kualitas target pembuluh darah atau pembuluh darah

    mengalami

    penebalan (calsifikasi)

    e. Syok kardiogenik

    f. LM kritis

    3. Keuntungan teknik off pump.

    a. Meminimalkan efek trauma operasi.

    b. Pemulihan mobilisasi lebih dini

    c. Drainage darah pasca bedah minimal

    d. Tersedia akses strenotomy untuk re operasi

    e. Menurunkan morbiditas di rumah sakit (termasuk insiden

    infeksi dada, pemakaina inotropik, kejadian SVT, tranfusi

    darah dan lama rawat ICU)

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 29

    Universitas Indonesia

    f. Pelepasan CKMB dan Troponin lebih rendah

    g. Kejadian stroke lebih rendah

    2.3 Konsep Model Adaptasi Roy

    2.3.1 Gambaran Umum Model Adaptasi Roy

    Model Adaptasi Roy (MAR) dikembangkan oleh Sister Callista Roy pada tahun

    1964 dan telah digunakan pada berbagai setting termasuk onkologi, bedah

    komunitas dan individu baik pada penyakit akut, kronis dan penyakit terminal

    (Cunningham, 2002; Tomey & Alligood, 2006). Teori ini didasarkan pada teori

    sistem umum seperti yang diterapkan pada individu dan pandangan Helson

    tentang adaptasi yang berkaitan dengan stimulus fokal, kontekstual, dan residual

    (Christensen & Kenney, 2009). Fokus utama Model Adaptasi Roy adalah

    konsep adaptasi manusia, sedangkan konsep mengenai keperawatan, manusia,

    sehat dan lingkungan seluruhnya saling berhubungan. Manusia secara terus

    menerus akan mengalami atau mendapatkan stimulus dari lingkungan kemudian

    berespon terhadap stimulus dan beradaptasi (Tomey & Alligood, 2006).

    Respon adaptasi manusia dapat berupa respon adaptif atau respon inefektif.

    Respon adaptif meningkatkan integritas dan membatu seseorang untuk

    mencapai tujuan adaptasi dengan tetap hidup, tumbuh, bereproduksi serta terjadi

    transformasi antara seseorang dengan lingkungan. Respon inefektif jika terdapat

    kegagalan dalam mencapai tujuan atau adanya ancaman terhadap pencapaian

    tujuan. Keperawatan memiliki tujuan yang unik yaitu membantu upaya individu

    beradaptasi dengan mengelola lingkungan dan hasilnya adalah pencapaian

    kesehatan yang optimal oleh individu (Tomey & Alligood, 2006).

    Empat konsep sentral dari konsep model adaptasi Roy yang meliputi, manusia,

    lingkungan, sehat dan keperawatan.

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 30

    Universitas Indonesia

    1. Manusia

    Sistem manusia termasuk manusia seperti individu atau dalam kelompok,

    keluarga, organisasi, kamunitas, dan masyarakat secara keseluruhan (Roy &

    Andrews, 1999 dalam Tomey & Alligood, 2010). Sistem manusia

    mempunyai kapasitas pikiran dan perasaan, berakar pada kesadaran dan

    pengertian, dimana mereka menyesuaikan diri secara efektif terhadap

    perubahan lingkungan dan efek dari lingkungan. Roy (Roy & Andrew, 1999

    dalam Tomey & Alligood) mendefinisikan manusia merupakan fokus utama

    dalam keperawatan, penerima asuhan keperawatan, sesuatu yang hidup,

    menyeluruh (komplek), sistem adaptif dengan proses internal (kognator dan

    regulator) yang aplikasinya dibagi dalam empat mode adaptasi (fisiologi,

    konsep diri, fungsi peran dan interdependensi).

    2. Lingkungan

    Roy menyatakan bahwa, lingkungan merupakan semua kondisi, keadaan,

    pengaruh sekitarnya dan mempengaruhi perkembangan serta perilaku

    seseorang atau kelompok, dengan suatu pertimbangan khusus dari mutualitas

    sember daya manusia dan sumber daya alam yang mencakup stimulus fokal,

    kontekstual dan residual (Roy & Andrew, 1999; Tomey & Alligood, 2010).

    Lingkungan merupakan masukan (input) bagi manusia sebagai sistem yang

    adaptif sama halnya lingkungan sebagai stimulus internal dan eksternal.

    Faktor lingkungan dapat mempengaruhi seseorang dan dapat dikategorikan

    dalam stimulus fokal, kontekstual dan residual.

    Lingkungan secara umum didefinisikan sebagai segala kondisi, keadaan

    disekitar, dan mempengaruhi keadaan, perkembangan dan perilaku manusia

    sebagai individu atau kelompok. Hubungan antara empat mode adaptasi

    berlangsung ketika stimulus internal dan eksternal mempengaruhi lebih dari

    satu mode, terjadi perilaku destruktif lebih dari satu mode, atau ketika satu

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 31

    Universitas Indonesia

    mode menjadi stimulus fokal, kontekstual atau residual untuk mode yang lain

    (Brower & Baker, 1976; Chin & Kramer, 2008; Tomey & Alligood, 2010).

    3. Sehat

    Kesehatan dipandang sebagai keadaan dan proses menjadi manusia secara

    utuh dan integrasi secara keseluruhan. Sehat merupakan cermin dari adaptasi,

    yang merupakan interaksi manusia dengan lingkungan ( Andrew &Roy,

    1991; Tomey & Alligood, 2010). Definsi kesehatan ini lebih dari tidak

    adanya sakit tapi termasuk penekanan pada kondisi baik. Sehat bukan berarti

    tidak terhindarkan dari kematian, penyakit, ketidakbahagiaan dan stress akan

    tetapi merupakan kemampuan untuk mengatasi masalah tersebut dengan

    baik.

    Proses adaptasi termasuk fungsi holistik (bio-psiko-sosio-spiritual) untuk

    mempengaruhi kesehatan secara positif dan itu meningkatkan integritas.

    Proses adaptasi termasuk semua interaksi manusia dan lingkungan dua

    bagian proses. Bagian pertama dari proses ini dimulai dengan perubahan

    dalam lingkungan internal dan eksternal yang membutuhkan sebuah respon.

    Perubahan-perubahan tersebut adalah stresor-stresor atau stimulus fokal dan

    ditengahi oleh faktor-faktor kontekstual dan residual. Bagian-bagian stressor

    menghasilkan interaksi yang biasanya disebut stress, bagian kedua dari stress

    adalah mekanisme koping yang merangsang menghasilkan respon adaptif

    dan inefektif.

    Melalui adaptasi energi individu dibebaskan dari upaya-upaya koping yang

    tidak efektif dan dapat digunakan untuk meningkatkan integritas,

    penyembuhan dan meningkatkan kesehatan. Integritas menunjukkan hal-hal

    yang masuk akal yang mengarah pada kesempurnaan atau keutuhan.

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 32

    Universitas Indonesia

    4. Keperawatan

    Keperawatan dianggap sebagai ilmu dan praktik yang meningkatkan

    adapatasi agar individu dapat berfungsi secara holistic melalui aplikasi proses

    keperawatan untuk memperngaruhi kesehatan secara positif. Tujuan

    keperawatan adalah meningkatkan respon adaptif individu dengan

    mengurangi energi yang diperlukan untuk megatasi situasi tertentu sehingga

    tersedia lebih banyak energi untuk proses manusia lainnya. Keperawatan

    meningkatkan adaptasi dalam empat model, yang berperan pada

    kesehatan,kualitas hidup, dan meninggal dengan tenang.

    Gambar 2.1 Introduction to nursing: An adaptation model (Roy & Andrews, 1999)

    2.3.2 Proses Keperawatan Menurut Model Adaptasi Roy

    Roy & Andrews (1999) Proses keperawatan yang telah dipaparkan oleh Roy

    terkait secara langsung dengan melihat manusia sebagai sistem adaptif.

    Terdapat 6 tahap dalam proses keperawatan menurut model adaptasi Roy

    1. Pengkajian perilaku

    2. Pengkajian stimuli

    3. Diagnosa keperawatan

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 33

    Universitas Indonesia

    4. Penetapan tujuan

    5. Intervensi

    6. Evaluasi

    Berikut ini merupakan penjelasan dari tiap-tiap tahap pengkajian keperawatan

    menurut model adaptasi Roy:

    1. Tahap Pertama (Pengkajian Perilaku)

    Perilaku dapat didefinisikan sebagai aksi dan reaksi manusia dalam keadaan

    tertentu. Hasil dari pengkajian perilaku yang merupakan respon perilaku adaptif

    maupun perilaku inefektif. Perilaku adaptif menunjukkan kualitas dari sistem

    adaptif manusia dengan tujuan untuk kelangsungan hidup, repoduksi,

    penguasaan, dan tranformasi manusia dan lingkungan. Perilaku inefektif artinya

    mengganggu atau tidak memberikan kontribusi terhadap integritas (keutuhan).

    2. Tahap Kedua (Pengkajian Stimuli)

    Secara umum, kompenen yang mempengaruhi stimuli diantaranya adalah:

    a. Budaya, sosial ekonomi, etnis, kepercayaan

    b. Keluarga (struktur dan tugas)

    c. Tingakat perkembangan (usia, sex, tugas, keturunan, faktor genetik, usia,

    visi.

    d. Integritas dari mode adaptif. Psikologi (patologi penyakit), fisik ( sumber

    daya), identitas diri, konsep diri; fungsi peran; mode interdependensi)

    e. Level adaptasi

    f. Efektivitas cognator dan innovator

    g. Pertimbangan lingkungan.

    Selain hal-hal yang disebutkan diatas, pengkajian stimuli juga meliputi

    identifikasi dari stimulus fokal, kontekstual dan residual.

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 34

    Universitas Indonesia

    3. Tahap Ketiga (Diagnosa Keperawatan)

    Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan interpretative tentang sistem

    adaptif manusia. Dalam model adaptasi Roy, diagnosa keperawatan sebagai

    proses penilaian yang didapatkan dari kesimpulan status adaptasi dari sistem

    adaptif manusia. Konsep dari diagnosa keperawatan dapat diaplikasikan oleh

    perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien.

    4. Tahap Keempat (Penetapan Tujuan)

    Penetapan tujuan merupakan pembentukan pernyataan yang jelas dari outcome

    perilaku dalam asuhan keperawatan. Merupakan tujuan umum dari intervensi

    keperawatan yaitu mempertahankan dan meningkatkan perilaku adaptif dan

    merubah perilaku inefekif.

    5. Tahap Kelima (Intervensi)

    Intervensi merupakan proses seleksi dari pendekatan keperawatan untuk

    meningkatkan adaptasi dengan merubah stimuli atau penguatan dari proses

    adaptif.

    6. Tahap Keenam (Evaluasi)

    Evaluasi merupakan proses penilaian efektivitas dari intervensi keperawatan

    dalam hubungannya dengan perilaku dari sistem manusia.

    Ada empat mode adaptasi yang ada hubungannya dengan respon sistem manusia

    untuk melakukan stimulus dari lingkungan. Sistem adaptasi tersebut dipelajari pada

    kedua tahapan individu dan kelompok. Perilaku dari individu dan kelompok

    merupakan hasil dari aktivitas koping yang dapat dilihat dalam empat kategori dan

    merupakan kerangka untuk perawat melakukan pengkajian dan perencanaan asuhan

    keperawatan:

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 35

    Universitas Indonesia

    Proses pengkajian keperawatan dengan aplikasi model adaptasi Roy terdapat empat

    mode adaptasi. Keempat mode adaptasi tersebut menentukan apakah adaptasi

    merupakan respons yang efektif atau tidak efektif terhadap stimulus.

    a. Fungsi fisiologis

    Mode fisiologis merupakan hubungan antara proses fisik dan kimia yang

    melibatkan fungsi dan aktivitas mahkluk hidup. Inti utamanya adalah pemahaman

    tentang anatomi dan fisiologi tubuh manusia dan juga patofisiologi dasar dari

    proses penyakit. Lima kebutuhan diidentifikasi dalam modus relatif fisiologis

    sampai keutuhan fungsi fisiologis: oksigenasi, eliminasi, aktivitas dan istirahat,

    dan proteksi. Masing-masing dari kebutuhan fisiologis melibatkan proses yang

    terintegrasi.

    1. Oksigenasi

    Perlu melibatkan kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan proses kehidupan

    dasar terhadap ventilasi, pertukaran gas, dan transportasi udara. Oksigenasi

    mengacu pada proses mempertahankan suplai oksigen dalam sel tubuh (Roy,

    1999).

    a. Ventilasi

    Ventilasi merupakan proses yang komplek dari pernafasan, terjadi

    pertukaran udara paru-paru dengan udara bebas. Pengkajian perilaku yang

    perlu dikaji adalah pola ventilasi, suara nafas dan pengalaman subyektif

    yang berhubungan dengan pernafasan. Sedangkan pengkajian stimuli yang

    perlu dikaji adalah struktur integritas, ada atau tidaknya trauma, dan

    pengobatan.

    b. Pertukaran gas

    Terjadinya pertukaran antara oksigen dan karbondioksidan di dalam

    membral kapiler alveoli. Pengkajian perilaku yang perlu dikaji adalah

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 36

    Universitas Indonesia

    konsentrasi oksigen. Pengkajian stimuli yang harus dikaji adalah oksigen

    atmosfer dan patologi panyakit.

    c. Transport udara

    Setelah terjadinya difusi yang melewati membrane capiler aveoli, oksigen

    kemudian ditransfer ke jaringan untuk diserap. Pengkajian perilaku yang

    harus dikaji adalah nadi, tekanan darah tes diaknostik, indikator fisiologis.

    Sedangkan pengkajian stimuli yang harus dikaji adalah fungsi jantung,

    hasil tes laboratorium, hasil pemeriksaan radiologi, pemeriksaan ECG,

    condisi lingkungan dan faktor-faktor lainnya.

    d. Proses kompensasi adaptif

    Beruhubungan dengan sistem adaptasi seseorang ketika terjadi perubahan

    lingkungan.

    e. Hal-hal lain yang perlu dikaji adalah kaitannya dengan proses yang

    membahayakan yang beruhungan dengan oksigenasi diantaranya adalah

    hipoksia dan shock.

    2. Nutrisi

    Kebutuhan ini melibatkan rangkaian proses yang terintegrasi dan saling

    berhubungan dengan pencernaan (proses menelan dan asimilasi) dan

    metabolisme (persediaan energi, pembangunan jaringan dan pengaturan

    metabolism tubuh). (Roy & Andrew, 1991; Servonsky, 1984a; Roy,

    1999). Perhatian utama dari pengkajian nutrisi adalah komposisi makanan

    yang dikonsumsi dan bagaimanya metabolisme dalam tubuh.

    a. Pencernaan

    Pencernaan dapat didefinisikan dalam istilah umum sebagai suatu

    rangkaian proses mekanik dan kimia mulai dari makanan masuk ke

    dalam tubuh dan dipersiapkan untuk diabsorbsi. Pengkajian perilaku yang

    berhubungan dengan pencernaan adalah pola makan, sensasi rasa dan

    bau, alergi makanan, nyeri (nyeri telan), perubahan proses menelan.

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 37

    Universitas Indonesia

    Sedangkan pengkajian stimulus yang perlu dikaji adalah keutuhan dari

    struktur dan fungsi, pengobatan, isyarat untuk menelan.

    b. Proses metabolisme

    Williams (1995) dalam Roy & Andrew (1999) mendeskripsikan

    metabolisme sebagai suatu keseluruhan proses tubuh yang mencakup 3

    hal dasar yang harus dicapai yaitu: penyediaan sumber energy,

    membangun jaringan, dan regulasi dari proses metabolism. Pengkajian

    perilaku dalam proses metabolisme meliputi berat dan tinggi badan, nafsu

    makan dan rasa harus, gambaran nutrisi, kondisi rongga mulut, dan

    indikator laboratorium yang berhubungan. Sedangkan pengkajian stimuli

    yang perlu dikaji adalah kebutuhan nutrisi, efeksititas sistem kognator,

    ketersediaan dari makanan, budaya, kesadaran akan berat badan.

    c. Kompensasi proses adaptif

    d. Hal-hal yang membahayakan yang berhubungan dengan nutrisi

    diantaranya obesitas, anoreksia.

    3. Eliminasi

    Kebutuhan eliminasi termasuk dalam proses fisiologis yang terlibat dalam

    ekskresi sisa metabolisme terutama melalui usus dan ginjal (Roy &

    Andrew, 1991; Servonsky, 1984b; Roy, 1999).

    a. Eliminasi usus

    Perawatan yang adekuat dari saluran intestinal membutuhkan suatu

    fungsi dari gastrointestinal yang baik. Hal-hal yang perlu diperhatikan

    adalah peristaltic usus dan proses defekasi. Pengkajian perilaku yang

    berhubungan dengan eliminasi usus meliputi karakteristik feses, bising

    usus, nyeri, hasil laboratorium. Sedangkan pengkajian stimuli meliputi

    proses homeostasis yang sempurna, datangnya penyakit, diet, intake

    cairan, lingkungan, pengobatan dan penalataksanaan, kondisi yang

    menyakitkan (nyeri), kebiasaan dalam eliminasi alvi, stress, keluarga dan

    budaya, tahap perkembangan.

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 38

    Universitas Indonesia

    b. Eliminasi uri

    Berhubungan dengan fungsi ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra.

    Fungsi dari sistem tersebut sangat penting untuk keseimbangan cairan

    dan elektrolit. Pengkajian perilaku yang berhubungan dengan eliminasi

    uri adalah jumlah dan karakteristik urin, frakuensi dan urgensi, nyeri,

    temuan laboratorium. Sedangkan pengkajian stimuli terdiri dari

    datangnyapenyakit, keseimbangan cairan, faktor lingkungan secara

    langsung, pengobatan, nyeri dan koping, pola eliminasi sehari-hari,

    stress, keluarga dan budaya, tahap perkembangan.

    c. Kompensasi proses adaptif

    Kemampuan dalam melakukan kompensasi terhadap respon kebutuhan

    eliminasi termasuk fungsi homeostatis secara otomatis dari regulator dan

    volunteer, kesadaran, aktivitas kognator.

    d. Hal-hal yang harus mendapat perhatian lebih adalah konstipasi dan

    retensi urin.

    4. Aktivitas dan istirahat

    Kebutuhan akan keseimbangan dalam mobilitas dan tidur memberikan

    fungsi fisilogis yang optimal dari semua komponen tubuh dan masa

    pemulihan dan perbaikan. Aktivitas mengacu pada pergerakan tubh dan

    melayani berbagai kebutuhan seperti melaksanakan aktivitas atau sehari-

    hari dan melindingi diri sendiri dari kecelakaan tubuh. Tidur merupakan

    proses hidup dasar untuk istirahat dimana sebagian besar kegiatan

    fisiologis tubuh melambat dan untuk memungkinkan pembaharuan

    energy yang akan digunakan dalam aktivitas selanjutnya.

    a. Mobilitas

    Mobilitas merupakan proses dimana seorang bergerak atau dipindahkan,

    terjadi perubahan lokasi atau posisi. Pengkajian perilaku yang

    berhubungan dengan mobilitas adalah aktivitas fisik, fungsi motorik,

    pengkajian fungsional, masa dan tonus otot, kekeuatan otot, mobilitas

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 39

    Universitas Indonesia

    persendian dan postur tubuh. Sedangkan pengkajian stimulus yang perlu

    dikaji adalah kondisi fisik, kondisi psikologis, lingkungan sekitar dan

    kebiasaan diri.

    b. Tidur

    Istirahat secara umum merupakan terjadi perubahan aktivitas yang

    membutuhkan energy minimal. Pengkajian perilaku yang berhubungan

    degan proses tidur adalah kulaitas dan kuantitas istirahat sehari-hari, pola

    tidur, tanda-tanda kurang tidur. Sedangkan pengkajian stimulus yang

    perlu dikaji adalah faktor lingkungan, stress fisik, tahap perkembangan,

    kondisi fisiologis, lingkungan segera, penggunaan narkoba.

    c. Kompensasi proses adaptif

    Banyak strategi kompensasi untuk aktivitas dan istirahat diantaranya

    pemahaman tentang mibilitas, proses istirahat dan tidur. Hal-hal yang

    perlu diperhatikan adalah menggunakan umpan balik dalam gerakan,

    belajar respon relaksasi.

    d. Hal-hal yang harus mendapat perhatian lebih adalah disus sindrom dan

    gangguan pola tidur.

    5. Proteksi

    Kebutuhan untuk perlindungan termasuk dua dasar proses kehidupan,

    proses pertahanan nonspesifik dan proses pertahanan spesifik yang

    keduanya secara bersama-sama dalam memberikan perlindungan tubuh

    dari substansi-substansi luar seperti bakteri, virus, sel abnormal dalam

    tubuh dan transplantasi jaringan.

    a. Pertahanan non spesifik

    Komponen pertahanan non spesifik termasuk di dalamnya menjelaskan

    proses dari pertahanan tersebut, surface membrane barriers, pertahanan

    celuler dan kimia. Pengkajian perilaku yang berhubungan dengan proteksi

    adalah riwayat, integritas kulit, rasa nyeri dan kondisi kulit yang terkait

    dengan adanya luka operasi, rambut dan kuku, keringat dan suhu tubuh,

    Laporan praktik ..., Misfatria Noor, FIK UI, 2014

  • 40

    Universitas Indonesia

    membrane mukosa, respons inflamasi, hasil laboratorium, sensitifitas

    untuk nyeri dan suhu. Sedangkan pengkajian stimulus yang berhubungan

    dengan proteksi adalah faktor lingkungan, integritas mode, efektivitas

    kognator, tahap perkembangan.

    b. Pertahanan spesifik

    Pengkajian perilaku yang berhubungan dengan pertahanan spesifik adalah

    indikasi respon imun, status imunologis, hasil laboratorium. Sedangkan

    pengkajian stimulus yang berhubungan dengan pertahanan spesifik adalah

    integrity of mode, tahap perkembangan, faktor lingkungan efektivitas

    kognator. Serta, adaptasi fisiologis proses komplek yang termasuk

    perasaan: cairan, elektrolit, keseimbangan asam basa, fungsi neurologis

    dan fungsi endokrin.

    6. Penginderaan

    Meliputi pandangan, pendengaran, sentuhan, rasa dan bau memungkinkan

    seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungan, termasuk sensasi nyeri

    (Discroll, 1984; Roy & Andrews, 1991; Roy, 1999). Sensasi termasuk

    proses dimana energy, seperti cahaya, suara, panas, getaran mekanik, dan

    tekanan, ditransduksi menjadi ak