Upload
tengku-adinda-dewi
View
227
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laporan praktikum abbatoir dan teknik perecahan daging
Citation preview
I
PEMOTONGAN AYAM
1.1 Pendahuluan
1.1.1 Latar Belakang
Peningkatan jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun berdampak
pada peningkatan konsumsi produk peternakan (daging, susu dan telur).
Meningkatnya kesejahteraan dan tingkat kesadaran masyarakat akan pemenuhan
gizi khususnya protein hewani juga turut meningkatkan angka minat produk
peternakan salahsatunya daging.
Daging banyak dimanfaatkan oleh masyarakat karena memiliki nilai gizi
yang tinggi dan mudah dicerna. Salahsatu sumber daging yang sering dikonsumsi
masyarakat Indonesia adalah daging ayam. Dalam hal mendapatkan daging ayam
dari ayam hidup diperlukan tahapan-tahapan yang perlu dilakukan. Maka dari itu
penulis akan membahas tahapan-tahapan itu mulai dari pemotongan ayam hingga
menjadi karkas ayam komersial.
1.1.2 Maksud dan Tujuan
1) Mengetahui proses pemotongan ayam dari awal hingga dressing karkas.
2) Mengetahui dressing persentage dari ayam tersebut.
1.1.3 Waktu dan Tempat
Hari/Tanggal : Senin, 23 November 2015
Pukul : 09.30 – 11.30
Tempat : Areal dan dalam Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk
Peternakan Gedung 2 Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.
1.2 Tinjauan Pustaka
1.2.1 Definisi Karkas Ayam
Karkas merupakan bagian tubuh ayam setelah dilakukan penyembelihan
secara halal sesuai dengan CAC/GL 24-1997, pencabutan bulu dan pengeluaran
jeroan, tanpa kepala, leher, kaki, paruparu, dan atau ginjal, dapat berupa karkas
segar, karkas segar dingin, atau karkas beku (BSNI, 2008).
Karkas adalah daging ayam tanpa kepala, kaki, jeroan dan bulu-bulunya,
yang diperoleh dari hasil pemotongan ayam yang tertib dan benar. Berat karkas
bervariasi yaitu rata-rata antara 65 % (jantan) dan 75 % (betina) dari berat hidup.
Karkas yang sehat dan bermutu diperoleh dari ayam hidup yang sehat. Tanda-
tanda ayam sehat antara lain mata waspada dan aktif, bulu halus, tulang dada
sempurna dengan daging dada yang montok dan penuh.
1.2.2 Proses Pemotongan dan Dressing Karkas Ayam
1) Pemeriksaan Antemortem Ayam
Inspeksi ante-mortem pada ayam hidup bertujuan untuk memeriksa
kesehatan ayam. Hanya ayam yang benar-benar sehat yang dipilihara sebagai
ayam potong. Ayam hidup yang umum dipotong berumur antara 8 – 12 minggu
dengan berat 1,4 – 1,7 kg/ekor.
Sebelum ayam disembelih sebaiknya ayam pedaging tidak diberi makan
selama lebih kurang 3 jam untuk memudahkan pembersihan isi perut. Karena
alasan agama, khususnya agama Islam, maka cara penyembelihan yang khas harus
dipatuhi (Koswara, 2009).
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam penyembelihan ternak adalah 1)
ternak sehat, harus berdasarkan pemeriksaan dokter hewan yang berwenang; 2)
ternak tidak dalam kondisi lelah atau habis dipekerjakan; 3) ternak sudah tidak
produktif lagi atau tidak dipergunakan sebagai bibit (Soeparno, 1994).
2) Penyembelihan
Pemotongan ayam dilakukan dengan cara memotong vena jugularis dan
arteri carotis di dasar rahang. Kadang-kadang dilakukan dengan cara menusuk
bagian otak diarahkan pada medula ablongata dengan pisau kecil. Terdapat
beberapa cara penyembelihan mulai dari cara pemenggalan leher yang sederhana
sampai metode konsher yang dimodifikasi cara modern. Cara kosher dengan
memotong pembuluh darah, jalan makanan dan jalan nafas. Sedangkan cara
konsher modifikasi dilakukan dengan memotong hanya pembuluh darah
(dipingsankan terlebih dahulu), serta cara Islam yaitu pemutusan saluran darah
(vena dan arteri), kerongkongan dan tenggorokan, hewan harus sehat, tidak boleh
dibius dan yang memotong orang Islam.
3) Penuntasan Darah
Penuntasan darah harus dilakukan dengan sempurna karena dapat
mempengaruhi mutu daging unggas. Penuntasan darah yang kurang sempurna
menyebabkan karkas akan berwarna merah di bagian leher, bahu, sayap dan pori-
pori kulit dimana lama penyimpanan akan terjadi perubahan warna. Penuntasan
darah pada pemotongan unggas yang modern dilakukan dengan cara unggas yang
disembelih digantung pada gantungan. Pengeluaran darah sebaiknya dilakukan
secara tuntas atau sekitar 50 - 70 detik sehingga ayam kehilangan sekitar 4 persen
dari berat badannya.
4) Penyeduhan
Penyeduhan atau perendaham dalam air panas dilakukan dengan tujuan
untuk memudahkan proses pencabutan pada tahap berikutnya karena kolagen
yang mengikat bulu sudah terakogulasi. Lama pencelupan dan suhu air
pencelupan tergantung; perendaman dalam air hangat 50-54OC selama 30-45
detik untuk ayam muda atau 65-80OC selama 5-30 detik, kemudian dimasukkan
dalam air dingin agar kulit tidak rusak (Soeparno, 1994).
5) Pencabutan Bulu
Tahap pencabutan bulu meliputi penghilangan bulu besar, bulu halus dan
bulu seperti rambut. Pencabutan bulu besar dilakukan secara mekanis dari dua
arah, yaitu depan dan belakang. Sedangkan pencabutan bulu halus dan bulu
rambut umumnya dilakukan dengan metode “wax picking”, yaitu dengan
pelapisan lilin. Metode pelapisan lilin dilakukan pada unggas yang telah
mengalami penyeduhan dilapisi lilin dengan cara merendamnya dalam cairan lilin.
Setelah cukup terlapisi unggas diangkat dan dikeringkan sehingga lapisan lilin
menjadi mengeras padat. Dengan demikian bulu-bulu yang ada pada karkas akan
ikut terlepas bila lapisan lilin yang telah mengeras dilepaskan.
6) Dressing
Tahap dressing meliputi pemotongan kaki, pengambilan jeroan dan
pencucian. Dengan membuat irisan lobang yang cukup besar dari bagian bawah
anus, seluruh isi perut ditarik keluar termasuk jaringan pengikat paru-paru, hati
dan jantung. Pengambilan jeroan dilakukan dengan cara memasukkan tangan ke
dalam rongga perut dan menarik seluruh isi perut keluar. Pencucian bertujuan
untuk memberikan karkas unggas dari kotoran yang masih tertinggal di bagian
dalam permukaan karkas (Koswara, 2009).
Menurut Ensminger (1998) persentase bagian yang dipisahkan sebelum
menjadi karkas adalah hati/jantung 1,50%, rampela 1,50%, paru-paru 0,90%, usus
8%, leher/kepala 5,60%, darah 3,50%, kaki 3,90%, bulu 6% dan karkas 60,10%,
serta air 9%.
1.3 Alat, Bahan dan Prosedur Kerja
1.3.1 Alat
1) Berbagai Pisau untuk memotong dan dressing karkas ayam
2) Baskom untuk menampung karkas ayam
3) Plastik
4) Timbangan
1.3.2 Bahan
Satu ekor Ayam broiler
1.3.3 Prosedur
1) Ayam dilakukan penimbangan awal
2) Ayam disembelih dengan memutuskan 3 saluran utama yaitu vena
jugularis, arteri carotis, esophagus dan tenggorokan.
3) Darah yang keluar ditampung dan ditimbang, setelah itu domba ditimbang
kembali.
4) Dilakukan dressing karkas mulai dari pemotongan kepala, kaki,
pengulitan, pengeluaran jeroan dan pembersihannya, kemudian masing-
masing bagian ditimbang. Karkas yang didapatkan dibagi menjadi 8
potongan komersial dan dilakukan pemisahan lemak, daging, serta
tulangnya kemudian ditimbang.
1.4 Hasil Pengamatan dan Pembahasan
1.4.1 Hasil Pengamatan
Tabel 1. Berat Hidup dan Berat Karkas serta Bagian-bagian Tubuh Ternak
Ternak
Bobot Hidup
Kepala Kaki
Karkas dan leher
Hati Gizzard
Berat bersih
Ayam 1300 gr 38 gr 44 gr 977 gr 37 gr 20 gr 979 gr
% 100% 2,92% 3,38% 75,15% 2,84% 1,54% 75,31%
Tabel 2. Berat hidup dan Berat karkas yang tidak dikonsumsi
Ternak Bobot Hidup Darah Bulu Organ Lain-lain
Ayam 1300 gr 38 gr 108 gr 110 gr 112 gr% 2,92% 8,31 gr 8,46% 8,62%
1.4.2 Pembahasan
1) Pemeriksaan Antemortem
Pemeriksaan antemortem dilakukan ketika ayam belum disembelih dan
harus memperhatikan syarat-syarat yang ada sesuai dengan Soeparno (1988)
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam penyembelihan ternak adalah 1) ternak
sehat, harus berdasarkan pemeriksaan dokter hewan yang berwenang; 2) ternak
tidak dalam kondisi lelah atau habis dipekerjakan; 3) ternak sudah tidak produktif
lagi atau tidak dipergunakan sebagai bibit. Namun, terdapat beberapa hal yang
tidak sesuai dengan pendapat di atas salahsatunya nadalah tidak dilakukan
pemeriksaan dengan dokter hewan melainkan mahasiswa melakukan pemeriksaan
dengan memperhatikan fisiologis dan tingkah laku hewan dan dianggap sehat.
2) Pemotongan Ayam
Pemotongan ayam dilakukan dengan cara Islam yaitu pemutusan saluran
darah (vena dan arteri), kerongkongan dan tenggorokan, hewan harus sehat, tidak
boleh dibius dan yang memotong orang Islam (lampiran ). Darah yang keluar
kemudian ditampung hingga tuntas (lampiran ). Penuntasan darah yang kurang
sempurna menyebabkan karkas akan berwarna merah di bagian leher, bahu, sayap
dan pori-pori kulit dimana lama penyimpanan akan terjadi perubahan
warna(Koswara, 2009).
Selanjutnya dilanjutkan proses scalding (penyeduhan) dengan tujuan
memudahkan proses pencabutan pada tahap berikutnya karena kolagen yang
mengikat bulu sudah terkoagulasi (Koswara, 2009). Lama pencelupan dan suhu
air pencelupan yaitu 54OC selama 30 detik (lampiran ) sesuai pendapat Soeparno
(1988). Setelah pencabutan bulu dilakukan pengeluaran organ dalam, dimulai dari
pemisahan tembolok dan trakea serta kelenjar minyak di bagian ekor. Selanjutnya
rongga badan dibuka dengan membuat irisan dari kloaka ke arah tulang dada.
Kloaka dan viscera atau organ dalam dikeluarkan, kemudian dilakukan pemisahan
organ dalam. Kepala, leher dan kaki juga dipisahkan.
3) Dressing Karkas
Karkas ayam yang telah dipisahkan dari bagian non karkas kemudian
ditimbang dan berdasarkan hasil pengamatan didapatkan hasil persentase berat
karkas dan leher adalah 75,15% ; kepala 2,92% ; kaki 3,38% ; hati 2,84% ;
gizzard 1,54% ; darah 2,92% ; bulu 8,31% ; Organ 8,46% dan lain-lain 8,62%
menunjukkan bahwa persentase bagian karkas dan non karkas melebihi standar
karena sesuai dengan pendapat Ensminger (1988) persentase bagian yang
dipisahkan sebelum menjadi karkas adalah hati/jantung 1,50%, rampela 1,50%,
paru-paru 0,90%, usus 8%, leher/kepala 5,60%, darah 3,50%, kaki 3,90%, bulu
6% dan karkas 60,10%, serta air 9%. Untuk Dressing Percentage dilakukan
perhitungan di bawah ini :
Dressing percentage = Berat karkas x 100% Berat Ayam Hidup = 977 gr x 100%
1300 = 75, 15%
Selanjutnya dilakukan pencucian dan perecahan karkas ayam. Perecahan
karkas ayam dengan merecahnya menjadi delapan bagian sehingga didapatkan 2
sayap, 2 dada, 2 punggung dan 2 paha (lampiran ) sesuai dengan petunjuk
perecahan karkas ayam BSNI (2009).
1.5 Kesimpulan
1. Proses pemotongan ayam dimulai dengan pemeriksaan antemortem
sebelum pemotongan, kemudian pemotongan dilakukan dengan metode
islam, setelah darah tuntas sempurna keluar dilakukan scalding,
pencabutan bulu, pengeluaran viscera dan perecahan karkas.
2. Dressing percentage karkas ayam adalah 75,15% dan non karkas kepala
2,92% ; kaki 3,38% ; hati 2,84% ; gizzard 1,54% ; darah 2,92% ; bulu
8,31% ; Organ 8,46% dan lain-lain 8,62%
1.6 Daftar Pustaka
BSNI. 2009. Mutu Karkas dan daging Ayam SNI 3924:2009. Ditjen Peternakan.
Ensminger. 1998. Poultry Science. The Interstate Printer and Publisher, Denvile.
P. 10-11
Koswara, Sutrisno Ir. .,M.Si. 2009. Pengolahan Unggas. Ebookpangan.com
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Universitas Gadjah Mada Press,
Yogyakarta. Hal . 5-6; 11-12.
II
RUMAH POTONG HEWAN
2.1 Pendahuluan
2.1.1 Latar Belakang
Dalam rangka mewujudkan kualitas kehidupan barbangsa dan bernegara
yang sehat dan sejahtera, mendorong adanya tuntutan akan kebutuhan pangan
yang sempurna. Pangan yang sempurna mensyaratkan kandungan bahan makanan
berkomposisi gizi tinggi yang seimbang dan selaras dalam substansi protein
hewani dan protein nabati, dimana protein nabati hanya mungkin diperoleh dari
hewan ternak yang dikembangkan secara sehat. Permintaan konsumen terhadap
daging yang terus meningkat, khususnya daging sapi menyebabkan intensitas
pemotongan juga meningkat, oleh karena itu keberadaan Rumah Pemotongan
Hewan sangat diperlukan, yang dalam pelaksanaannya harus dapat menjaga
kualitas, baik dari tingkat kebersihannya, kesehatannya, ataupun kehalalan daging
untuk dikomsumsi. Berdasarkan hal tersebut maka pemerintah mendirikan Rumah
Pemotongan Hewan (RPH) di berbagai daerah seluruh Indonesia.
RPH Kadila Lestari Jaya merupakan RPH yang terletak di Jalan Raya
Cijapati Km 4.5 Kecamatan Cikancung, Desa Sri Rahayu, Majalaya, Bandung.
RPH ini menyatu dengan penggemukan sapi potong import yang dikelola oleh PT
Kadila Lestari Jaya untuk menyediakan tempat bagi para pemilik ternak yang
hendak memotong sapi.
2.1.2 Maksud dan Tujuan
1. Mengetahui Keadaan di RPH Kandila Lestari Jaya.
2. Membandingkan RPH Kandila Lestari Jaya dan SNI mengenai RPH.
2.1.3 Waktu dan Tempat
Hari/Tanggal :
Pukul : 16.00 – selesai
Tempat : PT Kadila Lestari Jaya Jalan Raya Cijapati Km 4.5 Kecamatan
Cikancung, Desa Sri Rahayu, Majalaya, Bandung.
2.2 Tinjauan Pustaka
2.2.1 Pengertian Rumah Potong Hewan
Sebelum membahas tentang Rumah Potong Hewan terlebih dahulu di
berikan pengertian tentang hewan potong dalam tulisan ini. Untuk mendapatkan
hewan potong yang baik diperlukan tempat khusus yang disebut Rumah Potong
Hewan. Rumah Potong Hewan yang selanjutnya disebut dengan RPH adalah
suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan desain dan syarat tertentu yang
digunakan sebagai tempat memotong hewan bagi konsumsi masyarakat umum.
(Peraturan Menteri RI No.13/Permentan/OT.140/1/2010).
Rumah Pemotongan Hewan adalah kompleks bangunan dengan disain dan
konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu serta
digunakan sebagai tempat memotong hewan potong selain unggas bagi konsumsi
masyarakat. (SNI 01 - 6159 – 1999). Unit Penanganan Daging (meat cutting
plant) yang selanjutnya disebut dengan UPD adalah suatu bangunan atau
kompleks bangunan dengan disain dan syarat tertentu yang digunakan sebagai
tempat untuk melakukan pembagian karkas, pemisahan daging dari tulang, dan
pemotongan daging sesuai topografi karkas untuk menghasilkan daging untuk
konsumsi masyarakat umum.
Bangunan utama Rumah Potong Hewan terdiri dari
a) Daerah kotor
Tempat pemingsanan, tempat pemotongan dan tempat pengeluaran darah.
Tempat penyelesaian proses penyembelihan (pemisahan kepala, keempat kaki
sampai tarsus dan karpus, pengulitan, pengeluaran isi dada dan isi perut). Ruang
untuk jeroan, ruang untuk kepala dan kaki, ruang untuk kulit, tempat pemeriksaan
postmortem.
b) Daerah bersih
Tempat penimbangan karkas, tempat keluar karkas, jika Rumah
Pemotongan Hewan dilengkapi dengan ruang pendingin/pelayuan, ruang
pembeku, ruang pembagian karkas dan pengemasan daging, maka ruang-ruang
tersebut terletak di daerah bersih (SNI 01 - 6159 – 1999).
Bangunan utama Rumah Potong Hewan harus memenuhi persyaratan yaitu
1) Tata ruang
Tata ruang harus didisain agar searah dengan alur proses serta memiliki
ruang yang cukup sehingga seluruh kegiatan pemotongan hewan dapat berjalan
baik dan higienis. Tempat pemotongan didisain sedemikian rupa sehingga
pemotongan memenuhi persyaratan halal. Besar ruangan disesuaikan dengan
kapasitas pemotongan. Adanya pemisahan ruangan yang jelas secara fisik antara
“daerah bersih” dan “daerah kotor”. Di daerah pemotongan dan pengeluaran darah
harus didisain agar darah dapat tertampung.
2) Dinding
Tinggi dinding pada tempat proses pemotongan dan pengerjaan karkas
minimum 3 meter. Dinding bagian dalam berwarna terang dan minimum setinggi
2 meter terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah korosif, tidak toksik, tahan
terhadap benturan keras, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta tidak mudah
mengelupas.
3) Lantai
Lantai terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah korosif, tidak licin, tidak
toksik, mudah dibersihkan dan didesinfeksi dan landai ke arah saluran
pembuangan. Permukaan lantai harus rata, tidak bergelombang, tidak ada celah
atau lubang.
4) Sudut Pertemuan
Sudut pertemuan antara dinding dan lantai harus berbentuk lengkung
dengan jari-jari sekitar 75 mm. Sudut pertemuan antara dinding dan dinding harus
berbentuk lengkung dengan jari-jari sekitar 25 mm.
5) Langit-langit
Langit-langit didisain agar tidak terjadi akumulasi kotoran dan kondensasi
dalam ruangan. Langit-langit harus berwarna terang, terbuat dari bahan yang
kedap air, tidak mudah mengelupas, kuat, mudah dibersihkan serta dihindarkan
adanya lubang atau celah terbuka pada langit-langit.
6) Pencegahan serangga, rodensia dan burung
Masuknya serangga harus dicegah dengan melengkapi pintu, jendela atau
ventilasi dengan kawat kasa atau dengan menggunakan metode pencegahan
serangga lainnya. Konstruksi bangunan harus dirancang sedemikian rupa sehingga
mencegah masuknya tikus atau rodensia, serangga dan burung masuk dan
bersarang dalam bangunan.
7) Pertukaran udara dalam bangunan harus baik
8) Pintu
Pintu dibuat dari bahan yang tidak mudah korosif, kedap air, mudah
dibersihkan dan didesinfeksi dan bagian bawahnya harus dapat menahan agar
tikus/rodensia tidak dapat masuk. Pintu dilengkapi dengan alat penutup pintu
otomatik.
9) Penerangan
Penerangan dalam ruangan harus cukup baik. Lampu penerangan harus
mempunyai pelindung, mudah dibersihkan dam mempunyai intensitas penerangan
540 lux untuk tempat pemeriksaan postmortem dan 220 luks untuk ruang lainnya.
10) Kandang Penampung dan Istirahat Hewan
Berdasarkan SNI 01 - 6159 – 1999 yaitu:
a) Lokasinya berjarak minimal 10 meter dari bangunan utama.
b) Kapasitas atau daya tampungnya mampu menampung minimal 1,5 kali
kapasitas pemotongan hewan maksimal setiap hari.
c) Pertukaran udara dan penerangan harus baik.
d) Tersedia tempat air minum untuk hewan potong yang didisain landai ke
arah saluran pembuangan sehingga mudah dikuras dan dibersihkan.
e) Lantai terbuat dari bahan yang kuat (tahan terhadap benturan keras), kedap
air, tidak licin dan landai ke arah saluran pembuangan serta mudah
dibersihkan dan didesinfeksi.
f) Saluran pembuangan didisain sehingga aliran pembuangan dapat mengalir
lancar.
g) Terpasang atap yang terbuat dari bahan yang kuat, tidak toksik dan dapat
melindungi hewan dengan baik dari panas dan hujan.
h) Terdapat jalur penggiring hewan (gangway) dari kandang menuju tempat
penyembelihan. Jalur ini dilengkapi jaring pembatas yang kuat di kedua
sisinya dan lebarnya hanya cukup untuk satu ekor sehingga hewan tidak dapat
berbalik arah kembali ke kandang.
Pemeriksaan antemortem adalah pemeriksaan kesehatan hewan potong
sebelum disembelih yang dilakukan oleh petugas pemeriksa berwenang.
Pemeriksaan postmortem adalah pemeriksaan kesehatan jeroan, kepala dan karkas
setelah disembelih yang dilakukan oleh petugas pemeriksa berwenang. Petugas
pemeriksa berwenang adalah dokter hewan pemerintah yang ditunjuk oleh
Menteri atau petugas lain yang memiliki pengetahuan dan keterampilan
pemeriksaan antemortem dan postmortem serta pengetahuan di bidang kesehatan
masyarakat veteriner yang berada di bawah pengawasan dan tanggung jawab
dokter hewan yang dimaksud.
Kandang Penampung adalah kandang yang digunakan untuk menampung
hewan potong sebelum pemotongan dan tempat dilakukannya pemeriksaan
antemortem. Kandang Isolasi adalah kandang yang digunakan untuk mengisolasi
hewan potong yang ditunda pemotongannya karena menderita penyakit tertentu
atau dicurigai terhadap suatu penyakit tertentu.
Kandang Isolasi adalah kandang yang digunakan untuk mengisolasi hewan
potong yang ditunda pemotongannya karena menderita penyakit tertentu atau
dicurigai terhadap suatu penyakit tertentu (SNI 01 - 6159 – 1999 tentang RPH).
2.2.2 Syarat-syarat Rumah Potong Hewan
Syarat Rumah Potong Hewan berdasarkan (SNI 01 - 6159 – 1999) yaitu:
1. Persyaratan Lokasi
Tidak bertentangan dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR), Rencana
Detail Tata Ruang (RDTR) dan/atau Rencana Bagian Wilayah Kota (RBWK)
serta keputusan Direktorat Jenderal Peternakan No. 777/DJPD/DEPTAN/1982
yang menyatakan bahwa jarak peternakan ke pemukiman penduduk adalah 250
meter. Tidak berada di bagian kota yang padat penduduknya serta letaknya lebih
rendah dari pemukiman penduduk, tidak menimbulkan gangguan atau pencemaran
lingkungan. Tidak berada dekat industri logam dan kimia, tidak berada di daerah
rawan banjir, bebas dari asap, bau, debu dan kontaminan lainnya. Memiliki lahan
yang relatif datar dan cukup luas untuk pengembangan rumah pemotongan hewan.
2. Persyaratan Sarana
Rumah Pemotongan Hewan harus dilengkapi dengan Sarana jalan yang
baik menuju Rumah Pemotongan Hewan yang dapat dilalui kendaraan
pengangkut hewan potong dan kendaraan daging. Sumber air yang cukup dan
memenuhi persyaratan SNI 01-0220-1987. Persediaan air yang minimum harus
disediakan yaitu : Sapi, Kerbau, Kuda dan hewan yang setara beratnya: 1000
liter/ekor/hari; Kambing, domba dan hewan yang setara beratnya: 100
liter/ekor/hari; Babi: 450 liter/ekor/hari. Sumber tenaga listrik yang cukup. Pada
Rumah Pemotongan Hewan Babi harus ada persediaan air panas untuk
pencelupan sebelum pengerokan bulu. Pada Rumah Pemotongan Hewan
seyogyanya dilengkapi dengan instalasi air bertekanan dan/atau air panas (suhu
80).
3. Persyaratan Bangunan dan Tata Letak
Kompleks Rumah Pemotongan Hewan harus terdiri dari Utama Kandang
Penampung dan Istirahat, Kandang Isolasi, Kantor Administrasi dan Kantor
Dokter Hewan, Tempat Istirahat Karyawan, Kantin dan Mushola, Tempat
Penyimpanan Barang Pribadi (locker)/Ruang Ganti Pakaian, Kamar Mandi dan
WC, Sarana Penanganan Limbah, Insenerator, Tempat Parkir, Rumah Jaga, Gardu
Listrik, Menara Air.
Kompleks Rumah Pemotongan Hewan harus dipagar sedemikian rupa
sehingga dapat mencegah keluar masuknya orang yang tidak berkepentingan dan
hewan lain selain hewan potong. Pintu masuk hewan potong harus terpisah dari
pintu keluar daging.
Sistem saluran pembuangan limbah cair harus cukup besar, didisain agar
aliran limbah mengalir dengan lancar, terbuat dari bahan yang mudah dirawat dan
dibersihkan, kedap air agar tidak mencemari tanah, mudah diawasi dan dijaga agar
tidak menjadi sarang tikus atau rodensia lainnya. Saluran pembuangan dilengkapi
dengan penyaring yang mudah diawasi dan dibersihkan. Di dalam kompleks
Rumah Pemotongan Hewan, sistem saluran pembuangan limbah cair harus selalu
tertutup agar tidak menimbulkan bau. Di dalam bangunan utama, sistem saluran
pembuangan limbah cair terbuka dan dilengkapi dengan grill yang mudah dibuka-
tutup, terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah korosif.
4. Syarat Peralatan
Seluruh perlengkapan pendukung dan penunjang di Rumah Pemotongan
Hewa harus terbuat dari bahan yang tidak mudah korosif, mudah dibersihkan dan
didesinfeksi serta mudah dirawat. Peralatan yang langsung berhubungan dengan
daging harus terbuat dari bahan yang tidak toksik, tidak mudah korosif, mudah
dibersihkan dan didesinfeksi serta mudah dirawat. Di dalam bangunan utama
harus dilengkapi dengan sistem rel (railing system) dan alat penggantung karkas
yang didisain khusus dan disesuaikan dengan alur proses untuk mempermudah
proses pemotongan dan menjaga agar karkas tidak menyentuh lantai dan dinding.
Sarana untuk mencuci tangan harus didisain sedemikian rupa agar tangan
tidak menyentuh kran air setelah selesai mencuci tangan, dilengkapi dengan sabun
dan pengering tangan seperti lap yang senantiasa diganti, kertas tissue atau
pengering mekanik (hand drier). Jika menggunakan kertas tissue, maka disediakan
pula tempat sampah tertutup yang dioperasikan dengan menggunakan kaki.
Sarana untuk mencuci tangan disediakan disetiap tahap proses pemotongan
dan diletakkan ditempat yang mudah dijangkau, ditempat penurunan ternak hidup,
kantor administrasi dan kantor dokter hewan, ruang istirahat pegawai dan/atau
kantin serta kamar mandi/WC. Pada pintu masuk bangunan utama harus
dilengkapi sarana untuk mencuci tangan dan sarana mencuci sepatu boot, yang
dilengkapi sabun, desinfektan, dan sikat sepatu. Pada Rumah Pemotongan Hewan
untuk babi disediakan bak pencelup yang berisi air panas.
Peralatan yang digunakan untuk menangani pekerjaan bersih harus
berbeda dengan yang digunakan untuk pekerjaan kotor, misalnya pisau untuk
penyembelihan tidak boleh digunakan untuk pengerjaan karkas. Ruang untuk
jeroan harus dilengkapi dengan sarana/peralatan untuk pengeluaran isi jeroan,
pencucian jeroan dan dilengkapi alat penggantung hati, paru, limpa dan jantung.
Ruang untuk kepala dan kaki harus dilengkapi dengan sarana/peralatan
untuk mencuci dan alat penggantung kepala. Ruang untuk kulit harus dilengkapi
dengan sarana/peralatan untuk mencuci. Harus disediakan sarana/peralatan untuk
mendukung tugas dan pekerjaan dokter hewan atau petugas pemeriksa berwenang
dalam rangka menjamin mutu daging, sanitasi dan higiene di Rumah Pemotongan
Hewan. Perlengkapan standar untuk karyawan pada proses pemotongan dan
penanganan daging adalah pakaian kerja khusus, apron plastik, penutup kepala,
penutup hidung dan sepatu boot (BSNI, 1999).
5. Higiene Karyawan dan Perusahaan
Rumah Pemotongan Hewan harus memiliki peraturan untuk semua
karyawan dan pengunjung agar pelaksanaan sanitasi dan higiene rumah
pemotongan hewan dan higiene produk tetap terjaga baik. Setiap karyawan harus
sehat dan diperiksa kesehatannya secara rutin minimal satu kali dalam setahun.
Setiap karyawan harus mendapat pelatihan yang berkesinambungan tentang
higiene dan mutu. Daerah kotor atau daerah bersih hanya diperkenankan dimasuki
oleh karyawan yang bekerja di masing-masing tempat tersebut, dokter hewan dan
petugas pemeriksa yang berwenang (SNI 01 - 6159 – 1999).
6. Pengawasan Kesehatan Masyarakat Veteriner
Pengawasan kesehatan masyarakat veteriner serta pemeriksaan
antemortem dan postmortem di Rumah Pemotongan Hewan dilakukan oleh
petugas pemeriksa berwenang. Pada setiap Rumah Pemotongan Hewan harus
mempunyai tenaga dokter hewan yang bertanggung jawab terhadap dipenuhinya
syarat-syarat dan prosedur pemotongan hewan, penanganan daging serta sanitasi
dan hygiene (SNI 01 - 6159 – 1999).
7. Kendaraan Pengangkut Daging
Boks pada kendaraan untuk mengangkut daging harus tertutup. Lapisan
dalam boks pada kendaraan pengangkut daging harus terbuat dari bahan yang
tidak toksik, tidak mudah korosif, mudah dibersihkan dan didesinfeksi, mudah
dirawat serta mempunyai sifat insulasi yang baik. Boks dilengkapi dengan alat
pendingin yang dapat mempertahankan suhu bagian dalam daging segar +7 oC
dan suhu bagian dalam jeroan +3OC (BSNI, 1999).
8. Persyaratan Ruang Pendingin/Pelayuan
Ruang pendingin/pelayuan terletak di daerah bersih. Besarnya ruang
disesuaikan dengan jumlah karkas yang dihasilkan. Konstruksi bangunan harus
memenuhi persyaratan :
1) Dinding :
Tinggi dinding pada tempat proses pemotongan dan pengerjaan karkas
minimum 3 meter. Dinding bagian dalam berwarna terang, terbuat dari bahan
yang kedap air, memiliki insulasi yang baik, tidak mudah korosif, tidak toksik,
tahan terhadap benturan keras, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta tidak
mudah mengelupas.
2) Lantai :
Lantai terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah korosif, tidak
toksik, tahan terhadap benturan keras, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta
tidak mudah mengelupas (SNI 01 - 6159 – 1999).
9. Ruang Beku
Ruang Pembeku terletak di daerah bersih. Besarnya ruang disesuaikan
dengan jumlah karkas yang dihasilkan. Ruang didisain agar tidak ada aliran air
atau limbah cair lainnya dari ruang lain yang masuk ke dalam ruang
pendingin/pelayuan. Ruang mempunyai alat pendingin yang dilengkapi dengan
kipas (blast freezer). Suhu dalam ruang di bawah –18 oC dengan kecepatan udara
minimum 2 meter per detik (BSNI, 1999).
10. Ruang Pembagian Karkas dan Pengemasan Daging
Ruang pembagian dan pengemasan karkas terletak di daerah bersih dan
berdekatan dengan ruang pendingin/pelayuan dan ruang pembeku. Ruang didisain
agar tidak ada aliran air atau limbah cair lainnya dari ruang lain yang masuk ke
dalam ruang pembagian dan pengemasan daging. Ruang dilengkapi dengan meja
dan fasilitas untuk memotong karkas dan mengemas daging (BSNI, 1999).
11. Laboratorium
Laboratorium didisain khusus agar memenuhi persyaratan kesehatan dan
keselamatan kerja. Tata ruang didisain agar dapat menunjang pemeriksaan
laboratorium. Penerangan dalam laboratorium memiliki intensitas cahaya 540 lux.
Lampu harus diberi pelindung (BSNI, 1999).
2.3 Hasil Pengamatan dan pembahasan
1. Persyaratan Lokasi
Jarak lokasi perusahaan ke pemukiman penduduk terdekat yaitu 100 meter
hal ini bertentangan dengan bertentangan dengan Rencana Umum Tata Ruang
(RUTR), Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan/atau Rencana Bagian Wilayah
Kota (RBWK) serta keputusan Direktorat Jenderal Peternakan No.
777/DJPD/DEPTAN/1982 yang menyatakan bahwa jarak peternakan ke
pemukiman penduduk adalah 250 meter. Hal ini karena setelah berdirinya PT
Kadila Lestari Jaya banyak orang yang ingin bekerja di sana dan membuat rumah
yang dekat dengan perusahaan untuk memudahkan akses ke tempat kerja.
2. Persyaratan Sarana
RPH Kadila Lestari Jaya dilengkapi dengan Sarana jalan yang baik
menuju Rumah Pemotongan Hewan yang dapat dilalui kendaraan pengangkut
hewan potong dan kendaraan daging. Sumber air yang cukup dan memenuhi
persyaratan SNI 01-0220-1987. Persediaan air yang minimum harus disediakan
yaitu : Sapi, Kerbau, Kuda dan hewan yang setara beratnya: 1000 liter/ekor/hari;
Kambing, domba dan hewan yang setara beratnya: 100 liter/ekor/hari; Babi: 450
liter/ekor/hari. Sumber tenaga listrik yang cukup. Pada Rumah Pemotongan
Hewan seyogyanya dilengkapi dengan instalasi air bertekanan dan/atau air panas
(suhu 80).
3. Persyaratan Bangunan dan Tata Letak
Kompleks RPH Kadila Lestari Jaya sudah terdiri dari gedung utama
kandang penampung dan istirahat, kandang isolasi, kantor administrasi dan kantor
dokter hewan, tempat istirahat karyawan, kantin dan mushola, kamar mandi dan
wc, sarana penanganan limbah, insenerator, tempat parkir, rumah jaga, gardu
listrik, menara air. Namun, belum ada tempat penyimpanan barang pribadi
(locker)/ruang ganti pakaian.
Kompleks RPH sudah dipagar sedemikian rupa sehingga dapat mencegah
keluar masuknya orang yang tidak berkepentingan dan hewan lain selain hewan
potong. Namun, Pintu masuk hewan potong tidak terpisah dari pintu keluar
daging.
Sistem saluran pembuangan limbah cair cukup besar, namun pembuangan
limbah cair tidak disertai instalasi pengolahan limbah. Pembuangan limbah padat
masih berdekatan dengan lokasi pemotongan sehingga, baunya menyengat ketika
memasukinya. Selain itu, bila hal ini terus dibiarkan dikhawatirkan kontaminasi
dapat terjadi.
4. Syarat Peralatan
Seluruh perlengkapan pendukung dan penunjang di Rumah Pemotongan
Hewa terbuat dari bahan yang tidak mudah korosif, mudah dibersihkan dan
didesinfeksi serta mudah dirawat. Peralatan yang langsung berhubungan dengan
daging harus terbuat dari bahan yang tidak toksik, tidak mudah korosif, mudah
dibersihkan dan didesinfeksi serta mudah dirawat. Di dalam bangunan utama
dilengkapi dengan sistem rel (railing system) dan alat penggantung karkas yang
didisain khusus dan disesuaikan dengan alur proses untuk mempermudah proses
pemotongan dan menjaga agar karkas tidak menyentuh lantai dan dinding.
Namun, rel ini berjalannya manual dan penggantungan karkas masih mengenai
lantai. Hal ini dapat menyebabkan kontaminasi pada karkas.
Tersedia sarana pencuci tangan, namun tidak begitu sering digunakan.
Mungkin karena tuntutan kecepatan dalam bekerja sehingga para pekerja
seringkali melupakan hal tersebut.
Peralatan yang digunakan untuk menangani pekerjaan bersih berbeda
dengan yang digunakan untuk pekerjaan kotor. Tidak terdapat Ruang untuk jeroan
, namun jeroan diletakkan di dalam karung karung atau dibawa bersamaan dengan
karkas. Tidak terdapat Ruang untuk kepala dan kaki. Terdapat sarana/peralatan
untuk mendukung tugas dan pekerjaan dokter hewan atau petugas pemeriksa
berwenang dalam rangka menjamin mutu daging, sanitasi dan higiene di Rumah
Pemotongan Hewan. Perlengkapan untuk karyawan masih belum standar karena
tidak sesuai dengan perlengkapan karyawan pada BSNI (1999) yaitu pada proses
pemotongan dan penanganan daging adalah pakaian kerja khusus, apron plastik,
penutup kepala, penutup hidung dan sepatu boot (BSNI, 1999).
5. Higiene Karyawan dan Perusahaan
RPH belum memiliki peraturan untuk semua karyawan dan pengunjung
agar pelaksanaan sanitasi dan higiene rumah pemotongan hewan dan higiene
produk tetap terjaga baik. Karena pelaksanaan pemotongan sapi bukan
dilaksanakan oleh karyawan PT Kadila Lestari Jaya melainkan dari pihak jagal
yang memotong sapinya, sehingga pengawasan terhadap hal tersebut masih
kurang.
6. Kendaraan Pengangkut Daging
Boks pada kendaraan untuk mengangkut daging pada umumnya tidak
tertutup, ditutup hanya bila hujan. Lapisan dalam boks pada kendaraan
pengangkut dagingpun tidak terbuat dari bahan yang dipaparkan dalam BSNI
(1999) serta Boks tidak dilengkapi dengan alat pendingin yang dapat
mempertahankan suhu bagian dalam daging segar +7 oC dan suhu bagian dalam
jeroan +3OC .
7. Persyaratan Ruang Pendingin/Pelayuan
Tidak terdapat ruang pendinginan/pelayuan hal ini dikaarenakan semua
wewenang mengenai sapi adalah milik jagal, sehingga semuanya tergantung pada
jagal.
8. Ruang Beku
Tidak terdapat ruang beku.
9. Ruang Pembagian Karkas dan Pengemasan Daging
Ruang pembagian dan pengemasan karkas terletak di daerah yang sama
dengan daerah kotor sehingga tidak sesuai dengan persyaratan BSNI (1999) yaitu
ruang pembagian karkas dan pengemasan daging harus bersih dan berdekatan
dengan ruang pendingin/pelayuan dan ruang pembeku. Ruang didisain agar tidak
ada aliran air atau limbah cair lainnya dari ruang lain yang masuk ke dalam ruang
pembagian dan pengemasan daging. Ruang dilengkapi dengan meja dan fasilitas
untuk memotong karkas dan mengemas daging.
10. Laboratorium
Tidak terdapat laboratorium.
2.4 Kesimpulan
Keadaan di RPH Kadila Lestari Jaya cukup baik, namun terdapat beberapa
hal yang masih belum sesuai dengan standar nasional Indonesia mengenai RPH,
seperti tidak terdapatnya ruang pelayuan, ruang pembekuan, IPAL, Higiene
karyawan yang masih belum sesuai standar, penanganan daging yang masih
belum standar dan lain-lainnya.
2.5 Daftar Pustaka
BSNI. 1999. Standarisasi Nasional Rumah Pemotongan Hewan SNI 01-6159-
1999. Badan Standarisasi Nasional.
III
PEMOTONGAN DOMBA
3.1 Pendahuan
3.1.1 Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi
bagi kehidupan mereka, maka meningkat pula kebutuhan akan produk bergizi
yang meliputi hasil ternak salah satunya adalah daging. Daging merupakan salah
satu bahan pangan sumber protein hewani yang mempunyai nilai gizi yang tinggi.
Daging memiliki kandungan protein, lemak, mineral, air, vitamin dan bahan
nutrisi lain yang dibutuhkan manusia untuk hidupnya.
Daging merupakan sumber komoditi yang banyak dikonsumsi oleh
manusia dan merupakan media kultur yang baik untuk pertumbuhan
mikroorganisme. Sehingga untuk memperoleh kualitas karkas yang baik dari hasil
pemotongan ternak diperlukan beberapa persyaratan. Karkas domba sama
hasilnya dengan karkas sapi, tetapi pada karkas domba terdapat penggolongan
yang diistilahkan lamb dan mutton. Proses pemotongan domba memiliki
perbedaan dengan spesies lain.
Tujuan praktikum pemotongan domba adalah agar mahasiswa mengetahui
dan memperoleh bekal pengetahuan dan ketrampilan dalam pemotongan sampai
dengan terbentuknya karkas, serta mampu menilai dan mengevaluasi produksi
karkas dan non karkas. Manfaat dari praktikum ini mahasiswa diharapkan dapat
mengevaluasi kualitas karkas dan non karkas yang dipotong sendiri dengan teori
yang didapat selama kuliah.
3.1.2 Maksud dan Tujuan
1) Mengetahui proses pemotongan domba hingga perecahan karkas.
2) Mengetahui hasil dari pemotongan domba yaitu berupa berat karkas dan
non karkas.
3.1.3 Waktu dan Tempat
Hari/Tanggal : Senin, 7 Desember 2015
Pukul : 14.00- selesai
Tempat : Areal sekitar dan di dalam Laboratorium Teknologi Pengolahan
Produk Peternakan Gedung 2 Fakultas Peternakan Universitas
Padjadjaran.
3.2 Tinjauan Pustaka
3.2.1 Pemeriksaan Ante Mortem
Tahapan pemeriksaan antemortem adalah tahapan yang menyangkut
pemeriksaan kesehatan, berat badan, jenis kelamin dan umur ternak yang akan
dipotong. Pemeriksaan kesehatan ternak bertujuam melindungi konsumen dari
adanya penyakit menular. Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam
penyembelihan ternak adalah 1) ternak sehat, harus berdasarkan pemeriksaan
dokter hewan yang berwenang; 2) ternak tidak dalam kondisi lelah atau habis
dipekerjakan; 3) ternak sudah tidak produktif lagi atau tidak dipergunakan sebagai
bibit (Soeparno,1988). Sebelum dipotong, ternak dipuasakan terlebih dahulu.
Pemuasaan ternak sekitar 12 – 24 jam, agar ternak mengeluarkan sebagian
kotoran dan darah secara tuntas. Tahapan proses post mortem adalah tahapan yang
menyangkut proses pemeriksaan, pelayuan, pendinginan, dan pengangkutan
karkas (Murtidjo, 1993).
3.2.2 Pemotongan Domba
Hewan ternak sebelum pemotongan harus dipuasakan tetapi diberi air
minum yang bersih dalam kandang selama 12 sampai 24 jam. Dijelaskan lebih
lanjut bahwa perlakuan pemuasaan ini mengurangi energi makanan yang tidak
tercerna dan tinja di dalam saluran pencernaan dan memperbaiki daya simpan
daging (Williamson dan Payne, 1994). Ditambahkan Gunardi (2002) tujuaan
pemuasaan adalah untuk memudahkan pengeluaran jerohan (eviserasi),
mendapatkan prosentasi karkas yang lebih tinggi, memudahkan penanganan
sehingga ternak tidak terlalu stress dan daging tidak banyak terkontaminasi
kotoran.
Domba yang akan dipotong kedua kaki bagian belakangnya ikat dan pisau
yang digunakan memiliki 2 sisi tajam. Proses pemotongan dilakukan dengan
memotong 3 saluran, yaitu arteri jugularis, esophagus, dan kerongkongan.
Penggunaan pisau yang tajam lebih efektif dan manusiawi (Blakely dan Bade,
1998). Cara pengulitan yang banyak dilakukan adalah dengan menggantungkan
kaki bagian belakang berada diatas dan bagian kepala di bawah, bagian kulit
domba tidak melekat erat dengan pada karkas kecuali bagian rusuk. Cara yang
paling mudah didalam pengulitan adalah dengan memasukkan udara diantara kulit
dan kaki dengan jalan memeberikan tekanan udara pada bagian persendian kaki
yang disebut Carpus meta carpus dan Tarsus meta tarsus (Soeparno, 1998).
3.2.3 Proses Perecahan Domba
Karkas domba merupakan bagian dari tumbuh domba sehat yang telah
disembelih secara halal sesuai dengan CA/GL-24-1997, telah dikuliti, dikeluarkan
jeroan, dipisahkan kepala dan kaki mulai dari tarsus/karpus ke bawah, organ
reproduksi dan ambing, ekor serta lemak yang berlebih (BSNI, 2008).
Angka persentase karkas maksimum pada domba, umumnya berkisar
antara 46-53%. Potongan daging domba meliputi “leg”, “sirloin”, “flank”,
“breast”, “foreshank”, “chuck”, “hotel rack” dan “loin” (Blakely dan Bade, 1998).
Karkas domba diperoleh dengan memotong kepala di antara tulang
ocipital (os. Occipitale) dengan tulang tengkuk pertama (os. Atlas). Kaki depan
dipotong di antara karpus dan metakarpus; kaki belakang dipotong di antara tarsus
dan metatarsus. Karkas paruh depan dan karkus paruh belakang diperoleh dengan
membelah karkas domba antara tulang rusuk ke-12 dan ke-13. Karkas paruh kiri
dan karkas paruh kanan diperoleh dengan membelah karkas domba sepanjang
tulang belakang dan sternum. Daging prosot (side) merupakan daging bagian
karkas paruh kiri atau kanan yang diperoleh dengan memisahkan semua tulang,
tulang rawan, ligamentum nuchae dan limfonodus. Has (tenderloin) diperoleh
dengan melakukan pemotongan yang mengikuti lengkung pada tulang pelvis,
selanjutnya dipisahkan dari tulang ilium dengan cara menarik otot tersebut. Loin
diperoleh dengan memotong karkas bagian depan di antara rusuk ke-12 dan ke-13
pada bagian belakang kaki di daerah pertautan antara lumbo sacral terakhir dan
flank. Leg diperoleh dengan memisahkan karkas paruh belakang dengan loin
antara lumbo sacral terakhir dan flank. Shoulder diperoleh dengan memotong
karkas paruh depan di ntara rusuk ke-5/ke-6. Rack merupakan potongan yang
diperoleh dari potongan bagian depan antara rusuk ke-5/ke-6 dan rusuk ke-12/ke-
13. Breast merupakan potongan yang diperoleh dari pertautan rusuk pertama dan
sternum ke belakang hingga rusuk ke-11. Fore shank merupakan potongan yang
diperoleh dengan memisahkan pangkal humerus dengan karkas bagian depan.
Flank merupakan potongan yang diperoleh dari rusuk ke-11 hingga mencapai
lnglinguinalis (BSNI, 2008).
3.3 Alat, Bahan dan Prosedur Kerja
3.3.1 Alat
1) Berbagai pisau untuk menguliti dan merecah karkas
2) Golok untuk memotong domba
3) Krystal untuk mengasah
4) Baskom untuk menyimpan recahan karkas
5) Timbangan
3.3.2 Bahan
Satu ekor Domba
3.3.3 Prosedur Kerja
1) Domba dilakukan penimbangan awal.
2) Domba disembelih dengan memutuskan 3 saluran utama yaitu vena
jugularis, arteri carotis, esophagus dan tenggorokan.
3) Darah yang keluar ditampung dan ditimbang, setelah itu domba ditimbang
kembali.
4) Dilakukan perecahan karkas mulai dari pemotongan kepala, kaki,
pengulitan, pengeluaran viscera dan pembersihannya, kemudian masing-
masing bagian ditimbang. Karkas yang didapatkan dibagi menjadi 8
potongan komersial dan dilakukan pemisahan lemak, daging, serta
tulangnya kemudian ditimbang.
3.4.1 Hasil Pengamatan dan Pembahasan
3.4.1 Pemeriksaan Antemortem
Jenis atau bangsa domba yang digunakan dalam praktikum ini adalah jenis
domba adalah domba lokal betina berumur kurang dari satu tahun, karena terdapat
hal-hal tertentu kami menggunakan domba betina berumur kurang dari setahun.
Sebelum melakukan proses pemotongan terlebih dulu dilakukan
pemeriksaan terhadap domba yang akan dipotong apakah telah memenuhi syarat
atau belum. Domba yang akan dipotong merupakan ternak yang sehat, tidak
terkena penyakit, tidak lelah karena tidak dipekerjakan, serta bukan merupakan
ternak untuk bibit, oleh karena itu domba telah memenuhi syarat untuk dilakukan
proses pemotongan.Sesuai dengan Soeparno (1988) Syarat-syarat yang harus
dipenuhi dalam penyembelihan ternak adalah 1) ternak sehat, harus berdasarkan
pemeriksaan dokter hewan yang berwenang; 2) ternak tidak dalam kondisi lelah
atau habis dipekerjakan; 3) ternak sudah tidak produktif lagi atau tidak
dipergunakan sebagai bibit. Namun terdapat beberapa hal yang tidak kami
lakukan salahsatunya yaitu pemeriksaan oleh dokter hewan. Pemeriksaan
dilakukan oleh mahasiswa dengan mengamati fisiologis dari domba (lampiran ).
3.4.2 Pemotongan Domba
Domba yang akan dipotong tidak dilakukan pemuasan tidak sesuai dengan
pendapat Williamson dan Payne (1994) dan Gunardi (2002). Proses pemotongan
domba dilakukan dengan merebahkannya dan keempat kaki dipegang. Kepala
diarahkan ke kiblat, kemudian proses pemotongan 3 saluran utama (vena
jugularis, esophagus dan tenggorokan) dilakukan, hal ini telah sesuai dengan
pendapat Blakely dan Bade (1998). Perbedaan proses penyembelihan karena
adanya perbedaan syariat yang digunakan, pada praktikum ini menggunakan
syariat Islam sehingga diperoleh hasil yang halal.
Darah yang keluar ditampung dan ditimbang dengan hasil 0,8 kg. Proses
pengulitan menurut Blakely dan Bade (1998), yaitu dengan pengulitan manual
melalui penekanan antara kulit dan badan. Pengulitan diawali dari bagian kaki
belakang. Proses pengulitan di mulai dari kaki dan berakhir dengan lepasnya kulit
dari tubuh yaitu dengan menyayat kedua persendian kaki depan dan dipatahkan.
Kaki bagian depan dan belakang setelah ditimbang diperoleh hasil 0,65 kg.
3.4.3 Perecahan Karkas Domba
Proses pengeluaran karkas dilakukan dengan membelah bagian perut
sampai dada. Viscera dikeluarkan dan ditimbang. “Viscera” memiliki bobot 4,95
kg. Karkas dibagi dua bagian yaitu foresaddle dan hindsaddle. Foresaddle dengan
bobot 3,1 kg, sedangkan hindsaddle bobotnya 5,18 kg. Kami tidak merecah
karkas domba yang seharusnya dilakukan perecahan komersil dengan recahan
yang terdiri atas leg, loin, ribs, shoulder, neck, breast, shank dan flank dan berat
total dari masing-masing bagian.
Presentase karkas domba tidak diperoleh karena tidak dilakukan
penimbangan awal, sehingga tidak dapat disimpulkan bahwa karkas tersebut baik
atau kurang baik yang standarnya 46 % (Blakely dan Bade, 1998). Dijelaskan
lebih lanjut bahwa kualitas karkas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain warna daging, daya ikat air oleh protein daging, pH daging, susut masak,
keempukan, tekstur daging, flavor dan aroma.
Pemeriksaan postmortem yang dilakukan pada praktikum pemotongan
domba antara lain meliputi bobot jantung 0,1 kg; paru-paru 0,3 kg dan hati 0,29
kg, karkas utuh 8,28 kg yaitu foresaddle dengan bobot 3,1 kg dan hinsaddle 5,18
kg serta non karkas yang terdiri atas kepala dengan bobot kg, bobot keempat kaki
0,650 kg.
Proses pengulitan menurut Blakely dan Bade (1998), yaitu dengan
pengulitan manual melalui penekanan antara kulit dan badan. Pengulitan diawali
dari bagian kaki belakang. Proses pengulitan berakhir dengan lepasnya kulit dari
tubuh dengan waktu lama pengulitan 25 menit.
3.5 Kesimpulan
1) Hasil praktikum abbatoir dengan materi pemotongan domba yang
dilaksanakan di kandang domba dapat disimpulkan bahwa proses
pemotongan domba terdiri atas penyembelihan, penampungan darah dan
menimbangnya, memotong kepala, menimbang setelah disembelih,
menguliti, mengeluarkan viscera dan menimbangnya serta membersihkan
viscera.
2) Hasil yang didapatkan praktikum pemotongan domba antara lain meliputi
bobot jantung 0,1 kg; paru-paru 0,3 kg dan hati 0,29 kg, karkas utuh 8,28
kg yaitu foresaddle dengan bobot 3,1 kg dan hinsaddle 5,18 kg serta non
karkas yang terdiri atas kepala dengan bobot kg, bobot keempat kaki
0,650 kg.
3.6 Daftar Pustaka
Blakely, J. D. H. Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta (Diterjemahkan oleh Bambang Srigandono).
Cahyono, B. 1998. Beternak Domba dan Kambing. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
Gatenby, Ruth M. 1995. The Tropical Agriculturalist. Sheep. Mac Millan
Education, London and Basingstoke
Gunardi, E. H. R. 2002. Pengolahan Hasil Ternak Daging. Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Levie, A. 1977. The Meat Handbook. 3rd Printing. AVI Publishing Co. Inc. West
Port, Connecticut.
Murtidjo, B. A. 1993. Ternak Sapi Potong. Kanisius, Yogyakarta
Natasasmita, A. 1978. Body Composition Swamp Buffalo (Bubalus Bubalis). A
Study of Development Growth and Sex Differences. Ph. D. Thesis.
University Of Melbourne, Melbourne.
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging cetakan ketiga. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging cetakan keempat. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Proses Pemotongan Ayam
Lampiran 2. Dokumentasi RPH
Lampiran 3. Dokumentasi Pemotongan Domba