Upload
reno-hidayat
View
177
Download
25
Embed Size (px)
DESCRIPTION
prsktikum bioetanol polsri
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM
PEMBUATAN BIOETANOL DARI KULIT PISANG
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Mahasiswa diharapkan dapat:
1. Membuat hidrolisat kulit pisang (glukosa) melalui hidrolisis dengan asam kuat.
2. Mengolah hidrolisat kulit pisang menjadi alkohol melalui proses fermentasi.
II. DASAR TEORI
Adanya krisis energi di dunia telah mendorong para peneliti untuk mendapatkan
bahan bakar alternatif sebagai penggantai bahan bakar yang berasal dari minyak bumi.
Bahan bakar alternatif yang layak dikembangkan adalah bahan bakar yang bersifat
renewable atau terbarukan, ramah lingkungan dan efisien, khususnya yang berasal dari
bahan nabati. Salah satu jenis bahan bakar nabati yang layak dikembangkan adalah
bioetanol, etanol yang diperoleh melalui proses fermentasi glukosa menggunakan
enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme Saccharomyces cerevisiae. Bioetanol
tersebut merupakan biofuel pengganti premium ataupun biokerosin (bahan bakar nabati
untuk memasak).
Biokerosin merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang prospektif
pada masa depan. Sebagai bahan bakar alternatif, biokerosin digunakan untuk
memasak. Biokerosin dapat diproduksi dengan menggunakan bahan baku berupa
glukosa, pati, atau selulosa. Bahan baku berupa glukosa atau gula sederhana misalnya
adalah gula tebu dan buah – buahan yang telah masak. Sumber pati yang dapat diolah
menjadi biokerosin contohnya adalah singkong, jagung, ubi jalar. Adapun sumber
selulosa untuk bahan baku biokerosin dapat berupa merang padi, klobot jagung,
singkong, ilalang, kulit pisang, kulit nanas, serat kayu dan sebagainya. Dibandingkan
dengan glukosa, bahan baku berupa pati atau selulosa lebih awet dan tidak mudah rusak
oleh pengaruh lingkungan.
Jika digunakan bahan baku berupa pati atau selulosa, maka sebelum dilakukan
tahap fermentasi senyawa kompleks tersebut harus terlebih dahulu diuraikan sehingga
terbentuk gula sederhana. Pemecahan senyawa kompleks menjadi glukosa dapat
dilakukan dengan cara hidrolisis dengan katalis asam mineral encer. Apabila bahan
baku berupa pati, maka penguraian karbohidrat kompleks dapat dilakukan secara
enzimatis menggunakan cendawan aspergillus s.p. cendawan itu menghasilkan enzim
alfaamilase dan glukoamilase yang berperan mengurai pati menjadi gula sederhana.
Setelah menjadi gula, dilakukan fermentasi menjadi etanol dengan bantuan ragi roti
(sacharomyces cereviceae).
Proses utama dalam pembuatan biokerosin adalah fermentasi glukosa. Fermentasi
merujuk pada proses yang meliputi pemecahan molekul organik besar menjadi molekul
yang lebih sederhana sebagai hasil kinerja dari suatu mikroorganisme. Reaksi yang
terjadi pada proses fermentasi biokerosin adalah :
C6H12O6 + khamir 2C2H5OH + 2CO2 + panas
Pada tahun 1930-an, G. Embden dan O. Meyerhof mempelajari mekanisme
fermentasi glukosa menjadi alkohol. Diketahui bahwa prosess fermentasi tersebut
merupakan suatu sekuen yang terdiri atas 12 tahapan reaksi. Sejumlah enzim
diperlukan untuk menjalankan serangkaian reksi tersebut. Enzim terpenting dalam
proses fermentasi adalah zymase, yang diperoleh dari sel khamir saccharomyces
cereviceae.
Sejauh ini, bahan baku unggulan untuk produksi biokerosin di Indonesia adalah
gula tebu, jagung dan singkong. Akan tetapi bahan-bahan tersebut merupakan
komoditas pertanian yang ekonomis dan tergolong dalam komoditas pangan, maka
perlu di upayakan penggunaan bahan baku nonpangan untuk mendukung terwujudnya
industri biofuel dalam negeri. Bahan baku dari sumber nabati yang banyak
mengandung selulosa merupakan alternatif yang layak untuk dikembangkan. Salah satu
jenis selulosa yang dapat digunakan untuk substrat pada pembuatan biokerosin adalah
limbah singkong, selain murah juga tersedia melimpah di Indonesia. Selain itu kulit
pisang juga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. (Tim Dosen
Praktikum Teknologi Bioproses, 2013)
1. Bahan Baku
Amilum atau dalam bahasa sehari-hari disebut pati terdapat dalam berbagai jenis
tumbuh-tumbuhan yang disimpan dalam akar, batang buah, kulit, dan biji sebagai
cadangan makanan. Pati adalah polimer D-glukosa dan ditemukan sebagai karbohidrat
simpanan dalam tumbuh-tumbuhan, misalnya ketela pohon, pisang, jagung,dan lain-
lain (Poedjiadi A, 1994).
Kulit pisang digunakan karena mengandung karbohidrat. Karbohidrat tersebut
diurai terlebih dahulu melalui proses hidrolisis kemudian di fermentasi dengan
menggunakan Saccharomyces cereviseae menjadi alkohol. Bioetanol (C2H5OH) adalah
cairan dari fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan
mikroorganisme (Anonim, 2007). Bioetanol diartikan juga sebagai bahan kimia yang
diproduksi dari bahan pangan yang mengandung pati, seperti ubi kayu, ubi jalar,
jagung, dan sagu. Bioetanol merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki
sifat menyerupai minyak premium (Khairani, 2007).
Komposisi kulit pisang ditunjukan pada tabel 1.
Tabel 1 Kandungan Kulit Pisang
Unsur Komposisi
Air 69,80 %
Karbohidrat 18,50%
Lemak 2,11%
Protein 0,32%
Kalsium 715mg/100gr
Pospor 117mg/100gr
Besi 0,6mg/100gr
Vitamin B 0,12mg/100gr
Vitamin C 17,5mg/100gr
(Anynomous, 1978)
Berdasarkan tabel 1, komposisi terbanyak kedua pada kulit pisang adalah
karbohidrat. Mengingat akan hal tersebut dan prospek yang baik di masa yang akan
datang, maka dari itu mencoba mencari peluang untuk memanfaatkan kulit pisang
sebagai bahan baku dalam pembuatan bioethanol (Prescott and Dunn, 1959).
2. Mikroorganisme pada Fermentasi
Alkohol dapat diproduksi dari beberapa bahan secara fermentasi dengan bantuan
mikroorganisme, sebagai penghasil enzim zimosa yang mengkatalis reaksi biokimia
pada perubahan substrat organic. Mikroorganisme yang dapat digunakan untuk
fermentasi terdiri dari yeast (ragi), khamir, jamur, dan bakteri. Mikroorganisme tersebut
tidak mempunyai klorofil, tidak mampu memproduksi makanannya dengan cara
fermentasi, dan menggunakan substrat organic untuk sebagai makanan.
Saccharomyces cereviseae lebih banyak digunakan untuk memproduksi alkohol
secara komersial dibandingkan dengan bakteri dan jamur. Hal ini disebabkan karena
Saccharomyces cereviseae dapat memproduksi alkohol dalam jumlah besar dan
mempunyai toleransi pada kadar alkohol yang tinggi. Kadar alkohol yang dihasilkan
sebesar 8-20% pada kondisi optimum. Saccharomyces cereviseae yang bersifat stabil,
tidak berbahaya atau menimbulkan racun, mudah di dapat dan malah mudah dalam
pemeliharaan. Bakteri tidak banyak digunakan untuk memproduksi alkohol secara
komersial, karena kebanyakan bakteri tidak dapat tahan pada kadar alkohol yang tinggi
(Sudarmadji K., 1989).
3. Hidrolisis
Hidrolisis adalah reaksi kimia antara air dengan suatu zat lain yang menghasilkan
satu zat baru atau lebih dan juga dekomposisi suatu larutan dengan menggunakan air.
Proses ini melibatkan pengionan molekul air ataupun peruraian senyawa yang lain
(Pudjaatmaka dan Qodratillah, 2002). Karena reaksi antara pati dengan air berlangsung
sangat lambat, maka untuk memperbesar kecepatan reaksinya diperlukan penambahan
katalisator. Penambahan katalisator ini berfungsi untuk memperbesar keaktifan air,
sehingga reaksi hidrolisis tersebut berjalan lebih cepat. Katalisator yang sering
digunakan adalah asam sulfat, asam nitrat, dan asam klorida.
Dalam reaksi ini menggunakan katalis asam klorida sehingga persamaan reaksi
yang terbentuk sebagai berikut.
(C6H10O5)n+ nH2O n(C6H12O6)
(Agra dkk, 1973)
4. Fermentasi
Fermentasi adalah suatu proses oksidasi karbohidrat anaerob jenih atau anaerob
sebagian. Dalam suatu proses fermentasi bahan pangan seperti natrium klorida
bermanfaat untuk membatasi pertumbuhan organisme pembusuk dan mencegah
pertumbuhan sebagian besar organisme yang lain. Suatu fermentasi yang busuk
biasanya adalah fermentasi yang mengalami kontaminasi, sedangkan fermentasi yang
normal adalah perubahan karbohidrat menjadi alkohol.
Mikroba yang digunakan untuk fermentasi dapat berasal dari makanan tersebut
dan dibuat pemupukan terhadapnya. Tetapi cara tersebut biasanya berlangsung agak
lambat dan banyak menanggung resiko pertumbuhan mikroba yang tidak dikehendaki
lebih cepat. Maka untuk mempercepat perkembangbiakan biasanya ditambahkan
mikroba dari luar dalam bentuk kultur murni ataupun starter (bahan yang telah
mengalami fermentasi serupa).
Manusia memanfaatkan saccharomyces cereviseae untuk melangsungkan
fermentasi, baik dalam makanan maupun dalam minuman yang mengandung alcohol.
Jenis mikroba ini mampu mengubah cairan yang mengandung gula menjadi alcohol dan
gas CO2 secara cepat dan efisien (Sudarmadji K., 1989).
Proses metabolisme pada Saccharomyces cereviseae merupakan rangkaian reaksi
yang terarah yang berlangsung pada sel. Pada proses ini terjadi serangkaian reaksi yang
bersifat merombak suatu bahan tertentu dan menghasilkan energi serta serangkaian
reaksi lain yang bersifat mensintesis senyawa-senyawa tertentu dengan membutuhkan
energi. Saccharomyces cereviseae sebenarnya tidak mampu langsung melakukan
fermentasi terhadap makromolekul seperti karbohidrat, tetapi karena mikroba tersebut
memiliki enzim yang disekresikan mampu memutuskan ikatan glikosida sehingga dapat
difermentasi menjadi alcohol atau asam.
Fermentasi bioethanol dapat didefenisikan sebagai proses penguraian gula
menjadi bioethanol dan karbondioksida yang disebabkan enzim yang dihasilkan oleh
massa sel mikroba.
Perubahan yang terjadi selama proses fermentasi adalah perubahan glukosa
menjadi bioethanol oleh sel-sel saccharomyces cereviseae.
C6H12O6 + saccharomyces cereviseae C2H5OH + 2CO2
Glukosa enzim zimosa etanol karbondioksida
(Sudarmadji K., 1989)
Fermentasi bioethanol dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain :
a. Media
Pada umumnya bahan dasar yang mengandung senyawa organik terutama
glukosa dan pati dapat digunakan sebagai substrat dalam proses fermentasi bioethanol
(Prescott and Dunn, 1959)
b. Suhu
Suhu optimum bagi pertumbuhan saccharomyces cereviseae dan aktivitasinya
adalah 25-35oC. Suhu memegang peranan penting karena secara langsung dapat
mempengaruhi aktivitas saccharomyces cereviseae dan secara tidak langsung akan
mempengaruhi kadar bioethanol yang dihasilkan (Prescott and Dunn, 1959). Pada
penelitian ini pertumbuhan saccharomyces cereviseae dijaga pada suhu 27oC
(Rhonny.A dan Danang J.W, 2003).
c. Nutrisi
Selain sumber karbon, saccharomyces cereviseae juga memerlukan sumber
nitrogen, vitamin dan mineral dalam pertumbuhannya. Pada umumnya sebagian besar
saccharomyces cereviseae memerlukan vitamin seperti biotin dan thiamin yang
diperlukan untuk pertumbuhannya. Beberapa mineral juga harus ada untuk
pertumbuhan Saccharomyces cereviseae seperti phospat, kalium, sulfur, dan sejumlah
kecil senyawa besi dan tembaga (Prescott and Dunn,1959).
d. pH
pH substrat atau media fermentasi merupakan salah satu faktor yang
menentukan kehidupan saccharomyces cereviseae. Salah satu sifat saccharomyces
cereviseae adalah bahwa pertumbuhan dapat berlangsung dengan baik pada kondisi pH
4 – 6 (Prescott and Dunn, 1959).
e. Volume starter
Volume starter yang ditambahkan 3-7% dari volume media fermentasi. Jumlah
volume starter tersebut sangat baik dan efektif untuk fermentasi serta dapat
menghasilkan kadar alkohol yang relative tinggi (Monick, J. A., 1968).
Penambahan volume starter yang sesuai pada proses fermentasi adalah 5% dari
volume fermentasi (Prescott and Dunn, 1959).Volume starter yang terlalu sedikit akan
mengakibatkan produktivitas menurun karena menjadi lelah dan keadaan ini
memperbesar terjadinya kontaminasi. Peningkatan volume starter akan mempercepat
terjadinya fermentasi terutama bila digunakan substrat berkadar tinggi. Tetapi jika
volume starter berlebihan akan mengakibatkan hilangnya kemampuan bakteri untuk
hidup sehingga tingkat kematian bakteri sangat tinggi.
f. Waktu fermentasi
Waktu fermentasi yang normal yaitu 3-14 hari, jika waktunya terlalu cepat,
bakteri Saccharomyces cerevisiae masih dalam masa pertumbuhan, dan jika terlalu
lama maka bakteri akan mati dan etanol yang dihasilkan tidak maksimal.
g. Konsentrasi gula
Konsentrasi gula yang cocok adalah 10-18 %, jika konsentrasi gulanya rendah
menyebabkan fermentasi tidak optimal sedangkan apabila konsentrasi gulanya terlalu
tinggi akan menyebabkan terhambatnya perkembangan saccharomyces cereviseae.
5. Alkohol
Alkohol dapat dihasilkan dari tanaman yang banyak mengandung pati dengan
menggunakan bantuan dari aktivitas mikroba. Bioethanol merupakan senyawa organik
yang mengandung gugus hidroksida dan mempunyai rumus umum CnHn+1OH. Istilah
bioethanol dalam industri digunakan untuk senyawa etanol atau etil bioethanol dengan
rumus kimia C2H5OH. Etanol termasuk bioethanol primer yaitu bioethanol yang
gugus hidroksinya terikat pada atom karbon primer. Sifat-sifat bioethanol yang mudah
menguap, mudah terbakar, berbau spesifik, cairannya tidak berwarna, dan mudah
larut dalam air, eter, khloroform, dan aseton (Rhonny. A dan Danang J.W., 2003).
III. ALAT DAN BAHAN
1) Alat
a. Blender
b. Set distilasi
c. Botol kaca, selang kecil, gelas plastik
d. Termometer
e. Hot plate
f. Magnetic stirrer
g. Beaker glass 50 mL
h. Beaker glass 200 mL
i. Pengaduk kaca
j. Indikator universal
k. Pipet ukur
l. Ball filler
2) Bahan
a. Kulit pisang kering 120 g
b. HCl 0,5 N 8,3 ml
c. Gula 20 g
d. Urea 0,24 g
e. Ragi roti (saccharomyces cereviceae) 10 g
f. NaOH 24 butir
IV. CARA KERJA
Gambar IV.1 Skema Kerja Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang
Cairan dimasukkan botol yang sudah disterilisasi dan tunggu sampai fermentasi berakhir.
Cek pH. Jika pH <4 tambahkan NaOH :
Disaring dan diambil filtratnya
diblender dengan campuran kulit pisang 120 gram dan air 480 ml dengan campuran kulit pisang 120 gram dan air 480 ml
dicuci, dipotong-potong, dijemur ± 3 hari
Kulit pisang
Kulit pisang kering
Bubur kulit pisang
Filtrat dihidrolisis dengan HCl 8,3 ml dipanaskan pada suhu 120ºC selama 35 menit
200 ml filtrat
Filtrat ditambah gula 10% dan urea 0,12% dari volume hidrolisat
Filtrat berwarna coklat pekat
Filtrat berwarna coklat pekat + gula + urea
Tambahkan ragi roti yang diaktifkan air hangat 5%
Campuran filtrat + 24 butir NaOH
Campuran menjadi keruh dan berwarna coklat
Campuran menjadi keruh dan berwarna coklat
Campuran hasil penyaringan
Bioetanol
Fermentasi berakhir dan campuran disaring
distilasi pada suhu 78-85oC selama 75 menit
Gambar IV.2 Alat Refluks
Gambar IV.3 Proses Penyaringan Gambar IV.4 Proses Fermentasi
Gambar IV.5 Alat Distilasi
V. DATA PENGAMATAN
Tabel V.1 Pengamatan Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang
No.
PERLAKUAN HASIL PENGAMATAN
1 Kulit pisang dicuciKulit pisang dipotong-potongKulit pisang dijemur ± 3 hari
Kulit pisang bersihKulit pisang terpotong-potong kecilKulit pisang kering
2 Kulit pisang kering diblender dengan campuran kulit pisang 120 gram dan air 480 ml
Bubur kulit pisang berwarna coklat
3 Disaring dan diambil filtratnya Filtrat yang dipakai 200 ml4 Filtrat dihidrolisis dengan HCl 8,3 ml dipanaskan pada
suhu 120ºC selama 35 menitFiltrat berwarna coklat pekat
5 Filtrat ditambah gula 10% dan urea 0,12% dari volume hidrolisat
Filtrat berwarna coklat pekat
6 Cek Ph. Jika Ph <4 tambahkan NaOH Ph awal = 0 , ditambah 24 butir NaOH menjadi Ph = 4 (penambahan tiap 2 butir NaOH dilakukan uji Ph)
7 Tambahkan ragi roti yang diaktifkan air hangat 5% Campuran menjadi keruh dan berwarna coklat
8 Cairan dimasukkan botol yang sudah disterilisasi dan tunggu sampai fermentasi berakhir.
Terlihat gelembung udara pada botol yang berisi air sebagai tanda terjadinya proses fermentasi
9 Proses Fermentasi:Hari I
Hari IV
Terlihat gelembung-gelembung udara sebagai tanda terjadinya proses fermentasi
Tidak ada gelembung-gelembung udara sebagai tanda bahwa proses fermentasi telah berhenti
10 Penyaringan dengan corong buchner Filtrat berwarna kuning ke oranyean11 Distilasi antara suhu 78 ºC – 85 ºC Tetes I pada suhu 80ºC pukul 10.00
WIBTetes terakhir pada suhu 85ºC pukul 10.50 WIB sebanyak 2,46 ml.
12. Rendemen yang dihasilkan 1,23 %13. Pengujian:
Uji Nyala
Uji Densitas
Dapat menyala dan menghasilkan warna api biruTidak dilakukan karena bioetanol yang dihasilkan terlalu sedikit
Gambar V.2 uji nyala
VI. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Dalam pratikum kali ini kami mengangkat sebuah judul yaitu mengenai
“Pembuatan Bioetanol Dari Kulit Pisang”, kulit pisang ini mengandung serat kasar
dengan karbohidrat yang tinggi yaitu, senyawa selulosa. Bioetanol ini dibuat melalui
proses anaerob dengan bantuan mikroba yaitu Saccharomyses cerevisiae dengan
teknik fermentasi.
Proses pembuatan etanol ini dilakukan dengan beberapa tahap yaitu yang
pertama tahap pengambilan pati dari kulit pisang tersebut, dimana kulit pisang ini
dipotong kecil-kecil dan diblender, kemudian disaring dan diambil filtratnya. Dari
kulit pisang sebanyak 120 gr yang kemudian ditambahkan air sebanyak 480 ml untuk
diblender, lalu diambil filtratnya sebanyak 200 ml.
Selanjutnya tahap kedua yaitu hidrolisis pati dari kulit pisang. Hidrolisis
merupakan suatu reaksi kimia antara air dengan suatu zat lain yang menghasilkan zat
baru :
(C6H10O5)n + nH2O HCl n(C6H12O6)
Pati air glukosa
dimana pati kulit pisang tadi ditambahkan HCl 0,5 N sebagai katalisator karena reaksi
air dengan pati berlangsung sangat lambat. Kemudian campuran tadi direfluks sampai
suhu 120oC selama 35 menit, setelah itu didinginkan sampai suhu ruangan. Untuk
mendapatkan HCl 0,5 N dapat dicari dengan :
M = nv
37 % artinya 37 g HCl
100 g campuran
=
37 g36,5 g/ gmol
100 g1,19 g /ml
= 37 g
36,5 g /gmol x
1,19 g /ml100 g
= 0,012063 mol/ml
= 12,06 mol/l
M1.V1 = M2.V2
12,06. V1 = 0,5. 200
V1 = 8,3 ml
Lalu, sebelum dilakukan proses fermentasi terlebih dahulu di cek pH dari
filtrat tersebut dengan menggunakan indikator pH universal. Setelah dilakukan
pengecekan ternyata pH nya 0, dan untuk melakukan proses fermentasi pH
seharusnya tidak boleh <4. Karena mikroorganisme yang akan ditambahkan untuk
fermentasi cenderung rentan terhadap media yang pH nya terlalu asam. Oleh karena
itu, dilakukan penambahan NaOH sebanyak 24 butir hingga pH filtrat mencapai 4
(penambahan NaOH dilakukan per 2 butir yang diikuti dengan pengecekan dengan
menggunakan indikator pH universal).
Tahap selanjutnya dari percobaan ini adalah tahap fermentasi, fermentasi
adalah suatu proses oksidasi karbohidrat yang bersifat anaerob. Dimana fermentasi ini
mengubah glukosa menjadi bioetanol oleh sel-sel Saccharomyces cereviseae dengan
reaksi :
C6H12O6 saccharomyces cereviseae
C2H5OH + 2CO2
Glukosa enzim zimosa etanol
dimana langkahnya filtrat hasil hidrolisis dimasukkan ke dalam botol yang
sebelumnya telah disterilisasi dan ditambahkan 0,24 gram urea dan 20 gram gula
sebagai nutrisi bagi mikroorganisme yang akan digunakan untuk fermentasi nantinya.
Selanjutnya filtrat ditambahkan ragi yang telah diaktifkan menggunakan air
hangat. Setelah ditambahkan ragi kedalam botol, selanjutnya botol ditutup rapat
hingga tidak ada udara yang masuk. Botol tersebut diberikan selang yang diletakkan
pada wadah lain yang berisi air sebagai indikator berjalannya proses fermentasi. Lalu,
botol tersebut disimpan dan diamati jalannya proses fermentasi tersebut dari wadah
yang berisi air yang ditandai dengan keluarnya gelembung – gelembung CO2 sebagai
tanda proses fermentasi berlangsung. Pada hari keempat proses fermentasi tersebut
berlangsung, proses fermentasi berakhir yang ditandai dengan tidak keluarnya lagi
gelembung – gelembung CO2.
Tahap selanjutnya adalah distilasi yang bertujuan untuk mengurangi kadar air
dari bietanol tersebut. Distilasi dilakukan pada suhu 78°- 85° C selama 75 menit.
Setelah dilakukan proses distilasi selama 75 menit, didapatkan hasil bietanol sebanyak
2,46 ml.
Uji Nyala
Dari pengujian yang dilakukan bioetanol tersebut dapat menyala
dengan baik, namun masih mengandung kadar air yang cukup tinggi.
Uji Densitas
Uji densitas tidak dapat dilakukan karena hasil produk yang didapatkan
sangat sedikit.
Perhitungan rendemen bioetanol :
Rendemen ¿volume bioetanol yang dihasilkan
volumebahan mula−mula×100 %
= 2,46 ml200 ml
× 100 %
= 1,23 %
Rendemen yang dihasilkan tidak sesuai dengan literatur yang ada, karena pada saat
praktikum proses distilasi yang dilakukan kurang optimal. Waktu 75 menit yang
dilakukan untuk distilasi kurang karena seharusnya bioetanol yang dihasilkan lebih
banyak.
VII. SIMPULAN DAN SARAN
VII.1 SIMPULAN
1. Hidrolisis merupakan suatu reaksi kimia yang memecah molekul air (H2O)
dengan suatu zat lain yang menghasilkan zat baru, pada percobaan ini pati di
ubah menjadi glukosa dengan bantuan katalis asam yakni HCl.
2. Pembuatan Bioetanol dari kulit pisang ini dibuat melalui proses anaerob
dengan bantuan mikroba yang terdapat dalam ragi yaitu saccharomyses
cerevisiae dengan teknik fermentasi.
VII.2 SARAN
1. Sebaiknya proses penyaringan setelah selesainya fermentasi dilakukan secara
cepat agar bioetanol tidak menguap.
2. Proses distilasi dilakukan dengan waktu yang lebih lama lagi agar bioetanol
yang dihasilkan lebih maksimal.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Tim Dosen Praktikum Teknologi Bioproses. 2013. Petunjuk Praktikum Teknologi
Bioproses. Semarang: Laboratorium Teknik Kimia Universitas Negeri Semarang.
Arbianto, Purwo. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Depdikbud.
Lechninger. 1986. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga.
Poedjadji, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI.
Pudjatmaka, A.H dan Qodratillah,M.T. 2002. Kamus Kimia. Jakarta: Balai Pustaka.
Rhonny dan Danang. 2003. Laporan Penelitian Pembuatan Bioethanol dari Kulit
Pisang. Yogyakarta: Universitas Pembangunan Nasional.