20
1 Fenomena Distribusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena distribusi merupakan salah satu hal yang penting bagi seseorang farmasis, ditambah berbagai faktor yang mempengaruhi cabang ilmu tersebut. Lebih khusus pengaruhnya terhadap distribusi obat didalam tubuh manusia. Hal-hal yang termasuk di dalam koefisien partisi ialah kerja obat pada tempat / organ target serta distribusi dan absorbsinya ke seluruh bagian tubuh sampai memberikan efek terapeutik. Koefisien distribusi didefenisikan sebagai suatu perbandingan kelarutan suatu zat (sampel) di dalam dua pelarut yang berbeda dan tidak saling bercampur, serta merupakan suatu harga tetap pada suhu tertentu. Fenomena distribusi termasuk di dalamnya adalah koefisien partisi yang erat hubungannya dengan ilmu farmasi (ilmu resep). Satu hal penting dari fenomena distribusi adalah sifat senyawa obat itu agar dapat Devita Suba Mairi Andi Baso Amirul Haq O1A114009

Laporan Praktikum Farmasi Fisik II Perc. Vi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

farfis

Citation preview

Page 1: Laporan Praktikum Farmasi Fisik II Perc. Vi

1Fenomena Distribusi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fenomena distribusi merupakan salah satu hal yang penting bagi

seseorang farmasis, ditambah berbagai faktor yang mempengaruhi cabang ilmu

tersebut. Lebih khusus pengaruhnya terhadap distribusi obat didalam tubuh

manusia. Hal-hal yang termasuk di dalam koefisien partisi ialah kerja obat pada

tempat / organ target serta distribusi dan absorbsinya ke seluruh bagian tubuh

sampai memberikan efek terapeutik.

Koefisien distribusi didefenisikan sebagai suatu perbandingan kelarutan

suatu zat (sampel) di dalam dua pelarut yang berbeda dan tidak saling bercampur,

serta merupakan suatu harga tetap pada suhu tertentu. Fenomena distribusi

termasuk di dalamnya adalah koefisien partisi yang erat hubungannya dengan

ilmu farmasi (ilmu resep). Satu hal penting dari fenomena distribusi adalah sifat

senyawa obat itu agar dapat melalui membran sel yang terdiri dari lipoprotein atau

suatu lapisan hidrofil dan hidrofob.

Percobaan ini dilakukan penentuan koefisien partisi dengan cara

mencampur dua zat yang bersifat saling bertolak belakang/tidak saling bercampur.

Dengan percobaan ini, diharapkan dapat diketahui tentang fenomena distribusi

suatu obat jika terdapat dalam tubuh

Devita Suba Mairi Andi Baso Amirul Haq O1A114009

Page 2: Laporan Praktikum Farmasi Fisik II Perc. Vi

2Fenomena Distribusi

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari percobaan ini adalah bagaimana cara menentukan

koefisisen partisi asam borat dan asam benzoat dalam pelarut air serta dalam

pelarut minyak kelapa yang tidak saling bercampur.

C. Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan koefisisen partisi

asam borat dan asam benzoat dalam pelarut air serta dalam pelarut minyak kelapa

yang tidak saling bercampur.

Devita Suba Mairi Andi Baso Amirul Haq O1A114009

Page 3: Laporan Praktikum Farmasi Fisik II Perc. Vi

3Fenomena Distribusi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana distribusi suatu

senyawa antara dua fase cair yang tidak saling bercampur, tergantung pada

interaksi fisik dan kimia antara pelarut dan senyawa terlarut dalam dua fase yaitu

struktur molekul (Anonim, 2014)

Koefisien partisi adalah perbandingan konsentrasii kesetimbangan zat

dalam dua pelarut yang berbeda yang tidak bercampur. Factor yang

mempengaruhi koefisien partisi adalah konsentrasi zat terlarut dalam pelarut

organic dan pelarut non organik (Anonim, 2014)

Zat terlarut terlarut dalam satu fase, dalam kesetimbangan dengan

fase  bercampurlain, didistribusikan antara dua fase sehingga rasio konsentrasi

dalam dua fase adalah konstan pada temperatur tertentu . pada kesetimbangan ini

konstan, K, disebut sebagai konstanta distribusi atau koefisien partisi,

didefinisikan oleh Nernst sebagai   K = Cu / Cl dimana cu dan cl

adalah konsentrasi di fase atas dan bawah, masing-masing. hubungan berlaku

ketika molekul setiap fase dalam keadaan yang sama agregasi . jika zat terlarut

dipisahkan atau berhubungan, bentuk-bentuk yang lebih kompleks dari persamaan

harus diterapkan. itu juga diakui bahwa hanya dalam sistem yang ideal adalah

koefisien partisi independen dari tota  zat terlarut ini, penyimpangan ini begitu

terkenal sehingga dalam literatur teknik kimia persamaan di atas dianggap kasus

membatasi. Partisi lemak / air dari suatu molekul merupakan indeks yang berguna

dalam  kecenderungan untuk absorpsi oleh difusi pasif (Gandjar, 2007).

Pelarut secara umum dibedakan atas dua pelarut, yaitu pelarut air dan

bukan air. Salah satu ciri penting dari pelarut tetapan dielektriknya (E), yaitu gaya

yang bekerja antara dua muatan itu dalam ruang hampa dengan gaya yang bekerja

pada muatan itu dalam dua pelarut. Tetapan ini menunjukkan sampai sejauh mana

tingkat kemampuan melarutkan pelarut tersebut. Misalnya air dengan tetapan

Devita Suba Mairi Andi Baso Amirul Haq O1A114009

Page 4: Laporan Praktikum Farmasi Fisik II Perc. Vi

4Fenomena Distribusi

dielektriknya yang tinggi (E = 78,5) pada suhu 25oC, merupakan pelarut yang baik

untuk zat-zat yang bersifat polar, tetapi juga merupakan pelarut yang kurang baik

untuk zat-zat non polar. Sebaliknya, pelarut yang mempunyai tetapan dielektrik

yang rendah merupakan pelarut yang baik untuk zat non polar dan merupakan

pelarut yang kurang baik untuk zat berpolar (Rifai, 1995).

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi distribusi zat dalam

larutan, yaitu 1) temperature, kecepatan berbagai reaksi bertambah kira-kira 2 atau

3 tiap kenaikan  C; 2) kekuatan ion, semakin kecil konsentrasi suatu larutan maka

laju distribusi makin kecil; 3) konstanta dielektrik, efek konstanta dielektrik

terhadap konstanta laju reaksi ionic diekstrapolarkan sampai pengenceran tak

terbatas, yang pengaruh kekuatan ionnya 0. Untuk reaktan yang kekuatannya

bermuatan berlawanan maka laju distribusi reaktan tersebut adalah positif dan

untuk reaktan yang muatannya sama maka laju distribusinya negatif; 4) katalisis,

katalisis dapat menurunkan laju-laju distribusi (katalis negatif). Katalis dapat juga

menurunkan energi aktivitas dengan mengubah mekanisme reaksi sehingga

kecepatan bertambah; 5) katalis asam basa spesifik, laju distribusi dapat

dipercepat dengan penambahan asam atau basa. Jika laju peruraian ini terdapat

bagian yang mengandung konsentrasi ion hydrogen atau hidroksi; 6) cahaya

energy, cahaya energi seperti panas dapat memberikan keaktifan yang diperlukan

untuk terjadi reaksi. Radiasi ini dengan frenkuensi yang sesuai dengan energy

yang cukup akan diabsorbsi untuk mengaktifan molekul-molekul (Cammarata,

1995).

Pada umumnya obat-obat bersifat asam lemah atau basa lemah. Jika obat

tersebut dilarutkan dalam air sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang

diteorikan tergantung pada pH larutannya. Obat-obat yang tidak terionkan lebih

mudah larut dalam lipida, sebaliknya yang dalam bentuk ion kelarutannya kecil

atau bahkan praktis tidak larut. Dengan demikian pengaruh pH sangat besar

terhadap kecepatan absorpsi obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah

(Sardjoko, 1987).

Devita Suba Mairi Andi Baso Amirul Haq O1A114009

Page 5: Laporan Praktikum Farmasi Fisik II Perc. Vi

5Fenomena Distribusi

BAB III

METODE PERCOBAAN

A. Waktu dan Tempat

Percobaan ini dilakukan pada hari Selasa, 8 Desember 2015 pukul 13:00 -

15:00 WITA. Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Universitas Halu

Oleo.

B. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah sebagai berikut.

a. Batang pengaduk

b. Buret 25 mL

c. Corong pisah

d. Erlenmeyer 250 mL

e. Gelas kimia 250 mL

f. Gelas ukur 50 mL

g. Pipet tetes

h. Sendok tanduk

i. Statif dan klem

j. Timbangan analitik

Devita Suba Mairi Andi Baso Amirul Haq O1A114009

Page 6: Laporan Praktikum Farmasi Fisik II Perc. Vi

6Fenomena Distribusi

Talk Pati Jagung

2. Bahan

Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah sebagai berikut.

a. Akuades

b. Asam borat

c. Asam benzoat

d. Indikator fenolftalein

e. Minyak kelapa

f. NaOH 1%

g. Kertas perkamen

C. Cara Kerja

Devita Suba Mairi Andi Baso Amirul Haq O1A114009

ditimbang masing- masing sebanyak 50 gr

dibersihkan ayakan dengan sikat tabung

dan dilap dengan tissue untuk

memastikan keringnya pengayak maupun

tidak terdapat partikel tertinggal yang

menghalangi proses pengayakan

disusun bertingkat ayakan mulai dari yang

paling besar diletakkan paling atas

sampai ayakan paling kecil diletakkan

Page 7: Laporan Praktikum Farmasi Fisik II Perc. Vi

7Fenomena Distribusi

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

1. Tabel Hasil Pengamatan

No SampelNomorAyaka

n

Berat Zat Tertinggal

(g)

n (%)

n (%)

d (mm)

n x d

n x d

d ln

(µm)

Devita Suba Mairi Andi Baso Amirul Haq O1A114009

ditimbang masing- masing sebanyak 50 gr

dibersihkan ayakan dengan sikat tabung

dan dilap dengan tissue untuk

memastikan keringnya pengayak maupun

tidak terdapat partikel tertinggal yang

menghalangi proses pengayakan

disusun bertingkat ayakan mulai dari yang

paling besar diletakkan paling atas

sampai ayakan paling kecil diletakkan

Hasil Pengamatan

Page 8: Laporan Praktikum Farmasi Fisik II Perc. Vi

8Fenomena Distribusi

1. Talk14 0,135 36,1

9 100 0,18656,75 18,6

5 0,186516 0,238 63,8

1 11,9

2. Pati Jagung

14 0,127 30,75 99,95 0,206

6,33 20,57 0,206

16 0,285 69,17 14,24

Keterangan:

n : % berat tertinggal

d : diameter lubang ayakan (mm)

dln : diameter panjang rata – rata (µm)

B. Pembahasan

Bila zat padat atau zat cair dicampur ke dalam dua pelarut yang berbeda

atau tidak saling bercampur, maka zat tersebut akan terdistribusi ke dalam dua

pelarut dengan kemampuan kelarutannya. Koefisien distribusi adalah

perbandingan konsentrasi kesetimbangan zat dalam dua pelarut yang berbeda

yang tidak bercampur.

Fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana distribusi suatu

senyawa antara dua fase cair yang tidak saling bercampur, tergantung pada

interaksi fisik dan kimia antara pelarut dan senyawa terlarut dalam dua fase yaitu

struktur molekul. Suatu zat dapat larut dalam dua macam pelarut yang keduanya

tidak saling bercampur. Jika kelebihan campuran atau zat padat ditambahkan ke

dalam cairan yang tidak saling bercampur tersebut maka zat tersebut akan

mendistribusi diri di antara dua fase sehingga masing-masing menjadi jenuh.

Devita Suba Mairi Andi Baso Amirul Haq O1A114009

Page 9: Laporan Praktikum Farmasi Fisik II Perc. Vi

9Fenomena Distribusi

Percobaan ini dilakukan penentuan koefisien distribusi dari asam benzoat

dan asam borat dengan cara perbandingan persen kadar minyak dengan persen

kadar air. Pelarut yang digunakan adalah air dan minyak kelapa, dimana kedua

pelarut ini tak dapat larut satu sama lain tetapi sampel dapat larut dalam kedua

sampel tersebut. Hal ini disebabkan karena air merupakan pelarut polar sedangkan

minyak kelapa merupakan pelarut non polar. Hal ini disebabkan karena pada

minyak terdapat karbon sehingga menyebabkan bentuk streokimianya simetris

sehingga tidak memiliki momen dipol. Momen dipol menentukan suatu zat itu

bersifat polar atau kurang polar.

Perlakuan dimana asam borat dan asam benzoat ditambahkan minyak

kelapa lalu dimasukkan ke dalam corong pisah kemudian dilakukan pengocokan.

Hal ini dilakukan agar zat dapat mengadakan keseimbangan antara yang larut

dalam air dan yang larut dalam minyak kelapa. Pada percobaan ini dilakukan

pengocokan yang kuat dan agak lama agar gugus polar dan non (kurang) polar

dari asam borat maupun dari asam benzoat dapat bereaksi dengan fase air minyak

sehingga dapat dilihat pada pelarut mana kelarutannya paling besar. Gugus benzen

dari asam benzoat merupakan gugus karbon yang memiliki momen dipol yang

kecil sehingga konsentrasi dielektiknya juga kecil dan gugus ini akan bereaksi

dengan minyak. Air memiliki momen dipol dan konstanta dielektriknya yang

besar sehingga bersifat polar jadi mudah menarik gugus polar dari asam benzoat.

Setelah dikocok, campuran dibiarkan beberapa saat. Hal ini bertujuan agar

pemisahan antara kedua pelarut tersebut bisa sempurna. Setelah itu lapisan air

yang berada di bawah diambil / ditampung dalam gelas ukur, sedangkan lapisan

Devita Suba Mairi Andi Baso Amirul Haq O1A114009

Page 10: Laporan Praktikum Farmasi Fisik II Perc. Vi

10Fenomena Distribusi

minyaknya dibuang. Ini dikarenakan lapisan air dari pengocokanlah yang akan

dititrasi. Bila lapisan minyak yang dititrasi maka akan terjadi reaksi saponifikasi

(penyabunan).

Metode titrasi yang digunakan adalah alkalimetri yang dilakukan

berdasarkan reaksi netralisasi yaitu sampel asam yang dititrasi dengan titran basa

akan bereaksi sempurna dengan semua asam sehingga dapat diperoleh titik akhir

titrasi dengan melihat perubahan warna larutan dari bening menjadi merah muda

akibat penambahan indikator basa yaitu p.p sebelum dititrasi di mana trayek pH

dari p.p adalah 8,3-10,0.

Mekanisme perubahan warna yang terjadi pada titrasi alkalimetri yang

digunakan adalah pada larutan titer yang bersifat asam yang telah ditambahkan

indikator p.p dititrasi dengan titran yang bersifat basa, dimana akan terjadi reaksi

antara sampel asam yaitu asam borat atau asam benzoat dengan titran basa yaitu

NaOH membentuk larutan garam. Hal ini akan terus terjadi hingga larutan asam

tepat telah habis bereaksi dengan NaOH dan disebut titik ekuivalen. Pada titik

ekuivalen ini, belum terjadi perubahan warna tetapi kelebihan satu tetes saja

larutan NaOH akan menyebabkan terjadinya perubahan warna dari bening

menjadi merah muda yang berasal dari reaksi antara kelebihan titran basa dengan

indikator p.p.

Koefisien distribusi suatu senyawa dalam dua larutan yang tidak

bercampur harus sama dengan dengan 1. Artinya bahwa senyawa tersebut

terdistribusi secara merata pada dua fase yaitu fase minyak dan fase air. Jika nilai

Devita Suba Mairi Andi Baso Amirul Haq O1A114009

Page 11: Laporan Praktikum Farmasi Fisik II Perc. Vi

11Fenomena Distribusi

koefisien distribusi kecil dari 1 maka senyawa tersebut cenderung untuk

terdistribusi dalam fase air dari pada fase minyaknya.

Dalam percobaan ini terjadi suatu keadaan dimana sampel yang digunakan

yaitu asam borat dan asam benzoat mempunyai kecenderungan untuk menuju ke

salah satu fase yaitu fasa air. Dimana kita ketahui bersama bahwa air merupakan

pelarut yang polar dan pelarut yang ideal untuk senyawa-senyawa tertentu

(kecuali yang tidak dapat larut dalam pelarut air tapi larut dalam pelarut organik

lainnya).

Dari hasil percobaan yang dilakukan, diperoleh hasil perhitungan koefisien

partisi untuk asam borat adalah 0,147 dan asam benzoat adalah 2,0. Pada

percobaan ini terdapat beberapa kesalahan dimana hasil yang diperoleh tidak

sesuai dengan literatur. Hal ini mungkin disebabkan karena sampel tidak

terdispersi dengan baik dalam kedua pelarut, larutan dalan corong pisah belum

berpisah dengan baik saat pengambilan fasa air untuk titrasi, kesalahan dalam

menitrasi, pada saat pengambilan fase air dari campuran larutan dan minyak

menggunakan pipet tetes dalam erlenmeyer, masih ada bagian minyak yang ikut

bersama dengan fase air sehingga mempengaruhi titik akhir titrasi, kelarutan

sampel yang tidak sempurna.

Aplikasi koefisien distribusi dalam bidang farmasi yaitu untuk

menentukan pengawet yang akan digunakan dalam sediaan dan untuk menentukan

absorbsi dan distribusi suatu bahan obat dalam tubuh. Pengawet yang baik dalam

sediaan emulsi, misalnya, harus dapat larut dalam air dan dalam minyak, sebab

Devita Suba Mairi Andi Baso Amirul Haq O1A114009

Page 12: Laporan Praktikum Farmasi Fisik II Perc. Vi

12Fenomena Distribusi

jika pengawet hanya larut air maka fase minyak akan ditumbuhi oleh

mikroorganisme sehingga tidak menghasilkan suatu sediaan yang baik. Untuk

menentukan absorbsi obat, misalnya dalam pembuatan salep untuk menentukan

bahan salep yang bekerja pada lapisan kulit tertentu sehingga menghasilkan efek

yang diinginkan.

Adanya titrasi blanko bertujuan sebagai pembanding titrasi pada larutan

yang sudah diberi minyak, untuk membandingkan distribusi zat dalam satu pelarut

dan distribusi zat yang dipengaruhi pelarut lainnya. Koefisien distribusi=1 artinya

bahwa zat terdistribusi merata dalam pelarut air dan minyak atau zat dapat larut

dalam air dan minyak. Sedangkan koefisien distribusi<1 artinya bahwa zat tidak

terdistribusi merata dalam dua pelarut, dan zat tersebut lebih cenderung untuk

menuju ke salah satu pelarut yaitu air.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan praktikum yang telah dilakukan

adalah penentuan ukuran partikel dengan metode ayakan dapat dilakukan dengan

menggunakan suatu seri ayakan standar yang dikalibrasi oleh The National

Bureau of Standards untuk menguji kehalusan serbuk suatu massa atau sampel

tertentu ditaruh di atas suatu ayakan yang cocok dan digoyangkan secara mekanis,

Devita Suba Mairi Andi Baso Amirul Haq O1A114009

Page 13: Laporan Praktikum Farmasi Fisik II Perc. Vi

13Fenomena Distribusi

ayakan disusun bertingkat dimulai dari ayakan yang paling kasar diletakkan

paling atas dilanjutkan sampai pada ayakan paling halus yang diletakkan paling

bawah, di mana dari sampel yang tertinggal pada setiap ayakan diambil untuk

kemudian ditimbang.

B. Saran

Adapun saran berdasarkan percobaan ini, agar Sebaiknya dalam

melakukan percobaan harus lebih teliti agar hasil yang diperoleh sesuai yang

diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. Penuntun Farmasi Fisika 1I. Universitas Haluoleo. Kendari

Cammarata, S. 1995. Farmasi FisIka. UI-Press. Jakarta

Gandjar, I. G. & Abdul, R. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Rivai, H. 1995. Azas Pemeriksaan Kimia. UI-Press. Jakarta.

Sardjoko. 1987. Pedoman kuliah rancangan obat. Yogyakarta: PAU Bioteknologi Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada.

Devita Suba Mairi Andi Baso Amirul Haq O1A114009

Page 14: Laporan Praktikum Farmasi Fisik II Perc. Vi

14Fenomena Distribusi

LAMPIRAN

A. Perhitungan

Devita Suba Mairi Andi Baso Amirul Haq O1A114009