Upload
vivi-ruthmianingsih
View
258
Download
42
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Praktikum
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK IKONSENTRASI KRITIS MISEL
Nama : Vivi RuthmianingsihNIM : 131810301018Kelompok/Kelas : 1/AAsisten : Cinde Puspita
LABORATORIUM KIMIA FISIKJURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS JEMBER
2015
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Percobaan
Menentukan konsentrasi kritis misel surfaktan pada pelarut air dan menentukan harga
entalpinya.
1.2 Latar Belakang
Surfaktan merupakan senyawa kimia yang terdapat pada konsentrasi
rendah dalam suatu sistem yang mempunyai sifat teradsorpsi pada
permukaan dan antar muka sistem tersebut. Surfaktan ini mempunyai
gugus polar yang suka terhadap air (hidrofilik) dan bagian non polar yang
suka terhadap minyak/lemak (hidrofobik), sehingga surfaktan dapat
menyatukan suatu campuran yang terdiri dari air dan minyak. Air
mempunyai tegangan permukaan yang tinggi, tetapi ketika surfaktan
dilarutkan ke dalam air maka tegangan permukaan dalam larutan tersebut
akan menurun sampai tercapainya suatu konsentrasi. Konsentrasi dimana
tegangan permukaan larutan menurun ini disebut dengan konsentrasi
kritis misel, pada konsentrasi kritis misel ini larutan menjadi jenuh dalam
keadaan normal. Konsentrasi kritis misel terjadi karena adanya
penggumpalan atau agregasi dari molekul-molekul surfaktan membentuk
misel.
Misel merupakan suatu molekul yang dihasilkan dari penggabungan
(agregasi) ion-ion surfaktan yang merupakan zat pengaktif permukaan.
Proses pembentukan misel disebut dengan miselisasi. Fenomena
permukaan dan antar muka ini sering dijumpai dalam kehidupan sehari-
hari, misalnya pada proses pembersihan kotoran pada pakaian dengan
mengggunakan detergen dan menulis menggunakan tinta. Fenomena
detergen ini merupakan salah satu contoh yang paling umum, dimana
detergen akan membersihkan bahan seperti minyak, lemak, atau kotoran
yang tidak bisa dibersihkan dengan air dengan cara menurunkan
tegangan pada permukaan air. Oleh karena itu, percobaan konsentrasi
kritis misel ini dilakukan agar dapat menentukan konsentrasi kritis misel
surfaktan pada pelarut air dan menentukan harga entalpinya.
1.3 MSDS (Material Safety Data Sheet)
1.3.1 Sodium dodesil sulfat
Gambar 1.1 Struktur Sodium Dedosil Sulfat (Anonim, 2015)
Sodium dedosil sulfat (SDS) mempunyai rumus molekul (C12H25SO4Na) merupakan
surfaktan anion yang biasanya terdapat dalam produk-produk pembersih noda dan minyak.
Sodium dedosil sulfat berupa padatan berwarna putih, berbau samar seperti bau zat-zat
berlemak, mempunyai berat molekul 288.38 g/mol. Sodium dedosil sulfat ini merupakan
garam kimia yang mengandung 12 atom karbon yang terikat ke gugus sulfat sehingga
membuat zat kimia ini mempunyai sifat ambifilik yang merupakan salah satu syarat sebagai
deterjen. Sodium dedosil sulfat banyak ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada produk-
produk industri seperti pembersih mesin, pembersih lantai, dan shampo mobil. Sodium
dedosil sulfat digunakan dalam kadar rendah di dalam pasta gigi, shampo dan busa pencukur.
Zat kimia ini merupakan bahan utama untuk mandi busa karena efek pengentalnya dan
kemampuannya untuk menghasilkan busa.
Sodium dedosil sulfat bukan merupakan bahan yang bersifat karsinogen terhadap kulit
maupun dikonsumsi, tetapi berdasarkan percobaan ditemukan bahwa sodium dedosil sulfat
dapat menyebabkan iritasi kulit dan wajah ketika dioleskan dalam waktu yang lama dan terus
menerus (lebih dari 1 jam), selain itu pasta gigi yang mengandung sodium dedosil sulfat juga
dapat menyebabkan sariawan lebih besar dibandingkan dengan pasta gigi yang bebas sodium
dedosil sulfat. Sodium dedosil sulfat berpotensi untuk digunakan sebagai anti bakterial dan
juga untuk mencegah infeksi oleh virus seperti Herpes dan HIV. Akhir-akhir ini telah
ditemukan bahwa pada aplikasi sebagai surfaktan pada pembentukan reaksi gas hydrate atau
methane hydrate, sodium dedosil sulfat dapat mempercepat reaksi hingga 700 kali lebih cepat.
Sodium dedosil sulfat juga dapat digunakan untuk membantu pemecahan sel pada saat
ekstrasi DNA dan menguraikan protein. Sodium dedosil sulfat juga sama halnya seperti
dengan detergen lainnya, sodium dedosil sulfat akan mengambil minyak dan kelembaban
pada kulit, sehingga akan berakibat iritasi pada kulit dan mata (Anonim, 2015).
1.3.2 Akuades
Akuades merupakan air yang molekulnya tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat
secara kovalen. Air memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lain seperti
garam, gula, asam, dan banyak macam molekul organik. Air merupakan jenis senyawa liquid
yang tidak berwarna, tidak berasa, bersifat tidak mudah menguap, dan tidak berbau pada
keadaan standar. Massa molar dari air adalah 18,01528 g/mol. Titik didih air 100°C
(373.15°C) dan titik lelehnya 0°C ( 273,15°C). Massa jenis air sebesar 1000 kg/cm3 dan
viskositasnya 0,001 Pa/s (20°C). Sifat dari air yaitu tidak korosif, tidak menyebabkan iritasi,
dan tidak berbahaya jika di konsumsi (Anonim, 2015).
1.4 Dasar Teori
Surfaktan merupakan zat pengaktif permukaan yang mempunyai gugus polar yang suka
terhadap air (bersifat hidrofilik) dan bagian non polar yang suka terhadap minyak/lemak
(bersifat hidrofobik). Bagian molekul surfaktan yang polar dapat bermuatan positif, negatif
atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka
dan permukaan seperti udara-air, minyak-air dan zat padat-air. Surfaktan bersifat sebagai zat
terlarut normal dalam larutan encer, tetapi untuk larutan dengan konsentrasi tinggi atau
larutan pekat akan terjadi perubahan mendadak pada beberapa sifat fisik seperti tekanan
osmosis, daya hantar listrik, dan tegangan muka. Surfaktan aktif pada antar muka antara dua
fase, seperti antar muka antara fase hidrofilik dan hidrofobik (Atkins,1997).
Surfaktan memiliki dua buah gugus, yaitu kepala yang bersifat hidrofilik dan ekor yang
bersifat hidrofobik.
Gambar 1.2 Surfaktan (Alfaruqi, 2008)
Berdasarkan gambar tersebut, kepala melambangkan gugus hidrofilik yang dapat terdiri dari
ion logam atau senyawa logam, sedangkan ekor melambangkan gugus hidrofobik yang berupa
rantai hidrokarbon. Adanya dua gugus yang berbeda pada surfaktan ini, maka surfaktan dapat
menghubungkan dua zat yang mempunyai sifat berbeda (Alfaruqi, 2008).
Molekul surfaktan secara umum mempunyai ekor yang berupa rantai hidrokarbon
panjang yang larut dalam hidrokarbon dan pelarut non polar yang lain, dan bagian kepala
yang larut dalam pelarut polar seperti air misalnya. Salah satu molekul dengan karakter ganda
ini adalah Sodium Dodesil Sulfat (SDS) yang mempunyai rumus molekul C12H25SO4Na. Salah
satu sifat khas dari surfaktan adalah peristiwa pembentukan misel. Pembentukan misal
merupakan fenomena penting yang mempengaruhi sifat permukaan seperti detergensi,
solubilisasi dan tegangan permukaan (Atkins, 1997).
Surfaktan berdasarkan muatannya dapat diklasifikasikan menjadi empat golongan yaitu:
a. Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion. Surfaktan
anionik memiliki kepala yang bermuatan negatif. Surfaktan jenis ini banyak digunakan
pada industri laundry dan juga dimanfaatkan dalam proses perbaikan atau perawatan tanah
yang tercemar minyak dan senyawa hidrofobik lainnya. Surfaktan ini dapat bereaksi dalam
air cucian dengan ion air sadah bermuatan positif seperti kalsium dan magnesium.
Surfaktan anionik yang banyak digunakan adalah senyawa alkil sulfat, alkil etoksilat,
sabun, garam alkana sulfonat, garam olefin sulfonat, dan garam sulfonat asam lemak rantai
panjang.
b. Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation.
Surfaktan jenis ini memiliki kepala yang bermuatan positif di dalam air. Penggunaan
utamanya surfaktan kationik adalah pada produk-produk laundry sebagai pelembut.
Contoh surfaktan ini adalah surfaktan dari sistem mono alkil kuartener. Surfaktan kationik
sebagai agen disinfektan pembersih rumah dan kamar mandi seperti garam alkil trimetil
ammonium, garam dialkil-dimetil ammonium, dan garam alkil dimetil benzil ammonium.
c. Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan, sehingga
menjadi penghambat bagi dekativasi kesadahan air. Kebanyakan surfaktan nonionik
berasal dari ester, alkohol, dan lemak. Contohnya seperti ester gliserin asam lemak, ester
sorbitan asam lemak, ester sukrosa asam lemak, polietilena alkil amina, glukamina, alkil
poliglukosida, mono alkanol amina, dialkanol amina dan alkil amina oksida.
d. Surfaktan amfoter/zwiterionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan
positif dan negatif sehingga dapat berupa anionik, kationik, ataupun nonionik dalam suatu
larutan tergantung pada pH air yang digunakan. Surfaktan ini bisa terdiri dari dua gugus
muatan dengan tanda yang berbeda. Contohnya seperti surfaktan yang mengandung asam
amino, betain, dan fosfobetain
(Lindman, 1984).
Konsentrasi surfaktan yang terlarut dalam air akan membentuk monomer dan
terkonsentrasi pada permukaan air membentuk lapisan tunggal, dimana bagian kepala yang
bersifat hidrofilik (suka air) akan berorientasi ke bawah permukaan air, sedangkan bagian
ekor hidrokarbon yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) akan menjauh dari permukaan air.
Konsentrasi surfaktan yang lebih tinggi akan terbentuk agregasi atau asosiasi dari surfaktan
berupa sperikal yang dikenal dengan misel. Proses terjadinya misel disebut dengan miselisasi
yang terjadi akibat interaksi hidrofobik. Interaksi hidrofobik akan menolak atau menjauhkan
ekor hidrokarbon dari surfaktan terhadap air dan akan menghasilkan agregasi, sedangkan
bagian kepala yang hidrofilik akan tetap berkontak langsung dengan air. Konsentrasi
setimbang dimana monomer surfaktan membentuk misel ini disebut dengan konsentrasi kritis
misel. Satu misel umumnya akan berisi 50-100 monomer. Gugus-gugus hidrofobik akan
berkumpul di bagian dalam misel, sedangkan gugus hidrofilik akan berada di luar misel (Bird,
1993).
Misel merupakan sekumpulan molekul berukuran koloid meskipun tidak terdapat tetesan
lemak. Hal ini disebabkan oleh adanya ekor hidrofobnya yang cenderung berkumpul dan
kepala hidrofilnya memberikan perlindungan. Misel mempunyai struktur bulat dengan
diameter sekitar 5 nm yang terbentuk dari monomer-monomer surfaktan. Bagian dalam misel
tersusun dari rantai hidrokarbon surfaktan sedangkan bagian luar misel tersusun dari kepala
ioniknya. Misel itu sendiri merupakan penggabungan atau agregasi dari ion-ion surfaktan,
dimana rantai hidrokarbon yang hidrofobik akan menuju ke bagian dalam misel meninggalkan
gugus hidrofilik yang berkontak dengan medium air. Bentuk molekul misel dapat dilihat pada
Gambar 1.3. Misel hanya terbentuk diatas konsentrasi misel kritis (KKM) dan di atas
temperatur Kraft (Atkins, 1997).
Gambar 1.3 Misel (Atkins, 1997)
Misel memiliki orientasi yang berbeda di dalam larutan yang berbeda. Bagian kepala
surfaktan berkumpul di daerah luar dan bersentuhan langsung dengan pelarut air karena
disebabkan oleh sifat hidrofilik pada pada bagian kepala surktan. Bagian ekor pada pelarut
organik berada di daerah luar dan bersentuhan langsung dengan pelarut organik yang
disebabkan oleh sifat hidrofobik yang dimilikinya (Alfaruqi, 2008).
Gambar 1.4 Ilustrasi orientasi misel pada pelarut air (Alfaruqi, 2008)
Gambar 1.5 Ilustrasi orientasi misel pada pelarut organik (Alfaruqi, 2008)
Fenomena terbentuknya misel dapat dijelaskan sebagai berikut, yaitu dibawah
konsentrasi kritis misel, konsentrasi permukaan (surfaktan) yang mengalami adsorpsi pada
antar muka bertambah jika konsentrasi permukaan total dinaikkan. Akhirnya tercapailah suatu
titik dimana baik pada antar muka maupun dalam cairan menjadi jenuh dengan monomer.
Keadaan inilah disebut dengan konsentrasi kritis misel, jika surfaktan terus ditambah lagi
hingga berlebihan maka akan teragregasi terus membentuk misel. Tenaga bebas sistem pada
peristiwa ini berkurang (Tim Kimia Fisik, 2015).
Kesetimbangan diantara molekul-molekul atau ion-ion misel yang tidak berasosiasi,
berlaku hukum aksi massa untuk kesetimbangan miselisasi.
mX ↔ ( X )m
C (1−x ) Cx /m
K= Cx /m{C (1−x ) }m
…………………………………………………………………… (1)
dimana
C = konsentrasi stoikiometri larutan
X = fraksi kelompok satuan monomer
M = jumlah satuan monomer per misel
Energi miselisasi:
∆ G °=−RT ln Km
…………………………………………………………………… (2)
∆ G °=−¿ ………………………………… (3)
kkm = 0 dan ∆ G °=RT ln (kkm)
sehingga:
∆ S °=−d (∆ G° )
dT=
−RTd ln (kkm)dT
………………………………………………….... (4)
∆ H °=∆ G°+T ∆ S °, ∆ G °=0
∆ H °=¿ …………………………………..………………... (5)
dengan mengintegralkan persamaan 5 diperoleh persmaan 6:
ln (kkm )=∆ H °RT
+konst ……………………………………………………..…… (6)
Penentuan entalpinya dapat diperoleh dengan membuat grafik ln (kkm) terhadap 1/T,
sehingga akan diperoleh harga ∆ H °
R sebagai slopenya (Tim Kimia Fisik, 2015).
Konduktometer merupakan alat yang digunakan untuk menentukan daya hantar suatu
larutan dan mengukur derajat ionisasi suatu larutan elektrolit dalam air dengan cara
menetapkan hambatan suatu kolom cairan. Konduktometer mempunyai kegunaan yang lain
yaitu untuk mengukur daya hantar listrik yang diakibatkan oleh gerakan partikel di dalam
sebuah larutan. Konduktometer dapat merubah energi mekanik menjadi energi listrik karena
adanya sifat konduktometer yang dapat menghantarkan listrik. Prinsip kerja konduktometer
yaitu bagian konduktor atau yang dicelupkan dalam larutan akan menerima rangsang dari
suatu ion-ion yang menyentuh permukaan konduktor, kemudian hasil ini akan diproses dan
dilanjutkan pada outputnya yang berupa angka. Konsentrasi suatu misel dalam larutan
semakin banyak, maka semakin besar nilai daya hantarnya karena semakin banyak ion-ion
dari larutan yang menyentuh konduktor dan apabila semakin tinggi temperatur suatu larutan
maka nilai daya hantarnya juga akan semakin besar. Menurut Hendayana (1994), hal tersebut
dikarenakan pada saat suatu partikel berada pada lingkungan yang temperaturnya semakin
bertambah, maka pertikel tersebut secara tidak langsung akan mendapat tambahan energi dari
luar dan energi kinetik yang dimiliki suatu partikel tersebut akan semakin tinggi sehingga
gerakan molekulnya akan semakin cepat. Berikut ini merupakan gambaran dari alat
konduktometer:
Gambar 1.6 Gambaran Alat Konduktometer (Hendayana, 1994)
Sodium dedosil sulfat 0,1 M
BAB 2. METODOLOGI PERCOBAAN
2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Alat
- Labu ukur 100 mL
- Gelas beaker 500 mL
- Gelas beaker 100 mL
- Gelas ukur
- Gelas arloji
- Pipet mohr 10 mL
- Pipet tetes
- Ball pipet
- Botol semprot
- Termometer
2.1.2 Bahan
- Sodium dedosil sulfat
- Akuades
2.2 Skema Kerja
- diencerkan menjadi 0,004 M; 0,006 M; 0,008 M; 0,01 M; dan 0,012 M
- diambil masing-masing larutan yang telah diencerkan sebanyak 20 mL
- diukur daya hantar masing-masing larutan pada temperatur kamar
- diulangi pengukuran daya hantar semua larutan pada temperatur yang lain yaitu
35˚C, 40˚C, 45˚C, dan 50˚C
Hasil
BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Pengolahan Data
a. Temperatur 28˚C
No. Konsentrasi
Arus
Listrik (A)Hambatan
(Ω)
Daya
Hantar
Listrik (Ω-1)
kkmln
kkm1/T
1. 0,004 M 1,36x10-3 1470,59 6,80x10-4
3,51.10-3 -5,65
0,003322. 0,006 M 1,78x10-3 1123,59 8,90x10-4
3. 0,008 M 2,60x10-3 769,23 1,30x10-3
4. 0,010 M 2,93x10-3 682,59 1,59x10-3
5. 0,012 M 3,33x10-3 600,60 1,66x10-3
b. Temperatur 35˚C
No. Konsentrasi
Arus
Listrik
(mA)
Hambatan
(Ω)
Daya
Hantar
Listrik (Ω-1)
kkmln
kkm1/T
1. 0,004 M 1,50 1333,33 7,50x10-4
4,94.10-3 -5,31
0,003242. 0,006 M 2,47 809,72 1,23x10-3
3. 0,008 M 2,80 714,28 1,40x10-3
4. 0,010 M 3,21 623,05 1,60x10-3
5. 0,012 M 3,64 594,45 1,68x10-3
c. Temperatur 40˚C
No. Konsentrasi
Arus
Listrik (A)Hambatan
(Ω)
Daya
Hantar
Listrik (Ω-1)
kkmln
kkm1/T
1. 0,004 M 1,65x10-3 1212,12 8,25x10-4 5,08.10-3 -5,28
0,00319
2. 0,006 M 2,65x10-3 754,72 1,32x10-3
3. 0,008 M 3,06x10-3 653,59 1,53x10-3
4. 0,010 M 3,75x10-3 533,33 1,88x10-3
5. 0,012 M 3,84x10-3 520,83 1,92x10-3
d. Temperatur 45˚C
No. Konsentrasi
Arus
Listrik (A)Hambatan
(Ω)
Daya
Hantar
Listrik (Ω-1)
kkmln
kkm1/T
1. 0,004 M 1,80x10-3 1111,11 9,00x10-4
5,45.10-3 -5,21
0,003142. 0,006 M 2,73x10-3 732,60 1,36x10-3
3. 0,008 M 3,59x10-3 557,10 1,80x10-3
4. 0,010 M 3,75x10-3 533,33 1,88x10-3
5. 0,012 M 4,15x10-3 418,91 2,08x10-3
e. Temperatur 50˚C
No. Konsentrasi
Arus
Listrik (A)Hambatan
(Ω)
Daya
Hantar
Listrik (Ω-1)
kkmln
kkm1/T
1. 0,004 M 1,84x10-3 1086,96 9,20x10-4
4,93.10-3 -5,31
0,003092. 0,006 M 2,75x10-3 727,27 1,38x10-3
3. 0,008 M 3,33x10-3 600,60 1,66x10-3
4. 0,010 M 3,85x10-3 519,48 1,92x10-3
5. 0,012 M 4,55x10-3 439,56 2,28x10-3
f. Nilai Entalpi Miselisasi (∆H)
No.Temperatur
(K) 1/Tkkm ln kkm ∆H
1. 301,15 0,00332 3,51.10-3 -5,65
-12,56 kJ/mol.K
2. 308,15 0,00324 4,94.10-3 -5,31
3. 313,15 0,00319 5,08.10-3 -5,28
4. 318,15 0,00314 5,45.10-3 -5,21
5. 323,15 0,00309 4,93.10-3 -5,31
3.2 Pembahasan
Percobaan kali ini yaitu tentang konsentrasi kritis misel, dimana pada
percobaan ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi kritis misel
surfaktan pada pelarut air dan menentukan harga entalpinya. Konsentrasi
kritis misel (kkm) merupakan suatu keadaan dimana misel mulai
terbentuk. Misel itu sendiri merupakan penggabungan dari ion-ion
surfaktan yang merupakan zat pengaktif permukaan atau dari monomer-
monomer surfaktan yang memiliki rantai hidrokarbon yang tidak menyukai
air atau lebih menyukai minyak (bersifat hidrofobik) yang akan menuju ke
bagian dalam misel dan akan meninggalkan gugus hidrofilik (bagian yang
menyukai air). Percobaan konsentrasi kritis misel ini menggunakan
surfaktan sodium dedosil sulfat (SDS) yang diukur daya hantar listriknya
dengan menggunakan alat konduktometer. Konduktometer dapat
mengukur daya hantar listrik yang dihasilkan oleh surfaktan karena
konduktometer dapat mengubah energi mekanik menjadi energi listrik
pada larutan surfaktan tersebut. Prinsip kerja alat konduktometer pada
dasarnya yaitu pada bagian konduktor yang dicelupkan dalam larutan
akan menerima rangsang dari ion-ion yang menyentuh permukaan
konduktor tersebut, yang kemudian hasilnya akan diproses dan
dilanjutkan dalam bentuk output yaitu berupa angka yang tertera pada
layar kaca konduktometer.
Langkah pertama yang dilakukan yaitu pengenceran larutan sodium
dedosil sulfat (SDS) induk 0,1 M dengan menggunakan akuades. Larutan
induk SDS ketika percobaan telah tersedia sehingga langsung dilakukan
pengenceran. Larutan induk SDS 0,1 M diencerkan menjadi konsentrasi
0,004 M; 0,006 M; 0,008M; 0,010 M; dan 0,012 M. Larutan SDS yang telah
diencerkan kemudian masing-masing diambil sebanyak 20 mL dan
dimasukkan ke dalam gelas beaker. Larutan SDS tersebut kemudian
diukur daya hantar listriknya pada variasi temperatur 28˚C, 35˚C, 40˚C,
45˚C, dan 50˚C menggunakan alat konduktometer dengan tegangan
sebesar 2 V. Alat konduktometer dikalibrasi terlebih dahulu dengan
larutan KCl sebelum digunakan untuk mengukur daya hantar listrik pada
masing-masing larutan. Larutan KCl digunakan untuk kalibrasi alat
konduktometer karena KCl merupakan elektrolit kuat sehingga dapat
menstabilkan konduktometer dan larutan KCl juga mempunyai nilai daya
hantar listrik yang telah diketahui pada berbagai temperatur sehingga
tetapan alatnya dapat ditentukan. Nilai daya hantar listrik larutan KCl
pada temperatur ruang yaitu 27˚C sebesar 13,37Ω−1.
Alat konduktometer setelah dikalibrasi kemudian digunakan untuk mengukur daya hantar
listrik pada masing-masing larutan SDS. Konduktor dicelupkan pada masing-
masing larutan SDS dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0,004 M;
0,006 M; 0,008M; 0,010 M; dan 0,012 M. Larutan SDS yang diukur daya
hantar listriknya di mulai dari temperatur ruangan yaitu 28˚C yang
kemudian larutan SDS dipanaskan dalam water bath secara berkala
hingga diperoleh variasi temperatur 35˚C, 40˚C, 45˚C, dan 50˚C. Variasi
konsentrasi dan temperatur ini bertujuan agar dapat mengetahui
pengaruh konsentrasi dan temperatur terhadap daya hantar listrik larutan
SDS. Angka yang muncul pada alat konduktometer merupakan kuat arus
larutan SDS dalam satuan mA. Arus listrik yang diperoleh untuk masing-
masing konsentrasi dan variasi temperatur yaitu seperti pada data hasil
percobaan, dimana berdasarkan data arus listrik tersebut dapat
ditentukan daya hantar listrik pada masing-masing larutan.
Data daya hantar listrik yang diperoleh berdasarkan percobaan yaitu
meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi larutan. Daya hantar
listrik yang diperoleh tersebut kemudian dapat digunakan untuk membuat
grafik hubungan antara daya hantar listrik (konduktivitas) dengan
konsentrasi untuk masing-masing temperatur. Grafik hubungan antara
daya hantar listrik (konduktivitas) lawan konsentrasi pada temperatur
28˚C adalah sebagai berikut:
0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.0140
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
f(x) = 210 x + 0.519999999999998R² = 1
f(x) = 254.5 x + 0.363999999999995R² = 0.977000527943284
Grafik pada Temperatur 28˚C
Y (konduktivitas)Linear (Y (konduktivitas))Series4Linear (Series4)Series6
Konsentrasi
Kond
uktiv
itas
Grafik 3.1 Hubungan konduktivitas dengan konsentrasi pada temperatur
28˚C
Grafik di atas menunjukkan hubungan antara daya hantar listrik
(konduktivitas) dengan konsentrasi pada temperatur ruang yaitu 28˚C.
Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa daya hantar listrik
(konduktivitas) akan meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi
larutan SDS. Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi larutan, maka
akan semakin banyak ion-ion dari larutan yang menyentuh konduktor dan
akan mengakibatkan daya hantar listriknya juga akan semakin meningkat.
Masing-masing larutan kemudian dipanaskan hingga temperatur 35˚C
dalam water bath, setelah itu masing-masing larutan diukur kuat arus
listriknya dengan menggunakan alat konduktometer yaitu dengan cara
mencelupkan konduktor dalam masing-masing larutan yang telah
dipanaskan tersebut. Berdasarkan data hasil percobaan, daya hantar
listrik yang diperoleh meningkat seiring dengan bertambahnya
konsentrasi larutan. Data hasil daya hantar listrik pada masing-masing
larutan tersebut kemudian digunakan untuk membuat grafik hubungan
antara daya hantar listrik (konduktivitas) dengan konsentrasi pada
temperatur 35˚C.
Grafik hubungan antara daya hantar listrik (konduktivitas) dengan
konsentrasi pada temperatur 35˚C adalah sebagai berikut:
0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.0140
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
f(x) = 485 x − 0.440000000000006R² = 1
f(x) = 251 x + 0.715999999999995R² = 0.9532174360371
Grafik pada Temperatur 35˚C
Y (kondutivitas)Linear (Y (kondutivitas))Series4Linear (Series4)Series6
Konsentrasi
Kond
uktiv
itas
Grafik 3.2 Hubungan konduktivitas dengan konsentrasi pada temperatur
35˚C
Berdasarkan grafik di tersebut dapat diketahui bahwa daya hantar listrik
(konduktivitas) akan meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi
larutan SDS. Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi larutan, maka
akan semakin banyak ion-ion dari larutan yang menyentuh konduktor dan
akan mengakibatkan daya hantar listriknya juga akan semakin meningkat.
Masing-masing larutan kemudian dipanaskan hingga temperatur 40˚C
dalam water bath, setelah itu masing-masing larutan diukur kuat arus
listriknya dengan konduktometer. Daya hantar listrik (konduktivitas) yang
diperoleh berdasarkan data percobaan kemudian dibuat grafik hubungan
antara daya hantar listrik (konduktivitas) dengan konsentrasi sebagai
berikut:
0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.0140
0.51
1.52
2.53
3.54
4.5
f(x) = 500 x − 0.350000000000005R² = 1
f(x) = 274 x + 0.797999999999995R² = 0.933723027174927
Grafik pada Temperatur 40˚C
Y (kondukivitas)Linear (Y (kondukivitas))Series4Linear (Series4)Series6
Konsentrasi
Kond
uktiv
itas
Grafik 3.3 Hubungan konduktivitas dengan konsentrasi pada temperatur 40˚C
Berdasarkan grafik di tersebut dapat diketahui bahwa daya hantar listrik
(konduktivitas) akan meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi
larutan SDS. Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi larutan, maka
akan semakin banyak ion-ion dari larutan yang menyentuh konduktor dan
akan mengakibatkan daya hantar listriknya juga akan semakin meningkat.
Masing-masing larutan kemudian dipanaskan kembali hingga
temperatur 45˚C dalam water bath, yang kemudian masing-masing
larutan diukur kuat arus listriknya dengan konduktometer. Daya hantar
listrik (konduktivitas) yang diperoleh berdasarkan data percobaan
kemudian dibuat grafik hubungan antara daya hantar listrik
(konduktivitas) dengan konsentrasi sebagai berikut:
0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.0140
0.51
1.52
2.53
3.54
4.5
f(x) = 465 x − 0.0600000000000045R² = 1
f(x) = 286.000000000001 x + 0.915999999999994R² = 0.924791968162085
Grafik pada Temperatur 45˚C
Y (kondukivitas)Linear (Y (kondukivitas))Series4Linear (Series4)Series6
Konsentrasi
Kond
uktiv
itas
Grafik 3.4 Hubungan konduktivitas dengan konsentrasi pada temperatur
45˚C
Berdasarkan grafik di tersebut dapat diketahui bahwa daya hantar listrik
(konduktivitas) akan meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi
larutan SDS. Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi larutan, maka
akan semakin banyak ion-ion dari larutan yang menyentuh konduktor dan
akan mengakibatkan daya hantar listriknya juga akan semakin meningkat.
Masing-masing larutan kemudian dipanaskan kembali dalam water
bath hingga temperatur larutan menjadi 50˚C. Masing-masing larutan
kemudian diukur kuat arus listriknya dengan menggunakan alat
konduktometer. Daya hantar listrik (konduktivitas) pada masing-masing
larutan yang diperoleh berdasarkan data percobaan meningkat seiring
dengan bertambahnya konsentrasi larutan. Hasil daya hantar listrik
tersebut kemudian dibuat grafik hubungan antara daya hantar listrik
(konduktivitas) dengan konsentrasi.
Grafik hubungan antara daya hantar listrik (konduktivitas) dengan
konsentrasi pada temperatur 50˚C adalah sebagai berikut:
0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.0140
0.51
1.52
2.53
3.54
4.55
f(x) = 455 x + 0.019999999999996R² = 1
f(x) = 326 x + 0.655999999999994R² = 0.990106020235145
Grafik pada Temperatur 50˚C
Y (kondukivitas)Linear (Y (kondukivitas))Series4Linear (Series4)Series6
Konsentrasi
Kond
uktiv
itas
Grafik 3.5 Hubungan konduktivitas dengan konsentrasi pada temperatur 50˚C
Berdasarkan grafik di tersebut dapat diketahui bahwa daya hantar listrik
(konduktivitas) akan meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi
larutan SDS. Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi larutan, maka
akan semakin banyak ion-ion dari larutan yang menyentuh konduktor dan
akan mengakibatkan daya hantar listriknya juga akan semakin meningkat.
Berdasarkan kelima grafik hubungan antara daya hantar listrik
(konduktivitas) dengan konsentrasi tersebut dapat diketahui bahwa daya
hantar listrik (konduktivitas) larutan SDS sebanding dengan konsentrasi
larutan SDS, dimana daya hantar listrik (konduktivitas) larutan SDS akan
bertambah seiring dengan meningkatnya konsentrasi larutan yang
disebabkan semakin banyaknya zat yang terlarut dalam larutan dan
semakin banyaknya ion-ion dari larutan yang menyentuh konduktor
sehingga akan mengakibatkan daya hantar listrik larutan juga akan
semakin meningkat. Garis berwarna merah pada grafik menunjukkan
larutan SDS pada saat konsentrasi rendah (di bawah konsentrasi kritis
misel), sedangkan garis berwarna biru menunjukkan adanya peningkatan
konsentrasi larutan SDS. Perpotongan antara garis berwarna merah
dengan garis berwarna biru merupakan konsentrasi kritis misel (kkm).
Konsentrasi kritis misel yaitu suatu titik baik antar muka maupun dalam
cairan menjadi jenuh dengan monomer, dimana dalam konsentrasi kritis
misel (kkm) ini misel mulai terbentuk. Konsentrasi SDS yang terus
dinaikkan maka ion-ion dalam larutan SDS akan beragregasi membentuk
misel.
Konsentrasi SDS yang terus ditambah akan menyebabkan konsentrasi
SDS yang mengalami adsorpsi pada antar muka juga akan bertambah.
Larutan SDS yang merupakan surfaktan mempunyai gugus polar yang
suka terhadap air (hidrofilik) dan gugus non polar yang tidak suka
terhadap air (hidrofobik). Gugus polar molekulnya dapat bermuatan
positif, negatif ataupun netral. Bagian hidrofilik inilah yang berperan untuk
menghantarkan listrik pada misel. Misel yang terbentuk semakin banyak,
maka akan semakin banyak ion-ion dari larutan yang menyentuh
konduktor sehingga daya hantar listriknya akan semakin besar.
Nilai daya hantar listrik (konduktivitas) yang diperoleh berdasarkan
percobaan bertambah seiring dengan meningkatnya temperatur, yang
menunjukkan bahwa daya hantar listrik juga dapat dipengaruhi oleh
temperatur. Hal ini disebabkan karena dengan semakin meningkatnya
temperatur, maka gerakan partikel akan menjadi lebih cepat. Partikel-
partikel ini secara tidak langsung akan mendapatkan tambahan energi
dari luar, sehingga energi kinetik suatu partikel akan semakin besar yang
menyebabkan tumbukan antar partikel ion maupun dengan konduktor
akan semakin cepat dan konduktor akan semakin sering menerima
sentuhan dari ion-ion larutan. Hasil percobaan yang diperoleh pada
temperatur 45˚C dan 50˚C terjadi penurunan nilai daya hantar listrik pada
konsentrasi 0,008 M yang mungkin disebabkan temperatur pada larutan
telah menurun ketika diukur konduktivitasnya, sehingga nilai arus listrik
yang terbaca pada konduktometer menurun ketika pada temperatur 50˚C.
Konsentrasi kritis misel (kkm) merupakan konsentrasi mulai
terbentuknya misel. Nilai konsentrasi kritis misel (kkm) dapat ditentukan
dari grafik hubungan antara daya hantar listrik (konduktivitas) dengan
konsentrasi yaitu dengan persamaan y = mx + c, dimana dalam
percobaan diperoleh nilai kkm sebesar 3,51.10-3 (temperatur 28˚C); 4,94.10-3
(temperatur 35˚C); 5,08.10-3 (temperatur 40˚C); 5,45.10-3 (temperatur 45˚C),
dan 4,93.10-3 (temperatur 50˚C). Nilai kkm yang diperoleh tersebut dapat
digunakan untuk menentukan harga entalpi miselisasi dengan cara
membuat grafik hubungan antara ln kkm dengan 1/T. Grafik hubungan
antara ln kkm dengan 1/T yang diperoleh berdasarkan percobaan adalah
sebagai berikut:
0.003 0.0031 0.0032 0.0033 0.0034
-5.7-5.6-5.5-5.4-5.3-5.2-5.1
-5-4.9
f(x) = − 1511.34930643119 x − 0.521727616645914R² = 0.61568733642345
Grafik Hubungan ln kkm dengan 1/T
Series2Linear (Series2)
1/T
ln k
km
Grafik 3.6 Hubungan ln kkm dengan 1/T
Berdasarkan grafik hubungan antara ln kkm dengan 1/T tersebut
terjadi penurunan pada temperatur 323,15 K. Hal ini kemungkinan
disebabkan temperatur yang diukur daya hantar listriknya lebih kecil dari
temperatur yang ditentukan, sehingga akan berpengaruh terhadap
konsentrasi kritis misel (kkm) yang diperoleh. Proses pemindahan larutan
dalam gelas beaker dari tempat pemanasan ke tempat pengukuran daya
hantar listrik (konduktivitas) juga dapat menyebabkan hilangnya kalor
selama proses pemindahan, sehingga energinya akan berkurang dan daya
hantar listriknya tidak sesuai yang diharapkan. Harga entalpi miselisasi
berdasarkan grafik tersebut diperoleh sebesar -12,56 kJ/mol.K. Tanda
negatif menunjukkan bahwa sistem melepaskan kalor ke lingkungan
(reaksi eksotermik).
Menurut Atkins (1997), harga entalpi miselisasi bernilai positif yang
menunjukkan bahwa pada proses pembentukkan misel merupakan reaksi
endotermik atau menyerap kalor dari lingkungan. Harga entalpi miselisasi
yang bernilai positif ini menunjukkan adanya konstribusi pelarut pada
entropi dan molekul akan bergerak bebas setelah molekul zat terlarut
berkumpul menjadi kumpulan kecil yang dapat menghantarkan arus
listrik. Perbedaan hasil percobaan dengan teori yang ada ini mungkin
disebabakan oleh kesalahan praktikan yang kurang teliti ketika melakukan
percobaan.
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan konsentrasi kritis misel
ini adalah konsentrasi kritis misel (kkm) merupakan konsentrasi dimana
mulai terbentuknya misel. Misel dapat terbentuk apabila berada dibawah
titik kkm. Daya hantar suatu larutan dapat dipengaruhi oleh konsentrasi
dan temperatur, dimana semakin meningkat konsentrasi dan temperatur
maka semakin banyak ion-ion yang terlarut dalam larutan sehingga
tumbukan antar partikel semakin sering terjadi dan ion-ion yang
menyentuh konduktor lebih banyak sehingga daya hantar listriknya akan
menjadi lebih besar. Harga entalpi miselisasi yang diperoleh yaitu sebesar
-12,56 kJ/mol.K.
4.2 Saran
Praktikan sebaiknya lebih teliti dalam melakukan percobaan
konsentrasi kritis misel ini, agar hasil yang diperoleh sesuai dan tidak
menyimpang dengan teori yang ada. Selain itu, praktikan juga sebaiknya
lebih teliti dan cermat lagi ketika pembacaan data pada alat
konduktometer dan ketika pengukuran larutan pada temperatur tertentu
agar temperatur sesuai dengan yang dikehendaki.
DAFTAR PUSTAKA
Alfaruqi, H. 2008. Pengaruh Konsentrasi Hidrogen. Jakarta: Universitas Indonesia.
Anonim. 2015. Akuades. http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927321. [Serial
Online]. Diakses 12 April 2015.
Anonim. 2015. Sodium Dedosil Sulfat. http://id.wikipedia.org/wiki/Natrium_dodesil_sulfat.
[ Serial Online]. Diakses 12 April 2015.
Atkins, P.W. 1997. Kimia Fisika Jilid I Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.
Bird, T.1993. Kimia Fisika Universitas. Jakarta: Erlangga.
Hendayana, Sumar. 1994. Kimia Analitik Instrumen. Semarang: IKIP Semarang Press.
Lindman, B. dan Stilbs, P. 1984. Surfactants in Solution. New York: Plenum Press.
Tim Kimia Fisik. 2015. Penuntun Praktikum Kimia Fisik I. Jember: Universitas Jember.
LAMPIRAN
Perhitungan:
1. Pembuatan Larutan SDS Induk 0,1 M mol SDS yang digunakan
Volume labu ukur yang digunakan 250 ml
M = mol
volume
0,1 M = mol
250 mL
mol = 1mol
0,250 L
= 0,025 mol
Massa SDS yang dibutuhkan
mol = massa
Mr SDS
0,025 mol = massa
288.372 g /mol
massa = 0,025 mol x 288,372 g/mol
= 7,209 gram
2. Pengenceran Larutan SDS Induk 0,1 M
a. Konsentrasi SDS 0,004 M
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 0,1 M = 100 ml x 0,004 M
V1 = 4 mL
b. Konsentrasi SDS 0,006 M
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 0,1 M = 100 ml x 0,006 M
V1 = 6 mL
c. Konsentrasi SDS 0,008 M
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 0,1 M = 100 ml x 0,008 M
V1 = 8 mL
d. Konsentrasi SDS 0,01 M
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 0,1 M = 100 ml x 0,01 M
V1 = 10 mL
e. Konsentrasi SDS 0,012 M
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 0,1 M = 100 ml x 0,012 M
V1 = 12 mL
3. Perhitungan Hambatan dan Daya Hantar Listrik
a. Temperatur 28˚C
Larutan SDS 0,004 M
V = 2V
I = 1,36 x 10-3 A
R =VI
=2 V1,36×10-3 A
=1470,59 Ω
Daya Hantar Listrik=1R
=11470,59 Ω
=6 ,80×10−4 Ω−1
Larutan SDS 0,006 M
V = 2V
I = 1,78 x 10-3 A
R =VI
=2 V1,78×10-3 A
=1123,59 Ω
Daya Hantar Listrik=1R
=11123,59 Ω
=8 ,90×10−4 Ω−1
Larutan SDS 0,008 M
V = 2V
I = 2,60 x 10-3 A
R =VI
=2 V2,60×10-3 A
=769,23 Ω
Daya Hantar Listrik=1R
=1769,23 Ω
=1 ,30×10−3Ω−1
Larutan SDS 0,010 M
V = 2V
I = 2,93 x 10-3 A
R =VI
=2 V2,93×10-3 A
=682,59 Ω
Daya Hantar Listrik=1R
=1682,59 Ω
=1 ,59×10−3 Ω−1
Larutan SDS 0,012 M
V = 2V
I = 3,33 x 10-3 A
R =VI
=2 V3,33×10-3 A
=600,60 Ω
Daya Hantar Listrik=1R
=1600,60 Ω
=1 ,66×10−3Ω−1
b. Temperatur 35˚C
Larutan SDS 0,004 M
V = 2V
I = 1,50 x 10-3 A
R =VI
=2 V1,50×10-3 A
=1333,33 Ω
Daya Hantar Listrik=1R
=11333,33 Ω
=7 ,50×10−4Ω−1
Larutan SDS 0,006 M
V = 2V
I = 2,47 x 10-3 A
R =VI
=2 V2,47×10-3 A
=809,72 Ω
Daya Hantar Listrik=1R
=1809,72 Ω
=1 ,23×10−3Ω−1
Larutan SDS 0,008 M
V = 2V
I = 2,80 x 10-3 A
R =VI
=2 V2,80×10-3 A
=714,28 Ω
Daya Hantar Listrik=1R
=1714,28 Ω
=1 ,40×10−3Ω−1
Larutan SDS 0,010 M
V = 2V
I = 3,21 x 10-3 A
R =VI
=2 V3,21×10-3 A
=623,05 Ω
Daya Hantar Listrik=1R
=1623,05 Ω
=1 ,60×10−3Ω−1
Larutan SDS 0,012 M
V = 2V
I = 3,64 x 10-3 A
R =VI
=2 V3,64×10-3 A
=594,45 Ω
Daya Hantar Listrik=1R
=1594,45 Ω
=1 ,68×10−3Ω−1
c. Temperatur 40˚C
Larutan SDS 0,004 M
V = 2V
I = 1,65 x 10-3 A
R =VI
=2 V1,65×10-3 A
=1212,12 Ω
Daya Hantar Listrik=1R
=11212,12 Ω
=8 ,25×10−4 Ω−1
Larutan SDS 0,006 M
V = 2V
I = 2,65 x 10-3 A
R =VI
=2 V2,65×10-3 A
=754,72 Ω
Daya Hantar Listrik=1R
=1754,72 Ω
=1 ,32×10−3Ω−1
Larutan SDS 0,008 M
V = 2V
I = 3,06 x 10-3 A
R =VI
=2 V3,06×10-3 A
=653,59 Ω
Daya Hantar Listrik=1R
=1653,59 Ω
=1 ,53×10−3Ω−1
Larutan SDS 0,010 M
V = 2V
I = 3,75 x 10-3 A
R =VI
=2 V3,75×10-3 A
=533,33 Ω
Daya Hantar Listrik=1R
=1533,33 Ω
=1 ,88×10−3Ω−1
Larutan SDS 0,012 M
V = 2V
I = 3,84 x 10-3 A
R =VI
=2 V3,84×10-3 A
=520,83 Ω
Daya Hantar Listrik=1R
=1520,83 Ω
=1 ,92×10−3Ω−1
d. Temperatur 45˚C
Larutan SDS 0,004 M
V = 2V
I = 1,80 x 10-3 A
R =VI
=2 V1,80×10-3 A
=1111,11 Ω
Daya Hantar Listrik=1R
=11111,11 Ω
=9 ,00×10−4 Ω−1
Larutan SDS 0,006 M
V = 2V
I = 2,73 x 10-3 A
R =VI
=2 V2,73×10-3 A
=732,60 Ω
Daya Hantar Listrik=1R
=1732,60 Ω
=1 ,36×10−3Ω−1
Larutan SDS 0,008 M
V = 2V
I = 3,59 x 10-3 A
R =VI
=2 V3,59×10-3 A
=557,10 Ω
Daya Hantar Listrik=1R
=1557,10 Ω
=1 ,80×10−3Ω−1
Larutan SDS 0,010 M
V = 2V
I = 3,75 x 10-3 A
R =VI
=2 V3,75×10-3 A
=533,33 Ω
Daya Hantar Listrik=1R
=1533,33 Ω
=1 ,88×10−3Ω−1
Larutan SDS 0,012 M
V = 2V
I = 4,15 x 10-3 A
R =VI
=2 V4,15×10-3 A
=481,93 Ω
Daya Hantar Listrik=1R
=1481,93 Ω
=2 ,08×10−3Ω−1
e. Temperatur 50˚C
Larutan SDS 0,004 M
V = 2V
I = 1,84 x 10-3 A
R =VI
=2 V1,84×10-3 A
=1086,96 Ω
Daya Hantar Listrik=1R
=11086,96 Ω
=9 ,20×10−4 Ω−1
Larutan SDS 0,006 M
V = 2V
I = 2,75 x 10-3 A
R =VI
=2 V2,75×10-3 A
=727,27 Ω
Daya Hantar Listrik=1R
=1727,27 Ω
=1 ,38×10−3Ω−1
Larutan SDS 0,008 M
V = 2V
I = 3,33 x 10-3 A
R =VI
=2 V3,33×10-3 A
=600,60 Ω
Daya Hantar Listrik=1R
=1600,60 Ω
=1 ,66×10−3Ω−1
Larutan SDS 0,010 M
V = 2V
I = 3,85 x 10-3 A
R =VI
=2 V3,85×10-3 A
=519,48 Ω
Daya Hantar Listrik=1R
=1519,48 Ω
=1 ,92×10−3Ω−1
Larutan SDS 0,012 M
V = 2V
I = 4,55 x 10-3 A
R =VI
=2 V4,55×10-3 A
=439,56 Ω
Daya Hantar Listrik=1R
=1439,56 Ω
=2 ,28×10−3Ω−1
4. Grafik Hubungan Konduktivitas dengan Konsentrasi
a. Grafik hubungan konduktivitas dengan konsentrasi pada temperatur 28˚C
Konsentrasi Konduktivitas
0.004 M 6,80x10-4
0.006 M 8,90x10-4
0.008 M 1,30x10-3
0.010 M 1,59x10-3
0.012 M 1,66x10-3
0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.0140
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
f(x) = 210 x + 0.519999999999998R² = 1
f(x) = 254.5 x + 0.363999999999995R² = 0.977000527943284
Grafik pada Temperatur 28˚C
Y (konduktivitas)Linear (Y (konduktivitas))Series4Linear (Series4)Series6
Konsentrasi
Kond
uktiv
itas
b. Grafik hubungan konduktivitas dengan konsentrasi pada temperatur 35˚C
Konsentrasi Konduktivitas
0.004 M 7,50x10-4
0.006 M 1,23x10-3
0.008 M 1,40x10-3
0.010 M 1,60x10-3
0.012 M 1,68x10-3
0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.0140
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
f(x) = 485 x − 0.440000000000006R² = 1
f(x) = 251 x + 0.715999999999995R² = 0.9532174360371
Grafik pada Temperatur 35˚C
Y (kondutivitas)Linear (Y (kondutivitas))Series4Linear (Series4)Series6
Konsentrasi
Kond
uktiv
itas
c. Grafik hubungan konduktivitas dengan konsentrasi pada temperatur 40˚C
Konsentrasi Konduktivitas
0.004 M 8,25x10-4
0.006 M 1,32x10-3
0.008 M 1,53x10-3
0.010 M 1,88x10-3
0.012 M 1,92x10-3
0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.0140
0.51
1.52
2.53
3.54
4.5
f(x) = 500 x − 0.350000000000005R² = 1
f(x) = 274 x + 0.797999999999995R² = 0.933723027174927
Grafik pada Temperatur 40˚C
Y (kondukivitas)Linear (Y (kondukivitas))Series4Linear (Series4)Series6
Konsentrasi
Kond
uktiv
itas
d. Grafik hubungan konduktivitas dengan konsentrasi pada temperatur 45˚C
Konsentrasi Konduktivitas
0.004 M 9,00x10-4
0.006 M 1,36x10-3
0.008 M 1,80x10-3
0.010 M 1,88x10-3
0.012 M 2,08x10-3
0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.0140
0.51
1.52
2.53
3.54
4.5
f(x) = 465 x − 0.0600000000000045R² = 1
f(x) = 286.000000000001 x + 0.915999999999994R² = 0.924791968162085
Grafik pada Temperatur 45˚C
Y (kondukivitas)Linear (Y (kondukivitas))Series4Linear (Series4)Series6
Konsentrasi
Kond
uktiv
itas
e. Grafik hubungan konduktivitas dengan konsentrasi pada temperatur 50˚C
Konsentrasi Konduktivitas
0.004 M 9,20x10-4
0.006 M 1,38x10-3
0.008 M 1,66x10-3
0.010 M 1,92x10-3
0.012 M 2,28x10-3
0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.0140
0.51
1.52
2.53
3.54
4.55
f(x) = 455 x + 0.019999999999996R² = 1
f(x) = 326 x + 0.655999999999994R² = 0.990106020235145
Grafik pada Temperatur 50˚C
Y (kondukivitas)Linear (Y (kondukivitas))Series4Linear (Series4)Series6
Konsentrasi
Kond
uktiv
itas
5. Grafik hubungan temperatur dengan ln kkm
a. Nilai ln kkm dan 1T
pada temperatur 28˚C
y1 = 254,5x + 0,364
y2 = 210x + 0,52
y1 = y2
254,5x + 0,364 = 210x + 0,52
254,5x - 210x = 0,52 - 0,364
44,5x = 0,156
x = 3,51.10-3
kkm = 3,51.10-3
ln kkm = -5,65
T = 28˚C
1T
= 1
301,15 = 0,00332
b. Nilai ln kkm dan 1T
pada temperatur 35˚C
y1 = 251x + 0,716
y2 = 485x - 0,44
y1 = y2
251x + 0,716= 485x - 0,44
251x - 485x = -0,716- 0,44
-234x = -1,156
x = 4,94.10-3
kkm = 4,94.10-3
ln kkm = -5,31
T = 35˚C
1T
= 1
308,15 = 0,00324
c. Nilai ln kkm dan 1T
pada temperatur 40˚C
y1 = 274x + 0,798
y2 = 500x - 0,35
y1 = y2
274x + 0,798= 500x - 0,35
274x - 500x = -0,35- 0,798
-226x = -1,148
x = 5,08.10-3
kkm = 5,08.10-3
ln kkm = -5,28
T = 40˚C
1T
= 1
313,15 = 0,00319
d. Nilai ln kkm dan 1T
pada temperatur 45˚C
y1 = 286x + 0,916
y2 = 465x – 0,06
y1 = y2
286x + 0,916 = 465x – 0,06
286x - 465x = -0,06- 0,916
-179x = -0,976
x = 5,45.10-3
kkm = 5,45.10-3
ln kkm = -5,21
T = 45˚C
1T
= 1
318,15 = 0,00314
e. Nilai ln kkm dan 1T
pada temperatur 50˚C
y1 = 326x + 0,656
y2 = 455x + 0,02
y1 = y2
326x + 0,656 = 455x + 0,02
326x - 455x = 0,02- 0,656
-129x = -0,636
x = 4,93.10-3
kkm = 4,93.10-3
ln kkm = -5,31
T = 50˚C
1T
= 1
323,15 = 0,00309
T (K) 1/T kkm ln kkm
301,15 0,00332 3,51.10-3 -5,65
308,15 0,00324 4,94.10-3 -5,31
313,15 0,00319 5,08.10-3 -5,28
318,15 0,00314 5,45.10-3 -5,21
323,15 0,00309 4,93.10-3 -5,31
0.003 0.0031 0.0032 0.0033 0.0034
-5.7-5.6-5.5-5.4-5.3-5.2-5.1
-5-4.9
f(x) = − 1511.34930643119 x − 0.521727616645914R² = 0.61568733642345
Grafik Hubungan ln kkm dengan 1/T
Series2Linear (Series2)
1/T
ln k
km
6. Menghitung Harga ∆ H
In kkm = ∆ HRT
+ C
y = m x + C
y = -1511x - 0,521
m = ∆ H
R
= -1511
ΔH = m. R
= -1511 x 8,314 J/mol.K
= -12562,45 J/mol.K
= -12,56 kJ/mol.K