65
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman menghasilkan metabolit primer dan sekunder. Metabolit primer merupakan dasar untuk pertumbuhan dan reproduksi untuk sel tanaman itu sendiri, sedangkan metabolit sekunder merupakan metabolit sampingan. Metabolit sekunder tidak begitu dipentingkan bagi tanaman itu sendiri, melainkan hanya sebagai penunjang untuk proses adaptasi, perlindungan diri, serta untuk berinteraksi dengan lingkungan. Metabolit sekunder dari tanaman banyak berfungsi bagi kehidupan manusia, antara lain sebagai bahan baku obat, kosmetika, dan sebagainya. Metabolit sekunder tersebut, antara lain adalah alkaloid, triterpen, terpenoid, senyawa fenol, dan minyak atsiri (Crocomo dkk, 1981) Sampai saat ini masih sedikit senyawa metabolit sekunder yang telah diproduksi melalui kultur jaringan secara komersial. Beberapa contoh senyawa metabolit sekunder yang diperoleh dari budidaya kultur jaringan tanaman, antaralain yaitu : Produksi Shikonin yaitu suatu senyawa napthaquinon yang digunakan sebagai bahan perwarna dan bahan obat- obatan telah diproduksi dalam skala komersial oleh Mitsui Petrochemical Co. Shikonin ini tergolong mahal dengan harga mencapai $ 5.000 per kilogram . Shikonin ini diproduksi dari Lithospermum erythrorhizon. Page | 1

Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

  • Upload
    hrzfir

  • View
    1.137

  • Download
    10

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tanaman menghasilkan metabolit primer dan sekunder. Metabolit primer

merupakan dasar untuk pertumbuhan dan reproduksi untuk sel tanaman itu

sendiri, sedangkan metabolit sekunder merupakan metabolit sampingan.

Metabolit sekunder tidak begitu dipentingkan bagi tanaman itu sendiri, melainkan

hanya sebagai penunjang untuk proses adaptasi, perlindungan diri, serta untuk

berinteraksi dengan lingkungan.

Metabolit sekunder dari tanaman banyak berfungsi bagi kehidupan

manusia, antara lain sebagai bahan baku obat, kosmetika, dan sebagainya.

Metabolit sekunder tersebut, antara lain adalah alkaloid, triterpen, terpenoid,

senyawa fenol, dan minyak atsiri (Crocomo dkk, 1981)

Sampai saat ini masih sedikit senyawa metabolit sekunder yang telah

diproduksi melalui kultur jaringan secara komersial. Beberapa contoh senyawa

metabolit sekunder yang diperoleh dari budidaya kultur jaringan tanaman,

antaralain yaitu :

Produksi Shikonin yaitu suatu senyawa napthaquinon yang digunakan

sebagai bahan perwarna dan bahan obat-obatan telah diproduksi dalam

skala komersial oleh Mitsui Petrochemical Co. Shikonin ini tergolong

mahal dengan harga mencapai $ 5.000 per kilogram . Shikonin ini

diproduksi dari Lithospermum erythrorhizon.

Produksi nikotin dalam konsentrasi tinggi dari beberapa kalus Nicotiana

Produksi berberin dari Coptis japonica, coumarin dari Cichorium intybus

L. cv. Lucknow

(Hendaryono dan Wijayani 1999 1999, Adnane dkk. 2001, Bais dkk. 2001,

Kazufumi 2001).

Produksi metabolit sekunder oleh tanaman sangat terbatas, karena tidak

semua tanaman dapat menghasilkan metabolit sekunder yang bermanfaat,

hanya terbatas pada kelompok suku tertentu saja. Faktor lain yang turut

berpengaruh adalah sempitnya lahan untuk budidaya, habitat yang sesuai

untuk tumguhnya tanaman, musim, cuaca, suhu. Oleh karena itu, tanaman

Page | 1

Page 2: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

serta metabolit sekunder yang dihasilkan mempunyai nilai ekonomi yang

tinggi.

Permasalahan seperti itu, dapat diatasi dengan budidaya alternative,

yaitu budidaya dengan kultur jaringan tanaman. Kultur jaringan tanaman

memiliki banya keunggulan bila dibandingkan dengan cara konvensional.

Keunggulannya yaitu:

1. Pengadaan bibit tidak tergantung musim

2. Bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif

lebih cepat (dari satu mata tunas yang sudah respon dalam 1 tahun

dapat dihasilkan minimal 10.000 planlet/bibit)

3. Bibit yang dihasilkan seragam

4. Bibit yang dihasilkan bebas penyakit (menggunakan organ tertentu)

5. Biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah dan mudah

6. Dalam proses pembibitan bebas dari gangguan hama, penyakit, dan

gangguan lingkunan lainnya.

Meskipun memiliki kelebihan di atas, teknik ini membutuhkan ketrampilan

dan alat khusus dalam melakukannya. Untuk itu perlu mengetahui terlebih dahulu

pengetahuan tentang perkembangan produksi senyawa metabolik sekunder

melalui kultur jaringan, prosedur produksi senyawa metabolik senyawa metabolik

melalui kultur jaringan, dan teknik peningkatan produksi metabolik sekunder

melalui kultur jaringan

Kultur jaringan tanaman pertama kali berhasil dilakukan oleh White pada

tahun 1934. Pada tahun 1939, Whiter melaporkan keberhasilannya dalam

membuat kultur kalus dari wortel dan tembakau. Pada tahun 1957, tulisan

penting Skoog dan Miller dipublikasikan dimana mereka menyatakan bahwa

interkasi kuantitatif antara auksin dan sitokinin menentukan tipe pertumbuhan

dan morfogenik yang akan terjadi. Penelitian mereka pada tembakau

mengindikasikan bahwa perbandingan auksin dan sitokinin yang tinggi akan

menginduksi pengakaran, sedangkan rasio sebaliknya akan menginduksi

pembentukan tunas.

Temuan penting lainnya adalah hasil penelitian Morel tentang

perbanyakan anggrek melalui kultur jaringan pada tahun 1960, dan penggunaan

yang meluas media kultur dengan konsentrasi garam mineral yang tinggi,

dikembangkan oleh Murashige dan Skoog tahun 1962.

Page | 2

Page 3: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

Pada tahun 2004, seorang mahasiswa Farmasi Bahan Alam fakultas

Farmasi UGM, Amelia Indriana meneliti tentang pengaruh sukrosa terhadap

kultur kalus daun Binahong (Anredera scandens (L.) Moq). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pada konsentrasi tertentu, sukrosa mempengaruhi produksi

dari alkaloid saponin dari tanaman Binahong ( Anredera scandens L ).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Tundjung T. Handayani, mengenai

induksi pembentuka kalus bawang putih dengan IAA dan kinetin. Hasil penetilian

Pembentukan kalus bawang putih dari eksplan tunas vegetatif dan efisien

menggunakan kombinasi IAA 1,0 mg/l dan KIN 1,0 mg/l. Dengan kombinasi

tersebut dapat dicapai persentase keberhasilan pembentukan kalus 77,78%

dengan kecepatan pembentukan kalus 57,41% per minggu, dan bobot segar

kalus 0,1758 g per eksplan (Handayani, Tundjung T, 2007, Induksi Pembentukan

Kalus Pada Bawang Putih (Allium sativum L.) dengan IAA dan Kinetin, Jurnal

A)kta Agrosia edisi khusus No. 1, 53-58)

Karjadi A.K dan Buchory (2008) menyatakan bahwa eksplan dapat tumbuh

dan berkembang di semua komposisi media. Kontaminasi hanyaterjadi pada

beberapa kultur. Pertumbuhan eksplan yang normal ditunjukkan oleh

pertumbuhan daun yang baik, lurus, dan mengarah ke atas. Tidak didapatkan

perbedaan nyata pengaruh penambahan hormon picloram, 2-ip, dan BAP

terhadap pertumbuhan plantlet. Namun secara umum kombinasi antara picloram

dan 2-ip dapat mempercepat pertumbuhan tunas.( Pengaruh Penambahan

Auksin dan Sitokinin terhadap Pertumbuhan Tunas Bawang Putih Karjadi, A.K.,

dan Buchory, A. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Jl. Tangkuban Parahu 517

Lembang, Bandung 40391, 2008)

Menurut Devy, N.F. dan Hardiyanto (2009), menyatakan bahwa induksi kalus

dilakukan pada segmen apikal akar bawang putih yang ditanam secara in vitro.

Persentase jumlah eksplan yang berkalus cukup tinggi, berkisar antara 70-100%

pada media MS+0,2 g/l CH + 1 ppm 2.4 D maupun media MS + 1 ppm 2.4 D +

0,1 ppm IAA. (Devy, N.F dan Hardiyanto, 2009, Kemampuan Regenerasi Kalus

Segmen Akar pada Beberapa Klon bawang Putih Lokal Secara In Vitro, Balai

Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika, Batu)

B. Perumusan Masalah

Dari sekilas uraian di atas, kami merumuskan masalah sebagai berikut

Page | 3

Page 4: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

1. Apa pengaruh dari pemberian 2,4 D terhadap kultur kalus .pada umbi

lapis bawang putih, daun kemangi, daun binahong dan daun tapak doro

pada media Murashige Skoog (MS)?

2. Apa pengaruh dari pemberian kinetin terhadap kultur tunas pada batang

jaka tuwa dan batang binahong pada media Murashige Skoog (MS)?

3. Bagaimana profil KLT dari kultur kalus bawang putih yang dihasilkan ?

C. Tujuan

Pada praktikum ini bertujuan untuk mengetahui

1. Pengaruh pemberian 2,4 D pada kultur kalus umbi wortel, daun binahong

dan daun kemangi pada media Murashige Skoog

2. Pengaruh pemberian kinetin pada kultur tunas pada batang jaka tuwa,

umbi bawang putih dan daun kemangi yang ditanam pada media

Murashige Scoog (media MS),

3. Profil KLT dari kultur kalus bawang putih yang dihasilkan untuk

mengetahui kulitas dari kandungan metabolitnya.

D. Tinjauan Pustaka

a. Uraian Tentang Tanaman

a.Jaka Tuwa (Scoparia dulcis L.)

Tanaman S. Dulcis L berasal dari Amerika tropis, merupakan tumbuhan

liar yang umumnya ditemukan dipematang sawah, pinggir jalan, tepi

sawah atau semak-semak pada ketinggian 10-800 dpl (Heyne, 1987;

Syamsudiyat dan Hutapea, 1999 dalam Windaratmuji, 2004). Bentuk

herba, bercabang-cabang tingginya 0,2-0,8 m dan termasuk suku

Scophulariaceae yang berbatang bulat, licin, sedikit berkayu dan

berwarna hijau. Helaian daunnya berbentuk oval dengan pangkal

meruncing dan ujung meruncing serta tepinya bergerigi. Daunnya tunggal

tersebar, berseling dan panjang 1-2 cm dan lebar 0,5-1 cm. Pertulangan

daunnya menyirip dengan permukaan kasar dan hijau (Syamsuhidayat

dan Hutapea, 1999 dalam Windaratmuji, 2004).

Tanaman ini memiliki bunga sempurna berwarna putih dengan benang

sari 4 lepas yang hampir sama panjang dan kepala putik berbentuk bulat

kecil. Bunga mempunyai mahkota bentuk bulat telur terbalik dan kelopak

Page | 4

Page 5: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

yang berbagi dalam, kelopak tidak gugur sampai perkembangan buah

(van Steenis, 1988 dalam Windaratmuji, 2004). Buahnya kotak sedang

bijinya bulat, kecil dalam jumlah yang banyak. Tanaman ini mempunyai

akar tunggang berwarna putih kecoklatan (Backer dan van Brink, 1965

dalam Windaratmuji, 2004).

Menurut sistematika tumbuhan, tanaman jaka tuwa mempunyai

kedudukan taksa sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Solanales

Suku : Scorphulariaceae

Marga : Scoparia

Jenis : Scoparia dulcis L (Heyne, 1987;

Tjitrosoepomo, 1996 dalam Windaratmuji, 2004).

Gambar. Jaka Tuwa

(Anonimd, 2009)

Nama daerah adalah jaka tuwa, nama lainnya ginje menir atau ginje

jepun dan berbagai tempat di Jawa digunakan sebagai pengganti candu

(opium) (Heyne, 1987; van Steenis, 1988 dalam Windaratmuji, 2004).

Tanaman ini memiliki aktivitas sebagai antibatuk, antidisentri, dan peluruh

air seni (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1999 dalam Windaratmuji, 2004),

dan juga mempunyai aktivitas antiherpes, antiviral, hipotensif, antifungi

dan antidiabetes (Anonim, 2004 dalam Windaratmuji, 2004).

Seluruh bagian tanaman mengandung saponin dan flavonoid, sedangkan

bagian akar mengandung alkaloid (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1999

dalam Windaratmuji, 2004). Tanaman ini juga dilaporkan mengandung

asam scopadulcic yang kerangka dasar diterpen, acacetin, lutenolin,

vitexin, isovitexin, apigenin, dan asam gentisat (Anonim, 2004 dalam

Windaratmuji, 2004).

b.Wortel (Daucus carota L.)

Page | 5

Page 6: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

Secara umum tanaman wortel mempunyai nama ilmiah sebagai berikut

boktel (Sunda), wortel (Jawa). Sistematika wortel adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Umbelliflorae

Suku : Apiaceae

Marga : Daucus

Jenis : Daucus carota L.

Gambar. Wortel

(Anonimb, 2009)

Tanaman wortel berupa semak, semusim, tinggi 1-1,5 m. bebatang bulat,

tegak, berbulu, hijau. Daun majemuk, menyirip, bersilang, lonjong, tepi

bertoreh, ujung runcing, pangkal berlekuk, panjang 15-20 cm, lebar 10-13

cm, pertulangan menyirip, hijau. Bunga mejemuk, bentuk cawan, diujung

batang, tangkai silindris, hijau, kelopak lonjong, lima helai, hijau, benang

sari silindris, panjang ±3mm, putih, kepala sari bulat, kuning, tangkai putik

silindri, kepala putik bulat, kuning, mahkota bentuk bintang, halus, putih.

Buah buni, lonjong, diameter ± 3 mm, coklat. Biji lonjong, putih. Akar

tunggang, membentuk umbi, oranye.

Umbi wortel berkhasiat sebagai obat tekanan darah tinggi dan untuk

menjaga kesehatan mata. Daun, buah dan umbi wortel mengandung

saponin, disamping itu daunnya mengandung tanin dan umbinya

mengandung saponin dan polifenol (Hutapea, 1993).

Tiap 100 g wortel mengandung 86,0 g air; 0,9 g protein; 10,7 g

karbohidrat; 1,2 g serabut; 1,1 g abu; 80 mg kalsium; 30 mg fosfor; 1,5

mg besi; 2000-4300 IU vitamin A; 60 IU vitamin B; 3 mg niacin: dan 3 mg

asam askorbat. Selain itu marga Daucus juga mengandung aseton,

koline, etanol,asam formiat, asam oksalat, asam palmitat, pirolidin dan

asam kuinat (Duke, 1987 dalam Widiastuti,1993). Minyak menguapnya

mengandung limonen, pinen dan sineol, sedangkan bijinya mengandung

asam tiglat, asaron dan bisabol (Perry, 1980 dalam Widiastuti,1993)

c.Kemangi (Ocimum basilicum L. forma citratum Back.)

Page | 6

Page 7: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

Secara umum tanaman kemangi mempunyai nama ilmiah sebagai berikut

kemangi (Indonesia), kemangi (Jawa), dan Surawung (Sunda) (Heyne,

1987 dalam Pustitasari, 2004). Sistematika kemangi adalah sebagai

berikut:

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Solanales

Suku : Lamiaceae

Marga : Ocimum

Jenis : Ocimum basilicum L. forma

citratum Back.

(Backer dan van den Brink, 1965; Tjitrosoepomo,

1994 dalam Pustitasari, 2004). Gambar. Kemangi

(Anonime, 2009)

Tanaman kemangi merupakan herba tegak yang mempunyai bau seperti

sereh dan sangat harum. Tinggi tanaman kemangi 0,3-0,6 m. batangnya

berwarna hijau. Tangkai daun mempunyai panjang 0,5-2 cm; helaian

daun berbentuk bulat telur elips, elips atau memanjang, denagn ujung

runcing, dan berukuran 3,5-7,5x1,5-2,5 cm. Tulang cabang berjumlah 3-6

buah. Bunga tersusun dalam karangan semu jumlah 6. Daun pelindung

berbentuk elips (bulat telur), panjangnya 0,5-1 cm. Sisi luar kelopak

berambut, panjangnya kuranh lebih 0,5 cm dan kelopaknya tidak gugur.

Mahkota bunga berwarna putih, berbibir 2, panjang 8-9 mm, bibir atas

bertaju 4, sedangkan bibir bawah rata. Buahnya keras, berwarna coklat

tua, permukaanya gundul dan waktu dibasahi membengkak. Tanaman

kemangi sering tumbuh liar, tumbuh pada ketinggian 1-450 m di atas

permukaan laut, di tepi jalan dan tepi kebun (van Steenis, 1975 dalam

Puspitasari, 2004).

Menurut Syamsudiyat dan Hutapea (1991), daun kemangi berkhasiat

sebagai peluruh air susu ibu, obat penurun panas, sariawan dan mual.

Selain itu juga berguna sebagai obat diare, penghilang bau keringat, bau

nafas dan bau mulut.

Page | 7

Page 8: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

Daun kemangi segar mengandung minyak atsiri sebagai berikut 1,8-

Cineole, p-coumaric acid, p-cymene, limonene, linalool, methylchaviol,

methyl cinnamate, myrcene, α-pinene, β-pinene, safrole, dan α-terpinene

(Anonim, 2001 dalam Puspitasari, 2004).). Menurut Syamsudiyat dan

Hutapea (1991) daun kemangi selain mengandung minyak atsiri juga

mengandung flavonoid, saponin dan tanin.

d.Bawang Putih (Allium sativum L.)

Secara umum tanaman bawang putih mempunyai nama ilmiah sebagai

berikut bawang putih (Melayu), lasun (Aceh), dasun (Minangkabau),

lasuna (Batak), bacong landak (Lampung), bawang bodas (Sunda),

bawang (Jawa), babang pote (Madura), bawang kasihong (Dayak), Launa

kebo (makasar), lasuna pote (Bugis), Piamoputi (Gorontalo). Sistematika

bawang putih adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Bangsa : Liliales

Suku : Liliaceae

Marga : Allium

Jenis : Allium sativum L.

Gambar. Bawang putih

(Anonimc, 2007)

Tanaman bawang putih berupa herba, semusim, tinggi 50-60 cm.

Berbatang semu, beralur dan hijau. Daun merupakan daun tunggal,

berupa roset akar bentuk lanset, tepi rata, ujung runcing, beralur, panjang

± 60 cm, lebar ±1,5 cm, menebal dan berdaging serta mengandung

persediaan makanan yang terdiri atas subang yang dilapisi daun

sehinggan menjadi umbi lapis, hijau. Bunga majemuk, bentuk payung,

bertangkai panjang, putih (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

.

Umbi lapis Allium sativum berkhasiat sebagai obat tekanan darah tinggi,

obat pening dan antibiotika. Umbi lapis Allium sativum mengandung

Page | 8

Page 9: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

saponin, flavonoida, dan polifenol di samping minyak atsiri

(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

e.Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)

Secara umum tanaman binahong mempunyai nama ilmiah sebagai

berikut binahong (Indonesia), heartleaf madeiravine, madeira vine

(Inggris), dan teng san chi (China). Klasifikasi binahong adalah sebagai

berikut:

Kingdom :Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Hamamelidae Gambar. Tanaman Binahong

 Ordo : Caryophyllales (Anonima, 2009)

 Famili : Basellaceae

 Genus : Anredera

 Spesies : Anredera cordifolia (Ten.) Steenis

Nama lain dari Anredera cordifolia (Ten.) Steenis adalah Boussingaultia

gracilis Miers, Boussingaultia cordifolia, Boussingaultia basselloides.

Tanaman binahong berupa tumbuhan menjalar, berumur panjang

(perenial), bisa mencapai panjang +/- 5 m. Akar berbentuk rimpang,

berdaging lunak. Batang lunak, silindris, saling membelit, berwarna

merah, bagian dalam solid, permukaan halus, kadang membentuk

semacam umbi yang melekat di ketiak daun dengan bentuk tak beraturan

dan bertekstur kasar. Daun tunggal, bertangkai sangat pendek

(subsessile), tersusun berseling, berwarna hijau, bentuk jantung (cordata),

panjang 5 - 10 cm, lebar 3 - 7 cm, helaian daun tipis lemas, ujung runcing,

pangkal berlekuk (emerginatus), tepi rata, permukaan licin, bisa dimakan.

Bunga majemuk berbentuk tandan, bertangkai panjang, muncul di ketiak

daun, mahkota berwarna krem keputih-putihan berjumlah lima helai tidak

berlekatan, panjang helai mahkota 0, 5 - 1 cm, berbau harum.

Perbanyaan generatif (biji), namun lebih sering berkembang atau

Page | 9

Page 10: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

dikembangbiakan secara vegetative melalui akar rimpangnya (Anonima,

2009).

2. Uraian Tentang Kultur Jaringan Tanaman

Kultur jaringan adalah metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman

seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ, serta

menumbuhkannya dalam kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat

memperbanyak diri dan akhirnya tumbuh menjadi individu baru. Pada mulanya,

orientasi teknik kultur jaringan hanya pada pembuktian teori totipotensi sel yaitu

setiap sel dapat berkembang menjadi individu baru. Kemudian teknik kultur

jaringan berkembang menjadi sarana penelitian di bidang fisiologi.

Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak

tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara

generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa

keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat

diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga  tidak terlalu membutuhkan

tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu

yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit

lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional. 

Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik

kultur jaringan adalah

1) Pembuatan media

Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur

jaringan.  Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis

tanaman yang akan diperbanyak.

2) Inisiasi

Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan

dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur

jaringan adalah tunas. 

3) Sterilisasi

Sterilisasi merupakan segala kegiatan dalam kultur jaringan harus

dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan

alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan,

yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada

Page | 10

Page 11: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

peralatan yang digunakan.  Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga

harus steril. 

4) Multiplikasi

Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan

menanam eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow

untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya

pertumbuhan eksplan.  Tabung reaksi yang telah ditanami ekplan

diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan

suhu kamar.

5) Pengakaran

Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya

pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang

dilakukan mulai berjalan dengan baik.  Pengamatan dilakukan setiap hari

untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat

adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang

terkontaminasi akan menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru

(disebabkan jamur) atau busuk (disebabkan bakteri).

6) Aklimatisasi

Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan

aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap,

yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi

bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur

jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar.

Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka

secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan

dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.

a. Media

Keberhasilan kultur jaringan ditentukan dan tergantung oleh

pemilihan media yang digunakan. Secara umum kebutuhan nutrisi

kebanyakan tanaman sama, tetapi secara khusus hal tersebut berbeda.

Kesamaannya adalah tanaman memerlukan: hara makro, hara mikro,

vitamin, karbohidrat, asam amino dan N-organik, zat pengatur tumbuh,

zat pemadat dan kadang ada penambahan bahan-bahan seperti air

Page | 11

Page 12: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

kelapa, ekstrak ragi, jus tomat, ekstrak kentang, bufer organik, ataupun

arang aktif (Santosa dkk, 2002)

1. Garam anorganik

Kadar kalium dan nitrat sekurang-kurangnya 20-25 mM. Amonium

mungkin diperlukan juga, walaupun dalam jumlah diatas 8mM dapat

membahayakan. Kebutuhan untuk natrium atau klorida tidak nyata.

Kadar sulfat, fosfat dan magnesium 1-3 mM tampaknya sudah

mencukupi. Hara mikro yang dianjurkan adalah: iodida, asam borat,

dan garam mangan, seng, molibdenum, tembaga, kobalt, dan besi.

Yang terakhir ini sebaiknya dipasok dalam bentuk khelatnya (Wetter,

1991).

2. Sumber karbon

Sukrosa atau glukosa 2-4% merupakan suber karbon yang paling

cocok.berbagai asam organik digunakan bersama amonium yang

juga mampercepat pertumbuhan sel yang dikultifikasi pada rapatan

rendah (Wetter, 1991).

3. Vitamin

Pemberian vitamin pada media berfungsiu sebagai membantu

pertumbuhan dalam ekspaln yang ditanam. Vitamin yang digunakan

berkadar kecil, yaitu 0,1-0,5 mg/liter (Santosa dan Nursadi, 2005).

Thiamin merupakan satu-satunya vitamin yang penting. Pyridoxine,

asam nikotinat dan mio-inositol seringkali dapat meningkatkan

pertumbuha sel (Wetter, 1991). Vitamin lain yang sering digunakan

adalah p-amino-benzoic acid, folate, choline cloride, riboflavin, dan

ascorboic acid (Santosa dkk, 2002).

4. N-organik

Sumber dari nitrogen organik dalam media, antara lain: asam amino,

glutamin, dan adenin. Pemberian senyawa ini sangat penting,

dikarenakan dapat membantu untuk mempertahankan suatu kalus

yang masih dalam proses inisiasi (Santosa dkk, 2002).

5. Senyawa Kompleks

Senyawa kompleks ini biasanya adalah protein hidrolisat, yeast

ekstrak, malt ekstrak, dan berbagai bahan tanaman termasuk air

kelapa (Santosa dkk, 2002).

Page | 12

Page 13: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

6. Zat pengatur tumbuh

Zat pengatur tumbuh tanaman adalah senyawa organik non-hara

yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat dan dapat

merubah proses fisiologo tanaman. Penambahan zat pengatur

tumbuh pada media pertumbuhan dan diferensiasi sangat diperlukan.

Zat pengatur tumbuh dalam tanaman tanaman terdiri dari kelompok

yaitu auksin, sitokini, giberelin, etillen dan inhibitor dengan ciri khas

serta pengaruh yang berlainan (Santosa dkk, 2002).

Tabel. Peranan ZPT pada pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan (Dewi,

2008)

ZPT Fungsi utama Tempat dihasilkan

dan lokasinya

pada tumbuhan

Auksin Mempengaruhi pertambahan panjang

batang, pertumbuhan, diferensiasi dan

percabangan akar; perkembangan

buah; dominansi apikal; fototropisme

dan geotropisme.

Meristem apikal

tunas ujung, daun

muda, embrio

dalam biji.

Sitokinin Mempengaruhi pertumbuhan dan

diferensiasi akar; mendorong

pembelahan sel dan pertumbuhan

secara umum, mendorong

perkecambahan; dan menunda

penuaan.

Pada akar, embrio

dan buah,

berpindah dari

akar ke organ lain.

Giberelin Mendorong perkembangan biji,

perkembangan kuncup, pemanjangan

batang dan pertumbuhan daun;

mendorong pembungaan dan

perkembangan buah; mempengaruhi

pertumbuhan dan diferensiasi akar.

Meristem apikal

tunas

ujung dan akar;

daun muda;

embrio.

Asan absisat

(ABA)

Menghambat pertumbuhan;

merangsang penutupan stomata pada

Daun; batang,

akar, buah

Page | 13

Page 14: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

waktu kekurangan air, mempertahankan

dormansi.

berwarna hijau.

Etilen Mendorong pematangan; memberikan

pengaruh yang berlawanan dengan

beberapa pengaruh auksin; mendorong

atau menghambat pertumbuhan dan

perkembangan akar, daun, batang dan

bunga

Buah yang

matang, buku

pada batang,

daun yang sudah

menua

Media yang dikembangkan oleh Murashige Skoog (MS) untuk kultur

jaringan tembakau digunakan secara luas untuk kultivikasi kalus pada agar

demikian juga pada kultur suspensi sel dalam media cair. Keistimewaan media

MS adalah kandungan nitrat, kalium dan amoniumnya yang tinggi (Wetter, 1991).

Tabel. Komposisi dari media MS untuk kultur tunas dan kalus (Santosa dkk,

2002)

Unsur makro

NH4NO3

KNO3

CaCl2.2H2O

MgSO4.7H2O

KH2PO4

mg/l

1650

1900

440

370

170

Unur mikro

KI

H3BO3

MnSO44H2O

ZnSO4.7H2O

Na2MoO42H2O

CuSO4.5H2O

CoCL2. 6H2O

Fe-(EDTA)

0,83

6,2

22,3

8,6

0,25

0,025

0,025

43,0

Sumber karbon

Page | 14

Page 15: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

Sukrose 30.000

pH 5,7

i. Sterilisasi

Menurut George (1984), metode sterilisasi yang sering digunakan dalam

pengerjaan kultur jaringan tanaman, adalah:

1. Pemanasan kering

Metode ini hanya digunakan untuk sterilisasi alat gelas, logam, alat lain

yang tidak hangus pada pemanasan tinggi. Benda yang mengandung

kapas, kertas, atau plastik tidaka dapat disterilkan dengan metode ini.

Pisau bedah atua skapel jika disterilkan dengan metode ini akan

menyebabakan permukaannya tumpul. Suhu dan waktu yang dibutuhkan

adalah 1600C selama 4 jam. Benda yang disterilkan dibungkus dengan

aluminium heavy duty.

2. Pemanasan Basah

Prosedur ini membutuhkan otoklaf. Untuk sterilisasi cairan dengan volume

1 liter, dibutuhkan waktu 20 menit dan suhu sterilisasi 1210C. Sterilisasi

alat-alat biasanya dilakukan dalam waktu 30 menit. Instrumen yang akan

disterilkan (kecuali erlenmeyer) dibungkus dalam kertas aluminum atau

kertas payung.

3. Ultra Filtrasi

Beberapa komponen media, misalnya IAA, vitamin tidak satabil dalam

pemanasan, karena itu untuk senyawa yang demikian itu sering

disterilisasi dengan ultra filtrasi. Diameter lubang filter untuk sterilisasi

metode ini adalah 0,22 mikron.

4. Sterilisasi Kimia

Permukaan meja bekerja biasanya disterilisasi dengan etanol 70% atau

isopropanol 70%. Sering juga disediakan wadah berisi etanol untuk

mensterilakan alat-alat sebelum digunakan, yang kemudian dipijarkan

diatas lampu spiritus. Bahan tanaman yang ditanam biasanya juga

disterilkan dengan metose ini, yaitu dengan menggunakan 0,5% NaOCl

atau larutan kalsium hipoklorit. Sering juga digunakan laturan sublimat.

Page | 15

Page 16: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

Setelah dikenakan pada larutan sterilan, ekspalan harus dibilas beberapa

kali, terutama bila yang digunakan adalah larutan sublimat. Beberapa

peneliti menggunakan sterilisasi dua tahap, yaitu dilakukan prasterilisasi

dengan memasukkan dalam alkohol 70% dan dogojog selama 2-3 menit

sebelum dilakukan sterilisasi dengan larutan NaOCl (laritan hipoklorit)

atau senyawa lain.

5. Antibiotik

Sterilisasi dengan larutan antibiotik bila terpaksa, tidak dilakukan, karena

diperkirakan akan mempengaruhi pertumbuhan ekspan.

Sterilisasi meliputi:

i. Sterilisasi Media

Media yang digunakan harus disterilkan dengan cara

memanaskannya dengan autoklaf. Proses sterilisasi ini tergantung

volume media dan ukuran botol kultur, waktu sterilisasi bervariasi antara

15 – 40 menit pada suhu 1210C dengan tekanan 103 K Pascal

Tabel. Anjuaran Minimal Waktu yang dibutuhkan untuk sterilisasi media

(Santosa, 2002)

Volume media (mL) Waktu sterilisasi

20 – 50 15

75 20

250 – 500 25

1000 30

1500 35

2000 40

Penting dicatat bahwa zat pengatur tumbuh tertentu, vitamin dan

antibiotik dipengaruhi oleh panas dan karenanya perlu sterilisasi dengan

memakai filter. Sterilisasi filter atau filtrasi membrane adalah melewatkan larutan

(sebaiknya dibuat dengan menggunakan air steril di dalam laminar air flow

cabinet) melalui membran yang telah disterilisasi, dengan ukuran pori 0.45 uM

Page | 16

Page 17: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

atau 0.22uM dibawah tekanan rendah ke dalam wadah steril. Jumlah yang

diinginkan dari larutan steril kemudian ditambahkan ke media kultur yang telah

diautoklaf sebelumnya dan kemudian ditempatkan pada waterbath dengan suhu

400C.

ii. Sterilisasi Alat

Sterilisasi alat gelas dan metal dapat dilakukan dengan pemanasan

melalui oven. Agar terbebas dari bakteri yang resisten dan partikel spora,

pemanasan harus dilakukan terus menerus dalam jangka waktu yang panjang

(Santosa, 2002).

ii. Eksplan

Eksplan adalah organ tanaman atau potongan kecil dari jaringan tanaman

yang digunakan sebagai bahan awal dalam kultur jaringan tanaman. Pemilihan

ekspaln harus didasari oleh pengetahuan tentang sel, yaitu bagian mana dari

tumbuhan yang mempunyai sel aktif membelah, karena ini mempunyai

kemampuan untuk mengalami pertambah volume, diferensiasi, dan penambahan

jumlah sel sehingga terjadi pertumbuhan.

Pemilihan bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan tergantung

pada tipe kultur yang akan dibuat, maksud dari pembuatan kultur, dan jenis

tanaman yang digunakan sebagai tanaman sumber. Tanaman yang tumbuh di

lingkungan eksternal hampir selalu terkomtaminasi oleh mikroorganisme, seperti

bakteri dan jamur. Mikroorganisme ini akan bersaing dan merugukan

pertumbuhan eksplan setelah ditanam secara in vitro, karena itu eksplan harus

dibebaskan dari kontaminan sebelum ditanam (George, 1984)

a. Kultur Tunas

Kultur ini mengambil bagian yang bersifat meristematik seperti bagian

ketiak daun atau bagian ujung batang. Jenis kultur ini sesuai dengan

mikropropagasi, yaitu untuk menghasilkan jenis tumbuhan dalam jumlah yang

besar dalam waktu singkat. Keuntungan pengembangan kultur tunas pucuk

selain untuk perbanyakan massal tanaman, juga dapat menghasilkan bibit yang

bebas penyakit sistemik (George, 1993).

Page | 17

Page 18: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

b. Kultur Kalus

Kalus adalah suatu kumpulan sel amorphous yang terjadi dari sel-sel

jaringan yang membelah diri secara terus menerus. Penelitian pembentukan

kalus pada jaringan terluka pertama kali dilakukan oleh Sinnott pada tahun 1960.

Pembentukan kalus pada jaringan luka dipacu oleh zat pengatur tumbuh auksin

dan sitokinin endogen (Dodds & Roberts, 1983). Secara in vivo, kalus pada

umumnya terbentuk pada bekas-bekas luka akibat serangan infeksi mikro

organisme seperti Agrobacterium tumefaciens, gigitan atau tusukan serangga

dan nematoda. Kalus juga dapat terbentuk sebagai akibat stress (George &

Sherrington, 1984). Kalus yang diakibatkan oleh hasil dari infeksi bakteri

Agrobacterium tumefaciens disebut tumor (Muslim, 2009).

Tujuan kultur kalus adalah untuk memperoleh kalus dari eksplan yang

diisolasi dan ditumbuhkan dalam lingkungan terkendali. Kalus diharapkan dapat

memperbanyak dirinya (massa selnya) secara terus menerus.

Dalam kultur kalus, kalus homogen yang tersusun atas sel-sel parenkhim

jarang dijumpai kecuali pada kultur sel Agave dan Rosa (Dodds & Roberts, 1983

dalam Muslim, 2009). Untuk memperoleh kalus yang homogen maka harus

menggunakan eksplan jaringan yang mempunyai sel-sel yang seragam. Dalam

pertumbuhan kalus, citodiferensiasi terjadi untuk membentuk elemen trachea,

buluh tapis, sel gabus, sel sekresi dan trikoma. Kambium dan periderm sebagai

contoh dari proses hitogenesis dari kultur kalus. Anyaman kecil dari pembelahan

sel-sel membentuk meristemoid atau nodul vaskular yang nantinya menjadi pusat

dari pembentukan tunas apikal, primordial akar atau embrioid.

Sel-sel penyusun kalus berupa sel parenkhim yang mempunyai ikatan

yang renggang dengan sel-sel lain. Dalam kultur jaringan, kalus dapat dihasilkan

dari potongan organ yang telah steril, di dalam media yang mengandung auksin

dan kadang-kadang juga sitokinin. Organ tersebut dapat berupa kambium

vaskular, parenkhim cadangan makanan, perisikle, kotiledon, mesofil daun dan

jaringan provaskular. Kalus mempunyai pertumbuhan yang abnormal dan

berpotensi untuk berkembang menjadi akar, tunas dan embrioid yang nantinya

akan dapat membentuk plantlet.

Page | 18

Page 19: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

Beberapa kalus ada yang mengalami pembentukan lignifikasi sehingga

kalus tersebut mempunyai tekstur yang keras dan kompak. Namun ada kalus

yang tumbuh terpisah-pisah menjadi fragmen-fragmen yang kecil, kalus yang

demikian dikenal dengan kalus remah (friable). Warna kalus dapat bermacam-

macam tergantung dari jenis sumber eksplan itu diambil, seperti warna kekuning-

kuningan, putih, hijau, atau kuning kejingga-jinggaan (Muslim, 2009).

Berdasarkan kebutuhan akan zat pengatur tumbuh untuk membentuk

kalus, jaringan tanaman digolongkan dalam 4 kelompok: 1) Jaringan tanaman

yang membutuhkan hanya auksin selain gula dan garam-garam mineral untuk

dapat membentuk kalus, 2) Jaringan yang memerlukan auksin dan sitokinin

selain gula dan garam-garam mineral seperti: empulur tembakau, 3) Jaringan

yang tidak perlu auksin dan sitokinin, hanya gula dan garam-garam mineral

seperti jaringan cambium, 4) Jaringan yang membentuk hanya sitokinin, gula dan

garam-garam mineral seperti parenkim dan xylem (Muslim, 2009).

Eksplan batang, akar dan daun menghasilkan kalus yang heterogen

dengan berbagai macam sel. Kadang-kadang jaringan yang kelihatannya

seragam histologinya seperti pembuluh tembakau, ternyata menghasilkan kalus

dengan sel yang mempunyai DNA yang berbeda yang mencerminkan level ploidi

yang berbeda. Begitupun pada kultur akar kalus yang dihasilkan dapat berupa

campuran sel dengan tingkat ploidi yang berbeda.

Sel-sel yang heterogen dari jaringan yang komplek menunjukkan

pertumbuhan yang berbeda. Dengan mengubah komposisi media, terjadi seleksi

sel-sel yang mempunyai sifat khusus. Hal ini berarti bahwa media tumbuh

menentukan komposisi kalus. Sel yang jumlahnya paling banyak merupakan sel-

sel yang paling cepat membelah dan sel yang paling sedikit adalah sel yang

paling lambat pertumbuhannya. Media seleksi dapat berdasarkan unsur-unsur

hara atau zat pengatur tumbuh yang ditambahkan ke dalam media. Massa kultur

yang ditumbuhkan terlalu lama dalam media yang tetap, akan menyebabkan

terjadinya kehabisan hara dan air. Kehabisan hara dan air dapat terjadi karena

selain terhisap untuk pertumbuhan juga karena media menguapkan air dari masa

ke masa. Kalus tersebut kecuali kehabisan unsur hara, kalus juga mengeluarkan

persenyawaan-persenyawaan hasil metabolisme yang menghambat

pertumbuhan kalus itu sendiri. Untuk menjaga kehidupan dan perbanyakan yang

berkesinambungan, kalus yang dihasilkan perlu disubkulturkan (Muslim, 2009).

Page | 19

Page 20: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

c. Kultur Suspensi Sel

Kultur suspensi biasanya dimulai dari mengsubkultur potongan kalus ke

media cair, kecuali itu kultur suspensi juga dapat menggunakan potongan organ

(seperti hipokotil, kotiledon dan lain-lain) sebagai ekplan hanya saja teknik ini

memerlukan waktu yang lebih lama. Pembelahan sel secara bertahap akan

terlepas dari sel induk bebas bergerak di dalam inokulum karena adanya gerakan

dari medium. Setelah beberapa saat kultur akan tersusun atas sel tunggal,

kumpulan sel (agregate cellular) dengan ukuran yang bervariasi, sisa potongan

eksplan dan sisa-sisa sel mati. Dalam kultur kalus dan suspensi sel dikenal istilah

friabel yang maksudnya adalah sel-sel terpisah setelah mengalami pembelahan

sel. Bentuk suspensi sel yang bagus adalah kultur yang persentasi kandungan

sel tunggal dan kumpulan sel-sel kecilnya tinggi.

Derajat pemisahan sel pada kultur telah dicirikan adanya sifat friabilitas

dari sel tersebut, sifat tersebut dapat dimunculkan atau diinduksi dengan

merubah komposisi unsur hara media. Seperti pada penambahan auksin dari

pada sitokinin pada beberapa masalah dapat memacu produksi sel yang friabel.

Namun sebaliknya ada beberapa kultur malah menjadi terhambat proses

friabilitasnya. Jadi tidak ada prosedur standar yang dapat direkomendasikan

untuk memulai kultur suspensi sel dari kalus, maka untuk memilih kondisi yang

sesuai harus melakukan coba-coba (trial and error) (Dodds & Robert, 1982

dalam Muslim, 2009).

Eksplan yang diperlukan dalam kultur suspensi sel biasanya berupa kalus

remah yang belum terdiferensiasi. Pembelahan sel akan terjadi secara bertahap

dan sel anakannya akan bebas terlepas dari sel induknya karena adanya

goyangan dari medium kultur, sehingga dalam kultur akan ditemukan sel tunggal,

agregat selular (kluster sel) dalam berbagai ukuran, residu inokulum, dan sel-sel

kultur yang mati. Kultur suspensi sel yang baik kualitasnya bila di dalam kultur

tersebut sebagian besar berisi sel tunggal dan kluster sel yang berukuran kecil-

kecil. Keadaan seperti ini dapat dikatakan kalus di dalam kultur bersifat remah.

Kalus yang remah pada beberapa jenis eksplan dapat distimulasi dengan formula

ZPT konsentrasi auksin yang lebih tinggi dibandingkan sitokinin, tetapi untuk

Page | 20

Page 21: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

jenis eksplan yang lain dapat saja menghambat terbentuknya kalus yang remah.

Tidak ada prosedur standar yang baku untuk memproduksi kalus remah, jadi

harus dilakukan coba-coba untuk jenis eksplan yang berbeda-beda (Dodds &

Robert, 1983 dalam Muslim, 2009).

d. Subkultur

Dodds & Robert, 1983 dalam Muslim,2009 menyarankan massa sel yang

dipindahkan pada subkultur harus cukup banyak antara 5-10 mm atau seberat

20-100 mg, supaya ada pertumbuhan yang cepat dalam media baru. Subkultur

sebaiknya dilakukan 28 hari sekali (4-6 minggu sekali). Namun waktu yang tepat

untuk memindahkan kultur, tergantung dari kecepatan pertumbuhan kalus.

Massa kalus ada 2 macam yaitu massa yang remah (friable) dan kompak. Bila

massa kalus remah maka pemindahan kalus cukup dilakukan dengan

menyendok kalus dengan spatula atau skapel langsung disubkultur ke media

baru. Namun bila kalus kompak mesti dipindah ke petridish steril untuk dipotong-

potong dengan skapel baru disubkultur ke media baru. Kalus yang sudah

mengalami nekrosis (pencoklatan) sebaiknya tidak ikut disubkultur karena tidak

akan tumbuh dengan baik (Muslim, 2009).

e. Metabolit Sekunder Triterpen

Senyawa metabolik sekunder tersebut bermanfaat bagi manusia dan

dapat dimanfaatkan untuk tujuan konsumsi, pengobatan, industri obat tradisional

dan modern, industri agrokimia berupa pestisida dan insektisida, industri farmasi

dan kosmetika dan lain-lain. Ekstraksi senyawa metabolik sekunder sebelumnya

hanya dilakukan langsung dari bagian tanaman tersebut melalui budidaya

maupun eksploitasi organ tanaman dan tumbuhan liar yang menghasilkan

senyawa metabolik sekunder tersebut. Selain produksi dan ekstraksi langsung

dari organ tanaman, senyawa metabolik sekunder yang diproduksi oleh jaringan

tanaman dapat juga diproduksi secara invitro dalam kondisi kultur yang

mendukung (Verpoorte dkk. 1999, Adnane dkk. 2001, Kazufumi dkk. 2001 dalam

Muslim, 2009).

Tujuan produksi senyawa metabolik sekunder dalam kultur jaringan

adalah untuk mendapatkan sel, kalus atau embrio somatik yang dapat

memproduksi senyawa kimia tersebut dalam jumlah besar untuk kemudian

Page | 21

Page 22: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

mengekstrak senyawa kimia penting tersebut. Produksi senyawa metabolik

sekunder secara invitro menggunakan bioreaktor pada kultur sel secara besar-

besaran merupakan salah satu cara yang digunakan oleh beberapa perusahaan

industri untuk memproduksi beberapa senyawa kimia secara komersial

(Verpoorate dkk. 1999 dalam Muslim,2009).

Produksi senyawa metabolik sekunder melalui kultur jaringan ini memiliki

beberapa kelebihan dan kekurangan. Keuntungan produksinya melalui kultur

jaringan dibandingkan dengan ekstraksi dari organ tanaman dan penanamannya

di lapangan antara lain: 1) Produksinya tidak tergantung pada lingkungan

terutama musim sehingga produksinya bisa dilakukan setiap saat yang dapat

menjamin kontinuitas produksi, kuantitas dan kualitasnya dan 2) Produksi

senyawa metabolik sekunder melalui kultur jaringan tidak membutuhkan tempat

yang luas. Untuk produksi skala besar dapat dilakukan dalam suatu laboratorium

dengan menggunakan bioreaktor.

f. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisiko kimia. Lapisan

yang memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada

penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang

akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah

pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan

pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan

kapiler (pengembangan). Selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus

ditampakkan (dideteksi) (Stahl, 1985 cit Widiastuti, 2002).

Deteksi paling sederhana senyawa yang dipisahkan adalah jika senyawa

menunjukkan penyerapan di daerah UV gelombang pendek (254 nm) atau jika

senyawa itu dapat dieksitasi di fluorosensi radiasi UV gelombang pendek atau

gelombang panjang (Stahl, 1985 cit Widiastuti, 2002). Lapisan tipis sering

mengandung indikator fluoresensi yang ditambahkan untuk membantu

penampakkan bercak berwarna pada lapisan yang telah dikembangkan. Indikator

fluoresensi ialah senyawa yang memancarkan sinar tampakjika disinari dengan

sinar berpanjang gelombang lain, biasanya ultraviolet. Jadi, lapisan hyang

mengandung indikator fluoresensi akan bersinar jika disinari pada panjang

gelombang yang tepat. Jika senyawa pada bercak yangakan ditampakkan

Page | 22

Page 23: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin aromatik jenis apa saja,

sinar UV yang mengeksitasi tidak dapat mencapai indikator fluoresensi, dan tidak

ada cahaya yang dipancarkan. Cara ini sangat peka dan tidak merusak senyawa

yang ditampakkan (Gritter, 1991). Jarak pengembangan senyawa pada

kromatogram biasanya dinyatakan dengan angka Rf atau hRf.

E. Landasan Teori

Setiap organisme hidup tersusun dari satu atau lebih sel. Sel-sel tersebut

merupakan unit fungsional dari organisme hidup yang mampu melakukan

aktivitas metabolisme, reproduksi, dan tumbuh (Doods dan Roberts, 1982).

Teori sel lain yang dikemukakan oleh Schleiden, bahwa sel mempunyai

kemampuan autonom. Teori-teori tersebut yang mendasari sifat totipotensi sel

yang menjadi prinsip kultur jaringan tanaman.

Totipotensi adalah potensi atau kemampuan dari sebuah sel untuk tumbuh

dan berkembang menjadi tanaman secara utuh jika distimulasi dengan tepat

dan sesuai. Implikasi dari totipotensi adalah semua informasi tentang

pertumbuhan dan perkembangan suatu organisme terdapat di dalam sel.

Walaupun secara teoritis seluruh sel bersifat totipotensi, tetapi yang

mengekspresikan keberhasilan terbaik adalah sel yang meristematik.

Teori totipotensi ini dikemukakan oleh G. Heberlandt tahun 1898. Dia

adalah seorang ahli fisiologi yang berasal dari Jerman. Pada tahun 1969,

F.C.Steward menguji ulang teori tersebut dengan menggunakan objek

empulur wortel. Dengan mengambil satu sel empulur wartel, F.C. Steward

bisa menumbuhkannya menjadi satu individu wortel.

Dediferensiasi adalah kemampuan sel-sel masak (mature) kembali

menjadi ke kondisi meristematik dan berkembang dari satu titik pertumbuhan

baru yang diikuti oleh dediferensiasi yang mampu melakukan reorganisasi

manjadi organ baru.

F. HIPOTESIS

Berdasarkan konsep totipotensi dan dediferensiasi pada sel tanaman

tersebut, budidaya tanaman obat dengan teknik kultur jaringan memiliki

prospek yang baik sebagai budidaya alternatif dalam pengadaan bahan baku

obat alami.

Page | 23

Page 24: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

BAB II

METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: aceptic case/kotak aseptik,

autoklaf, pinset, skapel dan tangkainya, almari pengering/oven, kertas pH,

indikator pH, pH universal, pengaduk mekanik, penggojog, kompor listrik,

pipet volume dan propipet, kapiler, bejana pengembang KLT, lampu UV,

neraca analitik, kertas aluminium serta alat gelas yang terdiri dari cawan

petri, erlemeyer, beker glass, corong gelas, labu takar, gelas ukur, botol kaca,

tabung reaksi dan gelas pengaduk.

2. Bahan

a. Bahan Utama

Bahan utama yang digunakan dalam praktikum KJT ini adalah daun dari

kemangi, umbi dari bawang putih (Allium sativum), batang muda dengan

bagian ketiak dari jaka tuwa (Scoparia dulcis) dan binahong (Anredrena

scandens), daun muda dari binahong (Anredrena scandens) dan tapak doro

(..........)

b. Bahan kimia

Bahan kimia yang digunakan dalam praktikum ini adalah disinfektan meliputi:

sublimat, alkohol 70%, tween dan sabun cair; Petroleum Eter (PE), methanol,

fase diam yaitu silika gel F 254; fase gerak yaitu Heksana-Etil asetat; fase

gerak yaitu Butanol-Asam asetat, pereaksi semprot yaitu Vanilin-asam sulfat

dan ammonia besi(III) klorida ; dan media padat Murashige Skoog dengan

komponen penyusun meliputi: elemen anorganik makro terdiri dari: NH4NO3,

KNO3, CaCl2.2H2O, MgSO4.7H2O, KH2PO4; elemen organik mikro terdiri dari:

KI, H3BO3, MnSO4.4H2O, ZnSO4.7H2O, NaMoO2.4H2O, CuSO4.5H2O,

CoCl2.6H2O; sumber besi terdiri dari: FeSO4.7H2O, Fe2EDTA; suplemen

organik yaitu Myo-ionitol; Vitamin terdiri dari asam nikotinat, piridoksin-HCl,

tiamin-HCl, glisin; sumber karbon yaitu sukrosa; dan zat pemadat yaitu agar.

B. Jalannya Penelitian

Page | 24

Page 25: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

1. Pembuatan media dan steriliasi media

Bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan media disiapkan

dan dihitung seberapa banyak bahan yang diperlukan dalam pembuatan media

600 ml. Myo-inositol 60 mg, sukrosa 18 gram dan agar 5,4 gram Elemen

anorganik makro 30 ml, elemen anorganik mikro 3 ml, sumber besi 0,6 ml, dan

larutan hormon (kinetin 1,2 ml atau 2,4 D 1,2 ml) dicampur dalam beker gelas,

kemudian sumber karbon (sukrosa) dan myo-inositol dimasukkan ke dalam

campuran tersebut dan ditambahkan 200 ml akuades lalu aduk sampai larut.

Diukur pH larutan dengan manggunakan pH meter dan dibuat pH menjadi 5,8-

5,9. Bila terlalu asam,, maka ditambah KOH dan bila terlalu basa ditambahkan

HCl. Setelah itu ditambahkan akuades ad 600 ml. Lalu agar ditambahkan

kemudian dipanaskan serta diaduk sampai larutan jernih dan mendidih.

Selanjutnya larutan dituangkan ke dalam botol-botol kaca dengan volume yang

sama ± 10 ml, kemudian botol-botol tersebut ditutup dengan aluminum foil dan

disterilakan dengan autoklaf pada suhu 1210C selama 20 menit.

2. Sterilisasi alat dan ruangan

a. Sterilisasi alat

Dua buah erlenmeyer yang berisi 250 ml akuades dan satu buah

erlenmeyer kosong ditutup dengan aluminum foil. Cawan petri diisi

dengan dua lembar kertas saring dibungkus dengan kertas koran. Skapel

dan pinset dibungkus dengan kertas koran. Semua alat tersebut

dimasukan ke dalam autoklaf dan disterilkan pada suhu 1210 C selama 30

menit.

b. Sterilisasi ruangan

Kotak aseptik atau Laminar air flow disinari dengan lampu UV selama 2

jam, lalu dibersihkan dan disemprot dengan alkohol 70%. Kemudian alat-

alat gelas, seperti: cawan petri dan erlenmeyer; pinset, skapel, pisau,

lampu spiritus, botol berisi alkohol 70% serta media disemprot alkohol

70% masukkan ke dalam kotak aseptik atau Laminar air flow.

3. Penyediaan dan sterilisasi eksplan

Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai eksplan adalah daun, batang,

dan umbi yang masih muda dan telah berkembang dengan baik dan

sehat. Ekspaln dicuci denga air mengalir, selanjutnya dilakukan

Page | 25

Page 26: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

prasterilisasi dengan air sabun dan sublimat jika diperlukan, seperti pada

eksplan yang berasal dari umbi. Eksplan yang telah di cuci ataupun

melewati prasterilisasi kemudian di sterilisasi dengan cairan sublimat

sambil digojog perlahan-lahan selama 15-20 menit. Dicuci dengan

akuades steril dilakukan di dalam kotak aseptik, sesaat setelah sterilisasi.

Pencucian dilakukan sebanyak 3 kali, masing-masing selama 3, 5 dan 7

menit.

4. Penanaman eksplan dan inkubasi

a. Kultur tunas

Eksplan yang sudah disterilakan diambil dengan piset steril, letakkan

dalam cawan petri steril yang beralaskan kertas saring. Eksplan digores

dengan skapel sampai terbentuk luka tetapi tidak sampai putus.

Eksplan tersebut lalu ditanam dalam media dengan sedikit ditekan agar

menempel pada permukaan media. Kultur tersebut kemudian

dipindahkan ke ruang inkubasi.

b. Kultur kalus

Eksplan yang sudah steril diambil dengan piset steril, letakkan dalam

cawan petri steril yang beralaskan kertas saring. Eksplan dipotong

secara horizontal pada bagian batang taupun umbi yang memiliki

bagian totipoten. Eksplan tersebut selanjutnya ditanam dalam media.

Kultur tersebut kemudian dipindahkan ke ruang inkubasi.

5. Kultur suspensi sel kalus bawang putih

Eksplan yang ditanam dalam media akan membentuk kalus dalam jangka

waktu tertentu. Kalus yang terbentuk cukup banyak dan baik serta tidak

terkontaminasi jamur maupun bakteri dapat disubkultur. Subkultur

dilakukan dengan cara kalus dikerok dengan skapel dan dipindahkan ke

dalam petri. Diambil 25 mg kalus untuk dikulturkan . kalus ditanam pada

media cair dan dishaker hingga pertemuan selanjutnya.

6. Kuantifikasi kalus

Kalus yang diperoleh dari kultur kalus yang tidak disubkultur diambil dan

diletakan pada aluminum foil yang sudah ditara. Kalus tersebut kemudian

ditimbang untuk mengetahui berat basah kalus. Kalus basah selanjutnya

dikeringkan dalam oven 600C, setelah itu ditimbang untuk mengetahui

bobot kalus setelah dikeringkan. Kalus dikeringkan sampai mencapai

Page | 26

Page 27: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

bobot tetap. Bobot tetap diperoleh bila selisih penimbangan dua kali tidak

lebih dari 0,1%. Bobot tetap tersebut yang dinyatakan sebagai bobot kering

kalus.

7. Analisis Kandungan Metabolit Kultur Kalus Kemangi

Sejumlah kalus dimaserasi dalam tabung reaksi dengan etanol 70%

sebanyak 3 ml sambil diaduk. Maserat ditotolkan pada plat KLT sebanyak

20l disertai dengan penotolan pembanding. Pembanding dibuat dari

serbuk daun kemangi yang dimaserasi dengan etanol 70%. Pembanding

ditotolkan sebanyak 2l. Plat KLT tersebut kemudian dielusi dengan fase

gerak sampai mencapai jarak elusi yang sebelumnya telah ditetapkan yaitu

8 cm. Plat yang sudah dielusi, lalu diamati pada sinar tampak, UV 254 dan

UV 366 sambil dicatat harga Rf yang dihasilkan masing-masing bercak

hasil elusi. Plat tersebut selanjutnya, disemprot dengan pereaksi semprot

anisaldehid asamsulfat dan dipanaskan pada suhu 1100C selama 10 menit

kemudian amati dan catat harga Rf.

Page | 27

Page 28: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Keberhasilan Sterilisasi Media Dan Alat

1. Pembuatan Media Padat Murashige Skoog (MS )

Media yang digunakan dalam propagasi eksplan baik kalus maupun tunas

pada praktikum ini adalah media MS padat. Pemilihan media MS padat karena

media ini diperkaya nutrisi baik makro maupun mikronutrien untuk pertumbuhan

eksplan, sukrosa sebagai sumber karbon, inositol sebagai suplemen organic, zat

pengatur tumbuh berupa vitamin, dan zat pengatur tumbuh dengan konsentrasi

tertentu.

Media MS dibuat pada rentang pH 5,8-5,9 ( mendekati 6 ). Pengaturan ph ini

sangat mempengaruhi, dan perlu diperhatikan. pH sangat menetukan kelarutan

mineral ( nutrisi ). Ada beberapa senyawa yang hanya bisa larut dalam rentang

pH tertentu. Hal ini berhubungan dengan ketersediaan unsur hara yang terlarut

yang dapat diserap oleh eksplan untuk pertumbuhannya. Selain itu pH yang

terlalu asam akan memyebabkan vikositas media menurun ( media menjadai

encer ), sehingga ketika eksplan ditanam, eksplan akan tenggelam. Sebaliknya,

jika ph terlalu basa , maka media akan menjadi lebih padat, dan bisa

menyebabkan eksplan sulit tumbuh.

Bahan pemadat yang digunakan dalam pembuatan media MS padat adalah

agar. Untuk membuat 600ml larutan media, agar yang ditambahkan sekitar 9 %

yaitu sebanyak 5,4 gram. Konsentrasi pemadat yang terlalu tinggi dapat

menyebabkan media menjadi terlalu padat, sehingga difusi zat terlarutnya

menjadi sulit.

Pada media padat MS untuk menumbuhkan tunas, diberi suatu zat pengatur

tumbuh, yaitu kinetin dengan konsentrasi kurang dari 2ppm, yaitu sebanyak 1,2

ml . Kinetin diberikan dalam bentuk larutan. Sedangkan pada media padat MS

untuk menumbuhkan kalus, diberi zat pengatur tumbuh berupa 2,4 D kurang dari

Page | 28

Page 29: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

1 ppm, yaitu sebanyak 0, 6 ml. Sebanyak 600ml larutan media dituangkan dalam

70 botol dalam keadaan panas.

2. Sterilisasi Alat dan Media

Persyaratan mutlak dalam kerja kultur jaringan tanaman adalah keadaaan

yang aseptis. Untuk sterilisasi alat – alat kultur digunakan cara sterilisasi dengan

pemanasan basah, yaitu dengan autoklaf. Pemanasan dilakukan dengan suhu

121 oC, tekanan 1 atm, selama 30 menit.

Untuk sterilisasi media, digunakan autoklaf dengan suhu 121oC, tekanan 1

atm, selama 20 menit. Dengan cara ini, media berhasil disterilkan, dan terbebas

dari kontaminan.

Ruang kerja dalam kultur jaringan tanaman harus aseptis. Tempat yang

digunakan adalah kotak aseptis, sebagai pengganti dari Laminar Air Flow

Cabinet ( LAF ). Hal ini karena LAF yang tersedia sangat terbatas, tidak

memenuhi semua kelompok dalam satu golongan. Sebelum digunakan, ruangan

di dalam kotak disemprot dengan alcohol 70%, dan disterilisasi dahulu dengan

sinar UV untuk meminimalkan kontaminan dari mikroba.

Alat – alat yang diperlukan untuk pekerjaan ini, dimasukkan ke dalam kotak

aseptis dalam keadaan steril. Setiap peralatan, amupun bahan yang

dimasukkan ke dalam kotak aseptis, lebih dulu disterilkan dengan penyemprotan

alkohol 70%.

3. Sterilisasi Dan Penanaman Eksplan

Eksplan yang digunakan, berasal dari bagian yang berbeda untuk kalus, dan

tunas. Pada prinsipnya, sterilisasi yang digunakan adalah sama. Pada eksplan

dilakukan praserilisasi dengan alkohol 70%, kemudian disterilkan dengan

sublimat. dan dibantu dengan larutan tween untuk menurunkan tegangan

permukaan eksplan, sehingga sterilannya dapat secara maksimal mensterilkan

eksplan.

Penanaman eksplan dilakukan secara aseptis di dalam kotak aseptis. Dalam

satu pot ditanam tiga eksplan, baik untuk tunas maupun kalus. Untuk kultur

kalus, ditanam pada media yang mengandung 2,4 D, sedangkan untuk kultur

kalus ditanam pada media yang mengandung kinetin. Eksplan disimpan dalam

ruang inkubasi dengan suhu 22-28OC. Suhu ini, merupakan suhu optimum untuk

pertumbuhan eksplan.

Page | 29

Page 30: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

Ada sebanyak 27 pot untukpengkulturan kalus, dan 27 pot untuk

pengkulturan tunas. Masing – masing tanaman disediakan 3 pot. Secara

keseluruhan, cara sterilisasi ini dapat memberikan tingkat keberhasilan sebesar

46 %.

B. ANALISIS HASIL KULTUR

I. Kultur Kalus

1. Kultur Umbi Wortel

a. Keberhasilan Sterilisasi Eksplan

Sterilisasi eksplan sangat dibutuhkan, karena ini sangat menunjang

keberhasilan kultur. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan sterilan adalah

jenis, konsentrasi sterilan, dan lamanya proses sterilisasi.

Eksplan yang berupa umbi akar ini,dilakukan prasterilisasi dengan alkohol 70

%, karena pada umbi akar biasanya banyak terdapat kontaminasi mikroba yang

berasal dari tanah. Bahan-bahan yang ada di dalam tanah umumnya memiliki

resiko kontaminasi tinggi karena tanah merupakan habitat mikroba yang

terbesar. Prasterilisasi ini dapat meminimalisir jumlah kontaminan. Proses

sterilisasinya menggunakan sublimat, digojog selama 30 menit. Penggojokan

dilakukan secukupnya, tidak boleh sampai merusak umbi yang akan dijadikan

eksplan. Proses sterilisasi dilakukan selama 30 menit, dengan pertimbangan

umbi akar wortel kuat terhadap sterilan sublimat, dan memiliki resiko

kontaminasi yang tinggi karena letaknya yang ada di dalam tanah. Setelah

proses sterilisasi, proses lebih lanjut dilakukan di dalam kotak aseptik. Hal ini

bertujuan untuk menjaga kesterilan kerja.

Tabel 1. Keberhasilan sterilisasi Eksplan Umbi Akar Wortel

Materi pengamatanHari ke- (banyaknya pot)

1 7 9 13 14 31 32 34 41

Jumlah pot 9 9 9 9 9 9 9 2 1

Kontaminasi - 1 4 5 6 7 8 1 2

Mati - - - - - - - 7 8

Pada praktikum ini didapatkan prosentase keberhasilan pertumbuhan kalus

wortel adalah sebesar 10%, hanya ada 1 pot yang berisi 3 eksplan yang bisa

Page | 30

Page 31: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

tumbuh. Hal ini mungkin disebabkan karena waktu untuk melakukan sterilisasi

kurang lama, sehingga sterilan belum bekerja secara optimal pada permukaan

eksplan.

Gambar 1. Kultur kalus wortel yang terkontaminasi bakteri

Gambar 2. Kultur kalus wortel yang membusuk( mati )

Kontaminasi yang terjadi ini, bisa disebabkan oleh sterilisasi

eksplan yang kurang tepat, karena pada dasarnya umbi akar wortel

kuat terhadap sterilan sublimat, dan memiliki resiko kontaminasi yang

tinggi karena letaknya yang ada di dalam tanah. Proses pengerjaan

kurang aseptic dan teliti juga berpengaruh, misalnya lubang kotak

aseptis tidak tertutup rapat,sehingga memungkinkan kontaminan

berasal dari sirkulasi udara atau pada saat penutupan dengan plastik,

keadaan dalam pot masih panas akibat pemanasan mulut pot setelah

eksplan ditanam yang bisa menyebabkan pembusukan pada eksplan

karena pengembunan.

b. Induksi Kalus

Page | 31

Page 32: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

Eksplan berasal dari bagian umbi akar wortel, yang diambil dari

bagian tengahnya yang berwarna kuning. Bagian ini merupakan

bagian yang totipoten.

.

Gambar3. bagian dari umbi akar wortel yang totipoten

Pada umumnya untuk eksplan yang mempunyai kambium tidak

perlu penambahan ZPT untuk menginduksi terbentuknya kalus karena

secara alamiah pada jaringan berkambium yang mengalami luka akan

tumbuh kalus untuk menutupi luka yang terbuka. Namun pada kasus

lain, menurut Kordan 1959 dalam Dodds & Robert, 1983 , dituliskan

bahwa keberadaan kambium di dalam eksplan tertentu dapat

menghambat pertumbuhan kalus bila tanpa penambahan zat

pengatur tumbuh eksogen. Penambahan ZPT tersebut dapat satu

macam atau lebih tergantung dari jenis eksplan yang digunakan.

Pembelahan sel di dalam eksplan dapat terjadi tergantung dari ZPT

yang digunakan, seperti auksin, sitokinin, auksin dan sitokinin, dan

ekstrak senyawa organik komplek alamiah.

Pada praktikum ini ZPT yang ditambahkan adalah berupa 2,4 D

( Dikloro fenoksi asetil asetat ) dengan konsentrasi kurang dari 1 ppm.

Dikloro fenoksi aestil asetat (2,4 D) merupakan auksi sintetik. Auksin

sangat dikenal sebagai hormon yang mampu berperan menginduksi

terjadinya kalus, mendorong proses morfogenesis kalus membentuk

akar atau tunas, mendorong proses embryogenesis, dan dapat

mempengaruhi kestabilan genetik sel tanaman (Santoso dan

Nursandi, 2003).

Tabel 2. Pertumbuhan Kalus Umbi Akar Wortel

Materi pengamatanHari ke- (banyaknya pot)

1 7 8 10 16

Jumlah pot 9 9 9 9 9

Tumbuh kalus - 1 2 3 4

Page | 32

Page 33: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

Belum ada respon 9 8 7 6 5

Berdasarkan pengamatan kurang lebih 6 minggu, diperoleh hasil bahwa tidak

ada kalus yang benar – benar terlihat tumbuh bagus. Pada minggu pertama

kalus belum ada respon. Pada minggu ke-2 mulai ada inisiasi kalus sebanyak 4

pot. Namun terlihat juga tanda-tanda kontaminasi bakteri, ciri-cirinya adalah pada

eksplan terlihat lembek dan berwarna coklat kehitaman. Beberapa eksplan ada

yang kering, kisut, dan pigmen warnanya berubah menjadi lebih pucat. Pada

minggu ke -4 kontaminasi semakin banyak, sehingga ada 6 pot yang dibuang.

Pada akhir praktikum, kira-kira umur eksplan 47 hari,hanya ada 1 pot yang

masih bertahan, namun eksplan dalam pot tersebut tidak menunjukkan respon

apapun, sedangkan sisanya mati karena membusuk. Oleh karena itu , pada

praktikum ini tidak diperoleh kalus dari umbi akar wortel. Kalus yang tidak tumbuh

ini, kemungkinan karena factor gradiasi nutrisi, dimana pada media unsur dari 2,4

D nya sangat sedikit sekali atau bahkan tidak ada, dan seperti pada teorinya

Kordan 1959 dalam Dodds & Robert, 1983 di atas, umbi wortel mempunyai

cambium, jadi tanpa diimbangi oleh adanya penambahan ZPT, maka cambium

ini malah akan menghambat pertumbuhan kalus.

Gambar 4. Kultur kalus wortel yang sehat, tetapi tidak ada respon

2. Kultur Kalus Daun Kemangi

a. Keberhasilan sterilisasi eksplan

Tabel 3. Keberhasilan sterilisasi Eksplan Daun Kemangi

Materi pengamatanHari ke- (banyaknya pot)

1-6 7-8 9-21 22 23-28

Jumlah pot 9 9 9 4 2

Page | 33

Page 34: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

Kontaminasi - 5 6 2 -

Mati - - - 2 7

Pada hari Ke-7 dari masa inkubasi terjadi kontaminasi sebanyak 5 pot,

yaitu 3 pot terkontaminsi jamur dan 2 pot terkontaminasi bakteri. Kontaminasi

jamur bertambah 1 pot pada hari ke-9. Kontaminasi terjadi karena proses

sterilisasi baik media maupun eksplannya tidak sempurna. Kontaminasi juga bisa

terjadi seraca endogen karena bawaan penyakit yang terdapat dalam sumber

ekplannya. Pada hari ke-22 tanaman dalam 2 pot mati dan pada hari ke-23

sebanyak 7 pot yang mati. Penyebab kematian eksplan adalah kontaminasi dan

browning.

Browning adalah suatu karakter yang munculnya warna coklat atau hitam

yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan perkembangan eksplan.

Kejadian ini terjadi karena digunakan bahan eksplan yang tidak normal, media

dan suplemen media yang beragam, penggunaan bahan sterilisasi, pengirisan,

penggunaan api dan lain-lain. Selain itu, browning juga bisa terjadi karena

adanya reaksi enzimatik. Enzim yang berperan pada proses ini adalah polifenol

oksidase, suatu enzim komplek. Enzim komplek tersebut diantaranya adalah

fenol hidroksilase, kreoslase, dan katekolase. Untuk terjadinya reaksi

pencoklatan yang dikatalis oleh enzim tersebut, maka selain harus ada substrat

juga harus tersedia gugus protestik Cu++ dan oksigen sebagai aseptorhidrogen.

Pada proses pencoklatan enzimatis, substrat yang berperan adalah: p-difenol,

monofenol, falovonoid, tanin, katekol, asam kafeat, asam protokatekoat, dan

asam klorogenat. Mengatasi problem pencoklatan dapat dilakukan dengan

beberapa cara, misalnya: 1). Mengeluarkan senyawa fenol, 2). Memodifikasi

potensial redoks media, 3). Mengurangi agen yang menyebabkan terjadinya

pencoklatan, 4). Menghambatan enzim fenil oksidase, 5). Pengaturan pH rendah,

5). Penggunaan ruang gelap. Namun, usaha-usaha tersebut tidak dilakukan.

b. Induksi Kalus

Pada praktikum ini media untuk kultur kalus diberi zat pengatur tumbuh asam

2,4 Diklorofenoksiasetat (2,4 D), yang termasuk golongan auksin. Menurut

Gamborg dan Shyluk (1981), auksin adalah hormon yang terlibat penting dalam

kultur jaringan tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan kalus. Setiap

Page | 34

Page 35: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

tanaman memiliki hormon endogen yang berbeda-beda, sehingga banyaknya zat

pengatur tumbuh yang diperlukan setiap tanaman untuk menghasilkan kalus juga

berbeda-beda. Zat pengatur tumbuh akan berinteraksi dengan hormon endogen

dan menentukan keberhasilan induksi kalus serta diferensiasinya (Imaculata,

2004).

Tabel 4. Pertumbuhan Kalus Daun Kemangi

Materi pengamatanHari ke- (banyaknya pot)

1-6 7-8 9-21 22 23-28

Jumlah pot 9 9 9 4 2

Tumbuh kalus - 7 7 4 2

Belum ada respon 9 - - - -

Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa setelah hari ke-7

inkubasi, tumbuh kalus sebanyak 7 pot. Panen dilakukan pada hari ke-28 masa

inkubasi diperoleh sebanyak 2 pot. Pot pertama digunakan untuk ditetapkan

bobot kering sedangkan pot kedua digunakan untuk analisis metabolit

sekundernya. Hasil penimbangan diperoleh berat kalus pada pot pertama

sebesar 0,537g.

3. Daun Binahong

a. Keberhasilan Sterilisasi Eksplan

Eksplan yang berupa daun ini,dilakukan proses prasterilisasi dengan air

sabun, dan dibilas dengan air bersih yang mengalir dengan pertimbangan jumlah

kontaminasi tidak terlalu banyak, seperti pada umbi. Prasterilisasi ini dapat

meminimalisir jumlah kontaminan pada permukaan daun. Proses sterilisasinya

menggunakan sublimat, digojog selama 30 menit. Penggojokan tidak terlalu kuat,

jika terlalu kuat dikhawatirkan dapat merusak daun yang akan dijadikan eksplan.

Proses sterilisasi dilakukan selama 30 menit.

Tabel 5. Keberhasilan sterilisasi Eksplan Daun Binahong

Materi Pengamatan Hariv ke-(banyaknya pot)

1 6 7

Page | 35

Page 36: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

Jumlah pot 9 9 8

Kontaminasi - 1 3

Mati - 1 -

Setelah tahap sterilisasi, eksplan daun dibilas dengan akuades, dan

pengerjaannya dilakukan di dalam kotak aseptik, agar mengurangi kontaminasi.

Pada praktikum ini , yaitu sekitar 26 hari didapatkan prosentase keberhasilan

pertumbuhan kalus daun binahong 63%. Di akhir praktikum ini masih bertahan

sebanyak 6 pot tanpa kontaminasi. Hal ini berarti cara sterilisasi ini cukup baik

untuk sterilisasi eksplan yang berupa daun.

b. Induksi Kalus

Tabel 6. Pertumbuhan Kalus Daun Binahong

Materi Pengamatan

Hari ke- (banyaknya

pot)

1 6 12

Jumlah pot 9 9 9

Tumbuh kalus - 1 2

Belum ada respon 9 8 7

Eksplan berasal dari bagian daun. Tepi daun dihilangkan, dan dibagi menjadi

6 bagian untuk memperkecil ukuran. Pada eksplan diberi perlukaan sedikit,

dengan tujuan untuk memacu pertumbuhan kalus. Hal ini berdasarkan konsep

dasar sifat totipotensi sel, dimana sel akan membelah jika ada stimulus, misalnya

luka. Dengan pemberian ZPT 2,4 D diharapkan bisa meningkatkan pertumbuhan

kalus pada eksplan daun binahong.

Pengamatan dilakukan selama kurang lebih 3 minggu. Pada minggu pertama

ternyata,pada beberapa eksplan mulai terjadi inisiasi kalus. Berbeda pada kultur

umbi akar wortel, pada eksplan daun lebih cepat tumbuhnya. Namun ada

beberapa pot yang mulai terkontaminasi oleh jamur, eksplan kisut kehitaman,

dan pada media ada yang berubah warna menjadi agak memerah ( merah

muda ). Timbulnya perubahan warna ini, mungkin disebabkan oleh metabolit

Page | 36

Page 37: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

sekunder dari jamur yang bereaksi dengan unsur hara mikro yang terdapat

kandungan logam, seperti Mg, Al yang bisa membentuk khelat dan

menyebabkan timbulnya warna.

Gambar 5. eksplan yang kisut, dan kehitam-hitaman.

Kalus pada daun binahong hanya berumur 26 hari. Pada akhir pengamatan

diperoleh 2 pot yang tumbuh kalus, namun tidak dilakukan pemanenan, 3 pot

terkontaminasi jamur, dan 7 pot belum ada respon tumbuh. Dari pengamatan ini,

pengaruh pemberian 2,4 D pada kultur daun binahong adalah dapat

mempercepat pertumbuhan kalus.

II. Kultur Tunas

1.Kultur Tunas Batang Joko Tuwo

a. Keberhasilan Sterilisasi Eksplan

Tabel 7. Keberhasilan Sterilisasi Eksplan Batang Joko Tuwo

Materi pengamatanHari ke- (banyaknya pot)

1 13 15 30 41 50 57

Jumlah pot 9 9 8 7 7 4 4

Kontaminasi - 3 2 2 2 - -

Mati- - 1 2 2 5 5

Pada hari ke-13 inkubasi sebanyak 3 pot terkontaminasi, 2 pot terkontaminasi

bakteri dan 1 pot terkontaminasi jamur. Pada hari ke-14 setelah penanaman

sebanyak 1 pot kultur mati. Sebelumnya kultur dalam pot tersebut mengalami

browning. Kejadian ini terjadi karena digunakan bahan eksplan yang tidak

normal, penggunaan bahan sterilisasi, pengirisan, penggunaan api dan lain-

lain. Jumlah pot yang mati bertambah pada hari ke-30.

b.Induksi Tunas

Page | 37

Page 38: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

Media yang digunakan pada praktikum ini adalah media MS padat. Hal ini

mengacu pada penelitian Dalay (1998) yang berhasil menumbuhkan kalus dari

tanaman selasih (Ocimum basilicum L. forma violaceum) menggunakan media

MS. Kemangi dan selasih merupakan spesies yang sama, jadi dengan

menggunakan media yang sama diharapkan hasil yang tidak jauh berbeda.

Media MS memiliki kandungan mineral dan nitrogen yang tinggi dalam bentuk

ammonium (Gamborg dan Shyluk, 1981). Kadar ammonium yang tinggi ini

diperlukan untuk proses regenerasi. Kandungan garam mineral yang tinggi layak

utuk memenuhi kebutuhan sel tanaman dalam kultur. Media ini telah digunakan

secara luas untuk berbagai jenis eksplan dari tumbuhan dikotil dan monokotil

(Dixon, 1985).

Dalam praktikum ini, untuk menumbuhkan tunas digunakan zat pengatur

tumbuh kinetin yang merupakan senyawa golongan sitokinin. Senyawa golongan

sitokinin dapat menstimulir terjadinya pembelahan sel dan proliferasi kalus dalam

kultur jaringan sehingga diharapkan tunas dapat tumbuh dengan cepat (Santosa,

2002).

Tabel 8. Pertumbuhan Tunas Batang Joko Tuwo

Materi pengamatanHari ke- (banyaknya pot)

1 13 15 30 41 50 57

Jumlah pot 9 9 8 7 7 4 4

Tumbuh tunas - 8 8 7 7 4 4

Tumbuh kalus - - - - 1 1 2

Belum ada respon 9 1 - - - - -

Pada hari ke-13 setelah penanaman, tumbuh tunas sebanyak 8 pot dan 1

pot belum menunjukkan respon. Pada hari ke-41 tumbuh kalus pada kultur

tunas tersebut. Kalus tumbuh pada tunas yang tumbuh dengan bagus yang

menghasilkan daun yang lebat dan hijau segar. Diasumsikan kalus tersebut

tumbuh karena tunas sudah tidak bisa tumbuh lagi. Ruang tumbuh kultur pada

pot sangat terbatas sehingga ketika eksplan masih memiliki kemampuan untuk

tumbuh maka pertumbuhannya diarahkan ke yang lain yaitu kalus. Selain itu

telah diketahui fungsi lain dari kinetin yaitu merangsang proliferasi kalus.

2.Kultur Tunas Bawang Putih

a. Keberhasilan Sterilisasi Eksplan

Page | 38

Page 39: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

Tabel 9. Keberhasilan Sterilisasi Eksplan Bawang Putih

Hari

Materi

pengamatan

1 2 3 8 29 36 40

Jumlah pot 6 6 9 9 7 7 7

Kontaminasi - - - 1 - 1 1

Mati - - - - - 2 2

Jumlah pot yang diinkubasi sebanyak 9 pot, terdapat 6 pot yang masing-

masing berisi 3 eksplan dan 3 pot lainnya masing-masing berisi 2 eksplan.

Tunas yang berhasil ditumbuhkan sebanyak 7 pot dengan rata-rata

pertumbuhan tunas pada hari ke-3. Tingkat keberhasilan sterilisasi sebesar

77,78%.

Kendala yang timbul pada eksplan tunas bawang putih adalah

kontaminasi. Fenomena kontaminasi menunjukkan bahwa semakin media

diperkaya maka tingkat kontaminasi juga semakin besar. Fenomena

kontaminasi sangat beragam, keragaman tersebut dapat dilihat dari jenis

kontaminannya (bakteri, jamur, yeast, virus, kapang), waktu terjadinya (cepat,

sedang, lambat), dan berdasarkan apa yang dikontaminasi (Santosa, 2002).

Kontaminasi dapat terjadi karena sterilisasi yang kurang baik sehingga bakteri

atau jamur yang terdapat pada eksplan belum sepenuhnya hilang.

b. Induksi Tunas

Tabel 10. Pertumbuhan Tunas Umbi Bawang Putih

Hari

Materi

Pengamatan

1 2 3 8 29 36 40

Jumlah pot 6 6 9 9 7 7 7

Tumbuh kalus - - - - - 1 1

Tumbuh tunas 3 6 8 8 7 7 7

Page | 39

Page 40: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

Belum ada

respon

3 - 1 1 - - -

Tanda-tanda yang timbul selama masa inkubasi adalah perubahan warna

bagian bawah umbi bawang putih (bekas irisan) dari putih menjadi merah. Dari

beberapa eksplan yang ditanam selain tumbuh tunas juga tumbuh akar terutama

pada eksplan yang terdapat pada pot T1, K1 dan K2. Pada akhir praktikum,

dilakukan pengukuran terhadap tinggi tunas. Tinggi tunas pada pot T1 sepanjang

1 cm, tinggi tunas pada pot T2 lebih dari 5 cm, tinggi tunas pada pot I1 2 cm,

dan tinggi tunas pada pot I3 sepanjang 1 cm.

3.Kultur Tunas Umbi Binahong

a. Keberhasilan Sterilisasi Eksplan

Tabel 11. Keberhasilan Sterilisasi Eksplan Umbi Binahong

Hari

Materi

pengamatan

1 2 3 4 5 6 7

Jumlah pot 9 9 9 libur 9 9

Kontaminasi - - 1 2 2

Mati - - - - -

Jumlah pot yang diinkubasi sebanyak 9 pot, masing-masing berisi 3

eksplan. Tunas yang berhasil ditumbuhkan sampai akhir praktikum sebanyak 3

pot, rata-rata tunas tumbuh pada hari ke-3.Tingkat keberhasilan sterilisasi

sebesar 33,33%.

b. Induksi Tunas

Tabel 12. Pertumbuhan Tunas Umbi Binahong

Page | 40

Page 41: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

Hari Materi

Pengamatan

1 2 3 4 5 6 7

Jumlah pot 9 9 9 Libur

Libur

9 9

Tumbuh kalus - - - - -

Tumbuh tunas - - 3 3 3

Belum ada

respon

9 9 5 5 5

Tunas tumbuh setelah hari ke-3 inkubasi sebanyak 3 pot. Sedangkan 5 pot yang

lain belum menunjukkan adanya pertumbuhan. Pengamatan pada tunas

binahong tidak dapat dilakukan dengan maksimal karena pratikum sudah

berakhir, padahal masih ada eksplan yang belum tumbuh tunas.

C. Kuantifikasi hasil kultur

Kalus yang dipanen adalah kalus daun kemangi, pada kalus ini telah

terjadi browning. Kalus dipanen pada minggu terkahir praktikum. Dilakukan bobot

basah pada kalus yang berhasil dipanen. Panen dilakukan dengan cara, pilih

kalus yang tumbuh dalam media padat, ambil dan letakkan pada cawan petri.

Kalus dibersihkan dari agar yang menempel dengan pinset. Buat wadah dari

aluminium foil sebagai wadah dari kalus yang telah dipanen, lalu wadah tersebut

ditimbang atau ditara. Kalus dimasukkan dalam wadah yang sudah ditara,

kemudian ditimbang lagi, hasil penimbangan tersebut merupakan bobot basah

kalus. Keringkan dalam oven suhu 500C. Timbang kembali sampai diperoleh

bobot tetap. Bobot tersebut sebagai bobot kering.

Bobot segar kalus sebesar 0,537 gram dan bobot keringnya sebesar

0,520 gram. Pengeringan hingga mencapai bobot tetap jika dalam dua kali

penimbangan selisih bobot kalus kurang dari 0,25%. Bila belum mencapai bobot

tetap, maka kalus harus dikeringkan lagi. Bobot kering dicapai setelah

pengeringan ke-3, pada pengeringan tersebut selisih antara pengeringan ke-2

dan pengeringan ke-3 sebesar 0,001 gram dengan persentase susut

pengeringan sebesar 0,19% Pengeringan dilakukan dengan oven pada suhu

400C, suhu yang digunakan tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu rendah,

Page | 41

Page 42: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

bertutujuan untuk menghindari degradasi senyawa kimia dalam kultur akibat

pemanasan berlebih.

D. Kultur Suspensi Sel

Subkultur dilakukan pada kultur kalus bawang putih. Kultur dipindahkan dari

media MS padat ke MS cair. Pertama-tama kalus bawang putih dipisahkan dari

eksplan dengan dikerok menggunakan scapel. Eksplan yang disubkulturkan

diambil sebanyak 25mg kemudian di shaker selama satu minggu.

Satu minggu kemudian massa kalus yang telah teragregasi menjadi sel-sel

tunggal. Hal ini terjadi akibat perkuan penggojogan selama satu minggu. Sel-sel

yang ada dalam kultur suspense sel ini kemudian diamati dengan mikroskop.

Gambar 6. Sel kalus kemangi

Gambar7. Sel kalus wortel

Pengamatan sel dilakukan pada kalus daun kemangi dan umbi akar wortel,

eksplan miliki golongan 1. Kultur bawang putih tidak dilakukan pengamatan

karena waktu yang tersedia tidak cukup. Dari gambar tersebut terlihat ada

Page | 42

Page 43: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

berbagai bentuk sel. Sel yang berbentuk bulat menunjukkan sel viable, sel yang

berbentuk batang atau mengkerut menunjukkan sel yang lapar. Pengamatan sel-

sel viable lebih mudah dilakukan dalam kultur suspensi sel ini karena sel-sel

terdispersi. Bila sel-sel viable yang terdapat dalam kultur banyak menunjukkan

proses kultur berhasil dan memiliki prospek yang baik untuk diambil metabolit

sekundernya atau disubkulturkan lagi hingga terbentuk plantula.

E. Analisis Metabolit Sekunder

Analisis metabolit sekunder dari kalus daun kemangi dilakukan dengan

krommatografi lapis tipis. Kalus dipisahkan dari eksplan dan media kemudian

dilakukan maserasi dengan etanol sebanyak 3ml. Sebanyak 20µl sampel

ditotolkan pada pelat KLT, silica gel F254 beserta sampel dari kelompok lain dan

pembanding. Plat dielusi dengan fase gerak heksan:etil asetat (7:3) dengan jarak

8 cm. Selanjutnya plat langsung disemprot dengan pereaksi anisaldehida dan

dideteksi pada sinar tampak dan UV366nm.

Tabel 13. Hasil Analisis KLT

No. RfSetelah disemprot

UV 366 Tampak

1. 0,43 Biru Hijau-biru

P. 0,4 Biru Hijau

Page | 43

8 cm

Page 44: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

Gambar8. Kromatogram sinar tampak Gambar9. Kromatogram UV366nm

Pada sinar tampak terlihat bercak berwarna hijau pada pembanding dan

bercak berwarna hijau kebiruan pada sampel. Namun warna bercak terlihat

sama bila dilihat di UV366nm. Harga Rf antara pembanding dan sampel hampir

sama, yaitu 0,4 untuk pembanding dan 0,43 untuk sampel. Berdasarkan data

tersebut dapat disimpulkan bahwa sampel memiliki polaritas dan gugus fungsi

yang hampir sama dengan pembanding.

“P” merupakan pembanding. Pembanding berupa esktrak etanol daun

kemangi segar. Dari gambar kromatogram tersebut terlihat bercak hasil elusi

ekstrak kalus daun kemangi lebih sedikit dibandingkan dengan ekstrak daun

kemangi. Hal ini dapat terjadi karena umur kalus yang masih muda sehingga

belum menghasilkan metabolit sebanyak tanaman aslinya.

Page | 44

Page 45: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Pemberian 2,4D pada kultur kalus umbi wortel, daun binahong, dan daun

kemangi pada media Murahige Skoog memberikan pengaruh terhadap

kecepatan tumbuhnya kalus.

2. Pemberian kinetin pada kultur tunas para binatanag joko towu, umbi

bawang putih, dan umbi bangun kemangi.

3. Berdasarkan analisis kualitatif dengan KLT diperoleh :

- Harga Rf sampel Rf =0,43

- Warna bercak = - tampak =hijau

- UV366nm = fluresensi biru

- Harga Rf pembanding = 0,4

- Warna bercak = -tampak = hijau kebiruan

- UV 366nm = Fluoresensi biru

Warna dan harga Rf yang hampir sama menunjukkan bahwa sampel

memiliki polaritas dan gugus fungsi yang hampir sama dengan pembanding.

B. SARAN

Page | 45

Page 46: Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman

1. Kultur yang telah berhasil menghasilkan plantula yang baik diharapkan

dilakukan penelitian selanjutnya hingga tahap hardening.

2. Diharapkan proses penelitian tidak berhenti hingga tahapa budidaya saja

tetapi dilanjutkan ke tahap uji aktivitas biologi.

3. Untuk mendapatkan hasil kultur yang terbaik hendaknya praktikum

dilaksanakan pada pagi hari agar tanaman eksplan mmasih dalam

kondisi segar.

Page | 46