Upload
hrzfir
View
1.137
Download
10
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tanaman menghasilkan metabolit primer dan sekunder. Metabolit primer
merupakan dasar untuk pertumbuhan dan reproduksi untuk sel tanaman itu
sendiri, sedangkan metabolit sekunder merupakan metabolit sampingan.
Metabolit sekunder tidak begitu dipentingkan bagi tanaman itu sendiri, melainkan
hanya sebagai penunjang untuk proses adaptasi, perlindungan diri, serta untuk
berinteraksi dengan lingkungan.
Metabolit sekunder dari tanaman banyak berfungsi bagi kehidupan
manusia, antara lain sebagai bahan baku obat, kosmetika, dan sebagainya.
Metabolit sekunder tersebut, antara lain adalah alkaloid, triterpen, terpenoid,
senyawa fenol, dan minyak atsiri (Crocomo dkk, 1981)
Sampai saat ini masih sedikit senyawa metabolit sekunder yang telah
diproduksi melalui kultur jaringan secara komersial. Beberapa contoh senyawa
metabolit sekunder yang diperoleh dari budidaya kultur jaringan tanaman,
antaralain yaitu :
Produksi Shikonin yaitu suatu senyawa napthaquinon yang digunakan
sebagai bahan perwarna dan bahan obat-obatan telah diproduksi dalam
skala komersial oleh Mitsui Petrochemical Co. Shikonin ini tergolong
mahal dengan harga mencapai $ 5.000 per kilogram . Shikonin ini
diproduksi dari Lithospermum erythrorhizon.
Produksi nikotin dalam konsentrasi tinggi dari beberapa kalus Nicotiana
Produksi berberin dari Coptis japonica, coumarin dari Cichorium intybus
L. cv. Lucknow
(Hendaryono dan Wijayani 1999 1999, Adnane dkk. 2001, Bais dkk. 2001,
Kazufumi 2001).
Produksi metabolit sekunder oleh tanaman sangat terbatas, karena tidak
semua tanaman dapat menghasilkan metabolit sekunder yang bermanfaat,
hanya terbatas pada kelompok suku tertentu saja. Faktor lain yang turut
berpengaruh adalah sempitnya lahan untuk budidaya, habitat yang sesuai
untuk tumguhnya tanaman, musim, cuaca, suhu. Oleh karena itu, tanaman
Page | 1
serta metabolit sekunder yang dihasilkan mempunyai nilai ekonomi yang
tinggi.
Permasalahan seperti itu, dapat diatasi dengan budidaya alternative,
yaitu budidaya dengan kultur jaringan tanaman. Kultur jaringan tanaman
memiliki banya keunggulan bila dibandingkan dengan cara konvensional.
Keunggulannya yaitu:
1. Pengadaan bibit tidak tergantung musim
2. Bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif
lebih cepat (dari satu mata tunas yang sudah respon dalam 1 tahun
dapat dihasilkan minimal 10.000 planlet/bibit)
3. Bibit yang dihasilkan seragam
4. Bibit yang dihasilkan bebas penyakit (menggunakan organ tertentu)
5. Biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah dan mudah
6. Dalam proses pembibitan bebas dari gangguan hama, penyakit, dan
gangguan lingkunan lainnya.
Meskipun memiliki kelebihan di atas, teknik ini membutuhkan ketrampilan
dan alat khusus dalam melakukannya. Untuk itu perlu mengetahui terlebih dahulu
pengetahuan tentang perkembangan produksi senyawa metabolik sekunder
melalui kultur jaringan, prosedur produksi senyawa metabolik senyawa metabolik
melalui kultur jaringan, dan teknik peningkatan produksi metabolik sekunder
melalui kultur jaringan
Kultur jaringan tanaman pertama kali berhasil dilakukan oleh White pada
tahun 1934. Pada tahun 1939, Whiter melaporkan keberhasilannya dalam
membuat kultur kalus dari wortel dan tembakau. Pada tahun 1957, tulisan
penting Skoog dan Miller dipublikasikan dimana mereka menyatakan bahwa
interkasi kuantitatif antara auksin dan sitokinin menentukan tipe pertumbuhan
dan morfogenik yang akan terjadi. Penelitian mereka pada tembakau
mengindikasikan bahwa perbandingan auksin dan sitokinin yang tinggi akan
menginduksi pengakaran, sedangkan rasio sebaliknya akan menginduksi
pembentukan tunas.
Temuan penting lainnya adalah hasil penelitian Morel tentang
perbanyakan anggrek melalui kultur jaringan pada tahun 1960, dan penggunaan
yang meluas media kultur dengan konsentrasi garam mineral yang tinggi,
dikembangkan oleh Murashige dan Skoog tahun 1962.
Page | 2
Pada tahun 2004, seorang mahasiswa Farmasi Bahan Alam fakultas
Farmasi UGM, Amelia Indriana meneliti tentang pengaruh sukrosa terhadap
kultur kalus daun Binahong (Anredera scandens (L.) Moq). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada konsentrasi tertentu, sukrosa mempengaruhi produksi
dari alkaloid saponin dari tanaman Binahong ( Anredera scandens L ).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Tundjung T. Handayani, mengenai
induksi pembentuka kalus bawang putih dengan IAA dan kinetin. Hasil penetilian
Pembentukan kalus bawang putih dari eksplan tunas vegetatif dan efisien
menggunakan kombinasi IAA 1,0 mg/l dan KIN 1,0 mg/l. Dengan kombinasi
tersebut dapat dicapai persentase keberhasilan pembentukan kalus 77,78%
dengan kecepatan pembentukan kalus 57,41% per minggu, dan bobot segar
kalus 0,1758 g per eksplan (Handayani, Tundjung T, 2007, Induksi Pembentukan
Kalus Pada Bawang Putih (Allium sativum L.) dengan IAA dan Kinetin, Jurnal
A)kta Agrosia edisi khusus No. 1, 53-58)
Karjadi A.K dan Buchory (2008) menyatakan bahwa eksplan dapat tumbuh
dan berkembang di semua komposisi media. Kontaminasi hanyaterjadi pada
beberapa kultur. Pertumbuhan eksplan yang normal ditunjukkan oleh
pertumbuhan daun yang baik, lurus, dan mengarah ke atas. Tidak didapatkan
perbedaan nyata pengaruh penambahan hormon picloram, 2-ip, dan BAP
terhadap pertumbuhan plantlet. Namun secara umum kombinasi antara picloram
dan 2-ip dapat mempercepat pertumbuhan tunas.( Pengaruh Penambahan
Auksin dan Sitokinin terhadap Pertumbuhan Tunas Bawang Putih Karjadi, A.K.,
dan Buchory, A. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Jl. Tangkuban Parahu 517
Lembang, Bandung 40391, 2008)
Menurut Devy, N.F. dan Hardiyanto (2009), menyatakan bahwa induksi kalus
dilakukan pada segmen apikal akar bawang putih yang ditanam secara in vitro.
Persentase jumlah eksplan yang berkalus cukup tinggi, berkisar antara 70-100%
pada media MS+0,2 g/l CH + 1 ppm 2.4 D maupun media MS + 1 ppm 2.4 D +
0,1 ppm IAA. (Devy, N.F dan Hardiyanto, 2009, Kemampuan Regenerasi Kalus
Segmen Akar pada Beberapa Klon bawang Putih Lokal Secara In Vitro, Balai
Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika, Batu)
B. Perumusan Masalah
Dari sekilas uraian di atas, kami merumuskan masalah sebagai berikut
Page | 3
1. Apa pengaruh dari pemberian 2,4 D terhadap kultur kalus .pada umbi
lapis bawang putih, daun kemangi, daun binahong dan daun tapak doro
pada media Murashige Skoog (MS)?
2. Apa pengaruh dari pemberian kinetin terhadap kultur tunas pada batang
jaka tuwa dan batang binahong pada media Murashige Skoog (MS)?
3. Bagaimana profil KLT dari kultur kalus bawang putih yang dihasilkan ?
C. Tujuan
Pada praktikum ini bertujuan untuk mengetahui
1. Pengaruh pemberian 2,4 D pada kultur kalus umbi wortel, daun binahong
dan daun kemangi pada media Murashige Skoog
2. Pengaruh pemberian kinetin pada kultur tunas pada batang jaka tuwa,
umbi bawang putih dan daun kemangi yang ditanam pada media
Murashige Scoog (media MS),
3. Profil KLT dari kultur kalus bawang putih yang dihasilkan untuk
mengetahui kulitas dari kandungan metabolitnya.
D. Tinjauan Pustaka
a. Uraian Tentang Tanaman
a.Jaka Tuwa (Scoparia dulcis L.)
Tanaman S. Dulcis L berasal dari Amerika tropis, merupakan tumbuhan
liar yang umumnya ditemukan dipematang sawah, pinggir jalan, tepi
sawah atau semak-semak pada ketinggian 10-800 dpl (Heyne, 1987;
Syamsudiyat dan Hutapea, 1999 dalam Windaratmuji, 2004). Bentuk
herba, bercabang-cabang tingginya 0,2-0,8 m dan termasuk suku
Scophulariaceae yang berbatang bulat, licin, sedikit berkayu dan
berwarna hijau. Helaian daunnya berbentuk oval dengan pangkal
meruncing dan ujung meruncing serta tepinya bergerigi. Daunnya tunggal
tersebar, berseling dan panjang 1-2 cm dan lebar 0,5-1 cm. Pertulangan
daunnya menyirip dengan permukaan kasar dan hijau (Syamsuhidayat
dan Hutapea, 1999 dalam Windaratmuji, 2004).
Tanaman ini memiliki bunga sempurna berwarna putih dengan benang
sari 4 lepas yang hampir sama panjang dan kepala putik berbentuk bulat
kecil. Bunga mempunyai mahkota bentuk bulat telur terbalik dan kelopak
Page | 4
yang berbagi dalam, kelopak tidak gugur sampai perkembangan buah
(van Steenis, 1988 dalam Windaratmuji, 2004). Buahnya kotak sedang
bijinya bulat, kecil dalam jumlah yang banyak. Tanaman ini mempunyai
akar tunggang berwarna putih kecoklatan (Backer dan van Brink, 1965
dalam Windaratmuji, 2004).
Menurut sistematika tumbuhan, tanaman jaka tuwa mempunyai
kedudukan taksa sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Solanales
Suku : Scorphulariaceae
Marga : Scoparia
Jenis : Scoparia dulcis L (Heyne, 1987;
Tjitrosoepomo, 1996 dalam Windaratmuji, 2004).
Gambar. Jaka Tuwa
(Anonimd, 2009)
Nama daerah adalah jaka tuwa, nama lainnya ginje menir atau ginje
jepun dan berbagai tempat di Jawa digunakan sebagai pengganti candu
(opium) (Heyne, 1987; van Steenis, 1988 dalam Windaratmuji, 2004).
Tanaman ini memiliki aktivitas sebagai antibatuk, antidisentri, dan peluruh
air seni (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1999 dalam Windaratmuji, 2004),
dan juga mempunyai aktivitas antiherpes, antiviral, hipotensif, antifungi
dan antidiabetes (Anonim, 2004 dalam Windaratmuji, 2004).
Seluruh bagian tanaman mengandung saponin dan flavonoid, sedangkan
bagian akar mengandung alkaloid (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1999
dalam Windaratmuji, 2004). Tanaman ini juga dilaporkan mengandung
asam scopadulcic yang kerangka dasar diterpen, acacetin, lutenolin,
vitexin, isovitexin, apigenin, dan asam gentisat (Anonim, 2004 dalam
Windaratmuji, 2004).
b.Wortel (Daucus carota L.)
Page | 5
Secara umum tanaman wortel mempunyai nama ilmiah sebagai berikut
boktel (Sunda), wortel (Jawa). Sistematika wortel adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Umbelliflorae
Suku : Apiaceae
Marga : Daucus
Jenis : Daucus carota L.
Gambar. Wortel
(Anonimb, 2009)
Tanaman wortel berupa semak, semusim, tinggi 1-1,5 m. bebatang bulat,
tegak, berbulu, hijau. Daun majemuk, menyirip, bersilang, lonjong, tepi
bertoreh, ujung runcing, pangkal berlekuk, panjang 15-20 cm, lebar 10-13
cm, pertulangan menyirip, hijau. Bunga mejemuk, bentuk cawan, diujung
batang, tangkai silindris, hijau, kelopak lonjong, lima helai, hijau, benang
sari silindris, panjang ±3mm, putih, kepala sari bulat, kuning, tangkai putik
silindri, kepala putik bulat, kuning, mahkota bentuk bintang, halus, putih.
Buah buni, lonjong, diameter ± 3 mm, coklat. Biji lonjong, putih. Akar
tunggang, membentuk umbi, oranye.
Umbi wortel berkhasiat sebagai obat tekanan darah tinggi dan untuk
menjaga kesehatan mata. Daun, buah dan umbi wortel mengandung
saponin, disamping itu daunnya mengandung tanin dan umbinya
mengandung saponin dan polifenol (Hutapea, 1993).
Tiap 100 g wortel mengandung 86,0 g air; 0,9 g protein; 10,7 g
karbohidrat; 1,2 g serabut; 1,1 g abu; 80 mg kalsium; 30 mg fosfor; 1,5
mg besi; 2000-4300 IU vitamin A; 60 IU vitamin B; 3 mg niacin: dan 3 mg
asam askorbat. Selain itu marga Daucus juga mengandung aseton,
koline, etanol,asam formiat, asam oksalat, asam palmitat, pirolidin dan
asam kuinat (Duke, 1987 dalam Widiastuti,1993). Minyak menguapnya
mengandung limonen, pinen dan sineol, sedangkan bijinya mengandung
asam tiglat, asaron dan bisabol (Perry, 1980 dalam Widiastuti,1993)
c.Kemangi (Ocimum basilicum L. forma citratum Back.)
Page | 6
Secara umum tanaman kemangi mempunyai nama ilmiah sebagai berikut
kemangi (Indonesia), kemangi (Jawa), dan Surawung (Sunda) (Heyne,
1987 dalam Pustitasari, 2004). Sistematika kemangi adalah sebagai
berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Solanales
Suku : Lamiaceae
Marga : Ocimum
Jenis : Ocimum basilicum L. forma
citratum Back.
(Backer dan van den Brink, 1965; Tjitrosoepomo,
1994 dalam Pustitasari, 2004). Gambar. Kemangi
(Anonime, 2009)
Tanaman kemangi merupakan herba tegak yang mempunyai bau seperti
sereh dan sangat harum. Tinggi tanaman kemangi 0,3-0,6 m. batangnya
berwarna hijau. Tangkai daun mempunyai panjang 0,5-2 cm; helaian
daun berbentuk bulat telur elips, elips atau memanjang, denagn ujung
runcing, dan berukuran 3,5-7,5x1,5-2,5 cm. Tulang cabang berjumlah 3-6
buah. Bunga tersusun dalam karangan semu jumlah 6. Daun pelindung
berbentuk elips (bulat telur), panjangnya 0,5-1 cm. Sisi luar kelopak
berambut, panjangnya kuranh lebih 0,5 cm dan kelopaknya tidak gugur.
Mahkota bunga berwarna putih, berbibir 2, panjang 8-9 mm, bibir atas
bertaju 4, sedangkan bibir bawah rata. Buahnya keras, berwarna coklat
tua, permukaanya gundul dan waktu dibasahi membengkak. Tanaman
kemangi sering tumbuh liar, tumbuh pada ketinggian 1-450 m di atas
permukaan laut, di tepi jalan dan tepi kebun (van Steenis, 1975 dalam
Puspitasari, 2004).
Menurut Syamsudiyat dan Hutapea (1991), daun kemangi berkhasiat
sebagai peluruh air susu ibu, obat penurun panas, sariawan dan mual.
Selain itu juga berguna sebagai obat diare, penghilang bau keringat, bau
nafas dan bau mulut.
Page | 7
Daun kemangi segar mengandung minyak atsiri sebagai berikut 1,8-
Cineole, p-coumaric acid, p-cymene, limonene, linalool, methylchaviol,
methyl cinnamate, myrcene, α-pinene, β-pinene, safrole, dan α-terpinene
(Anonim, 2001 dalam Puspitasari, 2004).). Menurut Syamsudiyat dan
Hutapea (1991) daun kemangi selain mengandung minyak atsiri juga
mengandung flavonoid, saponin dan tanin.
d.Bawang Putih (Allium sativum L.)
Secara umum tanaman bawang putih mempunyai nama ilmiah sebagai
berikut bawang putih (Melayu), lasun (Aceh), dasun (Minangkabau),
lasuna (Batak), bacong landak (Lampung), bawang bodas (Sunda),
bawang (Jawa), babang pote (Madura), bawang kasihong (Dayak), Launa
kebo (makasar), lasuna pote (Bugis), Piamoputi (Gorontalo). Sistematika
bawang putih adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Bangsa : Liliales
Suku : Liliaceae
Marga : Allium
Jenis : Allium sativum L.
Gambar. Bawang putih
(Anonimc, 2007)
Tanaman bawang putih berupa herba, semusim, tinggi 50-60 cm.
Berbatang semu, beralur dan hijau. Daun merupakan daun tunggal,
berupa roset akar bentuk lanset, tepi rata, ujung runcing, beralur, panjang
± 60 cm, lebar ±1,5 cm, menebal dan berdaging serta mengandung
persediaan makanan yang terdiri atas subang yang dilapisi daun
sehinggan menjadi umbi lapis, hijau. Bunga majemuk, bentuk payung,
bertangkai panjang, putih (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
.
Umbi lapis Allium sativum berkhasiat sebagai obat tekanan darah tinggi,
obat pening dan antibiotika. Umbi lapis Allium sativum mengandung
Page | 8
saponin, flavonoida, dan polifenol di samping minyak atsiri
(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
e.Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)
Secara umum tanaman binahong mempunyai nama ilmiah sebagai
berikut binahong (Indonesia), heartleaf madeiravine, madeira vine
(Inggris), dan teng san chi (China). Klasifikasi binahong adalah sebagai
berikut:
Kingdom :Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Hamamelidae Gambar. Tanaman Binahong
Ordo : Caryophyllales (Anonima, 2009)
Famili : Basellaceae
Genus : Anredera
Spesies : Anredera cordifolia (Ten.) Steenis
Nama lain dari Anredera cordifolia (Ten.) Steenis adalah Boussingaultia
gracilis Miers, Boussingaultia cordifolia, Boussingaultia basselloides.
Tanaman binahong berupa tumbuhan menjalar, berumur panjang
(perenial), bisa mencapai panjang +/- 5 m. Akar berbentuk rimpang,
berdaging lunak. Batang lunak, silindris, saling membelit, berwarna
merah, bagian dalam solid, permukaan halus, kadang membentuk
semacam umbi yang melekat di ketiak daun dengan bentuk tak beraturan
dan bertekstur kasar. Daun tunggal, bertangkai sangat pendek
(subsessile), tersusun berseling, berwarna hijau, bentuk jantung (cordata),
panjang 5 - 10 cm, lebar 3 - 7 cm, helaian daun tipis lemas, ujung runcing,
pangkal berlekuk (emerginatus), tepi rata, permukaan licin, bisa dimakan.
Bunga majemuk berbentuk tandan, bertangkai panjang, muncul di ketiak
daun, mahkota berwarna krem keputih-putihan berjumlah lima helai tidak
berlekatan, panjang helai mahkota 0, 5 - 1 cm, berbau harum.
Perbanyaan generatif (biji), namun lebih sering berkembang atau
Page | 9
dikembangbiakan secara vegetative melalui akar rimpangnya (Anonima,
2009).
2. Uraian Tentang Kultur Jaringan Tanaman
Kultur jaringan adalah metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman
seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ, serta
menumbuhkannya dalam kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat
memperbanyak diri dan akhirnya tumbuh menjadi individu baru. Pada mulanya,
orientasi teknik kultur jaringan hanya pada pembuktian teori totipotensi sel yaitu
setiap sel dapat berkembang menjadi individu baru. Kemudian teknik kultur
jaringan berkembang menjadi sarana penelitian di bidang fisiologi.
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak
tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara
generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa
keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat
diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan
tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu
yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit
lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional.
Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik
kultur jaringan adalah
1) Pembuatan media
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur
jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis
tanaman yang akan diperbanyak.
2) Inisiasi
Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan
dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur
jaringan adalah tunas.
3) Sterilisasi
Sterilisasi merupakan segala kegiatan dalam kultur jaringan harus
dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan
alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan,
yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada
Page | 10
peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga
harus steril.
4) Multiplikasi
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan
menanam eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow
untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya
pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang telah ditanami ekplan
diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan
suhu kamar.
5) Pengakaran
Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya
pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang
dilakukan mulai berjalan dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap hari
untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat
adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang
terkontaminasi akan menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru
(disebabkan jamur) atau busuk (disebabkan bakteri).
6) Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan
aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap,
yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi
bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur
jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar.
Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka
secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan
dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.
a. Media
Keberhasilan kultur jaringan ditentukan dan tergantung oleh
pemilihan media yang digunakan. Secara umum kebutuhan nutrisi
kebanyakan tanaman sama, tetapi secara khusus hal tersebut berbeda.
Kesamaannya adalah tanaman memerlukan: hara makro, hara mikro,
vitamin, karbohidrat, asam amino dan N-organik, zat pengatur tumbuh,
zat pemadat dan kadang ada penambahan bahan-bahan seperti air
Page | 11
kelapa, ekstrak ragi, jus tomat, ekstrak kentang, bufer organik, ataupun
arang aktif (Santosa dkk, 2002)
1. Garam anorganik
Kadar kalium dan nitrat sekurang-kurangnya 20-25 mM. Amonium
mungkin diperlukan juga, walaupun dalam jumlah diatas 8mM dapat
membahayakan. Kebutuhan untuk natrium atau klorida tidak nyata.
Kadar sulfat, fosfat dan magnesium 1-3 mM tampaknya sudah
mencukupi. Hara mikro yang dianjurkan adalah: iodida, asam borat,
dan garam mangan, seng, molibdenum, tembaga, kobalt, dan besi.
Yang terakhir ini sebaiknya dipasok dalam bentuk khelatnya (Wetter,
1991).
2. Sumber karbon
Sukrosa atau glukosa 2-4% merupakan suber karbon yang paling
cocok.berbagai asam organik digunakan bersama amonium yang
juga mampercepat pertumbuhan sel yang dikultifikasi pada rapatan
rendah (Wetter, 1991).
3. Vitamin
Pemberian vitamin pada media berfungsiu sebagai membantu
pertumbuhan dalam ekspaln yang ditanam. Vitamin yang digunakan
berkadar kecil, yaitu 0,1-0,5 mg/liter (Santosa dan Nursadi, 2005).
Thiamin merupakan satu-satunya vitamin yang penting. Pyridoxine,
asam nikotinat dan mio-inositol seringkali dapat meningkatkan
pertumbuha sel (Wetter, 1991). Vitamin lain yang sering digunakan
adalah p-amino-benzoic acid, folate, choline cloride, riboflavin, dan
ascorboic acid (Santosa dkk, 2002).
4. N-organik
Sumber dari nitrogen organik dalam media, antara lain: asam amino,
glutamin, dan adenin. Pemberian senyawa ini sangat penting,
dikarenakan dapat membantu untuk mempertahankan suatu kalus
yang masih dalam proses inisiasi (Santosa dkk, 2002).
5. Senyawa Kompleks
Senyawa kompleks ini biasanya adalah protein hidrolisat, yeast
ekstrak, malt ekstrak, dan berbagai bahan tanaman termasuk air
kelapa (Santosa dkk, 2002).
Page | 12
6. Zat pengatur tumbuh
Zat pengatur tumbuh tanaman adalah senyawa organik non-hara
yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat dan dapat
merubah proses fisiologo tanaman. Penambahan zat pengatur
tumbuh pada media pertumbuhan dan diferensiasi sangat diperlukan.
Zat pengatur tumbuh dalam tanaman tanaman terdiri dari kelompok
yaitu auksin, sitokini, giberelin, etillen dan inhibitor dengan ciri khas
serta pengaruh yang berlainan (Santosa dkk, 2002).
Tabel. Peranan ZPT pada pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan (Dewi,
2008)
ZPT Fungsi utama Tempat dihasilkan
dan lokasinya
pada tumbuhan
Auksin Mempengaruhi pertambahan panjang
batang, pertumbuhan, diferensiasi dan
percabangan akar; perkembangan
buah; dominansi apikal; fototropisme
dan geotropisme.
Meristem apikal
tunas ujung, daun
muda, embrio
dalam biji.
Sitokinin Mempengaruhi pertumbuhan dan
diferensiasi akar; mendorong
pembelahan sel dan pertumbuhan
secara umum, mendorong
perkecambahan; dan menunda
penuaan.
Pada akar, embrio
dan buah,
berpindah dari
akar ke organ lain.
Giberelin Mendorong perkembangan biji,
perkembangan kuncup, pemanjangan
batang dan pertumbuhan daun;
mendorong pembungaan dan
perkembangan buah; mempengaruhi
pertumbuhan dan diferensiasi akar.
Meristem apikal
tunas
ujung dan akar;
daun muda;
embrio.
Asan absisat
(ABA)
Menghambat pertumbuhan;
merangsang penutupan stomata pada
Daun; batang,
akar, buah
Page | 13
waktu kekurangan air, mempertahankan
dormansi.
berwarna hijau.
Etilen Mendorong pematangan; memberikan
pengaruh yang berlawanan dengan
beberapa pengaruh auksin; mendorong
atau menghambat pertumbuhan dan
perkembangan akar, daun, batang dan
bunga
Buah yang
matang, buku
pada batang,
daun yang sudah
menua
Media yang dikembangkan oleh Murashige Skoog (MS) untuk kultur
jaringan tembakau digunakan secara luas untuk kultivikasi kalus pada agar
demikian juga pada kultur suspensi sel dalam media cair. Keistimewaan media
MS adalah kandungan nitrat, kalium dan amoniumnya yang tinggi (Wetter, 1991).
Tabel. Komposisi dari media MS untuk kultur tunas dan kalus (Santosa dkk,
2002)
Unsur makro
NH4NO3
KNO3
CaCl2.2H2O
MgSO4.7H2O
KH2PO4
mg/l
1650
1900
440
370
170
Unur mikro
KI
H3BO3
MnSO44H2O
ZnSO4.7H2O
Na2MoO42H2O
CuSO4.5H2O
CoCL2. 6H2O
Fe-(EDTA)
0,83
6,2
22,3
8,6
0,25
0,025
0,025
43,0
Sumber karbon
Page | 14
Sukrose 30.000
pH 5,7
i. Sterilisasi
Menurut George (1984), metode sterilisasi yang sering digunakan dalam
pengerjaan kultur jaringan tanaman, adalah:
1. Pemanasan kering
Metode ini hanya digunakan untuk sterilisasi alat gelas, logam, alat lain
yang tidak hangus pada pemanasan tinggi. Benda yang mengandung
kapas, kertas, atau plastik tidaka dapat disterilkan dengan metode ini.
Pisau bedah atua skapel jika disterilkan dengan metode ini akan
menyebabakan permukaannya tumpul. Suhu dan waktu yang dibutuhkan
adalah 1600C selama 4 jam. Benda yang disterilkan dibungkus dengan
aluminium heavy duty.
2. Pemanasan Basah
Prosedur ini membutuhkan otoklaf. Untuk sterilisasi cairan dengan volume
1 liter, dibutuhkan waktu 20 menit dan suhu sterilisasi 1210C. Sterilisasi
alat-alat biasanya dilakukan dalam waktu 30 menit. Instrumen yang akan
disterilkan (kecuali erlenmeyer) dibungkus dalam kertas aluminum atau
kertas payung.
3. Ultra Filtrasi
Beberapa komponen media, misalnya IAA, vitamin tidak satabil dalam
pemanasan, karena itu untuk senyawa yang demikian itu sering
disterilisasi dengan ultra filtrasi. Diameter lubang filter untuk sterilisasi
metode ini adalah 0,22 mikron.
4. Sterilisasi Kimia
Permukaan meja bekerja biasanya disterilisasi dengan etanol 70% atau
isopropanol 70%. Sering juga disediakan wadah berisi etanol untuk
mensterilakan alat-alat sebelum digunakan, yang kemudian dipijarkan
diatas lampu spiritus. Bahan tanaman yang ditanam biasanya juga
disterilkan dengan metose ini, yaitu dengan menggunakan 0,5% NaOCl
atau larutan kalsium hipoklorit. Sering juga digunakan laturan sublimat.
Page | 15
Setelah dikenakan pada larutan sterilan, ekspalan harus dibilas beberapa
kali, terutama bila yang digunakan adalah larutan sublimat. Beberapa
peneliti menggunakan sterilisasi dua tahap, yaitu dilakukan prasterilisasi
dengan memasukkan dalam alkohol 70% dan dogojog selama 2-3 menit
sebelum dilakukan sterilisasi dengan larutan NaOCl (laritan hipoklorit)
atau senyawa lain.
5. Antibiotik
Sterilisasi dengan larutan antibiotik bila terpaksa, tidak dilakukan, karena
diperkirakan akan mempengaruhi pertumbuhan ekspan.
Sterilisasi meliputi:
i. Sterilisasi Media
Media yang digunakan harus disterilkan dengan cara
memanaskannya dengan autoklaf. Proses sterilisasi ini tergantung
volume media dan ukuran botol kultur, waktu sterilisasi bervariasi antara
15 – 40 menit pada suhu 1210C dengan tekanan 103 K Pascal
Tabel. Anjuaran Minimal Waktu yang dibutuhkan untuk sterilisasi media
(Santosa, 2002)
Volume media (mL) Waktu sterilisasi
20 – 50 15
75 20
250 – 500 25
1000 30
1500 35
2000 40
Penting dicatat bahwa zat pengatur tumbuh tertentu, vitamin dan
antibiotik dipengaruhi oleh panas dan karenanya perlu sterilisasi dengan
memakai filter. Sterilisasi filter atau filtrasi membrane adalah melewatkan larutan
(sebaiknya dibuat dengan menggunakan air steril di dalam laminar air flow
cabinet) melalui membran yang telah disterilisasi, dengan ukuran pori 0.45 uM
Page | 16
atau 0.22uM dibawah tekanan rendah ke dalam wadah steril. Jumlah yang
diinginkan dari larutan steril kemudian ditambahkan ke media kultur yang telah
diautoklaf sebelumnya dan kemudian ditempatkan pada waterbath dengan suhu
400C.
ii. Sterilisasi Alat
Sterilisasi alat gelas dan metal dapat dilakukan dengan pemanasan
melalui oven. Agar terbebas dari bakteri yang resisten dan partikel spora,
pemanasan harus dilakukan terus menerus dalam jangka waktu yang panjang
(Santosa, 2002).
ii. Eksplan
Eksplan adalah organ tanaman atau potongan kecil dari jaringan tanaman
yang digunakan sebagai bahan awal dalam kultur jaringan tanaman. Pemilihan
ekspaln harus didasari oleh pengetahuan tentang sel, yaitu bagian mana dari
tumbuhan yang mempunyai sel aktif membelah, karena ini mempunyai
kemampuan untuk mengalami pertambah volume, diferensiasi, dan penambahan
jumlah sel sehingga terjadi pertumbuhan.
Pemilihan bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan tergantung
pada tipe kultur yang akan dibuat, maksud dari pembuatan kultur, dan jenis
tanaman yang digunakan sebagai tanaman sumber. Tanaman yang tumbuh di
lingkungan eksternal hampir selalu terkomtaminasi oleh mikroorganisme, seperti
bakteri dan jamur. Mikroorganisme ini akan bersaing dan merugukan
pertumbuhan eksplan setelah ditanam secara in vitro, karena itu eksplan harus
dibebaskan dari kontaminan sebelum ditanam (George, 1984)
a. Kultur Tunas
Kultur ini mengambil bagian yang bersifat meristematik seperti bagian
ketiak daun atau bagian ujung batang. Jenis kultur ini sesuai dengan
mikropropagasi, yaitu untuk menghasilkan jenis tumbuhan dalam jumlah yang
besar dalam waktu singkat. Keuntungan pengembangan kultur tunas pucuk
selain untuk perbanyakan massal tanaman, juga dapat menghasilkan bibit yang
bebas penyakit sistemik (George, 1993).
Page | 17
b. Kultur Kalus
Kalus adalah suatu kumpulan sel amorphous yang terjadi dari sel-sel
jaringan yang membelah diri secara terus menerus. Penelitian pembentukan
kalus pada jaringan terluka pertama kali dilakukan oleh Sinnott pada tahun 1960.
Pembentukan kalus pada jaringan luka dipacu oleh zat pengatur tumbuh auksin
dan sitokinin endogen (Dodds & Roberts, 1983). Secara in vivo, kalus pada
umumnya terbentuk pada bekas-bekas luka akibat serangan infeksi mikro
organisme seperti Agrobacterium tumefaciens, gigitan atau tusukan serangga
dan nematoda. Kalus juga dapat terbentuk sebagai akibat stress (George &
Sherrington, 1984). Kalus yang diakibatkan oleh hasil dari infeksi bakteri
Agrobacterium tumefaciens disebut tumor (Muslim, 2009).
Tujuan kultur kalus adalah untuk memperoleh kalus dari eksplan yang
diisolasi dan ditumbuhkan dalam lingkungan terkendali. Kalus diharapkan dapat
memperbanyak dirinya (massa selnya) secara terus menerus.
Dalam kultur kalus, kalus homogen yang tersusun atas sel-sel parenkhim
jarang dijumpai kecuali pada kultur sel Agave dan Rosa (Dodds & Roberts, 1983
dalam Muslim, 2009). Untuk memperoleh kalus yang homogen maka harus
menggunakan eksplan jaringan yang mempunyai sel-sel yang seragam. Dalam
pertumbuhan kalus, citodiferensiasi terjadi untuk membentuk elemen trachea,
buluh tapis, sel gabus, sel sekresi dan trikoma. Kambium dan periderm sebagai
contoh dari proses hitogenesis dari kultur kalus. Anyaman kecil dari pembelahan
sel-sel membentuk meristemoid atau nodul vaskular yang nantinya menjadi pusat
dari pembentukan tunas apikal, primordial akar atau embrioid.
Sel-sel penyusun kalus berupa sel parenkhim yang mempunyai ikatan
yang renggang dengan sel-sel lain. Dalam kultur jaringan, kalus dapat dihasilkan
dari potongan organ yang telah steril, di dalam media yang mengandung auksin
dan kadang-kadang juga sitokinin. Organ tersebut dapat berupa kambium
vaskular, parenkhim cadangan makanan, perisikle, kotiledon, mesofil daun dan
jaringan provaskular. Kalus mempunyai pertumbuhan yang abnormal dan
berpotensi untuk berkembang menjadi akar, tunas dan embrioid yang nantinya
akan dapat membentuk plantlet.
Page | 18
Beberapa kalus ada yang mengalami pembentukan lignifikasi sehingga
kalus tersebut mempunyai tekstur yang keras dan kompak. Namun ada kalus
yang tumbuh terpisah-pisah menjadi fragmen-fragmen yang kecil, kalus yang
demikian dikenal dengan kalus remah (friable). Warna kalus dapat bermacam-
macam tergantung dari jenis sumber eksplan itu diambil, seperti warna kekuning-
kuningan, putih, hijau, atau kuning kejingga-jinggaan (Muslim, 2009).
Berdasarkan kebutuhan akan zat pengatur tumbuh untuk membentuk
kalus, jaringan tanaman digolongkan dalam 4 kelompok: 1) Jaringan tanaman
yang membutuhkan hanya auksin selain gula dan garam-garam mineral untuk
dapat membentuk kalus, 2) Jaringan yang memerlukan auksin dan sitokinin
selain gula dan garam-garam mineral seperti: empulur tembakau, 3) Jaringan
yang tidak perlu auksin dan sitokinin, hanya gula dan garam-garam mineral
seperti jaringan cambium, 4) Jaringan yang membentuk hanya sitokinin, gula dan
garam-garam mineral seperti parenkim dan xylem (Muslim, 2009).
Eksplan batang, akar dan daun menghasilkan kalus yang heterogen
dengan berbagai macam sel. Kadang-kadang jaringan yang kelihatannya
seragam histologinya seperti pembuluh tembakau, ternyata menghasilkan kalus
dengan sel yang mempunyai DNA yang berbeda yang mencerminkan level ploidi
yang berbeda. Begitupun pada kultur akar kalus yang dihasilkan dapat berupa
campuran sel dengan tingkat ploidi yang berbeda.
Sel-sel yang heterogen dari jaringan yang komplek menunjukkan
pertumbuhan yang berbeda. Dengan mengubah komposisi media, terjadi seleksi
sel-sel yang mempunyai sifat khusus. Hal ini berarti bahwa media tumbuh
menentukan komposisi kalus. Sel yang jumlahnya paling banyak merupakan sel-
sel yang paling cepat membelah dan sel yang paling sedikit adalah sel yang
paling lambat pertumbuhannya. Media seleksi dapat berdasarkan unsur-unsur
hara atau zat pengatur tumbuh yang ditambahkan ke dalam media. Massa kultur
yang ditumbuhkan terlalu lama dalam media yang tetap, akan menyebabkan
terjadinya kehabisan hara dan air. Kehabisan hara dan air dapat terjadi karena
selain terhisap untuk pertumbuhan juga karena media menguapkan air dari masa
ke masa. Kalus tersebut kecuali kehabisan unsur hara, kalus juga mengeluarkan
persenyawaan-persenyawaan hasil metabolisme yang menghambat
pertumbuhan kalus itu sendiri. Untuk menjaga kehidupan dan perbanyakan yang
berkesinambungan, kalus yang dihasilkan perlu disubkulturkan (Muslim, 2009).
Page | 19
c. Kultur Suspensi Sel
Kultur suspensi biasanya dimulai dari mengsubkultur potongan kalus ke
media cair, kecuali itu kultur suspensi juga dapat menggunakan potongan organ
(seperti hipokotil, kotiledon dan lain-lain) sebagai ekplan hanya saja teknik ini
memerlukan waktu yang lebih lama. Pembelahan sel secara bertahap akan
terlepas dari sel induk bebas bergerak di dalam inokulum karena adanya gerakan
dari medium. Setelah beberapa saat kultur akan tersusun atas sel tunggal,
kumpulan sel (agregate cellular) dengan ukuran yang bervariasi, sisa potongan
eksplan dan sisa-sisa sel mati. Dalam kultur kalus dan suspensi sel dikenal istilah
friabel yang maksudnya adalah sel-sel terpisah setelah mengalami pembelahan
sel. Bentuk suspensi sel yang bagus adalah kultur yang persentasi kandungan
sel tunggal dan kumpulan sel-sel kecilnya tinggi.
Derajat pemisahan sel pada kultur telah dicirikan adanya sifat friabilitas
dari sel tersebut, sifat tersebut dapat dimunculkan atau diinduksi dengan
merubah komposisi unsur hara media. Seperti pada penambahan auksin dari
pada sitokinin pada beberapa masalah dapat memacu produksi sel yang friabel.
Namun sebaliknya ada beberapa kultur malah menjadi terhambat proses
friabilitasnya. Jadi tidak ada prosedur standar yang dapat direkomendasikan
untuk memulai kultur suspensi sel dari kalus, maka untuk memilih kondisi yang
sesuai harus melakukan coba-coba (trial and error) (Dodds & Robert, 1982
dalam Muslim, 2009).
Eksplan yang diperlukan dalam kultur suspensi sel biasanya berupa kalus
remah yang belum terdiferensiasi. Pembelahan sel akan terjadi secara bertahap
dan sel anakannya akan bebas terlepas dari sel induknya karena adanya
goyangan dari medium kultur, sehingga dalam kultur akan ditemukan sel tunggal,
agregat selular (kluster sel) dalam berbagai ukuran, residu inokulum, dan sel-sel
kultur yang mati. Kultur suspensi sel yang baik kualitasnya bila di dalam kultur
tersebut sebagian besar berisi sel tunggal dan kluster sel yang berukuran kecil-
kecil. Keadaan seperti ini dapat dikatakan kalus di dalam kultur bersifat remah.
Kalus yang remah pada beberapa jenis eksplan dapat distimulasi dengan formula
ZPT konsentrasi auksin yang lebih tinggi dibandingkan sitokinin, tetapi untuk
Page | 20
jenis eksplan yang lain dapat saja menghambat terbentuknya kalus yang remah.
Tidak ada prosedur standar yang baku untuk memproduksi kalus remah, jadi
harus dilakukan coba-coba untuk jenis eksplan yang berbeda-beda (Dodds &
Robert, 1983 dalam Muslim, 2009).
d. Subkultur
Dodds & Robert, 1983 dalam Muslim,2009 menyarankan massa sel yang
dipindahkan pada subkultur harus cukup banyak antara 5-10 mm atau seberat
20-100 mg, supaya ada pertumbuhan yang cepat dalam media baru. Subkultur
sebaiknya dilakukan 28 hari sekali (4-6 minggu sekali). Namun waktu yang tepat
untuk memindahkan kultur, tergantung dari kecepatan pertumbuhan kalus.
Massa kalus ada 2 macam yaitu massa yang remah (friable) dan kompak. Bila
massa kalus remah maka pemindahan kalus cukup dilakukan dengan
menyendok kalus dengan spatula atau skapel langsung disubkultur ke media
baru. Namun bila kalus kompak mesti dipindah ke petridish steril untuk dipotong-
potong dengan skapel baru disubkultur ke media baru. Kalus yang sudah
mengalami nekrosis (pencoklatan) sebaiknya tidak ikut disubkultur karena tidak
akan tumbuh dengan baik (Muslim, 2009).
e. Metabolit Sekunder Triterpen
Senyawa metabolik sekunder tersebut bermanfaat bagi manusia dan
dapat dimanfaatkan untuk tujuan konsumsi, pengobatan, industri obat tradisional
dan modern, industri agrokimia berupa pestisida dan insektisida, industri farmasi
dan kosmetika dan lain-lain. Ekstraksi senyawa metabolik sekunder sebelumnya
hanya dilakukan langsung dari bagian tanaman tersebut melalui budidaya
maupun eksploitasi organ tanaman dan tumbuhan liar yang menghasilkan
senyawa metabolik sekunder tersebut. Selain produksi dan ekstraksi langsung
dari organ tanaman, senyawa metabolik sekunder yang diproduksi oleh jaringan
tanaman dapat juga diproduksi secara invitro dalam kondisi kultur yang
mendukung (Verpoorte dkk. 1999, Adnane dkk. 2001, Kazufumi dkk. 2001 dalam
Muslim, 2009).
Tujuan produksi senyawa metabolik sekunder dalam kultur jaringan
adalah untuk mendapatkan sel, kalus atau embrio somatik yang dapat
memproduksi senyawa kimia tersebut dalam jumlah besar untuk kemudian
Page | 21
mengekstrak senyawa kimia penting tersebut. Produksi senyawa metabolik
sekunder secara invitro menggunakan bioreaktor pada kultur sel secara besar-
besaran merupakan salah satu cara yang digunakan oleh beberapa perusahaan
industri untuk memproduksi beberapa senyawa kimia secara komersial
(Verpoorate dkk. 1999 dalam Muslim,2009).
Produksi senyawa metabolik sekunder melalui kultur jaringan ini memiliki
beberapa kelebihan dan kekurangan. Keuntungan produksinya melalui kultur
jaringan dibandingkan dengan ekstraksi dari organ tanaman dan penanamannya
di lapangan antara lain: 1) Produksinya tidak tergantung pada lingkungan
terutama musim sehingga produksinya bisa dilakukan setiap saat yang dapat
menjamin kontinuitas produksi, kuantitas dan kualitasnya dan 2) Produksi
senyawa metabolik sekunder melalui kultur jaringan tidak membutuhkan tempat
yang luas. Untuk produksi skala besar dapat dilakukan dalam suatu laboratorium
dengan menggunakan bioreaktor.
f. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisiko kimia. Lapisan
yang memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada
penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang
akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah
pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan
pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan
kapiler (pengembangan). Selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus
ditampakkan (dideteksi) (Stahl, 1985 cit Widiastuti, 2002).
Deteksi paling sederhana senyawa yang dipisahkan adalah jika senyawa
menunjukkan penyerapan di daerah UV gelombang pendek (254 nm) atau jika
senyawa itu dapat dieksitasi di fluorosensi radiasi UV gelombang pendek atau
gelombang panjang (Stahl, 1985 cit Widiastuti, 2002). Lapisan tipis sering
mengandung indikator fluoresensi yang ditambahkan untuk membantu
penampakkan bercak berwarna pada lapisan yang telah dikembangkan. Indikator
fluoresensi ialah senyawa yang memancarkan sinar tampakjika disinari dengan
sinar berpanjang gelombang lain, biasanya ultraviolet. Jadi, lapisan hyang
mengandung indikator fluoresensi akan bersinar jika disinari pada panjang
gelombang yang tepat. Jika senyawa pada bercak yangakan ditampakkan
Page | 22
mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin aromatik jenis apa saja,
sinar UV yang mengeksitasi tidak dapat mencapai indikator fluoresensi, dan tidak
ada cahaya yang dipancarkan. Cara ini sangat peka dan tidak merusak senyawa
yang ditampakkan (Gritter, 1991). Jarak pengembangan senyawa pada
kromatogram biasanya dinyatakan dengan angka Rf atau hRf.
E. Landasan Teori
Setiap organisme hidup tersusun dari satu atau lebih sel. Sel-sel tersebut
merupakan unit fungsional dari organisme hidup yang mampu melakukan
aktivitas metabolisme, reproduksi, dan tumbuh (Doods dan Roberts, 1982).
Teori sel lain yang dikemukakan oleh Schleiden, bahwa sel mempunyai
kemampuan autonom. Teori-teori tersebut yang mendasari sifat totipotensi sel
yang menjadi prinsip kultur jaringan tanaman.
Totipotensi adalah potensi atau kemampuan dari sebuah sel untuk tumbuh
dan berkembang menjadi tanaman secara utuh jika distimulasi dengan tepat
dan sesuai. Implikasi dari totipotensi adalah semua informasi tentang
pertumbuhan dan perkembangan suatu organisme terdapat di dalam sel.
Walaupun secara teoritis seluruh sel bersifat totipotensi, tetapi yang
mengekspresikan keberhasilan terbaik adalah sel yang meristematik.
Teori totipotensi ini dikemukakan oleh G. Heberlandt tahun 1898. Dia
adalah seorang ahli fisiologi yang berasal dari Jerman. Pada tahun 1969,
F.C.Steward menguji ulang teori tersebut dengan menggunakan objek
empulur wortel. Dengan mengambil satu sel empulur wartel, F.C. Steward
bisa menumbuhkannya menjadi satu individu wortel.
Dediferensiasi adalah kemampuan sel-sel masak (mature) kembali
menjadi ke kondisi meristematik dan berkembang dari satu titik pertumbuhan
baru yang diikuti oleh dediferensiasi yang mampu melakukan reorganisasi
manjadi organ baru.
F. HIPOTESIS
Berdasarkan konsep totipotensi dan dediferensiasi pada sel tanaman
tersebut, budidaya tanaman obat dengan teknik kultur jaringan memiliki
prospek yang baik sebagai budidaya alternatif dalam pengadaan bahan baku
obat alami.
Page | 23
BAB II
METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: aceptic case/kotak aseptik,
autoklaf, pinset, skapel dan tangkainya, almari pengering/oven, kertas pH,
indikator pH, pH universal, pengaduk mekanik, penggojog, kompor listrik,
pipet volume dan propipet, kapiler, bejana pengembang KLT, lampu UV,
neraca analitik, kertas aluminium serta alat gelas yang terdiri dari cawan
petri, erlemeyer, beker glass, corong gelas, labu takar, gelas ukur, botol kaca,
tabung reaksi dan gelas pengaduk.
2. Bahan
a. Bahan Utama
Bahan utama yang digunakan dalam praktikum KJT ini adalah daun dari
kemangi, umbi dari bawang putih (Allium sativum), batang muda dengan
bagian ketiak dari jaka tuwa (Scoparia dulcis) dan binahong (Anredrena
scandens), daun muda dari binahong (Anredrena scandens) dan tapak doro
(..........)
b. Bahan kimia
Bahan kimia yang digunakan dalam praktikum ini adalah disinfektan meliputi:
sublimat, alkohol 70%, tween dan sabun cair; Petroleum Eter (PE), methanol,
fase diam yaitu silika gel F 254; fase gerak yaitu Heksana-Etil asetat; fase
gerak yaitu Butanol-Asam asetat, pereaksi semprot yaitu Vanilin-asam sulfat
dan ammonia besi(III) klorida ; dan media padat Murashige Skoog dengan
komponen penyusun meliputi: elemen anorganik makro terdiri dari: NH4NO3,
KNO3, CaCl2.2H2O, MgSO4.7H2O, KH2PO4; elemen organik mikro terdiri dari:
KI, H3BO3, MnSO4.4H2O, ZnSO4.7H2O, NaMoO2.4H2O, CuSO4.5H2O,
CoCl2.6H2O; sumber besi terdiri dari: FeSO4.7H2O, Fe2EDTA; suplemen
organik yaitu Myo-ionitol; Vitamin terdiri dari asam nikotinat, piridoksin-HCl,
tiamin-HCl, glisin; sumber karbon yaitu sukrosa; dan zat pemadat yaitu agar.
B. Jalannya Penelitian
Page | 24
1. Pembuatan media dan steriliasi media
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan media disiapkan
dan dihitung seberapa banyak bahan yang diperlukan dalam pembuatan media
600 ml. Myo-inositol 60 mg, sukrosa 18 gram dan agar 5,4 gram Elemen
anorganik makro 30 ml, elemen anorganik mikro 3 ml, sumber besi 0,6 ml, dan
larutan hormon (kinetin 1,2 ml atau 2,4 D 1,2 ml) dicampur dalam beker gelas,
kemudian sumber karbon (sukrosa) dan myo-inositol dimasukkan ke dalam
campuran tersebut dan ditambahkan 200 ml akuades lalu aduk sampai larut.
Diukur pH larutan dengan manggunakan pH meter dan dibuat pH menjadi 5,8-
5,9. Bila terlalu asam,, maka ditambah KOH dan bila terlalu basa ditambahkan
HCl. Setelah itu ditambahkan akuades ad 600 ml. Lalu agar ditambahkan
kemudian dipanaskan serta diaduk sampai larutan jernih dan mendidih.
Selanjutnya larutan dituangkan ke dalam botol-botol kaca dengan volume yang
sama ± 10 ml, kemudian botol-botol tersebut ditutup dengan aluminum foil dan
disterilakan dengan autoklaf pada suhu 1210C selama 20 menit.
2. Sterilisasi alat dan ruangan
a. Sterilisasi alat
Dua buah erlenmeyer yang berisi 250 ml akuades dan satu buah
erlenmeyer kosong ditutup dengan aluminum foil. Cawan petri diisi
dengan dua lembar kertas saring dibungkus dengan kertas koran. Skapel
dan pinset dibungkus dengan kertas koran. Semua alat tersebut
dimasukan ke dalam autoklaf dan disterilkan pada suhu 1210 C selama 30
menit.
b. Sterilisasi ruangan
Kotak aseptik atau Laminar air flow disinari dengan lampu UV selama 2
jam, lalu dibersihkan dan disemprot dengan alkohol 70%. Kemudian alat-
alat gelas, seperti: cawan petri dan erlenmeyer; pinset, skapel, pisau,
lampu spiritus, botol berisi alkohol 70% serta media disemprot alkohol
70% masukkan ke dalam kotak aseptik atau Laminar air flow.
3. Penyediaan dan sterilisasi eksplan
Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai eksplan adalah daun, batang,
dan umbi yang masih muda dan telah berkembang dengan baik dan
sehat. Ekspaln dicuci denga air mengalir, selanjutnya dilakukan
Page | 25
prasterilisasi dengan air sabun dan sublimat jika diperlukan, seperti pada
eksplan yang berasal dari umbi. Eksplan yang telah di cuci ataupun
melewati prasterilisasi kemudian di sterilisasi dengan cairan sublimat
sambil digojog perlahan-lahan selama 15-20 menit. Dicuci dengan
akuades steril dilakukan di dalam kotak aseptik, sesaat setelah sterilisasi.
Pencucian dilakukan sebanyak 3 kali, masing-masing selama 3, 5 dan 7
menit.
4. Penanaman eksplan dan inkubasi
a. Kultur tunas
Eksplan yang sudah disterilakan diambil dengan piset steril, letakkan
dalam cawan petri steril yang beralaskan kertas saring. Eksplan digores
dengan skapel sampai terbentuk luka tetapi tidak sampai putus.
Eksplan tersebut lalu ditanam dalam media dengan sedikit ditekan agar
menempel pada permukaan media. Kultur tersebut kemudian
dipindahkan ke ruang inkubasi.
b. Kultur kalus
Eksplan yang sudah steril diambil dengan piset steril, letakkan dalam
cawan petri steril yang beralaskan kertas saring. Eksplan dipotong
secara horizontal pada bagian batang taupun umbi yang memiliki
bagian totipoten. Eksplan tersebut selanjutnya ditanam dalam media.
Kultur tersebut kemudian dipindahkan ke ruang inkubasi.
5. Kultur suspensi sel kalus bawang putih
Eksplan yang ditanam dalam media akan membentuk kalus dalam jangka
waktu tertentu. Kalus yang terbentuk cukup banyak dan baik serta tidak
terkontaminasi jamur maupun bakteri dapat disubkultur. Subkultur
dilakukan dengan cara kalus dikerok dengan skapel dan dipindahkan ke
dalam petri. Diambil 25 mg kalus untuk dikulturkan . kalus ditanam pada
media cair dan dishaker hingga pertemuan selanjutnya.
6. Kuantifikasi kalus
Kalus yang diperoleh dari kultur kalus yang tidak disubkultur diambil dan
diletakan pada aluminum foil yang sudah ditara. Kalus tersebut kemudian
ditimbang untuk mengetahui berat basah kalus. Kalus basah selanjutnya
dikeringkan dalam oven 600C, setelah itu ditimbang untuk mengetahui
bobot kalus setelah dikeringkan. Kalus dikeringkan sampai mencapai
Page | 26
bobot tetap. Bobot tetap diperoleh bila selisih penimbangan dua kali tidak
lebih dari 0,1%. Bobot tetap tersebut yang dinyatakan sebagai bobot kering
kalus.
7. Analisis Kandungan Metabolit Kultur Kalus Kemangi
Sejumlah kalus dimaserasi dalam tabung reaksi dengan etanol 70%
sebanyak 3 ml sambil diaduk. Maserat ditotolkan pada plat KLT sebanyak
20l disertai dengan penotolan pembanding. Pembanding dibuat dari
serbuk daun kemangi yang dimaserasi dengan etanol 70%. Pembanding
ditotolkan sebanyak 2l. Plat KLT tersebut kemudian dielusi dengan fase
gerak sampai mencapai jarak elusi yang sebelumnya telah ditetapkan yaitu
8 cm. Plat yang sudah dielusi, lalu diamati pada sinar tampak, UV 254 dan
UV 366 sambil dicatat harga Rf yang dihasilkan masing-masing bercak
hasil elusi. Plat tersebut selanjutnya, disemprot dengan pereaksi semprot
anisaldehid asamsulfat dan dipanaskan pada suhu 1100C selama 10 menit
kemudian amati dan catat harga Rf.
Page | 27
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keberhasilan Sterilisasi Media Dan Alat
1. Pembuatan Media Padat Murashige Skoog (MS )
Media yang digunakan dalam propagasi eksplan baik kalus maupun tunas
pada praktikum ini adalah media MS padat. Pemilihan media MS padat karena
media ini diperkaya nutrisi baik makro maupun mikronutrien untuk pertumbuhan
eksplan, sukrosa sebagai sumber karbon, inositol sebagai suplemen organic, zat
pengatur tumbuh berupa vitamin, dan zat pengatur tumbuh dengan konsentrasi
tertentu.
Media MS dibuat pada rentang pH 5,8-5,9 ( mendekati 6 ). Pengaturan ph ini
sangat mempengaruhi, dan perlu diperhatikan. pH sangat menetukan kelarutan
mineral ( nutrisi ). Ada beberapa senyawa yang hanya bisa larut dalam rentang
pH tertentu. Hal ini berhubungan dengan ketersediaan unsur hara yang terlarut
yang dapat diserap oleh eksplan untuk pertumbuhannya. Selain itu pH yang
terlalu asam akan memyebabkan vikositas media menurun ( media menjadai
encer ), sehingga ketika eksplan ditanam, eksplan akan tenggelam. Sebaliknya,
jika ph terlalu basa , maka media akan menjadi lebih padat, dan bisa
menyebabkan eksplan sulit tumbuh.
Bahan pemadat yang digunakan dalam pembuatan media MS padat adalah
agar. Untuk membuat 600ml larutan media, agar yang ditambahkan sekitar 9 %
yaitu sebanyak 5,4 gram. Konsentrasi pemadat yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan media menjadi terlalu padat, sehingga difusi zat terlarutnya
menjadi sulit.
Pada media padat MS untuk menumbuhkan tunas, diberi suatu zat pengatur
tumbuh, yaitu kinetin dengan konsentrasi kurang dari 2ppm, yaitu sebanyak 1,2
ml . Kinetin diberikan dalam bentuk larutan. Sedangkan pada media padat MS
untuk menumbuhkan kalus, diberi zat pengatur tumbuh berupa 2,4 D kurang dari
Page | 28
1 ppm, yaitu sebanyak 0, 6 ml. Sebanyak 600ml larutan media dituangkan dalam
70 botol dalam keadaan panas.
2. Sterilisasi Alat dan Media
Persyaratan mutlak dalam kerja kultur jaringan tanaman adalah keadaaan
yang aseptis. Untuk sterilisasi alat – alat kultur digunakan cara sterilisasi dengan
pemanasan basah, yaitu dengan autoklaf. Pemanasan dilakukan dengan suhu
121 oC, tekanan 1 atm, selama 30 menit.
Untuk sterilisasi media, digunakan autoklaf dengan suhu 121oC, tekanan 1
atm, selama 20 menit. Dengan cara ini, media berhasil disterilkan, dan terbebas
dari kontaminan.
Ruang kerja dalam kultur jaringan tanaman harus aseptis. Tempat yang
digunakan adalah kotak aseptis, sebagai pengganti dari Laminar Air Flow
Cabinet ( LAF ). Hal ini karena LAF yang tersedia sangat terbatas, tidak
memenuhi semua kelompok dalam satu golongan. Sebelum digunakan, ruangan
di dalam kotak disemprot dengan alcohol 70%, dan disterilisasi dahulu dengan
sinar UV untuk meminimalkan kontaminan dari mikroba.
Alat – alat yang diperlukan untuk pekerjaan ini, dimasukkan ke dalam kotak
aseptis dalam keadaan steril. Setiap peralatan, amupun bahan yang
dimasukkan ke dalam kotak aseptis, lebih dulu disterilkan dengan penyemprotan
alkohol 70%.
3. Sterilisasi Dan Penanaman Eksplan
Eksplan yang digunakan, berasal dari bagian yang berbeda untuk kalus, dan
tunas. Pada prinsipnya, sterilisasi yang digunakan adalah sama. Pada eksplan
dilakukan praserilisasi dengan alkohol 70%, kemudian disterilkan dengan
sublimat. dan dibantu dengan larutan tween untuk menurunkan tegangan
permukaan eksplan, sehingga sterilannya dapat secara maksimal mensterilkan
eksplan.
Penanaman eksplan dilakukan secara aseptis di dalam kotak aseptis. Dalam
satu pot ditanam tiga eksplan, baik untuk tunas maupun kalus. Untuk kultur
kalus, ditanam pada media yang mengandung 2,4 D, sedangkan untuk kultur
kalus ditanam pada media yang mengandung kinetin. Eksplan disimpan dalam
ruang inkubasi dengan suhu 22-28OC. Suhu ini, merupakan suhu optimum untuk
pertumbuhan eksplan.
Page | 29
Ada sebanyak 27 pot untukpengkulturan kalus, dan 27 pot untuk
pengkulturan tunas. Masing – masing tanaman disediakan 3 pot. Secara
keseluruhan, cara sterilisasi ini dapat memberikan tingkat keberhasilan sebesar
46 %.
B. ANALISIS HASIL KULTUR
I. Kultur Kalus
1. Kultur Umbi Wortel
a. Keberhasilan Sterilisasi Eksplan
Sterilisasi eksplan sangat dibutuhkan, karena ini sangat menunjang
keberhasilan kultur. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan sterilan adalah
jenis, konsentrasi sterilan, dan lamanya proses sterilisasi.
Eksplan yang berupa umbi akar ini,dilakukan prasterilisasi dengan alkohol 70
%, karena pada umbi akar biasanya banyak terdapat kontaminasi mikroba yang
berasal dari tanah. Bahan-bahan yang ada di dalam tanah umumnya memiliki
resiko kontaminasi tinggi karena tanah merupakan habitat mikroba yang
terbesar. Prasterilisasi ini dapat meminimalisir jumlah kontaminan. Proses
sterilisasinya menggunakan sublimat, digojog selama 30 menit. Penggojokan
dilakukan secukupnya, tidak boleh sampai merusak umbi yang akan dijadikan
eksplan. Proses sterilisasi dilakukan selama 30 menit, dengan pertimbangan
umbi akar wortel kuat terhadap sterilan sublimat, dan memiliki resiko
kontaminasi yang tinggi karena letaknya yang ada di dalam tanah. Setelah
proses sterilisasi, proses lebih lanjut dilakukan di dalam kotak aseptik. Hal ini
bertujuan untuk menjaga kesterilan kerja.
Tabel 1. Keberhasilan sterilisasi Eksplan Umbi Akar Wortel
Materi pengamatanHari ke- (banyaknya pot)
1 7 9 13 14 31 32 34 41
Jumlah pot 9 9 9 9 9 9 9 2 1
Kontaminasi - 1 4 5 6 7 8 1 2
Mati - - - - - - - 7 8
Pada praktikum ini didapatkan prosentase keberhasilan pertumbuhan kalus
wortel adalah sebesar 10%, hanya ada 1 pot yang berisi 3 eksplan yang bisa
Page | 30
tumbuh. Hal ini mungkin disebabkan karena waktu untuk melakukan sterilisasi
kurang lama, sehingga sterilan belum bekerja secara optimal pada permukaan
eksplan.
Gambar 1. Kultur kalus wortel yang terkontaminasi bakteri
Gambar 2. Kultur kalus wortel yang membusuk( mati )
Kontaminasi yang terjadi ini, bisa disebabkan oleh sterilisasi
eksplan yang kurang tepat, karena pada dasarnya umbi akar wortel
kuat terhadap sterilan sublimat, dan memiliki resiko kontaminasi yang
tinggi karena letaknya yang ada di dalam tanah. Proses pengerjaan
kurang aseptic dan teliti juga berpengaruh, misalnya lubang kotak
aseptis tidak tertutup rapat,sehingga memungkinkan kontaminan
berasal dari sirkulasi udara atau pada saat penutupan dengan plastik,
keadaan dalam pot masih panas akibat pemanasan mulut pot setelah
eksplan ditanam yang bisa menyebabkan pembusukan pada eksplan
karena pengembunan.
b. Induksi Kalus
Page | 31
Eksplan berasal dari bagian umbi akar wortel, yang diambil dari
bagian tengahnya yang berwarna kuning. Bagian ini merupakan
bagian yang totipoten.
.
Gambar3. bagian dari umbi akar wortel yang totipoten
Pada umumnya untuk eksplan yang mempunyai kambium tidak
perlu penambahan ZPT untuk menginduksi terbentuknya kalus karena
secara alamiah pada jaringan berkambium yang mengalami luka akan
tumbuh kalus untuk menutupi luka yang terbuka. Namun pada kasus
lain, menurut Kordan 1959 dalam Dodds & Robert, 1983 , dituliskan
bahwa keberadaan kambium di dalam eksplan tertentu dapat
menghambat pertumbuhan kalus bila tanpa penambahan zat
pengatur tumbuh eksogen. Penambahan ZPT tersebut dapat satu
macam atau lebih tergantung dari jenis eksplan yang digunakan.
Pembelahan sel di dalam eksplan dapat terjadi tergantung dari ZPT
yang digunakan, seperti auksin, sitokinin, auksin dan sitokinin, dan
ekstrak senyawa organik komplek alamiah.
Pada praktikum ini ZPT yang ditambahkan adalah berupa 2,4 D
( Dikloro fenoksi asetil asetat ) dengan konsentrasi kurang dari 1 ppm.
Dikloro fenoksi aestil asetat (2,4 D) merupakan auksi sintetik. Auksin
sangat dikenal sebagai hormon yang mampu berperan menginduksi
terjadinya kalus, mendorong proses morfogenesis kalus membentuk
akar atau tunas, mendorong proses embryogenesis, dan dapat
mempengaruhi kestabilan genetik sel tanaman (Santoso dan
Nursandi, 2003).
Tabel 2. Pertumbuhan Kalus Umbi Akar Wortel
Materi pengamatanHari ke- (banyaknya pot)
1 7 8 10 16
Jumlah pot 9 9 9 9 9
Tumbuh kalus - 1 2 3 4
Page | 32
Belum ada respon 9 8 7 6 5
Berdasarkan pengamatan kurang lebih 6 minggu, diperoleh hasil bahwa tidak
ada kalus yang benar – benar terlihat tumbuh bagus. Pada minggu pertama
kalus belum ada respon. Pada minggu ke-2 mulai ada inisiasi kalus sebanyak 4
pot. Namun terlihat juga tanda-tanda kontaminasi bakteri, ciri-cirinya adalah pada
eksplan terlihat lembek dan berwarna coklat kehitaman. Beberapa eksplan ada
yang kering, kisut, dan pigmen warnanya berubah menjadi lebih pucat. Pada
minggu ke -4 kontaminasi semakin banyak, sehingga ada 6 pot yang dibuang.
Pada akhir praktikum, kira-kira umur eksplan 47 hari,hanya ada 1 pot yang
masih bertahan, namun eksplan dalam pot tersebut tidak menunjukkan respon
apapun, sedangkan sisanya mati karena membusuk. Oleh karena itu , pada
praktikum ini tidak diperoleh kalus dari umbi akar wortel. Kalus yang tidak tumbuh
ini, kemungkinan karena factor gradiasi nutrisi, dimana pada media unsur dari 2,4
D nya sangat sedikit sekali atau bahkan tidak ada, dan seperti pada teorinya
Kordan 1959 dalam Dodds & Robert, 1983 di atas, umbi wortel mempunyai
cambium, jadi tanpa diimbangi oleh adanya penambahan ZPT, maka cambium
ini malah akan menghambat pertumbuhan kalus.
Gambar 4. Kultur kalus wortel yang sehat, tetapi tidak ada respon
2. Kultur Kalus Daun Kemangi
a. Keberhasilan sterilisasi eksplan
Tabel 3. Keberhasilan sterilisasi Eksplan Daun Kemangi
Materi pengamatanHari ke- (banyaknya pot)
1-6 7-8 9-21 22 23-28
Jumlah pot 9 9 9 4 2
Page | 33
Kontaminasi - 5 6 2 -
Mati - - - 2 7
Pada hari Ke-7 dari masa inkubasi terjadi kontaminasi sebanyak 5 pot,
yaitu 3 pot terkontaminsi jamur dan 2 pot terkontaminasi bakteri. Kontaminasi
jamur bertambah 1 pot pada hari ke-9. Kontaminasi terjadi karena proses
sterilisasi baik media maupun eksplannya tidak sempurna. Kontaminasi juga bisa
terjadi seraca endogen karena bawaan penyakit yang terdapat dalam sumber
ekplannya. Pada hari ke-22 tanaman dalam 2 pot mati dan pada hari ke-23
sebanyak 7 pot yang mati. Penyebab kematian eksplan adalah kontaminasi dan
browning.
Browning adalah suatu karakter yang munculnya warna coklat atau hitam
yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan perkembangan eksplan.
Kejadian ini terjadi karena digunakan bahan eksplan yang tidak normal, media
dan suplemen media yang beragam, penggunaan bahan sterilisasi, pengirisan,
penggunaan api dan lain-lain. Selain itu, browning juga bisa terjadi karena
adanya reaksi enzimatik. Enzim yang berperan pada proses ini adalah polifenol
oksidase, suatu enzim komplek. Enzim komplek tersebut diantaranya adalah
fenol hidroksilase, kreoslase, dan katekolase. Untuk terjadinya reaksi
pencoklatan yang dikatalis oleh enzim tersebut, maka selain harus ada substrat
juga harus tersedia gugus protestik Cu++ dan oksigen sebagai aseptorhidrogen.
Pada proses pencoklatan enzimatis, substrat yang berperan adalah: p-difenol,
monofenol, falovonoid, tanin, katekol, asam kafeat, asam protokatekoat, dan
asam klorogenat. Mengatasi problem pencoklatan dapat dilakukan dengan
beberapa cara, misalnya: 1). Mengeluarkan senyawa fenol, 2). Memodifikasi
potensial redoks media, 3). Mengurangi agen yang menyebabkan terjadinya
pencoklatan, 4). Menghambatan enzim fenil oksidase, 5). Pengaturan pH rendah,
5). Penggunaan ruang gelap. Namun, usaha-usaha tersebut tidak dilakukan.
b. Induksi Kalus
Pada praktikum ini media untuk kultur kalus diberi zat pengatur tumbuh asam
2,4 Diklorofenoksiasetat (2,4 D), yang termasuk golongan auksin. Menurut
Gamborg dan Shyluk (1981), auksin adalah hormon yang terlibat penting dalam
kultur jaringan tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan kalus. Setiap
Page | 34
tanaman memiliki hormon endogen yang berbeda-beda, sehingga banyaknya zat
pengatur tumbuh yang diperlukan setiap tanaman untuk menghasilkan kalus juga
berbeda-beda. Zat pengatur tumbuh akan berinteraksi dengan hormon endogen
dan menentukan keberhasilan induksi kalus serta diferensiasinya (Imaculata,
2004).
Tabel 4. Pertumbuhan Kalus Daun Kemangi
Materi pengamatanHari ke- (banyaknya pot)
1-6 7-8 9-21 22 23-28
Jumlah pot 9 9 9 4 2
Tumbuh kalus - 7 7 4 2
Belum ada respon 9 - - - -
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa setelah hari ke-7
inkubasi, tumbuh kalus sebanyak 7 pot. Panen dilakukan pada hari ke-28 masa
inkubasi diperoleh sebanyak 2 pot. Pot pertama digunakan untuk ditetapkan
bobot kering sedangkan pot kedua digunakan untuk analisis metabolit
sekundernya. Hasil penimbangan diperoleh berat kalus pada pot pertama
sebesar 0,537g.
3. Daun Binahong
a. Keberhasilan Sterilisasi Eksplan
Eksplan yang berupa daun ini,dilakukan proses prasterilisasi dengan air
sabun, dan dibilas dengan air bersih yang mengalir dengan pertimbangan jumlah
kontaminasi tidak terlalu banyak, seperti pada umbi. Prasterilisasi ini dapat
meminimalisir jumlah kontaminan pada permukaan daun. Proses sterilisasinya
menggunakan sublimat, digojog selama 30 menit. Penggojokan tidak terlalu kuat,
jika terlalu kuat dikhawatirkan dapat merusak daun yang akan dijadikan eksplan.
Proses sterilisasi dilakukan selama 30 menit.
Tabel 5. Keberhasilan sterilisasi Eksplan Daun Binahong
Materi Pengamatan Hariv ke-(banyaknya pot)
1 6 7
Page | 35
Jumlah pot 9 9 8
Kontaminasi - 1 3
Mati - 1 -
Setelah tahap sterilisasi, eksplan daun dibilas dengan akuades, dan
pengerjaannya dilakukan di dalam kotak aseptik, agar mengurangi kontaminasi.
Pada praktikum ini , yaitu sekitar 26 hari didapatkan prosentase keberhasilan
pertumbuhan kalus daun binahong 63%. Di akhir praktikum ini masih bertahan
sebanyak 6 pot tanpa kontaminasi. Hal ini berarti cara sterilisasi ini cukup baik
untuk sterilisasi eksplan yang berupa daun.
b. Induksi Kalus
Tabel 6. Pertumbuhan Kalus Daun Binahong
Materi Pengamatan
Hari ke- (banyaknya
pot)
1 6 12
Jumlah pot 9 9 9
Tumbuh kalus - 1 2
Belum ada respon 9 8 7
Eksplan berasal dari bagian daun. Tepi daun dihilangkan, dan dibagi menjadi
6 bagian untuk memperkecil ukuran. Pada eksplan diberi perlukaan sedikit,
dengan tujuan untuk memacu pertumbuhan kalus. Hal ini berdasarkan konsep
dasar sifat totipotensi sel, dimana sel akan membelah jika ada stimulus, misalnya
luka. Dengan pemberian ZPT 2,4 D diharapkan bisa meningkatkan pertumbuhan
kalus pada eksplan daun binahong.
Pengamatan dilakukan selama kurang lebih 3 minggu. Pada minggu pertama
ternyata,pada beberapa eksplan mulai terjadi inisiasi kalus. Berbeda pada kultur
umbi akar wortel, pada eksplan daun lebih cepat tumbuhnya. Namun ada
beberapa pot yang mulai terkontaminasi oleh jamur, eksplan kisut kehitaman,
dan pada media ada yang berubah warna menjadi agak memerah ( merah
muda ). Timbulnya perubahan warna ini, mungkin disebabkan oleh metabolit
Page | 36
sekunder dari jamur yang bereaksi dengan unsur hara mikro yang terdapat
kandungan logam, seperti Mg, Al yang bisa membentuk khelat dan
menyebabkan timbulnya warna.
Gambar 5. eksplan yang kisut, dan kehitam-hitaman.
Kalus pada daun binahong hanya berumur 26 hari. Pada akhir pengamatan
diperoleh 2 pot yang tumbuh kalus, namun tidak dilakukan pemanenan, 3 pot
terkontaminasi jamur, dan 7 pot belum ada respon tumbuh. Dari pengamatan ini,
pengaruh pemberian 2,4 D pada kultur daun binahong adalah dapat
mempercepat pertumbuhan kalus.
II. Kultur Tunas
1.Kultur Tunas Batang Joko Tuwo
a. Keberhasilan Sterilisasi Eksplan
Tabel 7. Keberhasilan Sterilisasi Eksplan Batang Joko Tuwo
Materi pengamatanHari ke- (banyaknya pot)
1 13 15 30 41 50 57
Jumlah pot 9 9 8 7 7 4 4
Kontaminasi - 3 2 2 2 - -
Mati- - 1 2 2 5 5
Pada hari ke-13 inkubasi sebanyak 3 pot terkontaminasi, 2 pot terkontaminasi
bakteri dan 1 pot terkontaminasi jamur. Pada hari ke-14 setelah penanaman
sebanyak 1 pot kultur mati. Sebelumnya kultur dalam pot tersebut mengalami
browning. Kejadian ini terjadi karena digunakan bahan eksplan yang tidak
normal, penggunaan bahan sterilisasi, pengirisan, penggunaan api dan lain-
lain. Jumlah pot yang mati bertambah pada hari ke-30.
b.Induksi Tunas
Page | 37
Media yang digunakan pada praktikum ini adalah media MS padat. Hal ini
mengacu pada penelitian Dalay (1998) yang berhasil menumbuhkan kalus dari
tanaman selasih (Ocimum basilicum L. forma violaceum) menggunakan media
MS. Kemangi dan selasih merupakan spesies yang sama, jadi dengan
menggunakan media yang sama diharapkan hasil yang tidak jauh berbeda.
Media MS memiliki kandungan mineral dan nitrogen yang tinggi dalam bentuk
ammonium (Gamborg dan Shyluk, 1981). Kadar ammonium yang tinggi ini
diperlukan untuk proses regenerasi. Kandungan garam mineral yang tinggi layak
utuk memenuhi kebutuhan sel tanaman dalam kultur. Media ini telah digunakan
secara luas untuk berbagai jenis eksplan dari tumbuhan dikotil dan monokotil
(Dixon, 1985).
Dalam praktikum ini, untuk menumbuhkan tunas digunakan zat pengatur
tumbuh kinetin yang merupakan senyawa golongan sitokinin. Senyawa golongan
sitokinin dapat menstimulir terjadinya pembelahan sel dan proliferasi kalus dalam
kultur jaringan sehingga diharapkan tunas dapat tumbuh dengan cepat (Santosa,
2002).
Tabel 8. Pertumbuhan Tunas Batang Joko Tuwo
Materi pengamatanHari ke- (banyaknya pot)
1 13 15 30 41 50 57
Jumlah pot 9 9 8 7 7 4 4
Tumbuh tunas - 8 8 7 7 4 4
Tumbuh kalus - - - - 1 1 2
Belum ada respon 9 1 - - - - -
Pada hari ke-13 setelah penanaman, tumbuh tunas sebanyak 8 pot dan 1
pot belum menunjukkan respon. Pada hari ke-41 tumbuh kalus pada kultur
tunas tersebut. Kalus tumbuh pada tunas yang tumbuh dengan bagus yang
menghasilkan daun yang lebat dan hijau segar. Diasumsikan kalus tersebut
tumbuh karena tunas sudah tidak bisa tumbuh lagi. Ruang tumbuh kultur pada
pot sangat terbatas sehingga ketika eksplan masih memiliki kemampuan untuk
tumbuh maka pertumbuhannya diarahkan ke yang lain yaitu kalus. Selain itu
telah diketahui fungsi lain dari kinetin yaitu merangsang proliferasi kalus.
2.Kultur Tunas Bawang Putih
a. Keberhasilan Sterilisasi Eksplan
Page | 38
Tabel 9. Keberhasilan Sterilisasi Eksplan Bawang Putih
Hari
Materi
pengamatan
1 2 3 8 29 36 40
Jumlah pot 6 6 9 9 7 7 7
Kontaminasi - - - 1 - 1 1
Mati - - - - - 2 2
Jumlah pot yang diinkubasi sebanyak 9 pot, terdapat 6 pot yang masing-
masing berisi 3 eksplan dan 3 pot lainnya masing-masing berisi 2 eksplan.
Tunas yang berhasil ditumbuhkan sebanyak 7 pot dengan rata-rata
pertumbuhan tunas pada hari ke-3. Tingkat keberhasilan sterilisasi sebesar
77,78%.
Kendala yang timbul pada eksplan tunas bawang putih adalah
kontaminasi. Fenomena kontaminasi menunjukkan bahwa semakin media
diperkaya maka tingkat kontaminasi juga semakin besar. Fenomena
kontaminasi sangat beragam, keragaman tersebut dapat dilihat dari jenis
kontaminannya (bakteri, jamur, yeast, virus, kapang), waktu terjadinya (cepat,
sedang, lambat), dan berdasarkan apa yang dikontaminasi (Santosa, 2002).
Kontaminasi dapat terjadi karena sterilisasi yang kurang baik sehingga bakteri
atau jamur yang terdapat pada eksplan belum sepenuhnya hilang.
b. Induksi Tunas
Tabel 10. Pertumbuhan Tunas Umbi Bawang Putih
Hari
Materi
Pengamatan
1 2 3 8 29 36 40
Jumlah pot 6 6 9 9 7 7 7
Tumbuh kalus - - - - - 1 1
Tumbuh tunas 3 6 8 8 7 7 7
Page | 39
Belum ada
respon
3 - 1 1 - - -
Tanda-tanda yang timbul selama masa inkubasi adalah perubahan warna
bagian bawah umbi bawang putih (bekas irisan) dari putih menjadi merah. Dari
beberapa eksplan yang ditanam selain tumbuh tunas juga tumbuh akar terutama
pada eksplan yang terdapat pada pot T1, K1 dan K2. Pada akhir praktikum,
dilakukan pengukuran terhadap tinggi tunas. Tinggi tunas pada pot T1 sepanjang
1 cm, tinggi tunas pada pot T2 lebih dari 5 cm, tinggi tunas pada pot I1 2 cm,
dan tinggi tunas pada pot I3 sepanjang 1 cm.
3.Kultur Tunas Umbi Binahong
a. Keberhasilan Sterilisasi Eksplan
Tabel 11. Keberhasilan Sterilisasi Eksplan Umbi Binahong
Hari
Materi
pengamatan
1 2 3 4 5 6 7
Jumlah pot 9 9 9 libur 9 9
Kontaminasi - - 1 2 2
Mati - - - - -
Jumlah pot yang diinkubasi sebanyak 9 pot, masing-masing berisi 3
eksplan. Tunas yang berhasil ditumbuhkan sampai akhir praktikum sebanyak 3
pot, rata-rata tunas tumbuh pada hari ke-3.Tingkat keberhasilan sterilisasi
sebesar 33,33%.
b. Induksi Tunas
Tabel 12. Pertumbuhan Tunas Umbi Binahong
Page | 40
Hari Materi
Pengamatan
1 2 3 4 5 6 7
Jumlah pot 9 9 9 Libur
Libur
9 9
Tumbuh kalus - - - - -
Tumbuh tunas - - 3 3 3
Belum ada
respon
9 9 5 5 5
Tunas tumbuh setelah hari ke-3 inkubasi sebanyak 3 pot. Sedangkan 5 pot yang
lain belum menunjukkan adanya pertumbuhan. Pengamatan pada tunas
binahong tidak dapat dilakukan dengan maksimal karena pratikum sudah
berakhir, padahal masih ada eksplan yang belum tumbuh tunas.
C. Kuantifikasi hasil kultur
Kalus yang dipanen adalah kalus daun kemangi, pada kalus ini telah
terjadi browning. Kalus dipanen pada minggu terkahir praktikum. Dilakukan bobot
basah pada kalus yang berhasil dipanen. Panen dilakukan dengan cara, pilih
kalus yang tumbuh dalam media padat, ambil dan letakkan pada cawan petri.
Kalus dibersihkan dari agar yang menempel dengan pinset. Buat wadah dari
aluminium foil sebagai wadah dari kalus yang telah dipanen, lalu wadah tersebut
ditimbang atau ditara. Kalus dimasukkan dalam wadah yang sudah ditara,
kemudian ditimbang lagi, hasil penimbangan tersebut merupakan bobot basah
kalus. Keringkan dalam oven suhu 500C. Timbang kembali sampai diperoleh
bobot tetap. Bobot tersebut sebagai bobot kering.
Bobot segar kalus sebesar 0,537 gram dan bobot keringnya sebesar
0,520 gram. Pengeringan hingga mencapai bobot tetap jika dalam dua kali
penimbangan selisih bobot kalus kurang dari 0,25%. Bila belum mencapai bobot
tetap, maka kalus harus dikeringkan lagi. Bobot kering dicapai setelah
pengeringan ke-3, pada pengeringan tersebut selisih antara pengeringan ke-2
dan pengeringan ke-3 sebesar 0,001 gram dengan persentase susut
pengeringan sebesar 0,19% Pengeringan dilakukan dengan oven pada suhu
400C, suhu yang digunakan tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu rendah,
Page | 41
bertutujuan untuk menghindari degradasi senyawa kimia dalam kultur akibat
pemanasan berlebih.
D. Kultur Suspensi Sel
Subkultur dilakukan pada kultur kalus bawang putih. Kultur dipindahkan dari
media MS padat ke MS cair. Pertama-tama kalus bawang putih dipisahkan dari
eksplan dengan dikerok menggunakan scapel. Eksplan yang disubkulturkan
diambil sebanyak 25mg kemudian di shaker selama satu minggu.
Satu minggu kemudian massa kalus yang telah teragregasi menjadi sel-sel
tunggal. Hal ini terjadi akibat perkuan penggojogan selama satu minggu. Sel-sel
yang ada dalam kultur suspense sel ini kemudian diamati dengan mikroskop.
Gambar 6. Sel kalus kemangi
Gambar7. Sel kalus wortel
Pengamatan sel dilakukan pada kalus daun kemangi dan umbi akar wortel,
eksplan miliki golongan 1. Kultur bawang putih tidak dilakukan pengamatan
karena waktu yang tersedia tidak cukup. Dari gambar tersebut terlihat ada
Page | 42
berbagai bentuk sel. Sel yang berbentuk bulat menunjukkan sel viable, sel yang
berbentuk batang atau mengkerut menunjukkan sel yang lapar. Pengamatan sel-
sel viable lebih mudah dilakukan dalam kultur suspensi sel ini karena sel-sel
terdispersi. Bila sel-sel viable yang terdapat dalam kultur banyak menunjukkan
proses kultur berhasil dan memiliki prospek yang baik untuk diambil metabolit
sekundernya atau disubkulturkan lagi hingga terbentuk plantula.
E. Analisis Metabolit Sekunder
Analisis metabolit sekunder dari kalus daun kemangi dilakukan dengan
krommatografi lapis tipis. Kalus dipisahkan dari eksplan dan media kemudian
dilakukan maserasi dengan etanol sebanyak 3ml. Sebanyak 20µl sampel
ditotolkan pada pelat KLT, silica gel F254 beserta sampel dari kelompok lain dan
pembanding. Plat dielusi dengan fase gerak heksan:etil asetat (7:3) dengan jarak
8 cm. Selanjutnya plat langsung disemprot dengan pereaksi anisaldehida dan
dideteksi pada sinar tampak dan UV366nm.
Tabel 13. Hasil Analisis KLT
No. RfSetelah disemprot
UV 366 Tampak
1. 0,43 Biru Hijau-biru
P. 0,4 Biru Hijau
Page | 43
8 cm
Gambar8. Kromatogram sinar tampak Gambar9. Kromatogram UV366nm
Pada sinar tampak terlihat bercak berwarna hijau pada pembanding dan
bercak berwarna hijau kebiruan pada sampel. Namun warna bercak terlihat
sama bila dilihat di UV366nm. Harga Rf antara pembanding dan sampel hampir
sama, yaitu 0,4 untuk pembanding dan 0,43 untuk sampel. Berdasarkan data
tersebut dapat disimpulkan bahwa sampel memiliki polaritas dan gugus fungsi
yang hampir sama dengan pembanding.
“P” merupakan pembanding. Pembanding berupa esktrak etanol daun
kemangi segar. Dari gambar kromatogram tersebut terlihat bercak hasil elusi
ekstrak kalus daun kemangi lebih sedikit dibandingkan dengan ekstrak daun
kemangi. Hal ini dapat terjadi karena umur kalus yang masih muda sehingga
belum menghasilkan metabolit sebanyak tanaman aslinya.
Page | 44
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Pemberian 2,4D pada kultur kalus umbi wortel, daun binahong, dan daun
kemangi pada media Murahige Skoog memberikan pengaruh terhadap
kecepatan tumbuhnya kalus.
2. Pemberian kinetin pada kultur tunas para binatanag joko towu, umbi
bawang putih, dan umbi bangun kemangi.
3. Berdasarkan analisis kualitatif dengan KLT diperoleh :
- Harga Rf sampel Rf =0,43
- Warna bercak = - tampak =hijau
- UV366nm = fluresensi biru
- Harga Rf pembanding = 0,4
- Warna bercak = -tampak = hijau kebiruan
- UV 366nm = Fluoresensi biru
Warna dan harga Rf yang hampir sama menunjukkan bahwa sampel
memiliki polaritas dan gugus fungsi yang hampir sama dengan pembanding.
B. SARAN
Page | 45
1. Kultur yang telah berhasil menghasilkan plantula yang baik diharapkan
dilakukan penelitian selanjutnya hingga tahap hardening.
2. Diharapkan proses penelitian tidak berhenti hingga tahapa budidaya saja
tetapi dilanjutkan ke tahap uji aktivitas biologi.
3. Untuk mendapatkan hasil kultur yang terbaik hendaknya praktikum
dilaksanakan pada pagi hari agar tanaman eksplan mmasih dalam
kondisi segar.
Page | 46