Upload
ennie-chahyadi
View
587
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Laporan Praktikum Eksplorasi Habitat
Keanekaragaman Belalang di Areal Sekitar Kampus IPB Darmaga dan
Kawasan Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol
Disusun Oleh:
• Rendy Setiawan
• Ennie Chahyadi
• Gina Dania Pratami
• Maria Rosdalima Pangur
PROGRAM STUDI BIOSAINS HEWAN DEPARTEMEN BIOLOGIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR2011
1
I. PENDAHULUAN
Serangga merupakan kelompok hewan yang dominan di muka bumi
dengan jumlah spesies hampir 80 persen dari jumlah total hewan di bumi. Dari
751.000 spesies golongan serangga, sekitar 250.000 spesies terdapat di Indonesia.
Serangga di bidang pertanian banyak dikenal sebagai hama (Jumar 2000).
Sebagian bersifat sebagai predator, parasitoid, atau musuh alami (Pracaya 2010).
Kebanyakan spesies serangga bermanfaat bagi manusia. Sebanyak 1.413.000
spesies telah berhasil diidentifikasi dan dikenal, lebih dari 7.000 spesies baru di
temukan hampir setiap tahun. Karena alasan ini membuat serangga berhasil dalam
mempertahankan keberlangsungan hidupnya pada habitat yang bervariasi,
kapasitas reproduksi yang tinggi, kemampuan memakan spesies makanan yang
berbeda, dan kemampuan menyelamatkan diri dari musuhnya (Borror et al. 1996;
2005).
Serangga sangat berperan dalam menjaga daur hidup rantai dan jaring-
jaring makanan di suatu ekosistem (Pedigo & Marlin 2009). Serangga juga
memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Bila mendengar nama
serangga, maka selalu diidentikkan dengan hama di bidang pertanian, disebabkan
banyak serangga yang bersifat merugikan, seperti walang sangit, wereng, ulat
grayak, dan lainnya. Serangga dapat merusak tanaman sebagai hama dan sumber
vektor penyakit pada manusia. Namun, tidak semua serangga bersifat sebagai
hama atau vektor penyakit. Kebanyakan serangga juga sangat diperlukan dan
berguna bagi manusia. Salah satunya adalah belalang (Pracaya 2010).
1.1. Latar Belakang
Belalang adalah serangga herbivora dari subordo Caelifera dan Ensifera
ordo Orthoptera. Banyak spesies belalang yang ada di Indonesia, yang dapat
dibedakan dari bentuk morfologi dan suara yang dihasilkannya (Jumar 2000).
Belalang banyak terdapat di tipe habitat padang rumput dan alang-alang. Tipe
habitat seperti ini banyak ditemukan di areal sekitar kampus IPB Darmaga dan
kawasan Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol (PPKAB). Sehingga
2
menarik untuk melakukan pengamatan tentang keanekaragaman belalang di areal-
areal tersebut.
1.2. Tujuan
Tujuan pengamatan ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman
belalang di areal sekitar kampus IPB Darmaga Bogor dan kawasan Pusat
Pendidikan Konservasi Alam Bodogol.
3
II. METODE
2.1. Waktu dan lokasi
A. Kampus IPB Darmaga
Praktikum pengumpulan belalang dilakukan pada bulan November 2011 di
empat lokasi di dalam areal kampus IPB Darmaga. Lokasi praktikum pertama
dilakukan di belakang Rektorat kampus IPB. Habitat belalang pada lokasi ini
didominasi oleh tegakan pinus dan berada dekat dengan danau LSI. Lokasi
berikutnya yaitu di sekitar FMIPA, dengan kondisi habitat perpaduan antara
semak-semak dan tegakan sawo.
Arboretum Fakultas kehutanan juga dipilih sebagai salah satu lokasi
pengumpulan belalang. Arboretum merupakan contoh hutan alam mini yang
digunakan sebagai perwakilan habitat alam dalam areal kampus IPB. Lokasi
terakhir yang dipilih adalah arboretum lanskap yang didominasi oleh tegakan
hutan dan areal padang rumput. Namun, penangkapan belalang hanya dilakukan
pada areal padang rumput.
B. Hutan Konservasi Alam Bodogol
Pengamatan dan pengumpulan belalang dilakukan sepanjang jalur
pengamatan Canopy trail, menyusuri sungai Cisuren dan sepanjang African Trail.
Habitat sepanjang jalur pengamatan merupakan hutan primer dengan kondisi
habitat yang heterogen dan topografi yang berbukit-bukit.
2.2. Alat dan Bahan
Alat yag digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Jaring ayun (sweep net) untuk menangkap belalang.
b. Plastik untuk menyimpan spesimen.
c. Alkohol 70 % yang digunakan untuk pembiusan sebelum pengambilan
gambar spesimen.
4
2.3. Metode pengumpulan
Pengumpulan belalang dilakukan dengan metode direct search (searching)
yang dilakukan paralel dengan sweepnetting (penangkapan langsung dengan
jaring ayun) (Kreb 1989; Kruess & Tscharntke 2002). Penangkapan belalang
dilakukan pada pagi hari, yang merupakan waktu aktif belalang untuk berjemur
setelah mengalami penurunan temperatur suhu tubuh pada malam hari (Pfadt
2002). Pengumpulan belalang di dalam areal kampus IPB Darmaga dilakukan
secara acak pada tiap lokasi pengamatan menyesuaikan dengan mobilitas
belalang. Setiap lokasi pengumpulan belalang dilakukan hanya selama 30 menit.
Pengamatan dan pengumpulan spesimen belalang di hutan Bodogol dilakukan
dengan metode acak, pada jalur pengamatan yang sudah tersedia. Belalang yang
terkumpul kemudian dimasukkan dalam plastik yang diberi label lokasi, waktu
penangkapan dan nama kolektor.
2.4. Klasifikasi
Belalang yang dikumpulkan selanjutnya akan diklasifikasikan mengacu
pada buku Borror et al. (1996); Borror et al. (2005); Pedigo LP, Marlin ER.
(2009).
2.5. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan metode;
a. Indeks Keanekaragaman
Keanekaragaman belalang diukur dengan Indeks Shannon-Wiener (1974) dalam
Krebs (1989);
H '=−∑ pi ¿¿
Keterangan: H : Indeks keanekaragaman
Pi : proporsi individu terhadap total individu
S : jumlah total spesies
ni : jumlah individu spesies ke –i
N : total individu
b. Indeks Kemerataan
5
Indeks kemerataan belalang dihitung dengan persamaan berikut (Soegianto 1994);
E =H'ln s
Keterangan: E : indeks kemerataan
H’ : indeks keanekaragaman Shanon-Wiener
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
6
3.1. Kondisi Umum IPB
Kampus IPB Darmaga terletak pada 9 km arah Barat dari pusat Kota
Bogor. Secara administrasi, kampus ini termasuk kedalam wilayah Desa Babakan
Kecamatan Darmaga Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. Luas Kampus IPB
secara keseluruhan adalah 256,97ha. Secara geografis kampus ini terletak antara
6o 32’ 45” sampai 6o 33’ 45” LS dan 106 42’ 43” sampai 106o 44’ 15” BT.
Kampus ini berada pada ketinggian antara 145–195 mdpl (Saputro 2007).
Secara umum vegetasi di lingkungan Kampus IPB Darmaga berupa
vegetasi semak berumput, tegakan karet, hutan pinus, hutan campuran, hutan
percobaan, arboretum dan tanaman pekarangan perumahan dosen dan taman
(Hernowo et al. 1991). Menurut Kosmaryandi (1991), vegetasi yang ada berupa
tegakan karet, tegakan campuran, tegakan pinus, rawa-rawa berumput,
kebunkebun percobaan dan alang-alang. Hutan campuran di sebelah utara Masjid
Al Hurriyyah terbentuk menjadi sebuah miniatur dari hutan tropika karena
memiliki struktur tajuk yang lengkap. Spesies-spesies vegetasi yang terdapat di
lingkungan Kampus IPB Darmaga sebanyak 45 spesies (Kurnia 2003). Adapun
spesies-spesies vegetasi yang mendominasi antara lain: mahoni (Swietenia
macrophylla), jati (Tectona grandis), karet (Hevea brasiliensis), akasia (Acacia
sp.), gmelina (Gmelina arborea), eboni (Diospyros celebica), cemara aru
(Casuarina sumatrana), ketapang (Terminalia catappa), sengon (Paraserianthes
falcataria), pinus merkusi (Pinus merkusii), bambu (Bambusa sp.), shorea
(Shorea sp.) dan berbagai spesies rerumputan.
3.2. Kondisi Umum Kawasan Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol
Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol berada pada ketinggian 800
dpl, merupakan salah satu zona pemanfaatan di dalam kawasan Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango, perannya mampu menopang kergaman hayati yang
tinggi. Pusat pendidikan konservasi alam bodogol merupakan satu lokasi yang
berperan sebagai salah satu tempat untuk memperkenalkan kekayaan alam hutan
hujan tropis kepada masyarakat umum dan masyarakat sekitar kawasan Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Karakteristik kawasan Pusat
7
Pendidikan Konservasi Alam Bodogol berada pada ketingian 800 dpl, merupakan
salah satu zona pemanfaatan didalam kawasan Tamana Nasional Gunung Gede
Pangrango, perannya mampu menopang keragaman hayati yang tinggi. Beberapa
spesies tumbuhan berbunga, tumbuhan obat, tanaman hias tidak sulit untuk
ditemukan didalam kawasan ini termasuk didalamnya satwa endemik jawa, Elang
Jawa (Spizaetus bartelsi) dan owa jawa (Hylobates moloch) (Pusat Pendidikan
Konservasi Alam Bodogol 2011).
3.3. Morfologi Umum Belalang
Belalang masuk kedalam ordo Orthoptera yang berasal dari bahsa Yunani,
yaitu ortho (lurus) dan ptera (sayap). Serangga ini umumnya bersayap, walaupun
sayapnya kadang tidak dapat dipergunakan untuk terbang. Belalang memiliki
sayap dua pasang. Belalang betina umumnya berukuran lebih besar dari belalang
jantan. Sayap depan panjang dan meyempit, biasanya mengeras seperti kertas dan
dinamakan tegmina. Sayap belakang lebar dan membraneus. Waktu istirahat
sayap dilipat di atas tubuh (Borror et al. 1996; Jumar 2000; Borror et al.2005).
Serangga ini memiliki antena yang hampir selalu lebih pendek dari
tubuhnya dan beruas banyak. Sersi pendek dan seperti penjempit. Serangga betina
biasanya memiliki ovipositor atau alat perteluran. Tarsus biasanya beruas 3-5, tipe
alat mulut mengigit-mengunyah (mandibulat). Femur belakangnya umumnya
panjang dan kuat yang cocok untuk melompat (Borror et al. 1996; Pedigo &
Marlin 2009).
3.4. Spesies Belalang di Areal Kampus IPB Darmaga
Berdasarkan hasil pengamatan di areal kampus IPB pada empat lokasi
yang diamati (Hutan Arboretum, Hutan Belakang Rektorat, Hutan Landskap dan
daerah sekitar FMIPA), ditemukan 95 ekor belalang dari 5 spesies dan dari 2
famili. Spesies yang ditemukan adalah Atractomorpha crenulata, Oxya chinensis,
Phlaeoba fumosa, Valanga nigricornis dan spesies A yang dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Nama dan jumlah spesies belalang di areal Kampus IPB
8
No
Nama Spesies Jumlah Individu TotalIndividuRektorat FMIPA Arboretum Hutan Landskap
1 Oxya chinensis 6 9 8 11 342 Phlaeoba fumosa 6 11 7 8 323 Atractomorpha crenulata 5 6 7 3 214 Valanga nigricornis 2 2 1 1 65 Spesies A 0 0 0 2 2Total 19 28 23 25 95
Pada lokasi Hutan belakang Rektorat, daerah sekitar FMIPA dan Hutan
Arboretum hanya ditemukan 4 spesies belalang, sedangkan pada lokasi Hutan
Landskap ditemukan 5 spesies dengan adanya penambahan spesies A. Pada lokasi
Hutan Landscape ini juga diperoleh jumlah inividu yang lebih banyak
dibandingkan pada 3 lokasi lainnya (Tabel 1).
Spesies A yang belum teridentifikasi memiliki corak warna kuning hitam
dengan dominasi warna hitam. Panjang tubuh belalang ini sekitar 5 cm. Spesies
ini cukup umum ditemui di habitat hutan landskap. Jenis spesies ini dapat dilihat
pada Gambar 2.
Gambar 2. Spesies belalang A, belum teridentifikasi
Berdasarkan hasil perhitungan Indeks Shannon-Wiener (H’), habitat hutan
belakang rektorat dan hutan landskap memiliki nilai indeks keanekaragaman yang
tinggi dibandingkan dengan dua habitat lainnya dengan nilai masing-masing
adalah 1,316 dan 1,311 (Gambar 3). Nilai ini menunjukkan keanekaragaman
belalang pada areal kampus IPB secara keseluruhan tergolong sedang (nilai indeks
keanekaragamannya masih berkisar antara 1 sampai 3).
9
Hutan Be-lakang Rek-
torat
Hutan Sekitar FMIPA
Arboretum Hutan Landskap
1.181.2
1.221.241.261.28
1.31.32
1.3163022657966
1.25046449684319 1.227743154
18076
1.3110953624144
Indeks Keanekaragaman (H')
Gambar 3. Nilai indeks keanekaragaman (H’) pada masing-masing habitat
Kondisi habitat mempengaruhi tingkat keanekaragaman spesies. Menurut
Pdaft (2002) pada waktu malam hari, temperature suhu tubuh belalang mengalami
penurunan sehingga pada pagi hari belalang akan mencari lokasi untuk berjemur.
Habitat padang rumput di hutan landskap merupakan habitat yang terbuka yang
memberi ruang bagi belalang untuk berjemur. Selain itu, menurut Resh (2009)
habitat padang rumput mampu menyediakan pakan yang dibutuhkan oleh
belalang.
Berdasarkan hasil perhitungan indeks kemerataan spesies (J) menunjukkan
bahwa spesies belalang yang berada pada masing-masing tipe habitat yang berada
di area Kampus IPB Darmaga cukup tersebar merata (Gambar 4). Perhitungan
tersebut berdasarkan jumlah spesies yang ditemukan pada masing-masing lokasi.
Pada habitat hutan belakang rektorat memiliki nilai kemerataan yang tertinggi
(0,949), sedangkan nilai kemerataan terendah terdapat pada lokasi hutan landskap
(0.8164).
10
Hutan Be-lakang Rek-
torat
Hutan Sekitar FMIPA
Arboretum Hutan Landskap
1.181.2
1.221.241.261.28
1.31.32
1.3163022657966
1.25046449684319 1.227743154
18076
1.3110953624144
Indeks Keanekaragaman (H')
Gambar 4. Nilai Indeks Kemerataan (J) pada masing-masing habitat
Tipe habitat di dalam kampus Darmaga tidak jauh berbeda, sehingga
jumlah individu per spesies yang ditemukan cenderung sama. Kemerataan dapat
digunakan sebagai indikator adanya spesies yang mendominasi pada suatu
komunitas (Resh 2009). Sehingga dominasi suatu spesies akan tinggi jika
kemerataan rendah, begitu juga sebaliknya.
3.5. Belalang di Hutan Pendidikan Alam Bodogol
Dari hasil pengamatan di Hutan kawasan Konservasi Bodogol diperoleh
26 total individu dari 6 spesies belalang. Spesies-spesies tersebut antara lain
Phlaeoba fumosa, Amphitornus coloradus, Campylacantha olivacea, Atractomorpha
crenulata, Trimerotropis verruculata dan Spesies B (belum diketahui spesiesnya)
(Tabel 3).
Tabel 3. Nama spesies dan jumlah spesies belalang di jalur kanopi Kawasan Konservasi Bodogol TN Gunung Gede Pangrango
No Nama Spesies Jumlah Individu
1 Phlaeoba fumosa 82 Amphitornus coloradus 53 Campylacantha olivacea 44 Atractomorpha crenulata 45 Trimerotropis verruculata 36 Spesies B 2
Total spesies 26
11
Hutan Be-lakang Rek-
torat
Hutan Sekitar FMIPA
Arboretum Hutan Landskap
0.7
0.75
0.8
0.85
0.9
0.95
0.949511375587827 0.902019464
201695 0.885629480010975
0.814629351207163
Indeks Kemerataan (J)
Phlaeobo fumosa merupakan spesies yang paling banyak ditemukan,
sedangkan spesies B hanya ditemukan sebanyak 2 individu. Hutan Bodogol
merupakan hutan alam dan jumlah spesies belalang yang ditemukan relatif lebih
banyak. Namun pengamatan di hutan Bodogol tidak seintensif pengamatan belalang di
kampus, sehingga kemungkinan lebih banyak spesies yang dapat dijumpai.
Spesies B yang belum teridentifikasi memiliki dua warna berbeda pada
bagian tubuhnya dengan batas warna yang jelas. Warna cokelat terang dari antena
sampai chepalothorax dan warna cokelat gelap pada bagian abdomen dan tibia
serta tarsus. Panjang tubuh spesies B ini adalah 1.2 cm dan dapat dilihat pada
Gambar 5.
Gambar 5. Spesies belalang B, belum teridentifikasi
Indeks keanekaragaman spesies (H’) belalang di Hutan Bodogol adalah
sedang (H’=1,701), sedangkan nilai indeks kemerataan belalang di hutan bodogol
adalah 0,52. Indeks keanekaragaman belalang di Bodogol tergolong sedang
berdasarkan kisaran nilai keanekaragaman 1-3 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Indeks keanekaragaman spesies (H’) belalang di Jalur kanopi Kawasan Konservasi Bodogol TN Gunung Gede Pangrango
No Nama Spesies Belalang ni (jumlah individu)
pi H’
1 Phlaeoba fumosa 8 0,307 0,3632 Amphitornus coloradus 5 0,192 0,3173 Campylacantha olivacea 4 0,154 0,2884 Atractomorpha crenulata 4 0,154 0,2885 Trimerotropis verruculata 3 0,115 0,2486 Spesies B 2 0,077 0,197
Jumlah 26 Indeks Keanekaragaman Spesies (H’) 1,701
Indeks Kemerataan (J’) 0,52
12
Keanekaragaman spesies belalang di Bodogol lebih tinggi dibandingkan
dengan nilai keanekaragaman belalang di dalam areal Kampus IPB. Namun nilai
kemerataan spesies di hutan Bodogol lebih rendah dibandingkan dengan areal
kampus IPB. Hutan Bodogol memiliki kondisi habitat yang beranekaragam yang
mampu mendukung kehidupan banyak spesies belalang. Dibandingkan dengan
hutan, kompleksitas struktural dari padang rumput jelas lebih sederhana, sehingga
keaneakaragaman serangga lebih sedikit (Resh 2009). Habitat heterogen
memungkinkan koeksistensi spesies yang memungkinkan spesies untuk membagi
sumberdaya di dalam habitat dan menghindari kompetisi (Martin et al. 1999).
13
IV. KESIMPULAN
1. Belalang yang ditemukan di areal Kampus IPB berjumlah 5 spesies
2. Spesies A hanya ditemukan di habitat Hutan Landscape
3. Di areal kampus IPB, nilai indeks keanekaragaman spesies tertinggi
terdapat di habitat belakang Rektorat
4. Belalang yang ditemukan di Kawasan Bodogol berjumlah 6 spesies
5. Kawasan Konservasi Bodogol memiliki nilai Indeks keanekaragaman
sedang
6. Secara keseluruhan nilai indeks keanekargaman di kawasan Bodogol lebih
tinggi dibandingkan dengan di areal kampus IPB
14
DAFTAR PUSTAKA
Borror JD, Triplehorn AC, Johnson FN. 1996. Pengenalan pelajaran serangga edisi keenam. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta
Borror JD, Triplehorn AC, Johnson FN. 2005. Study of Insect Seven Edition. Ohio State University: USA.
Hernowo, J.B., R. Soekmadi dan Ekarelawan. 1991. Kajian Pelestarian Satwaliar di Kampus IPB Darmaga [catatan penelitian]. Buletin Media Konservasi3:45. Bogor.
Jumar. 2010. Entomologi pertanian. Rineka Cipta: Jakarta
Kosmaryandi, N. 1991. Studi tata letak pohon di ruang terbuka danau kampus IPB Darmaga ditinjau dari segi konservasi [Skripsi Sarjana]. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan-Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Krebs, J.C. 1989. Ecological Methodology. New York: Harper Collin Publishers.
Kruess, A & Tscharntke, T. 2002. Grazing Intensitty and diversity of grasshoppers, butterflies and Trap-nesting Bees and Wasps. Cons Biol 16(6): 1570-1580
Kurnia, I. 2003. Studi Keanekaragaman Jenis Burung Untuk Pengembangan Wisata Birdwacthing di Kampus IPB Dramaga [Skripsi Sarjana]. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan-Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Martin R. Speight, Mark D. Huntes, Allan D. Watt. Ecology Of Insects: Concepts and Application. 1999: Blackwell Science Ltd.
Pedigro LP, Marlin ER. 2009. Entomology and Pest Management Sixth Edition. Upper Saddle River New Jersey: Columbus Ohio.
Pfad, RE. 2002. Field Guide to Common Western Grasshoppers. Third Edition. Wyoming Agricultural Experiment Station Bulletin 912
Pracaya. 2010. Hama dan penyakit tanaman. Penebar Swadaya: Jakarta
Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol. 2011. Profil PPKAB. Lido, Resort PPKAB - Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango; Bogor.
15
Resh VH, Carde RT. 2009. Encyclopedia of Insect. Academic Press
Saputro, NA. 2007. Keanekaragaman Jenis Kupu-kupu di Kampus IPB Darmaga [skripsi Sarjana]. Departemen sumber Daya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan-Institut Pertanian Bogor. Bogor.
16