Upload
umi
View
123
Download
38
Embed Size (px)
DESCRIPTION
BIOLOGI
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN
POLA PENYEBARAN LAMUN DI PANTAI BAMA
TAMAN NASIONAL BALURAN, SITUBONDO, JAWA TIMUR
Oleh:
STASIUN 10
1. Mar’atus Solihah (12030244006)
2. Kukuh Juni Handoko (12030244018)
3. Lutfa Lusia Fadilah (12030244205)
4. Erva Sukma Rusmaindah (12030244215)
5. Umi Choiron Nisak (12030204007)
6. Mochammad Fendi Purwosanto (12030204045)
7. Andri Kurnia Ilahi (12030204216)
8. Margareth Clairine Alodia (12030204012)
9. Yeni Anggraeni Putri (12030204035)
10. Lilis Suryani (12030204206)
11. Ayu Fitriya Rahmawati (12030204233)
12. Aida Fithriyatur Rohmah (12030204237)
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pantai Bama merupakan salah satu ekosistem pantai yang berada di kawasan
Taman Nasional Baluran yang terletak di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo,
Provinsi Jawa Timur. Sebagai kawasan wisata alam, Pantai Bama sering dikunjungi oleh
wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Selain itu, Pantai Bama mempunyai
fungsi penting bagi ekosistem kawasan pesisir salah satunya ekosistem lamun, yang
membentuk suatu padang luas yang disebut dengan padang lamun.
Menurut Wimbaningrum (2003), padang lamun merupakan ekosistem pesisir
yang ditumbuhi lamun sebagai vegetasi yang dominan. Suatu substrat padang lamun
dapat ditumbuhi oleh satu jenis lamun atau lebih (Kirkman, 1985 dalam Kiswara dan
Winardi 1997). Ekosistem padang lamun memiliki fungsi dan peran penting bagi
kehidupan dan perkembangan makhluk hidup di perairan laut dangkal antara lain, yaitu
sebagai produser primer, tempat asuhan dan mencari makanan bagi biota laut, penangkap
sedimen, dan pendaur zat hara (Azkab, 1988).
Pantai Bama yang alami menjadikan organisme mampu beradaptasi dengan baik.
Salah satunya ditandai dengan masih baiknya keanekaragaman hayati yang terdapat di
pantai Bama, Taman Nasional Baluran. Pada saat pantai pasang dan surut, di pantai Bama
masih banyak ditemukan lamun. Terdapat beberapa jenis lamun di Pantai Bama yang
mempunyai peranan sangat penting karena dapat menstabilkan substrat ataupun sedimen-
sedimen yang masuk ke Perairan Pantai Bama.
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya oleh Wimbaningrum
(2003) terdapat 7 spesies lamun yang ditemukan di pantai Bama diantaranya adalah
Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocoea routndata, Halodule uninervis,
Halophila ovalis, Halophila ovata, dan Syringodium isoetifolium.
Dengan melihat informasi ilmiah dari hasil pengkajian lamun dapat diketahui
perbandingan jumlah spesies dengan jumlah total individu seluruh spesies serta
memberikan gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis tumbuhan terhadap
suatu daerah karena semakin tinggi nilai INP suatu spesies relatif terhadap spesies
lainnya, maka semakin tinggi peranan spesies tersebut pada komunitasnya.
Berdasarkan hal tersebut, maka dilaksanakan penelitian pola penyebaran lamun di
pantai Bama, Taman Nasional Baluran.
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dapat diambil
adalah bagaimana pola penyebaran padang lamun di pantai Bama, Taman Nasional
Baluran?
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah mendeskripsikan pola penyebaran padang lamun di pantai Bama,
Taman Nasional Baluran.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Padang Lamun
Menurut Azkab (2006), definisi lamun, padang lamun, dan ekosistem lamun
adalah sebagai berikut:
1. Lamun (seagrass) adalah tumbuhan air berbunga (anthophyta) yang hidup dan
tumbuh terbenam di lingkungan laut, berpembuluh, berimpang (rhizome), berakar,
dan berkembangbiak secara generatif (biji) dan vegetatif. Rimpangnya merupakan
batang yang beruas-ruas yang tumbuh terbenam dan menjalar dalam substrat pasir,
lumpur, dan pecahan karang.
2. Padang lamun (seagrass bed) adalah hamparan vegetasi lamun yang menutupi suatu
area pesisir/laut dangkal yang terbentuk oleh satu jenis lamun atau lebih dengan
kerapatan tanaman yang padat atau jarang.
3. Ekosistem lamun (seagrass ecosystem) adalah satu sistem (organisasi) ekologi
padang lamun yang di dalamnya terjadi hubungan timbal balik antara komponen
abiotik (air dan sedimen) dan biotik (hewan dan tumbuhan).
B. Jenis-jenis Lamun
Perairan di Indonesia mempunyai 12 jenis lamun. Jenis-jenis lamun tersebut
diantaranya adalah:
1. Thalassia hemprichii
Klasifikasi:
Kingdom : Plantae
Divisi : Angiospermae
Kelas : Liliopsida
Ordo : Hydrocharitales
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Thalassia
Jenis : Thalassia hemprichii
2. Halophila ovalis
Klasifikasi:
Kingdom : Plantae
Divisi : Angiospermae
Kelas : Liliopsida
Ordo : Helobiae
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Halophila
Jenis : Halophila ovalis
3. Cymodocea rotundata
Klasifikasi:
Kingdom : Plantae
Divisi : Antophyta
Kelas : Angiospermae
Ordo : Helobiae
Famili : Potamogetonaceae
Genus : Cymodocea
Jenis : Cymodocea rotundata
4. Cymodocea serrulata
Klasifikasi:
Kingdom : Plantae
Divisi : Antophyta
Kelas : Angiospermae
Ordo : Helobiae
Famili : Potamogetonaceae
Genus : Cymodocea
Jenis : Cymodocea serrulata
5. Halodule uninervis
Klasifikasi:
Kingdom : Plantae
Divisi : Antophyta
Kelas : Angiospermae
Ordo : Helobiae
Famili : Potamogetonaceae
Genus : Halodule
Jenis : Halodule uninervis
6. Syringodium isoetifolium
Klasifikasi:
Kingdom : Plantae
Divisi : Antophyta
Kelas : Angiospermae
Ordo : Helobiae
Famili : Potamogetonaceae
Genus : Syringodium
Jenis : Syringodium isoetifolium
7. Enhalus acroides
Klasifikasi:
Kingdom : Plantae
Divisi : Antophyta
Kelas : Angiospermae
Ordo : Helobiae
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Enhalus
Jenis :Enhalus acoroides
8. Halodule pinifolia
Klasifikasi:
Kingdom : Plantae
Divisi : Antophyta
Kelas : Angiospermae
Ordo : Helobiae
Famili : Potamogetonaceae
Genus : Halodule
Jenis : Halodule pinifolia
9. Halophila minor
Klasifikasi :
Kingdom : Plantae
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Ordo : Helobiae
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Halophila
Spesies : Halophila minor
10. Thalassodendron ciliatum
Klasifikasi:
Kingdom :Plantae
Divisi : Magnolyophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Helobiae
Famili : Potamogetonaceae
Genus : Thalassodendron
Jenis : Thalassodendron
ciliatum
11. Halophila spinulosa
Klasifikasi:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Hydrocharitales
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Halophila
Jenis : Halophila spinulos
12. Halophila decipiens
Klasifikasi:
Kingdom : Plantae
Divisi : Antophyta
Kelas : Angiospermae
Ordo : Helobiae
Famili : Potamogetonaceae
Genus : Halophila
Jenis : Halophila decipiens
C. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap keberadaan ekosistem padang
lamun, antara lain kecerahan dan kedalaman, arus, suhu, salinitas, substrat, dan
kekeruhan.
1. Kecerahan
Lamun memiliki intensitas cahaya, yang dapat di gunakan sebagai proses fotosintesis.
Hal ini menyebabkan, lamun sulit tumbuh di perairan yang lebih dalam. Intensitas
cahaya untuk laju fotosintesis ditunjukkan dengan peningkatan suhu.
2. Kedalaman
Pada kedalaman perairan yang dapat membatasi distribusi lamun secara vertikal.
Lamun dapat tumbuh pada zona intertidal bawah dan subtidal atas, hingga mencapai
kedalaman 30 meter. Pada zona intertidal diciri oleh tumbuhan pionir yang di dominasi
oleh Halophila ovalis, Cymodocea rotundata, dan Halodule pinifolia. Sedangkan pada
Thalassodendron ciliatum mendominasi zona intertidal bawah (Hutomo, 1997).
Kerapatan dan pertumbuhan lamun, dapat dipengaruhi oleh kedalaman perairan.
3. Kecepatan arus
Kecepatan arus dipengaruhi oleh adanya jenis perairan yaitu perairan terbuka dan
tertutup, kecepatan angin, dan kedalaman perairan. Kecepatan arus dapat
mempengaruhi produktivitas padang lamun (Nontji, A. 1987).
4. Temperatur
Suhu optimal pada pertumbuhan lamun yaitu 28-30C (Zimmerman et.Al. 1987; Philips
dan Mehez 1988; dan Nybakken, 1993). Hal ini berkaitan dengan kemampuan proses
fotosintesis yang akan menurun apabila temperatur berada di luar kisaran tersebut.
5. Salinitas
Kisaran salinitas yang dapat ditolerir tumbuhan lamun adalah 10–40‰ dan nilai
optimumnya adalah 35‰. Penurunan salinitas akan menurunkan kemampuan lamun
untuk melakukan fotosintesis. Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi juga
terhadap jenis dan umur. Lamun yang tua dapat mentoleransi fluktuasi salinitas yang
besar. Salinitas juga berpengaruh terhadap biomassa, produktivitas, kerapatan, lebar
daun dan kecepatan pulih. Sedangkan kerapatan semakin meningkat dengan
meningkatnya salinitas (Kiswara 1997).
6. Substrat
Padang lamun hidup pada berbagai macam jenis-jenis substrat. Substrat yang memiliki
kedalaman, berperan dalam menjaga stabilitas sedimen yang dapat berfungsi sebagai
pelindung dari arus air laut dan sebagai tempat pengolahan nutrient (Kiswara 1997).
7. Kekeruhan
Kekeruhan dapat di sebabkan, karena partikel-partikel tersuspensi dari bahan ogranik
atau sedimen, terutama pada ukuran yang halus dan dalam jumlah yang lebuh pada
perairan pantai yang keruh. Cahaya merupakan faktor pembatas pada pertumbuhan dan
produksi lamun (Hutomo, 1997).
D. Analisis Vegetasi Komunitas Lamun
Beberapa parameter yang diperlukan dalam menganalisis vegetasi komunitas
lamun ini adalah sebagai berikut:
1. Kerapatan Spesies
Kerapatan spesies (Di) dihitung dengan rumus (Brower et al. 1998):
Keterangan: Di = Jumlah individu -i (tegakan) per satuan luas
Ni = Jumlah individu -i (tegakan) dalam transek kuadrat
A = Luas total amatan
2. Kerapatan Relatif Spesies
Kerapatan relatif ditentukan berdasarkan jumlah individu dalam satuan luas tertentu.
Untuk mendapatkan nilai kerapatan relative terlebih dahulu harus dicari nilai-nilai
parameter yang lain, yaitu:
Rata-rata jarak (mean Density D) =Total jarak
jumlah kuadrat
Kerapatan absolute (absolute density) =
Frekuensi relative =
3. Frekuensi Spesies
Frekuensi jenis adalah peluang suatu jenis ditemukan dalam titik contoh yang diamati.
Frekuensi jenis dihitung dengan rumus (Odum, 1971) :
F= Pi
∑ P
Di mana :
Fi = Frekuensi Jenis
Pi = Jumlah petak contoh dimana ditemukan species i
∑p = Jumlah total petak contoh yang diamati
4. Frekuensi Relatif
Frekuensi relatif adalah presentase kehadiran suatu spesies yang dinyatakan dengan
jumlah plot yang mengandung spesies tersebut, kemudian dibagi dengan plot sample.
Frekuensi relative =
5. Penutupan (Ci)
Adalah luas area yang tertutupi oleh jenis- i. Penutupan jenis dihitung dengan
menggunakan rumus Odum (1971):
Ci = ai/ A
Keterangan : Ci = Luas area yang tertutupi
ai = Luas total penutupan species i
A = Luas total pengambilan sampel
6. Penutupan Relatif (RCi)
area
D2
frekuensi suatu spesiesjumlah frekuensi seluruh spesies
x 100 %
frekuensi suatu spesiesjumlah frekuensi seluruh spesies
Adalah perbandingan antara penutupan individu jenis ke-i dengan jumlah total
penutupan seluruh jenis. Penutupan relatif jenis dihitung dengan menggunakan rumus
(Odum, 1971)
RCi= Ci
∑Cix100 %
Keterangan: Ci = Luas area penutupan jenis
C = Luas total area penutupan untuk seluruh jenis
RCi = Penutupan relatif jenis
7. Indeks Nilai Penting
Indeks nilai Penting (INP), digunakan untuk menghitung dan menduga keseluruhan
dari peranan jenis lamun di dalam satu komunitas. Semakin tinggi nilai INP suatu jenis
relatif terhadap jenis lainnya, semakin tinggi peranan jenis pada komunitas tersebut
(Ferianita, 2007) Rumus yang digunakan untuk menghitung INP adalah :
INP = FR + RC + RD
Keterangan: INP = Indeks nilai penting
RC = Penutupan relatif
FR = Frekuensi relatif
RD = Kerapatan relatif
Dengan mengetahui parameter diatas, dapat ditemukan dominansi suatu jenis lamun
yang ada dalam komunitas lamun tersebut, baik kualitatif maupun kuantitatif.
E. Faktor Pembatas
Faktor-faktor pembatas yang menjadi penghalang bagi pertumbuhan lamun
adalah diantaranya dapat di lihat pada tabel berikut ini :
Tabel Faktor-Faktor Pembatas Bagi Pertumbuhan Lamun
F.
Fungsi dan Peranan Lamun
Lamun mempunyai peran penting ditinjau dari beberapa aspek diantaranya:
a. Lamun dapat membantu mempertahankan kualitas air.
b. Lamun dapat mengurangi dampak gelombang pada pantai sehingga dapat membantu
menstabilkan garis pantai. Serta memberikan perlindungan pada biota disekitarnya.
c. Padang lamun memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Indonesia diperkirakan
memiliki 13 jenis lamun. Selain itu padang lamun juga merupakan habitat penting
untuk berbagai jenis hewan laut, seperti: ikan, moluska, krustacea, ekinodermata,
penyu, dugong.
d. Padang lamun menyediakan berbagai sumberdaya yang dapat digunakan untuk
menyokong kehidupan masyarakat, seperti untuk makanan, perikanan, bahan baku
obat, dan pariwisata.
No Faktor Pembatas Pengaruh Yang Diberikan
1 Cahaya (10-20%) - Fotosintesis
- Mempengaruhi distribusi berdasarkan
kedalaman
2 Kedalaman - Penetrasi cahaya
- Peningkatan tekanan hidrostatis
3 Periode pasang surut - Ketersediaan cahaya
- Kekeringan jika pada siang hari
4 Arus dan gelombang - Distribusi spesies
- Proses reproduksi
5 Salinitas - Stress terhadap tekanan osmotic
6 Suhu - Suhu optimum untuk fotosintesis dan
pertumbuhan
7 Anthropogems - Eutrofikasi
- Sedimentasi
- Polusi perairan
e. Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktifitas organiknya, dengan
keanekaragaman biota yang cukup tinggi. Pada ekosistem, ini hidup beraneka ragam
biota laut seperti ikan, krustasea, moluska ( Pinna sp, Lambis sp, Strombus sp),
Ekinodermata (Holothuria sp, Synapta sp, Diadema sp, Arcbaster sp, Linckia sp) dan
cacing ( Polichaeta).
f. Lamun merupakan sumber pakan bagi invertebrata (feeding Ground), tempat tinggal
dan tempat asuhan biota perairan agar tidak tersapu arus laut (nursery ground), serta
tempat memijah (spawning ground) melindunginya dari serangan predator.
g. Ekosistem lamun memiliki kerapatan fauna keanekaragaman sebesar 52 kali untuk
epifauna dan sebesar 3 kali untuk infauna dibandingkan pada daerah hamparan tanpa
tanaman lamun.
h. Ekosistem Padang Lamun memiliki diversitas dan densitas fauna yang tinggi
dikarenakan karena gerakan daun lamun dapat merangkap larva invertebrata dan
makanan tersuspensi pada kolom air. Alasan lain karena batang lamun dapat
menghalangi pemangsaan fauna bentos sehingga kerapatan dan keanekaragaman fauna
bentos tinggi.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat observasi karena dalam penelitian ini terdapat analisis
keragaman padang lamun ini merupakan jenis pengamatan (Observasi) dengan metode
transek atau plot kuadran.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 28-29 November 2014 di Pantai Bama
Taman Nasional Baluran Kabupaten Situbondo Propinsi Jawa Timur.
C. Alat dan Bahan
Alat:
1. Tali rafia
2. Cetok
3. Tonggak kayu
4. Buku identifikasi
5. Thermometer
6. Plot kuadrat ukuran (1x1) m2
Bahan:
1. Kantong plastik
2. Karet gelang
3. Kertas dan pulpen
D. Prosedur Kerja
1. Menentukan luas area yang diteliti sepanjang garis transek di sekitar pantai Bama,
taman nasional Baluran Situbondo Jawa Timur. Mengukur setiap jarak di sepanjang 1
meter garis transek. Menandai tiap-tiap transek sebagai titik cuplikan tiap kelompok;
2. Transek dibuat mulai dari bibir pantai mengarah ke perairan bebas.
3. Pada masing-masing plot menghitung jumlah populasi lamun dalam prosentase yang
ada pada tiap plot dan menghitung beberapa jenis yang ada pada tiap plot.
4. Mengidentifikasi jenis lamun pada setiap plot.
5. Mengambil sampel atau bagian dari lamun agar mempermudah melakukan
identifikasi.
6. Mengindentifikasi lamun tersebut dengan menggunakan buku identifikasi.
7. Mengukur suhu air.
E. Rancangan Percobaan
Tepi Dalam
Pantai Bama
Plot ukuran 1x1 m
Menghitung jumlah populasi lamun
Mengidentifikasi jenis lamun
F.
Hasil Pengumpulan Data
Tabel 1. Ringkasan Pola Penyebaran Lamun di Pantai Bama, Taman Nasional Baluran
No NAMA SPESIES
Perhitungan Chi Square
jumlah spesies
O E(O - E)^2
(O - E)^2/E
Keterangan
1 Codium sp 4 1 100 9801 98.01 Clumped
2Cymodocea rotundata
1340 49 100 2601 26.01 Clumped
3Cymodocea serrulata
1469 20 100 6400 64 Clumped
4 Enhalus acoroides 830 31 100 4761 47.61 Clumped
5 Enhalus oceanica 65 0 100 10000 100 Clumped
6 Halimeda sp 23 2 100 9604 96.04 Clumped
7 Halophila decipiens 105 5 100 9025 90.25 Clumped
8 Halophila ovalis 205 16 100 7056 70.56 Clumped
9 Pasidonia oceanica 671 9 100 8281 82.81 Clumped
10Thalassia testudinum
1896 10 100 8100 81 Clumped
11Thalasia hemprinchii
525 10 100 8100 81 Clumped
Tabel 2. Data Suhu, Salinitas, dan pH pada Perairan Pantai Bama,
Taman Nasional Baluran-Situbondo
Suhu Salinitas Ph
29°C 4 6,8
G. Analisis Data
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh data mengenai
jumlah spesies lamun di pantai Bama, Taman Nasional Baluran. Dari tabel pola penyebaran,
dapat diketahui bahwa di pantai Bama terdapat 11 jenis lamun, diantaranya adalah Codium
sp, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Enhalus oceanica,
Halimeda sp, Halophila decipiens, Halophila ovalis, Pasidonia oceanica, Thalassia
testudinum, dan Thalassia hemprinchii. Dari 11 jenis lamun tersebut, memiliki jumlah
spesies yang berbeda-beda. Pada Codium sp jumlah spesiesnya hanya 4, Cymodocea
rotundata jumlah spesiesnya 1340, Cymodocea serrulata jumlah spesiesnya 1469, Enhalus
acoroides jumlah spesiesnya 830, Enhalus oceanica jumlah spesiesnya 65, Halimeda sp
jumlah spesiesnya 23, Halophila decipiens jumlah spesiesnya 105, Halophila ovalis jumlah
spesiesnya 205, Pasidonia oceanica jumlah spesiesnya 671, Thalassia testudinum jumlah
spesiesnya 1896, dan pada Thalassia hemprinchii jumlah spesiesnya adalah 525.
Berdasarkan tabel diketahui bahwa jumlah spesies terbanyak adalah Thalassia
testudinum dengan jumlah 1896 spesies. Sedangkan jumlah spesies yang paling sedikit
adalah Codium sp dengan jumlah 4 spesies. Adanya perbedaan pada spesies-spesies yang
ditemukan di pantai Bama disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya flora, habitat (iklim,
tanah, dan lain-lain), waktu dan kesempatan.
Kelimpahan spesies lamun yang ada juga tidak terlepas dari faktor lingkungan yang
mempengaruhi, diantaranya adalah suhu, salinitas, dan pH tanah. Dari tabel hasil penelitian
didapatkan nilai suhu pantai Bama adalah 29°C, salinitas sebesar 4, dan pH tanah sebesar
6,8.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Taman Nasional Baluran,
didapatkan data spesies lamun di Pantai Bama sebagai berikut:
Codium sp
Cymodocea rotundata
Cymodocea serrulata
Enhalus acoroides
Enhalus oceanica
Halimeda sp
Halophila decipiens
Halophila ovalis
Pasidonia oceanica
Thalassia testudinum
Thalassia hemprinchii
0200400600800
100012001400160018002000
Hubungan Jenis dan Jumlah Lamun di Pantai Bama Baluran
Series1
Jenis Lamun
Jum
lah
Lam
un
Gambar 1. Hubungan Jenis dan Jumlah Lamun di Pantai Bama Taman Nasional Baluran Situbondo
B. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa padang lamun di pantai Bama
terdapat 11 jenis lamun antara lain Codium sp, Cymodocea rotundata, Cymodocea
serrulata, Enhalus acoroides, Enhalus oceanica, Halimeda sp, Halophila decipiens,
Halophila ovalis, Pasidonia oceanica, Thalassia testudinum, dan Thalassia hemprinchii.
Jenis lamun yang ditemukan di pantai Bama Taman Nasional Baluran
ditentukan berdasarkan luas bidang dasar atau banyaknya individu dan kerapatan.
Dari analisis yang telah dilakukan, diketahui bahwa faktor yang berpengaruh dalam
menentukan kerapatan adalah faktor lingkungan. Faktor lingkungan tersebut
diantaranya adalah suhu, salinitas, dan pH tanah. Dari hasil dan analisis dapat
diketahui kerapatan relatif tertinggi yaitu pada Thalassia testudinum. Kerapatan relatif
yang tinggi menunjukkan bahwa spesies ini mempunyai daerah penyebaran yang luas
dibandingkan dengan spesies lainnya di kawasan pantai Bama Taman Nasional Baluran.
Daerah penyebaran yang luas akan berpengaruh pada kerapatan relatif spesies. Thalassia
testudinum dengan kerapatan relatif yang tinggi menunjukkan bahwa semakin banyak
spesies ini ditemukan persatuan luas dan akan mempengaruhi pertumbuhan spesies lain
yang tumbuh disekitarnya. Hal itu didukung dengan data yang menunjukkan bahwa jenis
Thalassia testudinum memiliki jumlah terbesar dibanding dengan tumbuhan lain yaitu
sejumlah 1896 spesies.
Suhu sangat mempengaruhi kehidupan lamun, antara lain dapat mempengaruhi
metabolisme, penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup lamun (Brouns dan Hiejs
1986; Marsh et al. 1986; Bulthuis 1987). Marsh et al. (1986) melaporkan bahwa pada
kisaran suhu 25 - 30°C fotosintesis bersih akan meningkat dengan meningkatnya suhu.
Demikian juga respirasi lamun meningkat dengan meningkatnya suhu, namun dengan
kisaran yang lebih luas yaitu 5-35°C. Pada penelitian yang dilakukan di pantai Bama,
suhu yang didapat yaitu 29°C, hal ini berada pada kisaran suhu 5-35°C yang berarti laju
fotosintesis dan respirasi meningkat sehingga mempengaruhi metabolisme, penyerapan
unsur hara dan kelangsungan hidup lamun. Oleh karena itu padang lamun memiliki
keanekaragaman yang tinggi karena lamun akan lebih mudah tumbuh dengan suhu
tersebut.
Selain suhu, pH juga berpengaruh. Odum (1971) menyatakan bahwa perairan
dengan pH antara 6 – 9 merupakan perairan dengan kesuburan yang tinggi dan tergolong
produktif karena memiliki kisaran pH yang dapat mendorong proses pembongkaran
bahan organik yang ada dalam perairan menjadi mineral-mineral yang dapat
diasimilasikan oleh fitoplankton. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi
perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir pada pH rendah. Sebagian besar biota
akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 6 – 8,5 (Effendi,
2003). Pada perairan pantai Bama memiliki pH 6,8 yang berada pada kisaran 6 – 9 yang
perairan dengan kesuburan tinggi sehingga mendukung berkembangnya keanekaragaman
lamun.
Kadar salinitas pada perairan pantai Bama memiliki nilai 4 yang menunjukkan
kadar salinitas yang dihasilkan adalah normal sehingga lamun dapat berkembang dan
tumbuh dengan baik.
Pola penyebaran lamun sangat bervariasi tergantung pada topografi pantai dan
pola pasang surut pantai Bama. Pola penyebaran digolongkan menjadi 3 pola, yaitu pola
random (acak), pola clumped (mengumpul) dan pola regular (teratur).
Dari data hasil penelitian diambil tiga jenis spesies sebagai sampel untuk dihitung
dan dilihat pola penyebarannya dengan perhitungan Chi Square. Rumus untuk
perhitungan Chi Square yaitu:
X2 hitung=(n−∑ plot )
2
∑ plot
Keterangan:
n = jumlah kehadiran spesies lamun pada semua plot
∑ plot = jumlah plot
1. Cymodocea rotundata
Spesies ini digunakan sebagai sampel karena memiliki persebaran yang cukup luas di
pantai Bama. Sehingga didapatkan perhitungan Chi Square sebagai berikut:
X2 hitung Cymodocearotundata=(n−∑ plot )2
∑ plot
¿(49−100 )2
100
¿26,01
Dengan melihat pada tabel Chi Square dengan taraf ketelitian 0,05 diperoleh x2 tabel
sebesar 16,92. Sehingga x2 hitung > x2 tabel, maka pola penyebaran populasi Cymodocea
rotundata termasuk dalam pola penyebaran clumped.
2. Cymodocea serrulata
Spesies ini digunakan sebagai sampel karena memiliki persebaran yang cukup luas di
pantai Bama. Sehingga didapatkan perhitungan Chi Square sebagai berikut:
X2 hitung Cymodocea serrulata=(n−∑ plot )2
∑ plot
¿(20−100 )2
100
¿64
Dengan melihat pada tabel Chi Square dengan taraf ketelitian 0,05 diperoleh x2 tabel
sebesar 16,92. Sehingga x2 hitung > x2 tabel, maka pola penyebaran populasi Cymodocea
serrulata termasuk dalam pola penyebaran clumped.
3. Thalassia testudinum
Spesies ini digunakan sebagai sampel karena memiliki persebaran yang paling luas di
pantai Bama. Sehingga didapatkan perhitungan Chi Square sebagai berikut:
X2 hitung Thalassia testudinum=(n−∑ plot )2
∑ plot
¿(10−100 )2
100
¿81
Dengan melihat pada tabel Chi Square dengan taraf ketelitian 0,05 diperoleh x2 tabel
sebesar 16,92. Sehingga x2 hitung > x2 tabel, maka pola penyebaran populasi Thalassia
testudinum termasuk dalam pola penyebaran clumped.
Berdasarkan perhitungan pada ketiga sampel tersebut menunjukkan bahwa
seluruh spesies memiliki pola penyebaran clumped atau mengumpul. Pola penyebaran
clumped dikarenakan faktor lingkungan pantai Bama dalam hal topografi pantai, pola
pasang surut, suhu, tingkat kekeruhan, kedalaman, serta nutrient.
Suhu air pantai Bama memiliki suhu yang optimum untuk lamun yaitu sekitar ±
32oC. Hal ini sesuai dengan yang telah dikemukakan oleh Odum (1994) bahwa pada
kisaran suhu 10-35°C produktivitas lamun meningkat dengan meningkatnya suhu. Selain
itu pada kisaran suhu 25-30°C fotosintesis bersih akan meningkat dengan meningkatnya
suhu. Demikian juga respirasi lamun meningkat dengan meningkatnya suhu, namun
dengan kisaran yang lebih luas yaitu 5-35°C. Pada hasil penelitian di pantai Bama
memiliki suhu 29°C, sehingga produktivitas lamun meningkat karena suhu juga
meningkat.
Menurut Odum (1994), Lamun tumbuh subur terutama di daerah terbuka pasang
surut dan perairan pantai yang dasarnya bisa berupa lumpur, pasir, kerikil, dan patahan
karang mati, dengan kedalaman hingga empat meter. Faktor kedalaman pantai
berpengaruh pada pola penyebaran clumped dikarenakan pantai Bama merupakan jenis
pantai yang landai.
Ketersediaan nutrien menjadi faktor pembatas pertumbuhan, kelimpahan, dan
morfologi lamun pada perairan yang jernih. Keberadaan nutrien yang beragam pada
setiap spesies ditemukan pada daerah yang berbeda, sehingga mempengaruhi pola
penyebaran lamun yang clumped.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh pola penyebaran lamun di pantai Bama
merupakan pola penyebaran clumped yang dipengaruhi oleh topografi pantai, pola
pasang surut, suhu, tingkat kekeruhan, kedalaman, salinitas, dan nutrient. Pada Pantai
Bama didominasi oleh padang lamun jenis Thalassia testudinum sebanyak 1896 spesies,
sedangkan spesies yang paling sedikit adalah Codium sp dengan jumlah 4 spesies.
Dari analisis yang telah dilakukan ditemukan 11 spesies, yaitu Codium sp,
Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Enhalus oceanica,
Halimeda sp, Halophila decipiens, Halophila ovalis, Pasidonia oceanica, Thalassia
testudinum, dan Thalassia hemprinchii.
Kerapatan terbesar terdapat pada jenis Thalassia testudinum. Dengan kerapatan
relatif yang tinggi menunjukkan bahwa spesies ini banyak ditemukan dan mempengaruhi
pertumbuhan spesies lain yang tumbuh disekitarnya.
B. Saran
Adapun saran untuk penelitian yang dilakukan di pantai Bama, Taman Nasional
Baluran adalah sebagai berikut:
1. Membawa buku identifikasi lamun pada saat penelitian sehingga dapat dengan mudah
mengidentifikasi data yang diperoleh.
2. Melakukan identifikasi secara teliti agar mendapatkan data yang akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Azkab, MH. 1998. Pertumbuhan dan Produksi Lamun, Enhalus acoroides Di Rataan
Terumbu Di Pari Pulau Seribu. Dalam P3O-LIPI, Teluk Jakarta; Biologi,
Budidaya, Oseanografi, Geologi dan Perairan. Balai Penelitian laut, Pusat
penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI. Jakarta.
Azkab, M.H. 2006. Ada Apa Dengan Lamun. Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. Oseana
31 (3): 45-55.
Brower, James E et al., 1998. Field and Laboratory Methods For General Ecology, Fourth
Edition. McGraw Hill Inc. USA
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta : Kanisius
Ferianita, M. 2007.Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta
Hutomo, H. (1997). Padang Lamun Indonesia : Salah Satu Ekosistem Laut Dangkal yang
belum banyak dikenal. Jurnal Puslitbang Oseanologi-LIPI. Jakarta.
Kirkman, H. 1985. Community Structure in Seagrass in Southem Western Australia.
Aquatic Botany, 21 : 363-375.
Kiswara, W., (1997). Struktur Komunitas Padang Lamun Perairan Indonesia.
Inventarisasi dan Evaluasi Potensi Laut-Pesisir II, Jakarta: P3O LIPI. Hal.54-61
Kiswara, W. dan Winardi. 1997. Sebaran lamun di Teluk Kuta dan Teluk Gerupuk,
Lombok. Dalam: Dinamika komunitas biologis pada ekosistem lamun di Pulau
Lombok, Indonesia. S. Soemodiharjo, O. H. Arinardi dan I. Aswandy (Eds.).
Puslitbang Oseanologi - LIPI, Jakarta, 1994: 11 – 25.
Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta.
Nybakken, J.W. 1993. Marine Biology: An Ecological Approach.3rd Ed. Harper Collins
College Publishers.
Odum, E. P. 1994. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga.Terjemahan oleh Koesbiono, D.G.
Bengon, M. Eidmen& S. Sukarjo. PT. Gramedia. Jakarta.
Odum, E.P, 1971. Dasar-dasar ekologi. Edisi ketiga. Gadjah Mada University
Press.Yogyakarta. hal 4-6
Phillips, R.C., & Menez, E.G. 1988. Seagrasses. Washington DC:Smithsonian Institution
Press.
Wimbaningrum, R. 2003. Komunitas Lamun di Rataan Terumbu, Pantai Bama, Taman
Nasional Baluran, Jawa Timur. Jurnal ILMU DASAR 4 (1) : 25 – 32.
Zimmerman, R.C., Smith, R.D. & Alberte, R.S. 1987. Is growth ofthe Eelgrass nitrogen
limited? A numerical simulation ofeffect of light and nitrogen on the growth
dynamics of Zostera marina. Mar. Ecol. Progg. Ser., 41:167-176