Upload
bryan-smith
View
40
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laporan
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM ILMU TERNAK POTONG DAN KERJA
PEMELIHARAAN
NAMA : JIHADULHAQ BIN MARRANIM : I 111 12 046KELOMPOK : XII (DUA BELAS)ASISTEN : AHMAD DAVID
LABORATORIUM TERNAK POTONG DAN KERJAFAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2014
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan akan produk peternakan sekarang ini sangat tinggi.
Masyarakat Indonesia sudah mulai sadar akan pentingnya kebutuhan protein
hewani dalam mencukupi kebutuhan nutrisinya. Produk peternakan adalah
produk yang sangat primer.
Sebagai contoh yaitu daging, telur, susu merupakan produk yang
memiliki nilai ekonomi tinggi. Untuk saat ini banyak kalangan yang
beranggapan bahwa dunia peternakan adalah dunia yang kurang mempunyai
prospek ke depan. Apabila kita kaji dan kita perdalam tentang dunia
peternakan kita akan memperoleh makna yang sangat berharga. Untuk itu saat
ini saja orang terus memerlukan produk dari sektor peternakan walaupun
telah kita ketahui bersama, untuk harga produk peternakan jauh di atas rata-
rata harga produk lainnya. Pada sapi potong khususnya yang asli Indonesia
adalah sapi Bali, Madura, Sumba dan peranakan Sumba Ongole (SO).
Adanya potensi yang kita miliki sudah sewajarnya jika kita
mengembangkan produk ternak potong, agar dapat memenuhi kebutuhan
protein hewani masyarakat kita. Kegiatan yang dilakukan pada saat praktikum
ternak antara lain pengamatan manajemen seleksi dan breeding, manajemen
perawatan, manajemen sanitasi dan pencegahan penyakit, manajemen pakan,
manajemen perkandangan dan manajemen penanganan limbah. Hal inilah
yang melatarbelakangi dilakukannya Praktikum Pemeliharaan.
B. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui mengenai sanitasi
kandang, pencampuran dan pemberian pakan, serta dapat mengetahui jumlah
populasi ternak sapi potong yang digembalakan.
Kegunaan dari praktikum ini adalah agar praktikan dapat mengetahui
bagaimana cara membersihkan atau sanitasi kandang, pencampuran dan
pemberian pakan serta mengetahui jumlah ternak yang digembalakan.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Pertumbuhan Pada Ternak
1) Proses Pertumbuhan
Proses pertumbuhan merupakan suatu proses pertambahan berat hidup
pada seekor ternak yang dimulai sejak terjadinya fertilisasi, yaitu saat
bersatunya sel telur dengan spermatozoa sehingga terbentuk zygote,
kemudian tumbuh menjadi embrio, foetus, dan selanjutnya lahir sebagai anak
serta berakhir pada saat mengalami kematian yang alami sebagai akibat
proses penuaan . Pada proses pertumbuhan dapat dibedakan dalam 2 (dua)
pengertian, yaitu (Damarapeka, 2011) :
a. Pertambahan (growth).
Pertumbuhan dalam arti pertambahan (growth) mempunyai
pengertian sebagai pertambahan yang meliputi ukuran dan bobot dari
suatu jaringan, misalnya jaringan daging, jaringan tulang dan jaringan
syaraf. Dalam proses pertambahan ini gejala pertumbuhan dari suatu
organ atau individu ditandai dengan sel-selnya bertambah banyak
jumlahnya (proses perbanyakan sel) yang sering disebut dengan istilah
hyperplasia dan bertambah besar sel-selnya atau proses perubahan
bentuk sel, yang disebut dengan istilah hyperthropia.
b. Perkembangan (development)
Pertumbuhan dalam arti perkembangan (development)
mempunyai pengertian sebagai perubahan dari bentuk badan (body
shape) atau konformasinya. Hal ini dapat terlihat jelas pada mahluk
berderajad tinggi, misalnya perkembangan mental yang diikuti dengan
perkembangan bentuk tubuhnya. Dengan kata lain, secara singkat proses
perkembangan dapat diartikan sebagai proses perubahan bentuk,
struktur dam konformasinya.
Pola pertumbuhan secara keseluruhan, yaitu sejak fase embrional
sampai dengan pertumbuhan yang maksimum yaitu pada saat dicapainya
dewasa tubuh merupakan proses yang cepat dan mempunyai pola yang tetap
dan apabila digambarkan dalam suatu diagram atau kurva maka akan
berbentuk sigmoid ( letter S; S Shape Curve). Kurva sigmoid akan dapat
terjadi apabila seekor ternak tumbuh dalam lingkungan yang optimal, namun
apabila seekor ternak yang pada waktu masih muda pernah mengalami
kekurangan makanan, maka pertumbuhannya akan terhambat dan
pertambahan berat badannya rendah, sehingga kurva sigmoid tidak akan
tercapai. Kurva sigmoid tersebut dapat digambarkan apabila dilakukan
penimbangan berat badan dari seekor ternak pada selang waktu tertentu dan
perubahan berat badan tersebut digambar dalam suatu diagram maka akan
terlihat sebagai kurva yang berbentuk sigmoid (Damarapeka, 2011).
2) Fase-Fase Pertumbuhan
Pada proses pertumbuhan yang berlangsung mulai dari saat fertilisasi
sampai dengan ternak mengalami kematian sebagai akibat proses penuaan
dapat terbagi dalam 3 (tiga) fase berdasarkan pada kecepatan
pertumbuhannya, yaitu (Damarapeka, 2011) :
a. Fase stasioner/ fase initial/ fase latent.
Pada fase ini dimulai dari masa embrional sampai dengan
foetus berumur 2/3 masa kebuntingan, misalnya untuk sapi sampai
foetus berumur 6 bulan dalam kandungan. Dalam fase ini belum
terlihat dengan jelas pertumbuhannya apabila dibandingkan dengan
pertumbuhan secara keseluruhan akan tetapi persentase kecepatan
tumbuh (persentage growth rate) adalah tinggi. Hal ini disebabkan
bahwa walaupun rata-rata pertambahan berat harian (Average Daily
Gain) relatif rendah tetapi berat hidupnya juga rendah sehingga
perbandingan antara rata-rata pertambahan berat harian (Average
Daily Gain) dengan berat hidupnya menjadi tinggi.
b. Fase eksponensial/ fase logaritmis.
Fase ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu (a) bagian pertama,
dimulai dari umur foetus 1/3 akhir masa kebuntingan sampai dengan
dicapainya umur dewasa kelamin (pubertas), misalnya pada sapi dari
umur 3 bulan menjelang lahir sampai dengan umur pubertas yaitu 7-8
bulan. Pada fase bagian ini merupakan fase pertumbuhan yang
memiliki kecepatan tumbuh paling cepat sehingga dapat dilihat
dengan jelas kecepatan pertumbuhannya. Pada umumnya rata-rata
pertambahan berat badan harian (Average Daily Gain) maksimum
dicapai pada saat menjelang pubertas yang disebut maximum growth
rate, (b) bagian kedua, dimulai saat pubertas sampai tercapainya
ukuran tubuh yang maksimal, yaitu pada sapi sampai umur 7-8 tahun.
Pada fase bagian ini merupakan fase yang proses pertumbuhannya
berangsur-angsur kecepatannya berkurang sampai suatu saat tidak
terjadi proses pertumbuhan.
Rata-rata pertambahan berat badan harian (Average Daily
Gain) akan mencapai titik nol (ADG = 0) pada saat dewasa tubuh
maksimum dan pada saat itulah ternak tidak mengalami kenaikan
berat badan lagi bahkan dapat terjadi penyusutan berat badan. Pada
fase eksponensial/logaritmis ini grafik persentase kecepatan tumbuh
(persentage growth rate) menunjukan kecenderungan menurun dan
hal ini disebabkan meskipun rata-rata pertambahan berat badan harian
(Average Daily Gain) besar tetapi berat hidupnya mempunyai
kenaikan yang lebih besar dibandingkan dengan Rata-rata
pertambahan berat badan harian (Average Daily Gain) itu sendiri.
c. Fase regresi.
Fase ini merupakan kelanjutan dari fase sebelumnya dan
berakhir sampai dengan terjadinya kematian yang alami. Pada fase ini
tidak terjadi pertumbuhan, bahkan memungkinkan terjadi adanya
suatu penyusutan berat atau ukuran sehingga dikatakan fase regresi.
Setelah pertumbuhan maksimum dicapai, maka proses pertumbuhan
dapat dikatakan berhenti tetapi dilanjutkan dengan proses lain dari
kehidupan yang meliputi proses regenerasi, reparasi, reproduksi, dll.
Pada saat berat maksimal dicapai, berat tersebut bertahan sampai
kemudian berkurang dan apabila mulai berumur sangat tua terlihat
mengalami penyusutan berat yang nyata dan saat itulah terjadi
kecepatan pertumbuhan yang negatif.
Proses pertumbuhan apabila ditinjau dari ruang lingkup kehidupan
ternak, maka dapat dibagi dalam 2 (dua) periode waktu yaitu (Damarapeka,
2011) :
a. Pertumbuhan Pre-Natal.
Pertumbuhan pre-natal merupakan pertumbuhan pada periode
waktu selama masih embrio, yang kemudian tumbuh berkembang
menjadi foetus. Dengan kata lain, pertumbuhan pre-natal merupakan
pertumbuhan pada periode waktu hidup dalam kandungan. Pada
periode ini pertumbuhan foetus yang terbesar mulai dari 2/3 akhir
masa kebuntingan, oleh karena itu hendaknya mulai saat itu pemberian
makanan induk diusahakan sebaik mungkin karena pada pertumbuhan
pre-natal ini banyak dipengaruhi oleh kondisi induk melalui fungsi
dari placenta. Sebagai contoh pada induk ternak perah yang sedang
bunting akan dilakukan suatu periode kering kandang (tidak diperah)
mulai umur kebuntingan 7 bulan dengan maksud agar air susu tidak
diperah lagi dan energi dari air susu dipergunakan untuk memulihkan
kondisi serta untuk mensuplai makanan foetus yang relatif
pertumbuhannya cepat.
b. Pertumbuhan Post-Natal
Pertumbuhan post-natal dimulai dari saat dilahirkan sampai
dengan terjadinya kematian secara alami. Pada saat lahir sampai
dengan saat penyapihan terjadi pertumbuhan yang relatif cepat dan
kemudian setelah umur sapih mengalami penurunan sedikit.
Kecepatan pertumbuhan anak sejak dilahirkan sampai dengan disapih
sangat bergantung kepada atau banyak ditentukan oleh produksi air
susu induk, disamping adanya pengaruh dari makanan dan
lingkungan.
Dengan kata lain, pertumbuhan selama periode laktasi banyak
dipengaruhi oleh faktor induk (maternal factor). Pada saat menjelang
dewasa kelamin (pubertas) terjadi pertumbuhan yang cepat kembali,
sedang pada saat menjelang dewasa tubuh (mature), laju pertumbuhan
relatif lambat dan sesudah itu pemeliharaan ternak potong pada
umumnya sudah tidak menghasilkan kenaikan berat badan lagi. Pada
ternak sapi dewasa kelamin (pubertas) dicapai pada umur lebih kurang
8 bulan, sedangkan dewasa tubuh (mature) dimana maksimum ukuran
tubuhnya tercapai yaitu kira-kira pada umur 6-8 tahun.
B. Sistem Perkandangan
Perkandangan merupakan segala aspek fisik yang berkaitan dengan
kandang dan sarana maupun prasarana yang bersifat sebagai penunjang
kelengkapan dalam suatu peternakan. Sarana fisik tersebut antara lain kantor
pengelola, gudang, kebun hijauan pakan, dan jalan (Peter, 2012).
Kandang merupakan salah satu sarana terpenting untuk ternak potong
karena merupakan tempat peristirahatan sapi dan tempat pemberian pakan
dan air serta tempat berlindungnya sapi dari hewan buas. Sistem
perkandangan pada sapi potong meliputi syarat kandang dan konstruksi dari
kandang.
1. Syarat Kandang
Kandang merupakan salah satu unsur penting dalam suatu usaha
peternakan, terutama dalam penggemukan ternak potong. Bangunan kandang
yang baik harus bisa memberikan jaminan hidup yang sehat dan nyaman.
Bangunan kandang diupayakan pertama-tama untuk melindungi sapi
terhadap gangguan dari luar yang merugikan, baik dari sengatan matahari,
kedinginan, kehujanan dan tiupan angin kencang. Selain itu, kandang juga
harus bisa menunjang peternak dalam melakukan kegiatannya, baik dari segi
ekonomi maupun segi kemudahan dalam pelayanan. Kandang berfungsi
sebagai lokasi tempat pemberian pakan dan minum. Dengan adanya kandang,
diharapkan sapi tidak berkeliaran di sembarang tempat, mudah dalam
pemberian pakan dan kotorannya pun bisa dimanfaatkan seefisien mungkin
(Anonim, 2012).
2. Kontruksi Kandang
Konstruksi kandang harus kuat serta terbuat dari bahan- yang
ekonomis dan mudah diperoleh. Di dalam kandang harus ada drainase dan
saluran pembuangan Iimbah yang mudah dibersihkan. Tiang kandang
sebaiknya dibuat dari kayu berbentuk bulat agar Iebih tahan lama
dibandingkan dengan kayu berbentuk kotak. Selain itu, kayu bulat tidak akan
melukai tubuh sapi, berbeda dengan kayu kotak yang memiliki sudut tajam
(Wello, 2011).
Menurut Wello (2011) bagian-bagian kandang adalah sebagai berikut:
Atap kandang
Atap merupakan pembatas (isolasi) bagian atas dari kandang dan
berfungsi untuk menghindari air hujan dan terik matahari, menjaga
kehangatan ternak di waktu malam hari serta menahan panas yang dihasilkan
oleh tubuh sendiri. Tanpa atap, panas di dalam kandang sebagian akan hilang
ke atas pada waktu malam, sehingga suasana kandang pada saat itu akan
menjadi dingin. Sudut kemiringan atap sekitar 30o dengan bagian yang miring
meluncur kebagian belakang.
Tinggi kandang
Kandang di daerah yang mempunyai suhu lingkungan agak panas
(dataran rendah dan pantai) hendaknya dibangun lebih tinggi dari pada
kandang yang ada di daerah pegunungan. Hal ini dimaksudkan agar udara
panas di dalam ruangan kandang lebih bebas bergerak atau berganti sehingga
dapat diperoleh ruang kandang cukup sejuk.
Kerangka kandang
Terbuat dari bahan besi, besi beton, kayu dan bambu disesuaikan
dengan tujuan dan kondisi yang ada. Pemilihan bahan kandang hendaknya
disesuaikan dengan kemampuan ekonomi dan tujuan usaha.
Dinding kandang
Dinding kandang sapi lebih sederhana dibandingkan dengan kandang
kerbau, namun perlu diperhatikan bahwa dinding sebagai pembatas bagian
tepi kandang yang berfungsi sebagai penahan angin langsung, penahan
keluarnya udara panas dari dalam kandang yang dihasilkan oleh tubuh ternak.
Ada berbagai macam bahan yang bisa dimanfaatkan untuk dinding.
Kriteria bahan harus ditinjau dari segi kemanfaatan, jaminan bagi hidup
ternak, dan ekonomis. Bahan-bahan yang bisa dipergunakan sebagai dinding
kandang sapi pada umumnya berasal dari anyaman bambu, papan dan
tembok.
Lantai kandang
Lantai kandang sebagai batas bangunan kandang bagian bawah, atau
tempat berpijak dan berbaring bagi sapi pada sepanjang waktu, maka
pembuatan lantai kandang harus benar-benar memenuhi syarat : rata, tidak
licin, tidak mudah menjadi lembab, tahan injakan, atau awet.
Tempat pakan dan air minum
Bagian kandang yang juga harus diperhatikan adalah tempat pakan
dan air minum. Tempat/bak pakan dapat dibuat dengan ukuran panjang 60
cm, lebar 50 cm dan dalamnya 30 cm untuk setiap ekor dewasa. Tempat
pakan diperlukan untuk efisiensi dan efektifitas pakan yang diberikan. Biaya
pakan akan membengkak jika pakan yang diberikan tidak habis dimakan
ternak tetapi hanya berserakan didalam maupun luar kandang.
Selokan
Selokan berfungsi sebagai tempat pembuangan kotoran. Selokan
biasanya dibuat dengan lebar 20-30 cm dan kedalaman 10-20 cm. Selokan ini
dibuat di dalam kandang di bagian ekor sapi, baik itu di kandang tunggal
maupun kandang ganda. Tujuannya, agar pekerja mudah membersihkan
kotoran dan urine sapi.
3. Peralatan Kandang
Menurut (Anonim, 2012) dalam kegiatan pemeliharraan ternak,
dibutuhkan peralatan untuk keperluan di dalam kandang. Peralatan hendaknya
selalu dalam keadaan bersih, adapun peralatan kandang yang diperlukan
antara lain sbegai berikut:
Ember
Digunakan untuk mengangkut air, pakan penguat, dan memandikan
ternak. Sebaiknya ember terbuat dari bahan antikarat, seperti ember
plastik.
Sikat
Digunakan untuk menggosok badan ternak waktu dimandikan dan
menggosok lantai waktu membersihkan kandang. Sikat yang baik terbuat
dari ijuk.
Skop
Digunakan untuk mengambil dan mengaduk pakan penguat,
mengambil/membuang kotoran.
Sapu lidi dan sapu ijuk
Digunakan untuk membersihkan kandang, sebaiknya sapu terbuat
dari lidi daun kelapa.
Gerobak
Untuk pemberian pakan, mengangkut sisa-sisa kotoran, sampah,
rumput ke tempat pembuangan.
Karung
Digunakan untuk tempat pakan.
4. Model Kandang
Menurut Purnawan dan Saparinto (2009) ada 2 model kandang sapi,
yakni kandang bebas (loose housing) dan kandang konvensional
(convention/stanchion barn).
a. Kandang Bebas
Kandang bebas merupakan barak atau areal yang cukup luas dengan
atap diatasnya. Kandang ini ditempati populasi sapi tanpa adanya batasan
sedikit pun. Sapi dapat bergerak bebas kemana saja selama masih ada didalam
area kandang. Kandang bebas hanya terdiri dari satu bangunan atau ruangan,
tetapi digunakan untuk ternak dalam jumlah banyak, Sebuah kandang bebas
yang berukuran 7m X 9m dan dapat menampung 20-25 ekor sapi.
Pembesaran sapi didalam kandang bebas dapat menyebabkan
beberapa hal berikut:
Membutuhkan biaya pembuatan kandang, tetapi lebih murah dibanding
dengan kandang individual.
Penggunaan tenaga kerja lebih sedikit.
Kandang mudah dikembangkan tanpa banyak perubahan
Sapi mudah saling beradu
Mudah untuk membantu mendeteksi birahi
b. Kandang Konvensional
Posisi ternak yang dipelihara di dalam kandang dibuat sejajar, lazim
disebut sistem stall. Susunan stall ada tiga macam yaitu stall tunggal, stall
ganda tail to tail, dan stall face to face.
Stall Tunggal
Pada kandang stall tunggal, sapi ditempatkan satu baris dengan kepala
searah. Bentuk ini tepat untuk jumlah ternak yang tidak lebih dari 10 ekor.
Stall Ganda Tail To Tail
Sapi pada kandang Stall ganda tail to tail ditempatkan dua baris
sejajar (stall ganda) dengan gang di tengah, sedangkan kepala ternak
berlawanan arah atau ekor saling berhadapan (tail to tail).
Stall Ganda Face To Face
Model kandang ini mendesain sapi pada dua baris sejajar dengan
gang di tengah dengan kepala ternak saling berhadapan (face to face).
Gang di tengah agak lebar.
C. Sistem Pemberian Pakan
Pakan sangat penting untuk diperhatikan, karena pakan sangat besar
pengaruhnya terhadap pertambahan bobot badan sapi. Pakan diperlukan untuk
hidup pokok, pertumbuhan , reproduksi, dan produksi daging. Zat gizi utama
yang dibutuhkan sapi potong adalah protein dan energi (Anonim, 2012).
Pakan yang diberikan untuk sapi potong harus cukup, baik mengenai
mutu dan pertumbuhan sehingga harus diberikan secara rutin dan teratur yaitu
pada pagi dan sore hari. Pakan yang kurang akan menghambat pertumbuhan.
Hal yang terpenting adalah pakan dapat memenuhi kebutuhan protein,
karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral bagi ternak. Pakan ternak sapi
digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu (Anonim, 2012).
1. Pakan Hijauan
Pakan hijauan ialah semua bahan pakan yang berasal dari tanaman
ataupun tumbuhan, misalnya bangsa rumput (Gramineae), legum dan tumbuh-
tumbuhan lain. Pakan hijauan ini dapat diberikan dalam dua macam bentuk,
yaitu dalam bentuk hijauan segar (diberikan dalam keadaan masih segar
ataupun berupa “silase”) dan dalam bentuk kering, bisa berupa “hay” (hijauan
yang sengaja dikeringkan) atau jerami kering (sisa hasil ikutan pertanian yang
dikeringkan). Pakan hijauan ini banyak mengandung serat kasar. Seekor
ternak sapi diberi hijauan tergantung dari berat badannya, sekitar ± 10% dari
berat badan.
2. Pakan Konsentrat (Penguat)
Pakan konsentrat adalah campuran bahan-bahan makanan yang
dicampur sedemikian rupa sehingga menjadi suatu bahan makanan yang
berfungsi untuk melengkapi kekurangan gizi dari bahan makanan lainnya
(hijauan). Pakan konsentrat mempunyai kandungan serat kasar rendah dan
mudah dicerna. Pemberian pakan konsentrat per ekor per hari ± 1% dari berat
badan. Contoh bahan pakan konsentrat adalah dedak, bekatul, bungkil kelapa,
tetes, jagung dan berbagai ubi.
3. Pakan Tambahan
Pakan tambahan dapat berupa vitamin, mineral dan urea. Pakan
tambahan ini dibutuhkan oleh sapi yang dipelihara secara intensif, yang
hidupnya berada di dalam kandang terus menerus. Vitamin yang dibutuhkan
ternak sapi adalah vitamin A (karotin) dan vitamin D. Mineral dibutuhkan
oleh sapi untuk berproduksi. Mineral yang dibutuhkan oleh sapi terutama
adalah Ca dan P. Ca dan P ini dapat diperoleh dari tepung tulang
(mengandung 23-33% Ca dan 10-18% P). Urea hanya dapat diberikan kepada
sapi dalam jumlah yang sangat terbatas, yaitu 2% dari seluruh ransum yang
diberikan.
Pemberian pakan dapat dilakukan dengan 3 cara: yaitu
penggembalaan (Pasture fattening), kereman (dry lot faatening) dan
kombinasi cara pertama dan kedua (Anonim, 2012) :
Penggembalaan dilakukan dengan melepas sapi-sapi di padang
rumput, yang biasanya dilakukan di daerah yang mempunyai tempat
penggembalaan cukup luas, dan memerlukan waktu sekitar 5-7 jam per
hari.
Pakan dapat diberikan dengan cara dijatah/disuguhkan yang yang
dikenal dengan istilah kereman. Sapi yang dikandangkan dan pakan
diperoleh dari ladang, sawah/tempat lain. Setiap hari sapi memerlukan
pakan kira-kira sebanyak 10% dari berat badannya dan juga pakan
tambahan 1% - 2% dari berat badan. Ransum tambahan berupa dedak
halus atau bekatul, bungkil kelapa, gaplek, ampas tahu. yang diberikan
dengan cara dicampurkan dalam rumput ditempat pakan. Selain itu, dapat
ditambah mineral sebagai penguat berupa garam dapur, kapus. Pakan sapi
dalam bentuk campuran dengan jumlah dan perbandingan tertentu ini
dikenal dengan istilah ransum.
Pemberian pakan sapi yang terbaik adalah kombinasi antara
penggembalaan dan keraman. Menurut keadaannya, jenis hijauan dibagi
menjadi 3 katagori, yaitu hijauan segar, hijauan kering, dan silase. Macam
hijauan segar adalah rumput-rumputan, kacang-kacangan (leguminosa)
dan tanaman hijau lainnya. Rumput yang baik untuk pakan sapi adalah
rumput gajah, rumput raja (king grass), daun turi, daun lamtoro.
Pemberian jumlah pakan berdasarkan periode sapi seperti anak sapi
sampai sapi dara, periode bunting, periode kering kandang dan laktasi. Pada
anak sapi pemberian konsentrat lebih tinggi daripada rumput. Pakan berupa
rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan
(BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB. Sapi yang sedang
menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25% hijauan dan
konsentrat dalam ransumnya (Anonim, 2012).
Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu,
gaplek, dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa
garam dapur, kapur, dll. Pemberian pakan konsentrat sebaiknya diberikan
pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1-2 kg/ekor/hari.
Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10% dari berat badan
perhari.Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan
berkualitas, serta menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang
dipelihara. Pemberian pakan secara intensif dikombinasikan dengan
penggembalaan Di awal musim kemarau, setiap hari sapi digembalakan. Di
musim hujan sapi dikandangkan dan pakan diberikan menurut jatah.
Penggembalaan bertujuan pula untuk memberi kesempatan bergerak pada sapi
guna memperkuat kakinya (Anonim, 2012).
D. Teknik Pencampuran Pakan
Pencampuran pakan dapat dilakukan secara manual yaitu
menggunakan alat sederhana berupa skop yang dilakukan di atas lantai atau
menggunakan mesin (feedmill). Pencampuran secara manual dilakukan oleh
tenaga kerja manusia, dengan cara bahan pakan disusun sesuai formula mulai
dari yang jumlahnya paling banyak hingga yang paling sedikit dan kemudian
dilakukan pencampuran (Gunawan et al., 2003).
Penyampuran pakan menggunakan mesin dilakukan oleh serangkaian
mesin-mesin yang biasanya dioperasikan oleh pabrik-pabrik pakan ternak
yang memproduksi pakan dalam jumlah puluhan ton setiap hari. Mesin
pembuat pakan terdiri atas mesin-mesin penggiling (hammer mill), mesin
penimbang (weigher), mesin pemutar (cyclone), mesin pemindah bahan
(elevator), mesin penghembus (blower) dan mesin pencampur (mixer).
Diagram dari penyampuran menggunakan mesin (feedmill) dengan kapasitas
1 ton/jam (Gunawan et al., 2003).
Proses pakan menggunakan mesin lebih efisien dalam penggunaan
tenaga kerja dan menghasilkan campuran pakan lebih homogen. Pengalaman
selama ini menunjukkan bahwa biaya processing pakan hingga packaging
berkisar antara Rp. 85 hingga Rp. 100 untuk per kg campuran pakan
(Gunawan et al., 2003).
E. Sistem Penggembalaan
Sistem penggembalaan adalah pemeliharaan ternak sapi yang
dilaksanakan dengan cara ternak digembalakan di suatu padang
penggembalaan yang luas, terdiri dari padang penggembalaan rumput dan
leguminosa. Sistem padang penggembalaan merupakan kombinasi antara
pelepasan ternak di padang penggembalaan bebas dengan pemberian pakan.
Padang penggembalaan tersebut bisa terdiri dari rumput atau leguminosa.
Tetapi suatu padang rumputnya yang baik dan ekonomis adalah yang terdiri
dari campuran rumput dan leguminosa (Maslikha, 2013).
Hingga abad ke 19, metode penggembalaan secara umum tidak
tampak. Wilayah penggembalaan hewan ternak digembalakan berlebihan
dalam waktu lama (overgrazing) sehingga menimbulkan kerusakan lahan dan
penurunan hasil ternak. Berikut Jenis-jenis sistem penggembalaan (Anonim,
2013).
1. Penggembalaan Musiman
Penggembalaan musiman adalah menggembalakan hewan ternak
pada area tertentu dan di musim tertentu pada tahun tersebut. Hal ini
memungkinkan suatu lahan diistirahatkan selama penggembalaan tidak
berlangsung untuk menumbuhkan rerumputan kembali. Di musim ketika
hewan ternak tidak digembalakan (misal di musim dingin), hewan ternak
diberi pakan fermentasi (silase).
2. Penggembalaan Rotasi
Penggembalaan rotasi membagi wilayah penggembalaan menjadi
beberapa titik untuk menjadi tempat-tempat yang digembalakan secara
berurutan hingga kembali ke titik awal. Penggembalaan rotasi harus
memperhitungkan "waktu istirahat" yang cukup bagi lahan di suatu titik
untuk menumbuhkan kembali rumputnya. Metode ini dilakukan sepanjang
musim jika memungkinkan.
3. Penggembalaan Petak-Bakar
Penggembala membakar sepetak lahan yang berisi rumput kering.
Area yang telah terbakar ini kemudian akan menumbuhkan rumput baru
dan hewan ternak digembalakan setelah rumput baru tumbuh. Setelah dua
tahun atau lebih, petak lainnya dibakar untuk menumbuhkan rumput baru.
Metode ini mencerminkan hubungan antara ekologi api dan bison di
padang rumput dan sabana. Usaha ini juga digunakan untuk memulihkan
populasi bison yang pernah hampir punah di alam liar. Kini bison tidak
dikategorikan sebagai hewan yang terancam punah karena sudah
didomestikasi.
4. Penggembalaan Tepian
Penggembalaan tepian (riparian grazing) digunakan untuk
melestarikan hewan liar yang berbagi kawasan penggembalaan dengan
hewan ternak. Manajemen dilakukan seperti penggunaan pagar atau
dibatasi oleh situs alam seperti sungai. Manajemen dilakukan terutama
jika spesies, jumlah, dan periode penggembalaan yang berbeda.
METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum Pemeliharaan dilaksanakan pada tanggal 28 April - 4 Mei
2014 bertempat di Laboratori Ternak Potong Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin Makassar.
B. Materi Praktikum
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sapu lidi, skop,
gerobak, parang, karung, ember dan tempat sampah.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ternak sapi potong
sebanyak 39 ekor, dedak, rumput gajah, molases, Tumpi jagung, tepung
kacang telur, ampas tahu dan Feed Suplement Mineral, dan tepung coklat.
C. Metode Praktikum
1. Sanitasi Kandang
Pembersihan atau sanitasi dilakukan selama 7 hari setiap pagi
dan sore hari, yaitu pagi pada pukul 06.30 - selesai WITA dan sore pukul
16.00 - selesai WITA. Dimana dalam 7 hari tersebut, kandang dibersihkan
dari kotoran yang umumnya sisa bahan pakan yang bercampur dengan
kotoran sapi itu sendiri, selokan, palungan (tempat makan dan air minum),
gang tengah dan lantai.
2. Pencampuran dan Pemberian Pakan
Pemberian makanan yaitu berupa hijauan dan konsentrat
(makanan tambahan) sebanyak 2 ember pada pagi hari sedangkan
pemberian air minum dengan cara adlibitum (tidak terbatas).
Metode pencampuran pakan yang dilakukan yakni pertama-tama
menyiapkan alat dan bahan. Minimbang masing-masing bahan ransum
sesuai dengan perhitungan penyusunan ransum, yaitu dedak 10 kg, tumpi
jagung 15 kg feed supplement 0,2 kg, tepung coklat 2 kg, tepung kacang
telur 2 kg. Setelah diperoleh hasil penimbangan, selanjutnya mencampur
bahan dengan cara menumpuk bahan ransum dari jumlah yang terbanyak
hingga yang paling sedikit berada di atas. Setelah itu, melakukan
penghomogenan dengan cara membolak-balikkan pakan menggunakan
sekop hingga 4 kali atau sampai homogen. Masukkan ransum yang
homogen ke dalam karung yang telah disiapkan dan simpan dalam gudang
pakan. Sedangkan konsentrat cair dengan cara mencampurkan ampas tahu
seberat 15 kg dengan molasses 1 kg, urea 0,3 kg dan garam secukupnya.
Menghitung Jumlah Populasi Ternak Sapi
Penghitungan dilakukan dengan cara pengamatan langsung di
lapangan. Menyiapkan buku catatan, kemudian menghitung jumlah sapi
yang terdiri dari induk, dara, pedet, pejantan dan jantan muda, lalu catat
pada buku catatan.
3. Penggembalaan
Penggembalaan dilakukan yaitu pada pagi hari hingga sore.
Dimana ternak mulai dikeluarkan dari kandangnya pada pukul 10.00
WITA dan dibiarkan merumput hingga pada pukul 05.00 WITA. Setelah
merumput ternak kemudian dikembalikan pada kandang dan diberikan
rumput.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Khusus Untuk Ternak Potong
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil
bahwa keadaan khusus ternak potong yang ada di kandang dalam kondisi
yang sehat. Kandang dari ternak potong ditempati oleh ternak dalam keadaan
berkelompok. Jumlah seluruh sapi yang berada di dalam kandang yaitu 39
ekor. Induk yang terdapat di dalam populasi ternak potong terdiri dari 10 ekor
dan dara 11 ekor. Jantan terdiri atas pejantan 2 ekor, jantan muda 6 ekor dan
total pedet 10 ekor. Jenis kandang yang ditempati oleh ternak potong yaitu
jenis kandang bebas karena ternak bebas masuk ke dalam kandang yang
disukai dan merupakan kandang yang tidak memiliki penyekat dalam satu
ruang kandang yang ditempati oleh suatu populasi ternak sapi potong. Hal ini
sesuai dengan pendapat Syarif (2012) yang menyatakan bahwa kandang bebas
(koloni) merupakan barak terbuka tanpa ada penyekat di antara ternak
sehingga ternak bebas bergerak pada areal yang cukup luas, kecuali pada
waktu diberi perlakuan khusus.
Selain itu, kebutuhan nutrisi dari masing-masing ternak berbeda-beda
karena kebutuhan hidup dan produksi dari masing-masing ternak juga
berbeda-beda. Pada umumnya, setiap sapi membutuhkan makanan berupa
hijauan. Hal ini sesuai dengan pendapat Syarif (2012) yang menyatakan
bahwa setiap sapi membutuhkan makanan berupa hijauan seperti sapi dalam
masa pertumbuhan, sedang menyusui, dan supaya tidak jenuh memerlukan
pakan yang memadai dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Pemberian
pakan dapat dilakukan dengan 3 cara: yaitu penggembalaan (Pasture
fattening), kereman (dry lot faatening) dan kombinasi cara pertama dan
kedua.
Pemberian pakan sapi yang dilakukan yaitu dengan cara kereman,
yaitu ternak didalam kandang dan diberikan pakan. Pemberian pakan dengan
cara ini merupakan pemberian pakan yang terbaik. Hal ini sesuai dengan
pendapat Syarif (2012), yang menyatakan bahwa pemberian pakan dengan
kereman adalah pemberian pakan yang terbaik.
Menurut keadaannya, jenis hijauan dibagi menjadi 3 katagori, yaitu
hijauan segar, hijauan kering, dan silase.Macam hijauan segar adalah rumput-
rumputan, kacang-kacangan (leguminosa) dan tanaman hijau lainnya. Rumput
yang baik untuk pakan sapi adalah rumput gajah, rumput raja (king grass),
daun turi, daun lamtoro. Hijauan kering berasal dari hijauan segar yang
sengaja dikeringkan dengan tujuan agar tahan disimpan lebih lama.
B. Pencampuran Pakan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil
bahwa metode pencampuran pakan yang dilakukan yakni pertama-tama
menyiapkan alat dan bahan. Menimbang masing-masing bahan ransum sesuai
dengan perhitungan penyusunan ransum, seperti dedak, tumpil jagung, ampas
tahu berfungsi sebagai sumber mineral. Molases sebagai sumber energy,
Tepung mineral tepung coklat, tepung kacang telur sebagai sumber protein.
Selanjutnya mencampur bahan dan melakukan penghomogenan dengan cara
membolak-balikkan pakan menggunakan sekop. Masukkan ransum yang
homogen ke dalam karung yang telah disiapkan dan simpan dalam gudang
pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Syarif (2012), yang menyatakan bahwa
Metode pencampuran pakan, pertama-tama menyiapkan alat dan bahan.
Kemudian menimbang masing-masing bahan ransum sesuai dengan
perhitungan penyusunan ransum. Setelah diperoleh hasil penimbangan,
selanjutnya bahan dicampur dengan cara menumpuk bahan ransum dari
jumlah yang terbanyak hingga yang paling sedikit berada di atas. Setelah itu
melakukan penghomogenan dengan cara membolak-balik pakan
menggunakan sekop hingga 4 kali atau sampai homogen. Kemudian setalah
ransum tersebut homogen, lalu dimasukkan ke dalam karung yang telah
disiapkan dan menyimpannya di dalam gudang pakan.
Menurut Syarif (2012) pencampuran pakan kering juga sudah dapat
dilakukan dengan menggunakan mesin pemcampur dengan posisi tong
miring, hasil program vucer 2004. Namun, proses pencampuran pakan
biasanya masih dilakukan secara manual. Oleh karena itu, rekayasa mesin
pencampur pakan basah menjadi penting untuk dilakukan.
C. Pemberian Pakan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil
bahwa pemberian pakan dan minum dilakukan setiap hari setelah proses
sanitasi atau pembersihan kandang. Pemberian pakan pada pagi hari diberikan
konsentrat. Pemberian konsentrat tersebut bertujuan untuk meningkatkan pH
rumen dan sebagai penambah energi, begitu pula dengan pemberian air
minum diberikan secara adlibitum (tidak terbatas). Sedangkan pada sore hari
diberikan hijauan. Hal ini sesuai dengan pendapat Syarif (2012) yang
menyatakan bahwa pemberian pakan pada ternak sapi potong sebaiknya
ransum hendaknya tidak diberikan sekaligus dalam jumlah banyak setiap
harinya, melainkan dibagi menjadi beberapa bagian. Pada pagi hari (misalnya
pukul 07.00), sebaiknya sapi diberi sedikit hijauan untuk merangsang
keluarnya saliva (air ludah). Saliva ini berfungsi sebagai buffer (penyangga)
di dalam rumen sehingga pH rumen tidak mudah naik maupun turun pada saat
sapi diberi konsentrat. Pemberian konsentrat dengan kandungan karbohidrat
tinggi akan mudah terfermentasi sehingga menghasilkan asam lemak dengan
mudah (volatile fatty acid, VFA) yang berpotensi menurunkan pH rumen.
Sementara pemberian konsentrat yang banyak mengandung protein
terdegradasi (rumen degradable protein, RDP) akan menghasilkan NH3 yang
berpotensi meningkatkan pH rumen. Kondisi peningkatan atau penurunan pH
rumen secara ekstrim akan berbahaya bagi kesehatan ternak, bahkan dapat
berakibat fatal, yaitu terjadinya kematian pada ternak.
D. Penggembalaan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil
bahwa penggembalan yang dilakukan dari tingkah laku ternak yang selalu
berkumpul, dan mengikuti salah satu pemimpinnya, dan jika memakan
rumput, maka sapi akan mengambil terlebih dahulu bagian tengah rumput
agar bisa terlipat dua sehingga sapi bisa memakannya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Lesmana (2013) yang menyatakan bahwa ketersediaan pakan yang
terbatas akan cenderung meningkatkan perilaku sapi yang menyentuhkan
bagian mulutnya ke benda seperti tempat air, memainkan lidahnya, atau
menggertakkan giginya. Terjadi respon pertahanan atau ingin melarikan diri
dengan intensif yang ditandai dengan menendang atau menyapukan ekor pada
tiang penyangga secara terus menerus apabila ada hal yang mengancam atau
mengganggu. Pedet yang mengisap benda lain yang ada disekitarnya ketika
tidak tersedia induk untuk menyusu. Ternak yang tidak dibiarkan keluar dari
kandangnya untuk jangka waktu yang lama akan jauh lebih antusias saat
digembalakan untuk pertama kali dibandingkan dengan yang digembalakan
setiap hari.
Menurut Lesmana (2013) bahwa banyak perilaku yang ditunjukkan
dengan keras sebagai sebuah respons menuju stimulus fisik dan fisiologis,
tapi pada kenyataannya pengaruh psikologis sekuat fisiologis atau fisik.
Sebagai contoh, sapi alaminya digembalakan, dan konsekuensinya memakan
lebih dari apa yang seharusnya mereka konsumsi.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan, yaitu :
Keadaan khusus untuk ternak potong yang ada di kandang dalam kondisi
yang sehat. Kandang dari ternak potong ditempati oleh ternak dalam
keadaan berkelompok. Jenis kandang yang ditempati yaitu jenis kandang
bebas karena ternak bebas masuk ke dalam kandang yang disukai.
Pencampuran pakan yang dilakukan bertujuan untuk memberikan energi
yang cukup bagi ternak selama 24 jam.
Pemberian pakan dan minum dilakukan setiap hari setelah proses sanitasi
atau pembersihan kandang. Pemberian pakan pada pagi hari diberikan
konsentrat yaitu pukul 06.30 WITA. Pemberian konsentrat tersebut
bertujuan untuk meningkatkan pH rumen dan sebagai penambah energi.
Sedangkan pada sore hari diberikan hijauan sebagai pakan utama yaitu
pukul 16.00 WITA.
Pengembalaan dilakukan pada siang hari yaitu pukul 10.00 WITA dengan
membawa ternak ke padang pengembalaan untuk dilepas secara bebas
sehingga ternak bisa mengkonsumsi rumput secara bebas tergantung pada
ketersediaan rumput di lapangan.
Jumlah ternak sapi potong yang dipelihara adalah sebanyak 39 ekor.
Jantan 14 ekor, betina 25 ekor dengan rincian pejantan 2 ekor, jantan muda
6 ekor, induk 10 ekor, dara 11 ekor, pedet 10 ekor (4 betina dan 6 jantan).
Saran
Saran untuk Laboratorium, yaitu sebaiknya kandang pemeliharaan
dibuat lebih nyaman agar ternak merasa nyaman di dalam kandang,
sedangkan untuk asisten agar dapat memberikan penjelasan lebih rinci kepada
praktikan tentang hal-hal yang berhubungan dengan proses pemeliharaan dan
pengembalaan. Adapun untuk praktikan sendiri sekiranya menjalani
praktikum sesuai dengan prosedur yang telah disepakati, misalnya
menggunakan baju praktikum dan disiplin waktu agar paraktikum berjalan
sesuai waktu yang ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Sistem Pemberian Pakan Ternak Sapi Potong. info-peternakan.blogspot.com/2012/11/sistem-pemberian-pakan-ternak-sapi.html.
Anonim. 2013. Penggembalaan Hewan. http://id.wikipedia.org/wiki/ Penggembalaan_hewan.
Damarapeka. 2011. Pertumbuhan Ternak Potong.http://damarapeka.wordpress. com/2011/07/14/pertumbuhan-ternak-potong-2/.
Gunawan, D. E. Wahyono, dan P. W. Prihandini. 2003. Strategi Penyusunan Pakan Murah Sapi Potong Mendukung Agribisnis. Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi.
Lesmana, Andry. 2013. Makalah Tingkah Laku Sapi (Animal Behavior). http://andrylesmana273.blogspot.com/2013/11/makalah-tingkah-laku-sapi-animal_6168.html.
Maslikha, Lilyk. 2013. Pemanfaatan Jenis Tanah Kelas Vi Untuk Penggembalaan Ternak Sapi Potong. http://smally23.blogspot.com/ 2013/10/makalah -padang-penggembalaan.html.
Peter. 2012. Perkandangan Sapi Potong. http://harunrexo.blogspot.Com/2012/ 12/perkandangan-sapi-potong.html.
Saparinto. 2009. Sistem Perkandangan dan Tipe Kandang. Agro Media. Bogor.
Syarif, Ilham. 2012. Laporan Praktikum Sapi Potong Produksi Ternak Potong Dan Kerja.http://nasasulsel.blogspot.com/2012/12/laporan-praktikum -sapi-potong.html.
Wello. 2011. Teknik pemeliharaan Sapi potong. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Zakariah, M. Askari. 2012. Sistem Produksi Ternak Potong Di Kolaka-Sulawesi Tenggara. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.