45
I. TUJUAN INTRUKSIONAL UMUM Memahami sifat fisik dan kimia rempah-rempah. SASARAN BELAJAR 1. Mengidentifikasi jenis-jenis rempah dari bentuk, warna dan aroma. 2. Melakukan ekstraksi oleoresin. 3. Menganalisis hasil ekstraksi berdasarkan perbedaan kondisi bahan baku. II. DASAR TEORI Rempah-rempah merupakan bahan hasil pertanian yang digunakan sebagai sumber cita rasa dan aroma. Rempah- rempah ini sebagian mengandung oleoresin sehingga cita rasa dan aromanya tajam serta spesifik. Dalam kehidupan sehari-hari, rempah-rempah sering digunakan untuk memasak serta meramu jamu tradisional. Hasil olahan rempah-rempah dapat dimanfaatkan dalam industri parfum, farmasi, flavor, pewarna dan lain-lain (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Rempah-rempah dapat berasal dari umbi atau rimpang, biji, kulit batang, bunga ataupun dari bagian tanaman tertentu. Jahe, kunyit, temulawak, kencur, kunci, lengkuas, temuireng dan lempuyang merupakan rempah- rempah yang berasal dari umbi atau rimpang, sedangkan pala, kemiri, kapol dan kardamon merupakan rempah-

Laporan Praktikum Pengetahuan Bahan Rempah-rempah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan praktikum pengetahuan bahan : rempah-rempah & oleoresin

Citation preview

I. TUJUAN INTRUKSIONAL UMUM

Memahami sifat fisik dan kimia rempah-rempah.

SASARAN BELAJAR

1. Mengidentifikasi jenis-jenis rempah dari bentuk, warna dan aroma.

2. Melakukan ekstraksi oleoresin.

3. Menganalisis hasil ekstraksi berdasarkan perbedaan kondisi bahan baku.

II. DASAR TEORI

Rempah-rempah merupakan bahan hasil pertanian yang digunakan sebagai

sumber cita rasa dan aroma. Rempah-rempah ini sebagian mengandung oleoresin

sehingga cita rasa dan aromanya tajam serta spesifik. Dalam kehidupan sehari-

hari, rempah-rempah sering digunakan untuk memasak serta meramu jamu

tradisional. Hasil olahan rempah-rempah dapat dimanfaatkan dalam industri

parfum, farmasi, flavor, pewarna dan lain-lain (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).

Rempah-rempah dapat berasal dari umbi atau rimpang, biji, kulit batang,

bunga ataupun dari bagian tanaman tertentu. Jahe, kunyit, temulawak, kencur,

kunci, lengkuas, temuireng dan lempuyang merupakan rempah-rempah yang

berasal dari umbi atau rimpang, sedangkan pala, kemiri, kapol dan kardamon

merupakan rempah-rempah yang berasal dari biji. Lada atau merica merupakan

rempah yang berasal dari buah, sedangkan kayu manis berasal dari kulit batang

dan cengkeh yang berasal dari bunga (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).

Oleoresin adalah campuran kompleks yang diperoleh dengan ekstraksi,

konsentrasi (pemekatan) dan standarisasi minyak esensial (minyak atsiri) dan

komponen non-volatil (tidak menguap) dari rempah-rempah, biasanya dalam

bentuk cairan kental atau pasta. Oleoresin terdiri dari minyak atsiri pembawa

aroma dan damar sebagai pembawa rasa. Oleoresin dapat diperoleh melalui

ekstraksi dengan pelarut non polar atau polar (Suyitno, 1988). Tujuan proses

ekstraksi adalah untuk mendapatkan suatu produk oleoresin berkonsentrasi tinggi

yang stabil dalam flavor, bebas dari kontaminan mikroba, dan memiliki cara

penyimpanan yang lebih sederhana. Secara umum, proses ekstraksi meliputi

empat tahap yaitu penggilingan bahan, ekstraksi, penyaringan, dan penguapan

pelarut dalam keadaan vakum (Hui, 1992).

Menurut Guenther (1987), faktor yang menentukan keberhasilan ekstraksi

rempah-rempah terletak pada mutu pelarut yang dipakai. Pelarut yang dipakai

harus memenuhi syarat sebagai berikut :

Bersifat tidak larut dalam air

Bersifat selektif (spesifik melarutkan rempah-rempah)

Selektif disini mengandung arti bahwa pelarut harus dapat melarutkan semua

zat volatil yang terdapat dalam bahan dengan cepat dan sempurna, dan sedikit

mungkin melarutkan bahan seperti lilin, pigmen, dan senyawa albumin.

Memiliki titik didih rendah dan seragam

Oleoresin bersifat volatil sehingga apabila titik didih pelarut tinggi maka

membutuhkan waktu yang lebih lama untuk melarutkan, sementara oleoresin

sudah mengalami penguapan terlebih dahulu.

Bersifat non polar atau polar

Pelarut polar atau non polar bergantung pada sifat (kelarutan) oleoresin yang

akan diekstrak pada pelarut tertentu.

Bersifat inert

Pelarut yang digunakan diupayakan tidak mudah bereaksi (inert), sehingga

fungsi pelarut tersebut hanya sebagai pelarut dan tidak bereaksi dengan

komponen rempah-rempah yang dapat mengubah sifat oleoresin.

Minyak atsiri yang dikenal dengan minyak eteris atau minyak terbang

(essensial oil / volatile oil) dapat diperoleh dari akar, batang, daun, dan bunga

tanaman dengan cara ekstraksi yaitu dengan sistem destilasi uap air mendidih atau

dengan pelarut yang mudah menguap. Minyak atsiri bersifat mudah menguap

pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir, berbau

wangi seperti tanaman penghasilnya, tidak larut dalam air dan umumnya larut

dalam pelarut organik. Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas senyawa

volatil pada bahan adalah jenis bahan, umur bahan dan kondisi bahan (Syarief,

1988).

JAHE

Jahe merupakan tanaman semak berbatang semu dengan tinggi 30 cm

sampai dengan 1 m. Jahe memiliki daun tunggal, berbentuk langset dengan

panjang 15-28 mm. Rimpang jahe bercabang, berwarna putih kekuningan,

berserat, dan di bagian dalamnya berwarna kuning. Bentuk rimpang jahe pada

umumnya gemuk agak pipih dan kulitnya mudah dikelupas. Rimpang jahe berbau

harum dan berasa pedas (Anonimous1, 1994).

Jahe putih atau kekuningan merupakan salah satu jenis jahe dimana

memiliki rimpang yang lebih besar bila dibandingkan jenis yang lain, berwarna

kuning atau kuning muda, seratnya sedikit kuning dan lembut. Aromanya kurang

tajam dan rasanya kurang pedas. Jahe ini mengandung minyak atsiri 0,82-1,68%.

Jahe ini dapat digunakan sebagai bahan baku rempah-rempah, minuman dan

makanan. Contoh jahe putih adalah jahe gajah atau jahe badak. Jenis jahe ini bisa

dikonsumsi baik saat berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar

atau jahe kering (Anonimous1, 1994).

Jahe segar dapat diolah lebih lanjut menjadi jahe kering atau jahe bubuk.

Jahe kering dipersiapkan untuk ekstraksi minyak atsiri dan oleoresin. Tujuannya

agar dapat menghindari kerusakan jahe seminimal mungkin. Hal ini disebabkan

karena jahe memiliki sifat yang mudah rusak jika disimpan terlalu lama, baik

bentuk maupun struktur kimianya. Proses pembuatan jahe kering meliputi

pencucian, pemotongan, pemasukan jahe dalam air mendidih selama kurang lebih

15 menit dan penjemuran atau pengeringan. Jahe kering dapat dibedakan menjadi

tiga macam berdasarkan cara pengupasannya yaitu tanpa dikuliti, setengah dikuliti

dan dikuliti seluruhnya. Sedangkan jahe bubuk dalam pembuatannya

menggunakan jahe kering sempurna (kadar air sekitar 8-10 %). Bahan tersebut

kemudian digiling halus dengan ukuran sekitar 50-60 mesh dan dikemas dalam

wadah yang kering (Dzulkarnain, 1999).

Sifat pedas pada jahe bergantung pada umur panen. Semakin tua umurnya

maka semakin terasa pedas dan pahit. Komposisi kimia rimpang jahe

mempengaruhi tingkat aroma dan pedasnya rimpang jahe tersebut. Beberapa

faktor yang mempengaruhi komposisi kimia rimpang jahe adalah jenis, kondisi

tanah, umur panen, cara budidaya, penanganan pasca panen, cara pengolahan dan

ekosistem tempat tanaman ditanam. Rimpang jahe pada umumnya mengandung

minyak atsiri 0.25-3.3% yang terdiri atas zingiberen, curcumene, philandren

(Muchtadi dan Sugiyono, 1992) zingerion, zingiberol, borneol, kamfer, sineol,

pati, oleoresin, Gingerin (Departemen Kesehatan R.I., 1978). Rasa pedas pada

jahe berasal dari senyawa gingerols dan shogaols. Kedua senyawa ini berada di

dalam oleoresin (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).

Rimpang jahe yang masih segar mengandung gingerols dalam jumlah yang

banyak sehingga memiliki komponen rasa pedas yang dominan. Namun selama

pengeringan, komponen ini akan kehilangan air dan menjadi shogaols yang

intensitas rasa pedasnya lebih rendah. Selama ekstraksi terjadi degradasi lebih

lanjut membentuk paradol dan zingerol yang intensitas rasa pedasnya lebih

rendah lagi. Ekstrak jahe mempunyai daya antioksidan yang dapat dimanfaatkan

untuk mengawetkan minyak dan lemak. Enzim protease yang ada di rimpang jahe

dapat melunakkan daging sebelum dimasak (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).

Tabel 2.1. Komposisi Kimia Rimpang Jahe

Jenis JumlahProtein (g)Lemak (g)Kalsium (mg)Fosfor (mg)Besi (mg)Vitamin A (SI)Vitamin B1 (mg)Vitamin C (mg)Air (g)Minyak atsiri (%)Resin (%)Resin netral (%)a & b resius (%)Gingerol (%)Asam organik (%)Pati (%)Oleoresin (Gingerin) (%)

1,51,021391,630

0,024

86,21,3501,2500,9500,8650,6006,80015,790

3-5Sumber : Muchtadi dan Sugiyono (1992)

TEMULAWAK

Temulawak (Curcuma xanthorhiza L.) merupakan tanaman obat-obatan

yang tergolong dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae). Tanaman temulawak

berbatang semu yang merupakan metamorfosis dari daun tanaman. Tinggi

tajuknya bisa mencapai 2 m. Daunnya lebar berbentuk lanset, pada setiap helaian

dihubungkan dengan pelepah dan tangkai daun agak panjang. Bunganya berwarna

kuning tua, berbentuk unik dan bergerombol. Rimpang temulawak berukuran

besar, bercabang-cabang, dan berwarna cokelat kemerahan atau kuning tua.

Daging rimpang berwarna jingga tua atau kecokelatan, beraroma tajam yang

menyengat dan rasanya pahit (Anonimous2, 2005).

Temulawak mengandung senyawa kimia yang mempunyai keaktifan

fisiologi, yaitu kurkuminoid dan minyak atsiri. Kurkuminoid terdiri atas senyawa

berwarna kuning kurkumin dan turunannya. Kurkuminoid yang memberi warna

kuning pada rimpang bersifat anti bakteri, anti kanker, anti tumor dan anti radang,

mengandungi antioksidan dan hipokolesteromik. Minyak atsiri berbau dan berasa

yang khas. Kandungan minyak atsiri pada rimpang temulawak 3-12%. Sedangkan

kandungan kurkuminoid di dalam temulawak sebesar 1-2%. Untuk menentukan

persentase ini dilakukan pemanasan pada temperatur 50-55oC, supaya tidak

merusak zat aktifnya dan untuk mendapatkan warna yang baik dari kurkuminoid

(Tainter dan Grenis, 1993).

Tabel 2.2. Komposisi Kimia Rimpang Temulawak

Jenis Jumlah (%)Pati 48.18-59.64Protein 29.00-30.00Abu 5.26-7.07Serat 2.58-4.83Kurkumin 1.60-2.20Minyak atsiri 6.00-10.00

Sumber : Muchtadi dan Sugiyono (1992)

KUNIR

Kunir atau kunyit merupakan salah satu jenis tanaman rempah. Kunyit

merupakan jenis temu-temuan yang mengandung senyawa kimia berkeaktifan

fisiologi yaitu minyak atsiri (mengandung senyawa-senyawa kimia seskuiterpen

alkohol, turmeron dan zingiberen) dan kurkuminoid (mengandung senyawa

kurkumin dan turunannya berwarna kuning yang meliputi desmetoksikurkumin

dan bisdesmetoksikurkumin). Rimpang kunyit mengandung pati atau amilum,

gom dan getah. Minyak atsiri juga memberi aroma harum dan rasa khas pada

umbinya. Kunyit mengandung curcumin (zat berwarna kuning), turmeron,

zingiberen, minyak terbang, turmerol (minyak turmerin yang menyebabkan rasa

aromatis dan wangi kunyit), fellandren, kamfer, lemak, pati, damar-damaran

(Tainter dan Grenis, 1993).

Tanaman kunyit bercabang dan memiliki ketinggian antara 40-100 cm.

Batang merupakan batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang dengan warna

hijau kekuningan dan tersusun dari pelepah daun (agak lunak). Daun tunggal,

bentuk bulat telur (lanset) memanjang hingga 10-40 cm, lebar 8-12,5 cm dan

memiliki tulang yang menyirip dengan warna hijau pucat. Tanaman ini berbunga

majemuk berambut dan bersisik dari pucuk batang semu, panjang 10-15 cm

dengan mahkota sekitar 3 cm dan lebar 1,5 cm, berwarna putih atau kekuningan.

Ujung dan pangkal daun runcing, namun tepi daunnya rata. Kulit luar rimpang

berwarna jingga kecoklatan sedangkan daging buah berwarna merah kekuningan

(Tainter dan Grenis, 1993).

III. ALAT DAN BAHAN

3.1. Alat

- Beaker gelas (Schott)

- Erlenmeyer (Schott)

- Gelas ukur (Herma)

- Oven vakum (Heraeus Instrument)

- Timbangan (Denver Instrument)

- IR Moisture Tester (Ohaus)

Rempah-rempah (bahan segar dan bubuk)

Pengamatan fisik (kenampakan dan warna)

- Termometer

- Cawan porselen

- Plat kaca

- Corong gelas

- Kertas saring

- Pipet tetes

- Penjepit cawan

- Kasa asbes

- Kompor

- Penangas air

- Aluminium foil

- Pisau dan telenan

- Sendok dan Piring

- Korek api

- Stopwatch

- Penggaris

3.2. Bahan

- Rempah segar (jahe, temulawak, kunir)

- Rempah bubuk (jahe, temulawak, kunir)

- Etanol 95%

IV. CARA KERJA

4.1. Kenampakan dan Warna

Pengupasan

Pengirisan tipis

Perataan pada pelat aluminium IR Moisture

Penungguan tulisan “test over”

Penekanan tombol “start”

Penutupan alat

Pencatatan kadar air bahan

Bahan Segar Bahan Bubuk

Penimbangan (2 g)

4.2. Penentuan Kadar Air

Penyaringan dengan kertas saring

Filtrat

Bahan Segar

Pengirisan tipis

Penimbangan 25 g dalam erlenmeyer

Penambahan etanol 95%(100 mL)

Pemanasan dan Pengadukan (50-60˚C,1 jam)

Penutupan dengan aluminium foil

Penambahan etanol 95% sampai garis batas

Pengupasan

Penimbangan cawan porselin konstan

Pengisian 25 mL filtrat

Pengovenan vakum 20 jam

OleoresinAnalisa : warna, aroma,% rendemen, laju alir

4.3. Ekstraksi Oleoresin

4.3.1. Bahan Segar

Bahan Bubuk

Penimbangan 15 g dalam erlenmeyer

Penambahan etanol 95% (60 mL)

Penutupan dengan aluminium foil

Pemanasan dan Pengadukan (50-60˚C, 1 jam)

Penambahan etanol 95% sampai garis batas

Filtrat

Penimbangan cawan porselin konstan

Pengisian 25 mL filtrat

Pengovenan vakum 20 jam

Oleoresin Analisa : warna, aroma,% rendemen, laju alir

4.3.2. Bahan Bubuk

Rumus % Rendemen :

% Rendemen = (berat cawan+oleoresin kering )−berat cawan

volume yang diambilvolume awal

x berat bahan x (1−kadar air)x 100 %

Cawan Porselin

Pemanasan 30’

Pendinginan 5’

Penimbangan

Cawan porselin konstan

Bahan Hasil Ekstraksi

Penetesan pada kaca miring

Pencatatan waktu alir

Laju alir bahan (cm/s)

4.4. Cawan Porselin Konstan

4.5. Penentuan Laju Alir

Penancapan kabel

Penekanan tombol ON

Pembukaan tutup IR

Pembersihan plat timbang

Penaburan bahan (2 g) secara merata

Penekanan tombol TARE

Penutupan tutup IR

Penekanan tombol START

Penungguan tulisan TEST OVER dan lampu mati

Pencatatan kadar air

Pengambilan plat dari samping

Pemasukan kembali plat

Penglihatan tanda *

Penglihatan tanda *

Lampu IR menyala

4.6. Penggunaan IR Moisture

V. HASIL PENGAMATAN

5.1. Analisis Bahan Baku

Tabel 5.1. Kadar Air dan Aroma Bahan Segar

Bahan SegarParameter

Kadar Air (%) Aroma dan SenyawanyaJahe 85,83 Pedas ZingiberenTemulawak 91,16 Aroma khas temulawak CurcuminKunir 91,15 Aroma khas kunir Curcumin

Tabel 5.2. Warna dan Kenampakan Bahan Segar

Bahan SegarParameter

Warna Kenampakan

Jahe Kuning muda

Temulawak Kuning oranye

Kunir Oranye

Tabel 5.3. Kadar Air dan Aroma Bahan Bubuk

Bahan BubukParameter

Kadar Air (%) Aroma dan SenyawanyaJahe 11,06 Harum, pedas Zingiberen

Temulawak 11,94Menyengat

+++Curcumin

Kunir 10,70Menyengat

++Curcumin

Keterangan :

(+) : intensitas aroma, semakin banyak (+) maka semakin menyengat aromanya

Tabel 5.4. Warna dan Kenampakan Bahan Bubuk

Bahan BubukParameter

Warna Kenampakan

Jahe Coklat muda

Temulawak Kuning muda+

Kunir Kuning tua+++

Keterangan :

(+) : intensitas warna, semakin banyak (+) maka semakin tua warnanya

Tabel 5.5. Penimbangan Bahan Segar

Berat (g)Bahan Segar

Jahe Temulawak KunirErlenmeyer 103,05 102,21 113,04Bahan + Erlenmeyer 128,35 127,52 138,23Bahan 25,30 25,31 25,19Cawan Kosong 34,22 40,27 37,58Cawan + Oleoresin Kering 34,72 44,05 39,26

Tabel 5.6. Penimbangan Bahan Bubuk

Berat (g)Bahan Bubuk

Jahe Temulawak KunirErlenmeyer 99,82 103,38 107,19Bahan + Erlenmeyer 114,82 118,47 122,30Bahan 15,00 15,09 15,11Cawan Kosong 34,40 32,22 50,73Cawan + Oleoresin Kering 35,15 33,05 51,57

Gambar 5.1. Bahan Segar (ki-ka: jahe, kunir, temulawak)

Gambar 5.2. Bahan Bubuk (ki-

ka: temulawak, kunir, jahe)

Gambar 5.3. Kunir Bubuk dan

Segar

Gambar 5.4. Jahe Bubuk dan Segar

Gambar 5.5. Temulawak Bubuk dan Segar

Gambar 5.6. Filtrat Bahan Segar (ki-ka: kunir, temulawak, jahe)

Gambar 5.7. Filtrat Bahan Bubuk (ki-ka: kunir, jahe, temulawak)

5.2. Rendemen dan Sifat Oleoresin

Tabel 5.7. Kadar Air dan % Rendemen Oleoresin Bahan Segar

Keterangan (%)Oleoresin Bahan Segar

Jahe Temulawak KunirKadar Air 85,83 91,16 91,15Rendemen 55,7878 675,7832 301,4379

Perhitungan :

Jahe Segar

% Rendemen =34,72 g−34,22 g

25 mL100 mL

x25,30 g x (1−0,8583)x 100 %

= 55,7878 %

Temulawak Segar

% Rendemen =44,05 g−40,27 g

25 mL100 mL

x25,31 g x (1−0,9116)x100 %

= 675,7832 %

Kunir Segar

% Rendemen =39,26 g−37,58 g

25 mL100 mL

x25,19 g x (1−0,9115)x100 %

= 301,4379 %

Tabel 5.8. Kadar Air dan % Rendemen Oleoresin Bahan Bubuk

Keterangan (%)Oleoresin Bahan Bubuk

Jahe Temulawak KunirKadar Air 11,06 11,94 10,70Rendemen 13,4922 14,9907 14,9408

Perhitungan :

Jahe Bubuk

% Rendemen =35,15 g−34,40 g

25 mL60 mL

x15,00 g x (1−0,1106 )x100%

= 13,4922 %

Temulawak Bubuk

% Rendemen =33,05 g−32,22 g

25 mL60 mL

x15,09 g x (1−0,1194)x 100 %

= 14,9907 %

Kunir Bubuk

% Rendemen =51,57 g−50,73 g

25 mL60 mL

x15,11 g x (1−0,1070)x100%

= 14,9408 %

Tabel 5.9. Aroma Oleoresin Bahan Segar

Oleoresin Bahan Segar

ParameterAroma dan Senyawanya

JahePedas dan harum

++Zingiberen

TemulawakHarum

+++Curcumin

KunirHarum menyengat

++++Curcumin

Keterangan :

(+) : intensitas aroma

semakin banyak (+) maka semakin menyengat aromanya

Tabel 5.10. Aroma Oleoresin Bahan Bubuk

OleoresinBahan Bubuk

ParameterAroma dan Senyawanya

Jahe Harum Zingiberen

TemulawakKaramel kurang

menyengatCurcumin

Kunir Karamel menyengat Curcumin

Tabel 5.11. Warna dan Kenampakan Oleoresin Bahan Segar

Oleoresin Bahan SegarParameter

Warna Kenampakan

Jahe Coklat muda

Temulawak Kuning oranye++

Kunir Oranye++++

Keterangan :

(+) : intensitas warna, semakin banyak (+) maka semakin tua warnanya

Tabel 5.12. Warna dan Kenampakan Oleoresin Bahan Bubuk

Oleoresin Bahan BubukParameter

Warna Kenampakan

Jahe Coklat tua+++

Temulawak Coklat tua++

Kunir Coklat Kehitaman+++++

Keterangan :

(+) : intensitas warna, semakin banyak (+) maka semakin gelap warnanya

Tabel 5.13. Laju Alir Oleoresin Bahan Segar

OleoresinBahan Segar

Waktu Alir(jarak 5 cm)

Laju Alir (cm/s)

I II I II Rata-RataJahe 3,7 s 5,4 s 1,3514 0,9259 1,1387Temulawak 4,5 s 4,5 s 1,1111 1,1111 1,1111Kunir 2,0 s 2,8 s 2,5000 1,7857 2,1429

Perhitungan Laju Alir Temulawak Segar :

Jarak : 5 cm

Laju Alir I = 5 cm4,5 s

=1,1111cm /s

Laju Alir II = 5 cm4,5 s

=1,1111cm/s

Laju Alir Rata-Rata = 1,1111cm /s+1,1111cm /s

2=1,1111cm /s

Tabel 5.14. Intensitas Kekentalan Oleoresin Bahan Bubuk

OleoresinBahan Bubuk

Intensitas Kekentalan

Jahe +++Temulawak +Kunir ++++

Keterangan :

(+) : intensitas kekentalan oleoresin bahan bubuk

semakin banyak (+) maka semakin kental / viskus

Gambar 5.8. Oleoresin Temulawak Segar dan Bubuk

Gambar 5.9. Oleoresin Kunir Segar dan Bubuk

Gambar 5.10. Oleoresin Jahe Segar dan Bubuk

Gambar 5.11. Oleoresin Bahan Segar (atas) dan Bubuk (bawah)

(ki-ka: temulawak, kunir, jahe)

VI. PEMBAHASAN

Pada percobaan ini, menggunakan sampel berupa bahan segar dan bahan

bubuk yang masing-masing terdiri dari jahe, kunir dan temulawak. Ketiga jenis

rempah-rempah ini berasal dari umbi atau rimpang. Jahe, kunir, dan temulawak

memiliki kandungan minyak atsiri dan oleoresin dengan komponen kimiawi serta

kadar yang berbeda sehingga memberikan perbedaan aroma maupun rasa khas

antar bahan tersebut. Prinsip ekstraksi oleoresin adalah pelarutan dengan pelarut

non polar, pemanasan 50-600C , dan pengovenan vakum.

Rempah-rempah berupa jahe, kunir, dan temulawak tersebut dilarutkan

dalam pelarut non polar (etanol 96%). Digunakannya pelarut ini karena pelarut

organik dapat melarutkan minyak atsiri, namun minyak atsiri sukar larut dalam

etanol yang kadarnya lebih rendah dari 70% sehingga dalam pratikum digunakan

etanol 96%. Campuran rempah dan etanol tersebut dipanaskan dalam penangas

pada suhu 50-600C karena suhu tersebut merupakan titik didih optimum bagi

etanol dan agar oleoresin tidak menguap. Bila dipanaskan di atas suhu 600C maka

etanol akan menguap terlebih dahulu dan kurang optimum apabila dipanaskan di

bawah suhu 500C.

Pengovenan vakum dilakukan setelah didapatkan filtrat. Pengovenan vakum

bertujuan untuk menjaga agar senyawa volatil tidak ikut menguap dengan cara

menaikkan tekanan sehingga pelarut akan menguap pada titik didih yang lebih

rendah dari seharusnya. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan oleoresin

adalah etanol 95% dan bukan akuades. Hal ini dikarenakan oleoresin senyawa

organik non polar, sehingga untuk mengekstraknya juga digunakan pelarut non

polar. Sebelum proses ekstraksi, dilakukan pengamatan kadar air bahan dengan

menggunakan IR Moisture Tester, aroma dan kenampakan. Setelah proses

pengovenan vakum dilakukan analisa terhadap aroma, kenampakan, warna, %

rendemen, dan laju alir.

KENAMPAKAN

Bentuk ketiga jenis rempah ini berbeda satu sama lain, dimana pembedaan dapat

dilakukan dengan mudah karena jahe berbentuk umbi bercabang, sedangkan

temulawak berbentuk umbi batang dan kunir berbentuk batang lurus. Rempah

segar permukaannya tidak keriput, karena kandungan airnya masih cukup banyak

sehingga tekanan turgor yang menahan ketegaran dinding sel masih cukup besar.

Sedangkan rempah bubuk butirannya halus dan tidak teraglomerasi.

KADAR AIR

Pengamatan kadar air dilakukan dengan menggunakan IR Moisture Tester.

Prinsip penggunaan alat ini adalah penentuan kadar air dengan infra merah. Alat

ini membutuhkan waktu cukup lama karena kontak antara sinar inframerah

dengan bahan. Semakin tebal bahan maka dibutuhkan waktu yang lebih lama. Air

dalam bahan akan menguap akibat panas yang ditimbulkan oleh alat. Air dalam

bentuk uap inilah yang akan dihitung sebagai kadar air bahan. Maka dari itu

ukuran bahan yang akan dianalisa harus sekecil mungkin dan menyebar dalam

pelat aluminium alat.

Hasil yang didapat dari percobaan ini adalah jahe segar mempunyai kadar

air sebesar 85,83%, jahe bubuk 11,06%, temulawak segar 91,16%, temulawak

bubuk 11,94%, kunir segar 91,15%, kunir bubuk 10,70%. Data tersebut

menunjukkan bahwa kadar air pada bahan segar lebih tinggi dibandingkan pada

bahan bubuk. Hal ini dikarenakan di dalam proses pengolahan menjadi bubuk

dilakukan proses pengeringan dengan menguapkan air yang terkandung dalam

bahan segar sehingga persentase kadar air bahan bubuk sudah berkurang.

Pengeringan tersebut dilakukan dengan tujuan untuk memperpanjang umur

simpan, karena bahan segar tidak tahan lama. Bahan segar tidak mengalami proses

pengeringan sehingga memiliki kadar air yang relatif masih tinggi (berkisar antara

89-95%).

Kadar air dari jahe, kunir, dan temulawak segar juga berbeda-beda. Bahan

segar yang memiliki kadar air paling besar adalah temulawak. Sedangkan bahan

segar yang memiliki kadar air paling kecil adalah jahe. Perbedaan kadar air ini

disebabkan karena perbedaan varietas, kondisi lingkungan tempat tumbuh, dan

usia dari bahan-bahan tersebut. Lingkungan yang baik dan menyediakan cukup

nutrisi akan menghasilkan rempah dengan kadar air tinggi, sedangkan lingkungan

yang buruk dan tidak cukup nutrisi akan menghasilkan rempah yang kadar airnya

sedikit. Usia bahan mempengaruhi kadar airnya. Rempah yang masih muda akan

mengandung lebih banyak air daripada rempah yang sudah tua. Jadi dapat

disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air rempah-rempah

adalah varietas, kondisi lingkungan tempat tumbuh, usia, dan proses pengolahan.

Perbedaan kadar air juga terlihat pada bahan bubuk. Bahan bubuk dengan

kadar air terbesar adalah temulawak, dan yang terkecil adalah kunir. Perbedaan ini

bisa disebabkan karena proses pengolahan seperti pengeringan berbeda pada

setiap bahan. Selain itu, cara penyimpanan juga akan mempengaruhi kadar air

pada bahan bubuk. Apabila lingkungan tempat penyimpanan memiliki

kelembapan yang tinggi maka uap air dari lingkungan akan terserap ke dalam

bubuk yang menyebabkan kadar air bahan tersebut meningkat.

AROMA

Minyak atsiri merupakan senyawa yang mempunyai aroma yang khas

seperti aroma bagian tanaman aslinya, serta mudah menguap (volatil) pada suhu

kamar tanpa mengalami penguraian dan tidak meninggalkan noda. Minyak atsiri

memberikan aroma yang khas pada rempah-rempah dimana aroma dipengaruhi

oleh kandungan minyak atsiri yang dimilikinya. Jahe segar memiliki aroma yang

lebih menyengat dibandingkan bubuk, terutama rasa pedasnya. Rasa pedas jahe

disebabkan oleh hubungan antara keto-alkohol dengan gingerol. Rimpang jahe

yang masih segar mengandung hanya sebagian besar komponen rasa pedas yaitu

zingiberen dan gingerol. Sedangkan pada jahe bubuk, rasa pedas tidak terlalu

menyengat namun terdapat aroma harum. Hal ini dikarenakan proses pembuatan

jahe bubuk dilakukan pengeringan. Selama pengeringan, komponen zingiberen

dan gingerol akan kehilangan air dan sebagian berubah menjadi shogaol yang

intensitas rasa pedas lebih rendah. Berbeda dengan temulawak dan kunir, dimana

kedua bahan ini memiliki aroma yang mirip seperti jamu dikarenakan senyawa

yang dominan menyusun kedua bahan ini sama yaitu kurkumin. Pada temulawak

bubuk, aromanya lebih menyengat dibandingkan dengan kunir bubuk, hal ini

dipengaruhi oleh kandungan kurkumin di dalam bahan tersebut.

Selama ekstraksi jahe terjadi degradasi shogaol lebih lanjut dan membentuk

paradol dan zingerol yang dapat mengurangi rasa pedas. Setelah mengalami

ekstraksi untuk memperoleh oleoresinnya, aroma oleoresin setiap sampel sama

seperti aroma bahan segarnya yaitu pedas untuk jahe. Aroma pedas oleoresin pada

jahe segar tidak setajam pada jahe bubuk. Hal ini dikarenakan pelarut etanol pada

jahe segar masih tertinggal, sedangkan jahe bubuk sudah merupakan murni

oleoresinnya saja. Sedangkan pada sampel temulawak dan kunir, aroma sampel

setelah pemvakuman tetap menyengat namun ada aroma harum yang timbul.

Aroma harum pada kunir segar lebih menyengat dibandingkan dengan temulawak

segar. Pada bahan bubuk baik temulawak dan kunir, setelah proses pemvakuman,

aroma yang timbul adalah aroma caramel yang menyengat dimana kunir bubuk

lebih menyengat dibandingkan temulawak bubuk.

WARNA

Jahe segar memiliki warna kuning muda, jahe bubuk berwarna coklat muda,

kunir segar berwarna oranye, kunir bubuk berwarna kuning tua, temulawak segar

berwarna kuning oranye, dan temulawak bubuk berwarna kuning muda. Ketiga

bahan ini memiliki warna yang dominan yaitu kuning-oranye, warna ini berasal

dari pigmen yang berada di dalam bahan tersebut yaitu pigmen karotenoid.

Setelah dilakukan ekstraksi, warna filtrat pada bahan segar lebih cerah

dibandingkan dengan warna filtrat bahan bubuk (coklat-kehitaman). Hal ini

dikarenakan pada bahan bubuk telah mengalami proses pengeringan yang telah

menguapkan sebagian besar kandungan air di dalamnya sehingga warna lebih

gelap bila dibandingkan dengan bahan segarnya.

Setelah filtrat mengalami proses pengovenan, warna oleoresin yang

terbentuk lebih gelap daripada warna filtratnya baik pada bahan segar maupun

bahan bubuk. Hal ini dikarenakan filtrat masih mengandung etanol dan encer,

bahan yang lebih encer akan memiliki warna yang lebih muda daripada bahan

yang kental. Warna oleoresin jahe, kunir dan temulawak segar berturut-turut

adalah coklat muda, oranye, dan kuning oranye. Sedangkan, warna oleoresin jahe,

kunir dan temulawak bubuk berwarna coklat tua sampai coklat kehitaman. Secara

keseluruhan, warna oleoresin baik pada bahan bubuk maupun segar lebih gelap

dibandingkan dengan filtrat. Warna yang menjadi lebih coklat ini juga dapat

disebabkan adanya reaksi Maillard yaitu reaksi antara gugus amina dari asam

amino dengan gugus karbonil dari gula reduksi yang menghasilkan pigmen

melanoidin yang berwarna coklat gelap. Bahan-bahan tersebut mengandung

protein dan karbohidrat. Dengan adanya pemanasan dan aktivitas enzim,

karbohidrat terdegradasi menjadi gula-gula reduksi dan protein terdegradasi

menjadi asam-asam amino. Oleh karena itu, reaksi Maillard dapat berlangsung.

Pada oleoresin bahan segar, masih muncul warna kuning, hal ini dikarenakan

masih adanya kandungan pigmen karotenoid di dalam bahan tersebut.

% RENDEMEN

Persen rendemen adalah persen jumlah oleoresin yang dapat terekstrak dari

bahan. Untuk menghitung persen rendemen tiap bahan, maka pertama-tama

dilakukan pengekstraksian oleoresin pada tiap bahan. Pertama, bahan segar

dipotong kecil-kecil. Hal ini bertujuan agar ketika dicampur dengan pelarut

dengan perbandingan 1:4, luas permukaan bahan yang kontak dengan pelarut

semakin besar sehingga lebih mengoptimalkan ektraksi oleoresin. Sedangkan

untuk bahan bubuk, langsung dicampur dengan pelarutnya (1:4). Pelarut yang

digunakan dalam percobaan adalah etanol 95%, yang merupakan larutan non polar

karena oleoresin adalah senyawa non polar sehingga untuk mengekstraksinya

dibutuhkan pelarut yang non polar juga (bila sifat kepolaran berbeda, pelarut tidak

dapat melarutkan oleoresin sehingga oleoresin tidak dapat terkestrak dari bahan).

Setelah ditambah pelarut, mulut erlenmeyer ditutup dengan aluminium foil

untuk menghindari penguapan etanol 95%, kemudian dipanaskan pada suhu50-

60oC selama 1 jam. Tujuannya adalah untuk mengekstrak oleoresin dari bahan.

Selama pemanasan suhu harus dijaga karena oleoresin sifatnya peka terhadap

panas. Selain itu, di atas suhu 60oC oleoresin akan mendidih dan menguap.

Setelah 1 jam, dari tiap bahan disaring sehingga diperoleh filtratnya. Filtrat

tersebut kemudian diambil 25 mL, dimasukkan cawan poselen konstan lalu

dioven vakum. Cawan porselen harus dikonstankan dulu dengan tujuan agar dapat

dihitung berat cawan dengan oleoresin kering secara tepat detelah proses

pemvakuman. Tujuan dioven vakum adalah untuk menguapkan etanol sehingga

didapatkan ekstrak oleoresin. Pada oven vakum, titik didih akan menjadi lebih

rendah sehingga etanol teruapkan tanpa disertai penguapan oleoresin. Setelah 20

jam, filtrat akan mengering dan didapatkan ekstrak oleoresin.

Berdasarkan hasil perhitungan, % rendemen bahan segar lebih besar

dibandingkan % rendemen bahan bubuk. Persen rendeman jahe segar 55,787%,

temulawak segar 675,7832%, dan kunir segar 301,4379%. Sedangkan %

rendemen untuk bahan jahe bubuk adalah 13,4922%, temulawak bubuk adalah

14,9907%, dan kunir bubuk adalah 14,9408%. Persen rendemen bahan bubuk

lebih kecil dibandingkan dengan bahan segar karena bahan segar, belum

mengalami pengolahan seperti pengeringan dan pengecilan ukuran.

Persentase rendemen bahan segar dan bubuk dipengaruhi oleh beberapa

faktor, di antaranya adalah luas permukaan, kadar air, dan proses pengolahan.

Jahe, kunir, dan temulawak bubuk berbentuk butiran halus, sehingga memiliki

luas permukaan yang lebih besar daripada bentuk segarnya. Karena luas

permukaan yang besar maka akan lebih banyak permukaan yang dapat kontak

dengan etanol 95% sehingga persentase rendemen yang didapat seharusnya juga

lebih besar. Namun pada hasil praktikum, persentase rendemen rempah bubuk

lebih kecil daripada persentase rendemen bahan segar. Hal ini karena berat bahan

yang digunakan berbeda, di mana bahan segar yang digunakan sebesar 25 gram,

sedangkan rempah bubuk sebesar 10 gram.

Kadar air juga mempengaruhi persentase rendemen, dimana semakin kecil

kadar air bahan maka persentase rendemennya akan semakin besar (kadar air

berbanding terbalik dengan persentase rendemen). Selain itu proses pengolahan

juga mempengaruhi persentase rendemen, di mana bahan bubuk telah mengalami

proses ekstraksi, sehingga benar-benar murni mengandung oleoresin. Sedangkan

pada bahan segar masih mengandung serat (ampas), dan komponen lain selain

oleoresin, sehingga persentase rendemen bahan bubuk lebih besar daripada

persentase rendemen bahan segar.

Pada hasil percobaan, temulawak dan kunir segar memiliki % rendemen

yang lebih dari 100%. Hal ini disebabkan karena kadar air yang dimiliki kedua

bahan ini lebih banyak dibandingkan dengan jahe segar, sehingga untuk proses

penguapan dibutuhkan waktu yang lebih lama. Pada percobaan hanya

menggunakan waktu 20 jam bukan 24 jam, hal ini dapat mempengaruhi %

rendemen bahan tersebut (seperti pada kunir dan temulawak segar). Selama 20

jam, kemungkinan air belum teruapkan seluruhnya, sehingga masih ada air yang

tertinggal dengan oleoresin tersebut yang menyebabkan % rendemen bisa lebih

besar dari 100%.

LAJU ALIR

Pengukuran laju alir bertujuan untuk mengetahui kekentalan atau viskositas

dari suatu bahan dalam bentuk larutan. Laju alir dipengaruhi oleh viskositas.

Salah satu faktor yang menentukan viskositas bahan adalah total padatan terlarut

bahan. Total padatan terlarut dipengaruhi oleh kadar air bahan awal dimana jika

kadar air bahan tinggi, maka padatan yang terlarut dalam bahan akan rendah. Jika

persentase padatan terlarut bahan sedikit, maka viskositas bahan tinggi, sehingga

laju alir bahan akan semakin rendah. Laju alir yang diukur pada percobaan ini

adalah laju alir oleoresin bahan. Pengukuran laju alir pada percobaan ini

menggunakan kaca miring di mana oleoresin diteteskan pada garis batas,

kemudian dihitung waktu yang dibutuhkan untuk mencapai jarak 5 cm, dan

dinyatakan dalam cm/s.

Hasil yang diperoleh dari laju alir oleoresin bahan segar untuk jahe sebesar

1,1387 cm/s, temulawak 1,1111 cm/s, dan kunir 2,1429 cm/s. Hal ini menandakan

bahwa kunir memiliki kandungan air yang lebih banyak sehingga viskositasnya

rendah menyebabkan laju alir bahan tersebut besar. Seharusnya pada jahe segar,

laju alirnya paling rendah terkait dengan jumlah kadar air yang lebih sedikit,

namun pada percobaan ini temulawak segar-lah yang memiliki laju alir paling

kecil. Kesalahan ini bisa disebabkan pada proses-proses sebelumnya seperti

pemotongan, penimbangan, ekstraksi yang dapat mempengaruhi kandungan air

bahan sebelum dioven. Pada sampel oleoresin dari bahan bubuk hanya diukur

tingkat kekentalan saja, hal ini dikarenakan laju alir tidak bisa diukur. Kekentalan

yang paling tinggi terdapat pada kunir dan yang terendah pada temulawak.

Perbedaan kekentalan ini dipengaruhi oleh jumlah kadar air pada bahan bubuk

tersebut.

VII. KESIMPULAN

Berdasarkan data yang kami peroleh, kadar air bahan segar dari yang paling

besar ke kecil berturut-turut adalah temulawak, kunir, dan jahe. Sedangkan kadar

air bahan bubuk dari yang paling besar ke kecil adalah temulawak, jahe, dan

kunir. Ketiga bahan ini memiliki warna yang dominan yaitu kuning-oranye yang

berasal dari pigmen karotenoid. Namun pigmen ini akan berubah menjadi pigmen

melanoidin setelah proses pengovenan yang menyebabkan warna bahan menjadi

coklat tua. Persen rendemen pada bahan segar dan bubuk dari yang besar ke kecil

adalah temulawak, kunir, dan jahe. Laju alir bahan segar dari besar ke kecil adalah

kunir, jahe, dan temulawak. Semakin tinggi laju alir menandakan padatan

terlarutnya lebih rendah dan kadar air lebih tinggi. Semakin kecil kadar air

rempah-rempah, % rendemen oleoresin akan semakin besar sehingga warna

oleoresin semakin gelap, aromanya semakin tajam dan laju alirnya makin kecil.

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Anonimous1. 1994. Jahe. Jakarta : Trubus

Anonimous2. 2005. Temulawak. Available at :

http://id.wikipedia.org/wiki/Temu_lawak

Departemen Kesehatan R.I. 1978. Materia Medika Indonesia. Jakarta : Dirjen

Pengawasan Obat dan Makanan.

Dzulkarnain, H.B. 1999. Tanaman Obat Keluarga. Jakarta : Intisari Mediatama.

Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri. Jakarta : Universitas Indonesia.

Hui, Y. H. 1992. Food Science and Encyclopedia. New York : A. Wiley

Interscience Publication, John Wiley and Sons.

Muchtadi, T. R dan Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan

Bahan. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian

Bogor.

Syarief, R. dan A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian.

Jakarta : Mediayatama Sarana Perkasa.

Suyitno. 1988. Pengujian Sifat Bahan Pangan. Yogyakarta : Pusat Antar

Universitas Pangan dan Gizi UGM.

Tainter, D.R. dan A.T. Grenis. 1993. Spices and Seasonings. USA : VCH

Publishers, Inc.

IX. JAWABAN PERTANYAAN

1. Cari 10 jenis rempah-rempah, kandungan oleoresin di dalamnya beserta

manfaatnya!

No.Jenis Rempah -

RempahOleoresin Manfaat

1. Jahe

- Zingiberen- Curcumene- Philandren- Gingerols- Shogaols

- Aroma pedas (Zingiberen)- Anti rematik (Gingerols)- Antioksidan (Zingeron)- Mengobati mual- Menurunkan kolesterol

2. Kunyit

- Curcumin- Zingiberen- Tumeron- Furmerol- Borneol- Karvon

- Antioksidan- Antibakteri- Mencegah penimbunan lemak dalam arteri- Penyedap dan pewarna kuning- Mencegah gagal jantung- Menangani kepikunan- Mencegah radang sendi- Mencegah kanker payudara

3. Temulawak

- Curcumin - Antioksidan- Antibakteri- Mencegah penimbunan lemak- Mencegah gagal jantung

4.Lengkuas (Laos)

- Kamfer- Galangi- Curcumin- Eugenol- Galangol

- Bahan pengawet (Kamfer)- Antimikroba seperti Staphylococcus aureus, Vibrio parahaemoliticus (Eugenol)

No.Jenis Rempah -

RempahOleoresin Manfaat

5. Kayu manis- Cinnamaldehyde- Cinnamylacetate

- Menurunkan kadar gula darah- Mencegah pembekuan darah- Memberi efek hangat pada tubuh

6. Cengkeh- Eugenol- Asam Galat

- Antimikroba (Eugenol)- Antioksidan pada daging- Penguat flavor

7. Lada (Merica) - Piperine- Mencegah kanker- Antiradang

8. Seledri- Sedanolide- Asam Sedanoat

- Penguat flavor

9. Serai- Sitronelal- Sitronelol- Geraniol

- Pembuatan parfum- Desinfektan- Bahan pengikat

10. Paprika - Capsanthin - Pewarna makanan

11. Daun Salam - Cineole- Menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus

12. Temuireng - Curcumin - Antioksidan dan antibakteri

13. Pala- Minyak atsiri- Zat Samak

- Antioksidan dan antibakteri- Mengatasi insomnia.